PT SUCOFINDO (PERSERO) DI JABOTABEK
HERI SUPRAYITNO
S E K O L A H P A S C A S A R J A N A
I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam Laporan Tugas Akhir yang berjudul :
Analis a Pinja man Prog ra m Kemi traan pada Pe n i n g k a t a n K i n e r j a M i t r a B i n a a n
PT Sucofindo (Persero) di Jabotabek
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari
komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas
akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lainnya.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan ini.
Bogor, April 2012
Heri Suprayitno. Analysis of Partnership Program on Trained Partners in Improving Performance of PT Sucofindo (Persero) in Jabotabek. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo as chairwoman and Ma’mun Sarma as member.
Partnership program is a program aimed to increase the ability of small businesses to be resilient and self-sufficient through the use of funds less than 1-2% of net profit. Partnership program has targeted in small business in the company’s region area which has been doing the business activities for at least 1 year, owning prospects to be developed and not yet having sufficient collateral to obtain bank credit and and has turnover below 200 million. PT Sucofindo (Persero) is a State-owned Business which gives loans to small and medium business (SME) through the Program of Partnership and Environment Management. The aim of this study was to analyze: 1) financial profit margin ratio, ROTA, ROE, the circulation of work capital, 2) the changes of turnover and 3) the changes of labours before and after the partnership loan program to the UMK. The study was conducted from April to July 2011 in Jabotabek. Primary data was collected from questioner, interviews and observation, secondary data was collected from literature such as journals, magazines and books. The object was SME that has received the loan from Program of Partnership and Environment Management within 1 to 3 years. The results showed that there was an increase in the measures of SME financial performance, namely: (1) Profit Margin (PM), (2) Return on Total Assets (ROTA), (3) The Return On Equity (ROE), (4) Working Capital Turnover (WCT), (5) Sales and (6) Labours. The conclusion of this study was that PT Sucofindo (Persero) should socialize the procedure to reach the facility of the credit of work capital to the SME.
Heri Suprayitno. Analisa Pi njam an Program Kemit raan pada P e n i n gk a t a n K i n e r j a M i t r a B i n a a n PT Sucofindo (Persero) di Jabotabek. Di bawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo sebagai Ketua dan Ma’mun Sarma sebagai anggota.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-05/MBU/2007 mengeluarkan ketentuan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan merupakan suatu program yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari 1% - 3% dari laba bersih perusahaan. Program Kemitraan memiliki sasaran yaitu usaha kecil di wilayah regional perusahaan yang telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 tahun, mempunyai prospek untuk dikembangkan dan belum mempunyai jaminan yang cukup untuk memperoleh kredit bank serta memiliki omset di bawah Rp. 200 juta. Program Bina Lingkungan yaitu program pemberdayaan kondisi masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar lokasi perusahaan, melalui pemanfaatan dana sebesar maksimal 2 % dari laba bersih perusahaan. Program Bina Lingkungan diberikan dalam bentuk hibah khusus bagi masyarakat kurang mampu dalam bentuk bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan bencana alam, bantuan sarana dan prasarana umum, serta bantuan sarana ibadah. PT Sucofindo (Persero) ikut berperan aktif dalam mensukseskan program Pemerintah tersebut, melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) diharapkan mitra binaan dapat berkembang pesat baik dari sisi omset penjualan, pemasaran, manajemen/pengelolaan keuangan dan pertumbuhan usaha. PT Sucofindo (Persero) menyalurkan pinjaman program kemitraan kepada mitra binaan. Hal inilah yang mendorong suatu penelitian perlu dilakukan untuk mendapatkan jawaban, apakah pinjaman program kemitraan dapat meningkatkan kinerja (profit margin, return on total assets (ROTA), Return On Equity (ROE), Perputaran Modal Kerja, Omset Penjualan dan jumlah pegawai) mitra binaan.
Tujuan penelitian adalah : 1) Menganalisa rasio keuangan profit margin, ROTA, ROE, perputaran modal kerja sebelum dan setelah adanya pinjaman program kemitraan kepada usaha kecil. 2).Menganalisa omset penjualan dan jumlah pegawai sebelum dan setelah adanya pinjaman program kemitraan kepada usaha kecil. Data yang dibutuhkan berasal dari data primer dan sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif, untuk mendapatkan data tersebut digunakan teknik pengumpulan data, wawancara terstruktur untuk mendapatkan data primer langsung dari mitra binaan dengan menggunakan suatu instrumen penelitian kuesioner, teknik observasi digunakan untuk melakukan pencatatan secara teliti dan sistematis terhadap obyek penelitian dalam melengkapi teknik wawancara.
Pegawai, berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : Hasil analisis rasio keuangan profit margin, ROTA, ROE, perputaran modal kerja, omset penjualan dan jumlah pegawai mitra binaan sebelum dan setelah adanya pinjaman program kemitraan kepada usaha kecil sebagai berikut : (a) Terjadi peningkatan pada semua ukuran kinerja, yaitu (1) Profit Margin (PM), (2) Return on Total Asset
© Hak Cipta IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB
PT SUCOFINDO (PERSERO) DI JABOTABEK
HERI SUPRAYITNO
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
S E K O L A H P A S C A S A R J A N A
I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R
Peningkatan K i n e r j a M i t r a B i n a a n PT Sucofindo
(Persero) di Jabotabek
Nama : Heri Suprayitno
Nomor Pokok : P054090025
Program : Industri Kecil Menengah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA.
Ketua
Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS,M.Ec
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Industri Kecil dan Menengah
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Penulis lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 25 Nopember 1966
sebagai putra kedua dari pasangan Bapak Soewaris (Alm.) dan Ibu Esty
Mumpuni Lestari.
Tahun 1978, penulis lulus Sekolah Dasar (SD) Negeri 1
Purwosari-Babadan Ponorogo, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Muhammadiyah I Ponorogo dan lulus tahun 1984. Selanjutnya penulis diterima di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri II Ponorogo dan lulus tahun 1987. Gelar
sarjana diperoleh penulis tahun 1992 dari Program Studi Ekonomi Akuntansi,
Universitas Merdeka Malang.
Setelah memperoleh gelar kesarjanaan, penulis pada tahun 1993 diterima
bekerja sebagai staf auditor Keuangan Akuntansi di Satuan Pengawasan Intern
(SPI) PT. Sucofindo (Persero).
Penulis menikah dengan Diyah Utami pada tahun 1995 dan dikaruniai 2
(dua) orang putra yaitu Gerry Anggasta Dhaneswara (15 tahun) dan Farrel
Fachrucio Alfares (10 tahun). Dalam usaha meningkatkan kualitas individu dan
mengembangkan wawasan untuk lingkungan kantor maupun lingkungan diluar
kantor, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Industri
Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009
i
Segala puji dipanjatkan bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
karena atas berkat dan rahmat-Nya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir
yang berjudul Analisa Pinjaman Program Kemitraan Pada Peningkatan Kinerja
Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) di Jabotabek ini merupakan salah satu syarat
untuk penyelesaian studi pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil
Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih disampaikan atas bantuan yang diberikan oleh
berbagai pihak sehingga Tugas Akhir ini bisa terselesaikan. Untuk itu,
disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku pembimbing utama yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan dorongan selama kegiatan kajian dan
penulisan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.Ec selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingannya.
3. Seluruh dosen pengajar PS MPI IPB yang telah memberikan dukungan kepada
mahasiswa agar dapat menyelesaikan kuliahnya dalam kesempatan pertama
dan seluruh staf administrasi PS MPI IPB yang telah turut memberi bantuan
dan dukungan.
4. Senior Manager, para manager dan seluruh staf Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan PT Sucofindo (Persero) yang selalu mendorong dan memudahkan
kami dalam memperoleh data.
5. Istriku dan anak-anakku tersayang atas dukungan, serta dorongan semangat
yang luar biasa dan memberikan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan
penulisan ini.
6. Teman-teman MPI angkatan ke-12 yang sudah ikut memberikan dorongan dan
bantuan moril dalam penulisan karya akhir ini.
7. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian tulisan ini.
ii
masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk
kesempurnaannya. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, April 2012
iii
C. Pembinaan dan Pengembangan UKM ... 12
D. Pengertian Laporan Keuangan ... 19
E. Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan ... 20
F. Pengertian Rasio Keuangan ... 22
III. METODE KAJIAN ... 28
A. Lokasi ... 28
B. Waktu ... 28
C. Teknik Pengumpulan Data... 28
D. Populasi dan sampel ... 28
E. Informasi Yang Dikumpulkan ... 29
F. Analisis Data ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Sejarah dan Perkembangan PT Sucofindo (Persero) ... 32
iv
v
Tabel Halaman
1. Profil Usaha di Indonesia ... 1
2. Kriteria UMKM Menurut UU No. 20 Tahun 2008 ... 10
3. Anggaran dan Realisasi Penyaluran Pinjaman PKBL 2010 ... 44
4. Anggaran dan Realisasi Program Bina Lingkungan 2010 ... 45
5. Akumulasi Penyaluran Pinjaman PKBL PT Sucofindo (Persero) ... 45
6. Klasifikasi Pinjaman PKBL Mitra Binaan per 31 Des 2010 ... 46
7. Klasifikasi Pinjaman PKBL Mitra Binaan per 31 Des 2009 ... 46
8. Karakteristik Responden Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) ... 47
9. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan profit margin (PM) ... 50
10. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan ROTA ... 52
11. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan ROE ... 53
12. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan PMK ... 55
13. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan omset penjualan ... 57
14. Pengaruh pemberian kredit terhadap rataan jumlah pegawai ... 59
15. Hasil uji t atas hipotesis tentang perubahan kinerja ... 60
vi
Gambar Halaman
1. Struktur Organisasi PKBL PT Sucofindo (Persero)... 38
2. Rata-rata perubahan ROTA pada sektor usaha yang berbeda ... 62
3. Rata-rata perubahan ROTA pada total aset yang berbeda ... 63
4. Rata-rata perubahan PMK pada jangka waktu kredit yang berbeda ... 64
5. Rata-rata perubahan PMK pada total aset yang berbeda ... 64
6. Rata-rata perubahan PM pada pemberian kredit yang berbeda ... 65
7. Rata-rata perubahan PM pada total aset yang berbeda ... 66
8. Rata-rata perubahan ROE pada jangka waktu kredit yang berbeda ... 67
vii
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 73
2. Profil Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) ... 79
3. Perbandingan Profitabilitas Usaha Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) 80
4. Sektor Usaha Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) ... 81
5. Mitra Usaha Binaan Berdasarakan Jangka Waktu Kredit ... 83
6. Mitra Usaha Binaan Berdasarkan Lama Usaha ... 85
7. Kinerja Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) Berdasarkan Total Asset .. 87
8. Kinerja Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) Berdasarkan Tahun Pencairan Kredit ... 89
9. Kinerja Mitra Binaan PT Sucofindo (Persero) Berdasarkan Plafon (besaran) Kredit ... 91
A. Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi bagian penting dari sistem
perekonomian Nasional yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan
pendapat masyarakat serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan
pendapatan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional (Hubeis,
2009).
Seperti diketahui bahwa pelaku ekonomi di Indonesia dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu Usaha Besar (UB), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Kecil
(UK), dari ketiga pelaku ekonomi tersebut jumlah yang paling banyak adalah
sektor usaha kecil (UK) yang berjumlah 41,3 juta unit atau 99,13 % usaha
menengah 361.052 unit usaha atau 0,87 % dan usaha besar (UB) 2.158 unit
usaha atau 0,01 %, namun kenyataan UKM belum dapat mewujudkan
kemampuan dan perannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal
ini disebabkan UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala,
baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi,
serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangan UKM, padahal
UKM memberikan kesempatan kerja terbesar dibandingkan usaha menengah
maupun besar, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Profil Usaha di Indonesia
Parameter Skala Usaha
UK UM UB
Jumlah (Unit/%) 41.301.263/99,13 361.052/0,86 2.158/0,01
Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54
Nilai tambah
(% terhadap ekonomi)
43,42 15,42 44,9
Produktivitas Kecil Menengah Besar
Sumber : Hubeis, 2009
Berdasarkan pengalaman terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada
tahun 1997, di mana banyak usaha berskala menengah dan besar yang
pegawai, penghentian kegiatan atau operasi, bahkan sampai terjadi
pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran, kejadian tersebut sangat
mempengaruhi perekonomian Indonesia, namun disisi lainnya sektor Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis
tersebut. UKM tetap bertahan bahkan cenderung menunjukan tingkat
pertumbuhan yang lebih bagus, hal ini merupakan suatu solusi bagi
peningkatan perekonomian suatu negara. Dalam krisis tersebut UKM sebagai
contoh nyata, sebagai salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak
sama sekali terkena dampak krisis global tersebut. Dari pengalaman tersebut,
kiranya tidak berlebihan apabila pemerintah dalam pengembangan sektor
swasta lebih difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali
terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil, kualitas produk
belum memenuhi standar dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik
dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu
diupayakan lebih kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan UKM.
Pemerintah harus lebih meningkatkan perannya dalam pemberdayaan UKM,
mengembangkan pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, mengeluarkan kebijakan yang
mendorong pertumbuhan dan peningkatan UKM, meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusianya, peningkatan akses pasar, mendorong dan
memfasilitasi UKM untuk dapat melakukan kegiatan ekspor.
Peran UKM sangat penting dalam pengembangan usaha dan
peningkatan perekonomian di Indonesia. UKM merupakan cikal bakal dari
tumbuhnya usaha besar. Hampir semua usaha besar berawal dari UKM,
UKM harus terus ditingkatkan agar dapat maju dan bersaing dengan
perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan pengerak
perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal
yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini
bukan semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah
pihak yang dikembangkan harus ikut berperan aktif bersama-sama dengan
Pemerintah untuk mencapai kemajuan UKM, setelah UKM sudah tumbuh
dan berkembang dengan baik maka UKM tersebut harus membantu usaha
kecil lainnya agar dapat menjadi UKM yang tangguh dan mandiri. Selain
Pemerintah dan UKM, peran sektor Perbankan juga sangat penting dalam
pemberian pinjaman/kredit lunak perbankan untuk membantu permodalan
UKM sehingga mampu meningkatkan skala usaha maupun untuk menambah
investasi yang diperlukan agar mampu bersaing dengan usaha lainnya,
pemberian pinjaman/kredit tersebut bukan hanya tanggung jawab sektor
perbankan namun peran para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri,
tidak dapat di kesampingkan untuk membantu ketersediaan dana atau modal
yang cukup bagi pengembangan dan peningkatan UKM.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan sektor UKM Pemerintah
Indonesia sebenarnya telah memberikan kemudahan kepada pengusaha kecil
dalam rangka memperoleh bantuan kredit, salah satunya adalah kebijakan
yang mengharusnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melalui Menteri
Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor: 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan semua BUMN menyisihkan
laba sebesar 1% - 3% untuk pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah
dan Koperasi (Pegelkop). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor: 316/KMK.016/1994 program ini berganti nama
menjadi program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), terakhir
melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 nama
program diganti menjadi Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang dinamakan
sebagai program kemitraan dan bina lingkungan atau PKBL.
Program PKBL terdiri dari Program Kemitraan dan Program Bina
Lingkungan. Program Kemitraan merupakan suatu program yang ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan
mandiri melalui pemanfaatan dana dari 1% - 3% dari laba bersih perusahaan.
Program Kemitraan memiliki sasaran yaitu usaha kecil di wilayah regional
mempunyai prospek untuk dikembangkan dan belum mempunyai jaminan
yang cukup untuk memperoleh kredit bank serta memiliki omset di bawah Rp
200.000.000. Program Bina Lingkungan yaitu program pemberdayaan
kondisi masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar lokasi perusahaan,
melalui pemanfaatan dana sebesar maksimal 2% dari laba bersih perusahaan.
Program Bina Lingkungan diberikan dalam bentuk hibah khusus bagi
masyarakat kurang mampu dalam bentuk bantuan pendidikan, bantuan
kesehatan, bantuan bencana alam, bantuan sarana dan prasarana umum, serta
bantuan sarana ibadah. Berbagai program ini dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan kesempatan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan dengan
prioritas sektor-sektor yang memiliki daya tampung tenaga kerja yang tinggi
seperti pada sektor pertanian, industri padat karya, perdagangan dll.
PT Sucofindo (Persero) ikut berperan aktif dalam mensukseskan
program Pemerintah tersebut, melalui PKBL diharapkan mitra binaan dapat
berkembang pesat baik dari sisi omset penjualan, pemasaran,
manajemen/pengelolaan keuangan dan pertumbuhan usaha. Melalui program
kemitraan antara Perusahaan BUMN dengan mitra binaan yang dilakukan
secara terus menerus mitra binaan akan mampu mencetak pertumbuhan laba
usaha secara signifikan, hal inilah yang mendorong suatu penelitian perlu
dilakukan untuk mendapatkan jawaban, apakah pinjaman program kemitraan
dapat meningkatkan kinerja (profit margin, return on total assets (ROTA),
Return On Equity (ROE), Perputaran Modal Kerja, Omset Penjualan dan
jumlah pegawai) mitra binaan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ditentukan suatu rumusan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pinjaman program kemitraan PT Sucofindo (Persero)
berpengaruh pada peningkatan kinerja (profit margin, return on total
2. Apakah pinjaman program kemitraan PT Sucofindo (Persero)
berpengaruh pada peningkatan omset penjualan dan jumlah pegawai
mitra binaan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan di atas dengan
tujuan menganalisa pengaruh pinjaman program kemitraan terhadap
peningkatan kinerja mitra binaan sedangkan tujuan penelitian secara khusus
adalah:
1. Menganalisis rasio keuangan profit margin, ROTA, ROE, perputaran
modal kerja sebelum dan setelah adanya pinjaman program kemitraan
kepada usaha kecil.
2. Menganalisis omset penjualan dan jumlah pegawai sebelum dan setelah
A. Kategori Usaha Kecil
Menurut Hubeis (2009) usaha kecil secara kriteria dapat
dikelompokkan atas dua pemahaman sebagai berikut :
1. Ukuran dari usaha atau jenis kewirausahaanya/tahap pengembangan
usaha.
Dalam hal ini usaha kecil diklasifikasikan atas (1) Self-employment
perorangan; (2) Self-employment kelompok; dan (3) industri rumah
tangga yang berdasarkan jumlah tenaga kerja dan modal usaha.
Tahap pengembangan usahanya dapat dilihat dari aspek pertumbuhan
menurut pendekatan efisiensi dan produktivitas, yaitu (1) tingkat
survival menurut ukurannya (Self-employment perorangan hingga
industri rumah tangga); (2) tingkat konsolidasi menurut penggunaan
teknologi tradisional yang diikuti dengan kemampuan mengadopsi
teknologi modern; serta (3) tingkat akumulasi menurut penggunaan
teknologi modern yang diikuti dengan keterkaitannya dengan struktur
ekonomi maupun industri.
2. Tingkat penggunaan teknologi.
Dalam hal ini usaha kecil terdiri atas (1) usaha kecil yang menggunakan
teknologi tradisional yang nantinya meningkat menjadi modern dan (2)
usaha kecil yang menggunakan teknologi modern dengan kecenderungan
semakin menguat keterkaitannya dengan struktur ekonomi secara umum
dan struktur industri secara khusus.
Usaha kecil yang benar-benar kecil dan mikro dapat dikelompokkan atas
pengertian :
a. Usaha kecil mandiri, yaitu tanpa menggunakan tenaga kerja lain;
b. Usaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga
sendiri;
c. Usaha kecil yang memiliki tenaga kerja upahan secara bertahap.
Usaha dengan kategori yang dimaksud di atas adalah yang sering
yang terkait dengan lemahnya kemampuan manajerial, teknologi dan
permodalan yang terbatas, SDM, pemasaran dan mutu produk serta
faktor eksternal merupakan hambatan yang sulit diatasi, yaitu struktur
pasar yang kurang sehat dan berkembangnya perusahaan – perusahaan asing yang menghasilkan produk sejenis untuk segmen pasar yang sama.
Dalam perkembangannya menurut Hubeis (2009) UKM dapat
dikelompokkan atas faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
1. Lokasi
a. UKM yang memperoleh bahan baku (pangan) secara meyebar seperti
mentega, keju dan susu bubuk pada umumnya melakukan proses
yang ditandai dengan pengurangan berat dan pembuatan dimensi
menjadi kecil sehingga biaya pengiriman produk dapat ditekan lebih
murah dibandingkan dengan biaya angkut bahan baku.
b. Produk hanya mempunyai pasar lokal terbatas dan biaya transport
relatif tinggi. Sebagai contoh es krim, kasur dan batu bata. Proses
yang dilakukan ditandai dengan produk besar, berat, sulit dipegang
dan mudah rusak, kombinasi dari sumber yang terpisah, biaya
pemindahan produk jadi lebih tinggi dari biaya pemindahan bahan
baku, maka lokasi perlu dekat dengan pasar dan proses produksi
memakai biaya cukup besar, tetapi terdiri atas operasi(teknik)
pencampuran sederhana atau proses sederhana lainnya yang
memberikan keuntungan relatif kecil untuk perusahaan besar atau
lebih menguntungkan bila dibuat oleh UKM.
c. UKM jasa, seperti percetakan, pelapisan logam dan pengerjaan
panas logam dengan proses yang ditandai oleh permintaan bervariasi
akibat pesanan individual, mempunyai kontak langsung yang erat
dengan konsumen dan memerlukan ketrampilan khusus sehingga
biaya tenaga kerja menjadi lebih besar, lokasi perusahaan dekat
dengan lokasi konsumen dan tidak cocok untuk indusri perusahaan
2. Proses
a. UKM dengan proses pabrikasi yang dapat dipisahkan. Dalam hal ini
produk yang dihasilkan menuntut adanya operasi pengerjaan yang
dapat dipisahkan seperti produk yang dikerjakan dengan mesin
perkakas. Sebagai contoh mur baut dan piston. Proses biasanya
ditandai oleh tuntutan adanya spesialisasi keahlihan tinggi (inovasi)
dan pembagian tugas dalam melaksanakan proses; memerlukan
alat-alat khusus dan alat-alat bantu dalam melaksanakan proses operasi;
adanya integrasi maupun pemisahan berbagai proses; baik dalam satu
pabrik atau beberapa pabrik dan lokasi perusahaan dekat dengan
konsumen sehingga memudahkan komunikasi untuk
pesanan-pesanan khusus. Hal lainnya potensi pasarnya terbatas.
b. UKM memerlukan presisi, seperti baju dan perhiasan
(intan/batu-batuan). Proses produksinya biasanya ditandai dengan lebih banyak
pekerjaan menggunakan tangan dan dengan tingkat ketrampilan
tinggi; biaya transportas rendah dibandingkan dengan harga produk;
dapat memilih lokasi di pusat-pusat distribusi, dengan harga harus
mendekati sumber-sumber bahan baku atau konsumen, tetapi untuk
jenis produk yang nilainya lebih rendah (misalnya usaha kap lampu,
bunga plastik) dengan transportasi produk relatif tinggi; maka lebih
baik memilih lokasi lebih dekat dengan konsumen agar mengurangi
persaingan.
c. Perakitan sederhana, seperti proses pencampuran dan proses
finishing. Sebagai contoh pabrik lem, penjilitan buku dan pabrik tinta
cetak. Proses ditandai dengan adanya operasi fisik relatif sederhana
sehingga pabrik berukuran kecil, proses tidak rumit dan jumlah tidak
banyak serta memerlukan peralatan mesin-mesin sederhana yng tidak
menuntut skala ekonomi tinggi.
3. Pasar.
a. Rendah, seperti peralatan jadi, tas dan dompet. Proses ditandai
dengan pembuatan dalam jumlah besar (massal), tetapi tidak dalam
produk mendorong produk berorientasi pada proses perakitan yang
tidak menuntut peralatan mahal, tetapi biaya bahan merupakan unsur
relatif tinggi prosentasenya bila dibandingkan dengan biaya
pembuatan sehingga membatasi aspek penggunaan dan dimensi
konsumen produk tersebut.
b. UKM yang melayani pasar berukuran kecil. Sebagai contoh
pembuatan tenda dan jok mobil. Proses ditandai dengan kecilnya
permintaan untuk setiap jenis produk dan pemasukan pendapatan
yang kecil sehingga tidak menguntungkan bagi usaha dengan
investasi besar. Kecilnya produk yang dihasilkan akibat sifatnya yang
bervariasi dan selalu berbeda demi memenuhi selera konsumen serta
potensi pasar terbatas.
B. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan salah satunya adalah
memperkuat peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Selama ini
UMKM diakui keberadaanya sebagi penopang perekonomian masyarakat.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 memberikan pelajaran bahwa
UMKM sanggup memberi kontribusi terhadap perekonomian nasional,
khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, Pramono Dian, dkk (2009)
Sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan UMKM
adalah :
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan/atau
badan usaha perseorangan yang memenuhi usaha mikro dengan kriteria
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar dengan kriteria memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp. 2.500.000.000,00 ( dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan kriteria memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
Tabel 2 Kriteria UMKM Menurut UU 20 Tahun 2008
Jenis Usaha Aset
Sesuai data tahun 2003 Kantor Kementerian Negara Urusan Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah yang dikutip oleh Hubeis (2004) bahwa jumlah
UK menduduki peringkat terbanyak yaitu 41,3 juta unit atau sekitar 99,13 %
dari skala usaha yang ada di Indonesia. Sedangkan Usaha Menengah dan
Besar (UMB) masing-masing 361.052 unit (0,87%) dan 2.158 unit (0,01%).
Kontribusi UKM terhadap perekonomian Nasional masih dibawah Usaha
Besar (UB) yaitu 43,42% sedangkan UB 44,9%. Akan tetapi UKM memiliki
ini dapat menyerap 88,92% dari seluruh angkatan kerja yang telah bekerja
pada 9 sektor kegiatan ekonomi.
UKM di Indonesia merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi
kerakyatan dan ikut berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia, UKM sudah teruji bahwa mereka memiliki ketahanan hidup yang
tinggi disaat krisis ekonomi, maka UKM perlu diberdayakan dengan
pendekatan partisipatif dari UKM itu sendiri dalam mengembangkan
usahanya.
Menurut Hubeis, (2004) bahwa UKM mempunyai kelebihan dan
kekurangan sebagai berikut :
a. Kelebihan
Organisasi internal sederhana terutama pada usaha mikro dan kecil,
sedangkan pada usaha menengah cukup terstruktur.
Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan atau padat karya dan
berpeluang untuk mengisi pasar ekspor dan mensubtitusi impor.
Relatif aman bagi perbankan dalam pemberian kredit.
Bergerak dibidang usaha yang cepat menghasilkan.
Menurut Hubeis (2009) selain faktor kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki oleh UKM, maka dapat ditemui empat (4) faktor umum yang dapat
mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan sektor usaha UKM. Empat (4)
tidak kompeten, (2) Kurang memberi perhatian, (3) Sistem kontrol yang
lemah dan (4) Kurangnya modal. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha kecil adalah (1) Kerja keras, motivasi, dan dedikasi, (2)
Permintaan pasar akan produk atau jasa yang disediakan, (3) Kompetensi
manajerial dan (4) Keberuntungan.
Secara umum UKM mempunyai tantangan internal dan eksternal,
tantangan internal usaha kecil melekat pada dirinya yaitu kelemahan
manajerial dan skala ekonomi terbatas. Sedangkan tantangan eksternal
sebagian berasal dari kemitraan yang dibangun dengan usaha besar. Program
penyelenggaraan PKBL dilaksanakan melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN, dimana tiap BUMN diwajibkan menyisihkan 1-3% dari laba
bersihnya untuk program kemitraan yaitu meningkatkan kemampuan usaha
kecil menjadi tangguh, mandiri dan unggul sehingga peranannya dalam
penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto
semakin meningkat (Kementrian BUMN, 2003).
C. Pembinaan dan Pengembangan UKM
Upaya pembinaan dan pengembangan UMKM adalah yang dilakukan
oleh pemerintah, dunia usaha (swasta) dan masyarakat melalui bimbingan dan
bantuan perkuatan guna peningkatan kemampuan UMKM agar menjadi usaha
yang tangguh dan mandiri. Lingkup pembinaan yang dilakukan adalah bidang
produksi, pemasaran, keuangan, tenaga kerja dan teknologi.
Menurut Ahmad Sulaeman (2010) pembinaan di lapangan yang
dilakukan pemerintah belum semua berjalan efektif, karena :
(1) Pembangunan UMKM masih bersifat Top down walaupun sudah otonomi.
Pemerintah Pusat belum rela untuk berbagi tugas dengan Pemerintah
Daerah.
(2) Kurang koordinasi masing-masing pembina sehingga di lapangan ada
beberapa kegiatan yang tumpang tindih.
(3) Program Pemerintah masih berjalan secara parsial, kurang memberikan
(4)Antara program instansi terkait, satu program dengan program lain ada
yang tumpang tindih, tidak konsisten dan berkesinambungan
(5)Lembaga pendukung pelayanan jasa seperti Business Development Service
(BDS) masih belum profesional untuk membangun UMKM.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan UKM pemerintah
sebenarnya telah banyak memberikan kemudahan kepada pengusaha kecil
dalam rangka memperoleh bantuan berbagai fasilitas untuk mendorong
peningkatan UKM, bahkan jauh-jauh sebelumnya, para pendiri Republik
Indonesia telah memberikan dukungan berdasarkan perundang undangan
yang jelas dan tegas kepada koperasi, sebagaimana tercantum dalam pasal 33
UUD 1945 dan penjelasannya. MPR RI juga secara tegas selalu
mencantumkan perlunya pemberdayaan UKM pada setiap GBHN yang
ditetapkan dan selanjutnya diperkuat dengan adanya UU No. 9 Tahun 1995
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan pada tataran makro
akan menentukan kondusif atau tidaknya sistem dan kondisi perekonomian
dengan pembangunan UKM. Kebijakan pada tataran makro akan
menentukkan struktur dan tingkat persaingan pasar yang dihadapi oleh pelaku
usaha termasuk UKM. Tugas Pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk
menumbuh kembangkan iklim yang kondusif bagi UKM, dalam arti UKM
memiliki kesempatan berusaha yang sama dan menanggung beban yang sama
dibandingkan pelaku usaha lainnya secara proporsional.
UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil pasal 14 merumuskan bahwa
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, SDM, ketenagakerjaan/kewirausahaan, teknologi dan pelayanan.
Pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi (UMKM) tergantung
pada beberapa faktor, yaitu :
a. Kemampuan UKMK dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi
berbasis lokal yang mengandalkan sumber daya lokal.
b. Kemampuan UKMK dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya
c. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik
maupun ekspor)
d. Berbasis bahan baku lokal.
e. Subtitusi impor.
Dalam pengembangan UKM ke depan, perlu diperhatikan kelebihannya
yaitu organisasi internal sederhana; mampu meningkatkan ekonomi
kerakyatan yang bersifat padat karya, disamping berorientasi ekspor dan
substitusi impor, aman bagi perbankan dalam memberikan kredit (0,01%
pada tahun 2004 dari total kredit Rp. 119,5 trilyun dari total pinjaman bank
yang diberikan ke seluruh pihak sebesar Rp. 510,6 trilyun) bergerak dibidang
usaha yang cepat menghasilkan; mampu memperpendek rantai distribusi;
fleksibilitas dalam pengembangan usahanya (Hubeis,2004). Walaupun
demikian, juga perlu dipertimbangkan kekurangan dari UKM, yaitu lemah
dalam kewirausahaan dan manajerial (terutama pemasaran), keterbatasan
keuangan, ketidakmampuan informasi pasar, tidak didukung kebijakan dan
regulasi memadai, tidak terorganisasi dalam menjaring dan kerjasama, serta
sering tidak memenuhi standar (Hubeis, 2005).
Menghadapi perkembangan ekonomi nasional yang tidak lepas dari
pengaruh ekonomi regional dan global dengan segala bentuk peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan diperlukan penciptaan iklim usaha yang
kondusif dan paket program khusus yang dirancang secara terpadu dengan
pendekatan baik untuk perorangan maupun kolektif, yang sesuai dengan
tahapan perkembangan permasalahan yang dihadapi UKMK. Pengembangan
usaha erat kaitannya dengan proses, seperti pendefinisian masalah
(kekuatan-kelemahan dan peluangan-ancaman), pemecahan masalah (kreativitas)
seleksi gagasan (kriteria dan uji yang sesuai aspek) dan pengayaan gagasan
yang terkait dengan fungsi perusahaan (pemasaran, keuangan, produksi,
administrasi dan personalia, penelitian dan pengembangan) dan fungsi
manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan).
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007
program PKBL terdiri dari Program Kemitraan dan Program Bina
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan
mandiri melalui pemanfaatan dana dari 1% - 3% dari laba bersih BUMN.
Usaha kecil yang dapat ikut serta dalam program kemitraan adalah sebagai
berikut (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua
ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (2)
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu
milyar rupiah) (3) Milik Warga Negara Indonesia (4) Berdiri sendiri, bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Menengah atau Usaha Besar (5) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan
usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi (6) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk
dikembangkan (7) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun
(8) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable). Adapun dana
program kemitraan diberikan dalam bentuk : (1) Pinjaman untuk membiayai
modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan
produksi dan penjualan, (2) Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan
dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat pinjaman
tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari
rekanan usaha Mitra Binaan, (3) Beban Pembinaan :
a) Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,
promosi, dan hal hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas
Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan
Program Kemitraan;
b) Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh
persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun
berjalan;
c) Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan
Mitra Binaan.
Menurut Undang – Undang RI Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil yang dimaksud kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan
pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan.
Prinsip kemitraan sesuai pasal 26 UU RI Nomor 9 tentang usaha kecil
adalah :
1) Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan
dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki
keterkaitan usaha.
2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan
dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran,
permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
4) Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara.
Tujuan kemitraan menurut Lubis, (2007) adalah untuk meningkatkan
kesempatan berusaha dan kemampuan manajemen dalam satu atau lebih
aspek:
Kemitraan dilaksanakan dengan berbagai pola, Hubeis (2009) adalah :
a) Pola Inti Plasma : merupakan pola hubungan kemitraan antara
kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang
bermitra. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi,
bimbingan teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan
memasarkan hasil produksi disamping memproduksi kebutuhan
perusahaan. Kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan
b) Pola Subkontrak : pemberian seluruh/sebagian proses produksi atau
pembuatan lahan perusahaan besar kepada perusahaan kecil. Ciri khas
dari bentuk subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang
mencantumkan volume, harga dan waktu. Pola ini mempunyai
keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal
dan keterampilan serta menjamin produk kelompok mitra usahanya.
c) Pola Dagang Umum (vendor) : pembelian produk industri kecil untuk
memenuhi operasional industri besar/menengah atau untuk di ekspor
(dipasarkan oleh perusahaan besar) atau hubungan kemitraan dalam
memasarkan hasil usaha kelompok usaha yang dibutuhkan perusahaan.
Beberapa kegiatan agribisnis holtikultura menerapkan pola ini dan
kelompok tani bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha dagang
lainnya. Pola yang sama adalah contract farming pada komoditas
holtikultura yang dikembangkan oleh para pengusaha. Kiat tersebut
secara nyata dipraktikkan dalam membina petani produsen mitra.
d) Pola Waralaba : salah bentuk hubungan kemitraan antara kelompok
mitra dengan perusahaan pemberi hak lisensi, merek dagang, saluran
distribusi perusahaanya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima
waralaba yang disertai dengan bantuan manajemen. Pemilik waralaba
bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program
pemasaran, merek dagang, dan hal lainnya kepada mitra pemegang
usaha. Pemegang waralaba hanya mengikuti pola yang ditetapkan
pemilik serta memberikan sebagian pendapatan berupa royalti dan biaya
yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut.
e) Pola Keagenan : salah satu hubungan kemitraan dimana usaha kecil
diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa dari usaha
menengah atau usaha besar sebagai mitranya yang bertanggung jawab
terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil kewajiban
untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan
target yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang telah
f) Sistem Kerjasama “Bapak Angkat“ yang meliputi orientasi pasar, hal yang jelas dan berulang, didukung bahan bakuyang tersedia serta telah
teruji dan mudah dialihkan.
g) Pembinaan oleh BUMN berupa program kemitraan : meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN; dan program bina
lingkungan; pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di
wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN.
h) Kontrak bisnis : adanya interaksi yang pasif.
i) Kontrak bisnis : adanya bentuk ini membuat hubungan lebih bersifat
aktif.
j) Kerja Sama Bisnis : pada bentuk ini hubungan bisnis di samping
bersifat aktif juga bervariasi sampai kepada penanganan manajemen
misalnya dalam bentuk joint operation (bidang pemasaran), joint
venture (bidang keuangan , produksi, dan lain-lain).
k) Keterkaitan bisnis (linkages) : bebas dalam usaha tetapi sepakat
melakukan engineering subcontract (bukan subkontrak yang bersifat
komersial) dalam proses produksi. Dalam hal ini tidak mengedepankan
perjanjian bisnis murni, tetapi azas saling membutuhkan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan.
Program Bina Lingkungan yaitu program pemberdayaan kondisi
masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar lokasi perusahaan, melalui
pemanfaatan dana sebesar maksimal 2 % dari laba bersih BUMN. Program
Bina Lingkungan diberikan dalam bentuk hibah khusus bagi masyarakat
kurang mampu dalam bentuk bantuan pendidikan, bantuan kesehatan,
bantuan bencana alam, bantuan sarana dan prasarana umum, serta bantuan
sarana ibadah. Berbagai program ini dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan kesempatan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan dengan
prioritas sektor sektor yang memiliki daya tampung tenaga kerja yang tinggi
D. Pengertian Laporan Keuangan
Pengertian organisasi bisnis usaha kecil menurut Hubeis, (2009)
organisasi adalah suatu entitas (sistem) sosial yang dikoordinasikan secara
sadar pada batasan yang dapat diidentifikasi (misalnya perkembangan
ekonomi) dalam mencapai suatu tujuan bersama atau serangkaian tujuan.
Dalam konteks bisnis yang didasarkan pada karakteristik seperti skala usaha,
kepemilikan, permodalan, tanggung jawab, kekuatan dan kelemahannya.
Sebagai ilustrasi organisasi bisnis usaha kecil dapat dikategorikan atas (1)
Perusahaan perorangan, misalnya firma, (2) Persekutuan, misalnya CV, (3)
Perseroan (badan hukum), misalnya PT dan (4) Koperasi.
Dalam prakteknya laporan keuangan oleh perusahaan maupun UKM
tidak dibuat secara sesukanya atau sesuai keinginan pemilik akan tetapi
harus dibuat dan disusun sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku, hal
ini perlu dilakukan agar laporan keuangan mudah dibaca dan dimengerti.
Dalam pengertian yang sederhana laporan keuangan adalah : laporan yang
menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu
periode tertentu, Kasmir (2010). Laporan keuangan yang dibuat pasti
mempunyai tujuan tertentu, dalam prakteknya terdapat beberapa tujuan yang
hendak dicapai terutama bagi pemilik usaha dan manajemen perusahaan,
disamping itu tujuan laporan keuangan disusun guna memenuhi kepentingan
berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Menurut Kasmir
2010, tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan yaitu :
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini;
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu;
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode;
7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan;
8. Informasi keuangan lainnya.
Laporan keuangan tidak hanya sekedar cukup dibaca saja, tetapi juga
harus dimengerti dan dipahami tentang posisi keuangan perusahaan saat ini,
caranya dengan melakukan analisa keuangan melalui berbagai rasio
keuangan yang lazim dilakukan.
E. Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan
menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil yang
diharapkan benar-benar tepat pula, kesalahan dalam memasukkan angka atau
rumus akan berakibat pada tidak akuratnya hasil yang hendak dicapai.
Analisis laporan keuangan dilakukan dengan cara menentukan dan
mengukur pos-pos yang ada dalam satu laporan keuangan atau dapat pula
dilakukan analisis laporan keuangan dalam satu periode atau beberapa
periode (misalnya tiga tahun).
Analisis laporan keuangan yang dilakukan untuk beberapa periode
adalah menganalisis antara pos-pos yang ada dalam satu laporan. Atau dapat
pula dilakukan antara satu laporan keuangan dengan laporan yang lainnya,
hal ini dilakukan agar lebih tepat dalam menilai kemajuan atau kinerja
manajemen dari periode ke periode berikutnya.
Analisa laporan keuangan terdiri dari penelahan atau mempelajari dari
pada hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk
menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan
perusahaan yang bersangkutan. Metode dan teknik analisa digunakan untuk
menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam
laporan keuangan sehingga dapat diketahui perubahan dari masing-masing
pos bila dibandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu
perusahaan tertentu, atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding
dianggarkan dengan realisasi atau dengan laporan keuangan perusahaan
sejenis lainnya. Tujuan dari setiap metode dan teknik analisa adalah untuk
menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti, hal-hal yang harus
dilakukan dalam menganalisa harus mengorganisir atau mengumpulkan data
yang diperlukan, mengukur dan menganalisa kemudian mengintepretasikan
sehingga data menjadi lebih berarti.
Menurut Munawir (1992) ada dua metode analisa yang digunakan oleh
setiap penganalisa laporan keuangan yaitu analisa horisontal dan analisa
vertikal. (1) Analisa horisontal adalah analisa dengan mengadakan
perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat
sehingga akan diketahui perkembangannya. Metode horisontal disebut pula
sebagai metode analisa dinamis. (2) Analisa vertikal yaitu apabila laporan
keuangan yang dianalisa hanya meliputi satu periode atau satu saat saja yaitu
dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos liannya dalam
laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan
atau hasil operasi pada saat itu. Analisa vertikal disebut juga sebagai metode
analisa yag statis karena kesimpulan yang dapat diperoleh hanya untuk
periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannya.
Menurut Kasmir (2010) Tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak
dengan adanya analisis laporan keuangan adalah :
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah
dicapai untuk beberapa periode;
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan;
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimikili;
4. Untuk mengetahui langkah – langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan
saat ini;
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis
tentang hasil yang mereka capai.
F. Pengertian Rasio Keuangan
Laporan keuangan yang telah disusun oleh bagian keuangan perusahaan
atau UKM akan menyampaikan aktivitas usaha yang sudah dilakukan dalam
satu periode, angka-angka dalam laporan keuangan menjadi kurang berarti
jika hanya dilihat dari satu sisi saja, angka-angka tersebut akan menjadi lebih
berarti apabila kita bandingkan antara satu komponen dengan komponen
lainnya. Caranya adalah dengan membandingkan angka-angka yang ada
dalam laporan keuangan atau antar laporan keuangan, setelah melakukan
perbandingan dapat disimpulkan posisi keuangan dalam suatu perusahaan
dalam suatu periode tertentu dan kita dapat menilai kinerja manajemen dalam
periode tersebut. Perbandingan ini kita kenal dengan nama analisis rasio
keuangan.
Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Home, 1997 :
merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh
dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Analisa rasio adalah
suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam
neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari laporan
tersebut, Munawir (1992). Dengan menggunakan laporan yang
diperbandingkan termasuk data tentang perubahan yang terjadi dalam rupiah,
prosentase serta trendnya analisa rasio akan membantu dalam menganalisa
dan mengintepretasikan posisi keuangan suatu perusahaan. Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain, dengan menggunakan analisa rasio dapat
memberikan gambaran tentang baik atau buruknya pengelolaan kinerja
manajemen perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan
dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1999), kinerja perusahaan
dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan.
seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan
kinerja di masa mendatang dan hal-hal lainnya yang menarik perhatian
pemakai laporan keuangan seperti pemilik, karyawan, pemasok atau rekanan
dan pihak luar lainnya. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai
oleh setiap perusahaan karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan
manajemen perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya
yang ada untuk mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Hasil rasio keuangan digunakan untuk menilai kinerja manajemen
dalam satu periode apakah mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya, disamping itu juga dapat digunakan untuk menilai kemampuan
manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif.
Kinerja yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi hal-hal yang
perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau
dipertahankan sesuai dengan target atau sasaran yang telah ditetapkan.
Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan dan arti tertentu
sehingga hasil rasio yang diukur diimplementasikan sehingga menjadi berarti
bagi pengambilan keputusan. Berikut disampaikan beberapa rasio keuangan
yang terkait dalam penelitian ini.
1. Pengertian Rasio Profitabilitas
Tujuan akhir dari suatu perusahaan atau UKM yang terpenting adalah
memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, pencapaian laba
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau UKM maka unit
perusahaan atau UKM tersebut dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan
pemilik, pegawai, peningkatan mutu produk, jumlah produk dan melakukan
investasi lainnya. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan, Kasmir (2010),
sedangkan menurut Munawir, (1992) kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabiltas suatu perusahaan
diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan
aktivanya secara produktif dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan
dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan.
Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu
perusahaan dalam memperoleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan
pendapatan investasi. Hasil pengukuran rasio ini dapat dijadikan alat
evaluasi kerja manajemen perusahaan, apakah telah bekerja secara efektif
atau belum.
Apabila berhasil bekerja sesuai target yang telah ditetapkan
sebelumnya maka dikatakan berhasil mencapai target pada periode tersebut
atau beberapa periode, namun apabila tidak bisa mencapai target akan
menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode ke depan.
Menurut Kasmir (2010) tujuan dan manfaat Rasio Profitabilitas bagi
perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan adalah :
a) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan untuk
satu periode tertentu;
b) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
c) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;
d) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
e) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
f) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
Sementara itu manfaat yang diperoleh adalah :
a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode;
b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu;
d. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;
e. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
a) Profit margin ( profit margin on sales ).
Profit margin on sale atau rasio profit margin atau margin laba atas
penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
laba atas penjualan.
Untuk menghitung margin laba kotor digunakan rumus :
Untuk menghitung margin laba bersih digunakan rumus :
b) Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return on
Investment (ROI) atau return on total assets (ROTA) adalah hasil
pengembalian investasi atau Return on Investment (ROI) merupakan
rasio yang menunjukkan hasil (return) atas sejumlah aktiva yang
digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang
efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya.
Hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari seluruh
dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Dalam
analisa rasio ini semakin kecil (rendah) rasionya menandakan semakin
kurang baik, demikian pula sebaliknya.
Rumus untuk mencari ROI atau ROTA adalah :
c) Hasil pengembalian ekuitas atau Return on equity (ROE)
Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) merupakan
rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin
tinggi rasio ini semakin baik.
Profit Margin = Penjualan bersih – Harga Pokok Penjualan
Penjualan
Profit Margin= Earning After Interest and Tax Sales
(ROI)atau (ROTA) = Earning After Interest and Tax
Rumus untuk mencari ROE adalah :
2. Pengertian Rasio Aktivitas (acticity ratio)
Rasio aktivitas (activity ratio) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur aktivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang
dimiliki atau dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
efiktivitas pemanfaatan atau penggunaan sumber daya perusahaan.
Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Hasil pengukuran ini akan
diketahui apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola
aset yang dimiliki atau mungkin justru terjadi sebaliknya.
Hasil pengukuran ini akan dapat diketahui berbagai hal yang
berkaitan dengan aktivitas perusahaan sehingga manajemen dapat
mengukur kinerja perusahaan selama periode berjalan. Pengukuran ini
difokuskan pada perputaran modal kerja (working capital turn over)
karena keterkaitan dengan pinjaman program kemitraan untuk
mengetahui kinerja mitra binaan setelah mendapatkan pinjaman modal
kerja dari program kemitraan. Tujuan dalam bidang modal kerja dan
penjualan untuk mengetahui berapa kali dana yang ditamankan dalam
modal kerja berputar dalam satu periode atau berapa penjualan yang
dapat dicapai oleh setiap modal kerja yang digunakan.
Perputaran modal kerja (working capital turn over) merupakan
salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja
perusahaan selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal
kerja berputar selama satu periode, untuk mengukur rasio ini dengan
membandingkan antara penjualan dengan modal kerja atau dengan
modal kerja rata-rata. Hasil penelitian apabila modal kerja menunjukkan
angka yang rendah dapat diartikan bahwa perusahaan sedang kelebihan
modal kerja, hal ini mungkin disebabkan karena rendahnya perputaran
persediaan, saldo kas atau piutang yang terlalu besar, demikian
sebaliknya jika perputaran modal kerja menunjukkan angka yang tinggi
mungkin disebabkan tingginya perputaran persediaan atau piutang atau
saldo kas yang terlalu kecil.
Rumus yang digunakan untuk mencari perputaran modal kerja adalah
sebagai berikut :
Perputaran modal kerja = Penjualan bersih
A. Lokasi
Lokasi pelaksanaan penelitian tugas akhir ini adalah PT Sucofindo
(Persero) di Jakarta Selatan dan mitra binaan PT Sucofindo (Persero) di
Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek).
B. Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih empat bulan, dari
tahap persiapan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 20I1.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam membahas dan menganalis masalah tersebut dibutuhkan data
primer dan sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif, untuk mendapatkan
data tersebut digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan untuk mendapatkan data primer
langsung dari mitra binaan dengan menggunakan suatu instrumen
penelitian kuesioner. Lampiran 1, Kuesioner kepada mitra binaan.
2. Observasi
Teknik ini digunakan untuk melakukan pencatatan secara teliti dan
sistematis terhadap obyek penelitian dalam melengkapi teknik
wawancara.
D. Populasi dan Sampel
Penelitian ini mencakup populasi UMKM telah menerima bantuan dari
PT Sucofindo (Persero) yang mencakup 375 UMKM atau mitra binaan di
wilayah Jabotabek. Sedangkan mitra binaan yang akan dijadikan obyek
penelitian (sampel) sebanyak 37 mitra binaan yang telah menerima pinjaman
program kemitraan di atas 1 tahun sampai dengan 3 tahun. Dalam penelitian
menerima bantuan. Kinerja UMKM dalam hal ini dicerminkan oleh beberapa
ukuran keuangan yang meliputi:
1. Profit Margin: Rasio laba bersih pada penjualan perusahaan, dinyatakan dalam persen;
2. Return on Total Asset (ROTA): rasio laba bersih pada total aset perusahaan, dinyatakan dalam persen;
3. Return on Equity (ROE): Rasio laba bersih pada total modal perusahaan, dinyatakan dalam persen;
4. Perputaran modal kerja : Rasio yang mengukur berapa kali dana yang
ditamankan dalam modal kerja berputar dalam satu periode atau berapa
penjualan yang diperoleh oleh setiap modal kerja yang digunakan.
5. Penjualan: nilai penjualan produk atau jasa perusahaan dalam satu
tahun, dinyatakan dalam rupiah; dan
6. Tenaga Kerja atau Pegawai : Jumlah tenaga kerja yang bekerja di
UMKM dalam satu tahun.
Perusahaan-perusahaan tersebut dipilih diantaranya yang telah
menjalankan usahanya minimal satu tahun semenjak menerima bantuan.
Perusahaan-perusahaan ini selanjutnya dapat dipandang sebagai contoh acak
dari populasi hipotetik UMKM yang menerima bantuan dari PT Sucofindo
(Persero).
E. Informasi yang Dikumpulkan
Beberapa faktor diperkirakan berkaitan dengan besarnya perubahan
kinerja. Faktor tersebut dapat berupa perbedaan keadaan UMKM, atau
perbedaan perlakuan bantuan, yaitu:
1. Keadaan UMKM:
a. Sektor usaha: Industri kecil, Agribisnis, Jasa dan Perdagangan.
b. Jangka waktu kredit: 12 bulan atau 24 bulan
c. Lama usaha: kurang dari 10 tahun atau 10 tahun lebih