• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Putri Sari Angelia Manurung 111101106

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Putri Sari Angelia Manurung 111101106

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah memberikan anugerah dan kasih karuniaNya hingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salam termanis bagi sahabat sejati, Yesus Kristus, serta Maria, bundaNya yang selalu setia mendampingi dan menuntun saya selama proses pengerjaan skripsi sehingga segala halang rintang dapat dilalui dengan baik dan bijaksana. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kelulusan sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Saya menyadari bahwa bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu saya selama penyusunan, pengerjaan, dan penyelesaian penulisan skripsi ini sangatlah berarti bagi saya. Oleh karena itu, pada kesempatan yang terbatas ini saya ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(6)

7. Lufthiani, SKp, Ns., M. Kes selaku dosen penguji 1 dan Yesi Ariani, SKp, M.kep, Sp. KMB selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran-saran dan arahan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini 8. Dosen pembimbing akademik saya, Siti Zahara Nasution

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada saya.

10. Kedua orangtua saya yang tercinta, Ayahanda M. Manurung dan Ibunda T. Simanjuntak yang sangat menyayangi saya dan tiada henti-hentinya mendoakan, memberi semangat dan memberi dukungan kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini, dan juga kepada abang saya tercinta Raja Putra Claudius Manurung dan adek yang tersayang Tribosco dan Anggara, serta kepada Pastor Agus yang selalu medoakan saya dan kepada keluarga besar saya yang selalu membantu, memberi dukungan dan motivasi kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini.

11. Kepada sahabat tersayang saya Yeni, Stephanie, Helena, Chindy, Berlyana, Arya, Adi, Sopian, Armando, Boston, Sarwan dan Isep yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungan kepada saya.

(7)

Akhir kata, penulis berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap semua yang tertulis di dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia keperawatan.

Medan, Januari 2015 Peneliti

(8)

Halaman Judul ... i

3. Perubahan Fisiologis Sistem Gastointestinal ... 19

3.1 Defenisi Sistem Gastrointestinal ... 19

3.2 Klasifikasi Sistem Gastrointestinal ... 20

3.3 Patofisiologi Sistem Gastrointestinal ... 20

3.4 Manifestasi Klinis ... 21

3.5 Komplikasi Sistem Gastrointestinal ... 22

4. Konstipasi ... 23

4.1 Defenisi Konstipasi ... 23

4.2 Faktor Resiko Terjadinya Konstipasi ... 23

4.3 Patofisiologi Konstipasi ... 25

4.4 Karakteristik Konstipasi ... 26

4.5 Pengukuran Penilaian Konstipasi ... 30

4.6 Dampak Konstipasi ... 30

4.7 Managemen Konstipasi ... 32

Bab 3. KERANGKA PENELITIAN ... 35

1. Kerangka Penelitian ... 35

(9)

3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik ... 39

5. Instrumen Penelitian ... 40

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument ... 41

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 42

8. Analisa Data ... 43

Bab 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

1. Hasil Penelitian ... 44

1.1 Deskripsi Lokalisasi Penelitian ... 44

1.2 Karakteristik Responden ... 44

1.3 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan ... 46 1. Lembar Penjelasan Tentang Penelitian ... 60

2. Lembar Persetujuan Responden ... 61

11.Surat Uji Reliabilitas Kuesioner ... 84

12.Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner ... 85

13.Surat Permohonan Izin Penelitian ... 86

14.Surat Selesai Penelitian ... 87

15.Lembar Bimbingan ... 88

(10)
(11)

immobilisasi pada pasien stroke ... 36 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik pasien stroke

di RSUP H.Adam Malik Medan ... 45 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase perubahan fisiologis sistem

(12)

Peneliti : Putri Sari Angelia M NIM : 111101106

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan) Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan kerusakan jaringan otak yang dikarenakan berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi. Konstipasi hampir selalu dijumpai pada pasien stroke yang immobilisasi dikarenakan sistem saraf enterik usus pada saluran pencernaan terganggu atau mengalami penurunan fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan lembar pemeriksaan fisik konstipasi. Nilai reliabilitas kuesioner sebesar 0,95. Hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi dalam kategori ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik adalah mengalami konstipasi berat yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Peneliti menyarankan penting agar perawat melakukan mobilisasi fisik atau latihan yang cukup serta memberikan makanan yang mengandung serat kepada pasien.

(13)
(14)

Peneliti : Putri Sari Angelia M NIM : 111101106

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan) Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan kerusakan jaringan otak yang dikarenakan berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi. Konstipasi hampir selalu dijumpai pada pasien stroke yang immobilisasi dikarenakan sistem saraf enterik usus pada saluran pencernaan terganggu atau mengalami penurunan fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan lembar pemeriksaan fisik konstipasi. Nilai reliabilitas kuesioner sebesar 0,95. Hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi dalam kategori ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik adalah mengalami konstipasi berat yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Peneliti menyarankan penting agar perawat melakukan mobilisasi fisik atau latihan yang cukup serta memberikan makanan yang mengandung serat kepada pasien.

(15)
(16)

1. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke berulang. Rata-rata seseorang mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4 menit. Dari 4 juta orang Amerika Serikat yang hidup pasca stroke, 15-30% diantaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control and Prevention, 2013).

(17)

Dasar (2013) melaporkan prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan

diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti di Yogyakarta

(10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil.

Prevalensi stroke di Sumatera Utara mencapai 10, 3%.

Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan pada tahun 2013, yaitu pasien stroke hemoragik 262 orang, stroke iskemik 353 orang, dan semakin bertambah setiap tahunnya. Gangguan yang dialami akibat stroke sangat mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kehidupan. Sepertiga dari stroke memiliki ketidakmampuan jangka panjang (Departemen of Health London, 2007). Ketidakmampuan yang terjadi pada pasien stroke karena kerusakan sel-sel otak saat stroke. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental (Rahayu dkk, 2014).

(18)

peristaltik dengan konstipasi dan impaksi fekal. Tirah baring yang terus-menerus atau selama 5 hari atau lebih dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang.

Berdasarkan rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan jumlah pasien imobilisasi dari 45 orang pasien tirah baring yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 88,8% mengalami konstipasi akibat immobilisasi yang lama dengan diagnosa yang paling banyak adalah pasien stroke sebanyak 33,3%, head injury 11,1%, fraktur 15,6%, sisanya adalah pasien bedrest yang memerlukan perawatan lama (Suheri, 2009).

Gangguan sistem gastrointestinal yang sering terjadi di Amerika adalah konstipasi, kira-kira 4,5 juta penduduk mengalami masalah konstipasi (Folden et al, 2002). Pravalensi konstipasi setelah stroke bervariasi dari 30% sampai 60% (Cardin et al, 2010). Kejadian konstipasi sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4 - 6% pada individu yang berusia 70 tahun dan terjadi konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut (Harrari et al, 1996 dalam Folden et al, 2002). Angka kejadian konstipasi juga tinggi pada pasien yang mengalami stroke sebesar 45% dan lansia yang dirawat di rumah sakit sebesar 46% (Folden et al, 2002).

(19)

Murakami et al (2007), dimana kejadian konstipasi meningkat pada individu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional dan kognitif dan pada usia lanjut. Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi kronis adalah peningkatan usia, obat-obatan, kurangnya asupan serat dan cairan sehari-hari, gangguan fungsional dan kognitif (Murakami et al, 2007).

Immobilisasi yang terjadi akan mengakibatkan otot-otot menjadi lemah, sementara tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitas usus juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang kolon sedangkan otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intra abdominal selama proses defekasi (Janice et al, 2006). Immobilisasi yang lama akan menyebabkan penurunan motilitas usus

sehingga berdampak pada gangguan pasase feses. Feses yang berada lebih lama di dalam kolon akan menjadi lebih keras sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus hal ini disebabkan oleh proses reabsorbsi air banyak terjadi di kolon (Rubens et al, 2001).

(20)

akut antara lain penurunan aktivitas fisik, perubahan kebiasaan toileting, perubahan pola makan sehari-hari, obat-obatan dan stress.

Penelitian Tania et al ( 2014), menyimpulkan bahwa prevalensi disfungsi usus sebelum stroke 23,9 % tetapi setelah mengalami stroke disfungsi usus meningkat menjadi 55,21% (p<0,0001). Disfungsi usus adalah keluhan gastrointestinal yang paling sering dengan dampak negatif pada kualitas hidup pasien serta membatasi aktivitas sosial mereka (Su et al, 2009). Berdasarkan laporan dari pasien atau pemberi asuhan kemungkinan perkembangan disfungsi usus meningkat menjadi tujuh kali lipat setelah stroke. Disfungsi yang paling sering sebelum stroke adalah konstipasi intestinal (73,91%) dan sisanya pergerakan usus (17,39%). Setelah stroke, konstipasi tetap menjadi disfungsi yang paling sering (50%), diikuti oleh frekuensi pergerakan usus (26,79%), defekasi tidak tuntas (12,50%) dan kurangnya privasi (5,36%). Penggunaan laksatif (obat pencahar) setelah stroke 19,15% tetapi hasilnya tidak terlalu memuaskan (p=0,0736).

(21)

Konstipasi bukan hal yang sederhana karena seseorang yang konstipasi akan mengalami kesulitan buang air besar dan feses yang keras dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu serta merasa tidak puas setelah selesai buang air besar atau dalam pengkajian umum banyak kesulitan untuk defekasi secara tidak tuntas seperti membutuhkan alat bantu jari-jari saat defekasi, mengedan dan membutuhkan waktu yang lama saat buang air besar. Berdasarkan tanda-tanda tersebut seseorang yang menunjukkan 2 atau lebih tanda dan gejala dapat disimpulkan bahwa seseorang sudah mengalami konstipasi (Tania et al, 2014).

Konstipasi yang terjadi sesekali, mungkin tidak berdampak pada gangguan tubuh, namun bila konstipasi ini terjadi berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain: hipertensi arterial, impaksi fekal, hemoroid, fisura ani serta megakolon (Smeltzer & Bare, 2007). Konstipasi akan mengakibatkan penarikan secara persisten pada nervus pudendal sehingga akan menyebabkan komplikasi seperti hemoroid, prolaps rektal, atau inkontinensia (Bharucha, 2007). Melihat begitu banyak komplikasi yang dapat terjadi akibat konstipasi, maka setiap individu harus menjaga keteraturan pola defekasi agar tidak terjadi konstipasi. Salah satu upaya pasien stroke untuk mencegah dan mengatasi masalah konstipasi adalah dengan melakukan mobilisasi fisik serta mengkonsumsi makanan yang berserat (Kyle & Gaye, 2006)

(22)

stroke yang mengalami immobilisasi sehingga peneliti meneliti lebih lanjut

tentang “ Gambaran Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi

pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan”. 2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang ditas maka dapat disimpulkan

rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran perubahan

fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan”.

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi praktek keperawatan khususnya perawat yang bekerja di ruangan neurologi tentang gambaran perubahan fisiologis pada pasien stroke yang immobilisasi sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

4.2 Bagi Pasien

(23)

4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan apabila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.

4.4 Bagi Rumah Sakit

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Stroke

1.1. Defenisi Stroke

Stroke adalah sindrom klinik yang diawali dengan timbulnya mendadak progressif

cepat berupa defisit neurologis fokal ataupun global yang berlangsung 24 jam lebih yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak neotraumatik (Batticaca, 2008). Stroke

merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) karena kematian jaringan

otak (infark serebral) penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak

dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti,

2011).

1.2. Klasifikasi Stroke

Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Pudiastuti,

2011).

1.2.1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena ateroskelorosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah

(25)

1. Transient Ischemic Neurologic (TIA)

Bentuk gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

3. Progressing stroke atau stroke in evolution

Kelainan atau deficit neurologi berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

4. Completed stroke

Kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak berkembang lagi. 1.2.2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom (Junaidi, 2011). Kejadian stroke hemoragik sekitar 25-30% dari total kejadian stroke. Walaupun kejadian stroke hemoragik tidak besar, tetapi stroke hemoragik sering mengakibatkan kematian, umumnya sekitar 50% kasus berujung pada kematian. Menurut Junaidi (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Perdarahan intraserebral (PIS); diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah

(26)

2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA); masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (perdarahan subarakhnoid primer).

1.3. Gejala Klinis Stroke

Gejala klinis yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya (Ginsberg, 2007).

Gejala klinis dari stroke dibedakan atas: 1. Stroke Iskemik

Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema (Aliah dkk, 2007). Gejala stroke iskemik yang dikemukakan oleh Aliah dkk (2007) dikelompokkan berdasarkan bagian yang terserang, sebagai berikut:

a. Gejala yang disebabkan terserangnya sistem karotis:

i) Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri. ii) Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.

(27)

iv) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara. Pemakaian kata-kata yang salah atau diubah.

b. Gejala yang disebabkan oleh terserangnya sistem vertebrobasilaris:

i) Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau muntah, terutama bila disertai dengan diplopia, disfagi atau disartri.

ii) Mendadak tidak stabil.

iii) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral. iv) Hemianopsia homonim

v) Serangan drop atau drop attack. 2. Stroke Hemoragik

Gejala klinis penderita stroke hemoragik dapat dikelompokkan berdasarkan jenis stroke hemoragik, seperti yang dikemukakan oleh Junaidi (2011) sebagai berikut:

a. Gejala klinis PIS:

i) Sakit kepala, muntah, pusing vertigo, gangguan kesadaran

ii) Gangguan fungsi tubuh (defisit neurologis), tergantung pada lokasi perdarah, bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler), maka ditemukan hemipaarese kontralateral, hemiplegic dan koma (bila perdarahan luas) sedangkan perdarahan luas/masif otak kecil/ serebelum (perdarahan serebeler) maka akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.

b. Gejala klinis PSA:

(28)

ii) Nausea dan vomiting (mual dan muntah) iii) Fotofobia (mudah silau)

iv) Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi

v) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik) vi) Kaku leher (meningismus), bila pasien masih sadar

vii) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang (koma)

c. Gejala klinis PSA yang disertai dengan hematom intraserebral: i) Lumpuh satu sisi (hemiparesis)

ii) Gangguan bicara (afasia)

iii) Kelumpuhan otot mata (paresis okulomotorius) iv) Lapang pandang menyempit (hemianopsia) v) Kejang epileptik

1.4. Komplikasi Stroke

Brunner & Suddarth (2002), mengemukakan bahwa serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:

1. Hipoksia serebral

2. Penurunan aliran darah serebral

(29)

2. Immobilisasi

2.1. Defenisi Immobilisasi

Immobilisasi ( gangguan mobilisasi fisik ) didefenisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association ( NANDA ) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995). . Imobilisasi juga merupakan ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai

penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau

mental. Imobilisasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak atau tirah

baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis

(Bariah, 2010).

2.2. Jenis Immobilisasi

Setiati (2014), mengemukakan bahwa jenis immobilisasi terdiri dari:

a) Immobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan

tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan

hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak

dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

b) Immobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu

penyakit.

c) Immobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan

secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

(30)

mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling

dicintai.

d) Immobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam

melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi

perannya dalam kehidupan sosial.

2.3. Dampak Immobilisasi

Potter & Perry (2005), mengatakan ada pengaruh fisiologis yang ditimbulkan oleh

keadaan immobilisasi yaitu apabila ada perubahan immobilisasi maka setiap sistem tubuh

akan beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung

pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi

yang dialami. Ada tujuh perubahan yang terjadi seperti perubahan pada metabolisme

tubuh, perubahan sistem respiratori, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem

musculoskeletal, perubahan integumen, perubahan eliminasi ( BAB & BAK ) dan

perubahan perilaku.

1. Perubahan Metabolik

(31)

keenam, beberapa dampak perubahan metabolisme, dianataranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar, dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, determinasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

2. Perubahan Sistem Respiratori

Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal dan karena udara yang diabsorbsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia hipostatis adalah peradangan paru-paru akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatis, keduanya sama-sama menurunkan oksgenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien (Long et al, 1993).

3. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

(32)

terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkat kerjanya. Terjadi thrombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga meningkatnya arus balik vena.

4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Pengaruh imobilisasi pada sistem musculoskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

Pengaruh yang terjadi dalam sistem musculoskeletal sebagai dampak imobilisasi adalah sebagai berikut:

i) Pengaruh Otot

Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan (Kasper et al, 1993)

ii) Pengaruh Skelet

(33)

pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989).

iii) Kontraktur Sendi

Kontraktur sendi adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh (Lahmkuhl et al, 1990).

5. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka dekubitus sebagai tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan. Dekubitus adalah salah satu penyakit intogenik paling umum dalam dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus lansia yang imobilisasi.

6. Perubahan Eliminasi Urine

(34)

meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal (Potter & Perry, 2005).

7. Perubahan Perilaku

Mobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping 3. Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal

3.1. Defenisi Sistem Gastrointestinal

Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas (Sujono Hadi, 2002).

3.2. Klasifikasi Sistem Gastrointestinal

(35)

3.3. Patofisiologi Sistem Gastrointestinal

Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah kedalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan, atau bahkan melihat, mencium, atau mencicip makanan dapat menyebabkan refleks salivasi. Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 L setiap hari. Saliva juga mengandung mukus yang membantu melumasi makanan saat dikunyah, sehingga memudahkan menelan. Dua pusat dalam inti retikularis medula oblongata adalah zona pencetus kemoreseptif yaitu uremia, emesis yang diinduksi oleh obat, emesis karena radiasi dan pusat yang terintegrasi. Jaras eferen muncul dari hampir semua tempat tubuh. Jaras vagal adalah sangat penting, tetapi vagotomi tidak menghilangkan muntah . jaras eferen empatik yang memperantarai muntah berkaitan dengan distensi abdomen.

(36)

Faktor-faktor yang mengurangi pasokan darah dan penghantar oksigen ke medula (renjatan, oklusi vaskular, peningkatan tekanan intrakranial). Dapat menginduksi emesis. Obat-obat emetik menghasilkan efeknya melalui stimulasi sentral langsung atau dengan iritasi mukosa lambung. Pola muntah mendadak, sering kali proyektil tanpa didahului mual, sangat kuat menunjukkan penyebab sentral. Konsekuensi muntah metabolik, dengan muntah hebat terjadi hipovolemia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik serta deplesi natrium total (Chandranata, 2000).

3.4. Manifestasi Klinis

Menurut Linda Chandranata (2000), manifestasi klinis gastrointestinal yaitu: a. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau rasa pahit pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya disebabkan karena keluhan psikhis.

b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua penyakit, termasuk juga penyakit saluran makan.

(37)

yaitu timbulnya regurgitasi, refluks asam, rasa nyeri didada yang intermiten, misalnya pada akhalasia, karsinoma esofagus, spasme yang difus pada esofagus. d. Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa mual diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya ingat yang tak menyenangkan.

e. Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang kuat dari antrum dan pilorus dan timbulnya anti peristaltik yang kuat pada antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul melebarnya esofagus dan menutupnya glotis.

f. Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus berubah, perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda disfungsi hepar. 3.5. Komplikasi Sistem Gastrointestinal

Menurut Linda Chandranata (2000) komplikasi dari gastrointestinal adalah: a. Kanker esofagus, meliputi disfagia,tidak bisa makan dan perasaan penuh di perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain. Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe makanan tertentu (pedas, gorengan, dll)

b. Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan gembung setelah makan.. ini adalah gejala semu yang dengan mud ah dikaitkan dengan kegagalan lambung.

(38)

d. Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah

4. Konstipasi

4.1. Defenisi Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).

Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan sering disebabkan oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon desenden yang menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan (Guyton dkk, 2007). 4.2. Faktor Resiko Terjadinya Konstipasi

Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi antara lain : 1) Usia

(39)

2) Aktivitas

Penurunan aktivitas fisik regular dapat menurunkan tonusitas otot yang diperlukan untuk mengeluarkan feses. Penurunan aktivitas fisik juga dapat menurunkan sirkulasi pada sistem pencernaan sehingga peristaltic usus akan menurun (Carpenito, 1995). Aktivitas yang kurang akan menyebabkan penurunan pada tonus otot dimana hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi otot abdominal dan otot pelvis, sehingga akan memperlama pasase feses (Djojoningrat, 2006).

3) Intake Cairan

Kecukupan masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari diperlukan untuk mempertahankan pola usus dan mempertahankan konsistensi feses, apabila intake cairan kurang maka konsistensi feses akan keras (Carpenito, 1995). 4) Intake rendah serat

Serat yang tidak dicerna akan menyerap air, membantu menembah massa feses dan melunakkan feses sehingga mempercepat pasase intestinal. Keseimbangan diit tinggi serat diperlukan untuk menstimulasi peristaltik usus, selain itu serat juga mempengaruhi konsistensi dari feses dimana diit tinggi serat menjadikan feses menjadi lunak. Makan makanan yang rendah serat dapat menurunkan peristaltik usus, sehingga memperlambat pasase feses (Djojoningrat, 2006). 5) Gangguan otak, trauma rektal dan anus

(40)

6) Kebiasaan memakai pencahar

Pencahar menyebabkan terjadinya ketergantungan pada kolon yang menyebabkan penurunan reflex gastrokolik dan duodenolik (Guyton dkk, 2007).

7) Tindakan pembedahan

Adanya efek anastesi pada tindakan pembedahan dapat menurunkan tonus otot dan menurunkan peristaltik usus (Mubarak, 2005).

8) Mengabaikan isyarat untuk defekasi

Reflek defekasi disebabkan oleh karena defekasi yang sifatnya mendadak dan berkurang selama beberapa menit dan akan timbul lagi setelah beberapa jam. Usaha untuk memulai reflek defekasi yang disengaja tidak akan efektif seperti reflek defekasi alami, sehingga tinja kemungkinan akan lebih lama kontak dengan mukosa usus yang menyebabkanfeses semakin lama keras dan membuat feses semakin sulit untuk dikeluarkan (Guyton dkk, 2007)

9) Penyakit

Seseorang yang mengalami Stroke akan mengalami kesulitan pasase feses hal ini berhubungan dengan penurunan fungsi dari fungsi otot pelvis (Folden et al, 2002).

4.3. Patofisiologi Konstipasi

(41)

kotoran menjadi lebih sulit dikeluarkan dari anus (Long, 1996). Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja yaitu: rengsangan reflex penyakit rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal dan otot dalam region pelvic, serta peningkatan tekanan intra abdomen. Adanya gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan masalah konstipasi (Smeltzer & Bare, 2007).

4.4. Karakteristik Konstipasi

Menurut Akmal dkk (2010), karakteristik konstipasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Karakteristik Mayor, antara lain:

a. Feses keras dan berbentuk seperti pil obat b. Defekasi kurang dari tiga kali per minggu 2) Karakteristik Minor, antara lain:

a. Penurunan bising usus b. Perasaan penuh pada rektal c. Perasaan tekanan pada rectum

d. Mengejan dan nyeri pada saat defekasi e. Impaksi yang dapat diraba

f. Perasaan pengosongan yang tidak adekuat

Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya tidak terlalu berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:

(42)

c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu. d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat.

Menurut NANDA (dalam Herdman, 2012), beberapa karakteristik konstipasi antara lain:

1) Nyeri abdomen

2) Ketidaknyamanan di perut disertai dengan ketegangan perut yang dapat diraba

3) Ketidaknyamanan di perut tanpa disertai dengan ketegangan perut 4) Anorexia

5) Terdapat darah pada feses 6) Perubahan pada pola defekasi 7) Penurunan frekuensi defekasi 8) Feses kering

9) Perut kembung 10) Perut Kembung

11) Perasaan penuh pada rectum

12) Perasaan terdapat adanya tekanan di rectum 13) Nausea

14) Feses yang keras dan berbentuk 15) Teraba adanya massa di perut 16) Nyeri pada rectum

(43)

Kriteria konstipasi menurut FGIDs (Functional Gastrointestinal Disorders) : (Song et al, 2013)

1. Sindrom Iritasi Usus

Sindrom iritasi usus merupakan kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan yaitu:

a. Nyeri abdomen merupakan nyeri dirasakan di abdomen dapat berasal dari dalam abdomen, dinding abdomen, atau merupakan nyeri alih dari suatu sumber di luar abdomen, pada tulang belakang atau thorak.

b. Penurunan bising usus

Frekuensi bising usus di bawah rentang normal (kurang dari 5 kali per menit). Frekuensi normal bising usus berada pada rentang 5-35 kali per menit, tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.

2. Konstipasi Fungsional

Konstipasi fungsional merupakan usus dalam kondisi yang sehat tetapi tidak berfungsi dengan baik. Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses yang ditandai dengan: Frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu, feses bergumpal, mengedan, rasa tidak puas dan rasa terhalang saat bab.

(44)

Kriteria konstipasi akibat immobilisasi pada pasien stroke menurut ROC (Receiver Operating Characteristic) yang terdiri dari : ( Chan et al, 2005)

1. Penurunan Fungsi usus

Dampak konstipasi akan menyebabkan penurunan pada fungsi usus seperti: frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu, penurunan bising usus, perasaan tidak tuntas saat bab, mengedan dan rasa tertahan saat ingin buang air besar

2. Feses dan Anus

Feses akan keras, feses bergumpal, warna feses lebih gelap dari pada biasanya, feses yang keluar lebih sedikit, saat buang air besar terasa nyeri pada anus dan rasa terbakar pada anus

3. Abdomen

Distensi abdomen, nyeri abdomen, perut terasa tidak nyaman, perut terasa penuh dan begah, perut terasa nyeri, perut kembung, perut kram, mual dan muntah serta penurunan nafsu makan karena perut terasa begah.

4. Penggunaan obat

Menggunakan obat-obatan untuk merangsang supaya ada keinginan untuk buang air besar seperti menggunakan obat suplemen yang mengandung serat, menggunakan suppositories, menggunakan laxative dan obat yang lainnya. 5. Kepuasaan saat BAB

(45)

4.5. Pengukuran Penilaian Konstipasi

Menurut Craven. R.F dan Hirnle C.J, (2007), dalam menilai konstipasi pasien yang perlu diperhatikan adalah kriteria-kriteria penilaian konstipasi yaitu:

1. Distensi abdomen

2. Keinginan buang air besar 3. Bising usus meningkat

4. Frekuensi buang air besar kurang dari 3x dalam seminggu 5. Perasaan buang air besar ada atau tidak

6. Feces lunak atau keras

Kategori dalam skala konstipasi memiliki 2 kategori dengan menggunakan skala 1-6. Kriteria konstipasi pada skala ini yaitu:

1-3 : konstipasi ringan 4-6 : konstipasi berat 4.6. Dampak Konstipasi

Menurut Smeltzer & Bare (2007), konstipasi yang terjadi sesekali mungkin tidak merugikan kesehatan, namun bila konstipasi ini terjadi berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain:

1) Hipertensi anterial

(46)

kolaps pada vena besar di dada. Atrium dan ventrikel menerima sedikit darah dan akibatnya sedikit darah yang dikirimkan melalui kontraksi sistolik dan ventrikel kiri. Curah jantung menurun dan terjadi penurunan sementara dari tekanan arteri. Hampir, segera setelah periode hipotensi, terjadi peningkatan pada tekanan arteri

2) Impaksi Fekal

Impaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa ini dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.

3) Fisura anal

Fisura anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras melalui anus, sehingga merobek lapisan kanal anal.

4) Hemoroid

Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.

5) Megakolon

Massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon dapat menyebabkan dilatasi dan atoni kolon (megakolon). Megakolon dapat menimbulkan perofasi usus. 4.7. Managemen Konstipasi

(47)

1) Kebiasaan toileting

a. Tidak mengabaikan isyarat defekasi

Kebiasaan toileting yang teratur harus dilakukan segera saat ada isyarat untuk defekasi

b. Menyediakan waktu yang teratur untuk defekasi

Waktu yang teratur untuk defekasi selalu dilakukan setelah makan atau seseorang dapat memilih waktu sendiri yang rutin untuk defekasi, sehingga kebutuhan defekasi menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Pergerakan feses terjadi lebih cepat kurang lebih 15 menit, satu jam setelah makan, pergerakan feses yang cepat ini juga dipengaruhi oleh reflek dari lambung dan duodenum (Guyton & Hall, 1996).

2) Posisi upright

Pengaturan posisi upright diberikan pada individu yang bed rest, seperti pada pasien stroke atau pasien-pasien yang sudah berusia lanjut. Dengan posisi upright dapat mengurangi ketajaman pada sudut anorektal dan dapat mempengaruhi pergerakan feses di rektum (Folden et al, 2002).

3) Kandungan serat dalam makanan

(48)

feses lebih lunak. Serat juga dapat menstimulassi peristaltik usus sehingga pasase feses menjadi lebih mudah (Carpenito, 1995).

4) Intake Cairan

Rata-rata intake cairan sehari-hari untuk usia dewasa adalah 30 ml/kg BB. Jumlah minimum cairan yang dikonsumsi sehari-hari 1.500-2.500 ml untuk menjaga konsistensi feses (Folden et al, 2002).

5) Aktivitas teratur

Aktivitas fisik yang regular dapat meningkatkan tonusitas otot yang diperlukan untuk pengeluaran feses, selain itu juga dapat meningkatkan sirkulasi pada sistem pencernaan sehingga meningkatkan peristaltik usus dan memudahkan pasase feses (Carpenito, 1995).

6) Penggunaan laksatif

(49)

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Pasien stroke yang immobilisasi mengalami perubahan fisiologis pada sistem gastrointestinal: Konstipasi

Skema 3.1. Kerangka penelitian gambaran perubahan fisiologis sistem

gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

(50)

3.2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur

(51)

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif. Dimana dalam penelitian ini peneliti hanya menggambarkan perubahan fisiologis sistem gastrointestinal: konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik, Medan.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keselurahan subjek atau objek yang diteliti (Notoadmojo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan stroke di RSUP H.Adam Malik, Medan pada bulan Mei – Juni dengan jumlah 43 orang.

2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini peneliti menentukan jumlah sampel dengan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003) :

n =

Dimana:

N : besarnya populasi

n : besarnya sampel

(52)

Dengan rumus tersebut dapat dihitung ukuran sampel dari populasi 43 dengan mengambil tingkat kepercayaan ( d ) = 0,1, sebagai berikut:

n

=

=

= 30 orang

Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah :

1. Pasien pria dan wanita yang mengalami penyakit stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Pasien yang immobilisasi

3. Pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik 4. Pasien yang dapat membaca dan menulis 5. Pasien dengan orientasi baik

6. Bersedia menjadi responden 2.3 Teknik Sampling

Teknik Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Teknik purposive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling, yaitu teknik

(53)

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di RSUP H. Adam Malik, Medan. Alasan peneliti memilih RSUP H. Adam Malik, Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah sakit pendidikan sekaligus rumah sakit rujukan dimana jumlah pasien relatif lebih banyak sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan oleh peneliti.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal setelah selesai di uji dan peneliti mendapat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan RSUP H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan yaitu lembar persetujuan penelitian, kerahasiaan identitas responden, kerahasiaan informasi dan tidak merugikan responden.

Lembar persetujuan penelitian (informed consent) diberikan kepada responden, sebelumnya peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta menjelaskan penelitian yang akan dilakukan. Setelah itu peneliti menanyakan kesediaan responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Jika responden bersedia maka responden diminta untuk menandatangani informed consent tersebut. Namun, jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.

(54)

responden dan diberi nomor kode (anonimity) yang hanya diketahui oleh peneliti. Kerahasiaan responden terjamin (confidentiality) dimana peneliti meyakinkan responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan dijamin kerahasiaannya dan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan (nonmaleficence) responden dalam bentuk apapun.

5. Instrument Penelitian

Instrumen yang di gunakan pada penelitian ini dalam bentuk kuesioner dan pemeriksaan fisik. Lembar kuesioner berisi data demografi, kuesioner konstipasi dan pemeriksaan fisik abdomen

5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi responden meliputi kode responden, usia, jenis kelamin, lama immobilisasi dan suku.

5.2 Kuesioner Konstipasi dan Pemeriksaan Fisik Abdomen

Kuesioner konstipasi akibat immobilisasi dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari 30 butir pernyataan yaitu: kuesioner no 1-30 dan pemeriksaaan fisik abdomen sebanyak 1 butir pernyataan pada kuesioner no 31, sehingga jumlah pernyataan keseluruhan sebanyak 31 butir pernyataan yang terbagi atas 3 kategori:

(55)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrument. Instrument yang sahih dan valid, berarti memiliki validitas tinggi demikian pula sebaliknya. Sebuah instrument dikatakan sahih, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas instrument bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrument untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid, bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti. Instrument dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas. Uji validitas instrument telah dilakukan oleh tenaga ahli dibidangnya pada dosen Keperawatan Medikal Bedah Departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Nurbaiti.S.Kep.Ns.M,Biomed. Ahli sudah mengamati dengan cermat semua item yang hendak di validasi dan sudah mengoreksi semua item yang telah di buat dengan nilai validitas sebesar 0,996.

(56)

diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan. Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini di lakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan kepada 10 subjek di luar sampel yang memuliki karakteristik yang sama dengan responden, kemudian peneliti menilai respondennya. Uji reliabilitas di lakukan pada bulan April 2015. Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini di lakukan dengan

menggunakan Kuder dan Richardson 21 (K-R.21) dengan rumus:

(Arikuno 2010), dengan nilai reliabilitas sebesar 0,95.

7. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi kuesioner dan lembar observasi. Pengumpulan data dimulai dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Fakultas Keperawatan USU dan Komisi Etik Keperawatan kemudian mengirim surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU ke RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin maka dilakukan pengumpulan data. Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti sudah menemukan responden, peneliti menjelaskan tujuan dan manfat dari penelitian.

(57)

pertanyaan kuesioner dan peneliti segera menuliskan jawaban responden atau mengulang pertanyaan kuesioner kepada responden apabila jawabannya kurang di pahami. Setelah peneliti selesai mengisi kuesioner dan lembar observasi maka seluruh data dikumpulkan kembali untuk diperiksa kelengkapannya dan dianalisa. 8. Analisa Data

(58)

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2015. Penyajian data meliputi karakteristik responden dan gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan jumlah sampel sesuai dengan kriteria adalah 30 orang.

1.1 Deskripsi Lokalisasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jl. Bunga Lau No. 17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan luas tanah ± 10 Ha. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 339/Menkes/SK/VIII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015.

1.2 Karakteristik Responden

(59)

bahwa mayoritas responden adalah dewasa madya yang berusia 41-60 tahun sebanyak 18 orang (60%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (63,3 %) dengan mayoritas lama immobilisasi sekitar 16-20 hari sebanyak 11 orang (36,7%) dan mayoritas suku adalah suku batak sejumlah 21 orang (70%). Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di RA4 RSUP Haji Adam Malik Medan dapat diuraikan pada table 5.1 di bawah ini.

(60)

1.3 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien

Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke yang immobilisasi mengalami perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi yaitu mengalami konstipasi berat sebanyak 16 orang (53,3%) diikuti konstipasi sedang sebanyak 10 orang (33,3%) dan konstipasi ringan sebanyak 4 orang (13,3%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Kategori Frekuensi (f) Persentasi

(%)

Ringan 4 13,3

Sedang 10 33,3

Berat 16 53,3

Total 30 100

2. Pembahasan

(61)

dalam waktu yang lama yaitu sekitar 16-20 hari dan tidak melakukan mobilisasi fisik (pergerakan) sehingga mengakibatkan otot melemah, , termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi.

Perubahan fisiologis pada pasien stroke yang immobilisasi sangat erat kaitannya dengan gangguan sistem gastrointestinal : konstipasi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Cardin et al, (2010) yaitu : Konstipasi setelah stroke bervariasi dari 30% sampai 60%. Konstipasi sangat sering dijumpai pada penderita stroke dimana hampir 45% penderita stroke mengalami immobilisasi yang lama.

(62)

meningkat menjadi tujuh kali lipat setelah stroke. Disfungsi yang paling sering sebelum stroke adalah konstipasi intestinal (73,91%) dan sisanya pergerakan usus (17,39%). Setelah stroke, konstipasi tetap menjadi disfungsi yang paling sering (50%), diikuti oleh frekuensi pergerakan usus (26,79%), defekasi tidak tuntas (12,50%) dan kurangnya privasi (5,36%).

Penelitian Chan et al (2005), menyatakan bahwa tanda konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi menurut Receiver Operating Characteristic dengan karakteristik feses dan kondisi anus sesuai dengan penelitian yang terlampir pada kuesioner no.10 – no.16 yaitu feses berbentuk seperti pil atau butir obat, feses yang keras dari pada biasanya, warna feses lebih gelap dari pada biasanya, feses yang keluar lebih sedikit dari pada biasanya, saat buang air besar terasa nyeri pada anus, saat buang air besar terasa terbakar pada anus dan menggunakan alat bantu jari-jari untuk mengeluarkan feses. Penelitian Nazarko (2007) sesuai dengan penelitian yang dilakukan yang menyimpulkan bahwa adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi dan sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.

(63)

terasa nyeri, perut kembung, perut terasa kram, mual dan muntah dan penurunan nafsu makan karena perut terasa begah/penuh. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi abdomen akibat mengalami konstipasi lebih sering merasa perut tidak nyaman dan perut kembung dan kondisi abdomen akibat konstipasi sangat jarang mengalami mual dan muntah.

Terapi laksatif merupakan salah satu medical management untuk mengatasi konstipasi (Smeltzer & Bare, 2007). Penggunaan laksatif dalam jangka pendek memang dapat mengatasi masalah konstipasi yang di alami oleh pasien, namun apabila laksatif digunakan dalam jangka waktu yang lama maka akan menyebabkan penurunan reflex gastrokolik dan duodenokolik. Dengan kata lain, penggunaan laksatif dalam jangka waktu yang lama justru akan menyebabkan masalah konstipasi (Randell et al, 2007). Hasil penelitian yang didapat bahwa pasien banyak tidak menggunakan obat pencahar yang sesuai dengan penelitian Tania et al (2014), yang menyimpulkan bahwa penggunaan laksatif ( obat pencahar ) setelah stroke 19,15% hasilnya tidaklah memuaskan (p=0,0736. Hal ini didukung oleh penelitian Bharucha et al (2004), menyimpulkan bahwa laksatif yang mengandung psilium, pectin, plantago atau selulose, jenis laksatif ini akan menyerap air sehingga melunakkan tinja. Paling bermanfaat diberikan kepada konstipasi fungsional namun tidak akan menolong pada kasus konstipasi transit lambat dan disfungsi anorektal. Efeknya akan kembung dan produksi gas berlebih.

(64)

karena seseorang yang konstipasi akan mengalami kesulitan buang air besar sehingga pada saat selesai buang air besar merasa tidak puas karena merasa ada yang sisa atau tertinggal didalam abdomen (Schaller et al, 2006).

Perubahan fisiologis sistem gastrointestinal: konstipasi untuk pasien stroke dapat juga di pengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, suku dan lama immobilisasi. Dari data demografi menunjukkan usia responden yang banyak mengalami stroke adalah dewasa madya dengan usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 18 orang (60%). Hal ini juga di terangkan oleh Pinzon (2010), bahwa resiko terkena stroke biasanya pada umur <45 tahun sebanyak 11,8%, pada umur 45-65 tahun sebanyak 54,2% dan pada umur >65 tahun sebanyak 33,5%. Jumlah penduduk pada usia antara 15-64 tahun memiliki jumlah yang lebih banyak daripada penduduk non produktif maupun usia lansia di Indonesia. Sehingga menunjukkan bahwa pada usia tersebut sangat berpotensi penyakit tidak menular khususnya stroke. Stroke terjadi pada orang yang berusia produktif.

Kejadian konstipasi sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4-6% pada individu yang berusia 70 tahun dan terjadi konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut (Harrari et al, 1996 dalam Folden et al, 2002). Angka kejadian konstipasi juga tinggi pada pasien yang mengalami stroke sebesar 45% dan lansia yang dirawat di rumah sakit sebesar 46% (Folden et al, 2002).

(65)

kerjanya menurun dan kecukupan gizi yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan pada usia remaja dan dewasa (Hsieh, 2005). Untuk mencapai gizi yang prima, lansia harus memakan makanan yang beraneka ragam dan menggunakan semua macam bahan makanan dari semua golongan serta bahan makanan dalam jumlah dan kualitas yang benar dan tepat. Salah satu yang harus diperhatikan pada usia ini adalah konsumsi serat dan intake cairan setiap hari, Ini bertujuan agar terhindar dari terjadinya konstipasi (Murakami et al, 2007).

Dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa pasien stroke yang mengalami konstipasi adalah wanita sebanyak 63,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian Emerson & Baines ( 2010), yang menyatakan wanita lebih sering mengalami konstipasi daripada laki-laki. Kejadian konstipasi meningkat sebesar 17 – 15% pada usia dewasa yang mengalami penurunan kemampuan fisik. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Campbell, et al. (1993, dalam Folden et al, 2002) dimana kejadian konstipasi meningkat pada individu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional dan kognitif dan pada usia lanjut. Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi kronis adalah peningkatan usia, obat-obatan, kurangnya asupan serat dan cairan sehari-hari, gangguan fungsional dan kognitif (Murakami et al, 2007).

(66)

melemah, ,termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi.

(67)
(68)

1) Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan mengalami perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi dengan konstipasi berat sejumlah 16 orang (53,3%). Hal ini erat kaitannya karena pasien mengalami tirah baring yang terus-menerus selama 16-20 hari dan tidak melakukan mobilisasi fisik (pergerakan) sehingga mengakibatkan otot melemah, , termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Konstipasi juga dapat dilihat karena adanya pengaruh yang besar baik dari faktor usia, jenis kelamin dan suku.

2) Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1) Praktek Keperawatan

(69)

3) Bagi Pasien

Diharapkan kepada pasien agar dapat melakukan latihan yang cukup secara rutin serta mengkonsumsi makanan yang berserat agar otot abdomen, pelvik dan diafragma tidak melemah sehingga tidak mengalami konstipasi berat.

3) Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan penelitian tentang perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi akibat immobilisasi pada pasien stroke dengan menggunakan metode-metode penelitian yang lainnya serta menambahkan informasi-informasi terbaru yang berkaitan dengan hasil penelitian dengan cara memberikan intervensi seperti pengkajian, observasi dan pemeriksaan fisik kepada pasien yang homogen sehingga hasil yang diperoleh lebih baik lagi dan tidak bias.

4) Institusi Rumah Sakit

(70)

survivors: experience of a stroke unit. International Journal of Biomedical Science, 8 (3), 183-187.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Akmal, M.,dkk. (2010). Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Aliah, A.,dkk. (2007). Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak

(GPDO), dalam Kapita Selekta Neurologi, ed. Harsono. Yogyakarta : UGM Press. hal. 81-115.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bariah, K. (2010). Efektifitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan pasien seksio sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Bharucha, A.E. (2007). Constipation. Best Practice & Research Clinical Gastroenterelogy. Vol.21.No.4.

Bharucha, et al. (2004). A new questionnaire for constipation and fecal incontinence.

Brunner.,S. (2010). Constipation in the acutely hospitalized older patients. Archives of Gerontology and Geriatrics. 50 : 277-81

Cardin, F.,et al. (2010). Constipation in the acutely hospitalized older patients. Archives of Gerontology and Geriatrics. 50 : 277-81.

Capenito, L.J. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Stroke Facts. Diperoleh pada tanggal 21 Januari 2015 melalui http://www.cdc.gov/stroke/facts.htm Chan, A.O.O.,et al. (2005). Validated questioner on diagnosis and symptom

(71)

Chandranata, L. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Craven, R.F., Hirnle, C.J. (2000). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process,

and Practice. fifth edition. California: Addison, Wesley Publishing Co.

Craven, R.F., & Hirnle, C.J. (2007). Fundamentals of Nursing, Human Health and Function. (4th ed). Philadelphia: Lippincott, Williams & wilkins.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Department of Health London. (2007). National stroke strategy. United States of America: Delmar Thomson Learning, Inc.

Dinata, C. A.,dkk. (2013). Gambaran faktor risiko dan tipe stroke pada pasien rawat inap di bagian penyakit dalam rsud kabupaten solok selatan periode 1 januari 2010 - 31 juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas : 2(2).

Djojoningrat, D. (2006). Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal, dalam Sudoyo, A.W., dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Emerson, E.,Baines, S. (2010). Healt inequalities & people with learning disabilities in the united kindom. Learning Disabilities Observatory Supported by Departement of Health.

Folden, Susan.L.,et al. (2002). Practice guidelines for the management of constipation in adult. Rehabilitation Nursing. Vol.27.No.5

Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes Neurulogi Edisi 8. Jakarta : Erlangga.

Guy, H.,et al. (2013). Pressure ulcer prevention: making a difference across a health authority. Journal of Nursing : Vol 22. No 12

Guyton, C. (2007). Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. In: Rachman Yanuar Luqman. ed. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (1996). Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Gambar

gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien
Gambaran Suatu keadaan yang
Tabel 5.1   Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pasien Stroke di RSUP  H
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan pada pasien kanker payudara di RSUP H Adam Malik medan untuk mengetahui pola hidup pada pasien

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau dapat juga disebabkan

telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Gambaran Gangguan Fungsi Kognitif pada Pasien Pascastroke di RSUP

data tabulasi silang gambaran fungsi kognitif dengan jenis stroke didapatkan pada pengukuran visuospasial bahwa pasien pasca stroke dengan jenis iskemik yg mengalami

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 50 responden yang mengalami imobilisasi di ruang rawat inap terpadu (rindu) A4 dan B3 RSUP HAM Medan,

1) Mengetahui jumlah pasien stenosis mitral derajat sedang dan berat tahun 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan. 2) Mengetahui umur dan jenis kelamin yang paling banyak

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa jumlah pasien stroke hemoragik yang dirawat inap di RSUP HAM Medan dengan volume perdarahan ≥.. 30cm 3 lebih banyak dibandingkan dengan

Pasien Gagal Jantung dijumpai gangguan pada pola tidur, yang dapat. disebabkan oleh nocturia, cemas, dan kesulitan mengatur posisi