Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I)
Oleh:
Muhamad Bindaniji
NIM: 1110033100011
PROGRAM STUDI AQIDAH FALSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I)
Oleh:
Muhamad Bindaniji
NIM: 1110033100011
Dosen Pembimbing:
Dr. Syamsuri, MA
NIP: 19590405 198903 1 003
PROGRAM STUDI AQIDAH FALSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
nilai A (Sangat Baik) pada tanggal 6 November 2014.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana program starta satu (S1) pada program studi Aqidah Falsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 28 November 2014
Sidang Munaqasyah;
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Edwin Syarif, MA Dra. Tien Rahmatin, MA
NIP: 19670918 199703 1 001 NIP: 19680803 199403 2 002
Anggota;
Penguji 1, Penguji 2,
Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, MA Drs. Hanafi Arsyad, MA
NIP: 19500804 198603 1 002 NIP: 19691216 199603 1 002
Pembimbing;
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
ketentuan yang berlaku.
3. Skripsi ini sudah diajukan dalam Munaqasyah dan telah direvisi sebagaimana
tercantum dalam keterangan.
4. Jika dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku.
Ciputat, 28 November 2014
Muhamad Bindaniji
Poin-Poin Revisi:
1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah 3. Transliterasi
Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris
ا a a ط
ب b b ظ
ت t t ع ‘ ‘
ث ts th غ gh gh
ج j j ف f f
ح ق q q
خ kh kh ك k k
د d d ل l l
ذ dz dh م m m
ر r r ن n n
ز z z و w w
س s s ه h h
ش sy sh ء , ,
ص ي y y
ض ة h h
Vokal Panjang
Arab Indonesia Inggris
أ ā ā
ىإ
kir (mutakallimẓ awal dalam Islam yaitu Abū an fah Ẓ80-150 H) terutama dalam dua aspek, (1) mendeskripsikan pemikiran kalamnya yang berkaitan dengan dz t dan sifat Tuhan, dan (2) mendeskripsikan pemikiran kalamnya yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan manusia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yang akan mendeskripsikan secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian menganalisis setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif. Sementara teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneliti-an ini adalah library research dengan menggunakan sumber primer karya Abū
an fah sendiri beserta penjelasan (syar )nya, selain itu akan dikomparasikan dengan referensi yang menunjang lainnya.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam memandang dz t dan sifat Tuhan pertama, Abū an fah berpendapat bahwa All h adalah Dz t Yang Esa lagi
‘unik’ dan mempunyai sifat yang kekal (qadīm) baik itu sifat dz t dan sifat fi‘l (perbuatan). Kedua, adapun tentang ayat tasybīh dan tajsīm yang ada di dalam na
sebaiknya tidak diinterpretasikan supaya tidak terkesan ada penegasian sifat (nafy al- ifat). Ketiga, kalam Tuhan diartikan sebagai sesuatu yang berdiri pada dz t-Nya yang qadīm, sehingga menurutnya al-Qur’ n yang merupakan kalam Tuhan adalah
qadīm juga. keempat, All h dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat dengan
tanpa cara (bil kayf).
Sementara dalam memandang perbuatan-perbuatan manusia pertama, ia ber-pendapat bahwa manusia dengan akalnya wajib beriman kepada All h dan berte-rima kasih kepada-Nya. Kedua, iman tidak bertambah dan berkurang sehingga tidak ada perbedaan iman di antara semua manusia. Ketiga, pelaku dosa besar masih dianggap mukmin bukan kafir karena masih ada secercah keimanan di dalam hati-nya. Keempat,manusia mempunyai daya untuk mewujudkan segala perbuatannya sehingga pahala dan siksaan didasarkan atas perbuatan yang dilakukan ketika hidup di dunia.
Penelitian ini mempunyai kesimpulan bahwa Abū an fah adalah pemikir (mutakallim) pertama dalam Islam yang secara komprehensif membahas isu-isu kalam, khususnya dalam mengcounter pendapat-pendapat kelompok Khaw rij,
Murji’ah, Mu‘tazilah, Sy‘ah dan lainnya. Selain itu, manhaj yang digunakan oleh Abū an fah dalam masalah kalam banyak diikuti oleh para pemikir setelahnya seperti al- a w (w.321 H), al-Asy‘ar (w.324 H), dan al-M turd (w.333 H). Bahkan pemikiran kalam yang mereka usung tidak lebih dari kutipan dan penjelasan dari pendapat Abū anfah.
Kata kunci: kalam, kehendak mutlak Tuhan, tasybīh dan tajsīm, kasb, akal,
This study primarily aims at understanding of islamic theology of the first theolog (mutakalim) in Islam i.e Abū anfah (80-150 H) especially within two aspects, (1) to describe his islamic theology related to the essence and attribute of God, and (2) to classify his islamic theology dealing with human’s action.
The method of research uses analysis descriptive method, which goes to describe researched problem specifically, then to analyze each problem to capture comprehensive understanding. While the technique of collecting data for this research is library research in which it takes the work of Abū anfah himself along with its explanation (shar ), in addition it will be compared to other supported reference.
The result of the research concludes that in construing the essence and attribute of God, first, Abū anfah argues that All h is the only essence even more unique and having the everlasting essence (qadīm) both essence ( ifat dh t) and action ( ifat fi‘l). Second, dealing with tashbīh and tajsīm verse found within na ,
it’s better to not to be interpreted in order to negate the essence (nafy al- ifat). Third,
God’s saying construed as something that stands upon His everlasting essense, thus in accordance with him al-Qur’ n that constitutes God’s saying is everlasting, too.
Fourth, All h can be seen with the eyes in the beyond without meaning.
Meanwhile, in looking at the human’s action, first, he has a notion that human with him reason obliges to believe in All h and gives thank to Him. Second, faith is neither increased nor diminished so that there is no different faith among human being. Third, big-sin actors still regarded as the believer not the unbeliever because there are a slight faith inside their hearts. Fourth, human has a power to create her act thus reward and punishment is based upon what they have done in the whole life.
The conslusion of this study is that Abū an fah is the first theolog (mutakallim) in Islam who comprehensively discusses the issues in theology, particularly in encountering arguments from Khaw rij, Murji’ah, Mu‘tazila, Sy‘a, and others. In addition, manhaj which is applied by Abū an fah in the realm of theology mostly was followed by his further theolog, like al- a w (d.321 H), al-Ash‘ar (d.324 H), and al-M tur d (d.333 H). Moreover, their construing Islamic theology are not even more than the quotation and explanation from Abū anfah’s argument.
Keywords: theology, God’s absolute willingness, tashbīh and tajsīm, kasb,
هتينا كرا هىه ت الهلرخخقوه ت ههو خخه ر هه خخهتي ا
ه خخيكر اههترخخق ّاهك فخخلاه خختكره اهرخخ ه ن هخخحهو خخهتي
ه خختمثهو خخ ق ه خخي هّ ه رخخ ه اه ه خخئهه تهىهه خختمآه ن تيخخحهىهّاخخ ت ّاههقاخخ تلّاههو ،ثهأهييخخ اه : ا ه
Puji Syukur kepada All h yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam. Atas limpahan karunia dan rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul
PEMIKIRAN KALAM AB ḤAN FAH dapat diselesaikan tanpa ada kendala
yang berarti. Salawat dan Salam atas nabi Mu ammad Saw, keluarga dan para
sahabatnya.
Keinginan untuk menulis pemikiran kalam salah satu tokoh bermula dari
kegemaran penulis membaca dan menelaah berbagai macam buku akidah (u l al
-dīn) yang bertebaran di perpustakaan untuk kemudian ditulis dalam bentuk makalah
dan dipresentasikan di depan para kolega. Dalam proses ‘pembacaan sebuah teks’ sempat terbesit di dalam hati untuk menyusun genealogi atau silsilah pemikiran
kalam ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah yang menurut para santri berasal dari pemikiran
Abū asan al-Asy‘ar Ẓw.324 Hẓ dan Abū Man ūr al-M tur d Ẓw.333 Hẓ. Hal ini
berdasarkan statemen dari al-Zab d di dalam itti f al-s d t bahwa yang dimaksud dengan ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah adalah pengikut kedua pemikir di atas. Lantas apakah mereka berdua (al-Asy‘ar dan al-M tur d ẓ mengembangkan pemikiran tersebut sendiri secara otodidak atau melalui proses al-ta’tsīr wa al-ta’atstsur.
t bi‘ al-t bi‘ n). Kemudian penulis dapati pemikiran kalam yang komprehensif
dikemukakan oleh Abū an fah Ẓ80-150 H) bahkan jauh sebelum al-Asy‘ar dan al
-M tur d dilahirkan di dunia.
Adapun mengenai asal pokok pemikiran al-M tur d , al-Bay dalam Isy r t
al-Mar m pernah mengatakan bahwa pemikiran tokoh tersebut berasal dari
pemikiran Abū an fah, bahkan ia hanya sebagai perinci Ẓmufa il) pemikiran
imam pendiri madzhab anaf tersebut. Selain al-M tur d , tokoh ahl al-sunnah lainnya yang secara terang-terangan mengikuti jalan pemikiran Abū an fah adalah al- a w (w.321 H) yang ia kemukakan di dalam muqaddimah ‘Aqīdah al
-a wiyyah. Ada juga al-Asy‘ar , yang walaupun tidak pernah menyinggung
keterpengaruhan pemikiran orang lain dalam membangun sistem kalamnya yang ia
dakwa berasal dari sabda nabi Saw. namun sangat memungkinkan ada
keterpenga-ruhan dari pihak lain di luar dirinya sendiri, terlebih pemikiran kalam Abū an fah sudah menyebar luas sampai ke Ba rah (tempat domisili al-Asy‘ar ẓ. Selain itu
Al-Asy‘ar juga pernah beberapa kali mengutip pendapat atau riwayat dari Abū an fah di dalam ib nah walaupun dalam beberapa kasus kutipannya tersebut tidak
benar. Atas dasar pertimbangan tersebut, penulis meyakini bahwa ada pemikir di
luar dirinya—selain dari kalangan Mu‘tazilah—yang mempengaruhi corak pemikiran kalam yang akan dibentuknya pada kemudian hari. Salah satu pemikir
tersebut tidak lain adalah Abū an fah.
Ketertarikan penulis untuk membahas sisi pemikiran teologis Abū an fah
disebabkan oleh tiga hal. Pertama, ia dilahirkan pada periode igh r al- a bah
tidak keluar dari koridor yang benar. Kedua, ia adalah pemikir Islam pertama yang
menuliskan pemikiran dalam bentuk tulisan yang tercetak rapih dan menyusunnya
dalam bentuk bab per bab. Tercatat bidang ilmu yang ditulisnya yang ada hingga
saat sekarang adalah ad ts, fiqh, dan kalam. Khusus dalam masalah kalam, ia telah menulis lima buku yang secara komprehensif menggambarkan keadaan dan situasi
yang terjadi pada masa itu khususnya dalam membantah kelompok yang
menurut-nya salah. Ketiga, pemikiran kalam yang dicetuskan oleh Abū an fah merupakan akar pondasi yang kuat dalam membentuk manhaj kalam ahl sunnah wa
al-jam ‘ah di mana sebelumnya tidak ada pemikir yang merumuskan paham tersebut
dengan terstruktur dan sistematis.
Pada akhirnya penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya berbagai
macam pihak yang turut membantu baik secara moril ataupun meteriil yang turut
andil dalam terselesainya penelitian ini.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang juga merangkap sebagai dosen Pembimbing Akademik (PA), yang telah
memberikan arahan dan nasihatnya selama penulis menjalani studi S1. Kepada Dr.
Edwin Syarif, MA dan Dra. Tien Rahmatin, MA, yang selalu enak diajak ngobrol
santai sehingga penulis tidak merasa canggung untuk berkonsultasi.
Terima kasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada Dr. Syamsuri, MA,
selaku pembimbing penulisan skripsi ini, atas berbagai masukan yang diberikan
selaku penguji 1, atas segala kritikan konstruktif yang dibalut arahan filosofis turut
menyempurnakan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Hanafi Arsyad, MA selaku penguji 2 yang telah membaca teks penelitian ini dengan
sangat cermat dan teliti sehingga mengetahui semua gagasan yang hendak penulis
sampaikan. Segala arahan dan kritikan beliau telah turut serta dalam
penyempurna-an dalam penelitipenyempurna-an ini.
Secara khusus penulis sampaikan terima kasih kepada segenap dosen
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
yang secara umum telah membentuk dan memperluas horizon pemikiran penulis di
antaranya Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, MA, Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara, MA,
Dr. Sri Mulyati, MA, dan Drs. Nanang Tahqiq, MA.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. Ali Mustafa
Yakqub, MA, selaku Kh dim al-Ma‘had Darus Sunnah Internasional Institute For Hadith Sciences, yang telah mengajarkan ilmu hadis sekaligus memperkenalkan
tentang pentingnya mempelajari khazanah klasik. Dari beliau pula diajarkan
pentingnya membaca dan merujuk kepada kitab-kitab yang autentik (mu‘tamad).
Rasa hormat yang tulus kepada KH. Hasanuddin Kriyani dan KH. Faqih
Ibrahim, selaku pengasuh pondok Asy-Syakiroh Buntet Pesantren Cirebon. Beliau
yang selalu mengharapkan agar setiap santrinya menjadi ‘santri intelek’ dan hal itu
yang menjadi motivasi utama penulis dalam belajar dan beraktivitas lainnya.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kementerian Agama
Republik Indonesia lewat Direktorat Jendral Pendidikan Diniyah dan Pondok
Diah, Rahmi, Shofi, Nina dan yang tergabung dalam aliansi ‘Rumah Peradaban’, kalian juga ikut serta dalam proses akhir penulisan karya ini. Semoga karya ini
dapat memotivasi kalian untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Sembah sujud dan penghormatan kepada kedua orang tua penulis, r ī KH.
Abdul Bari dan Hj. Asiroh yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh
kasih sayang. Kepada beliau lah karya ini dipersembahkan.
Ciputat, 28 November 2014
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ……… ii
Lembar Pernyataan Orisinalitas ………... iii
Pedoman Transliterasi ……… iv
3. Standardisasi pengafiran ………... 123
C. Free Will dan Predestination ………. 125
1. Antara Kehendak Tuhan dan Manusia ……….….…….. 125
2. Kasb; Sebuah Alternatif Penyelesaian ………..…….. 132
BAB V PENUTUP ……… 140
A. Kesimpulan ………... 140
B. Saran-Saran ………... 142
Daftar Pustaka ……….… 144
A.Latar Belakang Masalah
Ajaran yang terkandung di dalam al-Qur’ n mengandung tiga aspek yaitu akidah, ibadah dan muamalah. Dari ketiga aspek di atas, akidah atau tauhid
merupa-kan ajaran terpenting karena mengandung ajaran tentang pengakuan terhadap
keesaan All h secara murni dan konsekuen.1 Ajaran tauhid menjadi basis utama seorang bisa dikatakan sebagai Muslim. Di dalam literatur Islam ajaran tentang
tauhid dibahas di dalam ilmu kalam.2 Dalam hal ini ilmu kalam merupakan ilmu
yang paling mulia3 dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya karena menyangkut
masalah keimanan seorang kepada All h tanpa ada rasa ragu dan bimbang.4
Di dalam sejarah Islam dikenal banyak kelompok (firqoh) yang mewarnai
perkembangan pemikiran kalam di kalangan ulama salaf di antaranya; Khaw rij,
Murji’ah, Mu‘tazilah, Ahl al-Sunnah dan sebagainya.5 Kalau dilihat secara sepintas
ada gap antara satu kelompok dan kelompok yang lain yang tak jarang pula karena
tidak bisa dikompromikan menjurus kepada klaim kebenaran sepihak yang
ber-implikasi adanya klaim kufr terhadap kelompok yang dinilai berseberangan paham
dengan paham lainnya. Masing-masing kelompok dalam mempertahankan
1 Harun Nasution mengemukakan bahwa 86 dari 114 surat al-Qur’ n merupakan surat Makkiah dan 28 merupakan surat Madaniah. Kalau ditinjau dari segi ayat, jumlahnya adalah 6236 dan 4780 ayat atau 76,65 % daripadanya adalah ayat-ayat Makkiah yang merupakan tiga perempat dari isi al-Qur’ n dan pada umumnya mengandung petunjuk dan penjelasan tentang keimanan. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UIPress, 1980), h. 26-7.
2 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987), h. 277-8.
3 Mu ammad bin ‘Abd al-Ra m n al-Kham s, I‘tiq d al-A’immah al-Arba‘ah ẒRiy : Maktabah al-Malik Fahd, 1345 H), h. 18.
4 A mad Far d, ‘Aqīdah Ahl al-Sunnah Wa al-Jam ‘ah (Kairo: Maktabah al-Fayy , 2005), h. 4.
mennya beristimba dengan dalil-dalil yang ada di dalam al-Qur’ n dan ad ts. Walaupun antara satu kelompok dengan kelompok yang lain beristimba dengan
dua sumber utama (al-Qur’ n dan ad ts) yang sama, tetapi karena adanya perbeda-an penafsirperbeda-an dperbeda-an pemahamperbeda-an terhadap na maka perbedaan antar kelompok di
dalam ilmu kalam menjadi hal yang niscaya. Oleh karena itu, mengetahui pemikiran
kalam seorang ulama salaf dan cara mereka beristimba menjadi sangat penting
mengingat mereka adalah generasi awal yang notabenenya adalah orang yang masa
hidupnya dekat dengan Nabi Saw. dan dikenal sebagai generasi terbaik karena
dalam hal bertindak selalu berdasarkan apa yang dilakukan oleh Sahabat dan Nabi
Saw. termasuk dalam hal akidah.6
Ulama salaf yang paling layak dijadikan prototype di dalam masalah akidah
adalah Abū an fah Ẓ80-150 H). Ia adalah imam panutan orang-orang salaf dalam masalah akidah7 dan termasuk mutakallim pertama—dari kalangan al-fuqah ’—
dalam sejarah umat Islam yang banyak berbicara tentang dasar-dasar agama (
al-u l al-dīniyyah). Selain dikenal sebagai mutakallim pertama, ia juga dikenal
seba-gai orang pertama yang mengodifikasikan dasar-dasar agama (al-u l al-dīniyyah)
ke dalam sebuah tulisan (buku) bahkan ia secara sistematis menuliskannya ke dalam
bab-bab8 yang tidak ada seorang pun yang mendahuluinya. Hal ini dikarenakan para
sahabat dan t b‘ n tidak menuliskan ilmu-ilmu agama ke dalam bentuk buku (kitab)
6
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw, هريُ َنرُقَيه َنييياهيُ هريُ َنرُقَيه َنييياهيُ ه يِررَقه يِمُثهُ رَْ ‘sebaik-baik umatku adalah (yang hidup) pada zamanku (sahabat), kemudian generasi setelahnya (t bi‘īn), dan generasi setelahnya (t bi‘ al-t bi‘īn)’. Ibn ajar al-‘Asqal n , Fat al-B rī Bi Syar a ī
al-Bukh rī ẒBeirut: D r al-Fikr, t.tn), Jld. 7, h. 3.
7Wahb Sulaym n Gh wij , Ab anīfah al-Nu‘m n: Im m al-A’immah al-Fuqah ’ (Beirut:
D r al-Qalam, 1993), h. 299. (Selanjutnya disebut Wahb Sulaym n, Ab anīfah al-Nu‘m n) 8‘Abd al-Q hir bin hir al-Baghd d , U l al-Dīn (Istanbul: al-Dawlah, 1928), h. 308., A mad bin asan al-Bay al- anaf , Isy r t al-Mar m Min ‘Ib r t al-Im m Abī anīfah al
-Nu‘m n Fī l al-Dīn ẒBeirut: D r Kutub al-‘Ilmiyyah, 2007ẓ, h. 19. (Selanjutnya disebut
tetapi mereka mengandalkan kekuatan hafalan yang disimpan di dalam hati.9
Tercatat dari banyak karyanya yang dapat dibaca sampai zaman sekarang di
antara-nya al-Fiqh al-Akbar, al-Fiqh al-Absa, al-‘ lim Wa al-Muta‘allim, Ris lah kepada
‘Utsm n al-Batt dan al-Wa iyyah.
Di dalam lima karyanya di atas ia begitu jeli melihat berbagai persoalan yang
terkait dengan masalah akidah, ia juga menyajikan berbagai argumennya dengan
dalil-dalil yang jelas dan akurat untuk membantah berbagai macam paham yang
menurutnya tidak sejalan dengan al-Qur’ n dan adts dari kelompok-kelompok
Mu‘tazilah, Khaw rij, Sy ‘ah, Qadariyyah, Dahriyyah, dan sebagainya. Hal inilah
yang mengindikasikan bahwa Abū an fah menaruh perhatian yang sangat besar
terhadap masalah akidah, sekaligus membantah pandangan yang mengatakan
bahwa ia telah meninggalkan pemikiran ahl al-kalam untuk kemudian beralih ke
pemikiran u l al-fiqh dengan berpegang teguh kepadanya dan meninggalkan
diskursus seputar kalam.
Berdasarkan argumen di atas maka tidak heran jika banyak peneliti yang
membahas tentang pemikiran Abū an fah sebatas permasalahan seputar ilmu fiqh
dan u l al-fiqh ketimbang dari aspek akidahnya. Padahal Abū an fah sendiri
pernah mengatakan di dalam al-Fiqh al-Absa bahwa al-fiqh fī al-dīn af al min
al-fiqh fī al-a k mṬ Walian yatafaqqah al-rajul kayfa ya‘budu rabbahu khayrun lahu
min an yajma‘a al-‘ilm al-katsīr(pemahaman agama [akidah] lebih baik ketimbang
9
Dalam kondisi seperti itulah Abū an fah berinisiatif untuk menuliskan ilmu-ilmu agama ke dalam bentuk buku karena melihat persebaran ilmu yang sudah meluas dan dikhawatirkan akan musnah. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw. هكرماه زنيه متنإههوس تناهنمه زنيهاازناهيق ّاهضه ياه اهتن
ىهيكهوء مق ّا ه
ْغاهنرهفيكهو ت جهء حؤ نرتقلضههنرتقليكهيق ه
. ‘All h tidak akan mencabut ilmu sekaligus dari
manusia, tetapi dengan perantara matinya ulama. Sampai tersisa pemimpin-pemimpin bodoh yang
memberi fatwa tanpa dengan ilmu maka menjadi sesat dan bertambah sesat’. Ibn ibb n, a ī Ibn
pemahaman hukum [fikih] karena pemahaman seorang bagaimana menyembah
Tuhannya lebih baik ketimbang mengumpulkan ilmu yang banyak).10 Dari ucapan
di atas nampak bahwa yang menjadi prioritas utama baginya adalah tentang
masalah akidah karena menyangkut masalah keimanan seorang hamba dengan
Tuhannya. Bukankah hal yang pertama kali wajib bagi setiap makhluk adalah
mengenal Tuhan (ma‘rifat al-il h)?11 dan pembahasan tentang ini (mengenal All h)
tidaklah dibahas melainkan di dalam masalah akidah (kalam).
Pada umumnya pendapat Abū an fah tentang kalam sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’ n dan ad ts. Karena menurutnya
al-Qur’ n dan adts adalah dua sumber primer di dalam Islam yang wajib diikuti.
Selain berpegang kepada al-Qur’ n dan adts, ia juga banyak menggunakan dalil-dalil ‘aqliyyah sehingga banyak ulama yang menyebutnya sebagai ahl al-ra’y
(orang-orang yang menempatkan rasio pada posisi tertinggi).12 Perpaduan antara
ketiganya (al-Qur’ n, adts dan rasio) inilah yang membuat setiap argumennya sulit untuk dibantah oleh setiap lawannya sehingga pendapatnya banyak diikuti oleh
generasi setelahnya. Selain itu, pendapat Abū an fah juga memiliki banyak persamaan dengan pendapat-pendapat imam ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah dan
bahkan menurut ‘Al S m al-Nasysy r, Abū an fah beserta ulama salaf dari
golongan ahl al- ad ts13adalah penabur benih paham ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah
10Abū an fah, al-Fiqh al-Absa (Kairo: al-Anw r, 1368), h. 40.
11‘Abd al-Ra m n bin A mad al-j , al-Maw qif Fī ‘Ilm al-Kal m ẒMakah: D r al-B r, t.tẓ, h. 32.
12 Mu af ’ ‘Abd al-R ziq, Tamhīd Li T rīkh al-Falsafah al-Isl miyyah (Kairo: Lajnah
al-Ta’l f Wa al-Tarjamah, 1959), h. 205.
13‘Al Mu af ’ al-Ghur b telah membuat periodisasi yang sangat bagus terkait dengan perkembangan ilmu kalam mulai zaman Nabi Saw, sahabat, dan masa setelahnya yang pada akhirnya ia mengatakan bahwa benih-benih pemikiran kalamsudah ada pada zaman Nabi Saw. ‘Al Mu af ’ al-Ghur b , T rīkh al-Firaq al-Isl miyyah Wa Nasy’at‘Ilm al-Kal m ‘Ind al-Muslimīn
(Kairo: Maktabah Mu ammad ‘Al ab h wa Awl duhu, t.tẓ, h. 8-40. (Selanjutnya disebut
sebelum di-bentuk formulasi yang baku oleh Abū al- asan al-Asy‘ar dan Abū Man ūr al-M turd .14
Pendapat Abū an fah yang paling terkenal adalah pendapatnya tentang sifat
Tuhan. Di saat dunia Islam dihebohkan dengan pendapat Mu‘tazilah bahwa All h
tidak mempunyai sifat (ta‘ īl al- ifat), dilain pihak ada kolompok yang mengatakan
bahwa sifat All h identik dengan makhluk-Nya (tasybīh), ia lebih memilih posisi tengah-tengah (wasa ) di mana ia mengatakan:
All h mengetahui, tetapi bukan dengan cara kita mengetahui, Dia berkuasa, tetapi bukan dengan cara kita berkuasa, Dia melihat, tetapi bukan cara kita melihat. Dia mendengar, tetapi bukan dengan cara kita mendengar. Dia ber-bicara, tetapi bukan dengan cara kita berbicara. Kita berbicara dengan anggota dan bunyi, tetapi All h tidak berbicara dengan anggota dan bunyi. Bunyi adalah makhluk, sedangkan perkataan All h bukan makhluk.15
Abū an fah membuat sintesis dengan mengambil sikap di antara paham
ta‘ īl dan tasybīh. Paham ta‘ īl menurutnya telah mengingkari sifat Tuhan yang
ter-dapat di dalam ẓ hir ayat al-Qur’ n, sementara paham tasybīh telah mempersama-kan sifat Tuhan yang terdapat di dalam al-Qur’ n dengan sifat makhluk. Menurut -nya kedua paham ini telah me-nyalahi na dan bertentangan dengan akal sehat (
al-‘aql al-salīm). Sikap yang diambil dalam masalah ini adalah menetapkan sifat
Tuhan seperti wajah (wajh), tangan (yad), mata (‘ayn) dan lain-lain. Sebagaimana
yang terdapat di dalam al-Qur’ n Ẓkhabar al- diq), dan tidak dipersepsikan dengan bentuk ( rah) yang sama dengan makhluk.16
Pendapat yang tidak kalah menarik dari persoalan di atas adalah tentang
per-soalan iman dan kafir. Ia mengatakan bahwa:
14‘Al S m al-Nasysy r, Nasy’at al-Fikr al-FalsafīẒKairo: D r al-Ma‘ rif, 1977ẓ, Jld. 1, h. 234. (Selanjutnya disebut al-Nasysy r, Nasy’at al-Fikr al-Falsafī)
15 Al-Mull ‘Al al- anaf , Syar al-Fiqh al-Akbar Li al-Im m Abī anīfah ẒBeirut: D r al -Kutub al-‘Ilmiyyah, 1984ẓ, h. 50-1. ẒSelanjutnya disebut ‘Al al- anaf , Syar al-Fiqh al-Akbar)
Iman adalah pengakuan (iqr r) dengan lisan dan membenarkan dengan hati
(jann n). Maka hanya dengan iqr r saja, tidaklah seorang bisa dikatakan
sebagai beriman. Karena kalau hanya iqr r saja bisa dikatakan beriman, maka orang-orang munafik semuanya adalah beriman. Begitu juga mengetahui
All h [sebagai pencipta] semata tidak bisa dikatakan sebagai orang yang beriman. Karena kalau hanya mengetahui All h [sebagai pencipta] maka ahli kitab (orang Yahudi dan Nasrani) semuanya adalah beriman.17
Jika dicermati berbagai pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Abū
an fah di dalam karya-karyanya maka akan banyak ditemukan pandangannya
ten-tang akidah yang sejalan dengan pandangan al-salaf al- li īn dari kalangan ahl
al-ad ts, di mana corak pemikiran seperti ini adalah basis bagi corak pemikiran ahl
al-sunnah wa al-jam ‘ah. Namun demikian ada beberapa aspek yang berbeda antara pandangan Abū an fah dengan mayoritas pandangan al-salaf al- li īnmisalnya dalam masalah keimanan.
Mayoritas al-salaf al- li īn berpendapat bahwa kadar keimanan seseorang
dapat bertambah dan berkurang (al-īm n yazīd wa yanqu ), tetapi Abū an fah justru berpendapat sebaliknya dengan mengatakan al-īm n l yazīd wa l yanqu .18
Terkait dengan hal ini, Sufy n al-Tsawr (w.161 H) pernah berkata, ‘perbedaan yang mencolok antara akidah kami (al-salaf al- li īn) dan orang Murji’ahadalah kami berpendapat bahwa al-īm n yazīd wa yanqu sedangkan mereka (Murji’ah) mengatakan al-īm n l yazīd wa l yanqu ’.19 Dalam menyikapi pendapat seperti
di atas, Abū an fah banyak melakukan pembelaan terhadap diri sendiri, lebih jauh ia mengatakan ‘berkurangnya iman mengindikasikan akan bertambahnya
kekafir-an, dan bertambahnya iman mengindikasikan berkurangnya kekafiran’. Bagaimana
17 Akmal al-D n al-B bart , Syar Wa iyyah al-Im m Abī anīfah Ẓ‘Amm n: D r al-Fat , 2009), h. 141.
18 Akmal al-D n al-B bart , Syar Wa iyyah, h. 141.
mungkin seseorang dalam satu waktu beriman dan di waktu lain kafir? Tandas Abū an fah.20 Dalam hal ini rasio memainkan peranan yang sangat penting dalam
setiap argumen yang dibangun olehnya yang kemudian menjadi dasar yang kuat
bagi paradigma pemikiran kalam yang dibentuknya.
Pada umumnya, pemikiran kalam Abū an fah yang tersebar luas di dalam karya-karyanya merupakan jawaban atas berbagai macam problematika yang
diha-dapinya pada masa itu khususnya dalam mengcounter pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh kelompok Khaw rij, Mu‘tazilah, Murji’ah, Qadariyyah, Jabariy
-yah dan sebagainya. Pendapat-pendapat tersebut pada masa itu berkembang pesat
di wilayah ‘Ir q, khususnya di Ba rah dan Kūfah sehingga berdampak banyak
masyarakat yang terpengaruh dan mulai mempertanyakan akidah yang selama ini
mereka pegang.
Kemunculan kelompok di atas juga membuat para ulama dari kalangan ahl
al- ad ts dan fikih berbondong-bondong menyusun strategi untuk menolak paham tersebut yang disinyalir menyalahi ketentuan na dan berbeda dengan paham ahl
al-sunnah.21 Dalam hal ini, Abū an fah sebagai ahli kalam (mutakallim) sekaligus
ahli ad ts Ẓmu addits) dan ahli fikih (faqīh) mencoba memberikan alternatif jawaban yang relatif berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh kelompok
tersebut yaitu jawaban yang berdasarkan argumentasi rasional yang sejalan dengan
na . Berkat jawaban-jawaban yang diberikan tersebut, Abū an fah mempunyai peranan yang signifikan dalam meneruskan tongkat estafet akidah para salaf yang
sesuai dengan koridor al-Qur’ n dan ad ts. Sehingga banyak ulama setelahnya
20
Akmal al-D n al-B bart , Syar Wa iyyah, h. 63.
21 Mu af ’ ilm , Manhaj ‘Ulam ’ al- adīts Wa al-Sunnah Fī U l al-Dīn ẒKairo: D r al
yang mengikuti manhaj yang ia digunakan dalam menolak paham kelompok
Khaw rij, Mu‘tazilah, Murji’ah, dan sebagainya. Ulama yang secara
terang-terangan mengikuti paham Abū an fah dalam masalah akidah adalah Abū Man ūr al-M tur d (w.333 H) yang dikenal sebagai syaykh ahl al-sunnah. Hal ini dibuktikan dengan persisnya penjelasan yang dikemukakan oleh al-M tur d di dalam kitab-kitabnya dengan penjelasan Abū an fah. Bukan hanya sebatas itu,
al-M tur d juga secara khusus telah menulis komentar Ẓsyar ) atas kitab Fiqh
al-Akbar karya Abū an fah.22
Ulama lainnya yang mengikuti manhaj Abū an fah adalah Abū Ja‘far al-a w . Di dalam pendahuluan kitab ‘Aqīdah al- a wiyyah ia menjelaskan bahwa pembahasan akidah di dalam kitabnya tersebut berdasarkan pendapat Abū an fah, Abū Yūsuf al-An r, dan Abū ‘Abdillah al-Syayb n.23
Selain Abū an fah yang mempunyai pemikiran kalam yang sejalan dengan akidah al-salaf al- li īn, akan dijumpai pula pemikiran kalam yang tidak jauh
berbeda dengannya dari pemikiran ulama-ulama terdahulu seperti M lik bin Anas (w.179 H), al-Sy fi‘ (w.204 H), A mad bin ambal (w.241 H), al-Awz ‘ (w.157 H), Ibn al-Mub rak (w.181 H), al-Tsawr (w.161 H), al-Layts bin Sa‘d (w.175 H), Is q bin Ruhawayh (w.238 H), Mu ammad bin Khuzaymah (w.311 H), Ibn Jar r al- abar (w.310 H), al-Bukh r (w.256 H), dan lain-lain dari ulama salaf
al-li īn.24 Akidah mereka adalah sama seperti apa yang dilakukan oleh para sahabat
dan t bi‘ n yaitu apa yang tertera di dalam al-Qur’ n dan ad ts.
22Abū Man ūr al
-M tur d, Syar al-Fiqh al-Akbar (Qatar: al-Syu’ūn al-D niyyah, t.t) 23‘Al bin ‘Al bin Ab al-‘Iz, Syar ‘Aqīdah al- a wiyyah (Beirut: al-Maktabah al-Islam , 2006), h. 6.
B.Pembatasan dan Rumusan Masalah
Pembatasan masalah pada suatu penelitian harus dilakukan supaya tidak
membahas semua kemungkinan yang bisa muncul. Oleh karena itu, dalam
pene-litian ini perlu diketahui tentang pengertian dari ilmu kalam itu sendiri dan siapa
yang disebut dengan istilah mutakallim (orang yang concern dalam bidang kalam).
Al-j mendefinisikan ilmu kalam sebagai‘ilmu yaqtadiru ma‘ahu ‘al itsb t
al-‘ q ’id al-dīniyyah bi īr d al- ujaj wa daf‘ al-syibah25 (ilmu yang memberikan
kemampuan untuk membuktikan kebenaran akidah agama dengan menunjukkan
ujjah guna melenyapkan keraguan).
Senada dengan al-j, A mad Fu d al-Ahw n —sarjana muslim asal Mesir yang banyak menulis tentang filsafat—mendefinisikan ilmu kalam sebagai rangkai-an argumentasi rasional (al- ujjah al-‘aqliyyah) yang disusun secara sistematik
untuk memperkokoh kebenaran akidah agama Islam.26
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu
kalam adalah disiplin ilmu yang membahas tentang masalah akidah keimanan
sese-orang dengan menggunakan argumentasi rasional (al-adillah al-‘aqliyyah).27
Al-Ghazz l menambahkan bahwa tujuan dari ilmu kalam adalah untuk menjaga
akidah ahl al-sunnah (yang benar) dari kekacauan (akidah) ahl al-bid‘ah.28
Jika yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah sebagaimana yang
didefinisi-kan di atas, maka setiap orang yang mempertahandidefinisi-kan akidah (yang benar) dari
25 Al-j , al-Maw qif Fī ‘Ilm al-Kal m, h. 7.
26 A mad Fu d al-Ahw n, Filsafat Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 17. 27 Al-Nasysy r, Nasy’at al-Fikr al-Falsafī, Jld. 1, h. 48.
akidah ahl al-bid‘ah dengan menggunakan argumentasi rasional dapat disebut sebagai mutakallim.
Dalam hal ini, Abd al-Q hir al-Baghd d telah mengungkapkan bahwa istilah
mutakallim sudah ada dari masa ke masa yaitu dimulai dari masa sahabat. Ia juga
menyebutkan nama-nama mutakallim dari kalangan ahl al-sunnah di antaranya ‘Al
bin Ab lib, ‘Abdullah bin ‘Umar Ẓdari kalangan sahabatẓ, ‘Umar bin ‘Abd al
-‘Az z, Zayd bin ‘Al bin al- usayn bin ‘Ali bin Ab lib, al- asan al-Ba r , al
-Sya‘b , al-Zuhr Ẓdari kalangan t bi‘ nẓ, Ja‘far bin Mu ammad al- diq, Abū
an fah, al-Sy fi‘ , al- rits bin Asad al-Mu sib , Abū ‘Ali al-Kur b s ,
arma-lah al-Buway , D wud al-I bah n , dan lain-lain.29 Mereka merupakan para pemuka mutakallimin dari kalangan ahl al-sunnah yang senantiasa
mempertahan-kan akidah yang benar dari akidah yang ‘menyimpang’ seperti kaum Qadariyyah,
Jabariyyah, Mu‘tazilah, Khaw rij dan sebagainya.30
Pada umumnya pembahasan atau masalah pokok yang dikemukakan dalam
ilmu kalam—sebagaimana yang dikatakan Mu ammad ‘Abduh—membahas tentang wujud All h, sifat-sifat yang wajib dan boleh bagi-Nya, dan apa yang wajib
29‘Abd al-Q hir bin hir al-Baghd d , U l al-Dīn (Istanbul: al-Dawlah, 1928), h. 308. 30
Pelabelan kata ‘menyimpang’, ‘sesat’, ‘kafir’, dan lainnya kepada kelompok Qadariyyah,
Jabariyyah, Mu‘tazilah, Khaw rij dan sebagainya menurut sebagian peneliti mempunyai problematikanya sendiri karena tidak ada ketegorisasi yang baku (rigid) tentang definisi kelompok yang menyimpang. Kelompok yang dikatakan ‘menyimpang’ seperti disebut di atas hanya mempunyai justifikasi dari kalangan yang berafiliasi pada kelompok ahl al-sunnah. Sementara kalau dilihat dari kacamata mereka, kelompok ahl al-sunnah juga dicap sebagai kelompok ‘menyimpang’. Hal ini menjadikan klaim kebenaran (truth claim) dari satu pihak dan menganggap pihak lain salah tidak dapat dielakkan. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa penyebutan kata ‘menyimpang’ kepada kelompok selain ahl al-sunnah dalam penelitian ini mengikuti apa yang dikatakan oleh Abū an fah
yang menganggap kelompok di atas sebagai kelompok yang ‘menyimpang’. Menurut al-Bay ,
diperbolehkan memberi label ‘menyimpang’ pada suatu kelompok jika berkaitan dengan urusan
yang mesti dilakukan dalam hal agama (al- ar riyy t al-dīniyy tẓ, seperti menjauhkan dz t All h
dari segala sifat kekurangan, dll. Kam l al-D n A mad bin usayn al-Bay , Isy r t al-Mar m
dinafikan bagi-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-Nya, untuk membuktikan
kebenaran tugas kerasulan mereka, dan apa yang wajib ada pada mereka dan apa
yang boleh dinisbatkan kepada mereka.31
Sebagian yang lain mengemukakan bahwa masalah yang paling urgen dalam
ilmu kalam adalah tentang masalah keesaan Tuhan. Di samping itu juga dibahas
tentang masalah kerasulan, akal, dan wahyu, al-Qur’ n, soal mukmin, kafir, dan musyrik, soal hubungan antara khalik dan makhluk-Nya terutama manusia, yaitu
menyangkut perbuatan manusia, janji dan ancaman, kemutlakan kehendak dan
kekuasaan Tuhan, keadilan Tuhan, perbuatan Tuhan, surga dan neraka, soal taklif
dan lain sebagainya.32
Abū an fah di dalam lima karyanya yang sudah tersebar luas di dunia Islam
yaitu al-Fiqh al-Akbar, al-Fiqh al-Absa, al-‘ lim Wa al-Muta‘allim, Ris lah
kepa-da ‘Utsm n al-Batt dan al-Wa iyyah juga banyak membahas tentang
persoalan-persoalan seputar kalam sebagaimana yang dijelaskan di atas. Namun dalam
peneli-tian ini akan dibatasi pada pemikiran kalam Abū an fah tentang Tuhan dan manu-sia. Karena kedua pembahasan tersebut merupakan inti dari pemikiran Abū an fah yang tersebar di dalam karya-karyanya.
Sedangkan dalam merumuskan masalah dalam penelitian ini, penulis akan
mengajukan pertanyaan, pertama, bagaimana pemikiran kalam Abū an fah tentang Tuhan dan kedua, bagaimana pemikiran kalam Abū an fah tentang manusia?
31 Mu ammad ‘Abduh, Ris lat al-Taw īd ẒKairo: D r al-Man r, 1366 Hẓ, h. 7.
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini ingin mengetahui dan mendeskripsikan
pemikir-an kalam Abū pemikir-an fah di mpemikir-ana ia merupakpemikir-an salah satu pemikir ypemikir-ang spemikir-angat berpe
-ngaruh di dalam pemikiran kalam pada masa setelahnya berkat argumentasi
rasio-nal yang dibangun dalam membantah pandangan kelompok Khaw rij, Mu‘tazilah,
Murji’ah, dan sebagainya. Oleh karenanya pendapat-pendapatnya dalam bidang
kalam banyak diikuti oleh generasi setelahnya bahkan pemikiran kalam yang
dikenal sebagai ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah merupakan terusan dari pandangan
Abū an fah.
Secara terperinci, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui dan
mendes-kripsikan pemikiran Abū an fah tentang dz t dan sifat Tuhan, (2) tentang kalam
All h Ẓal-Qur’ n), (3) tentang ayat tasybīh dan tajsīm, (4) tentang melihat All h (5)
tentang konsep iman dan kafir, (6) tentang status pelaku dosa besar, dan (7) tentang
paham Qadariyyah (Free Will) dan Jabariyyah (Predestination).
Sedangkan kegunaan dari tulisan ini adalah untuk memperkenalkan
pemikir-an kalam Abū pemikir-an fah kepada khalayak umum ypemikir-ang mpemikir-ana pemikirpemikir-annya tersebut
sesuai dengan akidah ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah. Selain itu penelitian ini juga dapat menambah khazanah kepustakaan atau litelatur di Indonesia khususnya
tentang pemikiran Abū an fah yang dirasa kurang dan diharapkan dengan adanya
penelitian ini dapat turut melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.
D.Tinjauan Kepustakaan
Sebagai figur imam dalam paham ahl al-sunnah sekaligus sebagai pemikir
kalam pertama Islam, tentunya banyak peneliti yang tertarik untuk mengkaji
Peneliti yang mengkaji pemikirannya pun beragam mulai peneliti luar negeri
sampai dalam negeri. Namun dari sekian banyak buku dan penelitian tersebut tidak
ada yang sistematis membahas pemikiran Abū an fah dengan membandingkannya dengan pemikiran ahl al-sunnah yang lainnya dan pengaruh pemikirannya terhadap
imam besar ahl al-sunnah seperti Abū Ja‘far al- a w Ẓw.321 Hẓ, Abū asan al-Asy‘ar (w.324 H) dan Abū Man ūr al-M turd (w.333 H).
Jika dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri baik itu
dalam bentuk buku, jurnal, skripsi, tesis atau disertasi maka sedikit dijumpai tulisan
yang membahas tentang pemikiran kalam Abū an fah. Di dalam negeri pemikiran kalam Abū an fah agak dikesampingkan—jika tidak mau dikatakan dilupakan sama sekali—bila dibandingkan dengan penelitian yang membahas tentang pemi-kirannya tentang fiqh dan u l al-fiqh. Ada sebuah penelitian yang ditulis oleh
Muhammad Nasuha di Jurnal Teologia dengan judul ‘Pemikiran Theologis Imam Abu Hanifah’,33 yang mencoba mengungkap sisi-sisi teologis Abū an fah. Akan tetapi sumber yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada satu karya
Abū an fah yaitu al-Fiqh al-Akbar yang telah diberi penjelasan oleh al-Mull ’
‘Al al- anaf dan tidak mengelaborasikan dengan karyanya yang lain. Padahal
karya Abū an fah yang lain mempunyai signifikansinya sendiri untuk benar-benar mengungkap pemikirannya dalam bidang kalam. Penelitian ini juga tidak
memban-dingkan dengan pemikiran kalam lainnya yang berkembang pada saat itu dan tidak
mencantumkan pengaruh pemikirannya terhadap al- a w Ẓw.321 H), al-Asy‘ar (w.324 H) dan al-M turd (w.333 H). Penelitian yang banyak tentang Abū an fah justeru dalam bidang fiqh dan u l al-fiqh. Berikut di antara penelitian tersebut:
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi dengan judul ‘Jarimah dan Hukum
-nya Menurut Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‘i’,34 Sasrayelli menulis
‘Konsepsi Rukhsah Abu Hanifah dan al-Syafi‘i Dalam Pelaksanaan Hukum
Islam’,35 Abdul Hadi menulis ‘Saksi Wanita dalam Perkawinan Menurut Imam
Syafi‘i dan Imam Abu Hanifah’,36 Sukron menulis ‘Hukum Perempuan Memilih
Pasangan Nikah dalam Pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‘i’,37
Vebriani menulis ‘Perkawinan Usia Dini Berdasarkan Pandangan Asy- Syafi‘i dan Abu Hanifah Serta Kaitannya dengan Usia Nikah di Indonesia’,38 Husni Thamrin
menulis ‘Kedudukan Anak Yang Lahir di Luar Nikah Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Asy- Syafi‘i’,39 Sholahuddin menulis ‘Al-Im m Abū an fah wa al
-Im m al- Sy fi‘ Wa Manhajuhum F al-Ijtih d’,40 Nurlaila menulis ‘Mudarabah
dalam Perspektif Imam Madzhab; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi‘i, dan Imam Ahmad bin Hambal’,41 Endang Madli menulis ‘Pemahaman Dilalah
dalam Istimbat Hukum: Studi Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‘i
Serta Dampaknya Bagi Ketetapan Hukum’,42 Siti Vivi Luthfi’ah menulis ‘Saksi
34 Mulyadi, Jarimah dan Hukumnya Menurut Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‘i, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2004)
Hanifah dan Imam Syafi‘i, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2007)
38 Vebriani, Perkawinan Usia Dini Berdasarkan Pandangan Asy- Syafi‘i dan Abu Hanifah Serta Kaitannya dengan Usia Nikah di Indonesia, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2006)
39 Husni Thamrin, Kedudukan Anak Yang Lahir di Luar Nikah Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Asy- Syafi‘i, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2006)
40 Sholahuddin, Al-Im m Abū an fah Wa al-Im m al- Sy fi‘ wa Manhajuhum f al-Ijtih d, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2002)
41 Nurlaila, Mudarabah dalam Perspektif Imam Madzhab; Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi‘i, dan Imam Ahmad bin Hambal, Skripsi (Jakarta: UIN JKT, 2004)
42 Endang Madli, Pemahaman Dilalah dalam Istimbat Hukum: Studi Komparatif Imam Abu
Anak Kecil dalam Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Abu Hanifah dan Malik
Ibn Anas: Studi Analisis Terhadap Pandangan Fuqaha’.43
Tulisan dalam bentuk buku yang membahas tentang pemikiran Abū an fah baru banyak ditulis oleh peneliti luar negeri. Berikut beberapa buku yang
mempunyai relevansi dengan penelitian ini, di antaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Mu af ’ ‘Abd al-R ziq yang berjudul Tamhīd
Li T rīkh al-Falsafah al-Isl miyyah. Sejauh pengamatan penulis, karya ini adalah
karya pertama yang ditulis oleh sarjana Muslim yang membahas perkembangan
pemikiran dalam Islam secara komprehensif. Pembahasan pemikiran kalam Abū
an fah sangat minim tetapi ini merupakan pintu masuk bagi peneliti setelahnya
termasuk ‘Al S m al-Nasysy r untuk mengembangkan gagasan yang telah dimulai
oleh Mu af ’ ‘Abd al-R ziq.44
‘Al S m al-Nasysy r, salah seorang murid Mu af ’ ‘Abd al-R ziq, menulis
buku yang berjudul Nasy’at al-Fikr al-Falsafī Fī al-Isl m. Penelitian ini dengan jeli
membahas sejarah pemikiran falsafi mulai dari kondisi sosial bangsa Arab pada
masa awal Islam dengan adanya pengaruh al-Qur’ n sampai pada pembahasan pemikiran aliran-aliran di dalam Islam seperti kalam, tasawuf, dan u l al-fiqh.
Adapun pembahasan tentang pemikiran kalam Abū an fah diuraikan dalam
bukunya tersebut pada jilid ke dua dengan membahas tentang dz t dan sifat All h, sifat al-khalq, al-‘ilm, dan kehendak manusia.45
43Siti Vivi Luthfi’ah, Saksi Anak Kecil dalam Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Abu Hanifah dan Malik Ibn Anas: Studi Analisis Terhadap Pandangan Fuqaha, Skripsi(Jakarta: UIN JKT, 2003)
44
Mu af ’ ‘Abd al-R ziq, Tamhīd Li T rīkh al-Falsafah al-Isl miyyah (Kairo: Lajnah
al-Ta’l f Wa al-Tarjamah, 1959). 45‘Al S m
Buku yang ditulis oleh Mu ammad bin ‘Abd al-Ra m n al-Kham s yang berjudul I‘tiq d al-A’immah al-Arba‘ah.46 Buku ini berisi tentang akidah empat
imam yang masyh r yaitu Abū an fah Ẓ80-150 Hẓ, M lik bin Anas Ẓ93-179 H), al-Sy fi‘ (150-204 H), dan A mad bin ambal (164-241 H). Secara umum buku ini cukup komprehensif membahas tentang akidah keempat imam. Namun dalam
buku ini hanya mengutip pendapat keempat imam tanpa banyak mengelaborasikan
dengan pendapat ulama ahl al-sunnahyang lainnya. Sehingga menjadikan buku ini
pure pendapat dari sang imam. Adapun mengenai akidah Abū an fah, sang penulis buku hanya membahas tentang tiga aspek yaitu masalah tauhid, qadar, iman, dan
tentang sahabat.
Tetapi kemudian hari Mu ammad bin ‘Abd al-Ra m n al-Kham s menulis buku yang lebih spesifik berjudul U l al-Dīn ‘Ind al-Im m Abī anīfah.47 Namun
seribu sayang karena di dalam buku tersebut banyak terdapat reduksi-reduksi
filosofis karena melihat akidah sang iman dengan kacamata Ibn Taymiyah sehingga
pembahasannya cenderung membosankan dan sama sekali tidak filosofis. Padahal
kalau dilihat di dalam karya Abū an fah langsung maka akan didapatkan berbagai pandangannya yang sangat filosofis-rasionalis. Buku ini juga memiliki konklusi
yang berbeda dalam penelitian ini terutama dalam memandang tentang peranan akal
dan sifat ta’w l Ẓinterpretasi).
Buku yang ditulis oleh Wahb Sulaym n Gh wij yang berjudul Ab anīfah
al-Nu‘m n: Im m al-A’immah al-Fuqah ’.48 Isi buku ini sangat lengkap mulai dari
46 Mu ammad bin ‘Abd al-Ra m n al-Kham s, I‘tiq d al-A’immah al-Arba‘ah ẒRiy : Maktabah al-Malik Fahd, 1345 H)
47
Mu ammad bin ‘Abd al-Ra m n al-Kham s,U l al-Dīn ‘Ind al-Im m Abī anīfah (t.tp: D r al- am ‘ , t.tẓ
48 Wahb Sulaym n Gh wij , Ab anīfah al-Nu‘m n: Im m al-A’immah al-Fuqah ’
biografi Abū an fah, guru dan muridnya sampai pada keseriusannya dalam
menuntut ilmu. Pemikiran akidahnya baru dibicarakan pada bab ketujuh dari buku
ini. Itu pun berupa tulisan Abū an fah yaitu al-Fiqh al-Akbar dengan sedikit komentar dari sang penulis buku.
Kemudian ada juga buku yang ditulis oleh Mu ammad ‘Abd al-Rasy d yang berjudul Mak nat al-Im m Abī anīfah Fī al- adīts.49 Sebagaimana tertera di
dalam judul buku tersebut, buku ini hanya memfokuskan pada pemikiran Abū
an fah dalam bidang adīts tanpa menyebutkan pemikirannya dalam hal akidah
kecuali hanya sedikit.
Ada juga buku yang ditulis oleh Abū ‘Abdill h Mu ammad bin A mad bin
‘Utsm n al-Dzahab yang berjudul Man qib al-Im m Abī anīfah.50 Buku ini hanya menceritakan kisah perjalanan hidup Abū an fah tanpa menyinggung
pemikirannya dalam hal akidah.
Buku yang cukup serius membahas tentang pemikiran Abū an fah ditulis oleh Mu ammad Abū Zahrah yang berjudul Ab anīfah. Walaupun Abū Zahrah
sendiri nampaknya meragukan sebagian karya Abū an fah yang sudah tersebar
luas, tetapi ia menulis dengan sangat bagus dan jernih perihal pemikiran kalam Abū
an fah meliputi masalah keimanan, pelaku dosa besar Ẓmurtakib al-kabīrah),
qudrat dan ir dat, dan masalah kemakhlukan al-Qur’ n.51 Walaupun tidak dapat
49 Mu ammad ‘Abd al-Rasy d, Mak nat al-Im m Abī anīfah Fī al- adīts ẒBeirut: D r
Basy ’ir al-Isl miyyah, t.tẓ
50Abū ‘Abdill h Mu ammad bin A mad bin ‘Utsm n al-Dzahab , Man qib al-Im m Abī
anīfahv Wa ibayh Abī Y suf Wa Mu ammad bin al- asan (Hyderabad: Lajnah I y ’ al
-Ma‘ rif, t.tẓ
51
Mu ammad Abū Zahrah, Ab anīfah: ay tuhu Wa ‘A aruhu Ar ’uhu Wa Fiqhuhu
ditampik banyak reduksi yang dilakukan terhadap pemikiran kalam Abū an fah
lantaran sikap skeptisnya tersebut.
E.Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini merupakan library research yang menggunakan referensi
utama buku-buku karya Abū an fah di antaranya al-Fiqh al-Akbar yang sudah diberi komentar oleh al-Mull ‘Al al- anaf dengan judul Syar al-Fiqh al-Akbar Li Im m Abī anīfah. Buku karangan Abū an fah yang lainnya adalah al-‘ lim Wa al-Muta‘allim yang dicetak bersama dengan karyanya yang lain yaitu al-Fiqh
al-Absa dan Ris lahkepada ‘Utsm n al-Batt .52Karya Abū an fahlainnya adalah
al-Wa iyyah yang sudah diberi komentar oleh Akmal al-D n Mu ammad bin Mu ammad al- anaf dengan judul Syar Wa iyyah al-Im m Abī anīfah.53
Selanjutnya adalah buku yang dikarang oleh Kam l al-D n A mad bin
usayn al-Bay berjudul Isy r t al-Mar m Min ‘Ib r t al-Im m Abī anīfah al
-Nu‘m n Fī U l al-Dīn.54 Buku ini merupakan kumpulan dari kelima karya Abū
an fah yang sudah dielaborasi dan dikomentari oleh sang penulis. Salah satu
kelebihan dari buku ini adalah di mana di dalamnya terdapat petunjuk untuk
memahami isi kalimat yang digunakan oleh Abū an fah sehingga memudahkan pembaca dalam memahami pemikirannya.
Adapun data sekunder yang digunakan adalah buku-buku karya ulama-ulama
terdahulu maupun buku-buku yang ditulis oleh ulama sekarang khususnya yang ada
52Abū an fah, Al-‘ lim Wa al-Muta‘allim (Kairo: al-Anw r, 1368 H)
53 Akmal al-D n al-B bart , Syar Wa iyyah al-Im m Abī anīfah Ẓ‘Amm n: D r al-Fat , 2009).
54Kam l al-D n A mad bin usayn al-Bay , Isy r t al-Mar m Min ‘Ibar t al-Im m Abī
kaitannya dengan pembahasan pada penelitian ini. Terlebih karena pada penelitian
ini akan membahas pemikiran kalam ulama salaf dengan membandingkan dengan
pemikiran ulama yang sezaman dengannya, maka dibutuhkan pula buku-buku
per-bandingan yang mengemukakan tentang pemikiran para ulama salaf yang lainnya,
di antaranya:
Buku yang ditulis oleh Abū Ja‘far al- a w yang berjudul ‘Aqīdah al
-a wiyyah,55selanjutnya buku yang ditulis oleh Abū asan al-Asy‘ar yang berju
-dul al-Ib nah ‘An U l al-Diy nah,56al-Luma‘,57dan al-Maq l t al-Isl miyyīn,58
dan buku yang ditulis oleh Abū Man ūr al-M tur d Ẓw.333 H) yang berjudul Kit b
al-Taw īd,59dan Syar al-Fiqh al-Akbar,60 akan banyak dikutip dalam penelitian
ini sebagai perbandingan antara pemikiran kalam Abū an fah dan kelompok ahl
al-sunnah wa al-jam ‘ah.
Buku lainnya yang akan banyak dikutip sebagai perbandingan adalah karya
al-Q ‘Abd al-Jabb r yang berjudul Syar al-U l al-Khamsah,61 yang
merupa-kan representasi dari pendapat kelompok Mu‘tazilah.
Buku sekunder lainnya adalah buku yang ditulis oleh para sejarawan awal
dalam bidang pemikiran Islam seperti karya al-Syahrast n Ẓw.548 Hẓ yang berjudul
55Ibn Ab al
-‘Iz, Syar ‘Aqīdah al- a wiyyah (Beirut: al-Maktabah al-Islam , 2006) 56Abū al- asan ‘Al bin ‘Ism ‘ l al-Asy‘ar , al-Ib nah ‘An U l al-Diy nah ẒBeirut: D r al
-kutub ‘Ilmiyyah, 2011ẓ
57 Al-Asy‘ar , al-Luma‘ Fī al-Radd ‘Al ’ Ahl al-Ziyagh Wa al-Bida‘ (Kairo: Syirkah
Mus hamah, 1955ẓ.
58 Al-Asy‘ar , Al-Maq l t al-Isl miyyīn Wa Ikhtil f al-Mu allīn (Beirut: Maktabah
al-‘A riyyah, 1990)
59Abū Man ūr al-M tur d , Kit b al-Taw īd ẒBeirut: D r dir, t.tẓ 60 Al-M tur d ,Syar al-Fiqh al-Akbar (Qatar: al-Syu’ūn al-D niyyah, t.tẓ
al-Milal Wa al-Ni al,62 dan buku karya ‘Abd al-Q hir al-Baghd d (w.429 H) yang
berjudul al-Farq Bayn al-Fir q.63
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yaitu dengan mendeskripsikan secara
terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian menganalisis
setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif.
3. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini termasuk penelitian library research, maka teknik
pengumpulan data dilakukan di sebagian besar perpustakaan, baik perpustakaan
utama UIN Jakarta, perpustakaan Fakultas Ushuluddin, perpustakaan
Darus-Sunnah International Institut For Hadith Sciences, maupun perpustakaan pribadi
yang menyediakan literatur atau referensi yang berkaitan dengan tema yang
diangkat pada penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan
penelitian ini dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan relevansi terhadap
pemba-hasan penelitian ini. Setelah semua buku telah diklasifikasikan maka langkah
selan-jutnya adalah dibaca dan diteliti, dan pada akhirnya dimasukkan pada pembahasan
penelitian yang diangkat.
4. Teknik Analisis Data
Semua buku yang berkaitan dengan tema pembahasan ini dibaca dengan
cermat dan mendetail. Semua kata-kata yang penting diberikan tanda khusus
(dikasih stabilo) supaya mempermudah dalam penalaran data yang akan
62 Mu ammad bin ‘Abd al-Kar m al-Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al ẒBeirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011ẓ
kan. Karena analisis pada penelitian ini berkutat antar teks, maka sedikit banyak
digunakan berbagai metode, baik itu metode hermeneutik,64 semantik,65 maupun
filologis. Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiyah tahun 2007 yang diterbitkan oleh penerbit CeQda.
Adapun transliterasi menggunakan Jurnal Ilmu Ushuluddin tahun 2013.
F. Sistematika Pembahasan
Pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab. Bab I adalah
pendahulu-an. Di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah dan rumusan masalah
yang diangkat dalam penelitian ini. Di dalam bagian ini juga dikemukakan bahwa
Abū an fah adalah pemikir awal Islam yang sudah concern pada masalah akidah/
kalam. Dalam menjelaskan pemikiran kalamnya Abū an fah tidak jauh berbeda
dengan manh j yang digunakan oleh ahl al-sunnahdan ahl al- ad ts pada umumnya yaitu berdasarkan argumen-argumen yang sesuai dengan al-Qur’ n, ad ts dengan ditopang hasil penalaran rasio (akal).
Pada bab II, akan diuraikan tentang biografi Abū an fah mulai dari kepriba
-dian sampai perjalanan intelektualnya. Pada bab ini juga akan diuraikan tentang
pandangan para kritikus tentang pribadi Abū anfah yang didakwa mempunyai
paham yang sama dengan Murji’ah sekaligus bantahan terhadap pendapat tersebut. Terakhir akan disebutkan beberapa karya Abū an fah yang masih ada hingga
64 Hermeneutik merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Dalam definisi yang agak berbeda dikatakan bahwa hermeneutik sebagai suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya. Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar Hermeneutika: Antara Intensionalisme dan Gadamerian (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2008), h. 29.
65 Semantik adalah suatu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik. Ilmu ini membahas tentang telaah makna, lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna dan
hubungan makna yang satu dengan yang lainnya. Abd. Mu’in Salim, Metode Ilmu Tafsir
sekarang sekaligus dijelaskan pula tentang kebenaran karya tersebut sebagai karya
asli dari Abū an fah.
Pada bab III, akan diuraikan pandangan Abū an fah tentang Tuhan. Menu
-rutnya All h haruslah disifati dengan apa yang telah disifatkan oleh diri-Nya sendiri sebagaimana yang terdapat di dalam al-Qur’ n dan ad ts Nabi yang a īh. Adapun ayat-ayat yang mengindikasikan tajsīm dan tasybīh ditetapkan sebagaimana
layak-nya All h mempunyai sifat tersebut tanpa adanya ta‘ īl dan tasybīh. Menurutnya
All h bisa dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala yaitu dengan tersingkapnya
tirai antara manusia dan All h tanpa diketahui caranya Ẓbil kayf). Dari sini akan diketahui bahwa pendapatnya dalam hal sifat Tuhan sama seperti mayoritas ulama
al-salaf al- li īn dari kalangan ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah.
Pada bab IV, akan diuraikan pandangan Abū an fah tentang manusia. Dalam bab ini akan diuraikan pendapatnya tentang kemampuan akal. Bahwa manusia
dengan akalnya wajib mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk.
Selain itu juga akan dijelaskan tentang masalah iman dan kafir. Bahwa All h tidak menciptakan manusia dalam keadaan beriman atau kafir, tetapi manusia sendirilah
yang mengupayakan perbuatannya. Berangkat dari pendapat tersebut kemudian ia
memproklamasikan teori kasb yang merupakan ciri khas dari pandangan ahl
al-sunnah wa al-jam ‘ah. Pada bab ini juga akan dijelaskan bantahan terhadap
kelompok Khaw rij, Murji’ah dan Mu‘tazilah dalam masalah status pelaku dosa
besar dan paham kebebasan berkehendak.
Kesimpulan pada penelitian ini akan dibahas pada bab V. bab ini akan
mem-berikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang dijelaskan oleh penulis dari
yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu seputar pemikiran kalam Abū an fah. Tidak lupa pula saran-saran dan rekomendasi yang bersifat konstruktif
seputar pemikiran kalam di dalam dunia Islam pada umumnya dan pemikiran kalam
Abū an fah pada khususnya.
A.Latar Belakang Keluarga
Nama lengkap Abū an fah adalah al-Nu‘m n bin Ts bit bin Zū ’ bin M h.1 Ada juga yang mengatakan al-Nu‘m n bin Ts bit bin al-Nu‘m n bin Marzub n.2
Para sejarawan berselisih pendapat mengenai nama kakek dari Abū an fah, ada yang berpendapat bahwa kakeknya bernama al-Nu‘m n bin al-Marzub n, dan sebagian yang lain berpendapat bernama Zū ’ bin M h. Para peneliti telah mengompromikan beberapa pendapat di atas dengan mengatakan bahwa arti kata
Zū ’ sendiri menurut bahasa Arab sama dengan kata al-Nu‘m n, dan arti kata M h adalah al-Marzub n.3 Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa Abū an fah
bernama ‘At k bin Zū arah kemudian ia menamakan dirinya dengan al-Nu‘m n dan
ayahnya dengan Ts bit.4
Mengenai nama asli dari Abū an fah, cucunya pernah berkata: ‘Saya berna-ma Ism ‘l bin amm d bin al-Nu‘m n bin Ts bit bin al-Nu‘m n bin Marzub n.5
Pendapat dari Ism ‘l bin amm d ini sekaligus menetapkan nama asli dari Abū
an fah yang menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Al-Nu‘m n bin Marzub n ẒZū ’ bin m h)—kakek Abū an fah—berasal dari K bul—ibukota Afganistan sekarang—ada juga yang mengatakan bahwa
al-Nu‘m n berasal dari Babilonia, pendapat yang lain mengatakan berasal dari Amb r,
ada juga yang menyebut Nas ’, dan Tirm dz. Al-Nu‘m n sudah memeluk Islam
1Wahb Sulaym n Gh wij , Ab anīfah al-Nu‘m n: Im m al-A’immah al-Fuqah ’ (Beirut:
D r al-Qalam, 1993), h. 47-8. (Selanjutnya disebut Wahb Sulaym n, Ab anīfah)
2 A mad bin Mu ammad bin Khallik n, Wafiy t al-A‘y n Wa Anb ’ Abn ’ al-Zam n (Beirūt: D r al- adr, t.t), Juz. 5, h. 405. (Selanjutnya disebut Ibn Khallik n, Wafiy t al-A‘y n)
3Wahb Sulaym n, Ab anīfah, h. 48.
4 A mad bin ‘Al al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd dẒBeirut: D r al-Gharb al-Isl m , 2002), Juz. 15, h. 444. (Selanjutnya disebut Al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd d)
pada masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Kha b kemudian bermigrasi ke Kūfah
Ẓ‘Ir qẓ dan menetap di sana.6
Beberapa penilaian jelek pernah dialamatkan kepada keluarga Abū an fah di antaranya bahwa Ts bit—ayahnya—adalah seorang Nasrani.7 Tuduhan ini dila-kukan karena menyangka bahwa al-Nu‘m n bin Marzub n belum memeluk Islam dan masih beragama Nasrani. Pendapat tersebut nampaknya akan segera dinafikan
mengingat menurut pendapat yang paling masyhur bahwa Ts bit dilahirkan sudah
masuk Islam.8 Bahkan di dalam kitab-kitab sejarah disebutkan bahwa Ts bit
mengenal dekat sahabat ‘Al bin Ab lib sebagaimana dikisahkan berikut: Pada suatu hari Ts bit datang kepada sahabat ‘Al bin Ab lib meminta didoakan baginya dan keturunannya dengan suatu kebaikan. Kemudian All h mengabulkan apa yang diminta oleh Ts bit dengan lahirnya Abū an fah yang kelak akan menjadi pemimpin, penguasa bumi, dan perkataannya dalam hal agama
akan diikuti oleh banyak orang. Bahkan al-Nu‘m n bin al-Marzub n (ayahnya Tsabit) merupakan orang yang memberi f l dzaj (sejenis makanan khas dari Persia
yang terbuat dari gandum) kepada sahabat ‘Al dalam pesta tahun baru (bagi bangsa Persia). 9
Penilaian negatif juga sering diarahkan kepada Abū an fah dengan mengata-kan bahwa ia adalah seorang budak dari Taymillah bin Tsa‘labah bin Bakar bin
W ’il yang pada kemudian hari dimerdekakan.10 Pendapat ini pertama kali
6Wahb Sulaym n, Ab anīfah, h. 47-8., Mu ammad bin A mad al-Dzahab , Siyar A‘l m
al-Nubal ’ (Beirut: Muassasah al-Ris lah, 1985ẓ, Juz. 6, h. 395. (Selanjutnya disebut Al-Dzahab ,
Siyar)
7 Al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd d, Juz. 15, h. 444. 8 Ibn Khallik n, Wafiy t al-A‘y n, Juz. 5, h. 405.
9Wahb Sulaym n, Ab anīfah, h. 48.
10 Al-Dzahabi, Siyar, Juz. 6, h. 390., Al-Dzahabi, Man qib al-Im m Abī anīfah Wa