• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kenakalan Remaja di Perkotaan (Studi Kasus Munculnya Fenomena Geng Motor di Kalangan Pelajar di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kenakalan Remaja di Perkotaan (Studi Kasus Munculnya Fenomena Geng Motor di Kalangan Pelajar di Kota Medan)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KENAKALAN REMAJA DI PERKOTAAN (STUDI KASUS

MUNCULNYA FENOMENA GENG MOTOR DI KALANGAN

PELAJAR DI KOTA MEDAN)

SKRIPSI

DiajukanSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperoleh GelarSarjanaSosialDepartemenIlmuKesejahteraanSosial

Oleh:

FAUZAN ISMAIL

070902010

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Kenakalan Remaja di Perkotaan (Studi Kasus Munculnya Fenomena Geng Motor di Kalangan Pelajar di Kota Medan)

Permasalahan kenakalan remaja khususnya geng motor di kota Medan merupakan salah satu permasalahan serius yang harus ditangani oleh banyak pihak secara bijak. Tingginya perhatian publik terhadap munculnya fenomena geng motor di kalangan pelajar di kota Medan berawal pada saat geng motor mulai melakukan aksi – aksi brutalnya di beberapa titik di kota Medan mulai tahun 2010 sampai tahun 2012 ini. Beberapa pelaku geng motor yang tertangkap oleh pihak kepolisian dan masyarakat paling banyak melibatkan remaja – remaja yang pada umumnya berstatus sebagai pelajar SMA. Permasalahan geng motor tidak hanya bisa dikatakan sebagai kenakalan remaja pada umumnya, namun lebih dari itu, geng motor sudah mengarah kepada permasalahan hukum (kriminal) yang menyangkut keselamatan masyarakat dan juga bagi pelaku geng motor itu sendiri.

Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Tipe penelitian berbentuk analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Dimana penelitian analisis deskriptif ini dilakukan dalam bentuk studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa informan yang terdiri dari 4 orang informan kunci dan 6 orang informan tambahan, selain melakukan wawancara, data juga diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan juga mengutip data melalui buku – buku, berita – berita di koran, majalah, internet, jurnal – jurnal ilmiah, makalah, pendapat dari beberapa ahli/pakar dan beberapa sumber terpercaya lainnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif,

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, munculnya fenomena geng motor di kalangan pelajar di kota Medan disebabkan karena kurangnya perhatian di lingkungan keluarga. Selain itu, kurangnya wadah – wadah berekspresi bagi remaja untuk mengembangkan bakat, minat dan hobinya di berbagai bidang kreatifitas turut menyebabkan seorang remaja terikut pada pengaruh buruk geng motor. Geng motor biasanya melakukan aktifitasnya dalam bentuk konvoi keliling kota secara beramai – ramai, berkumpul di warung – warung pinggiran jalan, dan juga beberapa kali pernah menyelenggarakan balap – balapan liar di jalanan kota. Seringkali permasalahan konflik antar geng motor menyebabkan kerusuhan dan tawuran, yang kebanyakan dilatar belakangi oleh kerasnya persaingan di antara mereka dalam hal eksistensi dan kekuatan. Geng motor menanamkan nilai perkawanan dan kekerasan di dalam diri setiap anggotanya, maka dari itulah geng motor menjadi sesuatu yang menarik bagi remaja

(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

DAFTAR ISI……….. ii

KATA PENGANTAR………... v

BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumusan Masalah……… 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8

1.3.1. Tujuan Penelitian………. 8

1.3.2. Manfaat Penelitian……… 8

1.4. Sistematika Penulisan………. 9

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kenakalan Remaja……… 11

2.1.1. Klasifikasi dan Tipe Kenakalan Remaja………... 14

2.2. Teori Kelompok Sosial………... 20

2.2.1. Pengertian Kelompok Sosial………. 20

2.2.2. Kelompok Formal dan Informal………... 22

2.3. Pengertian Geng dan Geng Motor……….. 23

2.3.1. Pengertian Geng ……….. 23

2.3.2. Karakteristik Geng……… 25

(4)

2.4. Kerangka Pemikiran………30

2.5. Defenisi Konsep……….. 33

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian……… 35

3.2. Lokasi Penelitian……… 35

3.3. Unit Analisis dan Informan……… 36

3.3.1. Unit Analisis………. 36

3.3.2. Informan………... 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data………. 37

3.5. Teknik Analisis Data……….. 38

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Gambaran Umum Kota Medan………... 39

4.2. Kota Medan Secara Geografis……… 44

4.3. Kota Medan Secara Demografis………. 46

4.4. Kota Medan Secara Kultural………... 50

4.5. Kota Medan Secara Sosial……….. 51

4.5.1. Pekerjaan……….. 51

4.5.2. Pola Pemukiman………... 52

BAB V: ANALISIS DATA 5.1. Ketertarikan Pelajar Mengikuti Mengikuti Geng Motor……….... 54

5.2. Perekrutan………... 63

(5)

5.4. Pandangan Masyarakat Terhadap Geng Motor………... 70 5.5. Peran Aparat Pemerintah Terhadap Pemberantasan Geng Motor……….. 79 5.6. Peran Sekolah Dalam Mencegah Berkembangnya Geng Motor……… 86

BAB VI: PENUTUP

6.1. Kesimpulan………. 95 6.2. Saran………... 99

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim….

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU, dan atas pertolongan dan kasih sayangNya pula penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula shalawat beruntaikan salam penulis sampaikan keharibaan baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya kebenaran dan ilmu pengetahuan di muka bumi.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib bagi setiap mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk menyelesaikan studi akademisnya.Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu menggali informasi dan mendapatkan gambaran langsung mengenai bidang ilmu yang dipelajarinya ketika di bangku perkuliahan, sekaligus juga untuk mendapatkan bekal pengetahuan agar nantinya mampu diaplikasikan di dalam masyarakat khususnya yang berhubungan dengan ilmu sosial dan ilmu politik.

(7)

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU.

3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, MSP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU.

4. Ibu Dra. Tuti Atika, MSP, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU, terima kasih atas segala bimbingan dan bantuannya selama penulis mengikuti perkuliahan. 6. Pihak kepolisian Polresta Medan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan

penelitian di Polresta Medan.

7. Guru – guru beserta staf pegawai SMAN 4 Medan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMAN 4 Medan.

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan yang diwakili oleh Bapak Drs. H. Zakaria Harahap selaku Kabid Program dan Pengembangan Mutu Pendidikan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMAN 4 Medan.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Ismail Malik dan Ibunda Hj. Arfah Rahmat yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh cinta, doa, dan kasih sayang yang sangat teramat besar kepada penulis.

(8)

11.Bang Ahmad Razali “Bang Amek” yang telah banyak memberikan masukan, saran, motivasi dan kritikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi, dan bersedia meminjamkan buku – bukunya untuk penulis, makasih ya bang…hehehe…

12.Bang Zacky atas masukan, ilmu dan dukungan moril yang diberikan kepada penulis sehingga menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada saudara Nico dan Madan yang telah banyak membantu dan menemani penulis dalam melakukan penelitian dilapangan.

14.Kawan – kawan seperjuanganku di Batu Kristal 07:Miftah, Rholand, Edo,Ferdi, Indra Fitri, Afdal, Dedi, Dika, Budi, Amir, Firdha, Tri, Rini, Akbar, Ika, Rizal “Acong”, Ridho, Wirda, Ryan, Erlina “Aink”, Aya, Riski, Boy, Wanda, Dina, Rozi, Sari, Fauzi, Fardin, Taufik, Arfeni “Bg Boy”, Ara, Nenda, Tina, Ovi, Babe, Novira, Safridal, Arif, Bilbela, Endika, Shellaterima kasih telah memberikan pengalaman dan kenangan yang sangat berharga bagi penulis selama kuliah dan berproses di komisariat.

15.Kawan – kawan Kessos 07, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

16.Kawan – kawan 08, Amin “Imul”, Ririn, Vivi “Aling”, Iskandar, Randa, Mia, Dini, Doni, Andre “Bancet”, Oka, Tama, Adit, Silvi, Fitri, Alm. Budi dan yang lainnya, makasih la ya atas semuanya.

17.Kakanda Alumni dan Senioren HMI Komisariat FISIP USU, atas ilmu, dukungan, motivasi dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama berproses di komisariat.

(9)

19.Kawan – kawan Panitia Temu Ramah HMI Komisariat FISIP USU 2012, selamat belajar dan berproses ya, semoga pengalamannya sebagai panitia menjadikan kalian lebih dewasa, bijak dan tentu saja kelak menjadi momen yang tak terlupakan bagian kalian nantinya.

20.Kawan – kawan kepengurusan PEMA USU, PEMA FISIP USUdan PEMA sekawasan USU, semoga tetap solid dan konsisten di garis perjuangan.

21.Kawan – kawan ekstrainer LK2 HMI Cabang Bandung yang sudah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis, walaupun jarak kita jauh tapi silaturahmi kita tetap akan dekat.

22.Beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan.Maka dari itulah, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya, sekaligus juga mengharapkan saran serta kritikannya yang membangun guna memperbaiki dan lebih menyempurnakan karya – karya ilmiah berikutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis

(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Kenakalan Remaja di Perkotaan (Studi Kasus Munculnya Fenomena Geng Motor di Kalangan Pelajar di Kota Medan)

Permasalahan kenakalan remaja khususnya geng motor di kota Medan merupakan salah satu permasalahan serius yang harus ditangani oleh banyak pihak secara bijak. Tingginya perhatian publik terhadap munculnya fenomena geng motor di kalangan pelajar di kota Medan berawal pada saat geng motor mulai melakukan aksi – aksi brutalnya di beberapa titik di kota Medan mulai tahun 2010 sampai tahun 2012 ini. Beberapa pelaku geng motor yang tertangkap oleh pihak kepolisian dan masyarakat paling banyak melibatkan remaja – remaja yang pada umumnya berstatus sebagai pelajar SMA. Permasalahan geng motor tidak hanya bisa dikatakan sebagai kenakalan remaja pada umumnya, namun lebih dari itu, geng motor sudah mengarah kepada permasalahan hukum (kriminal) yang menyangkut keselamatan masyarakat dan juga bagi pelaku geng motor itu sendiri.

Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Tipe penelitian berbentuk analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Dimana penelitian analisis deskriptif ini dilakukan dalam bentuk studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa informan yang terdiri dari 4 orang informan kunci dan 6 orang informan tambahan, selain melakukan wawancara, data juga diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan juga mengutip data melalui buku – buku, berita – berita di koran, majalah, internet, jurnal – jurnal ilmiah, makalah, pendapat dari beberapa ahli/pakar dan beberapa sumber terpercaya lainnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif,

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, munculnya fenomena geng motor di kalangan pelajar di kota Medan disebabkan karena kurangnya perhatian di lingkungan keluarga. Selain itu, kurangnya wadah – wadah berekspresi bagi remaja untuk mengembangkan bakat, minat dan hobinya di berbagai bidang kreatifitas turut menyebabkan seorang remaja terikut pada pengaruh buruk geng motor. Geng motor biasanya melakukan aktifitasnya dalam bentuk konvoi keliling kota secara beramai – ramai, berkumpul di warung – warung pinggiran jalan, dan juga beberapa kali pernah menyelenggarakan balap – balapan liar di jalanan kota. Seringkali permasalahan konflik antar geng motor menyebabkan kerusuhan dan tawuran, yang kebanyakan dilatar belakangi oleh kerasnya persaingan di antara mereka dalam hal eksistensi dan kekuatan. Geng motor menanamkan nilai perkawanan dan kekerasan di dalam diri setiap anggotanya, maka dari itulah geng motor menjadi sesuatu yang menarik bagi remaja

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya kejahatan- kejahatan yang terjadi akibat kenakalan remaja sudah menjadi problema yang sangat mengkhawatirkan. Selain mengakibatkan timbulnya keresahan masyarakat dikarenakan akibat – akibat fisik yang terjadi, kenakalan remaja juga memiliki dampak psikis yang sangat negatifbagi remaja yang melakukan tindakan tersebut.

Laporan “United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders” yang bertemu di London pada 1960 menyatakan adanya kenaikan jumlah juvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kualitas kejahatan dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi – aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual (Midendrof dalam Kartono:2010). Fakta yang menarik disini adalah bertambahnya kejahatan yang dilakukan oleh remaja salah satunya dipengaruhi oleh semakin berkembangnya industrialisasi dan urbanisasi. Di kota – kota industri yang pada umumnya maju dan berkembang secara fisik justru semakin banyak menimbulkan kejahatan remaja dibandingkan di wilayah pedesaan.

(12)

Akan tetapi saat ini, kenakalan remaja yang terjadi tidak lagi berbentuk kenakalan, tetapi sudah menjadi suatu bentuk kejahatan yang sangat meresahkan, yang pada umumnya berbentuk perkelahian antar kelompok, narkoba, pergaulan bebas, aksi ugal-ugalan di jalan, dan tindakan – tindakan yang menjurus pada perbuatan – perbuatan kriminal.

Pada umumnya kenakalan remaja terjadi karena kurangnya kasih sayang serta perhatian dari orangtua, dan kebanyakan terjadi di kalangan remaja yang orangtuanya berkehidupan mapan.Banyak orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan cenderung menjadikan materi dan uang sebagai ekspresi kasih sayang mereka kepada anaknya, padahal uang dan materi belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan kasih sayang bagi anak.Yang harus dipahami oleh orangtua adalah kebanyakan remaja sangat menginginkan perhatian dan pengakuan akan eksistensinya dari orang disekitarnya, yangmana apabila hal tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka tempat yang paling memungkinkan bagi remaja untuk mendapatkan pengakuan dan perhatian tersebut adalah lingkungan teman sebayanya, dan sayangnya kebanyakan remaja menjadi terjerumus kepada perbuatan – perbuatan negatif justru berawal dari lingkungan yang salah guna mendapatkan pengakuan akan eksistensinya.

(13)

kebanyakan dilatarbelakangi oleh keinginan mereka untuk menunjukkan eksistensi dirinya dan ingin tampil beda agar dapat dikenal luas.

Kehadiran geng motor sebagai bentuk kejahatan remaja merupakan salah satu permasalahan sosial yang harus ditangani secara serius dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak pihak yang sebenarnya menjadi penyebab munculnya kejahatan remaja seperti ini mulai dari orang tua, sistem pendidikan dan sistem hukum. Kejahatan remaja pada umumnya merupakan produk sampingan dari:

1. Pendidikan massal yang tidak menekankan pendidikan watak dan kepribadian anak.

2. Kurangnya usaha orangtua dan orang dewasa menanamkan moralitas dan keyakinan beragama pada anak –anak muda.

3. Kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada anak – anak remaja (Kartono, 2010:8). Di Indonesia, kehadiran geng motor awalnya muncul di tahun 1978 di Kota Bandung dengan nama Moonraker, setelah itu mulai berkembanglah secara pesat hingga merambah ke kota – kota lain seperti Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Ciamis, Cirebon dan sekarang yang menjadi fenomena menarik adalah geng motor akhirnya juga merambah ke kota Medan.

Khusus di Kota Medan sendiri, kemunculan geng motor begitu sangat meresahkan masyarakat dan menjadi perbincangan menarik. Apalagi tindakan – tindakan anarkis yang mereka lakukan terus berlangsung tanpa pandang bulu dan tidak jarang menimbulkan banyak korban.Beberapa kasus yang terjadi di Kota Medan yang melibatkan geng motor adalah sebagai berikut:

(14)

melakukan tindak penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor di kawasan tersebut dan beberapa personel Brimob. Puluhan personel Polsek Medan Baru menyusuri jalanan di Medan menggunakan sepeda motor dan mobil. Setelah berkeliling sekitar satu jam tak ada satu pun ditemukan geng motor. Puluhan polisi itu pun berhenti di SPBU jalan Pattimura Medan.Tiba-tiba sekitar pukul 02.00 WIB, segerombolan geng motor membawa bendera, kayu, dan benda tajam melintasi Jalan Pattimura. Petugas pun langsung melakukan pengejaran. Geng motor itu pun berhamburan dan berbalik arah. Beberapa sepeda motor berjatuhan ke aspal.Dari sekitar 20 sepeda motor yang terlihat, petugas berhasil mengamankan tiga sepeda motor dan empat orang anggota geng motor. Kayu dan bendera yang tertinggal akibat pengejaran itu pun diamankan ke Mapolsek Medan Baru. Selain itu petugas juga berhasil menyelamatkan satu warga bernama Esra yang mengaku disekap geng motor pada saat pengejaran itu1

2. Kemudian geng motor melakukan keonaran dan aksi anarkis lainnya di kawasan Universitas Sumatera Utara yang pada saat itu bertepatan dengan adanya kegiatan pergelaran musik di kawasan tersebut pada Sabtu (17/9/2011). Kelompok tersebut membuat ulah dengan melakukan penyerangan terhadap mahasiswa USU yang tengah menggelar acara musik di Pendopo USU. Akibatnya, sempat terjadi baku hantam antara kedua kelompok.Salah seorang mahasiswa USU, Bambang Riyanto, di Medan, Minggu (18/9/2011), mengatakan, kejadian tersebut berawal ketika kelompok bermotor tersebut datang ke acara musik yang sudah digelar sejak Sabtu pagi. Begitu datang, anggota geng langsung membuat keributan.Panitia bersama beberapa mahasiswa USU lainnya berusaha mengingatkan kelompok bermotor tersebut agar tidak membuat keributan. Namun,

1

(15)

peringatan tersebut tidak diacuhkan oleh anggota geng. Mereka bahkan semakin memancing keributan dengan menggeber knalpot sepeda motor hingga mengeluarkan suara yang lebih kuat."Mereka datang dengan menggeber-geber kereta dan langsung merusuh dan menyerang sejumlah mahasiswa yang ada di sini. Tentunya kami tidak tinggal diam dan melakukan pembalasan," kata Bambang.Akibat kejadian tersebut, sejumlah polisi turun ke lokasi kejadian. Polisi juga mengamankan sepeda motor yang tidak memiliki surat-surat. Adapun para pelaku sudah melarikan diri terlebih dahulu.Kepala Bagian Ketertiban dan Keamanan USU Muktar mengatakan, pihaknya belum tahu secara persis mengapa acara pergelaran musik tersebut berujung pada baku hantam. Menurutnya, keributan tersebut terjadi antara geng motor dan kelompok anak-anak punk yang juga turut menyaksikan acara musik tersebut."Yang ribut itu antara geng motor dengan kelompok anak punk, bukan dengan mahasiswa USU. Tetapi, keributan cepat diredam dan langsung kami bubarkan bersama dengan pihak kepolisian hingga tidak sampai mengganggu ketertiban kampus," katanya. 2

3. Segerombolan anak muda yang diduga kelompok geng motor pada Minggu (21/8/2011) dinihari merusak sebuah pos polisi lalu lintas di persimpangan Jalan Iskandar Muda dan Jalan Pattimura, Kota Medan. Akibatnya, kaca-kaca pos polisi tersebut hancur berantakan. Peristiwa ini terjadi sekira pukul 01.00 wib dinihari saat puluhan anak muda melintas di ruas jalan tersebut dengan belasan sepeda motor. Petugas kepolisian sektor Medan yang mendapat informasi perusakan pos polisi tersebut langsung melakukan olah TKP. Menurut Ridho, seorang warga mengatakan gerombolan pemuda tersebut datang dari arah jalan Pattimura dengan membawa kayu dan senjata tajam jenis kelewang dan

2

(16)

samurai. Usai merusak pos polisi mereka kabur ke arah Padang Bulan, Medan. Warga Kota Medan memang sudah meresahkan ulah gerombolan geng motor yang kerap berbuat rusuh itu. Warga berharap pihak aparat kepolisian dapat segera menangkap dan menindak para anggota geng motor tersebut.3

4. Sedikitnya 40 orang remaja anggota kelompok geng motor membuat onar dengan merusak Klinik Kesehatan Hayam Wuruk Center (HWC), di Jalan Hayam Wuruk, Medan Baru, Sumatera Utara, Minggu (21/8/2011). Akibat tindakan brutal kelompok geng motor itu, kaca depan ruangan klinik kesehatan tersebut pecah sepanjang 40 cm yang diduga akibat lemparan batu. Salah seorang pedagang di Jalan Hayam Wuruk, Muhammad Iqbal (45), mengaku keributan kelompok geng motor itu setelah diberitahu Nasir, penjaga malam di Klinik Kesehatan Hayam Wuruk yang dirusak tersebut. Saat terjadinya pengrusakan itu, kata Iqbal, Nasir sedang berada di dalam dan takut keluar, karena kelompok geng motor itu berjumlah lebih kurang 50 orang. Anggota kelompok geng motor itu juga kelihatan brutal dengan cara menggas knalpot sepeda motor mereka sekuat-kuatnya sehingga menimbulkan suara memekakkan telinga," ujarnya. Bahkan, kata Iqbal, kelompok geng motor itu cukup ganas dan tidak segan-segan menabrak masyarakat yang mencoba menghalangi aksi mereka. "Masyarakat takut dan resah dengan kelompok geng motor itu. Aksi kelompok geng motor itu menurut informasi diduga ada yang merusak pos polisi lalu lintas dan sekolah," kata Iqbal.4

3http://news.okezone.com/read/2011/08/21/340/494385/geng-motor-rusak-pos-polantas-di-medan, Diakses

pada tanggal 23 Oktober 2011

4

(17)

Selain kasus – kasus diatas masih banyak lagi kasus – kasus kebrutalan geng motor yang akhir – akhir ini terjadi Kota Medan. Suatu hal yang mengejutkan adalah untuk beberapa kasus geng motor di Kota Medan banyak sekali melibatkan para pelajar khususnya anak – anak SMA. Seperti yang kita ketahui bahwa kenakalan remaja khususnya geng motor justru banyak melibatkan pelajar – pelajar yang rata-rata orangtuanya berpenghasilan menengah keatas dan kawasan perkotaan merupakan tempat yang rentan bagi para remaja untuk melakukan kejahatan.

Beberapa contoh kasus keterlibatan pelajar di dalam geng motor ini adalah seperti pada kasus penyerangan pergelaran musik di kampus USU, kesepuluh pelaku yang tertangkap merupakan pelajar – pelajar di Kota Medan5, Selain itu hasil penyergapan polisi di kawasan setia budi juga berhasil menangkap beberapa anggota geng motor yang tergabung dalam “Berani Mati Bro” (BMB) yang kebanyakan pelajar SMA6

5

http://www.polrestamedan.com/auto-ping/berita-polresta-medan/10-pelajar-sma-anggota-geng-motor-dibekuk-reskrim-polresta-medan/, Diakses pada tanggal 23 Oktober 2011

6

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=218361:geng-motor-masih-marak&catid=14:medan&Itemid=27, Diakses pada tanggal 23 Oktober 2011

Atas dasar itulah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fenomena kenakalan remaja khususnya geng motor dengan judul “Kenakalan Remaja di Perkotaan (Studi Kasus Munculnya Fenomena Geng Motor Di Kalangan Pelajar Di Kota Medan)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dalam penelitian ini rumusan masalah yang akan diangkat adalah sebagai berikut:

(18)

2. Bagaimana strategi yang selama ini dilakukan oleh pihak keluarga, kepolisian dan masyarakat dalam mengatasi berkembangnya geng motor di kalangan pelajar di Kota Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan geng motor mampu mempengaruhi perilaku para pelajar di Kota Medan sehingga memunculkan berbagai macam perilaku kejahatan.

2. Apa motif dibalik banyaknya para pelajar terlibat di dalam geng motor tersebut serta dampak psikologis dan sosiologis yang dihasilkan dari berkembangnya geng motor di Kota Medan. 3. Untuk mengetahui sejauh apa usaha yang dilakukan oleh pihak keluarga, kepolisian dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan geng motor di kalangan pelajar di Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan kajian dan referensi bagi kalangan mahasiswa dan akademisi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berkaitan tentang permasalahan kenakalan remaja khususnya masalah geng motor.

2. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mempertajam pemahaman dan kemampuan penulis dalam penulisan karangan ilmiah serta menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir terhadap fenomena dan gejala sosial secara kritis. Sehingga dapat di

(19)

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan masukan dan kontribusi bagi beberapa pihak dalam mengatasi berkembangnya geng motor di Kota Medan, serta menghasilkan beberapa solusi yang nantinya dapat dijadikan bahan pembelajaran sekaligus bahan evaluasi khususnya bagi orangtua, guru dan kepolisian dalam menangani berkembangnya geng motor di kalangan pelajar di Kota Medan.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka penelitian, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, unit analisis dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

(20)

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kenakalan Remaja

Masa Remaja adalah masa transisi yaitu antara masa anak – anak ke masa dewasa.Menurut Calon bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.Menurut Sri Rumini & Siti Sundari masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa7.Lebih lanjut Dr. Kartini Kartono mengatakan bahwa Remaja adalah suatu tingkatan umur, dimana seorang anak tidak lagi bersikap seperti anak-anak, tetapi belum dapat juga dipandang sebagai orang dewasa8

Kenakalan Remaja merupakan tindakan melanggar peraturan atau hukum yang dilakukan oleh anak yang berada pada masa remaja.Perilaku yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, .Jadi seorang anak atau remaja adalah batasan umur yang menjembatani antara umur anak-anak dengan dewasa.Masa remaja merupakan masa yang sangat rentan terhadap perilaku – perilaku negatif, karena pada masa ini merupakan tahapan bagi seorang remaja menuju kedewasaan yang seringkali menuntut seorang remaja untuk menemukan karakter dan jati dirinya dan sayangnya seringkali seorang remaja dalam mencari jati dirinya sering terjerumus dalam pola hidup dan perilaku yang salah karena pengaruh negatif lingkungan sosial dan kurang pengawasan dari beberapa pihak seperti orangtua dan sekolah, hal – hal seperti inilah yang akhirnya menyebabkan remaja tersebut terjerumus pada kenakalan remaja dan bahkan kejahatan.

7

http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/, Diakses pada tanggal 21 Desember 2011

8

(22)

melanggar jam malam yang ditetapkan orangtua, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian antar geng, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya.

Dalam batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The Adolescence, terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja, yaitu:

1. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.

2. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah, minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.

Tindakan kenakalan remaja yang tidak terkontrol akan menjerumuskan seorang remaja pada perilaku kejahatan remaja (Juvenile Deliquency) yang merupakan salah satu penyakit sosial. Penyakit Sosial atau Penyakit Masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma – norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut juga sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi penyakit (Kartono, 2010:4).

Kejahatan/Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency) ialah perilaku jahat (Dursila), atau kejahatan/kenakalan anak – anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak – anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.Anak – anak muda yang deliquen

(23)

Juvenile berasal dari bahasa latin“juvenilis” yang berarti anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat – sifat khas pada periode remaja.

Deliquent berasal dari bahasa Latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau, peneror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain – lain (Kartono, 2010:6).

Pengertian secara etimologis telah beberapa kali mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktifitasnya, yakni istilah kejahatan menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subjek atau pelaku pun mengalami pergeseran.Psikolog Bimo Waljito merumuskan arti selengkapnya dari juvenile deliquency, yaitu tiap perbuatan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya remaja.Sedangkan Fuad Hasan merumuskan juvenile deliquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja bilamana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan (Sudarsono, 1991:11).

Purnianti mendefinisikan kenakalan remaja berdasarkan perspektif sosiologis, dalam tiga kategori, yaitu:

a. Definisi hukum, menekankan pada tindakan/perlakuan yang bertentangan dengan norma yang diklasifikasikan secara hukum,

b. Definisi peranan, dalam hal ini penekanannya pada pelaku, remaja yang peranannya diidentifikasikan sebagai kenakalan,

(24)

Pada intinya kenakalan remaja ini dipicu oleh beberapa sebab yang secara luas dihasilkan oleh lingkungan sosial yang salah dan menyebabkan seorang remaja tidak dapat mengendalikan kontrol dirinya sehingga sering berperilaku sesuai dengan keinginannya yang seringkali mengesampingkan dan meremehkan orang lain, lalu bertindak dengan motif – motif serta landasan – landasan yang bersifat subjektif. Pada umumnya, remaja sering bertindak hanya mengedepankan egonya dan sering menyalahgunakan serta melebih-lebihkan harga dirinya.

2.1.1 Klasifikasi dan Tipe Kenakalan Remaja

Mengenai klasifikasi dan tipe kenakalan remaja, pada umumnya digolongkan secara historis, instinktual, dan mental.Semuanya dapat terjalin secara kolaboratif dan kombinatif.Secara historis, kenakalan remaja dapat terjadi secara kebetulan, kadang – kadang, dan habitual. Lalu secara mental, remaja memiliki kepribadian yang dibagi antara lain: Pribadi normal, Pribadi Abnormal, Pribadi Psikopatik, Psikoneurosa, Psikosis. Kemudian secara insinktual, kenakalan remaja didorong oleh keserakahan, dorongan seksual, agresifitas, parental, dan dorongan berkumpul.

Secara umum, munculnya kenakalan remaja bersumber pada 3 hal tersebut sehingga membuat mereka pribadi yang deliquen, Dimana tipe deliquen menurut struktur kepribadian ini dibagi atas:

1. Delikuensi Terisolir

(25)

a. Kejahatan mereka tidak didorong oleh motivasi kecemasan dan konflik batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motif yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru, ingin konform dengan norma gengnya. Biasanya semua kegiatan mereka lakukan secara bersama – sama dalam bentuk kegiatan kelompok.

b. Mereka kebanyakan berasal dari daerah – daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil anak melihat adanya geng –geng kriminal, sampai pada suatu saat dia ikut menjadi anggota salah satu geng tersebut. Didalam geng ini anak merasa diterima, mendapatkan kedudukan “terhormat”, pengakuan, status sosial, dan prestise tertentu. Semua nilai, norma dan kebiasaan kelompoknya dengan subkultur kriminal itu, diopernya dengan serta-merta. Jadi ada proses pengondisian dan proses differential association.

c. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen, dan mengalami banyak frustasi. Kondisi keluarga dipenuhi oleh konflik sehingga anak merasa ditolak oleh keluarga khususnya orang tua, disia-siakan, harga dirinya diinjak, dan anak tidak merasakan iklim kehangatan emosional. Sehingga anak mencari jalan keluarnya di lingkungan sosial lain seperti lingkungan anak – anak kriminal, dan anak merasakan adanya alternatif hidup yang menyenangkan, dan di gengnya ini dia merasa mendapatkan kedudukan, menonjol, dan berarti.

(26)

Ringkasnya delikuensi terisolir itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial.Mereka mencari panutan dan sekuritas dari kelompok gengnya (Kartono, 2010:51).Kebanyakan dari mereka yang tergolong pada tipe ini pada akhirnya akan meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21-23 tahun (Mc Cord dkk.1959). Kelihatannya perilaku mereka merupakan cara untuk melangkah menuju kedewasaan diri, dimana melalui perilaku – perilaku delikuen tersebut mereka akhirnya memasuki fase hidup baru dan memiliki peranan sosial baru yaitu proses menjadi lebih dewasa. Pada usia menjelang dewasa tersebut, pada akhirnya mereka akan menyadari bahwa mereka harus meninggalkan orangtuanya dan lingkungannya sendiri, mereka menyadari adanya sebuah tanggung jawab yang akan mereka hadapi, dan menyadari bahwa mereka harus memainkan peranan sosial baru yang lebih “terhormat”. Jadi pada intinya, pada waktunya nanti mereka akan menjembatani diri mereka dari “manusia jahat” menuju “manusia baik” setelah menyadari bahwa perilaku juvenile delinquency sangat tidak cocok diterapkan ketika mereka harus memainkan peranan sosial mereka ketika mereka memasuki kedewasaan.

2. Delikuensi Neurotik

Pada umumnya anak – anak delikuen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa: kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah atau berdosa, dan lain- lain. Ciri – ciri tingkah laku mereka itu antara lain adalah:

(27)

b. Tingkah laku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan. Karena itu tindak kejahatan mereka merupakan alat pelepas bagi rasa ketakutan, kecemasan, dan kebingungan batinnya yang jelas tidak terpikulkan oleh egonya.

c. Biasanya anak remaja deliquen tipe ini melakukan kejahatan seorang diri dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu.

d. Anak delikuen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah, yaitu dari lingkungan konvensional yang cukup baik kondisi sosial ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik dan psikotik.

e. Anak delikuen neurotik ini memiliki ego yang lemah, danada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa atau anak – anak remaja lainnya.

f. Motivasi kejahatan mereka berbeda – beda. Misalnya, para penyundut api (pyromania, suka membakar) didorong oleh nafsu ekshibisionistis, anak – anak yang suka membongkar melakukan pembongkaran didorong oleh keinginan melepaskan nafsu seks, dan lain – lain. g. Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan). Kualitas sedemikian ini tidak

terdapat pada tipe delikuen terisolir, anak – anak dan orang muda tukang bakar, para peledak dinamit dan bom waktu, penjahat seks, dan pecandu narkotik dimaksukkan dalam kelompok tipe neurotik ini (Kartono, 2010:52-53).

(28)

3. Delikuensi Psikopatik

Delikuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah:

a. Hampir seluruh anak delikuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisiten, dan selalu menyiakan anak – anaknya. Tak sedikit dari mereka berasal dari rumah yatim piatu. Dalam lingkungan demikian mereka tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang, dan relasi personal yang akrab dengan orang lain. Sehingga akibatnya mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi, sedang kehidupan perasaannya pada umumnya menjadi tumpul atau mati. Akibatnya mereka tidak mampu menjalin relasi emosional yang akrab dengan orang lain.

b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran, karena itu sering meledak tidak terkendali.

c. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif. Biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma – norma sosial yang umum berlaku, juga tidak perduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.

e. Acapkali mereka juga menderita gangguan neurologis sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri (Kartono, 2010:53-54).

(29)

moral, dia selalu konflik dengan norma sosial dan hukum. Biasanya juga immoral.Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu a-sosial, eksentrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta intelegensi sosial. Mereka sangat egoistis, fanatik, dan selalu menentang apa dan siapa pun juga. Sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap siapa pun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakiti hati orang lain, perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa motif apapun juga. Karena itu remaja delikuen yang psikopatik ini digolongkan ke dalam bentuk penjahat yang paling berbahaya (Kartono, 2010:54).

4. Delikuensi Defek Moral

Defek (defect, defectus) artinya: rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delikuensi defek moral mempunyai ciri: selalu melakukan tindak a-sosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya.

(30)

meledak.Mereka juga selalu bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga, karena itu mereka selalu melakukan perbuatan kejahatan.

Anak muda yang defek moralnya itu biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki.Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitive (Kartono, 2010:55).

Pengaruh lingkungan adalah relatif kecil (hanya kurang lebih 20%) dalam membentuk seseorang menjadi defek moralnya.Sebaliknya konstitusi dan disposisi psikis yang abnormal (kurang lebih 80%) menyebabkan pertumbuhan anak muda menjadi defek moralnya.Selanjutnya apabila kejahatan anak muda dan remaja yang defek moralnya itu sangat mencolok ekstrim, biasanya mereka digolongkan kedalam tipe deliquen psikopatik.

2.2 Teori Kelompok Sosial

2.2.1 Pengertian Kelompok Sosial

(31)

Berdasarkan keterangan dan pendapat dari para ahli sosiologi, terdapat beberapa konsep serta pengertian mengenai kelompok.Salah satunya adalah Robert Bierstedt yang menggunakan tiga kriteria untuk membedakan jenis kelompok, yaitu ada tidaknya (a) organisasi, (b) hubungan sosial diantara anggota kelompok, dan (c) kesadaran jenis. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut

Bierstedt kemudian membedakan empat jenis kelompok, kelompok statistik (statistical group),

kelompok kemasyarakatan (societal group), kelompok sosial (social group), dan kelompok asosiasi (associational group)(Sunarto, 2004:126).

Menurut Bierstedt, kelompok sosial merupakan kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. Contohnya adalah kelompok teman, kerabat, dan sebagainya (Sunarto, 2004:126).

Selain itu, Robert K Merton berpendapat bahwa kelompok merupakan sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan, sedangkan kolektiva merupakan orang yang mempunyai rasa solidaritas karena nilai bersama dan yang telah memiliki rasa kewajiban moral untuk menjalankan harapan peran (Sunarto, 2004:137).

(32)

2.2.2 Kelompok Formal dan Informal

Kelompok formal adalah suatu kelompok yang keberadaannya ditandai dengan munculnya aturan – aturan yang baku di dalam kelompok tersebut. Dimulai dengan adanya Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ataupun aturan konstitusional lainnya yang bersifat mengikat, memiliki keanggotaan yang terdaftar secara resmi, dan memiliki struktur organisasi yang jelas. Sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang.Keanggotaan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan, perkawanan dan simpati.

Suatu gejala yang menarik perhatian banyak ilmuwan sosial ialah adanya keterkaitan antara kelompok formal dan kelompok informal. Segera setelah seseorang menjadi anggota organisasi formal seperti sekolah, universitas, perusahaan atau kantor, ia sering mulai menjalin hubungan persahabatan dengan anggota lain dalam organisasi formal tersebut sehingga dalam organisasi formal akan terbentuk berbagai kelompok informal, seperti kelompok teman sebaya, kelompok yang tempat tinggalnya berdekatan, kelompok yang bertugas dalam satu bagian kantor yang sama, kelompok yang lulus dari perguruan tinggi yang sama, kelompok yang lulus sekolah seangkatan dan sebagainya (Sunarto, 2004:135-136).

(33)

sebagainya), dalam melakukan perilaku kolektif (misalnya merusak fasilitas umum, ugal-ugalan di jalanan, tawuran, dan lain sebagainya).

Sistem nilai yang dianut siswa dapat bertentangan dengan sistem nilai sekolah. Sekolah biasanya cenderung memberi nilai tinggi pada prestasi belajar, sedangkan siswa mungkin banyak yang tidak mementingkan prestasi belajar karena kelompok sebaya mereka memberi bobot lebih tinggi pada kriteria lain seperti kekayaan, kepopuleran di bidang kesenian atau olahraga, keberanian dan sebagainya. Sebagai akibatnya, siswa yang menduduki peringkat tertinggi dalam prestasi belajar di sekolah sering berbeda dengan siswa yang menduduki peringkat tertinggi dalam sistem status di kalangan siswa (Sunarto, 2004:136).

2.3 Pengertian Geng dan Geng Motor

2.3.1 Pengertian Geng

Istilah geng umumnya dipakai untuk kelompok yang lebih besar dan terbatas pada kelompok yang kecil.Defenisi tentang geng sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok.Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif.Geng bukan sekedar kumpulan remaja yang bersifat informal.Geng dalam bahasa Inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi.Dalam sebuah konsep yang moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan sering kali menyebabkan keributan.9

9

http;//mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung/, hal 9, Diakses pada tanggal 23 Oktober 2011

(34)

Dalam hal kenakalan remaja yang terbentuk dalam suatu geng-geng atau gerombolan-gerombolan anak muda, fokusnya bukan lagi pelanggaran individual tetapi sudah terhadap kelompok sebagai keseluruhan dalam arti bahwa kolektifitas itu dipandang sebagai suatu kesatuan yang mengandung kualitas-kualitas di luar jumlah individu anggota semata-mata.

Menurut Albert K. Cohen dan James F. Short dua orang ahli kriminologi, pada tingkat kolektif/geng, kenakalan dibagi ke dalam beberapa bentuk atas dasar type-type berbeda dari sub kebudayaan yang terdiri dari sebagai berikut :

a. Yang mewujudkan dirinya dalam kelompok-kelompok kecil atau klik dengan bentuk-bentuk kenakalan yang tanpa tujuan, bersifat jahil, tidak tetap, dan bercirikan pengejaran kesenangan sesaat serta otonomi kelompok.

b. Yang merupakan jenis perkembangan lebih tinggi dalam kenakalan kolektif, dipertunjukkan dalam bentuk geng-geng yang besar, keanggotaannya mungkin berkisar ratusan orang, mereka diketemukan mempunyai organisasi yang rapi dengan adanya peranan-peranan pimpinan, nama, hasrat yang kuat untuk menegakkan identitas geng, serta mempunyai kepribadian umum dalam dunia geng.

c. Dalam tipe ini para remaja mengelompokkan diri dalam suatu sub kebudayaan obat bius, tindakannya pada umumnya tidak menggunakan kekerasan dan kerapkali disertai usaha-usaha yang bisa menghasilkan uang untuk memelihara keberlangsungan kebiasaan mereka menghhisap narkotika yang tersedia hanya lewat cara-cara gelap serta memakan biaya yang besar.

(35)

e. Tipe sub kebudayaan lain adalah remaja yang mengekspresikan kenakalan khas kelas menengah.

f. Tipe sub kebudayaan pemuda. Menurut Chohen dan Short pengelompokan dan status pemuda terutama menyangkut status pemuda terutama menyangkut “status dari laki-laki terhadap siapa ia mengidentifikasikan dirinya”. Sebagai kecuali, misalnya, pemuda-pemuda yang mengorganisir diri dalam geng-geng dalam rangka aktifitas seksual atau narkotika (Kusuman, 1981:100).

2.3.2 Karakteristik Geng

Geng delikuen banyak tumbuh dan berkembang di kota – kota besar, dan bertanggung jawab atas banyaknya kejahatan dalam bentuk: pencurian, perusakan milik orang lain, dengan sengaja melanggar dan menentang otoritas orang dewasa serta moralitas yang konvensional, melakukan tindak kekerasan meneror lingkungan, dan lain - lain. Pada umumnya anak – anak remaja ini sangat agresif sifatnya, suka berbaku hantam dengan siapa pun juga tanpa satu sebab yang jelas, dengan tujuan sekedar untuk mengukur kekuatan kelompok sendiri, serta membuat onar di tengah lingkungan.

(36)

segala kekurangannya. Di sana mereka merasa diberi peranan yang berarti, bahkan bisa menemukan nilai diri dan kehormatan karena diangkat dan disanjung oleh anggota – anggota geng yang lain. Dengan begitu geng tersebut merupakan “kesatuan” atau unit temporer yang berarti bagi pribadi para remaja yang merasa kesepian dan tenggelam di tengah arus masyarakat.

Beberapa ciri geng tadi dapat disebutkan di bawah ini:

1. Jumlah anggotanya berkisar antara 3-40 anak remaja. Jarang beranggotakan lebih dari 50 anak remaja, akan tetapi dalam kasus geng motor jumlah mereka bisa melebihi 50 anak remaja.

2. Anggota geng lebih banyak terdiri dari anak laki – laki ketimbang anak perempuan, walaupun ada juga anak perempuan yang ikut didalamnya. Di dalam geng tersebut umum terjadi relasi heteroseksual bebas antara anak laki – laki dan anak perempuan (yang merasa dirinya “maju dan modern”). Sering pula berlangsung perkawinan di antara mereka, sungguhpun pada umumnya anak laki – laki lebih suka kawin dengan perempuan luar, dan bahkan bukan dengan anggota gengnya sendiri.

3. Kepemimpinan ada di tangan seorang anak muda yang dianggap paling banyak berprestasi, dan memiliki lebih banyak keunggulan atau kelebihan daripada anak – anak remaja lainnya. 4. Relasi di antara para anggota mulai dari ketertarikan yang longgar sampai pada hubungan

intim.

5. Sifat geng sangat dinamis dan mobil (sering berpindah – pindah tempat).

(37)

biasanya para anggota inti dan tokoh pemimpinnya yang berusaha menjadi unsur inti dalam kelompoknya.

7. Kebanyakan geng delikuen itu terlibat dalam bermacam tingkah laku melanggar hukum yang berlaku di tengah masyarakatnya.

8. Usia geng bervariasi, dari beberapa bulan dan beberapa tahun, sampai belasan tahun atau lebih.

9. Umur anggotanya berkisar 7-25 tahun. Pada galibnya semua anggota berusia sebaya, berupa

peer-groupe atau kawan – kawan sebaya, yang memiliki semangat dan ambisi yang kurang lebih sama.

10.Dalam waktu yang relative pendek, anak – anak itu berganti – ganti peranan, disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan kondisi-situasi sosial, bentuk kepemimpinan baru, dan sasaran – sasaran yang ingin mereka capai.

11.Anggota geng biasanya bersikap konvensional bahkan sering fanatik dalam mematuhi nilai – nilai dan norma geng sendiri. Pada umumnya mereka sangat setia dan loyal terhadap sesama. 12.Di dalam geng sendiri anak – anak itu mendapatkan status sosial dan peranan tertentu sebagai imbalan partisipasinya. Mereka harus mampu menjunjung tinggi nama kelompok sendiri. Semakin kasar, kejam, sadistis dan berandalan tingkah laku mereka, semakin tenarlah nama gengnya, dan semakin banggalah hati mereka. Nama pribadi dan gengnya menjadi mencuat dan banyak ditiru oleh kelompok berandalan remaja lainnya (Kartono, 2010:15-17).

2.3.3 Pengertian Geng Motor dan Sejarah Perkembangannya

(38)

Sedangkan club motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (harley davidson club), scooter (kelompok pecinta vespa), kelompok honda, kelompok suzuki, tiger, mio, dan lain sebagainya. Ada juga brotherhood, yaitu kelompok pecinta motor besar tua.10

Geng motor bukanlah hal yang baru di negara Indonesia, sebenarnya geng motor sudah ada dari tahun 1978 yang namanya melegenda saat itu adalah geng motor “M2R” atau Moonraker.Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang doyan balapan liar dan aksi-aksi menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosi para remaja saja yang menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal luas. Caranya yaitu dengan membuat aksi-aksi yang sensasional.Mulai dari kebut-kebutan, tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa pandang bulu, hingga perlawanan terhadap aparat keamanan11

Di Medan sendiri, keberadaan gang motor mencuat baru – baru ini setelah mereka melakukan tindakan – tindakan membuat onar di beberapa tempat di kota Medan, seperti yang

.

Di Indonesia, geng motor muncul pertama kali di kota Bandung. Beberapa nama geng motor yang muncul dan besar di bandung antara lain Moonraker, XTC (Exalt to Coitus), Brigez (Brigade Seven), GBR (Grab on Road), dll. Kebanyakan dari mereka adalah para pelajar SMP dan SMA.Keempat geng itu sama- sama eksis dan memiliki anggota di atas 1000 orang. Kini mereka mulai menjalar ke daerah- daerah pinggiran Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Ciamis, Cirebon dan Subang.

10 http;//mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung/, Diakses pada tanggal 23

Oktober 2011, hal 9

11

(39)

terjadi di daerah jalan Pattimura, di Pendopo Universitas Sumatera Utara, Klinik Kesehatan Hayam Wuruk Center, dll. Selain itu juga mereka sering melakukan balap – balapan liar di beberapa kawasan di Kota Medan.

Pada umumnya geng – geng motor khususnya di Indonesia memiliki ciri – ciri yang sama dan sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan klub motor resmi ataupun komunitas merk – merk motor. Ciri – ciri itu antara lain:

1. Kebanyakan anggota geng motor tidak memakai perangkat seperti helm, sepatu dan jaket. 2. Membawa senjata tajam yang dibuat sendiri atau hasil produksi dari pabrik seperti samurai, badik hingga bom Molotov.

3. Biasanya hanya muncul malam hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik. 4. Jauh dari kegiatan sosial.

5. Anggotanya lebih banyak kepada kaum lelaki yang sangar, tukang mabok, penjudi dan hobi membunuh, sekalipun tidak menutup kemungkinan ada kaum hawa yang ikut geng motor biasanya hanya dijadikan budak nafsu.

6. Motor yang mereka gunakan tidak lengkap, tidak ada spion, sein, hingga lampu utama, yang penting buat mereka adalah kencang dan mampu melibas orang yang lewat.

7. Visi dan misi mereka jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram diantara geng motor lainnya hingga sering terjadi tawuran di atas motor.

8. Tidak terdaftar di kepolisian atau masyarakat setempat.

(40)

10. Kalau pelantikan anak baru biasanya bermain fisik, disuruh berkelahi dan menenggak minuman keras sampai ‘jackpot’(muntah-muntah)12

Secara sosiologis, geng motor ini juga merupakan salah satu penyakit sosial karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat pula disebut sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh faktor – faktor sosial, disebut juga sebagai disorganisasi sosial, karena gejalanya berkembang menjadi ekses sosial yang menganggu keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi sosial dan disebut juga sebagai disintegrasi sosial karena menyebabkan bagian satu struktur sosial tersebut berkembang tidak seimbang dengan bagian – bagian lain sehingga prosesnya bisa mengganggu, menghambat, dan bahkan merugikan bagian – bagian lain, karena tidak dapat diintegrasikan menjadi satu totalitas

.

2.4Kerangka Pemikiran

Permasalahan mengenai kenakalan remaja khususnya geng motor merupakan salah satu masalah sosial yang akhir – akhir ini sangat meresahkan masyarakat, khususnya orang tua, sekolah, dan masyarakat umum lainnya. Banyak dampak negatif dari berkembangnya geng motor ini, selain dampak secara fisik, yaitu meluasnya kekerasan, ketidakamanan, dan kegelisahan masyarakat.Dari segi sosiologis geng motor ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial yang berujung pada meluasnya pengaruh geng motor ini terhadap generasi – generasi bangsa selanjutnya dan tentu saja berkembangnya geng motor harus ditanggulangi dan membutuhkan metode – metode penanganan yang efektif, tepat, dan sesuai dengan realitas yang terjadi secara up to date.

12

(41)

yang utuh (Kartono, 2010:4-5). Maka akan sangat menganggu secara sosiologis sekali apabila permasalahan geng motor ini tidak diselesaikan secara cepat dan tepat.

Tidak hanya penanganan secara sosiologis, penanganan secara psikologis dan hukum juga dibutuhkan dalam menangani permasalahan geng motor ini, dan tentu saja harus melibatkansemua pihak yang terkait dengan persoalan geng motor ini, misalnya orangtua, guru dan kepolisian. Menangani permasalahan ini tidak seperti halnya menangani tindakan kriminal yang sama dengan kejahatan kriminal yang dilakukan oleh orang dewasa, para pelaku Juvenile Deliquency ini merupakan anak – anak remaja yang secara umur dan psikis masih labil dan secara hukum seharusnya mendapatkan perlindungan dan arahan. Yang perlu untuk ditelusuri oleh pihak – pihak yang terkait dalam penanganan permasalahan geng motor ini adalah apa – apa saja pemicu munculnya geng motor ini dan bagaimana geng motor ini mampu eksis dan mempengaruhi para pelajar menjadi begitu brutal dan ganas di dalam lingkungan masyarakat. Perhatian yang serius justru harus diawali dengan cara pencarian fakta mengenai faktor – faktor berkembangnya geng motor di kalangan remaja yang saat ini tumbuh subur di perkotaan, seperti apa karakteristik geng motor yang berkembang di Kota Medan pada saat ini, yangmana kita ketahui bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang menjadi kota metropolitan dan adakah pengaruhnya, dan seperti apa wujud – wujud perilaku geng motor dan apa yang menjadi motif mereka sehingga mau melakukan tindakan tersebut.

(42)

Bagan Alir Pikir

Latar Belakang Munculnya Fenomena Geng Motor di Kalangan Pelajar di Kota Medan

Pendekatan Yang Dipakai: 1. Sosiologis; Perilaku

Menyimpang, Patologi Sosial. 2. Psikologis; Juvenile Deliquency 3. Hukum

Faktor Internal (Keluarga)

Faktor Eksternal (Lingkungan Sosial)

1. Kondisi Keluarga 2. Status Sosial Keluarga

1. Lingkungan Sekolah 2. Lingkungan Pergaulan

Pihak yang Terkait: 1. Orangtua dan Keluarga 2. Kawan Sebaya

(43)

2.5 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akandikaji (Siagian, 2011:136). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam kerangka teori maka rumusan konsep yang akan menjadi batasan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Kenakalan Remajadi Perkotaanmerupakan tindakan atau perilaku melanggar peraturan atau hukum yang dilakukan oleh anak yang berada pada masa remaja yang pada konteksnya kali ini adalah remaja yang berstatus sebagai pelajar di tingkatan SMA, yangmana perilaku tersebut tumbuh dan berkembang di perkotaan. Perilaku yang akan menjadi fokus dalam penelitian kali ini adalah berkembangnya kelompok – kelompok remaja dalam bentuk geng motor yang melibatkan beberapa pelajar SMA di Kota Medan.

2. Studi Kasus adalah kumpulan dari semua bahan – bahan (informasi-informasi) yang berguna dari seseorang yang ditulis sedemikian rupa sehingga memberikan suatu gambaran yang jelas tentang latar belakang dan keadaan seseorang pada waktu ini yang merupakan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap kasus tersebut (Hariwoerjanto, 1987:106).

3. Fenomena adalah gejala – gejala yang muncul akibat adanya suatu peristiwa atau kejadian tertentu.

4. Geng Motor di Kalangan Pelajar merupakan kumpulan orang-orang pecinta motor yang

(44)
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini berbentuk analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Dimana penelitian analisis deskriptif ini dilakukan dalam bentuk studi kasus, yaitu meneliti fenomena sosial dari suatu kelompok atau golongan tertentu, yang masih kurang diketahui orang.Analisis deskriptif bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel (menjalinnya antar variabel) (Faisal, 2005:20).

Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan secara jelas bagaimana geng motor ini dapat berkembang luas di kalangan pelajar di Kota Medan dan seperti apa aktivitas – aktivitas yang mereka lakukan sehingga memunculkan berbagai macam kejahatan yang meresahkan masyarakat. Melalui gambaran itulah nantinya akan didapat informasi mengenai motif serta alasan para pelajar mengapa tertarik mengikuti geng motor dan faktor – faktor lain yang menyebabkan para pelajar tertarik untuk mengikuti geng motor.

3.2 Lokasi Penelitian

(46)

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis merupakan sosok (hal, entitas) amat penting ketika melakukan analisis data penelitian.Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat dilapangan.

Berdasarkan pengertian diatas, maka yang akan menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah pelajar SMA yang ikut sebagai anggota geng motor di Kota Medan dan pihak – pihak yang terkait dengan permasalahan geng motor di Kota Medan. Karena pada penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah beberapa pelajar SMA yang secara intens beraktivitas didalam geng motor yang nantinya mampu menggambarkan secara jelas tentang aktivitas sehari – hari mereka di dalam geng motor serta alasan dan motif mereka sehingga terlibat di dalam geng motor tersebut.

Kemudian pihak – pihak yang berhubungan dan mengalami dampak negatif dari berkembangnya geng motor di Kota Medan seperti orang tua, pihak sekolah, pihak kepolisian dan masyarakat yang nantinya akan menjelaskan secara langsung dampak – dampak negatif akibat aktivitas geng motor di Kota Medan dan penanganan yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan geng motor tersebut.

3.3.2 Informan

(47)

berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian, dalam penelitian ini informan ada dua jenis yaitu informan kunci dan informan tambahan.

a. Informan kunci yaitu mereka yang terlibat langsung di dalam aktivitas geng motor. Yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah: Pelajar SMA di Kota Medan yang mengikuti geng motor berjumlah 3 orang dan salah satu pimpinan geng motor tersebut berjumlah 1 orang.

b. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terhadap aktivitas geng motor di Kota Medan serta bentuk – bentuk penanganan yang selama ini dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan adalah: orang tua dari pelajar SMA di Kota Medan yang terlibat geng motor, pihak kepolisian, pihak sekolah, dan masyarakat yang merasakan langsung dampak negatif dari aktivitas geng motor di Kota Medan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukan dengancara turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data melalui:

(48)

b. Observasi yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat beberapa kejadian yang berkaitan dengan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan yaitu membuka, mencatat, mengutip data dari buku – buku, laporan – laporan penelitian, jurnal – jurnal, media cetak dan elektronik, pendapat – pendapat dari para ahli/pakar dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian dan sebagai pendukung terlaksananya penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data

(49)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Gambaran Umum Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli).Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

(50)

sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya.Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli.Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.13

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan.Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan.Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan.Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan.Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan.Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau,

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1950. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.

(51)

Mandailing dan Aceh.Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota.Saat ini, jabatan walikota Medan dijabat oleh Rahudman Harahap dengan jabatan wakil walikota dijabat oleh Dzulmi Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan, yaitu:

(52)

• Medan Perjuangan • Medan Tembung • Medan Deli • Medan Labuhan • Medan Marelan • Medan Belawan

Adapun nama – nama Walikota yang menjabat kota Medan dari masa berdirinya sampai sekarang adalah sebagai berikut:

No. Nama Masa Jabatan

1. Daniël Mackay 1918 – 1931

2. J.M. Wesselink 1931 – 1935

3. G. Pitlo 1935 – 1938

4. C.E.E. Kuntze 1938 – 1942

5. Shinichi Hayasaki 1942 – 1945

6. Luat Siregar 3 Oktober - 10 November 1945

7. M. Yusuf 10 November 1945 - Agustus 1947

8. Djaidin Purba 1 November 1947 - 12 Juli 1952

9. A.M. Jalaluddin 12 Juli 1952 - 1 Desember 1954 10. Hadji Muda Siregar 6 Desember 1954 - 14 Juni 1958

11. Madja Purba 3 Juli 1958 - 28 Februari 1961

(53)

15. Sjoerkani 26 September 1966 - 3 Juli 1974

16. M. Saleh Arifin 3 Juli 1974 - 31 Maret 1980

17. Agus Salim Rangkuti 1 April 1980 - 31 Maret 1990

18. Bachtiar Djafar 1 April 1990 - 31 Maret 2000

19. Abdillah 1 April 2000 - 20 Agustus 2008

20. Afifuddin Lubis (penjabat) 20 Agustus 2008 - 22 Juli 2009 21. Rahudman Harahap (penjabat) 23 Juli 2009- 16 Februari 2010 22. Syamsul Arifin (penjabat) 16 Februari 2010 - 25 Juli 2010

23. Rahudman Harahap 26 Juli 2010 – sekarang

(54)

4.2. Kota Medan Secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Utara Selat Malaka

Selatan Kabupaten Deli Serdang Barat Kabupaten Deli Serdang Timur Kabupaten Deli Serdang

Secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

(55)

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayahadministrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berjudul Faktor Teman Sebaya Dalam Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif Mengenai Geng Motor Di Kota Bandung) , diharapkan bisa menjelaskan faktor teman sebaya

Penelitian yang berjudul Faktor Keluarga Dalam Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif Mengenai Geng Motor Di Kota Bandung), diharapkan bisa menjelaskan faktor keluarga yang

Kecenderungan Kenakalan Remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan baik hukum maupun nilai-nilai norma yang dapat

Kenakalan remaja adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut melanggar aturan atau norma (baik norma agama, norma hukum maupun

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan yaitu faktor lingkungan keluarga, adanya persoalan ketidakpuasan terhadap keluarga karena terdapat

Adapun Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses yang melatarbelakangi tindak kenakalan yang dilakukan oleh remaja, terutama remaja

Faktor yang mendominasi kenakalan remaja di Kampung Kubur ini ialah karena pergaulan dengan teman sebaya dan juga lingkungan yang mendukung terjadinya kenakalan remaja.. Kata Kunci

Hasil penelitian pola asuh sebagian besar responden adalah pola asuh otoriter sebanyak 65 orang 65,7%, jenis kenakalan remaja yang cenderung dilakukan sebagian besar responden adalah