• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotik Teks Lagu-Lagu Melayu Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Semiotik Teks Lagu-Lagu Melayu Sumatera Utara"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MUHAMMAD YUNUS

077009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU

SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD YUNUS

077009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Secara semiotik lagu-lagu Melayu Sumatera Utara biasanya disajikan dengan memakai makna tersembuyi. Artinya pendengar atau penikmat lagu-lagu Melayu haruslah menafsirkan makna yang sisampikan oleh penyanyinya. Misalnya dalam genre hadrah agama Islam itu dilambangkan sebagai di dalam alam amat mulia serta empat belas bulan purnama. Begitu juga dalam lagu Dodoi Didodoi, belahan jiwa aalah simbol terhadap anak kita. Perlambangan ini mendapat kedudukan penting dalam lagu-lagu Melayu. Selain itu dalam lagu-lagu Melayu, simbol anak ini adalah intan payung, sibiran tulang, pengalang jantung, buailah hati, dan seterusnya.

Selain simbol atau lambang, dalam lagu-lagu Melayu juga dijumpai unsure semiotic yang lain, yaitu indeks. Indeks ini dalam lagu Melayu misalnya tercermin dalam kata-kata .

Satu hal penting dalam pertunjukan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara adalah pengutamaan teks dibandingkan aspek music. Artinya, lagu-lau tradisional Melayu Sumatera Utara umumnya disajikan dalam bentuk garapan teks yang begitu ditonjolkan, seperti terus dikembangkan apakah dalam bentuk pantun atau syair. Dengan demikian lagu-lagu Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan kepada music logogenik, yaitu musik yang mengutamakan teks.

lagu-lagu Melayu Sumatera Utara menggunakan bahasa yang umumnya memiliki makna yang tersembunyi. Artinya pendengar mestilah menafsirkan makna apa yang didendangkan si penyanyi. Proses demikian terjadi pada sebahagaian besar lagu Melayu Sumatera Utara.

(4)

ABSTRACT

The Semiotic of Malay songs of North Sumatera are usually performed with a hidden meaning. In other words, the hearers or the fans of the songs should interpret their meanings which are delivered by the singers. For example, in a hadrah genre, the religion of Islam symbolized by a very grateful world along with a fourteenth fullmoon. The same as Dodoi Didodoi song, soulmates are symbols of our children. This symbolization has an important role in Malay songs. Beside that, in the Malay songs, the symbols of children are : Intan Payung, Sibiran Tulang, Pengalang Jantung, Buaian Hati. etc. Besides the symbols or signs, in Malay songs, another element can be found i.e. an index. The index in Malay songs is reflected in the words. The most important thing in Malay songs North Sumatera is majoring the text compared with the music aspects. Malay songs of North Sumatera give the focus on the text very much.

Keyword : semiotics, symbols, signs, signifier, songs, function meaning

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Semiotik Teks lagu-lagu

Melayu Sumatera Utara” ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara Medan.

Meskipun telah berusaha semaksimal dan sebaik mungkin, penulis menyadari

bahwa dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai berbagai kekurangan.

Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

penyempurnaan tesis ini.

Akhir kalam, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya

pemerhati dan peneliti yang tertarik pada kajian kebahasaan.

Medan, Januari 2010

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan

kesehatan dan kesempatan. Karena dengan rahmat dan taufiqNya penulis dapat

menyelesaikan thesis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul penelitian penulis adalah: Analisis Semiotik Teks Lagu-Lagu

Melayu Sumatera Utara. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi

kita semuanya. Penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak membantu penulis baik secara moril maupun secara materil.

Orang tua penulis (alm) Ayahanda Ismail Jafar Ibunda Upik Zahara,

(almarhummah) Makcik Nuraini yang telah membantu dan memperjuangkan penulis

dalam menyelesaikan kuliah di S1.

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM & H.

Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani kuliah

di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. Chairun

Nisa, M.Sc. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani

kuliah di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Ketua Program Studi Linguistik dan pembimbing I Prof. T. Silvana Sinar,

Ph.D. yang telah memberikan ilmu untuk membuka cakrawala penulis.

Sekretaris Program Studi Linguistik Drs. Umar Mono, M.Hum. yang telah

(7)

Pembimbing II Dr. Drs. Eddy Setia, M. Ed. TESP yang telah meluangkan

waktunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Bapak Muhammad Takari yang telah memberikan waktu luang kepada

penulis, membantu dan memberikan informasi-informasi menyelesaikan tesis ini.

Seluruh staf pengajar S2 di Program Studi Linguistik yang telah memberikan

ilmu dan pengetahuan kepada penulis dan seluruh staf S2 di Program Studi Linguistik

(T. Rabullah, S.H., Puput, Wati, Sekar, Nila, dll) yang telah membantu dalam

perkuliahan.

Ucapan terima kasih yang teristimewa istri Dra. Rusyati beserta ananda Meutia

Nanda dan Syifa Salsabila , yang telah memberikan motivasi dalam

menyelesaikan S2 ini.

Peneliti

(8)

Riwayat Hidup

Nama Lengkap : Muhammad Yunus

Tempat, Tanggal Lahir : Sei. Suka Deras, 14 April 1970

Jenis Kelamin : Laki-laki

Golongan Darah : A

Alamat : Perum. Kompleks Dharma Deli, Jl. Serimpi no. 109.

Status Pernikahan : Menikah

Nama Istri : Dra. Rusyati

Nama Anak : Meutia nanda dan syifa Salsabila

Pendidikan Formal :

1. SD Neg. i, tamat tahun 1991

2. SMP Negeri Tanjung Gading, tamat tahun 1993

3. SLTA ALWASLIYAH, tamat tahun 1998

4. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sumatera Utara

(9)

DAFTAR ISI

2.4 Gaya Bahasa dan Hubungan Antar Unsur Keseluruhan ... 18

2.5 Landasan Teori ... 20

BAB III : METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Pendekatan Penelitian ... 37

3.2 Data dan Sumber... 38

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data... 38

3.4 Analisis Data... 39

3.5 Metode Penelitian yang Digunakan ... 40

(10)

3.7 Metode Wawancara ... 42

BAB IV : ANALISIS SEMIOTIK TEKS LAGU-LAGU MELAYU ... 43

4.1 Lagu-lagu ... 45

4.3.1 Dodoi Didodoi ... 46

4.3.2 Lagu Membuaikan Anak ... 47

4.3.4 Lagu Timang ... 49

4.3.5 Tamtambuku ... 50

4.3.5 Si la lau le ... 51

4.3.7 Hadrah ... 52

4.3.8 Nasyid ... 58

4.3.9 Zapin dan Gambus ... 62

4.3.10 Joget dan Ronggeng ... 66

4.3.11 Lagu Laksmana... 68

4.3.12 Lagu Tudung Saji ... 70

4.3.13 Lagu Mak Inang Pulau Kampai ... 73

4.3.14 Tanjung Katung ... 75

4.3.15 Mega Mendung ... 79

4.4 Pembahasan ... 81

4.4.1 Unsur- unsur Semiotika dalam Lirik Teks lagu-lagu Melayu 83

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Simpulan ... 86

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(11)

ABSTRAK

Secara semiotik lagu-lagu Melayu Sumatera Utara biasanya disajikan dengan memakai makna tersembuyi. Artinya pendengar atau penikmat lagu-lagu Melayu haruslah menafsirkan makna yang sisampikan oleh penyanyinya. Misalnya dalam genre hadrah agama Islam itu dilambangkan sebagai di dalam alam amat mulia serta empat belas bulan purnama. Begitu juga dalam lagu Dodoi Didodoi, belahan jiwa aalah simbol terhadap anak kita. Perlambangan ini mendapat kedudukan penting dalam lagu-lagu Melayu. Selain itu dalam lagu-lagu Melayu, simbol anak ini adalah intan payung, sibiran tulang, pengalang jantung, buailah hati, dan seterusnya.

Selain simbol atau lambang, dalam lagu-lagu Melayu juga dijumpai unsure semiotic yang lain, yaitu indeks. Indeks ini dalam lagu Melayu misalnya tercermin dalam kata-kata .

Satu hal penting dalam pertunjukan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara adalah pengutamaan teks dibandingkan aspek music. Artinya, lagu-lau tradisional Melayu Sumatera Utara umumnya disajikan dalam bentuk garapan teks yang begitu ditonjolkan, seperti terus dikembangkan apakah dalam bentuk pantun atau syair. Dengan demikian lagu-lagu Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan kepada music logogenik, yaitu musik yang mengutamakan teks.

lagu-lagu Melayu Sumatera Utara menggunakan bahasa yang umumnya memiliki makna yang tersembunyi. Artinya pendengar mestilah menafsirkan makna apa yang didendangkan si penyanyi. Proses demikian terjadi pada sebahagaian besar lagu Melayu Sumatera Utara.

(12)

ABSTRACT

The Semiotic of Malay songs of North Sumatera are usually performed with a hidden meaning. In other words, the hearers or the fans of the songs should interpret their meanings which are delivered by the singers. For example, in a hadrah genre, the religion of Islam symbolized by a very grateful world along with a fourteenth fullmoon. The same as Dodoi Didodoi song, soulmates are symbols of our children. This symbolization has an important role in Malay songs. Beside that, in the Malay songs, the symbols of children are : Intan Payung, Sibiran Tulang, Pengalang Jantung, Buaian Hati. etc. Besides the symbols or signs, in Malay songs, another element can be found i.e. an index. The index in Malay songs is reflected in the words. The most important thing in Malay songs North Sumatera is majoring the text compared with the music aspects. Malay songs of North Sumatera give the focus on the text very much.

Keyword : semiotics, symbols, signs, signifier, songs, function meaning

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

beribadah, dan dilatarbelakangi oleh lingkungan budaya di mana ia hidup. Budaya

memiliki norma-norma yang menjadi panduan hidup, pilihan mana yang harus

dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Budaya memiliki norma-norma

yang dijadikan panduan dalam hidup semua manusia yang memilikinya.

Kebudayaan dibentuk oleh unsur-unsurnya yang terdiri atas : agama atau

sistem religi, organisasi sosial masyarakat, sistem mata pencaharian hidup atau

ekonomi, sistem peralatan hidup atau teknologi, pendidikan atau ilmu pengatahuan,

kesenian, dan bahasa. Ketujuh unsur kebudayaan itu, membentuk identitas khas

manusia yang menggunakannya. Ketujuh unsur kebudayaan universal ini adalah

wujud dalam masyarakat yang sistemnya kompleks maupun yang relatif sederhana.

Unsur-unsur kebudayaan tersebut saling mendukung satu dengan lainnya, yang

membentuk kebudayaan sekelompok manusia secara umum.

Selain itu, kebudayaan juga diekspresikan ke dalam tiga wujud yaitu: (a)

wujud dalam bentuk gagasan atau ide, (b) wujud dalam bentuk aktivitas atau

kegiatan, dan (c) wujud dalam bentuk benda-benda. Ketiga wujud kebudayaan ini

(14)

ke dalam wujud aktivitas dan benda-benda. Sebaliknya wujud benda-benda dapat

pula digunakan dalam mengkaji hubungannya dengan aktivitas dan ide yang

terkandung di balik benda dan aktivitas yang dilakukan masyarakat manusia.

Dalam konteks masyarakat Melayu Sumatera Utara misalnya, mereka

beridentitaskan agama Islam, sejak abad ketigabelas. Sehingga muncul konsep

kebudayaan yang disebut dengan adat bersendikan syarak—syarak bersendikan

kitabullah. Artinya segala kegiatan adat dan budaya dalam masyarakat Melayu adalah

merujuk kepada hukum Islam (syarak). Jika ada pertentangan antara adat dan agama,

maka rujukannya adalah agama.

Masyarakat Melayu juga mengenal sistem sosial kemasyarakatan yang

diistilahkan dengan turai sosial. Mereka mengenal pihak penerima isteri yang disebut

anak beru. Mereka juga mengenal kerabat karena hubungan perkawinan yang disebut

dengan kelompok semenda. Mereka juga mengenal masyarakat yang mengamalkan

budaya Melayu yang terdiri atas berbagai suku, yang disebut dengan masyarakat

seresam. Mereka juga mengenal golongan masyarakat bangsawan dan awam.

Masyarakat Melayu Sumatera Utara juga mengenal sistem mata pencaharian sebagai

nelayan, petani, pegawai negeri, dan seterusnya. Orang-orang Melayu Sumatera Utara

juga memiliki sistem teknologi seperti sistem peralatan penangkapan ikan seperti

jermal, pukat, jaring, jala, mesin, dan seterusnya. Mereka juga mengenal sistem

pendidikan yaitu sistem pendidikan agama yang disebut pesantren, dan sistem

pendidikan nasional yang disebut sekolah dasar, menegah, sampai perguruan tinggi.

(15)

Serampang Dua Belas, seni hadrah, seni silat, seni inai, seni ronggeng, dan

lain-lainnya. Mereka juga memiliki bahasa ibu yang disebut bahasa Melayu, sosiolek,

Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, dan Labuhanbatu.

Semua orang memiliki kebudayaan, dan setiap kebudayaan mempunyai

bahasa, yang selalu dikaitkan dengan aspek komunikasi verbal. Berbahasa adalah

suatu kegiatan yang kita lakukan saat kita bangun tidur, bahkan kadang-kadang waktu

dalam keadaan tidur dan mimpi. Sehingga kita menganggap bahwa berbahasa itu

adalah suatu keharusan di dalam kehidupan manusia. Bahasa menjadi saluran

komunikasi setiap manusia sebagai makhluk individu dan sosial.

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses

berpikir. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan

jalan pikiran kepada orang lain. Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia

memiliki bahasa. Tanpa adanya bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir

secara abstrak dan rumit, sebagaimana yang lazim digunakan di dalam dunia ilmiah.

Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana objek-objek

yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.

Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu objek

tertentu, meskipun objek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana

kegiatan berpikir itu dilakukan. Kalau kita telaah lebih lanjut, maka bahasa

sebenarnya mengkomunikasikan tiga hal yaitu pikiran, perasaan, dan sikap.

Bahasa digunakan dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat. Ada yang

(16)

pekan, di sekolah, di rumah ibadah, di kerumunan, di warung kopi, dan sebagainya.

Sampai penggunaannya yang lebih formal seperti di universitas, di dalam upacara

adat, upacara keagamaan, upacara kenegaraan, dan lainnya. Begitu juga bahasa selalu

digunakan dalam kegiatan yang bersifat estetis, yaitu pertunjukan lagu atau musik

vokal.

Kegiatan yang bersifat estetis di setiap budaya kerap memunculkan

simbol-simbol, lambang, dan ikon-ikon tertentu yang digali dari sumber budaya itu sendiri.

Keberadaan simbol, lambang, dan ikon tersebut mencerminkan sifat-sifat asli budaya

masyarakatnya. Masyarakat Melayu identik dengan warna kuning, warna yang

menyimbolkan keagungan masyarakat dan budayanya. Kesakralan dan kesucian

masyarakat Cina dilambangkan dengan warna merah. Kajian tentang simbol,

lambang, dan sejenisnya yang memiliki makna pada masyarakat itu disebut semiotik.

1.2 Masalah Penelitian

Dari uraian di atas, maka penulis menentukan dua pokok masalah penelitian ini,

yang akan dipecahkan melalui dua teori utama, dan disertai teori-teori lainnya.

Adapun pokok permasalahan penelitian ini adalah:

(1) Bagaimanakah makna teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara?

Permasalahan ini akan dijawab dengan menggunakan teori semiotik.

(2) Bagaimanakah peran bahasa Melayu dalam lagu-lagu Melayu Sumatera

(17)

Istilah teks yang penulis maksud adalah mencakup struktur teks, jumlah bait,

garapan teks, pengolahan kata dan suku kata, hubungan sampiran dan isi, aspek

spontanitas dalam pertunjukan, hubungan teks dengan melodi lagu, ritme gendang,

naik turunnya nada, densitas nada, wilayah nada, nada dasar, kontur, formula

melodis, aksentuasi, frekuensi nada, dan hal-hal sejenis.

1.3 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah penelitian di atas, maka tujuan peneliti adalah

sebagai berikut:

(1) untuk mendeskripsikan makna semiotik yang terdapat dalam teks lagu-lagu

Melayu Sumatera Utara;

(2) untuk mendeskripsikan peranan teks lagu-lagu Melayu dalam seni

pertunjukan Melayu Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam beberapa hal:

(1) Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk memahami tentang makna

semiotik teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara.

(2) Menginformasikan dan melestarikan seni tradisional Melayu kepada

masyarakat luas.

(3) Menambah khasanah kepustakaan atau bahan bacaan dalam bidang linguistik,

(18)

(4) Sebagai acuan dan konsep bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Linguistik

Secara umum, linguistik sering dikatakan sebagai ilmu tentang bahasa, karena

bahsa dijadikan sebagai objek kajiannya. Linguistik tetap merupakan ilmu yang

memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Sebagai

contoh peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika, dan lain-lain.

Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang artinya bahasa.

Selanjutnya, menurut Verhaar (1987:1) linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik

berasal dari kata lingua yang artinya bahasa. Kata Latin itu masih dijumpai dalam

banyak bahasa yang berasal dari bahasa Latin, misalnya dalam bahasa Perancis

(langue, langage), Italia (lingua), atau Spanyol (lengua). Selanjutnya Verhaar

(2001:4) menjelaskan bahwa ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum

artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa

Inggris atau bahasa Indonesia), tetapi linguistik itu menyangkut bahasa secara umum.

Linguistik modern berasal dari sarjana Swiss Ferdinand de Saussure, yang

dalam bukunga Cours de linguitique general (‘Mata Pelajaran Linguistik Umum’),

yang terbit pada tagun 1916 secara anumerta. Dengan memakai istilah de Saussure,

dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja,

(20)

Ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Arab,

China, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Linguistik membahas

bahasa sebagai kajian yang hakiki.

Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, terdapat lagu-lagu yang

menggunakan bahasa Melayu. Di antara genre-genre lagu itu adalah lagu Dodoi

Didodoi, Membuai Anak, Mengayun Anak (Dadong), Si Lau Le Si Lau Kong,

Tamtambuku, Nasyid, Hadrah, Rodat, Barzanji, Marhaban, Syair, Lagu Populer

Tradisional, dan lainnya.

Aspek yang menonjol dalam lagu-lagu Melayu Sumatera Utara ini adalah

pantun. Pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas: empat baris

dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan

sedikit variasi dan pengecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit:

pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide.

Ciri-ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan

internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang

dapat dilihat dan didengar, yang termasuk hal-hal berikut ini.

(1) Terdiri atas rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri atas

baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2, 4, 6, 8, 10 dan seterusnya, tetapi yang

paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat

kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila

termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah

(21)

ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks,

yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada dua

kuplet maksud. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang

(sampiran) dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet:

satu kuplet pembayang dan satu kuplet maksud. (5) Adanya skema rima yang

tetap, yaitu rimaakhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga

terdapat rima internal, atau rima pada perkataan-perkataan yang sejajar, tetapi

tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang

dominan dalam pembentukan sebuah pantun. (6) Setiap stanza pantun, apakah itu

dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan

lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara

subjektif berdasar pada pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk: (7)

Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan, pada tanggapan dan

dunia pandangan (world view) masyarakat. (8) Adanya hubungan makna antara

pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau

abstrak atau melalui lambang-lambang ( Piah 1989: 91,123, 124).

Dalam teks ronggeng, ciri-ciri pantun seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah

tersebut juga berlaku. Namun, karena pantun ini disajikan secara musikal, akan

(22)

biasanya disajikan berulang-ulang mengikuti ulangan-ulangan

melodi.

(2) Walau prinsipnya teks ronggeng mempergunakan pantun, namun pantun

ini tidak sembarangan dimasukkan, sudah ada melodi yang khusus

dipergunakan untuk teks yang menjadi ciri utama lagu-lagu tersebut.

Pada bagian ini pantun tak boleh masuk.

(3) Pantun dalam ronggeng juga selalu dapat diulur atau dipadatkan sesuai

dengan kebutuhan melodi musik yang dimasukinya.

(4) Pantun-patun dalam ronggeng juga dapat disisipi oleh kata-kata interyeksi

seperti: ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, dan lain-lainnya, di

tempat-tempat awal, tengah, atau akhir baris.

(5) Selain itu, dalam satu baris tidak harus mutlak terdiri atas empat kata atau

sepuluh suku kata, tetapi bisa lebih melebar dari ketentuan pantun secara

umum.

Hal ini memungkinkan terjadi, karena teks tersebut disampaikan secara melodis

(prosodi). Misalnya untuk memperpanjang beat, dapat dipergunakan dengan

teknik melismatik, sebaliknya dengan teknik silabik dengan durasi yang relatif

pendek. Keadaan seperti ini terjadi pada keseluruhan syair madihin, yang

berdasarkan kepada pantun. Sifatnya lebih elastis terhadap tata aturan pantun,

(23)

2.2 Tinjauan Pustaka

Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu disiplin yang mempunyai tahap-tahap

dan prosedur tertentu, yang sering disebut dengan pendekatan ilmiah. Di antaranya

adalah: rasionalisme, empirisme, determinisme, hipotesis dan pembuktian, asumsi,

pengamatan, penelitian, dan lainnya (Lihat Denzin dan Lincoln, 1995).

Pendekatan saintifik biasanya menggunakan teori tertentu. dalam mengkaji

fenomena alam, biologi, sosial, budaya, dan lain-lainnya. Teori memiliki peran

penting dalam pendekatan ilmiah. Dengan teori seorang ilmuwan dibekali dasar-dasar

bagaimana mencari dan mengolah data--sehingga didapatkan kesimpulan yang absah.

Teori menurut Marckward (1990:1302) memiliki tujuh pengertian: (1) sebuah

rancangan atau skema pikiran, (2) prinsip dasar atau penerapan ilmu pengetahuan, (3)

abstrak pengetahuan yang antonim dengan praktik, (4) rancangan hipotesis untuk

menangani berbagai fenomena, (5) hipotesis yang mengarahkan seseorang, (6) dalam

matematika adalah teorema yang menghadirkan pandangan sistematik dari beberapa

subjek, dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik. Jadi dengan demikian,

teori berada dalam tataran ide orang, yang kebenarannya secara empiris dan rasional

telah diujicoba. Dalam dimensi waktu teori-teori dari semua disiplin ilmu terus

berkembang.

Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang teori semiotik yang digunakan

dalam kajian ini.Adapun keterangan tentang teori ini tak terlepas dari kajian pustaka

(24)

Kegiatan manusia akan menjadi hakikat bahasa jika dengan mudah untuk

memahami bahasa tersebut. Chaer (1994:33) menyatakan sifat atau ciri bahasa itu

antara lain: (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang,

(3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu

bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik (8)

bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu produktif, (10) bahasa itu bervariasi,

(11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi

sosial, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Ridwan (2006:1) menambahkan bahwa bahasa demikian berperan dan

pentingnya, dan demikian pula luas jangkauannya dan ruang lingkupnya, sehingga

kadang kala hadir pendapat yang mengatakan tanpa bahasa kehidupan manusia tidak

mempunyai arti sama sekali, dan malahan ada pula pendapat ekstrim yang

mengatakan bahwa tanpa bahasa dunia tidak akan berputar.

Selanjutnya manusia dalam hubungannya dengan bahasa sudah merupakan

lepat dengan daun yang tidak dapat dipisahkan. Bentuk dan keinginan apapun yang

dipunyai manusia memerlukan bahasa. Demikian pentingnya kedudukan dan fungsi

hingga berakibat hadimya berbagai batasan mengenai bahasa.

2.3 Semiotik Linguistik

Kajian makna tidak dapat dipisahkan dari dua istilah yang berkaitan, yaitu

semiotika dan semantik. Semiotika adalah bahasa, berbeda dengan semiotik umum

(25)

sosial yang terdiri dari unsur arti, bentuk, dan ekspresi. Pemakaian bahasa

membentuk semiotik, yang terdiri dari semiotik denotatif dan konotatif. Bahasa

sebagai semiotik sosial dalah linguistik fungsional sistemik yang dalam teorinya para

pakar linguistik fungsional sistemik menkaji bahasa dengan cara berbeda dengan

kajian linguistik formal. Ciri utamanya adalah pendekatan arti ke bentuk dan

pelibatan konteks sosial, yang berbeda dengan kajian linguistik formal dengan

pendekatan bentuk arti tanpa pelibatan konteks sosial.

Semiotika adalah cabang ilmu yang mempelajari makna dan lambang.

Semiotika misalnya mengkaji arti warna dalam masyarakat seperti warna busana,

pengantin di berbagai daerah di Indonesia.

Menurut Wiryaatmadja (1981:4) Semiotika adalah ilmu yang mengkaji

kehidupan tanda dalam maknanya yang luas di dalam masyarakat , baik yang

lugas (literal) maupun yang kias (figuratif) , baik yang menggunakan bahasa

maupun non bahasa. .

A. Teeuw (1982:18) memberikan batasan semiotika adalah tanda sebagai

tindak komunikasi. Ferdinand de Sausurre (dalam Takari dan Fadlin, 2009:54)

menyatakan : Semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan

masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu“. Eco (1976:7) membatasi tanda

sebagai segala sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Selanjutnya Chandler

(2007:2) menyatakan bahwa semiotik adalah kajian tanda, yang mencakupi kajian

tentang sistem tanda dan pemakainnya. Secara saintifik istilah simiotik berasal dari

(26)

mendefenisikan semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan

dengannya : cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain ,

pengirimannya , dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.

demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur

karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyayian burung dapat dianggap sebagai

tanda. Dengan pengertian ini, semiotik mencakupi penyampaian (produksi) dan

pemahaman (interpretasi) arti dengan menggunakan tanda. Umumnya semiotik terdiri

dari dua unsur yaitu arti (yang dinyatakan dengan tanda dan ekspresi). Arti

direalisasikan oleh ekspresi. Misalnya, dalam semiotik lalu lintas “berhenti”

direalisasikan oleh lampu merah. Selanjutnya, "waspada" dan "jalan" masing-masing

dikodekan oleh lampu kuning dan hijau. Dengan pengertian kajian realisasi "arti” ke

dalam "ekspresi," kajian semiotik mencakupi atau berlangsung dalam semua disiplin

ilmu, bidang lingkup yang lebih luas,seperti: (a) tari, (b) musik, (c) seni lukis, (d)

bahasa, (e) sastra, (f) antropologi, (g) psikologi, (h) matematika, (i) kimia, (j)

lomunikasi, (k). biologi, dan lain-lain.

Sebagai contoh, Saragih (2008:52) mengungkapkan bahwa lenggak-lenggok

badan dan gerak tangan, kedip mata, dalam tari adalah ekspresi "arti.” Demikian

pula lambang atau tanda dalam fisika, matematika, biologi, dan kedokteran adalah

ekspresi untuk menyapaikan "arti" apakah yang dimaksud dengan tanda bahasa?

(27)

(a) Simbol Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat konvensional

(berdasarkan kesepakatan umum). Contoh: Gambar timbangan di

pengadilan sebagai lambang keadilan.

(b) Ikon Hubungan antara tanda dengan yang ditandai berdasarkan kemiripan

atau kesamaan. Contoh: Gambar pompa bensin di jalan raya

melambangkan pompa bensin terdekat.

(c) Index Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat kausal.

Contoh : Jika, terlihat asap berarti ada api.

Berdasarkan 3 jenis tanda yang telah disebutkan, sebagian besar tanda bahasa

termasuk simbol, kecuali onomatope termasuk dalam ikon.

Tanda bahasa yang termasuk onomatope ada yang memiliki kesamaan

gambar/piktogram dan kesamaan bunyi dengan yang ditandai. Kesamaan gambar

disebut kesamaan grafis, misalnya Aksara Bahasa Sumeria sekitar 3000 tahun yang

lalu. Pada awal perkembangan aksara terseut berbentuk gambar (kata ikan diwakli

dengan tanda gambar ikan). Kesamaan fonis dijumpai pada kemiripan bunyi,

misalnya ayam berkokok, lembu melenguh, kuda meringkik. Selanjutnya Morris

(dalam Pattinasarany 1996 : 3) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu menegenai

tanda, baik yang bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu

bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan , bersifat

sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung untur yang dibuat buat “..

Beberapa sarjana menganggap linguistik adalah cabang dari semiotika. Jadi semiotik

(28)

karena melingkupi tidak hanya ilmu bahasa (linguistik) dan sastra tetapi juga aspek

atau pendekatan tertentu dalarn ilmu seni (estetika), antropologi, budaya, filsafat, dan

lain lagi, menurut (Teeuw 2003:40).

Semiotik linguistik dan semiotik sastra merupakan suatu gejala semiotik sosial

yang terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi pada suatu asumsi umum untuk semiotik

bahwa tanda dan penanda mengacu pada objek, agen dari material dan dunia sosial

budaya yang terdapat di masyarakat. Oleh karena itu dengan mempresentasikan

lagu-lagu dalam tanda dan penanda pada budaya Melayu akan terdapat dalam hakikat

hidup dan kehidupan manusia. Semiotik linguistik Ferdinand de Saussure terkenal

dengan strukturalisme dalam tradisi linguistik diakronik yang konsepnya dapat

dibagikan ke dalam: “langue parole,” sintagmatic paradigmatic, dan

“signifier-singnified.” Adapun yang dimaksud dengan langue-parole adalah bahasa

sebagai objek sosial yang murni dalam wujudnya sebagai suatu sistem sedangkan

parole adalah merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Dan untuk

sintagmatic adalah relasi bentuk secara horizontal begitu juga sebaliknya dengan

paradiginatik (Sibarani 2008:66).

Selanjutnya (Sibarani 2008:64) semiotik menurut Charles Sanders Pierce adalah

pengetahuan tentang realitas yang herstatus mandiri diperoleh melalui tanda-tanda,

dan proses demikian itulah yang disebut dengan semiosis, yakni proses pernbentukan

makna tentang realitas tanda-tanda dan melibatkan tiga unsur yakni; (....) by

semiosis' I mean [ ... ] an action, or influence, which is, or involves, a cooperation of

(29)

tri-relative influence not being in my resolvable into actions between pairs. Seperti

bagan di bawah ini:

Gambar 1: Semiosis Tahap 1, Proses Pembentukan Interpretansi

(Sumber: Sibarani, 2008)

Kebiasaan Tak sadar

Keyakinan Prasadar

Sangsi Sadar

Interpretant Sadar Hasil abduksi

Hasil deduksi

Hasil induksi

Gambar 2: Semiosis Tahap II, Tipologi Tanda (Sumber : Sibarani 2008)

Gambar 3: Semiosis Tahap M: Perbedaan Tanda 1. Ground Quallsign (suatu kualitas Sinsign (sin= L!egisign hukum

yang merupakan suatu, "hanya sekali"; atau konvensi yang

tanda, mis"keras" suara peristiwa yang berupa tanda. Setiap

Sebaga itanda merupakan suatu tanda konvensional

(30)

pada sungai sebagai Rambu Ialu fintas

tanda hujan di hulu, sebagaitanda.

2. Objek Ikon tanda yang penanda Indec (petunjuk) Symbol suatu tanda

dan petandanya ada tanda yang penanda yang penanda dan

kemiripan mis. Potret;peta ada hubungan petandanya arbitrer

alamiah,mis. asap konvensional mis.

Kata-kata.

31nterpretant Rheme tanda suatu Dicent sign tanda Argument tanda

kemungkinan kualitatif, eksistensi aktual suatu aturan, yang

yaitu yg memungkinkan suatu objek, mis. langsung

menafsirkan berdasarkan Tanda larangan memberikan alasan,

piihan, mis. "mata merah" parkir adalah mis. Gelang akar

bisa baru menangis, tapi kenyataan tidak bahar dengan alasan

Bisa juga yg lain. boleh parkir. kesehatan.

Semiotik dalam pandangan Ferdinand de Saussure dan Charle Sander Pierce

yang di atas dapat diketahui dimana, perbedaan dan persarnuan maka, untuk pantun

ronggeng Melayu Deli dapat ditelusuri dengan sistem sosial dalam bahasa dapat di

Iffiat pada bagan di bawah ini dalam perfektif Linguistik Fungsional Sistemik bahasa

(31)

Gambar 4: Figura 1 Bahasa dan Konteks Sosial (Sumber : Saragih. 2008)

Ideologi

Budaya

Konteks Sosial

Bahasa Situasi

Bahasa merupakan produk sosial yang arbiter dan tersistem dengan perangkat

perangkat dalam pada manusia. Hanya manusia yang memiliki kesempurnaan bahasa

dibanding makhluk lain karena, bahasa yang dilakukan pada manusia dapat dipahami

dengan adanya penutur dan petutur. Begitu juga dalam lagu-lagu Melayu. Dengan

kata lain semiotik yang dilakukan dalam lagu-lagu Melayu adalah situasi sosial dalam

meyampaikan maksud dan tujuan.

Pandangan menurut Eco pemakaian bahasa dalam mewujudkan tanda dan

penanda dengan menggunakan pendekatan bahasa akan memudahkan untuk

menafsirkan tanda dan penanda yang sebenarnya. Kebenaran akan tanda dan penanda

itu dapat ditelusuri dari teks bahasa lisan maupun teks bahasa tulisan. Perbedaan akan

bahasa lisan dan bahasa tulisan akan dapat diketahui jika pemakaian bahasa yang

(32)

2.4 Gaya Bahasa dan Hubungan antar Unsur Keseluruhan

Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media

komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara bergaya dengan tujuan

untuk ekspresivitas pengucapan. Gaya bahasa meliputi seluruh unsur bahasa; intonasi,

bunyi, kata, dan kalimat.

Gejala-gejala itu sebagian merupakan unsur sistem bahasa yang bersifat

fonemik, sehingga langsung relevan dengan pemakaian struktur kata dan kalimat.

Dalam komunikasi lisan banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh

hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang sering kali sangat

penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan.

Bahasa merupakan alat untuk menyatakan pikiran, perasaan, cita-cita, dan

angan-angan. Dalam pengertian yang paling dalam dan luas, bahasa dengan

sendirinya menjelaskan pandangan dunia kelompok. Bahasa mcrupakan sistem tanda

yang terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa (langage) dibedakan menjadi

sistem tanda yang terdiri atas significant dan signifie (penanda dan petanda atau tanda

dan makna), dan bahasa dalam pemakaian yang terdiri atas, langue dan parole

(bahasa umum dan bahasa yang diucapkan). Menurut dikotomi di atas, aspek-aspek

sosial bahasa terkandung dalam langue sebab langue merupakan sistem kode yang

telah disepakati dan dengan demikian telah diketahui bersama oleh masyarakat yang

(33)

Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda itu adalah semiotik.

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai arti dan

makna, yang ditentukan oleh konvensinya, karya sastra, merupakan struktur

tanda-tanda yang bermakna. Karya sastra, itu karya seni yang bermedium bahasa.

Bahasa sebagai bahan sastra sudah merupakan sistem tanda yang mempunyai arti.

Sebagai bahan karya sastra, bahasa disesuaikan, dengan konvensi sastra, konvensi arti

sastra yaitu makna (significance). Dipandang dari konvensi bahasa, konvensi sastra,

itu adalah konvensi "tambahan" kepada konvensi sastra menurut Pradopo (2002:94).

Dalam pemahanan bahasa dan sastra, khususnya syair pantun, teori

strukturalisme dan semiotik itu tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara struktur

tanda dan makna itu tidak terpisahkan. Analisis struktural untuk melihat hubungan

antar unsurnya, sedangkan penerangan semiotik untuk memberikan arti

unsur-unsumya sebagai tanda yang bermakna. Diagram di bawah ini menunjukkan

kedudukan pendekatan bentuk, fungsi, makna disamping bentuk-isi, struktur-fungsi,

dan strukturalisme oleh Ratna (2005:129).

Gambar 5: Kedudukan Pendekatan Strukturalisme

Bentuk ftmgsi makna

Bentuk isi

Struktur fungsi

Struktur(alisme)

Terbentukmya sistematika dalam strukturalisme maka pada umumnya, yang

(34)

Fungsi adalah antarhubungan bermakna diantara unit-unit yang terlibat, dalam hal ini

fungsi dapat dibedakan atas fungsi manifest (nyata) dan fungsi latent (tersembunyi).

Fungsi manifest adalah fungsi yang tampak, fungsi yang dikehendaki dan disadari

oleh partisipan system tersebut. Sedangkan fungsi latent adalah fungsi yang

terselubung, fungsi yang tidak dikehendaki dan tidak disadari oleh masyarakat yang

bersangkutan, sebagai hasil sampingan. Strukturalisme dan semiotik akan sejalan

dalarn memproses gaya bahasa dan unsur kesusastraan yang diwakili dari

fungsi-fungsi bahasa. Setelah fungsi bahasa tersebut ditelaah dengan tanda dan

penanda, maka arti antara analisis struktur dan analisis semiotik akan dapat

dikonvensikan dengan menggunakan catatan-catatan bahasa sebagi media untuk

memerikan unsur gaya bahasa yang dibangun. Kemampuan gaya bahasa dalam

menelaah unsur bahasa dan kesusastraan dapat diteliti melalui makna logis bahasa

dan makna objektif dalam kesusastraan. Hal ini tercermin dalam setiap penggunaan

bahasa dalam kesusastraan yang memetaforakan kalimat sebagai unsur gaya bahasa.

2.5 Landasan Teori

Teori semiotik adalah pembacaan, kajian dan analisis yang merujuk kepada

tanda-tanda yang wujud di dalam teks-teks sastra. Pada dasarnya, kehadirannya

adalah sebagai suatu pengembangan dari teori strukturalisme. Pemikiran bahwa sastra

yang menggunakan wahana bahasa itu ditegaskan sebagai bahasa-adalah sistem

tanda, dan merupakan suatu kesatuan antara dua aspek penanda dan petanda adalah

(35)

petanda bukanlah makna denotatif Kedua-duanya adalah sesuatu atau subjek yang

dirujuk oleh tanda.

Tanda-tanda itu wujud dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan untuk

memahaminya haruslah dipahami tanda itu melalui analisis bahasanya. Sebelum itu,

linguistik dalam menyingkap makna menyusur sejarah asal usul kata, juga tradisi

bahasanya, tetapi kini makna dilihat sebagai fungsi daripada sebuah sistem bahasa

(apakah sikap ini tidak ada sebelum pascamodern? Dan apakah kita begitu saja

menghapus makna lama?). Dalam sistem bahasa itu tersimpan makna yang merujuk

kepada penggunaannya. Lalu dirumuskan suatu pemaknaan tanda-tanda sistem

bahasa itu, dan wujudlah sesuatu yang dinamakan semiotik yang akhirnya berdiri

sebagai sebuah teori.

Mengikuti semiotik, harus bermula daripada latar pembinaannya. Semiotik

strukturalisme Saussure (1857-1913), adalah teori yang mengkaji dalam bahasa atau

susunan atau struktur dengan konsep utamanya sign dan meaning atau bentuk dan isi,

atau paradigmatic dan syntagmatic yang kemudiannya dalam sastra melahirkan

signifier dan signified atau penanda dan petanda. Kajian utama Saussure ialah

lingustik struktural dan teori landa, yang diresapi oleh pemikiran Meillet, Humboldt

dan Whitney. Pemikiran selaras dengan Jacobson, Levi-Strauss, Peirce, dan Barthes.

Dua orang pelajamya, setelah ketnatiannya mengumpulkan seri kuliahnya lalu

menerbitkan Course in General Linguistics yang pertama kali terbit pada yang

(36)

Bagi Saussure bahasa adalah suatu sistem tanda yang berfungsi sebagai

sebuah kode operasional oposisi binari. Oposisi binari itu menghasilkan tingkatan

kompleksitas yang lebih tinggi, yang menggunakan imajinasi atau simbol dalam

bahasa. Jika ia diturunkan ke dalarn teks-teks sastera akan menghasilkan karya-karya

yang berarti .

Pemikiran stukturalisme sebenamya hasil kajian tentang teori Aristoteles yang

memperkenalkan konsep wholness, unity, complexity, dan coherence yang dijelmakan

semula dengan makna yang hampir sama. Strukturalisme mempunyai beberapa ciri

umum. Pertama, bahan kajian dilihat sebagai suatu keseluruhan yang membentuk satu

sistem dengan komponen-komponen dalan sistem itu saling berkaitan dan ditentukan

oleh struktur keseluruhan sistem itu. Kedua, setiap sistem mempunyai struktur dan ia

mendasari hukum-hukum struktur. Ketiga, fikiran manusia bergerak dalam oposisi

binari, yaitu setiap perkara ada lawannya, misalnya malam/siang, kecil/besar dan

sebagainya (Holderoft, 1991:81-89). Teori semiotik memodifikasikan pemikiran itu

terutamanya hubungan antara satu struktur yang lain, yaitu hubungan antara penanda

dengan petanda, perkataan dengan makna, dan sebagainya. Semiotik adalah hasil

penyesuaian dan penerapan konsep bahasa Ferdinand de Saussure. Strukturalisme

tidak akan terlepas daripada pekedaan golongan formalisme yang meletakkan nilai

estetik kepada susunan dalam teks semata-mata, seperti kata Jacobson salah seorang

pengemukanya, poetic function text terletak pada kode metrum, rima, paralelisme,

pertentangan, kiasan, majas dan sebagainya yang membentuk realitas formalisme

(37)

keduanya daripada pemikiran yang sama (Holensteirl, Elmar (1994:254-258). Yang

penting ialah pemikiran Saussure tentang adanya struktur luaran dan dalaman dan

mementingkan bacaan permukaan tanpa adanya hubungan dengan yang dalam serta

makna adalah hasil daripada pertanda. Makna itu adalah hasil hubungan, relasi, dan

regulasi diri dan ia bersifat ahistorikal, yaitu tanpa bergantung pada asal usul, orang

yang mengusulkan dan latarnya sesuai dengan pemikiran pembinasaan terhadap

fungsi sejarah dan motivasinya. Pemikiran serta peradaban manusia berkembang

secara struktur dan untuk memabami manusia harus memahami strukturnya melalui

sistem pertandaan.

Perkatan semiotik sebenarnya berasal daripada perkataan Yunani, yaitu dari

akar kata semeion yaitu tanda atau sign membawa maksud sains umum yang

mengkaji sistem perlambangan (Saussure, 1983:24). Tanda atau lebih khusus

pengkaji menyatakan sebagai satu sistem, membicarakan subjek yang berhubungan

dengan komunikasi dan ekspresi. Semiotik menyusur bahasa sebagai suatu sistem,

antaranya sistem itu ialah yang berurusan dengan aspek teknik dan mekanisme

pengucapan dan penciptam di samping mengkhususkan penelitiannya dari sudut

ekspresi dan komunikasi. Dalam kehidupan manusia, segala penuturan, gerak laku

dan perbuatan adalah kaya dengan sistem-sistem perlambangan; sama ada bersifat

sahih atau kabur, yakni lambang-lambang yang sukar dipahami. Lambang-lambang

seperti ini hanya mampu dikaji dan diselongkari oleh satu disiplin yang mantap.

Semiotik mengkaji segala sistem perlambangan yang diciptakan manusia

(38)

tanda-tanda dan lambang dalam budaya manusia itu. Julia Kristeva pula menegaskan

bahwa semiotik itu mempunyai kaedah analisis yang cukup ideal dan mempunyai

cara yang cukup khusus lagi berfungsi bagi menyelesaikan sebarang konsep

pertandaan. Ini menandakan bahwa semiotik adalah satu ilmu yang sangat luas

sifatnya dan digunakan untuk sebarang bidang kajian.

Istilah semiotik pertama kalinya digunakan oleh Charles S.Peirce pada abad ke–

19 untuk merujuk doktrin formal tanda-tanda (Kris Budiman, 1999:107). Namun,

sejak zaman Yunani lagi, Plato dan Aristoteles telah menggunakannya dengan

maksud mengkaji sistem perlambangan dan membina kaedah tanda-makna. Budaya

Stoik yang mengembangkannya dalam abad ketiga dan kedua sebelum Masehi.

Penguasaan mereka terhadap ilmu tanda-semeion, penanda-semainon dan

petanda-semainomenon sangat maju dan menjadi lambang tamadun bangsa zaman

itu. Oleh karena kemudiannya, kajian tanda menjurus kepada begitu rencam dan

sukar, akhimya ia tersingkir dan sejak itu semiotik tidur dalam sejarah. Apabila

teks-teks romantisme pada abad ke-17 menggunakan tanda-tanda mengelakkan dari

kesan penentangannya terhadap feodalisme, semiotik hidup semula dalam usaha

memahami makna-makna yang tersirat. John Locke, filosof Inggris yang

mengembangkan abad itu dan menyebut semiotik sebagai doktrin perlambangan.

Bagaimanapun, hanya pada abad ke -19, semiotik mendapat tapak yang kukuh

(39)

Teori semiologi ini menganggap kajian terhadap bahasa harus berbentuk

saintifik, bukannya seperti yang dilakukan sebelumnya hanya sebagai andaian dan

hipotesis belaka. Daripada mengkaji bahasa atau. komunikasi melalui tanda-tanda

bahasa akhimya akan memperoleh makna.

Dalam perbincangannya tentang semiologi, Saussure mencoba membuat garis

kasar sebagai suatu disiplin baru tentang penganalisisan bahasa untuk masa hadapan

dan juga coba meramalkan arahnya pada masa akan datang; yang akhimya ia muncul

menjadi sebuah teori yang inempunyai kaedah yang mantap dan kukuh. Kejayaan

Saussure juga meletakkan asas yang kuat supaya semiologi berdiri sendiri sebagai

sebuah disiplin ilmu. Seperti yang difaharni dalarn falsafah tanda, wujud dalam

pelbagai dimensi kehidupan dan dalarn pelbagai disiplin seperti antropologi,

sosiologi, psikologi, dan sebagainya.

Otonomi ini tercapai dengan metode semiologinya mempunyai sudut

pandangan eksklusif dan komunikannya yang tersendiri. Somiologi menurut sudut

pandangnya dan analisisnya tidak berkongsi dengan disiplin yang lain dan mampu

mengkaji segala permasalahan kebahasaan dalam pelbagai sudut (Hervey, 1982:15).

Semiologi mengkaji tanda-tanda yang dipengaruhi dan merujuk kehidupan

sosial. Mekanisme analisis Saussure bersifat emotif daripada bersifat teknikal yang

wujud dalam kajian bahasa sebelumnya, ia lebih cenderung kepada interpretasi secara

langsung dalam istilah-istilah yang digunakan dan akan menghasilkan interpretasi dan

dapatan yang berbeda mengikuti kognisi yang berbeda daripada penganalisisannya.

(40)

sistematisdan intelektual untuk mendapatkan makna (Holdcroft, 1991:211-214).

Saussure juga meletakkan asas semiologi yang membincangkan dan mengkaji bahasa

dalam konteks konvensi, norma sosial, perhubungan yang berkaitan dengan

penguraian sistematik, nilai-nilai sistem dalam kode, sintagmatik dan sistem-sistem

konstruksional bahasa. Saussure menggunakan tipologi teoriks bagi membina

kerangka teorinya (Hervey, 1982:236).

Charles Sander Peirce menggunakan istilah semiotik yang juga

menganggapnya, satu cabang epistemologi saintifik, justru ia meletakkan logisme

dalam analisisnya. Semiotik Peirce didefinisikannya sebagai teori umum untuk tanda,

meliputi satu bidang yang tua. Bidang lingkungan Peirce menjangkau kepada

simbol-simbol gambar dan angka.

Semiotik Peirce mengacu kepada falsafah tanda, klasifikasi tanda, signifikan,

arti, dan fungsi tanda. Dalam teori semiotiknya, Peirce menguraikan aspek-aspek

tersebut secara terperinci sambil menekankan kepada aspek signifikasi. Sebuah tanda

membawa makna, tetapi ia tertakluk kepada orang yang menafsirkannya, malna boleh

berubah-ubah dan inilah yang dimaksudkannya sebagai signifikasi tanda itu. Semiotik

Peirce yang terkenal sebagai teori umum tanda pembuka jalan kepada suatu analisis

dan proses pemahaman tanda.

Roland Barthes adalah tokoh terpenting yang menggunakan teori semiotik ini

menyatakan teori ini sesuai dan unggul untuk sebarang kajian bahasa, terutama sastra,

juga aspek kebahasaan yang lain dalain keilmuan. Tegasnya, kajian bahasa semiotik,

(41)

dengan lambang-lambang yang perlu pula diberikan arti setiap satunya. Meskipun

kajian bahasa milik linguistil, tetapi semiotik adalah milik sastra dan ilinu yang

lainnya. Justru itu, semiotik akhimya muncul sebagai teori unggul dan mantap dalam

memahami bahasa terutamanya aspek penandaannya (Barthes,1967:80). Kajian

semiotik adalah kajian wacana. Analisis wacana bahasa semiotik mampu mengurai

segala fenomena kebahasaan, terutamanya yang berkaitan dengan tanda, penanda dan

petanda dan menjangkau segala-galanya yang berhubungan dengan perlambangan

(Barthes, 1989: 45).

Menurut Culler (1975:31), memuat analisis semiotik bukan sekedar

penguraian, tetapi mengupas dan membongkar sistem-sistem yang terkandung dalam

bahasa, juga menentukan segala makna yang berhubungan. Di dalam bahasa,

tanda-tanda digunakan pelbagai cara dan bertaburan di sana sini. Tanda-tanda itu pula

merujuk kepada budaya, sosial dan pendidikan penggunanya. Pendekatan semiotik

mengkaji budaya yang terungkap dalatn bahasa dengan itu masyarakat mampu

memahami cara hidup yang mereka lalui.

Narna Jury M Lotman, dikaitkan dengan semiotik yang berkembang di Rusia.

Pendekatan yang digunakan oleh Lotman yang bekerja rapat dengan sarjana-sarjana

yang berhubung dengan Institut Ka/ian Slavonic di Moscow yang telah menerbitkan

Work on Sign System. Hasil keda-kerja Lotman boleh dikatakan hasil lanjutan dari

pendekatan formalisme Rusia. Bagi Lotman, bahasa dalam teks adalah eksploitasi

yang melahirkan tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai hubungan dengan apa

(42)

Tegasnya, penanda dan petanda tidak hanya berada di dalam teks, kita harus ke luar

teks untuk memahmi maknanya.. Kerap kali, ciri-ciri yang berbeda dalam suatu teks

dan tanda-tanda konstituantenya hanya boleh dikenali dengan hubungan dengan

lain-lain teks dan sistem-sistem tanda. Namun, salah satu kebaikan daripada

pendekatan Lotman, ia memperkenalkan metode semiotik yang bersifat serbanalisis,

yaitu pendekatan terhadap bahasa sebagai suatu proses penandaan yang dikaitkan

dengan kontekstualnya (Fokkema, 1978:45). Semiotik serbanalisis ini sangat

dipopularkan kernudiannya oleh Kristeva.

Hasil daripada perbincangan dan analisis semiotik dapat dirumuskan

prinsipnya. Pertamanya, cara yang paling baik untuk menganalisis sebuah hasil karya

itu melalui pendekatan semiotik ini ialah dengan berlandaskan kepada periadanya

sistem dalam setiap buah karya yang ingin dikaji. Ada beberapa cara untuk

rnemahami sistem tersebut seperti paradoks dan kontradiksi penggunaan gaya ini pula

terikat dengan kodenya yang tersendiri. Untuk melihat karya sastra dengan

menggunakan pendekatan ini, ia perlu mempunyai satu sistem yang dijadikan sebagai

prinsip utama. Penelitian amat penting dibuat, yaitu bagaimana proses penciptaan

untuk melahirkan sistem karya itu.

Kedua, semiotik mencoba untuk menghubungkan sistem karya itu dengan sistem

di luar karya. Sistem di luar karya ini ialah segala perkara yang membawa

lahirnya sebuah karya itu. Ini termasuklah sistem hidup atau lebih tepat lagi,

kebudayaan seluruh masyarakat yang menjadi sumber inspirasi pengkaryaan

(43)

luas dan menyeluruh. Pendekatan ini ainat mementingkan kefahaman pembaca

setelah membaca karya. Semiotik beranggapan bahwa apa yang diutarakan oleh

pengarang dalam karya mempunyai hubungan dengan sistem yang ada di dalam

kehidupan masyarakat itu. Misalnya, sistem bahasa di luar karya itu akan

mempengaruhi sistem bahasa yang digunakan oleh seseorang pengarang dalarn

karyanya. Di samping itu, perbagai watak di luar karya boleh juga diterapkan

dalmn sebuah karya. Oleh karena itu, pengkritik akan memberikan tafsiran

terhadap karya secara kornprehensif dan menyeluruh dengan membuat

perbandingan dengan sistem-sistem yang ada di luar karya yaitu dengan cara

menghubungkannya dengan kebudayaan manusia.

Prinsip ketiga dalam pendekatan semiotik ini ialah menganggap apa saja yang

dituliskan oleh pengarang boleh memainkan peranan yang amat penting dalam

pembinaan sebuah karya. Keyakinan terhadap sesuatu karya itu perlu dilakukan

dengan berhati-hati dan penuh perhatian karena unsur-unsur inilah yang akan

membina karya itu. Pendekatan ini seolah-olah menghargai pengarang karena setiap

kata-kata yang digunakan oleh pengarang dalam karya mereka mempunyai pengertian

yang tersendiri.

Kelahiran semiotik ini adalah sebagai suatu cara untuk menganalisis

karya-karya yang akan dihasilkan. Semiotik bertolak daripada sebuah karya

kemudian barulah dibuat penilaian. Seseorang pengkritik haruslah membebaskan

(44)

yaitu pendekatan ini melihat setiap genre sastra ada nilainya yang tersendiri. Namun,

pendekatan pada genre ini berbedabeda antara satu sama lain. Pendekatan semiotik

akan memperlihatkan suclut atau aspek yang tertentu dalan suatu genre dibandingkan

dengan genre lain. Setiap genre itu mempunyai kekuatan pada aspek-aspek tertentu

dan menganggap setiap genre, itu ada keistimewaan yang tersendiri. Semiotik akan

menganalisis unsur-unsur istimewa yang terdapat di dalam karya itu; pendeknya

semiotik menganalisis bahwa, setiap karya itu haruslah dilihat dalam konteks dirinya

dan bukan dibandingkan dengan lain-lain karya.

Seperti yang ditegaskan, semiotik mementingkan tanda, penanda dan petanda.

Saussure menyatakan dalarn sistem bahasa sesuatu penanda seperti kata atau bunyi

'lembu' adalah membawa makna atau konsep yang dinamakannya petanda. Jelasnya,

penanda membawa petanda. Dan penanda serta, petanda itu pula bersama-sama akan

membentuk suatu larnbang atau simbol. Lambang atau simbol inilah yang digunakan

dalam bahasa. Maka, lambang atau simbol inilah yang harus diproseskm untuk

mencapai arti atau signifikasinya (Appignanesi, Richard & Garratt, Chris,

1995:58-59). Konsep lambang begitu dominan dibincangkan oleh semiotik. Bagi

Saussure lagi, lambang-lambang ini terjadi dan wujud apabila konsep dan pesan

bunyinya disatukan. Lambang adalah ikatan psikologi yang wujud daripada

penggunanya.

Semiotik Saussure nukilan Pierce lambang diklasifikasikan kepada tiga yaitu

ikon, indeks, dan simbol. Ikonik ialah tanda yang merujuk terus kepada objek yang

(45)

bahasa Latin icon yang bermakna bayang, bayangan, mirip, kemiripan, keserupaan,

replika, analogi dan sebagainya. Misalnya, apabila kita membaca Lantai T. Pinkie

karya A. Samad Said, watak T. Pinkie yang hidup sebagai penari dan berkelana

dengan masalah cinta dan adalah ikon kepada watak Salina dalam novel Salina oleh

penulis yang sama. Dengan menghubungkan atau mendapatkan tanda ikon kepada

sesuatu objek kita akan cepat faham mengenai sesuatu objek.

Indeks tanda yang merujuk kepada sesuatu tanda yang mengumpulkan satu

atau beberapa fenomena, sebab-musabab, symptom isyarat, ikatan dan sebagainya.

Tanda yang menunjukkan ia digunakan disesbabkan wujudnya peristiwa atau kaitan

dengan Kang lain. Apabila kita melihat awan yang bergulung, tebal dan memberat itu

adalah hari akan huJan. Apabila kita membaca Shit karya Shahnon Ahmad itu adalah

sebagai gejala politik yang diindekskannya daripada suasana rebut politik terkid

Manakala simbol dalah penjenisan lambang-lambang yang merujuk kepada objek asal

dengan kawalan undang-undang khusus. Simbol merujuk kepada sebuah tanda yang

dibawa oleh penanda dengan memberi petanda (arti, makna atau konsep) yang

mewakili sesuatu,

Menurut Peirce, lambang ikonik adalah dinamik, utama dan dekat dengan

asyarakat. Hubungan antara signifier dan signified atau penanda dengan petanda

adalah hubungan berikatan dan saling lengkap melengkapi. Terdapat beberapa

pecahan ikonik seperti imej, citra, diagram, simile dan metafora. Oleh karena

kesannya kuat dalam bahasa, ikonik sering digunakan pengarang dalam bahasa yang

(46)

kompleks daripada ikon, ia tanda-tanda yang berhubung, berkait, bersebab dan

berakibat. Dapat dicontohkan seperti penggunaan aforisme, alegori, personifikasi,

hiperbola dan imageri. Sementara simbol pula, batasannya lebih umum dan terlalu

luas, ada yang bersifat klasik, tradisional dan modern..

Dalarn menjabarkan kaedah analisis Pierce, kita harus bermula dengan

pembacaan. Bacaan itu akan lebih terjurus apabila kita sadar bahwa teks yang dibaca

itu memang kaya dengan tanda. Dan proses pertama yang harus dilakukan ialah

mengumpulkan sejumlah kata-kata, ungkapan, konsep, alegori dan sebagainya yang

boleh dianggap sebagai tanda. Ada beberapa cara mengenal tanda, sering diulang

pengarang, menjadi teras teks, terasa mengandung makna yang berbeda, berlapis,

bersifat polivalensik dan sebagainya. Kedua, tanda yang sudah dikumpulkan ltu

diklasifikasikan atau dikategdrikan menurut jenisnya: ikon, indeks atau simbol.

Dalam melakukan hal ini, sering tedadi kesamaran, tidak jelas perbedaannya, maka

kita harus melakukan pikhan manakah yang lebih sesuai. Setiap kelompok tanda itu,

ada yang berdiri sendiri ada yang berkaitan, tugas kita melakukan pencerakinannya.

Juga perlu menggugurkan mana yang sama atau juka terlalu banyak haruslah disaring

untuk hanya menjadi beberapa tanda yang penting. Ketiga, yang paling penting sekali

setelah berhasil mengenal-pasti tanda, mengelompokkan segala penanda, akhimya

untuk memproses, justru aspek petandaan adalah sebuah proses yang berkaitan

dengan kognisi yaitu keda akal dalam menanggapi makna atau signiflkasinya. Ini

bergantung kepada pengalaman, pendidikan, intelektual dan kemahiran berpikir

(47)

mengikuti kemampuan seseorang. Tetapi lazimnya, mereka yang terbiasa, engan teori

ini akan dapat menanggapi petandanya dengan baiknya. Semiotik pun sebenamya

membenarkan polimakna atau polisigniflkasi.

Terdapat perbedaan teknik tafsiran antara kedua tokoh-dalani hubungan tanda

dengan petanda. Saussure mmyatakan hubungan dyadic manakala Peirce hubungan

tryadic. Hubungan diadik Saussure hanya tanda dan petanda, sedangkan triadic Pierce

tanda, penanda dan petanda. Kedua-dua teknik adalah sama dalam pencarian makna

atau signifikasi tetap mengalami proses kognisi. Untuk membantu penguasaan kaedah

semiotik, kita dianjurkan supaya mengetahui dan menggunakan istilah-istilah khusus

yang digunakan oleh teori semiotik. Budiman telah menyusun Kosa Semiotika

(1999) yang terdiri kurang lebih 150 istilah dan entri semiotik. Setiap satunya

diterangkannya makna, fungsi dan penerapannya.

Kaedah Pierce di atas sangat berkuasa dan mempunyai hegemoniknya dalarn

kafflan semiotik baik di Barat atau, di Tinur. Di Malaysia sendiri, kaedah ini begitu

dominan sekali terutarnanya di yayasan pengaJian tinggi dalam mengkaji bahasa dan

teks-teks sastera. Umar Junus dan Sapardy Muradi adalah tokoh yang

memperkenalkannya dan pemikiran dan tulisan mereka dipakai dan dirujuk, penulis

juga menulisnya dalarn buku Pendekatan Kesusasteman Modern (1990).

Bagaimanapun, ada pendapat yang menyatakan bahwa kaedah Pierce itu. terlalu

tradisional dan klasik. Roland Barthes sewaktu mula menerapkannya menganggap

sebagai sesuatu yang unggul, tetapi apabila pascamodem mula masuk ke dunia teks,

(48)

Charles Morris juga diantara nama yang membaca teori semiotik dan membawa

teknik yang berbeda. Morris mengernukakan tiga buah tanda, yaitu tanda

sintaksis, tanda semantik dan tanda pragmatik. Tanda sintaksis tanda yang

menll)unyai kaitan dan hubungan dengan objek yang lainnya, maka untuk

memahami rnaknanya kita harus mencari jawaban kepada objek tersebut. Tanda

semantik ialah tanda yang dihubungkan dengan apa yang ditandai; tegasnya tanda

melahirkan tanda lain Ialu dicari makna atau signifikasinya. Sementara tanda

pragmatic pula tanda yang ditelusuri akan pernakainya. Ketiganya itu dalam

proses permaknaannya atau kognisinya akan menjurus pada situasi yang berbeda:

Tanda sintaksis menghasilkan implikasi, semantik kepada denotasi dall pragmatik

kepada ekspresi (1972). Sebagai penerapan teori semiotik Charles Morris,

sewaktu pembacaan, kita boleh menentukan manak.ala jenis-jenis tanda yang

dig~nakan. Mungkin menggunakan hanya satu tanda, dua tanda atau

ketiga-tiganya. Sebagai contokkita berhadapan dengan puisi surealisme Suhaimi

Haji Muliammad, puisinya banyak menggunakan tanda pragmatik, justru itu ia

menghasilkan suatu daya ekspresi yang unik dan berbeda dengan surealisme

lainnya.

Seorang tokoh yang sangat berpengaruh dan pendekatannya hampir

menenggelarnkan kaedah Pierce ialah Umberto Eco yang teori semiotiknya coba

mengelak daripada tedebak antara definisi-definisi yang dikemukakan oleh Saussure

(49)

sebagai lambang itu sebenamya tiada. Lambang yang kita pahami selaina ini adalah

substance-effect aldbat daripada pertembungan dua sistem yang perbedaan

berlainan..' (Eco, 1984:134). Eco, menanamkan penernuannya itu sebagai fungsi

lambang atau sign-function. Kemunculan fungsi lambang ini dapat diterangkan

melalui pembinaan kode-kode. Eco, melihat lambang sebagai unit yang tersendiri dan

hainpir autonomikal sifatnya. Lantaran inilah juga mengapa sering kedapatan

setengah-setengah larnbang yang serupa akan tetapi membawa arti yang jaith

berbeda. Sebagai unit kebudayaan, niakna-makna itu boleh ditafsirkan secara

semiotic yaitu sebagai sebuah unit semantik yang telah disisipkan ke dalarn sebuah

sistern oleh sekumpulan atau seorang manusia. Selanjutnya, Eco, berujar dengan

mengatakan sebuah unit budaya selalu terdapat dalarn system budaya-budaya lain-

pengaruh-mempengaruhi - yakni hubungan timbal balik yang akan melahirkan

nilai-nilai kehidupan secara umum. Dengan itu, melahirkan pula tanda, berbeda dan

penanda serta petanda yang berbeda.

Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian di atas tidak dasarkaii

pada satu teori saja. Penelitian ini akan menggunakan teori semiotik linguistik yang

dapat untuk memahami terhadap teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara. Untuk

menganalisis semiotik Teks lagu-lagu Melayu penulis mengacu kepada: teori

Halliday, Charles Sanders Pierce (1839-1914), Ferdinand de Saussure (1857-1913)

dan Charles Morris (1955).

Penggunaan teori yang dilakukan oleh Charles Sanders Pierce menegaskan

(50)

tanda kita tidak dapat berkornunikasi. Sedangkan Ferdinand de Saussure menegaskan

bahwa sistem tanda yang di sebut bahasa itu hanyalah satu di antara sekian banyak

sistern tanda yang ada. Dan Charles Morris mendefinisikan semiosis sebagai suatu

"proses tanda" yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme.

Yang dapat diperikan ke dalam istilah semiotik sebagai suatu hubungan anatara lima

istilah:

S (s, i, e, r, c)

S adalah untuk semiotic relation, 'hubungan semiotik'., s untuk sign 'tanda', i untuk

interpreter 'penapsir'; e untuk effect ' pengaruh' (misaInya suatu disposisi dalam i

akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap kondisi-kondisi tertentu c karena s); r

untuk rerefernce 'rujuk'; dan e untuk context atau condition ‘konteks' atau 'kondisi'.

Pemikiran yang dilakukan oleh ketiga ahli semiotik di atas banyak memberikan

kontribusi kepada ilmu bahasa, wacana, dan sastra. Sehubungan dengan adanya

bermacam-macam unsur yang berperan dalam penggunaan tanda, semiotik dapat

dibagi dalam tiga wilayah penelitian. Kajian mengenai hubungan antar tanda disebut

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif, dengan cara membuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data

yang diteliti. Metode deskriptif kualitatif yang dipilih karena penelitian yang

dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti

secara alamiah. (Djajasudarma 1993:8—9). Langkah selanjutnya adalah melakukan

pengumpulan data dengan cara pencatatan, penerjemahan data, pengaturan data,

penelaahan data, pengklasifikasian data, penganalisaan data, dan penyimpulan data.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari para budayawan

yang mengerti tentang teks lagu-lagu Melayu, dan penulis melampirkan teks

lagu-lagu Melayu Sumatera Utara sebagai sumber data. Dipilihnya keempat belas

judul lagu yang dijadikan sumber data dengan alasan bahwa lagu-lagu tersebut

merupakan lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yang paling populer keberadaannya.

Dan lagu-lagu tersebut sering didendangkan baik pada acara-acara yang bersifat

formal maupun tidak formal, seperti dendang sehari-hari dalam rumah tangga. Hal ini

(52)

Peneliti memilih sastra lisan sebagai sumber data. Sastra lisan dijadikan

sebagai data primer, sedangkan teks yang ada relevansinya dengan data primer

dijadikan sebagai data skunder. Ragam lisan yang dikaji berupa syair teks lagu-lagu

Melayu, yang dijadikan sumber penelitian ini adalah:

1. Teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yang dijadikan sumber data pada

penelitian ini. Pemilihan data tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa

sebagian besar lagu dilantunkan pada saat-saat tertentu.

a. Dodoi Didodoi

b. Timang

c. Tamtambuku

d. Si La Lau Le

e. Bismilah Mula-mula

f. Selimut Putih

g. Lancang Kuning

h. Bunga Tanjung

i. Laksmana Mati Dibunuh

j. Tudung Saji

k. Mak Inang Pulau Kampai

l. Tanjung Katung

Gambar

Gambar 2 : Semiosis Tahap II, Tipologi Tanda (Sumber : Sibarani 2008)
Gambar 4: Figura 1 Bahasa dan Konteks Sosial (Sumber : Saragih. 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa PT Asuransi Allianz yang menolak klaim asuransi yang diajukan oleh ahli waris Handoyo atas

Sebagai salah satu pemain dalam industri elektronik, PT. Max Top juga menghadapi beberapa pesaing potensial yang bermaksud akan mengikuti inovasi yang dilakukan

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengolahan data terhadap waktu reaksi dengan yield yang dihasilkan seperti pada Tabel 2..

1) Pemberian tes visual-auditorial-kinestetik (V-A-K) untuk mengidentifikasi gaya belajar siswa sebagai modalitasnya dalam belajar, telah memicu siswa untuk memaksimalkan gaya

Hasil ini menunjukkan manajemen laba riil tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan se- dangkan berdasarkan hasil uji moderated regression analysis perusahaan yang diaudit

[r]

Oleh karena itu akan dilakukan penyusunan rencana produksi batik dengan memperhatikan tenaga kerja yang akan mengajukan ijin libur pada musim-musim tersebut..

Benih koro pedang yang disimpan dengan kemasan karung plastik nyata lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan dengan kemasan jerigen plastik, tetapi