• Tidak ada hasil yang ditemukan

resensi buku 003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "resensi buku 003"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

RESENSI BUKU

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : islamicstudies Pendekatan dan Metode Penulis : Zakiyuddin Baidhawy

Editor : Arifin Rancang Sampul : M. Taufik N.H. Tata Letak : Darwoko

Cetakan : PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA) Tebal : 320 halaman

DIRESENSI OLEH

Nama : M.Abdul Fatah NIM : 215-13-007

PENDAHULUAN

Pengertian Studi Islam

Setelah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah di pergunakan dalam jurnal-jurnal profesional, departemen akademik, dan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang luas, yakniseluruh yang Memliki dimensi “Islam” dan keterkaitan dengannya. Rujukan pada Islam, apakah dalam

pengertian kebudayaan, peradaban, atau tradisi keagamaan, telah semakin sering dipakai dengan munculnya sejumlah besar l teratur dalam berbagai bahasa Eropa atau Barat pada umumnya yang berkenaan dengan paham Islam politik, atau Islamisme. Literatur-literatur tersebut berbicara tentang perbankan Islam, ekonomi Islam, tatanan politik Islam,

Demokrasi Islam, hak-hak asasi manusia Islam, dan sebagainya. Sejumlah buku-buku terlaris sejak 1980-an judul-judul “Islam” dan hal-hal yang berkaitan dengan kata sifat “Islami”, yang menunjukkan betapa semua itu telah di istilahkan dengan sebutan “Islamic Studies” didunia akademik.Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mendasar

Mengenai definisi Islamic Studies, yaitu definisi sempit dan Definisi yang lebih luas (Suleiman & Shihadeh, 2007: 6-7).

SINOPSIS

Dengan mempergunakan pendekatan intensional, maka dapat dikatakan lebih layak jika kita memerhatikan dua hal, yaitu antara “studi tentang Islam” atau “Islamic Studies” yang me-miliki makna lebih khusus. Kita dapat pula mengatakan bahwa kesulitan dalam mendefinisikan Islamic Studies mencerminkan kebutuhan akan perdebatan lebih lanjut tentang masalah ini, Pada masa lampau Islamic Studies diajarkan didalam departemen departemen yang berhubungan secara luas dengan lokasi geografis, seperti Studi Kawasan Timur, Studi Kawasan Timur Tengah dan Studi Kawasan Timur Dekat.

(2)

A Metodologi Studi Islam: Dimensi Keilmuan dan Keagamaan

Masalah utama yang menopang definisi Islamic Studies tampaknya muncul dari metodologi bagai mana Islam dikaji dan kemudian bagaimana diajarkan Dinegara-negara Barat umumnya, kajian tentang Islam mengikuti metodologi Barat, ini bertentangan dengan kajian Islam didalam suatu lingkungan yang tidak mengkontestasi agama tersebut. Kajian Islam diBarat, Inggris misalnya, memberikan mahasiswa strata satu berbagai materi yang relevan dengan Islam dengan mempergunakan metodologi pengajaran yang dilandaskan pada objektivitas dan integritas. Pendekatan atas Islamic Studies disini sering didasarkan atas pandangan akademik Barat tentang Islam yang terpusat pada berbagai metodologi ilmiah Seperti orientalisme, ilmu sosial atau antropologi kontemporer. Sering dijumpai mahasiswa Muslim disiniakan menghadapi tantangan nyata dimana pengetahuan dasar mereka tentang agama dan sejarahnya sendiridiuji secara kritis. Pada tingkat pasca sarjana, masalahnya lebih kompleks dan seringkali ketidak sepakatan mengenai pendekatan pada apa yang dapat dan 7 Pengertian dan Metodologi Studi Islam

tidak dapat mencapai kebenaran membawa pada perubahan dalam subjek yang dikaji mahasiswa. Salah satu topik favorit adalah studikritis dan penyuntingan manuskrip-manuskrip berbahasa Arab. Cukup mengagumkan melihat bagaimana ada

kemauan para pengkajitersebut untuk menerima studikritis itu dan mereka menyatakan bahwa pendekatan semacam ini tidak perlu kompromi dengan masalah ke imanan mereka. Hal serupa juga sering muncul ketika menguji ide-ide para pemikir Muslim modern tentang Islam dan pendekatan Barat terhadap pengetahuan. Ketakutan bukan datang dari

Barat, melainkan dari sains yang dapat menjadi pendekatan yang salah arah jika dipercaya sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran. Pandangan ini juga digaungkan oleh para sarjana Barat sendiri. Salah satu kritik paling umum terhadap pendekatan sains diungkapkan oleh Stephen R. Sterling ketika menguji pendekatan sains terhadap subjek dari studi tentang alam. Mengutip Werner Heisenberg mengatakan: “Melaluiintervensinya, sains mengubah dan membentuk kembaliobjek”. Berikut ini adalah beberapa perdebatan seputar metodologidalam Islamic Studies. M. Izzi Dien (2003: 243-255) secara gamblang menggambarkan perdebatan metodologi tersebut mencakup kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat, pendekatan apologetik Muslim terhadap metodologi penelitian, pendekatan radikal Muslim terhadap metodologi Barat, dan kritik metodologi Muslim dari dalam.2Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan

Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 7

1. Kritik atas Metodologi Barat

Kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat muncul baik

(3)

merekonsiliasi,dua hal yang bertentangan dengan tujuan untuk meraih harmonisosial.Mutakallim abad pertengahan Islam, Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa wasathiyyahadalah berdiriditengah-tengah

(4)

dijangkau secara bersamaan.3Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang

Pustaka Abadi (BiPA),hlm 8-10

2. Pendekatan Apologetik Insider

Pendekatan lain yang muncul dalam persoalan metodologi

kajian keislaman ialah pendekatan apologetik. Bila sains modern berdasarkan atas duia fisik dan pedoman objektif, Islam tidak berusaha membatasi pemikiran manusia atau mencegah kajian ilmiah mandiri. Islam sebagai keimanan memiliki sedikit Reservasi dalam memandang fakta-fakta ilmiah yang abstrak dan itulah yang memotivasi perluasan metodologi eksperimen yang dikembangkan dalam lingkungan Islam sebelum ditransfer ke Barat. Pendekatan apologetik menyatakan bahwa Islam Mengadopsi pencarian pengetahuan dan tidak membatasi dirisumber pengetahuan hanya pada pemahaman dunia materi manusia,Penting juga untuk dicatat, bukan dalam rangka menyifatiIslam dengan keterbelakangan sosial, bahwa Islam merupakan hasil dari suatu akumulasi persoalan dan situasi, seperti kolonialisme Barat, perbudakan, dan praktik sosial yang Pengertian dan Metodologi Studi Islam ada hubungannya sama sekali dengan jiwa Islam (al-Umar, 1987: 110). Argumen semacam ini sering dinyatakan oleh kalangan Muslim dan membawa pada persoalan apakah mungkin atau tidak memisahkan Islam sebagai teori dari praktik aktualnya Sebagai mana teramati dalam realitas dunia Islam. Realitas yang salah arah ini rupanya melahirkan dekadensidan kemunduran pada semua tingkatan dan kita dapat mempertanyakan apakah Islam merupakan pandangan hidup yang gagal dalam masyara-kat kontemporer. Jika benar, maka akan ada kebutuhan untuk Mengadopsi metodologi berpikir yang lebih sejalan dengan ma-syarakat modern sebagai sarana untuk mencapai apa yang disebut kebudayaan yang lebih maju. Ini penting setidaknya bagi mereka yang hidup diBarat dan membutuhkan Islam pribumi yang berdasarkan atas nilai-nilai asli dan Islam tentang sains dan pengetahuan kehidupan. Metodologi semacam ini membutuh-kan bahan-bahan sebagai berikut:Pertama, faktor manusia. Setidaknya diperlukan jumlah yang cukup sumber daya manusia yang dapat membawa pesan pemahaman keagamaan yang layak. Dapat dinyatakan bahwa mungkin dicapai meskipun pada kenyataannya tidak semua tingkatan masyarakat disipin keislaman yang sama sehingga tersedia sejumlah orang yang mampu memimpin lainnya untuk meraih tujuan yang benar. Untuk mencapai tu-juan , Islam menyandarkan diri pada sedikit kaum terpelajar, 4Zakiyuddin

Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 10-14

3. Kritik Radikal atas Metodologi Barat

Dalam bahasan ini menarik untuk mencatat komentar-komentar yang sering muncul dari kalangan fundamentalis Islam mengenai metodologi Barat. Komentar-komentar mereka sering mempertanyakan secara radikal Jadi kita bukan Barat secara keseluruhan dan bukan pula Muslim secara keseluruhan dalam hal pemikiran. Komentar mereka juga menyatakan, mungkin ada manfaat melakukan peneltian diBarat dalam Islamic Studies, namun karena kami adalah Muslim, kami harus setia

kepada agama kami(Ahl-Hadith, 2006).5Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode

(5)

4. Kritik Metodologi dari Dalam (from within)

Peradaban Barat telah membuktikan kekuatan dan supremasinya terhadap peradaban-peradaban lain melaluiperan mereka dalam sains, teknologi dan industri. Inilah peradaban-peradaban yang mempergunakan metodologi empirik dan organisasiuntuk Mendekati fenomena alam untuk melayani kebutuhan manusia. Dengan mengkombinasikan peradaban instrumental ini dengan paham Islam tentang nilai, kemajuan yang berarti bisa diraih didunia Muslim khususnya dan menyebar ke seluruh dunia pada umumnya.

6Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

16-17

5. Problem Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik

Selama abad ke-20, karya-karya sarjana Barat tentang Islam Mulai memperoleh tempat dan sebagaisumber rujukan dalam retorika para sarjana Muslim modern dari afrika, Timur Tengah, dan Asia, yang telah melahirkan banyak pemikir Muslim modern, dari M. Iqbal hingga Agus Salim. Contoh-contoh se-rupa sangat berlimpah dalam berbagaili teratur Arab modern dan bahasa-bahasa Muslim mayoritas, dimana kecenderungan Mulai mengarah pada meningkatnya keterbukaan terhadap pe-ngaruh para pemkir Barat atas mereka yang melakukan kajian Islam dan masyarakat Muslim yang sedang berkembang. Penga-ruh pertama yang paling umum datang dari ilmu sosial, Seperti terlihat bagaimana pengaruh ilmu sosial modern atas 20 Zakiyuddin Baidhawykarya Ziya Golkap diTurki, AliShariati diIran, Nurcolish Madjid dan Ahmad Syafii Maarif diIndonesia. Yang lebih baru adalah perkembangan hermeneutics dan bidang-bidang kelimuan Hu-maniora yang juga mencerminkan perkembangan lebih jauh dalam karya-karya para pemikir seperti Muhammad Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd. Sedikit contoh dari Indonesia pada pertengahan abad ke-20 juga dapat disebutkan disini. Dalam karyanya tentang sejarah sufi, Hamka memujiLouis Massignon sebagai pilar utama kaum orientalis dan mengutip secara positif karyanya tentang al-Hallaj, sekaligus teorinya tentang peran kaum sufiIrak abad ke-10 bagiperkembangan Islam dikepulauan Indonesia (Hamka, 1952: 116).

7Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

17-20

RUANG LINGKUP OBJEK KAJIAN STUDI ISLAM A. Pengalaman Keagamaan dan Ekspresinya

Joachim Wach (1958) menjelaskan beberapa kriteria menge-nai pengalaman keagamaan. pengalaman keagamaan merupakan suatu respon terhadap apa yang dialami sebagai Re-alitas Ultim (the Ultimate Reality). ReRe-alitas Ultim disiniartinya sesuatu yang

“mengesankan dan menantang kita”. Pengalaman Ini melibatkan empat hal, yaitu asumsi tentang adanya kesadar-an, yakni pemahaman dan konsepsi; respon dipandang sebagai bagian dari perjumpaan; pengalaman tentang Realitas Ultim mengimplikasikan

(6)

7Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 24

B. Dimensi-dimensi Agama

Menurut Smart (1989), semua agama-agama yang hidup didunia ini memiliki tujuh di-mensisebagai mana akan dijelaskan sebagai berikut.

- Dimensi Praktik dan Ritual

Setiap tradisiagama-agama memiliki beberapa praktik ke-agamaan yang dilakukan oleh para pemeluknya, seperti ibadah

yang teratur, berdoa, persembahan, dan seterusnya. - Dimensi Naratif dan Mitos

Seringkali pengalaman disalurkan dan diungkapkan bukan hanya melaluiritual bahkan juga narasi-narasidan mitos suci. Dimensi inidisebut sebagai dimensi naratif dan mitos, semacam sisikisah, cerita dalam agama-agama.

- Dimensi Doktrin dan Filosofis

Tiang penyangga dimensinaratif adalah dimensi doktrin atau ajaran. Dalam banyak peristiwa, ajaran-ajaran memankan peran penting dalam keseluruhan agama-agama, sebagian kare-na cepat atau lambat keimanan harus beradaptasi dengan reali-tas sosial dan dengan fakta bahwa kebanyakan kepemimpinan, Zakiyuddin Baidhawy agama dipegang oleh mereka yang terpelajar dan berusaha men-cari dasar-dasar intelektual/filosofis sebagai basis dari iman.

- Dimensi Etika dan Hukum

Dimensi ajaran dan narasi berpengaruh pada nilai-nilai dari suatu tradisi dengan cara membentuk pandangan dunia dan Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam menjawab persoalan tentang pembebasan dan penyelamatan utama. Hukum terkait dengan sumber yang melahirkannya yang disebut sebagai dimensi etika dari suatu agama. Dalam Budha misalnya, terdapat lima kebenaran utama yang mengikat secara universal, yang bersamaan dengan seperangkat aturan lainnya mengendalikan kehidupan para rahib dan pendeta dan komunitas bicara.

- Dimensi Sosial dan Institusional

Dimensi-dimensi yang sudah dipaparkan dimuka –ritual, pengalaman, narasi, doktrin dan etika–, merupakan dimensi-di-mensi yang abstrak tanpa memiliki perwujudannya dalam bentuk eksternal. Dimensi sosial dan institusional bicara tentang Manifestasi eksternal dari agama. Setiap gerakan keagamaan terbentuk dalam kelompok pemeluk yang seringkali diorganisir secara formal seperti gereja, sang hatau ummah.

Dimensi Material

Dimensi material ialah segala manifestasi agama yang Bersifat kebendaan, seperti bangunan-bangunan peribadatan (masjid, pura, wihara, klenteng, sinagog), tempat-tempat suci, pekerjaan tangan atau seni keagamaan, dan kreasi-kreasi material lainnya. Simbol-simbol keagamaan seperti salib, bulan bintang, dan sebagainya, juga termasuk dimensi material.

C. Cara Beragama

(7)

yang lain, Sesuia dengan pemahaman, penghayatan, dan pengamalannya masing-masing Setiap orang membutuhkan cara beragama ( Zakiyudin Baidhawy

ing religious) atau bentuk penghayatan yang selaras dengan ke-peribadiannya dan situasi dalam kehidupan.

8Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi

(BiPA),hlm28-38

SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI ISLAM

Pembahasan tentang manusia sebagai makhluk beragama secara naluriah telah memberikan pengaruh atas studi-studiagama dan atas Studi Islam. Hampir seluruh masa pertengah-an abad ke-19 dan awal abad ke-20 menyaksikan upaya-upaya untuk membangun sains tentang studi agama (Religionswissen-schaft). Karakteristik Studi Agama tergantung pada filologi Sebagai metode utama dalam memahami peradaban lain, per-adaban kuno utamanya. Friedrich Max Müller (1823–1900) ya-kin bahwa “siapa pun belum benar-benar memahami agama, jika ia hanya mengetahui agamanya sendiri”, yang dikenal de-ngan ungkapan Inggrisnya “he who knows one, knows none”. Is-lam dapat dan harus dikaji sebagai agama menurut karakternya Sendiri menjadi mungkin dilakukan oleh sains filologi. Müller Mensupervisi the Sacred Books of the East Seriespada 1870-an, yang 50 volumenya merupakan teks-teks dan terjemahan kitab-kitab suci Asia ke dalam bahasa Inggris. Volume 6 dan 9 memuat terjemahan Al-Qur’an oleh E.H. Palmer. Dengan menempat-kan edisi Al-Qur’an dalam seri teks tentang agama-agama Asia, kaum orientalis berhubungan dengan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh berbagai universitas diEropa untuk menemukan metode ilmiah mengkaji agama-agama.

9Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 46

A. Studi Islam dan Orientalisme

Studi Islam sebagai sebuah disiplin, sebagaimana banyak disi-plin keilmuan diuniversitas modern, juga muncul pada abad 19. Disiplin disebut Orientalisme. Humanisme klasik de-ngan minatnya terhadap penemuan khazanah capaian-capaian manusia pada masa lampau melalui catatan teks, sejalan dengan bergulirnya semangat Pencerahan, secara mendalam memenga-ruhi orientalisme. Filologi abad ke-19 lebih di warnai dengan Sejarah Perkembangan Studi Islampandangan dunia Romant isi sme dan pencarian terhadap apa yang berharga pada masa lalu dan “dunia liyan” yang eksotik.

10Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

53

B. Studi Islam sebagai Disiplin Mandiri

Pada awal abad ke-20, StudiIslam telah menjadi suatu disiplin keilmuan mandiri selama dua dekade pertama dan seterusnya, tak satupun wakil-wakil terkemuka dari diiplin baru berasal Dari kaum teolog Protestan. Disiplin baru ini mencari orientas dalam sejarah sains, dalam sosiologi Weberian yang fokus pada peran sosial agama dalam sejarah sosial. Para wakilnya Mencari pertukaran dengan para spesialis dibidang ini.

(8)

53

C. Studi Islam dan Oksidentalisme

Ketika Barat diserang, seperti pada peristiwa 11 September, seringkali isumsikan bukan hanya Amerika, dalam arti Barat Sebagai Amerika Serikat. Ini terjadi diyakini karena kebijakan luar negeriS (imperialisme) dan kekuatan-kekuatan korporasi(globalisasi) telah melahirkan banyak bom-bom bunuh diri dan pejuang-pejuang suci atas Amerika yang telah memarjinalisasidan melakukan kekerasan terhadap jutaan penduduk yang ga-gal memperoleh keuntungan dari tatanan dunia kapitalis.

12Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

54

MODEL PENDEKATAN KAJIAN TEKS-TEKS ISLAM: STUDI AL-QUR’AN A. Pendekatan I`jaz Klasik

Tokoh Mu`tazilah al-Qadi`Abd al-Jabbar (w. 415/1025), dalam pembahasannya tentang i`jaz, menekankan bahwa kefa-sihan ungkapan, fashahah, tidak hanya berhubungan dengan isisemata atau gaya semata. Dengan mengelaborasi teori al-Jubba`itentang sintesis isi dan gaya, ia menghubungkan fashahah de-ngan struktur atau syntaksyang memasukkan posisi dan fungsi gramatika dari suatu leksikon.

13Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

71

B. Pendekatan Sastra Modern

Pada masa modern, pendekatan kesusastraan terhadap al-Qur’an juga berkembang bahkan lebih kompleks dari yang su-dah ada. Misalnya, Muhammad Abduh menggunakan me-tode sastra ini untuk menafsirkan al-Qur’an yang sangat erat hubun-gannya dengan pemahaman rasionalnya tentang Islam.

14Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

72

C. Pendekatan Tajdid

Model pendekatan sastra lain diperkenalkan oleh Amin al-Khuli(1995). Ketika ia memulai karirnya, angin perubahan mulaitampak dalam kehidupan Mesir. Ia menerapkan metode tajdiduntuk studi bahasa (nahw) dan retorika (balaghah), tafsir al Qur’an, dan sastra (adab). Bukan hal mudah untuk menentukan mana dari bidang keilmuan yang menyajikan model ideal Dari metodologi tajdi d al-Khuli.

15Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

75-76

D. Pendekatan Tahlili

Maksud tafsir tahliliatau ijmaliatau juz’iadalah metode kajian al-Qur’an dengan menganalisis secara kronologis dan memapar-kan berbagai aspek yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an Sesuai dengan urutan bacaan yang terdapat dalam urutan mu-shaf ‘Uthmani.16Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi

(9)

MODEL KAJIAN TEKS-TEKS KEISLAMAN: STUDI HADIS A. Kajian Orientalis tentang Hadis

Berangkat dari paradigma umum studi Barat tentang hadis, kita mencatat beberapa sikap netral berkenaan dengan kritik teks hadis. R. Marston Speight mengakuikontribusi para muhadisin awal untuk menelitiotentisitas hadis. Dalam tulisannya tentang hadis dalam entri The Oxford Encyclopaedia of Modern Islamic World, Speight memandang bahwa teks hadis membutuhkan 103 Model Kajian Teks-teks Keislaman: Studi Hadiskriteria lain untuk menguji otentisitas materinya disamping kritik sanad. John L. Esposi to mempunyai sikap serupa.

17Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

102-103

MODEL KAJIAN ILMU KALAM

Kemunculan ilmu kalam adalah akibat dari banyak kon-troversi yang telah memecah belah komunitas Muslim pada masa-masa awal. Meskipun kemunculan Islam ditandai dengan polemik dengan kaum musyrik dan pengikut wahyu-wahyu ter-dahulu, kontroversi tentang persoalan-persoalan keagamaan fundamental tidak disukai oleh kaum Muslim awal, khususnya selama masa hidup Nabi. Namun, perselisihan, utamanya dalam masalah politik, pecah segera setelah wafatnya Nabi, dan dikuti dengan tragedi yang membawa pada pembunuhan khalifah Us-man pada tahun 656, masa dimana perpecahan dalam sistem politik terjadi setelah kematian Nabi.

A. Kemunculan Ilmu Kalam

Munculnya wacana teologisi stematis baru

Terjadi setelah kemunculan Mu`tazilah. Hubungan kalam de-ngan Mu`tazilah yang digambarkan sebagai rasionalis militan, Model Kajian Ilmu Kalam menentukan wacana dan nasibnya. Mu`tazilah berusaha untuk Mensistemastisasi ajaran agama dalam skema rasional yang ber-pusat pada penegasan keesaan Tuhan dan keadilan-Nya yang mutlak.

18Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

122-123

B. Definisi dan Bahasan Ilmu Kalam

Ilmu kalam adalah suatu ilmu yang mengkaji ajaran-ajaran dasar keimanan Islam (usuluddin). Ilmu ini mengidentifikasiajaran-ajaran dasar dan berupaya membuktikan valditasnya dan menjawab setiap keraguan terhadapnya.

C. Metodologi Ilmu Kalam

(10)

dalam kerangka spekulatif yang diterma. D. Mazhab-mazhab Ilmu Kalam

Mazhab-mazhab terpenting diantaranya adalah Syi’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Murji’ah.Sangat mungkin muncul pertanyaan tentang alasan-alasan dibalik terpecahnya kaum Muslim ke dalam berbagaimazhab Ini berkaitan dengan masalah kalam dan fikih, dan mengapa mereka tidak dapat mempertahankan k esatuan mereka.

E. Metodologi Kalam Syi’ah

Jarang kajian Studi Islam menyentuh masalah perkembangan aliran kalam dalam Syi’ah. Kalam dalam pengertian argument rasional dan logis tentang doktrin-doktrin pokok Islam, memiliki tempat khusus dan unik dalam tradisi Syi’ah. Kalam Syi’ah disatu sisi muncul dari inti hadis-hadis Syi’ah, dan disisilain bercampur dengan filsafat Syi’ah. Sekarang kita menyaksikan pada abad-abad awal bagaimana kalam dipandang bertentangan

dengan sunnah dan hadis oleh Ahl as-Sunnah.

18Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

104-132

MODEL KAJIAN TASAWUF

A. Mistisisme: Fenomena Universal

Tasawuf atau dikenal sebagaimistisisme Islam adalah feno-mena universal yang menggambarkan upaya manusia untuk meraih kebenaran. Tasawuf juga dikenal sebagai pengetahuan intuitif tentang Tuhan atau Realitas Ultim yang diraih melalui pengalaman keagamaan personal. Yakni kesadaran akan realitas transenden atau Tuhan melalui meditasi atau kontemplasi batin.

konsep tentang tasawuf/ mistisisme harus berdasarkan pada Studi mengenai keragaman “sebagaimana yang kita jumpai”, bukan memformulasi generalisasi yang seragam dan defin isi yang berlaku untuk semua. Dengan cara demikian, konsep-konsep seperti mistisisme dan mistikus, tasawuf dan sufi men-jadi sangat kaya dan berakar. Kita perlu menganalisis hakikat keragaman sebagaimana adanya, kemudian menelusuri berba-gai makna dan konseo-konsep itu. Karena itu kajian semacam Ini setidaknya akan mempelajari fakta-fakta yang ada dalam keragaman itu.

19Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

140

B. Spirit: Domain Ketiga Ajaran Islam

Untuk dapat memahami tasawuf sebagai sebuah kajian keis-laman, kita perlu menelusuri ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti kita ketahui bersama, Islam mengemukakan tiga domain utama kepedulian manusia.

(11)

PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm141-143 C. Perspektif Memahami Tasawuf

Kosakata tasawuf dan sufi telah luas dipergunakan dikalang-an akademisi maupun kalangan awam khususnya diBaghdad dan Khurasan pada pertengahan kedua abad ke-9, meskipun ada sebagian kirtkus tidak bersepakat tentang asal-usul kata terse-but.

Sebagian sejarawan mengatakan bahwa sebutan sufi di-tujukan kepada mereka yang menggunakan pakain dari wol. Sebagiian lain menyatakan kata sufi berasal dari tahapan spiritual pertama (saff awwal), dan yang lain mengatakan demikian

karena sufi mengklaim diri sebagai ashab al-suffah, yakni orang-orang yang suka berkumpul dan duduk-duduk disekitar masjid Nabawi, dan sebagian lain menyebutnya berasal dari kata shafa, yang artinya bersih, murni. Penting untuk dicatat bahwa sufisme sebagai suatu gerakan pada masa-masa awal perkembangannya tidak lain merupakan upaya “interiorisasi Islam”, sebagai mana dikemukakan oleh Annemarie Schimmel, yang menekankan Al-Qur’an, Sunnah dan pelaksanaan syariah.

Model pendekatan sastra lain diperkenalkan oleh Amin al-Khuli(1995). Ketika ia memulai karirnya, angin perubahan mulaitampak dalam kehidupan Mesir. Ia menerapkan metode tajdiduntuk studi bahasa (nahw) dan retorika (balaghah), tafsir al Qur’an, dan sastra (adab). Bukan hal mudah untuk menentukan mana dari bidang keilmuan yang menyajikan model ideal Dari metodologi tajdi d al-Khuli.

20Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

145-146

MODEL KAJIAN USUL FIKIH DAN FIKIH

bahwa usul fikih merupakan ilmu mengenai sumber-sumber dan metodologi hukum yang akurat dalam arti bahwa Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber sekaligus materi bahasan dimana metodologi usul fikih diterapkan. Al-Qur’an dan Sunnah Sendiri mengandung sangat sedikit metodologi, namun lebih menyediakan ini dikasi-indikasi dimana aturan-aturan syariah dapat dideduksi Metodologi usul fikih sesungguhnya merujuk kepada metode-metode penalaran seperi analogi/qiyas, istihsan, istishab, dan aturan-aturan penafsiran dan deduksi. Semua ini didesain untuk berperan sebagai alat bantu menuju pemaham-an yang benar tentang sumber-sumber dan ijtihad.

Dua Pendekatan: Teoretis-Rasional dan Deduktif

Seiring dengan lahirnya mazhab-mazhab fikih, berbagai ulama Dari mazhab-mazhab itu mengadopsi dua pendekatan berbeda dalam mengkaji usul fikih, yakni pendekatan teoretis dan pendekatan deduktif. Pendekatan teoretis atau rasional hanya digunakan oleh penduduk Hijaz. Setelah menderivasi prinsip-prinsip dari Al-Qur’an dan Sunnah, para sarjana mencoba menyesuaikan pandangan-pandangan mazhab mereka dengan prinsip-prinsip itu. Jika tidak sesuai, pandangan-pandangan tu akan dimodifikasi.. Ketika menderi vasi hukum Islam mereka bersandar pada taklid, dalam arti membatasi diri mereka hanya pada teks apa pun yang mereka punyai, dan karena itu dikenal juga sebagai kaum literalis.

21Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

(12)

MODEL

KAJIAN HERMENEUTIKA: Studi Hermeneutika Pembebasan Farid Esack

Hermeneutika kontemporer, terutama productive hermeneu-ticsala Gadamer atau al-Qira’ah al-muntijahmenurut Nasr Hamid Abu Zayd (1994:144), membuka pengakuan terhadap cara baru pembacaan Al-Qur’an yang menerima fakta adanya prasangka-prasangka yang sah (Gadamer, 1992: 261). Metode ini ternyata Mengilhami sejumlah sarjana Muslim untuk melakukan inter-pretasi terhadap fenomena Al-Qur’an, dapat disebutkan misal-nya Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Hassan Hanafi dan Farid Esack.

Bahasan ini berupaya menyajikan gagasan-gagasan dan metode Farid Esack dalam menafsirkan Al-Qur’an melalui metode hermeneutika. Melalui metode ini, Esack telah mem-berikan kontribusi kontemporer berjudul Qur’an, Liberation, and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Againts Oppression(1997). Buku ini bertujuan untuk menunjukkan bah-wa ada kemungkinan untuk hidup dalam kepercayaan penuh terhadap Al-Qur’an dan konteks kehidupan sekarang yang ber-sama-samakepercayaan-kepercayaan lain, bekerjasama untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi; mengembang-kan gagasan hermeneutika Al-Qur’an sebagai kontribusi bagipengembangan pluralisme teologi dalam Islam; menguji cara

Al-Qur’an mendefinisikan diri(Muslim) dan orang lain (non-Muslim) dengan tujuan untuk menciptakan ruang bagi kebena-ran dan keadilan orang lain dalam teologi pluralisme untuk pembebasan; dan menggali hubungan antara eksklusivisme ke-agamaan dan satu bentuk konservatisme politik (yang mendu-kung apartheid) disatu sisi, dan inklusivisme keagamaan dan satu bentuk politik progresif (yang mendukung perjuangan-per-juangan pembebasan) dissi lain, serta memberinya dukungan rasional yang bersifat qur’ani(Esack, 1997: 14).22Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang

Pustaka Abadi (BiPA),hlm 168

Studi Hibrida Filsafat

Fondasionalisme dan Hermeneutika A. Gagap Paradigma Fondasionalisme

(13)

membangun pengetahuan atas dasar pemahaman tersebut.23Zakiyuddin

Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 186-187\

Pendekatan Multikultural terhadap Pendidikan Agama

Sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah Orde Baru tentang pentingnya mempertahankan stabilitas, kebebasan beragama (freedom of religion) mengalami pembatasan secara politik. Agama-agama yang berhak hidup adalah yang diakui secara resmi oleh pemerintah –Islam, Katholik, Kristen, Budha dan Hindu. Salah satu tujuan pembangunan nasional dibidang pengembangan kehidupan beragama adalah untuk menegakkan kehidupan harmoni komunitas-komunitas keagamaan. Upaya Ini dilakukan oleh Pemerintah sekaligus para pemimpin agama untuk mencapai tujuan tersebut. Upaya ini termasuk mengkondisikan dialog antara pemimpin-pemimpin agama, diskusi informal, konferensi dan seminar yang diikuti oleh para pemuka dan sarjana dari semua komunitas keagamaan yang ada.

Model Pendidikan Agama (religious education) semacam Ini menyembunyikan secara sistemik nilai saling menghargai(mutual respect) dari berbagai jalan hidup, dan mengabaikan Kontribusi kelompok-kelompok minortas terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia.

Basis Teologi Pendidikan Multikultural

Multikulturalisme biasa didefinisikan sebagai gerakan sosial-intelektual yang mendorong nilai-nilai keberagaman (diversity) Sebagai prinsip inti dan mengukuhkan pandangan bahwa semua kelompok budaya diperlakukan setara (equal) dan sama-sama dihormati. Isu multikulturalisme diIndonesia semakin terasa signifikan dan memperoleh tempat dalam kehidupan kontemporer saat ini, bersamaan dengan munculnya kesadaran

perlunya memperbaiki tatanan dan harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah rusak oleh tindakan-tindakan kekerasan dengan berbagai macam alasan dan bentuk. 24Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi

(BiPA),hlm 210 211

Kajian tentang Islam Liberal

Terlepas dari pro dan kontra, dalam konteks Indonesia, perkembangan wacana Islam liberal dalam satu dekade terakhir semakin memperoleh tempat. Meski terasa baru, sesungguhnya Islam liberal adalah “the new wine in the old bottle”. Sosok yang disebut Islam liberal telah memiliki sejarah panjang. Menurut Charles Kurzman, Islam liberal berakar pada Syah Waliyullah (1703-1762) diIndia dan muncul diantara gerakan-gerakan pemurnian Islam ala Wahabipada abad ke-18

A. Beberapa Pendekatan Mengkaji Islam Liberal

(14)

kan Fyzee lebih merupakan kajian ilmiah dan intelektual yang membuka sediit akses bagi pemahaman keagamaan banyak orang.24Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan

KELEBIHAN

Buku tulisan pak Zakiyuddin Baidhawy ini tidak hanya memberikan inspirasi konsep dan pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi dan luar sekolah,Karena itu, perlu disyukuri atas keberanian dan kreativitasnya, karena tulisannya sungguh luar biasa, banyak ilmu yang terkandung didalamnya.

KEKURANGAN

Hampir keseluruhan buku ini tidak ada kekurangannya, tetapi jika tidak membaca berulang kali mungkin tidak mengerti, karena didalamnya terdapat bahasa asing yang sulit dimengerti oleh para pembaca pemula termasuk saya dan juga banyaknya tulisan membuat si pembaca membutuhkan waktu lebih.

Permohonan maaf presensi buku

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain : tidak melakukan pembinaan manegement kepada pihak franchisee, sedangkan wanprestasi dari pihak franchisee dapat

Jib faktor Hngkungan organisasi kurang menunjang, individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran yang memadai dengan tingkat kecerdasan emosi yang baik akan tetap dapat

2016 IAIN Purwokerto (Praktek Akad Al-qard Al- Hasan pada Produk Pembiayaan Pinjaman dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syari’ah (Studi Kasus di BMT El-Mentari

Dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran proses pembelajaran matematika di SMK khususnya pada materi ruang dimensi tiga sebaiknya dilakukan dilakukan

Untuk tetap menjaga adanya sinkronisasi dan koordinasi dari semua perusahaan- perusahaan Perkebunan Negara, maka tugas Direksi dari perusahaan ini dilakukan oleh Badan

Berawal dari sinilah peneliti tertarik untuk menelaah lebih dalam terkait dengan masalah diatas dengan menghasilkan sebuah skripsi yang berjudul “ANALISIS

Selain itu, Gua Putih memiliki potensi untuk dijadikan sebagai objek wisata minat khusus, mengingat medan yang harus ditempuh menuju ke lokasi gua serta kondisi