• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ALBERT LODEWYK SENTOSA SIAHAAN

127011030/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALBERT LODEWYK SENTOSA SIAHAAN

127011030/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

BEDAGAI

Nama Mahasiswa : ALBERT LODEWYK SENTOSA SIAHAAN Nomor Pokok : 127011030

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Bastari, MM) (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Dr. Bastari, MM

(5)

Nim : 127011030

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS TERHADAP BERALIHNYA

KEWENANGAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :ALBERT LODEWYK SENTOSA SIAHAAN

(6)

ini telah membuat pajak memiliki peran dan kontribusi sangat signifikan tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga di luar aspek ekonomi. Cara pemungutan pajak dikategorikan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. PBB P2 merupakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang awalnya dipungut oleh pemerintah pusat tetapi dengan keluarnya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 maka pemungutan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk Kabupaten Serdang Bedagai dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai berkaitan dengan beralihnya kewenangan pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Berdagai. Dalam peralihan tersebut, dijumpai berbagai masalah yaitu bagaimana pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebelum dan setelah beralihnya pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai, bagaimana pemenuhan keadilan dalam penetapan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Serdang Bedagai, Bagaimana menagih utang PBB Perdesaan dan Perkotaan sebelum pengalihan pemungutannya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah Serdang Bedagai.

Metode Penelitian yang dilakukan adalah penenelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif sehingga pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik studi pustaka dan pengumpulan data sekunder sebagai data pendukung dilakukan wawancara di kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan maka kewenangan pemungutan PBB P2 dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Tarif dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sudah memenuhi asas keadilan yaitu keadilan vertikal dan keadilan horizontal karena membedakan pengenaan pajak terhadap wajib pajak berdasarkan NJOP yaitu 0,1% dan 0,2% serta pajak yang sama terhadap NJOP yang sama. Upaya hukum terhadap tunggakan pajak PBB P2 sebelum dialihkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai ikut beralih menjadi kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai untuk menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan di daerah Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilakukan dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.

(7)

expenses. The importance of taxation has caused tax to have significant role and contribution either in the economic aspect or outside the economic aspect. Tax collection consists of state and local taxes. PBB P2 (P2 Tax on Land and Building) is rural and urban tax on land and building which was initially collected by the central government; but, by the issuance of the Regional Regulation of Serdang Bedagai No. 1/2012, the tax on land and building for this district was collected by Serdang Bedagai District Administration. The transfer of the authority to collect this tax had caused various problems: how about the collection of PBB P2 before and after the transfer occurred, how about fulfilling justice in setting the tariff of PBB P2 in Serdang Bedagai District, and how about billing PBB P2 before the transfer occurred.

The research used judicial normative and descriptive approach. Primary data were gathered by conducting library research method, and secondary data as the supporting data were gathered by conducting interviews at Regional Revenue Office of Serdang Bedagai District.

By the imposition of Regional Regulation of Serdang Bedagai District No. 1/2012 on Tax on Rural and Urban Land and Building, the authority to collect it was transferred from the central government to Deli Serdang District Administration. The tariff in the Regional Regulation of Deli Serdang District No. 1/2012 on Tax on Land and Building had met the principle of justice vertically ands horizontally because it differentiates the imposition of tax on taxpayers based on NJOP (0.1% and 0.2%) and the same tax on the same NJOP. Legal remedy on delinquent taxes of PBB P2 before the transfer occurred was that Deli Serdang District Administration became the authority to bill the delinquent taxes of PBB P2 by using, if possible, Warrant according to Law No. 19/2000 as the amendment of Law No. 19/1997.

(8)

diberikan kesehatan, hikmat, kebijaksanaan dan kesempatan serta kemudahan dalam

menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TERHADAP

BERALIHNYA KEWENANGAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DARI PEMERINTAH PUSAT

KE PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (STUDI

PADA DISPENDA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)”.

Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih

disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A. (K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas

Hukum, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., ketua komisi pembimbing

yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan

tesis ini.

3. Bapak Dr. Bastari, S.E., M.M., anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan, bimbingan, masukan, saran dan waktunya dalam penulisan

tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H., M.S., CN, selaku anggota

komisi pembimbing dan Ketua Program Pascasarjana Program Studi Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi S.H., CN., M.Hum., selaku dosen penguji Program

(9)

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan

dan saran dalam penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan di Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan

dukungan moral dan material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.

Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada ayahanda, Lunggu Siahaan,

S.E. dan Ibunda, Paula Tobing tercinta serta kakak (Florina, Cory dan Sere) yang

telah memberikan dukungan semangat, kasih sayang, kesabaran dan doa-doa yang

tiada hentinya.

Hanya Tuhan yang dapat membalas segala kebaikan dan jasa-jasa yang

diberikan mereka semua. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan

kritik dan saran dari semua pihak.

.

Medan, Desember 2014

Penulis

(10)

2. Tempat, Tanggal Lahir : 27 Agustus 1990

3. Jenis Kelamin : laki-laki

4. Status : Belum Menikah

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : JL. Karya Wisata Komp. JIP 1,

Medan

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Lunggu Siahaan, S.E.

2. Nama Ibu : Paula Tobing

3. Nama Saudara/i : 1. Florina Gloria Siahaan, S.E.

2. dr. Cory Oriensia Siahaan

3. Sere Tiorida Siahaan, S.H.

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Perguruan Kristen Imanuel

Kota Medan Tahun 1996-2002

2. SMP : SMP Perguruan Kristen Imanuel

Kota Medan Tahun 2002-2005

3. SMA : SMA St. Thomas 1

Kota Medan Tahun 2005-2008

4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Sumatra Utara (USU) Kota Medan

Fakultas Hukum Tahun 2008-2012

(11)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 20

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 20

2. Sumber Data Penelitian ... 22

3. Alat Pengumpulan Data ... 23

4. Analisa Data ... 24

BAB II KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ... 25

A. Pajak Bumi dan Bangunan ... 25

(12)

vii

Pusat ... 35

1. Dasar Hukum ... 35

2. Subjek Pajak ... 39

3. Objek Pajak ... 41

4. Dasar Pengenaan Pajak ... 44

5. Tarif Pajak ... 44

6. Perhitungan Pajak ... 45

7. Dana Bagi Hasil PBB P2 ... 47

C. Peralihan Pemungutan PBB P2 ... 48

1. Reformasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ... 48

2. Peralihan Pemungutan PBB P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai . 55 D. Pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai ... 58

1. Dasar Hukum ... 58

2. Subjek Pajak ... 59

3. Objek Pajak ... 61

4. Dasar Pengenaan Pajak ... 63

5. Tarif Pajak ... 64

6. Perhitungan Pajak ... 66

BAB III PEMENUHAN ASAS KEADILAN TERHADAP TERIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ... 71

A. Keadilan Menurut Hukum ... 71

B. Keadilan Menurut Perpajakan ... 74

(13)

viii

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI ... 85

A. Utang Pajak ... 85

B. Tunggakan PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Serdang Bedagai ... 87

C. Upaya Hukum Penagihan Tunggakan PBB Perdesaan dan Perkotaan Sebelum Beralih dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

(14)

centerum : pusat

iniciator : penggagas

landrente : pajak tanah

law : hukum

natura : hasil

nomous : undang-undang

onafharzkelijkheid : kemerdekaan

observaso : penelitian

outonomy : otonomi

onbeveghed : wewenang

planner : perencana

rechtmacht : hukum

regeling : perundangan

regulerend : mengatur

social empowerment : pemberdayaan masyarakat

souverign : raja

supervisor : pengurus

suprevisi : pengawasan

tempus : waktu

(15)

BW : Burgerlig Wetboek

DJP : Direktorat Jendral Pajak

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Ipeda : Iuran Pembangunan Daerah

KPP : Kantor Pelayanan Pajak

KUP : Ketentuan Umum Perpajakan

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

NJOPTKP : Nilai Jual Objek Pajak Tidaak Kena Pajak

PBB P2 : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

PBB : Pajak Bumi dan Bangunan

PDRD : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

PPN : Pajak Pertambahan Nilai

PPh : Pajak Penghasilan

PPnBM : Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah

PSS : Penagihan Seketika Sekaligus

SKP : Surat Ketetapan Pajak

SPPT : Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

STP : Surat Tagihan Pajak

UU : Undang-Undang

(16)

ini telah membuat pajak memiliki peran dan kontribusi sangat signifikan tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga di luar aspek ekonomi. Cara pemungutan pajak dikategorikan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. PBB P2 merupakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang awalnya dipungut oleh pemerintah pusat tetapi dengan keluarnya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 maka pemungutan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk Kabupaten Serdang Bedagai dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai berkaitan dengan beralihnya kewenangan pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Berdagai. Dalam peralihan tersebut, dijumpai berbagai masalah yaitu bagaimana pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebelum dan setelah beralihnya pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai, bagaimana pemenuhan keadilan dalam penetapan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Serdang Bedagai, Bagaimana menagih utang PBB Perdesaan dan Perkotaan sebelum pengalihan pemungutannya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah Serdang Bedagai.

Metode Penelitian yang dilakukan adalah penenelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif sehingga pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik studi pustaka dan pengumpulan data sekunder sebagai data pendukung dilakukan wawancara di kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan maka kewenangan pemungutan PBB P2 dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Tarif dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sudah memenuhi asas keadilan yaitu keadilan vertikal dan keadilan horizontal karena membedakan pengenaan pajak terhadap wajib pajak berdasarkan NJOP yaitu 0,1% dan 0,2% serta pajak yang sama terhadap NJOP yang sama. Upaya hukum terhadap tunggakan pajak PBB P2 sebelum dialihkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai ikut beralih menjadi kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai untuk menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan di daerah Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilakukan dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.

(17)

expenses. The importance of taxation has caused tax to have significant role and contribution either in the economic aspect or outside the economic aspect. Tax collection consists of state and local taxes. PBB P2 (P2 Tax on Land and Building) is rural and urban tax on land and building which was initially collected by the central government; but, by the issuance of the Regional Regulation of Serdang Bedagai No. 1/2012, the tax on land and building for this district was collected by Serdang Bedagai District Administration. The transfer of the authority to collect this tax had caused various problems: how about the collection of PBB P2 before and after the transfer occurred, how about fulfilling justice in setting the tariff of PBB P2 in Serdang Bedagai District, and how about billing PBB P2 before the transfer occurred.

The research used judicial normative and descriptive approach. Primary data were gathered by conducting library research method, and secondary data as the supporting data were gathered by conducting interviews at Regional Revenue Office of Serdang Bedagai District.

By the imposition of Regional Regulation of Serdang Bedagai District No. 1/2012 on Tax on Rural and Urban Land and Building, the authority to collect it was transferred from the central government to Deli Serdang District Administration. The tariff in the Regional Regulation of Deli Serdang District No. 1/2012 on Tax on Land and Building had met the principle of justice vertically ands horizontally because it differentiates the imposition of tax on taxpayers based on NJOP (0.1% and 0.2%) and the same tax on the same NJOP. Legal remedy on delinquent taxes of PBB P2 before the transfer occurred was that Deli Serdang District Administration became the authority to bill the delinquent taxes of PBB P2 by using, if possible, Warrant according to Law No. 19/2000 as the amendment of Law No. 19/1997.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak mengenal istilah pajak.

Bahkan boleh dikatakan semua negara di dunia ini telah menerapkan sistem

perpajakan di negaranya. Pajak merupakan hal yang sangat penting bagi

kelangsungan hidup suatu negara dalam melaksanakan kebijakanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi.

Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi, yang langsung dapat

ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.1Rumusan ini diartikan

dengan lebih menekankan salah satu fungsi pajak tersebut yaitu fungsi budgter

(keuangan) dan fungsiregulered(mengatur)2.

Pajak memiliki arti sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan

bernegara. Pajak merupakan pungutan yang bersifat politis dan strategis sebagaimana

yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (1)3. Bersifat politis

karena pemungutan pajak adalah perintah konstitusi dan bersifat strategis dimana

pajak merupakan tumpuan utama bagi negara dalam membiayai kegiatan pemerintah

1

Darwin,Pajak Bumi dan Bangunan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009), hal.1 2

Saidi Djafar,Perlindungan Hukum Wajib Pajak dengan Penyelesaian Sengketa Pajak, (Makasar: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 5

(19)

dan pembangunan4. Bagi masyarakat sendiri, pajak adalah sarana konkrit untuk

berkontribusi terhadap negara sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dan

negara terakselerasi.

Arti penting perpajakan ini telah membuat pajak memiliki peran dan

kontribusi sangat signifikan tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga di luar

aspek ekonomi. Sesuai dengan fungsi anggarannya, pajak menjadi pemasukan utama

dalam APBN. Pada tahun 2013 penerimaan dari sektor pajak mencapai Rp 1.099

Trilliun dari penerimaan Negara sebesar Rp 1.529 Trilliun5, dimana pemungutan

pajak tersebut berasal dari PPN, PPh, PPnBM dan jenis pajak lainnya selaku pajak

pusat dan untuk penerimaan pajak daerah berasal dari PBB Pedesaan dan perkotaan

dan BPHTB serta pajak lainya yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak, pajak dapat dibedakan menjadi

pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, PBB Perkebunan, PBB

Perhutanan, PBB Pertambangan dan Bea Metrai, sedangkan pajak daerah terdiri atas

pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota. Pajak Provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan

Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, sedangkan Pajak Kabupaten/ Kota

terdiri atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air

(20)

Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Salah satu dari jenis pajak daerah di Indonesia adalah pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2). Berdasarkan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1985 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan dimana Pajak Bumi dan Bangunan ini dipungut oleh

pemerintah Pusat melaui Direktorat Jendral Pajak Republik Indonesia. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

maka kewenangan memungut pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan

dialihkan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota sehingga pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan merupakan pajak kabupaten/ kota. Adapun tujuan

dari pengalihan kewenangan pengelolaan pajak bumi dan bangunanan pedesaan dan

perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini adalah agar adanya

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga

tujuan pembangunan daerah dapat lebih cepat terlaksana.

Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dikenakan atas bumi dan

bangunan kecuali untuk pertambangan, perhutanan dan perkebunan, sedangkan

subjeknya adalah orang atau badan hukum yang secara nyata mempunyai suatu hak

dan atau memperoleh manfaat atas tanah dan bangunan6. Keberadaan pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan sebagai salah satu jenis pajak dapat dimengerti

mengingat bumi dan bangunan telah memberikan keutungan dan atau kedudukan

(21)

sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai sesuatu hak

atasnya atau memperoleh manfaat dari bumi atau bagunan kecuali kawasan yang

digunakan dalam pertambangan dan perkebunan. Sudah wajar dan sepantasnya

apabila mereka yang memperoleh manfaat atas bumi atau bangunan tersebut

diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya

kepada negara dalam hal ini adalah pemerintah daerah dalam bentuk pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan memungut

diserahkan kepada daerah. Kewenangan yang dialihkan meliputi rangkaian kegiatan

mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak

yang terutang yaitu penetapan tarif pajak, penetapan NJOP, penetapan NJOPTKP,

sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan

penyetorannya. Berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka terbit Peraturan Daerah Kabupaten Serdang

Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan sebagai dasar pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan yang dialihkan dari pemerintah pusat.

Keadilan merupakan suatu cita-cita pemerintah dalam melakukan

penyelenggaraan negara, prinsipnya adalah bahwa beban pengeluaran pemerintah

(22)

kesanggupan masing-masing golongan.7 Konsep ini merupakan konsep keadilan

sosial yang dianut hampir seluruh negara.

Prinsip keadilan digunakan dalam pemungutan perpajakan. Keadilan tersebut

terlihat dalam penetapan tarif pajak. Dalam hal ini terlihat pengenaan tarif pajak

bumi dan bangunan perdesaan dan Perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah

Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan yang membedakan dua golongan saja antara nilai jual kena

pajak sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,1% dan nilai jual kena

pajak diatas Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,2%. Berbeda dengan Peraturan

Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2012 atas perubahan Peraturan Daerah Nomor 3

Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang

dibedakan menjadi lima golongan, yaitu NJOP sampai dengan Rp 499.999.999,00

dikenakan tarif 0,115%, NJOP dari Rp 500.000.000,00 – Rp 999.999.999,00

dikenakan tarif 0,125%, NJOP Rp 1.000.000.000,00 – Rp 1.999.999.999,00

dikenakan tarif 0, 215%, NJOP dari Rp 2.000.000.000,00 – 3.999.999.999,00

dikenakan tarif 0,225%, NJOP lebih besar daripada Rp 4.000.000.000,00 sebesar

0,275%. Penggolongan ini dinilai mewakilkan golongan masyarakat antara golongan

mampu dan golongan yang tidak mampu.

Selama dipungut oleh pemerintah pusat, terdapat tunggakan pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan sebesar Rp 20.540.330.000,008. Karena adanya

7Darwin,Op. Cit, hal. 71

(23)

pengalihan kewenangan pemungutan pajak yang mana di dalamnya termasuk

penagihan pajak, maka atas tunggakan tersebut penagihannya juga dialihkan kepada

pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Upaya yang harus dilakukan pemerintah mengingat daluarsa penagihan pajak

adalah lima tahun yaitu upaya penagihan yang sudah diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Mengingat pasal 1 angka 19 dan pasal 2 ayat 110 Undang

Undang nomor 19 tahun 2000 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, pasal 102 ayat 111

Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 17

ayat 112Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, maka tunggakan pajak daerah

Kabupaten Serdang Bedagai sebesar Rp 20.540.330.000,00 dapat ditagih dengan

menggunakan surat paksa. Akan tetapi kewenangan pemerintah daerah untuk

melakukan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut belum dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Adapun Kabupaten Serdang Bedagai merupakan tempat studi untuk

meningkatkan mutu kajian penelitian ini dikarenakan Kabupaten Serdang Bedagai

9

Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masukdan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurtu undang-undangdan peraturan daerah.

10Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.

11Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

(24)

merupakan daerah yang memiliki unsur pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan, sehingga tepat kiranya untuk diharmonisasikan dengan dengan

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan

Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai yang dikenakan kepada perdesaan dan

perkotaan.

Dengan demikian sangat tepat kiranya karena memiliki unsur pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan untuk meneliti lebih lanjut sebagai suatu karya

ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul “Kajian Yuridis terhadap Beralihnya

Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut di atas maka terdapat

beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni:

1. Bagaimanakah kewenangan pemungutan PBB P2 sebelum dan setelah beralih dari

pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimanakah pemenuhan asas keadilan dalam penetapan tarif PBB P2 di

Kabupaten Serdang Bedagai?

3. Bagaimanakah upaya hukum untuk menagih utang PBB P2 sebelum pengalihan

kewenangan pemungutan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah

(25)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang merupakan tujuan dari tesis ini adalah untuk mendapatkan

gambaran dan jawaban dari perumusan masalah, sehingga dapat memberikan

penjelasan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kewenangan pemungutan PBB P2 sebelum dan setelah beralih

dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui pemenuhan asas keadilan dalam penetapan tarif PBB P2 di

Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Untuk mengetahui upaya hukum untuk menagih utang PBB P2 sebelum

pengalihan kewenangan pemungutan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif

bagi pengembangan substansi disiplin di bidang ilmu hukum, khusunya hukum pajak,

berkaitan dengan beralihnya kewenangan pengelolaan pajak bumi dan bangunan

perdesaan dan perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Manfaat

lain yang diharapkan dalam penelitian ini, yakni agar pembuat kebijakan dan

pembuat peraturan baik ketentuan umum, undang undang dan peraturan daerah agar

lebih hati-hati membuat kebijakan peraturan sehingga tercipta kepastian hukum di

(26)

pemahaman masyarakat dan para praktisi hukum tentang pajak bumi bangunan

perdesaan dan perkotaan.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, khususnya di lingkungan sekolah Pascasarjana Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum

Universitas-universitas lainnya di Indonesia, maka penelitian dengan judul “Kajian Hukum

terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan

dan Perkotaan dari Pusat ke Daerah. (Studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah

Serdang Bedagai)” belum pernah ada yang meneliti sebelumnya.

Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut pajak

bumi dan bangunan yang pernah dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Magister

Kenotariatan, Sekolah Pascarjana, Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Marudut Situmorang (087005063), Judul Tesis: Analisis Yuridis Terhadap

Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Sistem Otonomi

Daerah di Kabupaten Pakpak Barat.

Permasalahannya adalah:

a. Bagaimana realisasi penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di

Kabupaten Pakpak Barat?

b. Bagaimana mekanisme penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di

(27)

c. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan masyarakat jika tidak menerima

penetapan yang dilakukan pemerintah?

2. Elfiany Ginting (027011013), Judul Tesis: Penerapan Asas Keadilan dalam

Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (Suatu Studi di Kantor Pelayanan PBB

Medan II).

Permasalahannya adalah:

a. Bagaimana persoalan keadilan yang dihadapi dalam pengenaan pajak bumi dan

bangunan?

b. Bagaimana hak yang dimiliki wajib pajak untuk melakukan upaya hukum

terhadap penetapan pajak bumi dan bangunan?

c. Apakah pajak bumi dan bangunan terkait dengan kemampuan ekonomis wajib

pajak?

3. Heri Azwar Anas (087011048), Judul Tesis: AnalisaYuridis Penetapan Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Banda

Aceh.

Permasalahannya adalah:

a. Bagaimana penetapan nilai jual objek pajak oleh pemerintah daerah dan

pemerintah pusat?

b. Bagaimana prinsip-prinsip dalam penetapan nilai jual objek pajak bumi dan

bangunan?

c. Bagaimana kaitan antara nilai jual objek pajak dengan bea perolehan hak atas

(28)

Dari hasil penelusuran kepustakaan penelitian, penelitian yang menyangkut

Pajak Bumi dan Bangunan yang pernah dilakukan oleh mahasiswa diluar program

studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara,

yaitu:

1. Hernanda Bagus Priandana, B4A007120, (Magister Ilmu Hukum Universitas

Diponegoro Semarang)

Judul Tesis: Keberadaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pajak Pusat dalam

era Otonomi Daerah.

Permasalahannya:

a. Apakah ada kemungkinan pemerintah pusat dapat menyerahkan pajak bumi dan

bangunan kepada pemerintah daerah sebagai pajak daerah untuk menaikkan

penerimaan daerahnya dengan berlakunya Undang Undang Nomor 12 Tahun

2008 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004?

b. Apakah pemerintah daerah mampu melaksanakan pengambilalihan

administratif pengelolaan pajak bumi dan bangunan?

2. Ni Luh Putu Miarmi, 1090561022, (Program Magister Studi Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Udayana).

Judul Tesis: Pengaturan Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan di Kawasan Jalur

Hijau.

Permasalahannya adalah:

a. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

(29)

b. Apa dasar pembebasan kewajiban pembayaran pajak bumi dan bangunan?

c. Bagaimana harmonisasi hukum dalam pengaturan pembebasan kewajiban

pembayaran pajak di kawasan jalur hijau?

Dari hasil penulusuran kepustakaan yang dilakukan yang berkaitan dengan

topik penelitian baik judul maupun permasalahan tidak ada yang sama. Oleh karena

itu, secara akademis dapat dikatakan penulisan penelitian ini asli dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenaran dan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kontiunitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantng pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori13. Teori

adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu

terjadi. Suatu teori harus dilalui dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat

menunjukkan ketidakbenarannya14. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan arahan/petunjuk dan memperkiraan serta menjelaskan gejala yang

diamati15.

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu kepada

teori kewenangan (Theorie Van Bevoegheid) berkaitan dengan beralihnya

13Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1982), hal 6

14ibid

(30)

kewenangan pemugutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Sehingga dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan”16.

F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan H.R. berpendapat “Overheidsbevoegdheid

wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en

Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te

scheppen” (kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan

untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan

hukum antara pemerintahan dengan waga negara)17.

Ferrazi mendefenisikan kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau

lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi),

pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu18.

Unsur kewenangan tersebut adalah:

a. Pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum.

b. Dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya.

c. Konformitas hukum, mengandung makna adanya standard wewenang, yaitu standard umum (semua jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu)19.

16Philipus M. Hadjon, “tentang Wewenang”, (Jakarta: Yuridika, No.5&6 Tahun XII, , 1997) , hlm.1

17Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,(Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 100 18Ganjong,Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 93

(31)

Selain menggunakan teori kewenangan dalam penulisan tesis ini juga

menggunakan teori keadilan. Menurut W. Fridman suatu undang-undang harus

memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak walaupun terdapat

perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut20.

Keadilan merupakan fokus utama dari setiap hukum dan keadilan tidak dapat

begitu saja dikorbankan seperti pendapat John Rawls sebagai berikut:

Nilai keadilan tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujutkan ke dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk manghindari ketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan keadilan tidak ada kata kompromi.21

Menurut Rawls, keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial

sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran.22 Lebih lanjut John Rawls

menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan

haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan yaitu pertama memberi hak dan

kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang

sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial

ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbak balik

bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari dari kelompok beruntung maupun

tidak beruntung. Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur

dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal

20W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kasus atas Teori-Teori Hukum.hal.

21Munir Fuady,Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Galia Indonesia, 2007), hal. 94

(32)

utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas dan diperuntukan bagi keutungan

orang-orang yang paling kurang beruntung.

Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan arahan dan

petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati sehingga kerangka teori yang

dipaparkan adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya, penelitian ini berusaha

untuk memahi hukum pajak dalam pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan, dan kesiapan daerah untuk melakukan pengelolaan pajak bumi dan

bangunan yang kewenangannya telah dialihkan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi sehingga terciptanya otonomi daerah.

Istilah otonomi dan “outonomy” secara etimologis dari bahasa Yunani berasal

dari kata “autos” yang berarti sendiri dan”nomous” yang berarti undang-undang,

hukum dan peraturan dan berarti “perundangan sendiri”(zelfwetgeving). Menurut

encyclopedia of cocial science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinil adalah the

legal self sufficiency of social body and its actual indeoendence.

Otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid and zelfsatndigheid)

satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan

pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan

mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang

(33)

Istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian

(zelftandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafharzkelijkheid)23. Kebebasan yang

terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus

dipertanggungjawaaban. Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan

kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Otonomi sekedar subsistem dari

sistem kesatuan yang lebih besar. Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Negara

kesatuan merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi.

Sedangkan HAW. Widjaya mengatakan bahwa proses peralihan dari sistem

dekosentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi.

Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang

bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi

dari pemungutan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah mencapai

efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi

daerah pada hakekatnya merupakan tujuan dari penyelenggaraan negara dan

pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata.

Dimana pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembagunan

nasional harus mengedepankan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggung jawab.

Konteks otonomi sendiri adalah bahwa pemerintah daerah diberi keleluasaan

menyelenggaraan dan mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Ketentuan Pasal 1

angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

(34)

menyebutkan bahwa otonom daerah adalah “Hak, wewenang dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan

daerah otonom berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2008

tentang Pemerintahan Daerah adalah:

“Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dengan otonomi daerah, kewenangan daerah otonomi untuk mengurus

daerahnya sesuai dengan keinginan masyarakat semakin tinggi. Jika sebelumnya

daerah hanya sebagai operator saja dalam pembangunan, maka kini peran daerah

meluas menjadiiniciator, planner, fund rising, supervisor ataupun evaluator. Dengan

demikian, paradigma “membangun daerah lebih difokuskan”, mempunyai arti bahwa

daerah harus punya inisiatif, prakarsa, kemandirian dalam menyusun, merencanakan

dan melaksanakan pembangunan daerah. Alasannya adalah daerah lebih tahu tentang

masalah dan potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi

dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstrak

dan kenyataan. Dengan demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk

(35)

penelitian (observasi) masalah yang akan diteliti24. Konsep diartikan pula sebagai

kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus

yang disebut dalam defenisi operasional25.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dan kerangka teoritis

yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang

menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian26. Pentingnya defenisi operasional

bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran. Oleh karena

itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini sesuai dengan yang

diharapkan, yaitu:

a) Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan27.

b) PBB adalah singkatan dari Pajak Bumi dan Bangunan yang artinya adalah pajak

yang dikenakan atas harta tak gerak berupa bumi dan atau bangunan28.

24

John Creswell Research Design,Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Alih Bahasa Angkatan III dan IV, Kajian Ilmu Kepolisian (KIK)-UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, (Jakarta: KIK Press, 1994), hal. 79.

25Sumardi Surya Brata,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 28.

26Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1984), hal. 33. 27R. Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Ketiga, (Bandung: PT Eresco, 1993), hal. 5-6

(36)

c) PBB P2 adalah singkatan dari Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

yang artinya adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan

dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan29.

d) Peralihan kewenanangan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah

suatu tindakan menyebabkan berubahnya hak pengelolaan terhadap pajak bumi

dan bangunan pedesaan dan perkotaan dari satu lembaga ke lembaga lain.

e) Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan30.

f) Desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan dalam bentuk fiskal dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah

tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam

kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia.

g) Tarif Pajak adalah persentasi pengenaan pajak sesuai dengan objek pajaknya.

h) NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak yang artinya adalah harga

rata-rata jual beli yang diperoleh dari harga objek lain yang sejenis, Nilai Jual Objek

Pajak Pengganti atau nilai baru.31

29www.pajak.go.id,Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan,tanggal 28 April 2014, hal 3.

30Noval Scene,Otonomi daerah di Indonesia, http://id/m.wikipedia.org/wiki.Otonomi, 6 Maret 2014, hal. 15

(37)

i) NJOPTKP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

artinya sebagai pengurang dari harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual

beli yang terjadi secara wajar.

j) Tunggakan pajak adalah besarnya pajak terutang yang belum dibayarkan oleh

wajib pajak yang disebabkan karena pemeriksaan dan karena wajib pajak tidak

sanggup membayar.

k) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur melunasi utang pajak dan

biaya penagihan pajak, melaksanakan penagihan seletika dan sekaligus,

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.32

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya

peneltian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan

tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang

akan diteliti. Analisis yang dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoeh

(38)

akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul

khususnya pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dengan didasarkan

pula kepada peraturan perundang-undangan tentang perimbangan keuangan antara

pusat dan daerah.33

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif)

atau disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang digunakan

sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan bahan-bahan pustaka

dengan meneliti penelitian tehadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, teori

hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta

dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.34

Pendeketan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan

perundang-undangan (statute opproach). Pendekatan undang-undangan (statute opproach)

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.35 Sedangkan pendekatan historis

(historicalapproach) dilakukan dengan mengkaji latar belakang yang dipelajari dan

perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.36

33Ibid, hal17

34Muslan Abdurrahman,Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal. 127.

(39)

2. Sumber Data Penelitian

Sumber-sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber

sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan bahan hukum

sekunder serta bahan-bahan hukum tersier.37

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau bahan non hukum.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang berisikan peraturan

perundang-undangan, yang terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar 1945 dan hasil amendemennya.

2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah.

4) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan.

5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.

6) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2000 tanggal 10 Maret Pembagian

Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah.

(40)

8) Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.

9) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/KMK.04/2000

tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu untuk proses analisis, yaitu buku-buku, peraturan

perundang-undangan, majalah-majalah, surat kabar, buletin maupun makalah

makalah yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan dalam tulisan ini yaitu

permasalahan perpajakan.38

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder39, berupa: kamus bahasa Indonesia,

Inggris, Belanda, kamus yang memuat peristilahan hukum, Enslikopedia hukum,

Situs di Internet dan bahasa lain yang menunjang penelitian ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data (bahan hukum) dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yang digunakan untuk

memperoleh data dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan

menganalisis data primer, sekunder maupun tersier yang berkaitan dengan peralihan

kewenangan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan. Disamping itu dalam

penelitian ini juga dilakukan wawancara langsung terhadap pegawani kantor Dinas

(41)

Pedapatan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai berkaitan dengan peralihan

pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten

Serdang Bedagai.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan,

selanjutnya akan dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar akurasi data

dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjejaki kembali ke

sumber data. Setelah pengeditan, selanjutnya akan dilakukan analisis data secara

deskriptif-analitis-kualitatif, dan khususnya terhadap data dalam dokumen-dokumen

akan dilakukan kajian isi (content analysis).40

Lexy J. Moleong mengemukakan bahwa kajian isi adalah metodologi

penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan

sehingga pokok permasalahan yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini dapat

terjawab.41

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yakni berpikir dari

yang umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif.

Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan

akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.

40Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 163

(42)

BAB II

KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH

DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Sejarah PBB di Indonesia

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat ini dikenal oleh masyarakat luas

sebagai pajak atas kepemilikan bumi dan bangunan di Indonesia merupakan

perubahan atas berbagai jenis pajak atas bumi (dan juga bangunan) yang sebelum

tahun 1986 diberlakukan di Indonesia. Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia,

pajak atas bumi yang sebelum tahun 1986 diberlakukan di Indonesia. Dalam sejarah

panjang bangsa Indonesia, pungutan yang dikenakan atas bumi dan hasil bumi telah

dikenakan oleh penguasa kepada rakyat sejak masa penjajahan, bahkan sebenarnya

sudah sejak zaman kerajaan-kerajaan. Hanya saja nama pungutan tersebut mungkin

belum dibakukan, tetapi pada dasarnya sama saja dengan pajak bumi dan bangunan.

Pada abad ke-17 dan seterusnya, pada saat Indonesia berada dalam penjajahan

Belanda dan Inggris, pajak atas bumi diberlakukan secara resmi dengan nama yang

baku. Berbagai jenis pajak atas bumi dan juga bangunan kemudian diterapkan di

Indonesia dengan berbagai nama dan aturan, dimana ketentuan tentang pajak tersebut

disesuaikan oleh pemerintah yang ketentuan tentang pajak tersebut disesuaikan oleh

pemerintah yang berkuasa pada masa tertentu di Indonesia42.

(43)

a. Pemungutan Pajak atas Tanah Sampai Masa VOC

Pajak atas tanah sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala. Hanya saja

dalam berbagai buku sejarah Indonesia tidak dapat ditemukan adanya bukti

pemungutan pajak atas tanah di Indonesia pada masa pra sejarah. Hal ini wajar saja

mengingat pada masa pra sejarah belum ada bukti-bukti tulisan, yang dapat

menggambarkan adanya pemungutan pajak kepada masyarakat. Bukti tertulis tentang

adanya pengenaan pajak atas tanah di Indonesia baru ditemukan pada masa sejarah.

Dalam sejarah Indonesia suatu pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelius

de Houtman datang ke Indonesia dengan maksud untuk berdagang di Indonesia pada

akhir abad ke-1643. Pada tahun 1602 didirikan “Verenigde Oost-Indische Compagnie

disingkat dengan VOC atau kompeni, yang merupakan suatu persekutuan dagang.

Kompeni memperoleh hak monopoli dari pemerintah Belanda, sehingga hanya

Kompeni yang boleh berdagang di antara Tanjung Harapan dan Selat Megalhaes.

Untuk itu kompeni memperoleh kekuasaan dari pemerintah Belanda, sehingga hanya

kompeni yang boleh berdagang di antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaes.

Untuk itu kompeni memperoleh kekuasaan sebagai pemerintahan dari pemerintah

Belanda. Tujuannya adalah untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya. Kompeni

melakukan aturan Verplicte leverantien atas masyarakat jajahan di Nusantara, yaitu

pemberian yang diwajibkan, rata-rata 20% (1/5) dari semua hasil produksi44.

43Ibid, hal. 5

(44)

b. Pemungutan Pajak Atas Tanah Masa Penjajahan Inggris

Perebutan kekuasaan oleh negara-negara di Eropa terhadap negara jajahan di

Asia menjadi awal masuknya Inggris ke nusantara. Tentara Inggris dalam bulan

Agustus 1811 mendarat dari di Pulau Jawa dan menyerang Belanda. Sampai pada

tanggal 17 September 1811 Janssens menyerah kepada Inggris. Pemerintah Inggris

menunjuk Thomas Stanford Raffles menjadi kepala pemerintahan di jawa dan daerah

taklukannya.45

Sistem pemajakan atas tanah yang diterapkan oleh Raffles diambil dari pajak

tanah di Bombay yang sedikit banyak disesuaikan dengan keadaan di Pulau Jawa dan

daerah taklukan Inggris lainnya pada waktu itu. Untuk itu Raffles mengeluarkan

suatu instruksi yang disebut Landrevenue Instruction yang dilaksanakan di Pulau

Jawa dan daerah taklukan Inggris lainnya yang merupakan saduran dari landrevenue

tersebut diciptakan oleh Sultan Akhbar dan Kerajaan Islam Mongol.46

Landrent diberlakukan menurut peraturan yang sudah berlaku di Brits Indie

(India). Peraturan baru ini didasarkan kepada dalil, yang dibawa dari India, yaitu

bahwa semua tanah adalah milik “souverign” (raja) dan kepal-kepala desa dianggap

sebagai penyewa dari tanah-tanah yang diusahakan oleh desa. Oleh sebab itu mereka

harus membayar sewa atau landrent, berupa barang natura (hasil) yang tetap.47

Landrent sebagai pajak tanah merupakan pengganti dua macam pungutan

yang dipungut pada masa kompeni (VOC) yaitu:

45Ibid, hlm. 38 46Ibid., hlm. 39

(45)

a. Contingenten, yaitu pungutan sebagian dari hasil bumi yang jenis tanamannya

dipaksakan, dengan harga yang murah sekali di daerah yang langsung dikuasai

kompeni.

b. Verplichte Leveratien, yaitu pungutan oleh pemerintah VOC dengan diberi ganti

rugi atas dasar persetujuan dengan penduduk dengan perantara raja-raja yang

bersangkutan.

c. Pemungutan Pajak atas Tanah Masa Penjajahan Hindia Belanda

Tidak berapa lama aturan landrent berlaku di Pulau Jawa, sudah tersiar kabar,

bahwa Napoleon jatuh dan Negeri Belanda mendapat kemerdekaannya kembali.

Conventie London tahun 1814 menetapkan, bahwa Belanda akan mendapat tanah

jajahannya kembali, kecuali Ceylon dan kedudukannya di Afrika Selatan. Kabar ini

mengecewakan Raffles dan pemerintah Inggris umumnya. Penggantiannya, John

Fendall, menyerahkan Indonesia kepada Belanda pada tanggal 19 Agustus 1816.48

Saat pemerintah penjajahan Hindia Belanda kembali berkuasa, nama landrent

diganti manjadi landrente. Tata cara dan pelaksanaan pajak atas tanah dengan sistem

yang dianut oleh Raffles dilanjutkan dengan beberapa perbaikan yang ditunjuk untuk

keadilan dan kepentingan rakyat. Setelah pemerintah Penjajahan Hindia Belanda

berkuasa di India Belanda (sekarang Indonesia), diundangkan Staatsblad (Lembaran

Negara) 1818 Nomor 14, yang berlaku untuk tahun 1818 saja kemudian diganti

dengan Staatsblad 1819 Nomor 5 yang berlaku untuk tahun 1819 dan untuk tahun

tahun berikutnya yang menentukan bahwa landrente ditetapkan perdesa.

(46)

d. Pemungutan Pajak atas Tanah Masa Penjajahan Jepang

Selama pemerintahan Bala Tentara Jepang berkuasa di Indonesia mulai bulan

Maret 1942 sampai saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal

17 Agustus 1945, pajak tanah dilaksanakan terus seperti biasa dengan segala

kegiatannya dan tetap menurut undang-undang pajak tanah 1939, Staatsblad 1939 No.

240 sampai dengan 243. Dalam penerapannya pajak tanah (Landrente) diganti

menjadi pajak bumi.

Instansi yang menyelenggarakan pajak bumi dan bangunan adalah

Gunaekanbu Zaimubu bagian pajak bumi. Pimpinan-pimpinan instansi yang

menangani pajak bumi bangsa Belanda diganti dengan pimpinan-pimpinan bangsa

Indonesia.

Departemen Van Financaien diubah menjadi Gunaekanbu Zaimubu dan

sebagai bagian dari Zaimubu dibentuk Zaimubu Shuzeika yang mengurus

macam-macam pajak dan beacukai. Pendudukan Jepang atas daerah-daerah di luar Pulau

Jawa dan Madura berada di bawah kekuasaan bagian lain dari Bala Tentara Jepang,

yaitu Minseibu sehingga kekuasaan Kantor Besar bagian Pajak Bumi hanya terbatas

di Pulau Jawa dan Madura.

e. Pajak atas tanah yang Berlaku Setelah Indonesia Merdeka

Setelah Indonesia merdeka, berbagai jenis pajak yang sebelumnya dipungut

oleh pemerintah penjajahan Belanda maupun Jepang tetap dipungut oleh pemerintah

Indonesia, antara lain Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan, Aturan Bea Materai 1921

(47)

(undang-undang) yang dibuat pada masa penjajahan Belanda karena belum ada

undang-undang yang menggantikannya. Penerapan berbagai ordonansi tersebut

didasarkan pada ketentuan Peralihan Undang-Undang 1945 yang menyatakan bahwa

segala badan negara dan peraturan yang telah ada sebelum Indonesia merdeka masih

langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar

1945.

Dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa perubahan dalam

pelaksanaan pemungutan pajak tersebut di Indonesia. Dalam hal pengenaan pajak atas

bumi di Indonesia, Landrente yang dipungut berdasarkan Staatsblad 1939 yang ada

pada masa penjajahan Jepang diubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Berbagai jenis pajak yang diberlakukan atas tanah dan juga bangunan di

Indonesia sampai dengan tahun 1955 mengakibatkan adaya beban pajak berganda

bagi masyarakat, karena atas suatu tanah dan bangunan dimungkinkan dipungut lebih

dari satu jenis pajak, dan semua dilakukan secara legal karena didasarkan pada

ordonansidan undang-undang. Hal ini membuat wajib pajak enggan membayar pajak

seharusnya hanya membayar pajak atas objek pajak yang dimiliki atau

dimanfaatkannya saja.

Seiring dengan reformasi perpajakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah

dan DPR sejak tahun 1983, maka sistem pemajakan atas tanah dan bangunan di

Indonesia juga dirombak total mulai tahun 1986. Hal ini dilakukan dengan

(48)

objek pajak berupa tanah dan atau bangunan dan menggantinya dengan satu jenis

pajak yang disebut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemenuhan PBB dilakukan

dengan dilandasi pada dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata:

memperoleh suatu hak atas bumi dan atau, memperoleh manfaat atas bumi dan atau,

memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Badan hukum dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu49:

1. Menurut bentuknya, artinya pembagian badan hukum berdasarkan pendiriannya

(diatur dalam NBW).

a. Badan hukum publik

Misalnya: negara, provinsi, kota praja, majelis-majelis, lembaga-lembaga dan

bank negara.

b. Badan hukum privat

Misalnya: perkumpulan-perkumpulan, PT, yayasan dan sebagainya.

2. Menurut peraturan yang mengaturnya, artinya pembagian badan hukum

berdasarkan ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut.

a. Badan hukum yang terletak di lapangan hukum perdata (BW).

Misalnya: maskapai Andil Indonesia, Perkumpulan Indonesia, Koperasi

Indonesia.

3. Menurut sifatnya terbagi atas dua macam, yaitu:

(49)

a. Korporasi dan

b. Yayasan

Perseroaan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

serta peraturan pelaksanannya50.

3. PBB Sebagai Pajak Properti

Berdasarkan apa yang menjadi objek pajak dan siapa yang ditetapkan menjadi

subjek pajak dan wajib pajak, maka PBB dapat diartikan sebagai pajak yang dipungut

atas pemilikan/ penguasaan dan atau pemanfaatan bumi dan atau bangunan di

Indonesia.

PBB merupakan pajak yang ditunjuk secara luas yang dikenakan baik atas

pemilikan maupun pemanfaatan bumi dan atau bangunan. Karena itu setiap pemilikan

atau pemanfaatan atas bumi dan atau bangunan di Indonesia akan dikenakan pajak.

Pengenaan PBB tidak terkait sama sekali dengan bukti pemilikan tanah dan atau

bangunan51.

PBB adalah pajak negara yang bersifat kebendaan. Pajak kebendaan pada

umumnya tidak memperhatikan keadaan wajib pajak dalam penentuan besarnya pajak

terutang tetapi mendasarkan pada objek pajak yang sesuai ketentuan undang undang

pajak harus dikenakan pajak. Objek pajak, baik yang besar maupun yang kecil, akan

50Pasal 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(50)

dikenakan pajak sesuai dengan keadaan objek pajak tersebut. Pada PBB besarnya

pajak terutang sepenuhnya didasarkan pada keadaan objek pajak yang tercermin pada

besarnya NJOP bumi dan atau bangunan52.

PBB adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak, oleh sebab itu

yang dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang

atau badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya

pajak terutang. Hal ini membuat PBB disebut juga pajak yang objektif. Walaupun

pajak ini merupakan pajak yang objektif tetapi dipungut dengan surat ketetapan pajak

yang pada prinsipnya dikeluarkan oleh fiskus setiap tahun pajak.

Dari sisi pihak yang menanggung beban pajak, PBB termasuk dalam pajak

langsung karena PBB terutang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang namanya

tercantum pada surat ketetapan pajak yaitu SPPT dan SKP yang tidak dapat

dilimpahkan kepada orang lain.

4. Sektor-Sektor Pajak Bumi dan Bangunan

Untuk mempermudah pelaksanaan pengenaan PBB, Direktorat Jendral Pajak

mengelompokan objek pajak berdasarkan karakteristik ke dalam beberapa sektor,

yaitu perdesaan, perkotaan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan53. Sektor

pengenaan PBB tersebut adalah sebagaimana di bawah ini:

1) Sektor perdesaan, adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri

perdesaan, seperti: sawah, ladang, empang tradisional, dan lain-lain

52Marihot,Ibid, hal.77

(51)

2) Sektor perkotaan adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki cirri-ciri

daerah perkotaan, seperti: pemukiman penduduk yang memiliki fasilitas

perkotaan,real estate, komplek pertokoan, industri, perdagangan dan jasa.

3) Sektor perkebunan, adalah objek PBB yang diusahakan dalam bidang budidaya

perkebunan, baik yang diusahakan oleh BUMN maupun swasta, yang meliputi

areal pengusahaan benih penanaman baru, perluasan, perubahan jenis tanaman,

penganekaragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya.

4) Sektor kehutanan adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan

komoditas hasil hutan areal pengusahaan hutan dan budidaya hutan.

5) Sektor pertambangan, adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan

komoditas hasil tambang seperti: emas, batubara, minyak dan gas bumi dan

lain-lain yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua

golongan yaitu bahan galian strategi, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

Pada prinsipnya untuk sektor perdesaan dan perkotaan tata cara

perhitungannya tidak ada perbedaan, sehingga perbedaan pendapat tentang kriteria

objek pajak yang masuk sektor perdesaan dan perkotaan sering terjadi. Hanya saja

untuk tertib administrasi pengenaan PBB maka dalam suatu wilayah administrasi

pemerintahan desa/kelurahan hanya terdapat satu sektor PBB yaitu sektor perdesaan

dan perkotaan.54

(52)

B. Pemungutan PBB Pedesaan dan Perkotaan Oleh Pemerintah Pusat 1. Dasar Hukum

Pada saat pemungutan pajak bumi dan bangunan dilakukan oleh pemerintah

pusat, dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan dengan pertimbangan bahwa pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan

pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila yang bertujuan untuk

meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena karena itu, perlu

dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya;

bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial

ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya

atau memperoleh manfaat daripadanya dan oleh karena itu wajar apabila mereka

diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya

kepada negara melalui pajak; bahwa sesuai dengan amanat yang terkandung dalam

Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1983 perlu diadakan pembaharuan sistem

perpajakan, sehingga dapat mewujutkan peran serta dan kegotongroyongan

masyarakat sebagai potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional; bahwa

sistem perpajakan yang berlaku selama ini, khusunya pajak kebendaan dan pajak

kekayaan, telah menimbulkan beban pajak berganda bagi masyarakat dan oleh karena

itu perlu diakhiri melalui pembaharuan sistem perpajakan yang sederhana, mudah,

adil dan memberi kepastian hukum; bahwa untuk mancapai maksud tersebut di atas

Referensi

Dokumen terkait

Padahal apabila aspek ergonomis serta keselamatan dari suatu fasilitas dan juga lingkungan kerja apabila diperhatikan dengan seksama, maka dapat mengurangi keluhan-keluhan

Sedangkan responden yang kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe terendah adalah responden dengan jarak kehamilan 2 tahun sebanyak 18 orang (20,2%), terdapat kategori

Berdasarkan analisis proksimat yang telah dilakukan diketahui bahwa pakan drop in yang diberikan oleh pengelola penangkaran memiliki kandungan gizi yang baik, hal ini

Aktifasi zeolit menggunakan bahan asal yang diremuk, digiling, dan diayak berukuran -10 mesh+25 mesh, yang diaktifasi selama 1 jam, 40 % padatan, dengan penambahan

Pengaruh Pemberian Hormon hCG dengan Dosis yang Berbeda secara Berkala terhadap Perkembangan Gonad Ikan Tawes (Barbonymus Gonionotus).. (Ristiawan Agung Nugroho dan

Dalam hal ini berlakulah kaidah usul Al-Fiqh yang biasa disebut dengan Urf (al-urf). Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di negara kita sekarang ini bersifat mengikat bagi

Rumusan dalam penelitian ini adalah 1) Adakah pengaruhpengawasan melekat (waskat) kerjaterhadap kepuasan kerjakaryawan pada PT.Dewi Darma Tour dan Travel

adalah jumlah kata,