PENGARUH STRATEGI BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN RAWAT INAP MEMILIH RUMAH SAKIT PELABUHAN MEDAN
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEPUASAN PASIEN
TESIS
Oleh
YUSMARDIANNIE 087013027/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF MARKETING MIXED STRATEGY ON THE DECISION TAKEN BY THE PATIENTS TO CHOOSE TO BE HOSPITALIZED AT
PELABUHAN HOSPITAL MEDAN AND THE RELATIONSHIP WITH PATIENTS’ SATISFACTION
THESIS
By
YUSMARDIANNIE 087013027/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH STRATEGI BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN RAWAT INAP MEMILIH RUMAH SAKIT PELABUHAN MEDAN
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEPUASAN PASIEN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
YUSMARDIANNIE 087013027/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH STRATEGI BAURAN
PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN RAWAT INAP MEMILIH RUMAH SAKIT PELABUHAN MEDAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KEPUASAN PASIEN
Nama Mahasiswa : Yusmardiannie Nomor Induk Mahasiswa : 087013027
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Rismayani, S.E., M.Si Ketua
) (dr. Fauzi, S.K.M
Anggota )
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 18 Juni 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : dr. Fauzi, S.K.M
PENGARUH STRATEGI BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN RAWAT INAP MEMILIH RUMAH SAKIT PELABUHAN MEDAN
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEPUASAN PASIEN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2012
ABSTRAK
Pemasaran pelayanan kesehatan merupakan proses dalam memahami kebutuhan dan keinginan pasien agar sesuai dengan harapannya. Informasi yang diperoleh dari riset tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menetapkan bauran pemasaran jasa yang sesuai dengan harapan pasien, khususnya pasien rawat inap. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh strategi bauran pemasaran terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan, dan menganalisis hubungan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan.
Teori yang digunakan adalah teori tentang bauran pemasaran jasa. Bauran pemasaran merupakan kombinasi unik dari product, price, promotion, place yang dikenal dengan 4 P. Kemudian untuk menyesuaikan dengan karakteristik produk jasa,
Lupiyoadi (2001), menambahkan bauran tersebut dengan unsur people, physical
evidence, process, dan customer service.
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei. dan sifatnya explanatory.
Populasi adalah seluruh pasien yang dirawat di ruang rawat inap kelas perawatan Non-VIP yaitu sebanyak 70 pasien. Pengujian hipotesis pertama adalah analisis regresi linier berganda dengan uji F dan uji. Pengujian hipotesis kedua menggunakan
uji korelasi pearson (pearson’s product moment) dengan tingkat kepercayaan 95%
atau α=0.05.
Hasil analisis hipotesis pertama menunjukkan bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap memilih RS Pelabuhan Medan. R square sebesar 0.76, artinya kemampuan variabel strategi bauran pemasaran dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan sebesar 76.3%, sedangkan sisanya 23.7% dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti. Secara parsial variabel orang, proses, dan pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap. Sementara variabel produk, harga, promosi, dan tempat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan. Analisis hipotesis kedua menunjukkan bahwa keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan berhubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa strategi bauran pemasaran dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan, dan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan berhubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
ABSTRACT
Health service marketing is a process in understanding the need and want of patients to meet their expectation. The information obtained from the research is expected to able to be used to determine service marketing mixed that is in line with the patients’ expectation, especially the in-patient patient. The purpose of this study was to analyze the influence of marketing mixed strategy on the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the relationship between the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the satisfaction of patients.
This explanatory survey study employed service marketing mixed theory. Marketing mixed is the combination of product, price, promotion, and place knows as the 4Ps. Then, to make it in line with the service product, Lupiyoadi (2001) included people, physical evidence, processes and customer service into the marketing mixed.
The population of this study was all of the 70 patients being treated in the non-VIP in-patient wards. The first hypothesis was tested through multiple linear regression tests with F test. The second hypothesis was tested through Pearson’s correlation test (Pearson’s product moment) with level of confidence 95% or α = 0.05.
The result of the first hypothesis test showed that marketing mixed had a significant influence on the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan. R square was 0.76 meaning that the variables of marketing mixed strategy can explain their influence on the variable the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan was 76.3% while the remaining 23.7% was explained by the other variables which were not studied. Partially, the variables of people, process and service did not have any significant influence on the decision taken by these in-patient patients, while the variables of product, price, promotion and place partially had a significant influence on the in-patient patients’ decision to choose Pelabuhan Hospital Medan. The result of the second analysis showed that the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan had a significant relationship with the patients’ satisfaction.
The conclusion drawn is that marketing mixed strategy can explain its influence on the variables of the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan which has a significant relationship with patients’ satisfaction.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan
izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Strategi
Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan dan Hubungannya dengan Kepuasan Pasien”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh
jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Fauzi,
S.K.M selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si dan dr. Heldy BZ, M.P.H sebagai komisi
penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan
demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat
berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Direktur Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan yang telah membantu
memberikan izin penelitian.
9. Teristimewa buat suamiku Muhammad Iksan dan buah hati tersayang yang penuh
pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdoa’a sehingga memotivasi penulis
selama mengikuti pendidikan.
10. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis ini.
Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Yusmardiannie dilahirkan pada tanggal 16 Maret 1969 di Kota Binjai. Anak
pertama dari lima bersaudara, dari pasangan ayahanda dr. Ahmad Yusmadi Yusuf dan
ibunda Ainal Mardiah. Menikah dengan Muhammad Iksan pada tahun 1995, dan
karuniai 3 (tiga) putra, yaitu M. Kahfi Adrian, M. Ridho Baihaki, dan M. Syahreza
Hanifa.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1975-1981 di Perguruan Taman
Siswa Binjai, tahun 1981-1984 pendidikan di SMP Negeri 1 Binjai, tahun 1984-1987
pendidikan di SMA Negeri 1 Binjai, tahun 1987-1995 pendidikan dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2008-sekarang pendidikan di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Sejak tahun 1995-1997 bekerja sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT) di
Desa Sei Bamban Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat, tahun 1997-
1998 bekerja sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT) di Desa Aigoti Kecamatan
Sigambal Kabupaten Labuhan Batu, tahun 1999-sekarang bekerja sebagai dokter di
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.3.1. Pengertian Keputusan Pembelian ... 16
2.3.2. Tahapan dalam Proses Keputusan Pembelian ... 18
2.2. Teori tentang Pemasaran Jasa ... 23
2.4.1. Pengertian Bauran Pemasaran Jasa ... 32
2.4.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Jasa ... 33
2.7. Landasan Teori ... 41
BAB 3. METODE PENELITIAN
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 55
4.1.1. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 55
4.1.2. Periode Kepemimpinan Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 56
4.1.3. Visi dan Misi Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 57
4.1.4. Susunan Organisasi dan Administrasi Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 57
4.4.1. Pengujian Hipotesis Pertama... 71
4.4.2. Pengujian Hipotesis Kedua ... 78
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Uji Simultan (Uji F) ... 79
5.2. Uji parsial (Uji t) ... 79
5.2.1. Pengaruh Tarif terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 79
5.2.2 Pengaruh Promosi terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 80
5.2.3. Pengaruh Tempat terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 81
5.2.4. Pengaruh Produk terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 82
5.2.6. Pengaruh Proses terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 84 5.2.7. Pengaruh Orang terhadap Keputusan Pasien Rawat Inap
Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 85 5.2. Uji Korelasi Pearson ... 87
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 89 6.2. Saran ... 89
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Bauran Pemasaran ... 49
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Keputusan Pasien ... 50
3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kepuasan Pasien ... 50
3.4. Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 53
4.1. Distribusi Karakteritik Responden di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 60
4.2. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Produk di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012... 62
4.3. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Harga di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 63
4.4. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Promosi di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 64
4.5. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Tempat di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 6
4.6. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Orang di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 66
4.7. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Proses di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 67
4.8. Distribusi Jawaban Responden tentang Bauran Pemasaran Berdasarkan Indikator Pelayanan di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Medan Tahun 2012 .. 68
4.9. Distribusi Jawaban Responden tentang Keputusan Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 69
4.10. Distribusi Jawaban Responden tentang Kepuasan Memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan Tahun 2012 ... 70
4.12. Uji Simultan (Uji F) ... 77
4.13. Uji Parsial (Uji t) ... 78
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Tiga Determinan Pengenalan Kebutuhan... 20
2.2. Model Proses Pembelian Lima Tahap ... 21
2.3. Langkah-langkah Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan ... 23
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 42
4.1. Susunan Organisasi dan Administrasi Rumah Sakit Pelabuhan Medan ... 58
4.2. Grafik Normal P-P Plot ... 71
ABSTRAK
Pemasaran pelayanan kesehatan merupakan proses dalam memahami kebutuhan dan keinginan pasien agar sesuai dengan harapannya. Informasi yang diperoleh dari riset tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menetapkan bauran pemasaran jasa yang sesuai dengan harapan pasien, khususnya pasien rawat inap. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh strategi bauran pemasaran terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan, dan menganalisis hubungan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan.
Teori yang digunakan adalah teori tentang bauran pemasaran jasa. Bauran pemasaran merupakan kombinasi unik dari product, price, promotion, place yang dikenal dengan 4 P. Kemudian untuk menyesuaikan dengan karakteristik produk jasa,
Lupiyoadi (2001), menambahkan bauran tersebut dengan unsur people, physical
evidence, process, dan customer service.
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei. dan sifatnya explanatory.
Populasi adalah seluruh pasien yang dirawat di ruang rawat inap kelas perawatan Non-VIP yaitu sebanyak 70 pasien. Pengujian hipotesis pertama adalah analisis regresi linier berganda dengan uji F dan uji. Pengujian hipotesis kedua menggunakan
uji korelasi pearson (pearson’s product moment) dengan tingkat kepercayaan 95%
atau α=0.05.
Hasil analisis hipotesis pertama menunjukkan bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap memilih RS Pelabuhan Medan. R square sebesar 0.76, artinya kemampuan variabel strategi bauran pemasaran dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan sebesar 76.3%, sedangkan sisanya 23.7% dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti. Secara parsial variabel orang, proses, dan pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap. Sementara variabel produk, harga, promosi, dan tempat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan. Analisis hipotesis kedua menunjukkan bahwa keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan berhubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa strategi bauran pemasaran dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan, dan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan berhubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
ABSTRACT
Health service marketing is a process in understanding the need and want of patients to meet their expectation. The information obtained from the research is expected to able to be used to determine service marketing mixed that is in line with the patients’ expectation, especially the in-patient patient. The purpose of this study was to analyze the influence of marketing mixed strategy on the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the relationship between the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the satisfaction of patients.
This explanatory survey study employed service marketing mixed theory. Marketing mixed is the combination of product, price, promotion, and place knows as the 4Ps. Then, to make it in line with the service product, Lupiyoadi (2001) included people, physical evidence, processes and customer service into the marketing mixed.
The population of this study was all of the 70 patients being treated in the non-VIP in-patient wards. The first hypothesis was tested through multiple linear regression tests with F test. The second hypothesis was tested through Pearson’s correlation test (Pearson’s product moment) with level of confidence 95% or α = 0.05.
The result of the first hypothesis test showed that marketing mixed had a significant influence on the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan. R square was 0.76 meaning that the variables of marketing mixed strategy can explain their influence on the variable the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan was 76.3% while the remaining 23.7% was explained by the other variables which were not studied. Partially, the variables of people, process and service did not have any significant influence on the decision taken by these in-patient patients, while the variables of product, price, promotion and place partially had a significant influence on the in-patient patients’ decision to choose Pelabuhan Hospital Medan. The result of the second analysis showed that the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan had a significant relationship with the patients’ satisfaction.
The conclusion drawn is that marketing mixed strategy can explain its influence on the variables of the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan and the decision taken by the patients to choose to be hospitalized at Pelabuhan Hospital Medan which has a significant relationship with patients’ satisfaction.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang
mempunyai peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit bersifat holistik atau
menyeluruh mulai dari pencegahan, penyembuhan hingga pemulihan penyakit
(Depkes RI, 2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
mendefinisikan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit selaku produsen jasa dan pasien selaku pengguna jasa rumah
sakit mengharapkan adanya hubungan timbal balik yang seimbang diantara keduanya.
Selain itu kepuasan tidak semata-mata didapatkan dari kualitas jasa yang ditawarkan
tetapi juga melalui pelayanan yang diberikan dengan memperhatikan keinginan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan serta harapan konsumen.
Rumah sakit dan perawat dituntut untuk memberikan pelayanan dengan
sebaik-baiknya kepada pasien dengan memperhatikan apa yang menjadi keinginan,
kebutuhan, dan harapan dari pasiennya sehingga pasien merasa puas dan
menggunakan rumah sakit yang sama dikemudian hari jika pasien diharuskan dirawat
dan rumah sakit akan merekomendasikan kepada pihak lain sehingga pihak lain bisa
menggunakan rumah sakit yang sama. Dalam hal ini kepuasan yang dirasakan oleh
pasien tidak semata-mata didapat dari kualitas jasa yang diberikan oleh rumah sakit
tetapi juga dari pelayanan yang diberikan oleh perawat.
Pasien sebagai konsumen akan merasa puas bila diberi pelayanan yang baik
dan diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan dalam pelayanan.
Swastha dan Handoko (1997), mengatkan bahwa kepuasan konsumen akan
memengaruhi dalam pengambilan ulang atau pembelian yang sifatnya terus menerus
terhadap pembelian jasa yang sama dan juga akan memengaruhi ucapan konsumen
kepada pihak lain atau pihak luar tentang jasa yang dihasilkan.
Pasien selaku pengguna jasa menuntut pelayanan yang berkualitas dari rumah
sakit. Dahulu pasien menggunakan jasa rumah sakit demi kesembuhan mereka saja.
Sekarang pasien lebih bersifat kritis, terinformasi dan menuntut serta lebih
memperhatikan masalah kualitas sehingga kepuasan pribadi menjadi semacam
kebutuhan yang ingin dipenuhi selain kesembuhan mereka. Kondisi inilah yang
menyebabkan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada pasien sehingga mereka merasa puas dan berkeinginan menggunakan rumah
sakit yang sama jika suatu waktu mereka diharuskan dirawat di rumah sakit
PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang melaksanakan kegiatan dibidang pelayanan jasa ke
Pelabuhanan. Saat ini PT. Pelabuhan Indonesia I mengelola 15 Cabang Pelabuhan
yaitu 11 Pelabuhan Perwakilan dan 4 unit usaha lainnya yang meliputi Unit Terminal
Peti Kemas, Unit Galangan Kapal, Unit Depo Peti Kemas, dan Rumah Sakit
Pelabuhan Medan.
Rumah Sakit Pelabuhan Medan (RS Pelabuhan Medan) berkedudukan di
Belawan tepatnya sekitar 2 km menjelang Kota Belawan dan didirikan pada tahun
1972. Dalam perjalanannya, RS Pelabuhan Medan terus melakukan berbagai upaya
pembenahan mutu pelayanan kepada pasien dengan melengkapi sarana dan prasarana
rumah sakit. Rumah Sakit Pelabuhan Medan memberikan pelayanan kesehatan yang
didukung oleh tenaga dokter spesialis. Fasilitas yang tersedia adalah Klinik Umum,
Unit Gawat Darurat (UGD), Klinik Gigi, Klinik Rontgent, Laboratorium, Farmasi
(Pelayanan Obat), Rawat Inap, dan Ambulan.
Belawan merupakan daerah industri dan perkantoran, khususnya
kantor-kantor pemerintah dengan jarak tempuh sekitar 40 menit dari Kota Medan.
Berhubungan dengan kondisi tersebut, maka RS Pelabuhan Medan memiliki Misi
yaitu “menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi mereka yang bekerja
dan bertempat tinggal di Belawan dan sekitarnya”. Sementara Visi RS Pelabuhan
Medan yaitu “menjadi rumah sakit umum pilihan bagi yang bekerja maupun
terpercaya dan dapat diandalkan”.
Rumah Sakit Pelabuhan Medan menetapkan target pasar yang akan dicapai
yaitu 70% korporasi dan 30% masyarakat umum. Dengan adanya target tersebut,
maka akan memudahkan manajemen rumah sakit untuk membuat prioritas. Dari sisi
ekonomi, mayoritas segmen korporasi yang akan dicakup oleh RS Pelabuhan Medan
adalah perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar lokasi rumah sakit Pelabuhan
Medan.
PT. Pelabuhan Indonesia I dalam menjadikan RS Pelabuhan Medan sebagai
anak perusahaan yang bisa mandiri dari induknya, maka salah satu bentuk kegiatan
yang dilakukan dalam memasarkan RS Pelabuhan Medan kepada masyarakat yaitu
dengan menyelenggarakan seminar-seminar kesehatan di kantor-kantor pemerintahan
dan memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat berupa operasi bibir sumbing.
Selain itu, pemasaran pelayanan rumah sakit juga dilakukan ke
perusahaan-perusahaan yang belum mengadakan ikatan kerjasama dengan RS Pelabuhan Medan.
Namun kegiatan promosi pengenalan berbagai produk jasa yang disediakan RS
Pelabuhan Medan ke perusahaan-perusahaan belum dapat dilaksanakan secara
optimal, disamping karena keterbatasan sumber daya manusia juga karena masih
terfokus kepada rencana pengembangan RS Pelabuhan Medan.
Rumah Sakit Pelabuhan Medan memiliki sumber pendapatan yang utama
pada saat ini adalah dari rawat inap dan kemudian dari rawat jalan. Namun
BOR-nya yang rendah. Menurut Depkes., RI., (2003) seharusnya pencapaian Bed
Occupancy Rate (BOR) berkisar 60-80%. Berdasarkan data rekam medik RS
Pelabuhan Medan, diperoleh data BOR rawat inap pada tahun 2010 hanya sebesar
45%, jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mencapai 48%.
Rendahnya pencapaian BOR tersebut dapat dikarenakan tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan rumah sakit masih kurang, hal ini ditandai dengan
diperolehnya informasi dari beberapa pasien terkait kualitas pelayanan RS Pelabuhan
Medan. Hal tersebut diketahui dari hasil laporan costumer service RS Pelabuhan
Medan dan dari kotak saran yang masuk tahun 2009-2010.
Keluhan pasien yang berhasil dihimpun terhadap pelayanan perawat di RS
Pelabuhan Medan dapat dijelaskan sebagai berikut: pasien menyatakan bahwa
perawat kurang ramah, tindakan kurang cepat, kurang teliti, dan informasi yang
disampaikan perawat tidak jelas. Sementara keluhan pasien terhadap pelayanan
dokter yaitu dokter kurang perhatian, menerangkan penyakit kurang jelas, dan kurang
mendengarkan keluhan pasien. Adanya keluhan pasien tersebut dikarenakan pelayan
di rumah sakit sering terganggu karena jumlah tenaga kesehatan yang masih kurang.
Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut di atas, maka salah satu upaya
yang dapat dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dalam
bentuk kegiatan pemasaran. Untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan
riset pemasaran. Pemasaran pelayanan kesehatan dapat didefinisikan sebagai proses
Sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dari riset tersebut dapat digunakan
untuk menetapkan bauran pemasaran jasa yang sesuai dengan harapan pasien,
khususnya pasien rawat inap.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari : produk (jasa
rawat inap), harga, promosi, lokasi, orang, proses, dan pelayanan kepada
konsumen terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan
Medan.
2. Bagaimana hubungan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit
Pelabuhan Medan dengan kepuasan pasien.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari : produk (jasa
rawat inap), harga, promosi, lokasi, orang, proses, dan pelayanan terhadap
keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan.
2. Menganalisis hubungan keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit
1.4. Hipotesis
1. Strategi bauran pemasaran yang terdiri dari : produk (jasa rawat inap), harga,
promosi, lokasi, orang, proses, dan pelayanan kepada konsumen berpengaruh
terhadap keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan
2. Keputusan pasien rawat inap memilih Rumah Sakit Pelabuhan Medan
berhubungan dengan kepuasan pasien.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh antara
keputusan memilih berobat di Rumah Sakit Pelabuhan Medan terhadap persepsi
pasien mengenai bauran pemasaran seperti: produk (jasa rawat inap), harga,
promosi, lokasi, orang, proses, dan pelayanan kepada konsumen. Sehingga upaya
pemasaran yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Pelabuhan Medan dapat
dievaluasi pengaruhnya terhadap jumlah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Pelabuhan Medan. Evaluasi ini dapat dijadikan sebagai acuan pada perencanaan
program pemasaran periode berikutnya.
2. Sebagai bahan masukan dalam pengembangan wawasan dan menambah ilmu
pengetahuan, khususnya tentang strategi bauran pemasaran dan pengaruhnya
3. Bagi peneliti, dapat menjadi wahana pembanding antara teori yang didapat di
bangku kuliah dengan penerapannya di lapangan, khususnya tentang strategi
bauran pemasaran.
4. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Poernomo (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Persepsi Pasien tentang Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap di
RS Baptis Kediri”. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode
survey dan pendekatan crossectional. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara persepsi pasien tentang product (p=0,604), place (p=0,062),
promotion (p=0,201), dan people (p=0,291) dengan loyalitas pasien. Ada hubungan
antara price (p=0,016), process (p=0,019) dengan loyalitas pasien. Dengan
menggunakan analisis regresi logistic multivariat antara variabel persepsi pasien
tentang bauran pemasaran dengan loyalitas pasien dapat disimpulkan bahwa persepsi
pasien tentang price (p = 0,026) dan persepsi pasien tentang process (p = 0,033)
memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap loyalitas pasien. Untuk pasien yang
mempunyai persepsi kurang baik tentang price mempunyai risiko menjadi tidak loyal
2 kali lebih besar dari pasien dengan persepsi pricebaik (p = 0,026, Exp(β) = 2,180),
sedangkan untuk pasien yang mempunyai persepsi baik tentang process kurang baik
mempunyai resiko menjadi tidak loyal 2 kali lebih besar dari pasien yang mempunyai
Wardoyo (2003), meneliti dengan judul penelitian “analisis tingkat kepuasan
pasien intern dan ekstern terhadap mutu pelayanan dalam rangka meningkatkan
admisi Rawat Inap PT (Persero) Rumah Sakit Pelabuhan Surabaya”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pasien yang berasal dari internal dan
eksternal mengenai karakteristik, harapan penilaian dan kepuasan terhadap pelayanan
rawat inap. Pelayanan yang diterima belum sesuai dengan harapannya.
Butir-butir yang menjadi prioritas adalah pelayanan dokter kurang
menanggapi terhadap keluhan pasien dan informasi kepada pasien kurang jelas.
Perawat kurang tanggap terhadap keluhan pasien. Penunjang medis alatnya kurang
lengkap dan petugasnya kurang siap bila dibutuhkan. Administrasi pelayanannya
lambat, berbelit dan ketepatannya kurang sempurna, kurang menghormati hak dan
pendapat pihak pasien. Lingkungan kurang asri dan banyak nyamuk.
2.2. Teori tentang Kepuasan 2.2.1. Pengertian Kepuasan
Pasien selaku pengguna jasa menuntut pelayanan yang berkualitas dari rumah
sakit. Dahulu pasien menggunakan jasa rumah sakit demi kesembuhan mereka saja.
Sekarang pasien lebih bersifat kritis, terinformasi dan menuntut serta lebih
memperhatikan masalah kualitas sehingga kepuasan pribadi menjadi semacam
kebutuhan yang ingin dipenuhi selain kesembuhan mereka. Kondisi inilah yang
menyebabkan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
sakit yang sama jika suatu waktu mereka diharuskan dirawat di rumah sakit
(Ayuningtyas dkk,. 2005).
Lewis dkk. (1996), menyatakan bahwa kepuasan pengguna pelayanan
kesehatan (dalam hal ini adalah pasien) mempunyai kaitan dengan hasil pelayanan
kesehatan yang penting baik secara medis maupun secara ekonomis seperti kepatuhan
terhadap pengobatan, pemahaman terhadap informasi medis, dan kelangsungan
perawatan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu
aspek yang sangat penting bagi pasien itu sendiri dan bagi perawat yang merawatnya
serta rumah sakit sebagai tempat yang memberikan pelayanan kepada pasien.
Engel dkk. (1995), mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan
faktor dasar yang menentukan proses pembelian selanjutnya. Kepuasan dibentuk dari
harapan atau kepercayaan pasien atas apa yang akan diterimanya dari jasa yang
dipilihnya. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien akan
memengaruhi pemikiran pasien dalam menggunakan rumah sakit yang sama dimasa
yang akan datang.
Kotler (1995), menyatakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (hasil) suatu
produk atau jasa dengan harapan yang dimiliki. Apabila kinerja yang dihasilkan suatu
produk atau jasa berada di bawah harapan maka konsumen merasa kecewa dan tidak
puas. Sebaliknya bila kinerja yang dihasilkan oleh suatu produk atau jasa dapat
memenuhi atau melampaui harapan maka konsumen akan merasa puas. Begitu juga
menghasilkan kinerja yang memenuhi atau melampaui harapan dari pasiennya dengan
memberikan pelayanan yang baik maka pasien akan merasakan kepuasan yang tinggi.
Pasien yang merasakan kepuasan yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional
terhadap rumah sakit tersebut. Hal ini dapat menyebabkan pasien menjadi konsumen
setia di rumah sakit tersebut. Tetapi sebaliknya jika kinerja perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasiennya buruk maka pasien merasakan
ketidakpuasan dan hal ini akan memengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakit terutama perawat yang merawatnya.
Lefrancois dalam Musanto (2004), menyatakan bahwa kepuasan merupakan
kebutuhan dasar yang dapat digambarkan sebagai suatu hal yang menyenangkan.
Kebutuhan dasar ini muncul karena adanya dorongan-dorongan tertentu yang harus
disalurkan. Rasa puas akan muncul jika dorongan tersebut dapat disalurkan dan
sebaliknya jika dorongan tersebut tidak disalurkan maka akan muncul perasaan tidak
puas.
Tjiptono dalam Musanto (2004), mengatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan adalah respon konsumen terhadap evolusi ketidaksesuaian yang
dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan.
Persaingan yang semakin ketat ini menyebabkan banyak produsen yang terlibat
dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen termasuk rumah sakit yang
berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada pasien selaku konsumen sehingga
Kepuasan yang dialami oleh pasien berkaitan dengan hasil pelayanan yang
diberikan oleh perawat. Pasien sebagai konsumen akan merasa puas bila diberi
pelayanan yang baik dan diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan
dalam pelayanan. Swastha dan Handoko (1997) juga menyatakan bahwa kepuasan
konsumen akan memengaruhi dalam pengambilan ulang atau pembelian yang
sifatnya terus menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan juga akan
memengaruhi ucapan konsumen kepada pihak lain atau pihak luar tentang jasa yang
dihasilkan.
Rumah sakit selaku produsen jasa dan pasien selaku pengguna jasa rumah
sakit mengharapkan adanya hubungan timbal balik yang seimbang diantara keduanya.
Selain itu kepuasan tidak semata-mata didapatkan dari kualitas jasa yang ditawarkan
tetapi juga melalui pelayanan yang diberikan dengan memperhatikan keinginan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan serta harapan konsumen.
Rumah sakit dan perawat dituntut untuk memberikan pelayanan dengan
sebaik-baiknya kepada pasien dengan memperhatikan apa yang menjadi keinginan,
kebutuhan, dan harapan dari pasiennya sehingga pasien merasa puas dan
menggunakan rumah sakit yang sama dikemudian hari jika pasien diharuskan dirawat
di rumah sakit. Pasien yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat
dan rumah sakit akan merekomendasikan kepada pihak lain sehingga pihak lain bisa
menggunakan rumah sakit yang sama. Dalam hal ini kepuasan yang dirasakan oleh
pasien tidak semata-mata didapat dari kualitas jasa yang diberikan oleh rumah sakit
Engel dkk. (1995), menyatakan bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi
setelah pemakaian dimana pelayanan yang diberikan sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit melakukan
evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi itulah pasien
mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat
atau tidak. Bagi pasien, kepuasan selalu dikaitkan dengan lingkungan rumah sakit,
suhu udara, kenyamanan, kebersihan, kecepatan pelayanan, ramahnya perawat dan
perhatian dari perawat. Pelayanan yang diberikan oleh perawat yang tidak sesuai
dengan harapan pasien akan menimbulkan ketidakpuasan.
2.2.2. Aspek-Aspek Kepuasan
Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting
bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Junadi dalam Sabarguna (2004)
mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman
masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu
itu.
Sabarguna (2004) menyatakan ada beberapa aspek yang memengaruhi
kepuasan pasien yaitu :
a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit,
kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan
b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas
rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit,
komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.
c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman,
gelar, dan terkenal.
d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan
ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan
Griffith dalam Purwanto (1997), mengemukakan beberapa faktor yang
memengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu :
a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap petugas
rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di rumah sakit,
keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan kecepatan penerimaan
pasien yang datang ke rumah sakit.
b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa pelayanan perawatan yang
berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan
kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien mulai
masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan ketika keluar dari rumah
sakit, kecekatan petugas dalam melayani pasien, dan penjelasan rincian biaya
d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas
makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit.
Kepuasan yang dialami oleh pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit hanya
dapat berkembang apabila terdapat hubungan antara penyedia layanan dalam hal ini
rumah sakit terutama perawat yang merawat pasien dengan pasien yang dilayani.
Selain itu jika pasien merasakan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit maka pasien akan memberitahukan kepada teman, keluarga, maupun
tetangganya tentang pelayanan yang didapatkannya sehingga teman, tetangga atau
keluarganya juga akan menggunakan jasa rumah sakit yang sama. Oleh sebab itu,
rumah sakit harus dapat meningkatkan kinerja dari para perawatnya sehingga para
perawat di rumah sakit tersebut dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
pasien yang menggunakan jasa rumah sakit tersebut (Kotler, 1995).
2.3. Teori tentang Keputusan Pembelian 2.3.1. Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen merupakan urutan-urutan kejadian yang
dimulai dari pengenalan akan kebutuhan kemudian pencarian informasi atas
kebutuhan tersebut setelah itu melakukan evaluasi alternatif dan akhirnya melakukan
keputusan pembelian serta diakhiri dengan perilaku setelah pembelian. Jadi jelas
sekali proses pembelian dimulai jauh sekali sebelum pembelian aktual dilakukan dan
mempunyai konsekuensi yang lama setelah pembelian terjadi.
Kotler (1995), menyatakan “Proses keputusan pembeli berhubungan dengan
pembelian yang tidak terlepas dari karakter pembeli yang terdiri dari faktor budaya,
sosial, perorangan, dan kejiwaan”. Menurut Lamb, et. al, (2001) “Proses pengambilan
keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya karena merupakan
hubungan yang sangat rumit dan saling memengaruhi dari faktor-faktor kebudayaan,
sosial, individu dan psikologis”.
Perilaku konsumen akan memengaruhi proses keputusan yang diambil oleh
konsumen dalam pembelian sebuah produk dan jasa. Keputusan pembelian sangat
dipengaruhi oleh pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan biasanya kompleks.
Sebagai dasar untuk memahami perilaku pembelian, maka pengenalan kebutuhan
yang dikemukakan Engel et. al. (1995) akan membantu memberikan pemahaman.
Secara umum ada 3 (tiga) model pengenalan kebutuhan, yaitu: informasi yang
disimpan di dalam ingatan seseorang, perbedaan individu masing-masing dan
pengaruh lingkungan.
Sumber : Engel. et.al. (1995).
1. Informasi yang disimpan di dalam ingatan
Informasi yang tersimpan di dalam ingatan konsumen tentang berbagai produk
dan jasa, apakah melalui proses pencarian informasi, maupun efek iklan akan
memberikan dampak yang memengaruhi seseorang dalam pengenalan sebuah
kebutuhan.
2. Perbedaan individu
Perbedaan individu seseorang akan memengaruhi tingkat kebutuhan, ekspresi,
cara pandang dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Sikap individu memiliki
konsep diri dan pendirian. Semua ini memengaruhi seorang individu dalam
pengenalan terhadap kebutuhannya.
3. Pengaruh lingkungan
Lingkungan seseorang mempunyai andil dalam membentuk pola pengambilan
keputusan seorang individu terhadap perilaku keputusan pembelian, seperti faktor
budaya kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
2.3.2. Tahapan dalam Proses Keputusan Pembelian
Kotler (1995), menyatakan bahwa “Ada lima tahapan dalam proses keputusan
pembelian yaitu : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku setelah pembelian”. Dapat digambarkan dengan
model sebagai berikut :
Sumber : Kotler, (1995)
Penganalisaan keinginan dan kebutuhan ini ditunjukkan terutama untuk
mengetahui adanya keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan.
Jika kebutuhan tersebut diketahui, maka konsumen akan segera memahami adanya
kebutuhan yang belum perlu segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya,
serta kebutuhan-kebutuhan yang sama-sama harus segera dipenuhi. Proses pembelian
dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan ini dapat
dipicu ole situmus intern atau stimulus ekstern. Zeithaml dan Bitner dalam Yazid
(2001) yaitu “Mengistilahkan situasi ini sebagai gap antara yang diharpkan dengan
kenyataan yang dialami atau diterima konsumen”.
Kotler (1995) menyatakan “Dalam pencarian informasi, konsumen yang
tergerak mungkin atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih banyak”. Apakah
drive konsumen itu amat kuat dan produk yang akan memaskan drive-nya sudah
tersedia di tangan, konsumen akan membelinya.
Konsumen membentuk preferensi diantara merek-merek dalam kelompok
pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk suatu maksud pembelian untuk
membeli merek yang paling disukai. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan
semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin
menyesuaikan maksud pembeliannya. Ketika konsumen akan bertindak, factor situasi
Dua faktor yang dapat memengaruhi keputusan pembelian yaitu :
1. Sikap atau pendirian orang lain.
2. Situasi yang tidak dapat diantisipasi
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang konsumen sebelum
membuat keputusan pembelian, dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Kotler (1995)
Gambar 2.3. Langkah-Langkah Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Faktor Pertama : Sikap atau Pendirian Orang Lain
Seseorang yang memiliki sikap yang semakin kuat akan menyebabkan
konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Preferensi seseorang
terhadap suatu merek akan meningkat jika orang yang dia senangi juga menyukai
merk yang sama. Pengaruh orang lain menjadi kompleks bila beberapa orang yang
dekat dengan pembeli mempunyai pendapat yang saling berlawanan dan sipembeli
ingin menyenangkan mereka semua. Evaluasi
Alternatif
Maksud Pembelian
Faktor situasi yang tidak diantisipasi
Pendirian Orang Lain
Faktor Kedua : Situasi yang Tidak Dapat Diantisipasi
Pembeli yang akan menentukan sangat puas, agak puas atau tidak puas
dengan pembelian, merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas
produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk. Jika data guna produk
tersebut berada di bawah harapan konsumen, konsumen tersebut akan merasa
dikecewakan, jika memenuhi harapan, konsumen tersebut akan merasa puas, jika
melebihi harapan, konsumen tersebut akan merasa sangat puas. Perasaan-perasaan ini
mempunyai arti dalam hal apakah konsumen tersebut akan membeli produk itu lagi
dan membicarakan tentang produk tersebut kepada orang lain secara menguntungkan
atau merugikan (Swastha, 1997).
Swastha (1997), mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian yang diharapkan
terhadap sesuatu produk atau jasa akan selalu ada pada setiap kejadian pembelian.
“Ada kemungkinan pembeli memiliki ketidaksesuaian sesudah ia melakukan
pembelian karena mungkin harganya dianggap terlalu mahal, atau mungkin karena
tidak sesuai dengan keinginan dengan gambaran sebelummnya. Untuk mencapai
keharmonisan dan meminimumkan ketidaksesuaian, pembeli harus mengurangi
keinginan-keinginan lain sesudah pembelian, selain itu pembeli juga harus
mengeluarkan waktu lebih banyak lagi untuk membuat evaluasi sebelum membeli”.
Konsumen membentuk harapan atas dasar pesan-pesan yang diterima dari
penjual, teman dan sumber informasi lain. Jika penjual membesar-besarkan manfaat
produk, konsumen akan mengalami harapan yang tidak tercapai (disconfirmed
bagaimana gaya dan sifat konsumen menanggulanginya. Sebagian besar konsumen
memperbesar jarak ketidakpuasan ini ketika produk tersebut tidak sempurna dan tidak
cocok sehingga mereka sangat tidak puas. Semakin besar jarak antara harapan dan
hasil yang dirasakan, maka semakin besar ketidakpuasan konsumen.
Konsumen setelah memutuskan untuk melakukan pembelian atas suatu
produk atau jasa maka langkah selanjutnya dari perusahaan adalah bagaimana
memberikan pengaruh secara konsisten terhadap konsumen melalui strategi-strategi
pemasaran yang dilakukan perusahaan sehingga tercipta konsumen yang loyal dan
mereka mau melaksanakan tindakan adopsi yaitu suatu keputusan untuk
menggunakan produk atau jasa perusahaan secara terus-menerus.
Setiadi (2003) menyampaikan tahap-tahap dalam proses adopsi sebagai
berikut :
1. Kesadaran yaitu konsumen menyadari adanya inovasi atau produk dan jasa yang
baru tetapi masih kekurangan informasi mengenai tentang produk dan jasa
tersebut.
2. Minat yaitu konsumen tertarik untuk mencari informasi tentang produk dan jasa
yang baru tersebut.
3. Evaluasi yaitu konsumen sudah berusaha mempertimbangkan untuk mencoba
produk dan jasa yang baru tersebut.
4. Percobaan yaitu konsumen di sini mencoba memakai atau menggunakan produk
atau jasa yang baru tersebut untuk memperbaiki perkiraannya atas nilai inovasi
5. Adopsi yaitu konsumen akhirnya memutuskan untuk terus menggunakan produk
dan jasa baru secara penuh, teratur, dan konsisten.
2.4. Teori tentang Pemasaran Jasa
Sektor jasa mengalami peningkatan yang sangat pesat dibandingkan beberapa
dekade sebelumnya. Dinamika tersebut dapat dilihat pada perkembangan berbagai
industri jasa. Implikasinya adalah meningkatnya persaingan di antara perusahaan jasa.
Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing tersebut menurut Tjiptono
(1997) mengakibatkan setiap perusahaan harus memperhatikan kebutuhan dan
keinginan konsumen, serta berusaha lebih baik lagi dalam memenuhi apa yang
diharapkan konsumen dengan apa yang dilakukan pesaingnya.
Jasa menurut Kotler (1995), merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Dalam hal ini produk jasa mungkin
berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Sedangkan Zethaml dan Bitner dalam
Lupiyoadi (2001), mengatakan bahwa jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang
hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya
dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberi nilai
tambah atau pemecahan masalah.
Produk jasa sangat bervariasi dan tidak ada yang benar-benar sama satu
dengan lainnya. Untuk memahami produk jasa adalah dengan cara melihat
konsumen dengan pemberi jasa. Berdasarkan hal ini, jasa dapat dibedakan ke dalam
kelompok high-contact service dan low-contact service. Pada high-contact service,
dalam menerima jasa, konsumen harus menjadi bagian dari sistem, misalnya pada
jasa rumah sakit. Sedangkan pada low-contact service, konsumen tidak perlu menjadi
bagian dari sistem, misalnya pada jasa reparasi mobil (Lupiyoadi, 2001).
Sektor jasa memerlukan pemasaran yang lebih kompleks dibandingkan
pemasaran tradisional yang telah dikenal selama ini. Salah satu diantaranya adalah
aspek interaksi antara pihak konsumen dengan penyedia jasa. Sejalan dengan itu,
Kotler (1995), mengatakan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan
pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal dan pemasaran interaktif. Ruang
lingkup pemasaran eksternal menggambarkan bagaimana perusahaan melakukan
pemasaran tradisional pada umumnya, seperti bagaimana menetapkan segmentasi
pasar, target pasar, posisi pasar, bauran pemasaran, distribusi dan promosi. Pemasaran
internal menggambarkan bagaimana perusahaan memberikan pelatihan dan
meningkatkan motivasi agar karyawan dapat melayani konsumen dengan baik.
Sedangkan pemasaran interaktif adalah bagaimana para karyawan berinteraksi
dengan para konsumen selama pemberian jasa.
2.4.1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah proses perencanaan dan implementasi dari konsep, promosi
dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran untuk
pada dasarnya harus menghasilkan win-win solution, dimana konsumen membeli
produk yang sesuai dengan keinginannya, sementara perusahaan memperoleh profit
dari produk yang dihasilkannya. Berdasarkan profit tersebut, perusahaan dapat
melanjutkan kegiatan usaha agar dapat memenuhi keinginan konsumen lebih besar di
masa yang akan dating (Rangkuti, 2002).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial, timbul
pemikiran mutakhir tentang konsep pemasaran yang memiliki pandangan dan
cakupan yang lebih luas dibandingkan sebelumnya. Dalam hal ini aspek etika mulai
mendapat perhatian. Penyempurnaan definisi ini salah satunya adalah yang diusulkan
oleh Ranchhod dalam Hapsari (2006), yang menyatakan bahwa pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memuaskan secara etis
dan sungguh-sungguh dalam memenuhi kebutuhan individu, ekologi dan sosial,
disamping juga untuk mencapai tujuan organisasi.
2.4.2. Pengertian Jasa
Pada kelancaran dan perkembangan suatu perusahaan dalam menarik minat
konsumennya tidak terlepas dari jasa yang ditawarkan atau dipasarkan oleh suatu
perusahaan. Pemasaran merupakan jembatan penghubung antara organisasi dengan
konsumennya. Peran penghubung ini akan berhasil jika seluruh upaya pemasaran
diorientasikan kepada konsumen. Pemasaran jasa yang baik harus didukung oleh
aspek-aspek yang menciptakan pemasaran jasa dan isu-isu strategis yang perlu
diperhatikan oleh para penyedia jasa. Karena pada dasarnya pemasaran harus
Jasa memiliki keseragaman inti yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara
lain sebagai berikut: Menurut Kotler (1995): “Jasa adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya
dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.”
Zeithaml dan Bitner dalam Buchari (2000), menyatakan: “Jasa adalah suatu
kegiatan ekonomi yang outputnya bukan berupa produk fisik, biasanya dikonsumsi
secara bersamaan seiring dengan produksinya, dan memberikan nilai tambah (seperti
kenikmatan, hiburan, santai atau kesehatan) yang pada intinya bersifat tidak berwujud
bagi pembelinya.”
Stanton (1996) mengemukakan: “Jasa adalah kegiatan yang dapat
diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakikatnya bersifat tak terabas
(intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus terikat pada
penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin atau mungkin
pula tidak diperlukan penggunaan benda nyata (tangible). Akan tetapi, sekalipun
penggunaan itu perlu, namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda
tersebut (pemilikan permanen)”.
2.4.3. Karakteristik Jasa
Menurut Stanton (1996) sifat atau karakteristik jasa adalah sebagai berikut:
1. Maya atau tidak teraba (intangibility). Oleh karena jasa-jasa tidak teraba,
konsumen tidak dapat mengambil contohnya (secara mencicipi, merasakan,
2. Tak terpisahkan (inseparability). Jasa kerapkali tak terpisahkan dari pribadi
penjual. Tambahan pula , jasa tertentu harus diciptakan dan digunakan habis pada
saat yang bersamaan. Umpamanya, dokter gigi menciptakan dan menggunakan
hampir keseluruhan jasanya pada saat itu.
3. Heterogenitas. Industri jasa, bahkan individu penjual jasa, tidak mungkin
mengadakan standardisasi dari output. Setiap “unit” jasa agak berbeda dari
“unit-unit” lain jasa yang sama itu. Umpamanya pekerjaan order reparasi seorang
montir mobil tidak sama kualitasnya antara satu order dengan lainnya.
4. Cepat hilang (perishability) dan permintaan yang berfluktuasi. Jasa cepat hilang
dan tidak dapat disimpan. Ada pengecualian penting dalam pernyataan umum
mengenai cepat rusaknya dan penyimpanan jasa-jasa ini. Umpamanya dalam hal
asuransi kesehatan dan jiwa, jasa dibeli. Dan dipegang oleh perusahaan asuransi
(=penjual) sampai saat diperlukan oleh pembeli atau yang berhak menerima
(beneficiary). Pemegangan ini merupakan sejenis penyimpanan (storage).
Menurut Edward and Wheatley dalam Buchary (2000) mengungkapkan
beberapa perbedaan antara jasa dan barang, adalah sebagai berikut:
1. Pembelian jasa, sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
2. Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat berwujud,
dapat dilihat, dirasa, dicium, memiliki berat, ukuran dan sebagainya.
3. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi pada
waktu yang sama.
5. Ramalan permintaan dalam marketing barang merupakan masalah, tidak demikian
halnya dengan marketing jasa. Untuk menghadapi masa-masa puncak, dapat
dilatih tenaga khusus.
6. Masa puncak yang sangat padat, merupakan masalah tersendiri bagi marketing
jasa. Pada masa puncak, ada kemungkinan layanan yang diberikan oleh produsen
sangat minim, misalnya waktunya dipersingkat, agar dapat melayani langganan
sebanyak mungkin. Jika mutu jasanya tidak dikontrol, maka ini dapat berakibat
negatif terhadap perusahaan, karena banyak langganan merasa tidak puas.
7. Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
8. Distribusinya bersifat langsung, dari produsen ke konsumen.
2.5. Teori tentang Pemasaran Rumah Sakit
Pemasaran pada organisasi pelayanan kesehatan mulai dikenal pada awal
tahun 1980. Namun sampai saat ini belum banyak rumah sakit yang memanfaatkan
fungsi pemasaran dalam struktur organisasinya. Kalaupun ada, fungsinya masih
terbatas dan saling tumpang tindih, bahkan ada yang sama sekali belum
memikirkannya. Sampai saat ini pun masih banyak pihak yang menganggap rumah
sakit tidak perlu pemasaran.
Pemasaran dianggap melanggar etika karena pelayanan rumah sakit
merupakan pelayanan yang bersifat sosial. Selain itu, tidak pantas bagi tenaga
kesehatan untuk memasarkan jasanya kepada publik dan saling berkompetisi.
akan mengarah kepada supply induced demand. Persepsi yang keliru ini karena
pemasaran diartikan dalam arti sempit sebagai kegiatan penjualan, periklanan dan
promosi (Mudijana, 2004).
Tiga dekade terakhir ini telah terjadi perubahan signifikan pada
penyelenggaraan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk pelayanan
rumah sakit. Banyak pihak yang tertarik dan terjun dalam sektor ini dengan
mendirikan rumah sakit. Beberapa rumah sakit swasta sejak awal telah menyatakan
dirinya bertujuan mencari laba dari investasi besar yang mereka keluarkan. Sementara
itu, pemerintah sendiri telah memprivatisasi rumah sakitnya dan menyatakan rumah
sakit tersebut harus mandiri dan tidak boleh lagi mengharapkan subsidi dari negara.
Demikian pula telah banyak rumah sakit dan sarana kesehatan lain yang didirikan
dengan modal asing di Indonesia. Semua ini mengakibatkan persaingan semakin
marak dan tajam agar dapat bertahan dan kerkembang. Akhirnya akan memaksa
pengelola rumah sakit mengedepankan pengelolaan institusinya sebagai suatu industri
jasa yang menghasilkan komoditi bisnis. Kegiatan pemasaran sebagai salah satu
kegiatan yang dilakukan oleh entitas bisnis mulai dilirik dan dianggap sebagai salah
satu kiat untuk mempertahankan eksistensi rumah sakit di lingkungan yang sangat
kompetitif (Jacobalis, 2004).
2.5.1. Tujuan Pemasaran Rumah Sakit
Tujuan utama pemasaran pelayanan kesehatan adalah untuk mengetahui
kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai sebuah target pasar. Dengan mengetahui apa
tersebut, maka selanjutnya penyedia jasa akan berusaha untuk menciptakan sebuah
sistem yang memungkinkan pemenuhan kepuasan konsumen yang mengkonsumsi
jasa tersebut. Sehingga apabila konsumen merasa puas maka diharapkan konsumen
tersebut akan melakukan pembelian ulang, mendukung institusi (rujukan, positive
word of mouth dan lain-lain) dan menjadi konsumen yang loyal. Atas dasar tersebut
di atas, pemasaran pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai proses untuk
memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. Proses ini menggambarkan suatu
keadaan yang dinamis. Fokus proses adalah kepuasan konsumen yang memiliki
kebutuhan dan keinginan yang selalu berubah. Sehingga proses disini dibutuhkan
untuk menyesuaikannya dengan perubahan tersebut (Berkowitz, 1996).
2.5.2. Etika Pemasaran Rumah Sakit
Kotler (1995), mengatakan bahwa ada perbedaan antara kebutuhan, keinginan
dan permintaan.
a. Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar.
Manusia membutuhkan makanan, pakaian, perlindungan, keamanan, hak milik,
harga diri dan beberapa hal lain untuk bisa hidup. Kebutuhan ini tidak diciptakan
oleh masyarakat atau petugas pemasaran, karena pada dasarnya sudah terdapat
pada diri manusia.
b. Keinginan adalah hasrat atau pemuas tertentu dari kebutuhan tersebut. Keinginan
tersebut dibentuk oleh kekuatan institusi sosial seperti sekolah, keluarga, dan
perusahaan. Sehingga keinginan dengan sendirinya lebih banyak dari pada
c. Permintaan adalah keinginan akan suatu produk yang didukung dengan
kemampuan serta kesediaan membelinya. Keinginan akan menjadi permintaan
jika didukung dengan daya beli.
Adanya perbedaan ini menyebabkan pengkritik pemasaran mengatakan bahwa
petugas pemasaran mencipkatan kebutuhan atau pemasar membuat orang membeli
barang-barang yang tidak mereka inginkan. Padahal petugas pemasaran tidak
menciptakan kebutuhan, karena kebutuhan itu sudah ada sebelumnya. Peranan
pemasar adalah memengaruhi keinginan dan permintaan dengan membuat suatu
produk yang cocok, menarik, terjangkau dan mudah didapatkan oleh konsumen yang
dituju.
Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa peranan etika pemasaran sangat
penting khususnya bagi jasa pelayanan kesehatan. Sehingga tujuan pemasaran rumah
sakit menurut Jacobalis (2004) seharusnya adalah mengenal dan memahami
kebutuhan dan keinginan pasien dengan sebaik-baiknya, sehingga secara etis jasa-jasa
rumah sakit yang diproduksi dan ditawarkan harus sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan mereka.
Kusumanto (2004) yang mengatakan bahwa kondisi sakit itu sendiri bukanlah
kebutuhan, bahkan dihindari. Oleh karena itu, yang harus dipahami oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah memahami apa sebenarnya
kebutuhan dan keinginan orang sakit itu. Kebutuhan orang sakit adalah pengobatan
atau pelayanan medis yang sifatnya kuratif, atau tindakan medis termasuk pemberian
tempat untuk mendapat pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, ekonomi, budaya dan sosial orang tersebut. Pertimbangan lain yang juga
turut memengaruhi keinginan tadi adalah jenis penyakit yang dideritanya, apakah
masih dapat diatasi sendiri, apakah harus dibantu orang lain, apakah gawat dan
sebagainya.
2.6. Teori tentang Bauran Pemasaran Jasa 2.6.1. Pengertian Bauran Pemasaran Jasa
Bauran pemasaran menurut Kotler (1995) adalah kelompok kiat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar
sasaran. Bauran ini merupakan suatu alat bagi perusahaan yang perlu ditetapkan agar
implementasi strategi pemasaran berjalan dengan baik. Penetapan bauran pemasaran
dilakukan apabila penentuan segmentasi, target pasar dan posisi pasar yang tepat
telah dilakukan.
2.6.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Jasa
Menurut Rangkuti (2002), strategi bauran pemasaran sebagai bagian dari
perencanaan pemasaran minimal harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Produk apa yang dihasilkan
2. Berapa harga yang akan dijual kepada konsumen
3. Bagaimana strategi promosi dapat meningkatkan awareness atas produk /jasa
yang dihasilkan ditengah persaingan.
Khusus untuk bauran pemasaran produk jasa, menurut Lupiyoadi (2001),
keempat hal tersebut di atas belumlah mencukupi. Jika selama ini bauran pemasaran
umumnya dikenal dengan istilah 4 P yang meliputi : product, price, place dan
promotion, maka untuk produk jasa perlu ditambahkan dengan physical evidence,
people dan process. Ketiga hal ini berkaitan dengan perbedaan karakteristik produk
jasa. Salah satu karakteristik adalah produk jasa pada tahap produksi hingga tahap
konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan
mengikutsertakan konsumen dan pemberi jasa secara langsung. Atau dengan kata
lain, terjadi interaksi langsung antara keduanya. Sebagai suatu bauran, unsur-unsur
tersebut saling memengaruhi satu sama lain sehingga bila salah satunya tidak tepat
pengorganisasiannya akan memengaruhi strategi pemsaran secara keseluruhan.
1. Produk (Product)
Manusia memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan produk barang dan jasa.
Produk, menurut Kotler (1995) adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk
memenuhi kebutuhan atau keinginan. Produk juga merupakan keseluruhan konsep
objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai atau manfaat kepada konsumen.
Yang perlu diperhatikan dari unsur ini adalah konsumen tidak hanya membeli fisik
produk itu saja tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut. Terutama pada
produk jasa yang tidak menimbulkan beralihnya kepemilikan dari penyedia jasa
kepada konsumen.
Produk jasa yang dimaksud di sini adalah keseluruhan konsep produk yang