• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI LINGKARAN KELAS VIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI LINGKARAN KELAS VIII"

Copied!
277
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATERI LINGKARAN KELAS VIII

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Siti Kurniati 4101410057

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 24 Juli 2014

(3)

iii

Keefektifan Model Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran Kelas VIII.

disusun oleh Siti Kurniati 4101410057

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 21 Agustus 2014.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Drs. Arief Agoestanto, M.Si NIP. 19631012 198803 1001 NIP. 19680722 199303 1005

Penguji I Penguji II

Prof. YL Sukestiyarno, M.S, Ph.D. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt NIP. 19590420 198403 1002 NIP. 19641223 198803 1001

Anggota Penguji/ Pembimbing Utama

(4)

iv

“Man Jadda Wa Jadda”. (Barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya)

 Apapun yang aku terima saat ini adalah yang terbaik dari Allah SWT dan aku percaya Allah akan selalu memberikan yang terbaik untukku pada waktu yang telah Ia tetapkan.

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (QS. Al-Insyiroh: 6-8)

PERSEMBAHAN

 Bapak Suwartoyo dan Ibu Rahayu, yang selalu memberi kasih sayang, bimbingan, dukungan, dan doa.

 Adikku tercinta Muhamad Riyadi dan Prasetyo, serta keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakanku.

 Teman-teman Pendidikan Matematika ‟10 dan Wawalili terima kasih atas dukungan dan bantuannya.  Teman-teman OASE, Ma‟had Durrotu Aswaja, dan

teman-teman Al Karim terima kasih atas kebersamaannya.

(5)

v

melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Keefektifan Model Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran Kelas

VIII”. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Universitas Negeri Semarang.

4. Dra. Kristina Wijayanti, MS, Dosen Pembimbing yang telah tulus dan sabar membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd., Dosen wali yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama masa kuliah.

6. Dosen Penguji I Prof. YL Sukestiyarno, M.S, Ph.D. dan Penguji II Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt yang telah memberikan arahan dan saran perbaikan. 7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

vi

telah banyak memberi dukungan dan bantuan kepada penulis selama penelitian.

11.Bapak, Ibu, kakak, serta keluargaku tercinta, atas doa, dukungan, dan bantuannya sehingga penulis bisa menyelesaikan studi ini.

12.Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pembaca. Terimakasih.

Semarang, 24 Juli 2014

(7)

vii

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra Kristina Wijayanti, MS.

Kata kunci: Pemecahan masalah; garis singgung; CTL.

Pada pembelajaran matematika materi lingkaran, kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian yang menggambarkan seberapa besar peserta didik menguasai materi yang diajarkan. Oleh sebab itu, perlu ada model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran CTL. Model pembelajaran CTL mendorong peserta didik aktif dalam pembelajaran. Peserta didik harus aktif dalam mengkonstruk materi, bertanya apa yang belum dipahami, serta berdiskusi dengan kelompoknya dalam menemukan rumus, memodelkan rumus, menyimpulkan materi pembelajaran dan memecahkan masalah yang didapat. Keaktifan peserta didik tersebut akan menentukan kemampuan pemecahkan masalah mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) persentase banyak peserta didik kelas eksperimen mencapai ketuntasan minimal 75% atau tidak, (2) terdapat pengaruh positif antara keaktifan belajar peserta didik kelas ekaperimen terhadap kemampuan pemecahan masalah atau tidak, (3) rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol atau tidak.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja tahun pelajaran 2013/2014. Sampel diambil dengan teknik cluster sampling dan terpilih kelas VIIIH sebagai kelas eksperimen sedangkan sebagai kelas kontrol adalah kelas VIIIG. Metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah metode observasi dan tes. Desain penelitian yang digunakan adalah true experiment dengan Posttest-Only Control Design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keaktifan peserta didik (X1), sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Analisis data awal menggunakan uji normalitas dan homogenitas, sedangkan uji data akhir menggunakan uji normalitas, homogenitas, proporsi, analisis regresi dan uji perbedaan rata-rata.

(8)

viii

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah………... 6

1.3. Tujuan Penelitian……… 7

1.4. Manfaat Penelitian……….. 8

1.4.1. Bagi Peserta Didik ……….. 8

1.4.2. Bagi Guru .……….. 8

1.4.3. Bagi Sekolah ……….………... 9

1.5. Penegasan Istilah……… 9

1.5.1. Keefektifan………...……… 9

1.5.2. Model Pembelajaran CTL……… 10

1.5.3. Kemampuan Pemecahan Masalah………... 10

1.5.4. Materi Lingkaran…….………. 11

(9)

ix 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori……… 13

2.1.1. Definisi Belajar ………. 13

2.1.2. Teori Pembelajaran yang Mendukung………. 14

2.1.2.1. Teori Belajar Konstruktivisme……..………. 14

2.1.2.2. Teori Thorndike………... 15

2.1.2.3. Teori Belajar Vygotsky………. 15

2.1.2.4. Teori Piaget..………. 18

2.1.3. Pembelajaran Matematika.……… 20

2.1.4. Model Pembelajaran………. 22

2.1.5. Model Pembelajaran CTL……… 23

2.1.6. Model Pembelajaran Ekspositori……….. 32

2.1.7. Keaktifan………..……… 34

2.1.8. Kemampuan Pemecahan Masalah……… 35

2.1.9. Materi Lingkaran……….………. 37

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan………... 45

2.3. Kerangka Berfikir………... 46

2.4. Hipotesis Penelitian………. 48

3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Objek Penelitian……….. 49

3.1.1. Populasi………... 49

3.1.2. Sampel………. 49

3.2. Variabel Penelitian……….. 50

3.2.1. Variabel Bebas ……….………... 50

3.2.2. Variabel Terikat……… 50

3.3. Desain Penelitian………. 51

3.4. Langkah-langkah Penelitian…..……….. 52

(10)

x

3.6.1. Intrumen Kemampuan Pemecahan Masalah……… 55

3.6.2. Metode Penyusunan Perangkat………... 55

3.6.3. Instrumen Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik…… 56

3.7. Analisis Instrumen Penelitian……….... 57

3.7.1. Validitas Butir Soal………. 57

3.7.2. Reliabilitas……….. 58

3.7.3. Taraf Kesukaran……….. 59

3.7.4. Daya Pembeda……….... 60

3.8. Analisis Data Awal……… 61

3.8.1. Uji Normalitas……….. 61

3.8.2. Uji Homogenitas………..……….... 64

3.9. Analisis Data Akhir……….... 65

3.9.1. Uji Normalitas………..……….... 65

3.9.2. Uji Homogenitas………..……… 65

3.9.3. Uji Hipotesis 1………..………. 66

3.9.4. Uji Hipotesis 2………..………. 67

3.9.5. Uji Hipotesis 3………..………. 71

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian……….. 73

4.1.1. Pelaksanaan Peneleitian……….. 73

4.1.2. Pelaksanaan Pembelajaran……… 74

4.1.3. Analisis Data Akhir……….... 77

4.1.3.1. Uji Normalitas……….... 77

4.1.3.2. Uji Homogenitas……….... 78

4.1.3.3. Uji Hipotesis 1………... 79

4.1.3.4. Uji Hipotesis 2………... 79

4.1.3.5. Uji Hipotesis 3………... 81

(11)

xi

5.1. Simpulan………... 89

5.2. Saran……….. 90

(12)

xii

Tabel 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget ..……… 19

Tabel 2.2 Hubungan Langkah Model CTL dan Teori Belajar yang Terkait ….. 29

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttest-Only Control Design ………51 Tabel 3.2 Kategori Daya Pembeda ……… 61 Tabel 3.3 Data Nilai UAS 1 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol …………... 61

Tabel 3.4 Hasil Uji Normalitas Data Awal ………. 63

Tabel 3.5 Hasil Uji Homogenitas Data Awal ………. 64

Tabel 3.6 Analisis Varians Untuk Uji Kelinieran Regresi ………. 69

Tabel 4.1 Jadwal Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……….. 73

Tabel 4.2 Data Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……….. 77

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Akhir ……… 78

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Akhir ……… 78

Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis 1 ……….. 79

Tabel 4.6 Anava Untuk Regresi Linear ……….. 80

(13)

xiii

Gambar 4.1. Persentase Peserta Didik pada Kelas Eksperimen yang

(14)

xiv

Lampiran 2 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 96

Lampiran 3 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Kontrol ... 97

Lampiran 4 Data Nilai UAS Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 98

Lampiran 5 Uji Normalitas Data Awal ... 99

Lampiran 6 Uji Homogenitas Data Awal... 100

Lampiran 7 Kisi-Kisi Penulisan Soal Uji Coba ... 101

Lampiran 8 Soal Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah... 103

Lampiran 9 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 106

Lampiran 10 Daftar Nilai Tes Uji Coba ... 117

Lampiran 11 Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba... 118

Lampiran 12 Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal Uji Coba ... 120

Lampiran 13 Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Uji Coba ... 122

Lampiran 14 Perhitungan Relibilitas Butir Soal Uji Coba... 124

Lampiran 15 Hasil Analisis Tes Uji Coba ... 127

Lampiran 16 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 129

Lampiran 17 Silabus Pembelajaran ... 131

Lampiran 18 RPP Pertemuan I Kelas Eksperimen ... 136

Lampiran 19 RPP Pertemuan II Kelas Eksperimen ... 149

Lampiran 20 RPP Pertemuan III Kelas Eksperimen ... 160

Lampiran 21 RPP Pertemuan I Kelas Kontrol ... 171

Lampiran 22 RPP Pertemuan II Kelas Kontrol ... 180

Lampiran 23 RPP Pertemuan III Kelas Kontrol ... 187

Lampiran 24 LKPD Pertemuan I ... 194

Lampiran 25 LKPD Pertemuan II ... 201

Lampiran 26 LKPD Pertemuan III ... 206

Lampiran 27 Kunci Jawaban LKPD Pertemuan I ... 211

Lampiran 28 Kunci Jawaban LKPD Pertemuan II ... 218

(15)

xv

Lampiran 34 Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 238

Lampiran 35 Uji Homogenitas Data Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .. 239

Lampiran 36 Uji Hipotesis I ... 240

Lampiran 37 Kisi-Kisi Indikator Keaktifan Peserta Didik ... 241

Lampiran 38 Daftar Indikator dan Pemberian Skor Keaktifan ... 242

Lampiran 39 Lembar Pengisian Keaktifan Peserta Didik ... 246

Lampiran 40 Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Pertemuan I ... 247

Lampiran 41 Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Pertemuan II... 248

Lampiran 42 Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Pertemuan III ... 249

Lampiran 43 Uji Hipotesis II ... 250

Lampiran 44 Uji Hipotesis III ... 256

Lampiran 45 Foto-Foto Penelitian ... 257

Lampiran 46 Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... ... 260

Lampiran 47 Surat Ijin Penelitian ……… 261

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai cita-cita. Pendidikan juga merupakan proses pembudayaan (Zamroni, 2007: 13). Oleh karena itu, pendidikan harus bertumpu dan berpusat pada diri manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pasal 33 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(17)

atas (1) faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan, dan keadaan ekonomi keluarga, (2) faktor sekolah, meliputi kurikulum, metode pembelajaran, disiplin, media pembelajaran, dan (3) faktor masyarakat, meliputi kegiatan peserta didik dalam masyarakat, media massa, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, bersifat abstrak, penalarannya bersifat deduktif dan berkenaan dengan gagasan terstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis (Hudojo, 2003: 40-41). Selain itu, menurut Court, matematika memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan sosial dalam setiap periode peradaban manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan permasalahan yang dihadapi manusia semakin kompleks sehingga menuntut dunia pendidikan, termasuk pendidikan matematika, untuk selalu berkembang guna menjawab tantangan dalam menghadapi permasalahan tersebut.

(18)

diberi masalah untuk diselesaikan dan pada akhirnya mereka tidak memperoleh penyelesaian dari masalah tersebut, akan menjadikan peserta didik merasa takut dan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika. Kesulitan memecahkan masalah matematika terutama disebabkan oleh sifat khusus dari matematika yang memiliki obyek abstrak. Sifat inilah yang perlu disadari dan dicari jalan keluar sehingga peserta didik dapat memecahkan masalah matematika dengan mudah dan menyenangkan (Aliyah, 2013: 2).

Materi lingkaran merupakan bagian dari materi pelajaran matematika yang diajarkan pada peserta didik kelas VIII semester genap. Salah satu sub materi lingkaran yang harus dipelajari peserta didik adalah menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran. Garis singgung persekutuan dua lingkaran dibagi menjadi dua, yaitu garis singgung persekutuan dalam dan garis singgung persekutuan luar dua lingkaran. Rumus dalam menghitung garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran hampir mirip, hanya terdapat satu tanda operasi yang berbeda. Oleh karena itu penggunaan rumus harus teliti. Selain itu, misalkan kita diperintahkan untuk menghitung jarak dua lingkaran jika diketahui panjang garis singgung dan jari-jari kedua lingkaran, jika menggunakan rumus panjang garis singgung, dibutuhkan ketelitian dalam perhitungan terutama dalam penggunaan tanda operasi, pemakaian akar dan pangkat. Hal tersebut merupakan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran.

(19)

Hal tersebut diketahui dari tanya jawab dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Boja selaku guru pamong penulis pada saat Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah tersebut tahun 2013. Kesulitan yang dialami peserta didik rata-rata terdapat pada kemampuan memecahkan masalah dari soal-soal yang diberikan. Selain itu, dari pengalaman PPL penulis di kelas VIII, rata-rata peserta didik cenderung lebih mudah memecahkan permasalahan matematika jika menggunakan model pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, pemilihan dan pelaksanaan model serta media pembelajaran yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam menyampaikan pelajaran matematika.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang diterapkan di SMP Negeri 2 Boja. Kurikulum KTSP mewajibkan setiap guru untuk lebih kreatif dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum saat ini yaitu peserta didik yang aktif, kritis dan mampu memecahkan masalah secara mandiri yang beracuan pada pengembangan potensi peserta didik. Termasuk dalam pembelajaran matematika, guru matematika di SMP Negeri 2 Boja selalu dituntut untuk lebih kreatif dalam melaksanakan pembelajaran.

(20)

pada tahun sebelumnya yang berkaitan dengan proporsi kemampuan pemecahan masalah pada materi lingkaran. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat mengetahui proporsi kemampuan pemecahan masalah materi lingkaran pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja.

Penelitian Hapsari (2008) yang dikutip oleh Rusyida (2013: 5) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran

(21)

Ketika peserta didik pasif dalam kegiatan pembelajaran, atau hanya menerima pengetahuan dari pengajar saja, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diterimanya, karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius, dia mengatakan “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham” (Zaini, 2008:xv).

Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan. Akan tetapi, otak manusia akan memproses informasi tersebut sehingga dapat dicerna kemudian disimpan. Jika peserta didik diajak berdiskusi menemukan dan menyimpulkan pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah, maka otak mereka akan bekerja lebih baik sehingga pembelajaran dapat terjadi dengan baik.

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(22)

2. Apakah terdapat pengaruh positif antara keaktifan belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja yang menggunakan model pembelajaran CTL pada kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran?

3. Apakah rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja pada pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik dari pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran ekspositori?

1.3.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui persentase banyak peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja yang menggunakan model pembelajaran CTL pada kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran mencapai ketuntasan minimal 75% atau tidak.

2. Untuk mengetahui terdapat pengaruh positif antara keaktifan belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja yang menggunakan model pembelajaran CTL pada kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran atau tidak.

(23)

Negeri 2 Boja pada pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik dari pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran ekspositori atau tidak.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peserta didik

1. Sebagai paradigma baru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan lebih mudah memahami materi dengan digunakannya model pembelajaran CTL.

2. Menumbuhkan kemampuan bekerjasama, berkomunikasi, dan mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik dengan terbentuknya kelompok dalam pembelajaran pada model pembelajaran CTL.

3. Model pembelajaran CTL dapat membantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

1.4.2. Bagi Guru

1. Menambah referensi baru bagi guru bahwa CTL dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.

(24)

1.4.3. Bagi Sekolah

Memberikan konstribusi bagi sekolah dalam perbaikan dan pengembangan proses pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

1.5.

Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan pengertian yang sama tentang istilah-istilah dalam penelitian dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca, maka diperlukan penegasan istilah. Penegasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1. Keefektifan

Efektivitas suatu model pembelajaran merupakan suatu standar keberhasilan. Artinya semakin berhasil pembelajaran tersebut mencapai tujuan yang telah ditentukan, berarti semakin tinggi tingkat keefektivannya (Mu‟min, 2008: 43). Indikator efektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Persentase banyak peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja yang menggunakan model pembelajaran CTL pada kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran mencapai ketuntasan minimal 75%.

2. Keaktifan belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Boja yang menggunakan model pembelajaran CTL berpengaruh positif pada kemampuan pemecahan masalah materi garis singgung persekutuan dua lingkaran.

(25)

pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik dari pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran ekspositori.

1.5.2. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Model pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian autentik (authentic assessment) (Trianto, 2007: 103). 1.5.3. Kemampuan Pemecahan Masalah

(26)

1.5.4. Materi Lingkaran

Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Kelas VIII SMP, lingkaran merupakan materi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik akan mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari terkait materi lingkaran. Salah satu sub bab dari materi lingkaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu garis singgung persekutuan dua lingkaran.

1.6.

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

1.6.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, pernyataan, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, serta daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi

Bagian isi terdiri atas lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup.

(27)

langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, serta analisis instrumen penelitian. Terdapat juga bab hasil penelitian dan pembahasan, serta bab penutup yang berisi simpulan dan saran.

1.6.3 Bagian Akhir

(28)

13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori Deskripsi Teoritik

2.1.1. Definisi Belajar

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang (Rifai, 2009: 82). Belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, maupun perubahan pada sikapnya.

Menurut Gestalt (Hamalik, 2001: 41), ada beberapa prinsip belajar yang perlu mendapat perhatian. Adapun prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut. 1. Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya,

faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh.

2. Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.

(29)

4. Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya.

5. Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku karena adanya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya.

2.1.2. Teori Pembelajaran yang Mendukung

Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar, sehingga terdapat beberapa macam teori belajar yang mendasari penelitian ini.

2.1.2.1. Teori Belajar Konstruktivisme

(30)

Dalam penelitian ini terdapat keterkaitan dengan teori konstruktivisme yaitu peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model pembelajaran CTL.

2.1.2.2. Teori Thorndike

Menurut Thorndike (Suprijono, 2011: 20), belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Sumbangan pemikiran Thorndike adalah hukum-hukum belajar sebagai berikut. 1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)

Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

2. Hukum Latihan (Law of Exercise)

Semakin sering berlatih atau dilatih, maka asosiasi semakin kuat. 3. Hukum Hasil (Law of Effect)

Hubungan antara stimulus dan perilaku akan semakin kukuh apabila terdapat kepuasan dan akan semakin diperlemah apabila tidak terdapat kepuasan.

Dalam penelitian ini terdapat keterkaitan dengan pendekatan teori Thorndike yaitu hukum latihan dan hukum hasil bahwa peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model pembelajaran CTL.

2.1.2.3. Teori Belajar Vygotsky

(31)

memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh, seorang peserta didik akan lebih memahami materi jika dalam pembelajaran yang berlangsung dia dapat belajar berkelompok dengan temannya. Kelompok yang terbentuk di kelas, menjadikan peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, menanyakan materi yang belum dapat dipahami pada temannya yang lebih pintar, dan menanyakan permasalahan yang dialami ketika mencoba memecahkan masalah matematik.

Vygotsky berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain disertai suasana lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang pendidik. Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai “jarak” atau selisih antara tingkat perkembangan si anak

(32)

tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bentuk dari bantuan itu berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-langkah pemecahan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang dapat mengakibatkan peserta didik mandiri.

Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerjasama antar peserta didik sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: (1) penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran (the sociocultural nature of learning), (2) zona perkembangan terdekat (zone of proximal development), (3)

pemagangan kognitif (cognitive apprenticenship), dan (4) perancah (scaffolding) (Trianto, 2007: 27).

(33)

menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk, peringatan, dorongan, ataupun yang lainnya (Trianto, 2007: 27).

Keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Vygotsky adalah interaksi sosial dan hakikat sosial bahwa peserta didik diperkenankan untuk berkelompok kecil sehingga merangsang peserta didik untuk aktif bertanya dan berdiskusi dengan orang yang lebih mampu sehingga peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami saat pembelajaran.

2.1.2.4. Teori Piaget

Nur (Trianto, 2007: 14) menyatakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu, bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

(34)
[image:34.595.113.513.196.528.2]

perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif menurut Nur (Trianto, 2007: 15) dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Sensimotor

Praoperasional

Operasi Konkret

Operasi Formal

Lahir sampai 2 tahun

2 sampai 7 tahun

7 sampai 11 tahun

11 tahun sampai dewasa

Terbentuknya konsep “kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang mengarah kepada tujuan.

Perkembangan kemampuan

menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentralisasi.

Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentralisasi tetapi desentralisasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.

Trianto (2007: 16) menyatakan bahwa implikasi penting dalam pembelajaran dari teori Piaget adalah sebagai berikut.

1. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental, dan bukan sekedar pada hasilnya. Di samping kebenaran peserta didik, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.

(35)

menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda.

Dengan demikian, teori Piaget yang penting dalam penelitian ini adalah keaktifan peserta didik dalam berdiskusi kelompok dan dalam pembelajaran untuk menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

2.1.3. Pembelajaran Matematika

(36)

(termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik) dapat memperoleh pengalaman yang bermakna.

Objek pembelajaran matematika adalah abstrak dan mengembangkan intelektual peserta didik yang kita ajar. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan beberapa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Suherman, 2003: 299) yaitu:

1. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)

Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yang dimulai dari hal yang konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks atau dari konsep yang mudah ke konsep yang lebih sukar.

2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

Dalam setiap memperkenalkan konsep dan bahan yang baru perlu memperhatikan konsep dan bahan yang dipelajari peserta didik sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajarinya dan sekaligus untuk mengingatnya kembali.

3. Pembelajaran matematika menetapkan pola pikir deduktif.

Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh dengan sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

(37)

kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya.

Suherman mengatakan bahwa dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah apartemen, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila pondasi lantai pertama tidak kokoh. Begitu pula dalam mempelajari matematika, konsep pertama yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.

2.1.4. Model Pembelajaran

Menurut Suprijono (2007: 46), model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends, sebagaimana dikutip oleh Suprijono (2007: 46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembanganya.

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

(38)

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

(Trianto, 2007: 6). Suprijono (2009: 46) berpendapat bahwa melalui model pembelajaran, guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

2.1.5. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Model pembelajaran CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Model pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta didik (Johnson, 2011: 58). Model pembelajaran CTL juga didefinisikan sebagai cara untuk mengenalkan suatu hal dengan menggunakan variasi dari bentuk teknik belajar aktif untuk membantu peserta didik menghubungkan dengan apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang diharapkan mereka untuk dipelajari dan untuk mengkonstruk pengetahuan baru dari analisis dan sintese yang dilakukan pada proses pembelajaran (Hudson, 2007: 54).

(39)

melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam menolong peserta didik memahami tugas sekolah (Johnson, 2011: 65).

Untuk menerapkan CTL, ada sejumlah strategi yang mesti ditempuh. Ketujuh strategi ini sama pentingnya dan semuanya mesti ditempuh secara proporsional dan rasional (Johnson, 2011: 21).

1. Pengajaran berbasis masalah

Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama, peserta didik ditantang berpikir kritis untuk memecahkannya. Masalah seperti ini membawa makna personal dan sosial bagi peserta didik.

2. Menggunakan konteks yang beragam

Makna ada di mana-mana dalam konteks fisik dan sosial. Selama ini ada yang keliru dengan menganggap makna (pengetahuan) adalah yang tersaji dalam materi ajar atau buku teks saja. Dalam CTL, guru membermaknakan beragam konteks (sekolah, keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya), sehingga makna (pengetahuan) yang diperoleh peserta didik menjadi semakin berkualitas. 3. Mempertimbangkan kebhinekaan peserta didik

Dalam konteks Indonesia, kebhinekaan baru sekadar pengakuan politik yang tidak bermakna edukatif. Dalam CTL, guru mengayomi individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogyanya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan interpersonal.

(40)

Setiap manusia harus menjadi pembelajar aktif sepanjang hayat. Jadi, pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi peserta didik untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri di kemudian hari.

5. Belajar melalui kolaborasi

Dalam setiap kolaborasi selalu ada peserta didik yang menonjol dibandingkan dengan koleganya. Peserta didik ini dapat dijadikan fasilitator dalam kelompoknya. Apabila komunitas belajar sudah terbina sedemikian rupa di sekolah, guru tentu akan lebih berperan sebagai pelatih, fasilitator, dan mentor. 6. Menggunakan penilaian autentik

Penilaian yang autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

7. Mengejar standar tinggi

Frasa “standar unggul” seyogyanya terus-menerus ditanamkan dalam benak peserta didik untuk mengingatkan agar menjadi manusia kompetitif pada abad persaingan seperti sekarang ini. Setiap sekolah seyogyanya melakukan benchmarking (uji mutu) dengan melakukan studi banding ke berbagai sekolah di

dalam dan luar negeri.

Dalam model pembelajaran CTL, ada tujuh komponen utama yang mendasari model pembelajaran tersebut (Sihono, 2004: 75-80).

1. Konstruktivisme (Constructivism)

(41)

didik dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Dengan demikian pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.

2. Bertanya (Questioning)

Questioning merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bagi peserta

didik kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.

3. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

(42)

5. Permodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Guru bukanlah satu-satunya yang memodelkan, karena model dapat dirancang dengan melibatkan peserta didik.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran. Data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas inilah yang disebut data otentik.

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran CTL dalam kelas menurut Sihono (2004: 74) adalah sebagai berikut.

1. Kembangkan pemikiran. Anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

(43)

3. Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya

4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Berdasarkan langkah-langkah yang telah dijelaskan, maka dalam penelitian ini, langkah model pembelajaran CTL yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik dan

memotivasi peserta didik.

2. Guru menjelaskan prosedur dan persiapan praktik melukis garis singgung lingkaran, dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.

a. Peserta didik dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. b. Guru membagikan lembar kegiatan peserta didik (LKPD) kepada

kelompok dan guru mengecek penguasaan materi prasyarat pada peserta didik.

c. Peserta didik memahami beberapa materi dasar mengenai garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran. d. Guru mengajak peserta didik menemukan beberapa benda sehari-hari

yang membentuk pola garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.

e. Peserta didik diharuskan mempersiapkan peralatan yang digunakan untuk melukis.

(44)

dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran. 3. Setiap kelompok melakukan percobaan

a. Peserta didik mengukur panjang garis singgung lingkaran yang telah diketahui jari-jari dan jarak pusat kedua lingkaran.

b. Peserta didik menuliskan hasil pengukuran tersebut pada LKPD. 4. Guru melakukan tanya jawab sekitar penugasan.

5. Peserta didik mendiskusikan hasil percobaannya dengan anggota kelompok masing-masing.

6. Peserta didik dipandu untuk menemukan rumus panjang garis singgung lingkaran, dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.

7. Guru memberikan latihan-latihan soal terkait garis singgung lingkaran.

8. Peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan latihan-latihan soal tersebut secara kelompok.

9. Setiap kelompok membuat soal pemecahan masalah terkait garis singgung lingkaran untuk kelompok lain.

[image:44.595.110.514.582.755.2]

10. Setiap kelompok memaparkan hasil pekerjaannya.

Tabel 2.2 Hubungan Langkah Model CTL dan Teori Belajar yang Terkait

No

Langkah-langkah CTL Pelaksanaan

Teori Belajar yang Terkait 1. Guru

menyampaikan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik dan memotivasi peserta didik.

Guru menyampaikan SK dan KD menghitung panjang garis singgung persekutuan dua

lingkaran dan menjelas-kan pentingnya materi pokok untuk memotivasi peserta didik.

Teori Thorndike tentang Hukum Kesiapan yang menyatakan jika suatu organisme didukung kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan akan

(45)

2. Guru menjelaskan prosedur dan persiapan praktik melukis garis singgung lingkaran, dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran

a.Peserta didik dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.

b.Guru membagikan lembar kegiatan peserta didik (LKPD) kepada peserta didik dan guru mengecek penguasaan materi prasyarat pada peserta didik.

c.Peserta didik

memahami beberapa materi dasar

mengenai garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran. d.Guru mengajak

peserta didik

menemukan beberapa benda sehari-hari yang membentuk pola garis singgung

lingkaran dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran. e.Peserta didik

diharuskan untuk mempersiapkan peralatan yang digunakan untuk melukis. f.Masing-masing peserta didik ditugaskan melukis garis singgung lingkaran, dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.

Teori Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain disertai suasana lingkungan yang mendukung

(supportive), dalam bimbingan atau

(46)

3. Setiap kelompok melakukan percobaan

a.Peserta didik mengukur panjang garis singgung lingkaran yang telah diketahui jari-jari dan jarak pusat kedua lingkaran.

b.Peserta didik menuliskan hasil pengukuran tersebut pada LKPD.

Teori Vygotsky, mengembangkan

kemampuan kognitif peserta didik dengan adanya

interaksi dengan orang lain.

4. Guru melakukan tanya jawab

Melakukan tanya jawab seputar penugasan

Teori Piaget menyatakan guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.

5. Peserta didik mendiskusikan hasil percobaan Diskusi seputar percobaan dengan masing-masing kelompok

Teori Vygotsky pada penekanan hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. 6. Peserta didik

dipandu untuk menemukan rumus

Peserta didik dipandu untuk menemukan rumus panjang garis singgung lingkaran, dan garis singgung

persekutuan dalam dan luar lingkaran.

Teori Konstruktivisme ini menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Teori Piaget menyatakan penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak

mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

7. Pemberian latihan soal

Guru memberikan latihan-latihan soal

Teori Vygotsky

(47)

terkait garis singgung persekutuan dua lingkaran.

bahwa tugas guru adalah menyediakan tugas-tugas sedemikian sehingga setiap peserta didik bisa

berkembang secara optimal dalam zona proksimal 8. Penyelesaian Setiap peserta didik siap

untuk mengerjakan semua soal yang diberikan

Teori Vygotsky yang penekanannya adalah pada sifat alami sosiokultural dari pembelajaran

9. Membuat soal untuk

kelompok lain

Setiap kelompok menyiapkan soal untuk dikerjakan oleh

kelompok lain

Teori Thorndike tentang Hukum Latihan yaitu semakin sering berlatih atau dilatih, maka asosiasi semakin kuat.

10. Pemaparan hasil

Setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil

Teori Vygoskty yang merupakan petikan dari kekompakan kelompok, yakni membuahkan hasil sehingga dapat

menyelesaikan dan

memaparkan hasil kerja tim.

2.1.6. Model Pembelajaran Ekspositori

Hudojo (2003: 98) menyatakan bahwa metode ceramah bila diselingi tanya-jawab antara guru dan peserta didik, biasanya disebut metode ekspositori sehingga pada dasarnya metode ekspositori ini setara saja dengan metode ceramah.

Kelebihan model pembelajaran ekspositori menurut Hudojo (2003: 99) adalah sebagai berikut:

(48)

2. Metode ini dapat menampung kelas besar. Semua peserta didik mempunyai kesempatan yang sama di dalam mendengarkan.

3. Konsep atau keterangan yang disampaikan guru dapat urut. Urutan ide atau konsep dapat direncanakan dengan baik. Ide-Ide yang diberikan pada saat ini diberikan setelah konsep-konsep yang lalu disampaikan kepada peserta didik dan konsep-konsep yang akan datang berdasarkan konsep yang telah diberikan. Konsep-konsep yang diberikan secara hirarki ini memberikan fasilitas belajar.

4. Guru dapat menekankan hal-hal yang penting untuk dipelajari. Kelemahan dari model ekspositori adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan dan ingatan kepada konsep atau informasi bukan maksud dari belajar matematika. Belajar matematika lebih mengutamakan proses berpikir peserta didik.

2. Peserta didik menjadi pasif karena mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri.

3. Guru tidak dapat memberikan bimbingan individu peserta didik sebab guru tidak dapat mengetahui kesukaran yang dihadapi masing-masing peserta didik.

(49)

5. Pelajaran berjalan membosankan bagi peserta didik sebab metode yang mekanis itu tidak menimbulkan minat peserta didik.

6. Ingatan yang diperoleh dengan cara mekanis akan segera mudah dilupakan. 2.1.7. Keaktifan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 31) keaktifan mempunyai arti kegiatan atau kesibukan, akan tetapi pada penelitian ini, keaktifan ditujukan pada kegiatan peserta didik dalam pembelajaran yang menggunakan model CTL pada materi garis singgung persekutuan dua lingkaran. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam melaksanakan tujuh komponen penting dalam model pembelajaran CTL. Peserta didik harus aktif dalam mengikuti kegiatan mengkonstruk, aktif bertanya materi yang belum dapat dipahami, aktif dalam menemukan rumus yang menjadi tujuan pembelajaran, aktif berdiskusi dengan kelompoknya dalam mengisi LKPD, aktif dalam memodelkan rumus, aktif dalam menyimpulkan materi pembelajaran dan aktif dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Tingkat keaktifan peserta didik yang tinggi akan menambah pengetahuan mereka yang nantinya dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah mereka terutama dalam materi garis singgung persekutuan dua lingkaran. Pada tujuh komponen CTL tersebut, keaktifan peserta didik dapat dikelompokkan dalam keaktifan visual, lisan, mendengar, menulis, menggambar, metric, mental dan emosional. Daftar indikator dan pemberian skor lembar

(50)

2.1.8. Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih peserta didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan kata lain, soal nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh peserta didik sebelumnya. Dalam situasi baru itu, ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi cara mencapainya tidak segera muncul dalam benak peserta didik (Aisyah, 2007: 5.4).

Memberikan soal-soal nonrutin kepada peserta didik berarti melatih mereka menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi soal nonrutin inilah yang dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah. Dan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal nonrutin (Aisyah, 2007: 5.4).

(51)

1. Understanding the problem (memahami masalah), langkah ini meliputi: b. Apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau

bagaimana keterangan soal.

c. Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan.

d. Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan. e. Buatlah gambar atau tulisan notasi yang sesuai.

2. Devising a plan (merencanakan penyelesaian), langkah-langkah ini meliputi: a. Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada

soal yang serupa dalam bentuk lain.

b. Rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini. c. Perhatikan apa yang ditanyakan.

d. Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.

3. Carying out the plan (melaksanakan perhitungan), langkah ini menekankan ada pelaksanaan rencana penyelesaian yaitu meliputi:

a. Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum.

b. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar. c. Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.

4. Looking back (memeriksa kembali proses dan hasil) bagian terakhir dari langkah Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, langkah ini terdiri atas:

a. Dapat diperiksa sanggahannya.

(52)

c. Perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik atau, d. Menuliskan jawaban dengan lebih baik.

2.1.9. Materi Lingkaran

Materi lingkaran dipelajari oleh peserta didik kelas VIII semester genap. Standar kompetensi untuk materi lingkaran adalah menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya (Depdiknas, 2006: 350). Pada penelitian ini kompetensi dasar menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran yang menjadi fokus penelitian. Kompetensi dasar ini menggunakan waktu 8 x 40 menit (4 kali pertemuan). Walaupun demikian, untuk mempelajari garis singgung persekutuan dua lingkaran, peserta didik perlu dibekali materi tentang sifat garis singgung lingkaran serta langkah melukis garis singgung dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.

2.1.9.1. Sifat Garis Singgung Lingkaran

Perhatikan gambar di samping. Untuk mengetahui sifat garis singgung lakukanlah kegiatan berikut.

a. Buatlah lingkaran dengan pusat di titik M dan jari-jari r. Tarik garis MC dan perpanjang.

b. Buat sebuah titik P pada MC yang letaknya di dalam lingkaran dan sebuah titik Q pada perpanjangan MC.

c. Melalui titik P dan titik Q, lukislah garis yang tegak lurus MC yaitu garis dan . Garis memotong lingkaran di dua titik yaitu titik A dan B. Besar

(53)

d. Pada gambar dapat dilihat bahwa dan . Jika tali busur AB kita geser ke kanan sejajar dengan letaknya semula, maka panjang MP menjadi lebih besar dan panjang AB menjadi lebih kecil.

e. Geser garis ke kanan, maka panjang AB menjadi lebih kecil lagi dan jarak titik A dan titik B semakin dekat. Dalam keadaan limit dimana jarak titik A dan titik B adalah 0 (AB = 0), dapat disimpulkan bahwa titik A dan titik B berimpit. Hal ini juga mengakibatkan apotema yaitu garis MP sama panjangnya dengan jari-jari. Dalam keadaan ini garis disebut sebagai garis singgung. Karena garis yang merupakan garis singgung tegak lurus MP, maka sudut yang terbentuk antara garis MP yang panjangnya sama dengan jari-jari dan garis singgung besarnya . (De Baan, 1960: 7).

Sifat garis singgung lingkaran adalah memotong suatu lingkaran di satu titik dan berpotongan tegak lurus dengan jari-jari di titik singgungnya.

2.1.9.2. Melukis Garis Singgung Lingkaran

a. Melukis Garis Singgung Melalui Suatu Titik pada Lingkaran 1) Buat lingkaran yang berpusat di titik O. Lukis

jari-jari OA dan perpanjangannya. Lukis busur lingkaran berpusat di A dengan jari-jari

sehingga memotong garis OA dan perpanjangannya di titik B dan C. 2) Lukis busur lingkaran berpusat di titik B dan C sehingga saling

(54)

b. Melukis Garis Singgung Melalui Suatu Titik di Luar Lingkaran 1) Lukislah lingkaran titik pusat di O dan titik A di

luar lingkaran. Hubungkan titik O dan A.

2) Lukis busur lingkaran dengan pusat di titik O dan busur lingkaran yang sama dengan pusat di titik A sehingga kedua busur saling berpotongan di titik B dan titik C. Hubungkan BC sehingga memotong garis OA di titik D.

3) Lukis lingkaran berpusat di titik D dan berjari-jari OD = DA sehingga memotong lingkaran pertama di dua titik. Namailah dengan titik E dan F.

4) Hubungkan titik A dengan titik E dan titik A dengan titik F. Garis AE dan EF merupakan dua garis singgung lingkaran melalui titik A di luar lingkaran.

2.1.9.3. Menentukan Panjang Garis Singgung Lingkaran dari Satu Titik di Luar Lingkaran

Lihat gambar di samping. Pada gambar di samping, lingkaran berpusat di titik O dengan jari-jari OB dan OB ⊥ garis AB. Garis AB adalah garis singgung lingkaran melalui titik A di luar lingkaran.

(55)

2.1.9.4. Layang-Layang Garis Singgung

Perhatikan gambar di samping. Pada gambar tersebut tampak bahwa garis PA dan PB adalah garis singgung lingkaran yang berpusat di titik O. Dengan

demikian OAP=OBP dan AP = BP dengan garis AB merupakan tali busur. Perhatikan OAB. Pada OAB, OA = OB = jari-jari, sehingga OAB adalah segitiga sama kaki.

Sekarang, perhatikan ABP. Pada ABP, PA = PB = garis singgung, sehingga ABP adalah segitiga sama kaki.

Dengan demikian, segi empat OAPB terbentuk dari segitiga sama kaki OAB dan segitiga sama kaki ABP dengan alas AB yang saling berimpit. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa segi empat OAPB merupakan layang-layang. Karena sisi layang-layang OAPB terdiri atas jari-jari lingkaran dan garis singgung lingkaran, maka segi empat OAPB disebut layang-layang garis singgung. Kesimpulan dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Dua garis singgung lingkaran yang melalui titik di luar lingkaran dan dua jari-jari yang melalui titik singgung dari kedua garis singgung tersebut membentuk bangun layang-layang.

(56)

2.1.9.5. Melukis Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran

Langkah-langkah melukis garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran sebagai berikut.

a. Lukis lingkaran L1 berpusat di titik P dengan jari-jari R dan lingkaran L2 berpusat di titik Q dengan jari-jari r (R > r). Selanjutnya, hubungkan titik P dan Q.

b. Lukis busur lingkaran berpusat di titik P dan busur lingkaran yang sama dengan pusat di titik Q sehingga saling berpotongan di titik R dan S. Hubungkan titik R dengan titik S sehingga memotong garis PQ di titik T. c. Lukis busur lingkaran berpusat di titik T dan berjari-jari

PT. Lukis busur lingkaran pusat di titik P, jari-jari R + r sehingga memotong lingkaran berpusat titik T di titik U dan V.

d. Hubungkan titik P dan U sehingga memotong lingkaran L1 di titik A. Hubungkan pula titik P dan V sehingga memotong lingkaran L1 di titik C. Garis PV dan PU merupakan jari lingkaran yang berpusat di titik P dengan panjang jari-jari R + r yang telah terlukis busurnya pada langkah (c).

(57)

memotong lingkaran L2 di titik D. Oleh karena itu, panjang AB = UQ dan panjang CD = VQ

f. Hubungkan titik A dengan titik B dan titik C dengan titik D. Selanjutnya, perhatikan PVQ. Sudut PVQ merupakan sudut keliling yang menghadap busur PQ pada lingkaran yang berpusat di titik T dan PTQ

merupakan sudut pusat lingkaran yang menghadap busur PQ dan besarnya 180o. Oleh karena itu, besar   . Sementara itu, panjang dan CD = VQ, maka CVQD merupakan persegi panjang. Hal tersebut mengakibatkan besar   . Adapun

dengan langkah pembuktian yang sama, akan di dapat

. Selanjutnya garis AB dan CD yang terbentuk disebut garis singgung persekutuan dalam lingkaran L1 dan L2.

2.1.9.6. Panjang Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran

Perhatikan gambar di samping.

(58)

2.1.9.7. Melukis Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran

Langkah-langkah melukis garis singgung persekutuan luar dua lingkaran sebagai berikut.

a. Lukis lingkaran L1 dengan pusat di P berjari-jari R dan lingkaran L2 pusat di Q berjari-jari r (R > r). Hubungkan titik P dan Q.

b. Lukis busur lingkaran dengan pusat di P dan dan busur lingkaran yang sama dengan pusat di titik Q sehingga saling berpotongan di titik R dan S. Hubungkan RS sehingga memotong PQ di titik T.

c. Lukis lingkaran dengan pusat di T dan berjari-jari PT. Lukis busur lingkaran dengan pusat di P, berjari-jari R – r sehingga memotong lingkaran berpusat T di U dan V.

d. Hubungkan P dan U, perpanjang sehingga memotong lingkaran L1 di titik A. Hubungkan pula P dan V, perpanjang sehingga memotong lingkaran L1 di titik C. e. Lukis busur lingkaran dengan pusat di A, jari-jari UQ

(59)

f. Hubungkan titik A dengan titik B dan titik C dengan titik D. Selanjutnya, perhatikan PVQ. Sudut PVQ merupakan sudut keliling yang menghadap busur PQ pada lingkaran yang berpusat di titik T dan PTQ

merupakan sudut pusat lingkaran yang menghadap busur PQ dan besarnya 180o. Oleh karena itu, besar   dan besar

. Sementara itu, panjang dan , maka CVQD merupakan persegi panjang. Hal tersebut mengakibatkan besar

. Adapun dengan langkah pembuktian yang sama, akan di dapat   . Selanjutnya garis AB dan CD yang terbentuk disebut garis singgung persekutuan luar lingkaran L1 dan L2.

2.1.9.8. Panjang Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran

Perhatikan gambar di samping! √

Jadi rumus panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran (d) dengan jarak kedua titik pusat p, jari-jari lingkaran besar R, dan jari-jari lingkaran kecil r adalah √

(60)

2.2.

Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian lain tentang model pembelajaran CTL yang dapat dijadikan referensi antara lain dilakukan oleh Diansyah (2013), Hartini (2013), dan Sihono (2004).

1. Penelitian yang dilakukan oleh Diansyah (2013) dengan judul “Keefektifan CTL Berbantuan LKPD terhadap Hasil Belajar pada Materi Pokok Fungsi di SMP N 3 Sragi” memberikan kesimpulan sebagai berikut.

Penggunaan model pembelajaran CTL efektif terhadap kemampuan hasil belajar karena lebih baik dari pembelajaran ekspositori dengan menerapkan suatu model baru pada proses pembelajaran, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan jenuh, serta peserta didik lebih termotivasi dan terlihat aktif untuk mengikuti proses belajar mengajar. Melalui diskusi akan terjalin komunikasi dan interaksi dengan peserta didik saling berbagi ide serta memberi kesempatan peserta didik untuk mengungkapkan pendapatnya.

2. Penelitian oleh Hartini (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Motivasi

Belajar IPA Siswa Kelas II SDN 02 Gambirmanis Pracimantoro Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2009/2010” yang menyimpulkan sebagai berikut.

(61)

3. Sihono (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Contextual Teaching And Learning (CTL) sebagai Model Pembelajaran Ekonomi Dalam KBK”

menyimpulkan sebagai berikut.

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan dalam penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sehingga pembelajaran ini bermakna bagi siswa. Penerapan Pendekatan kontekstual di dalam kelas melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian otentik. Suatu kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual, jika melaksanakan ke tujuh komponen tersebut.

2.3.

Kerangka Berpikir

Pada sebuah pembelajaran, tingkat keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik yang terdiri atas pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah merupakan aspek berpikir matematika yang sangat penting. Mengingat kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek yang sangat penting, maka tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik harus ditingkatkan. Untuk mendapatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang maksimal, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain sarana, fasilitas, kurikulum program, dan tenaga guru.

(62)

tanya jawab dengan guru pamong PPL selaku guru matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Boja, rata-rata peserta didik cenderung lebih mudah memecahkan permasalahan matematika jika menggunakan model pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan. Hal ini sama dengan mencari panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran yang juga diperlukan tingkat berpikir kritis dari peserta didik.

Model pembelajaran yang sesuai untuk mengkonstruk pemahaman peserta didik dan mengajarkan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran di antaranya adalah model pembelajaran CTL. Model pembelajaran tersebut termasuk dalam teori konstruktivisme. Model pembelajaran CTL mengarahkan peserta didik untuk mengkonstruk sendiri materi yang diajarkan.

(63)

Gambar

Tabel 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tabel 2.2 Hubungan Langkah Model CTL dan Teori Belajar yang Terkait
Tabel 3.3 Data Nilai UAS 1 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 3.5 Hasil Uji Homogenitas Data Awal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga

Peserta didik melakukan diskusi dalam kelompok untuk menentukan bagaimana cara menyelesaikan masalah menemukan hubungan dan menghitung sudut pusat dan sudut

 Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah 4.4 Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran.  Menemukan sifat

IDENTIFIKASI TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI GARIS.. SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) apakah pembelajaran dengan model pembelajaran LAPS-Heuristik pada materi lingkaran kelas-VIII dapat mengembangkan karakter

belum mengerti apa itu garis singgung lingkaran dan belum memahami konsep, siswa juga kesulitan dalam ingatan mencari rumus dan hafalan rumus. Disamping itu guru juga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan tinggi dalam memahami materi garis singgung lingkaran memenuhi tiga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Kota Gorontao pada materi garis singgung lingkaran pada indikator