PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT
DALAM KRIM BETAMETASON SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
TUGAS AKHIR
OLEH:
ADELINA HANDAYANI L.
NIM 122410103
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Penetapan Kadar Betametason Valerat dalam Krim
Betametason secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. sebagai Wakil Dekan I Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt. selaku Wakil Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas
5. Bapak Drs. Wiryanto, MS., Apt. sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal
akademis setiap semester.
6. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan.
7. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt. selaku koordinator pembimbing praktek kerja lapangan yang telah membimbing dan memberikan saran serta petunjuk
selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. 8. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.
9. Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah membantu kemudahan
administrasi selama ini.
Teristimewa kepada kedua orangtua yang tercinta yaitu Ayahanda Nehri
Lubis dan Ibunda Khadijah Nasution, terkhusus kepada abang saya Mustafa Arifin Lubis, kakak saya Rizki Khairani Lubis serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril
maupun materil dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun penyajian tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima
kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia–Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas
akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, April 2015 Penulis,
PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT DALAM KRIM BETAMETASON SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
ABSTRAK
Betametason adalah obat kortikosteroid yang dalam strukturnya mengandung fluor dan mempunyai kerja yang kuat terhadap alergi dan peradangan lokal. Betametason dalam bentuk krim biasanya mengandung senyawa Betametason Valerat 0,1 %. Krim Betametason harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas krim tersebut. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat dalam formulasi sediaan krim hasil produksi PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.
Penetapan kadar betametason valerat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi sesuai dengan prosedur dan alat UV detektor merk Waters 2489 dan HPLC pump merk Waters 1525, yang digunakan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Percobaan ini dilakukan secara duplo untuk satu batch dengan panjang gelombang maksimum 254 nm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar rata-rata betametason valerat dalam krim dari batch A50037 T, yang diproduksi PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan yaitu sebesar 108,414 %. Farmakope Indonesia Edisi ke-IV memberi persyaratan kadar krim betametason, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket, sehingga hasil penetapan kadar yang dilakukan memenuhi persyaratan.
DETERMINATION OF BETAMETHASONE VALERATE IN THE CREAM BETAMETHASONE BY
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY ABSTRACT
Betamethasone is a corticosteroid drug that is in its structure containing fluorine and have a strong work against allergies and local inflammation. Betamethasone in the form of creams usually contain compounds Betamethasone Valerate 0.1 %. Betamethasone cream has to go through a series of tests to determine the quality of the cream. The purpose of this investigation is to determine whether the levels of betamethasone valerate cream dosage formulations produced by PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan qualify as stated in the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.
Determination of betamethasone valerate done using high performance liquid chromatography method in accordance with the procedures and tools brands Waters 2489 UV detector and a Waters 1525 HPLC pump, brands used in the laboratory PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. This experiment was performed in duplicate for one batch with a maximum wavelength of 254 nm.
The results showed that the average level of betamethasone valerate in the cream of the batch A50037 T, which is produced by PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan respectively 108.414 %. Indonesian Pharmacopoeia Fourth Edition gives betamethasone cream content requirements, is not less than 90.0 % and not more than 110.0 % of the amount listed on the label, so that the determination of which do meet the requirements.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat ... 3
1.3.1 Tujuan ... 3
1.3.2 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Krim ... 4
2.1.1 Kualitas dasar krim ... 5
2.1.2 Pengawetan krim ... 5
2.1.3 Penggolongan krim ... 6
2.1.5 Pengemasan dan penyimpanan krim ... 7
2.2 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid ... 7
2.3 Betametason ... 8
2.3.1 Uji kualitatif betametason ... 10
2.3.2 Uji kuantitatif betametason ... 11
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 12
BAB III METODE PENGUJIAN ... 19
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar... 19
3.2 Alat-alat ... 19
3.3 Bahan-bahan ... 19
3.4 Penyiapan Bahan ... 19
3.4.1 Pembuatan pelarut ... 19
3.4.2 Pengambilan sampel uji ... 20
3.4.3 Larutan standar ... 20
3.4.4 Larutan uji ... 20
3.4.5 Larutan fase gerak ... 20
3.5 Pengukuran ... 21
3.6 Perhitungan ... 21
3.7 Cara Penetapan Kadar ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil ... 23
4.2 Pembahasan ... 23
5.1 Kesimpulan ... 25 5.2 Saran ... 25
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar betametason valerat secara
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kromatogram hasil standar betametason valerat
(PT. Kimia Farma) ... 28
Lampiran 2. Kromatogram hasil kadar betametason valerat
(PT. Kimia Farma) ... 29 Lampiran 3. Perhitungan kadar betametason valerat secara
kromatografi cair kinerja tinggi ... 30 Lampiran 4. Perhitungan standar deviasi dan standar deviasi relatif
betametason valerat secara kromatografi cair kinerja
tinggi ... 32
PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT DALAM KRIM BETAMETASON SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
ABSTRAK
Betametason adalah obat kortikosteroid yang dalam strukturnya mengandung fluor dan mempunyai kerja yang kuat terhadap alergi dan peradangan lokal. Betametason dalam bentuk krim biasanya mengandung senyawa Betametason Valerat 0,1 %. Krim Betametason harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas krim tersebut. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat dalam formulasi sediaan krim hasil produksi PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.
Penetapan kadar betametason valerat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi sesuai dengan prosedur dan alat UV detektor merk Waters 2489 dan HPLC pump merk Waters 1525, yang digunakan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Percobaan ini dilakukan secara duplo untuk satu batch dengan panjang gelombang maksimum 254 nm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar rata-rata betametason valerat dalam krim dari batch A50037 T, yang diproduksi PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan yaitu sebesar 108,414 %. Farmakope Indonesia Edisi ke-IV memberi persyaratan kadar krim betametason, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket, sehingga hasil penetapan kadar yang dilakukan memenuhi persyaratan.
DETERMINATION OF BETAMETHASONE VALERATE IN THE CREAM BETAMETHASONE BY
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY ABSTRACT
Betamethasone is a corticosteroid drug that is in its structure containing fluorine and have a strong work against allergies and local inflammation. Betamethasone in the form of creams usually contain compounds Betamethasone Valerate 0.1 %. Betamethasone cream has to go through a series of tests to determine the quality of the cream. The purpose of this investigation is to determine whether the levels of betamethasone valerate cream dosage formulations produced by PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan qualify as stated in the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.
Determination of betamethasone valerate done using high performance liquid chromatography method in accordance with the procedures and tools brands Waters 2489 UV detector and a Waters 1525 HPLC pump, brands used in the laboratory PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. This experiment was performed in duplicate for one batch with a maximum wavelength of 254 nm.
The results showed that the average level of betamethasone valerate in the cream of the batch A50037 T, which is produced by PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan respectively 108.414 %. Indonesian Pharmacopoeia Fourth Edition gives betamethasone cream content requirements, is not less than 90.0 % and not more than 110.0 % of the amount listed on the label, so that the determination of which do meet the requirements.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit sangat beragam, sehingga masyarakat seringkali susah membedakan antara satu penyakit kulit dengan penyakit kulit lain. Obat yang
digunakan untuk pengobatan kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan dengan basis yang bermacam–macam, serta mempunyai sifat hidrofil atau hidrofob. Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit biasanya memberikan aksi lokal,
bekerja cukup lama pada tempat yang sakit dan sedikit mungkin diabsorbsi. Oleh karena itu, sediaan untuk kulit digunakan sebagai antiseptik, antifungi maupun
antiinflamasi dan sering dipakai untuk pengobatan panu, kadas, jerawat, kudis, kutil, penyakit infeksi lainnya (Anief, 1994; Widodo, 2004).
Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti Betametason
mempunyai daya kerja yang kuat sebagai antialergi dan antiradang. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason Valerat. Indikasi
dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2–3 kali sehari. Akan tetapi, penggunaan obat kortikosteroid dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pelebaran kapiler
yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topikal, harus tepat dosis dan kerjanya. Agar efektif dan
aman dipakai (Sartono, 1996).
reaksi warna, kromatografi lapis tipis, spektrum serapan inframerah, dan reaksi lainnya. Penetapan kadar zat aktif biasanya dilakukan dengan metode titrasi,
spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan sebagainya. Analisis ini merupakan bagian penting dalam praformulasi untuk
menetapkan identitas dan kadar zat aktif (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chomatography (HPLC) dikembangkan pada saat akhir
tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan
pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang. Kegunaannya adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis. Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metode
yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif, sehingga sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa
tertentu. Salah satu diantara penetapan kadar tersebut dapat dilakukan terhadap betametason valerat (Rohman, 2007).
Pengawasan terhadap krim betametason perlu dilakukan karena jika tidak
memenuhi syarat dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu, zat berkhasiat betametason valerat perlu diperiksa apakah telah memenuhi syarat atau tidak,
1.2 Perumusan Masalah
- Apakah metode kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan
untuk penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
- Apakah kadar betametason valerat dalam krim betametason yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bahwa: - Penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason yang
diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dapat
dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
- Penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason yang
diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV.
1.3.2 Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah agar penulis mampu mengaplikasikan secara teori dan praktek dalam melakukan penetapan kadar
betametason valerat dalam krim betametason secara kromatografi cair kinerja tinggi. Serta dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa krim betametason Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krim
Krim didefenisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat, baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya digunakan
sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. Banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan bunyi defenisi diatas,
sehingga hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jumlah emulsi disebut krim (Ansel, 1989).
Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung
satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Anwar, 2012).
Krim digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit badan.
Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan dan kearah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat
Vanishing cream umumnya berupa emulsi minyak dalam air, mengandung air, dengan persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air
menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis. Banyak dokter dan pasien lebih suka pada krim daripada salep, untuk satu hal, umumnya mudah
menyebar rata dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah dibersihkan daripada kebanyakan salep. Pabrik farmasi sering memasarkan preparat topikalnya dalam bentuk dasar krim maupun salep, kedua-duanya untuk
memuaskan kesukaan dari dokter dan pasien (Ansel, 1989). 2.1.1 Kualitas dasar krim
Krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:
a. Stabil selama masih dipakai mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.
c. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Terdistribusi secara merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (Widodo, 2013).
2.1.2 Pengawetan krim
Preparat farmasi setengah padat sering memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-pengawet ini termasuk
kuartener dan campuran lainnya. Preparat setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengerusakan oleh
udara, cahaya uap air (lembab) dan panas, serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat dengan wadah (Ansel, 1989).
2.1.3 Penggolongan krim
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi air dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak dalam air (M/A). Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan anionik,
kationik dan nonionik. Untuk tipe A/M digunakan sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain–lain. Krim tipe M/A mudah dicuci.
Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 % - 0,18 % dan nipasol 0,02 % - 0,05 % (Anief, 1999).
2.1.4 Metode pembuatan krim
Pembuatan sediaan krim secara umum meliputi: proses peleburan dan
emulsifikasi. Biasanya, komponen yang tidak bercampur dengan air, seperti minyak dan lilin, dicairkan bersama-sama di dalam penangas air pada suhu 70-75ºC, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang
cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran
2.1.5 Pengemasan dan penyimpanan krim
Krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Botol yang
terbuat dari gelas maupun botol plastik juga dapat digunakan. Tube dibuat dari timah atau plastik, beberapa di antaranya diberi tambahan kemasan dengan alat
bantu khusus. Botol dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan mengemas sejumlah krim yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah, sejajar melalui tepi botol guna
menghindari kemungkinan terperangkapnya udara di dalam botol (Ansel, 1989). Krim dalam tube lebih luas pemakaiannya daripada botol, disebabkan
lebih mudah dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan. Kebanyakan krim harus disimpan pada temperatur di bawah 30ºC untuk mencegah melembek apalagi dasar krimnya bersifat dapat
mencair (Ansel, 1989).
2.2 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid
Obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan krim. Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat rheologisnya
tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase internal (Lachman, dkk.,
1994).
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, lemak, juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, sistem syaraf dan organ
maka dikatakan bahwa korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan
lingkungan (Suherman dan Ascobat, 2007).
Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan
gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitosisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk eksem dan dermatitis,
psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-bintil gatal), berbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya eksem) segera
kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tan dan Rahardja, 2002).
2.3 Betametason
Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi, penggunaan obat kortikosteroid
yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason
Valerat. Indikasi dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2–3 kali sehari (Sartono, 1996).
Betametason kurang aktif secara topikal, tetapi dengan mengikat 5 rantai karbon valerat pada posisi hidroksil-17 menghasilkan suatu senyawa yang 300 kali lebih aktif dibandingkan dengan hidrokortison untuk pemakaian topikal
Betametason (Celestone, Celestoderm) adalah stereoisomer dari deksametason, di mana gugus-metil pada C16 berada dalam posisi-beta. Daya
antiradangnya pada penggunaan lokal lebih ringan. Zat ini digunakan dalam krim sebagai valerat 0,1 % atau dipropionat yang dua kali lebih kuat 0,05 % (Tan dan
[image:24.595.189.464.293.387.2]Rahardja, 2002).
Gambar 2.1 Struktur betametason valerat Rumus molekul : C27 H37 FO6
Berat molekul : 476,58
Betametason mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.
Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena
3,20-dion 17-valerat
Pemerian : Serbuk, putih sampai hampir putih, tidak berbau
Farmakokinetik : Betametason secara topikal dapat diabsorpsi melalui kulit. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas
dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain mempunyai kemampuan untuk supresi (menekan) korteks adrenal
(Suherman dan Ascobat, 2007). Indikasi : Alergi dan peradangan lokal
Kontra indikasi : Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh
virus. Selain itu, penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis.
Efek samping : Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, perioral dan alergi dermatitis, serta infeksi sekunder (Sartono, 1996).
2.3.1 Uji kualitatif betametason
Pengujian betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
a. Metode Spektrofotometri
Betametason dapat diidentifikasikan dengan mengukur serapannya pada panjang gelombang tertentu dengan alat spektrofotometri. Dalam pelarut etanol
yang direaksikan dengan fenilhidrazin–asam sulfat akan memberikan reaksi yang berwarna kuning yang menunjukkan serapan maksimum sekitar 420–450 nm
(Schunack, dkk., 1990).
b. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan senyawa yang
kromatografi yang dibuat dengan membentangkan penjerap dalam lapisan tipis sebagai penyokong yang inert. Penjerap padat yang berbentuk bubukan halus
dibuat menjadi bubur dengan air dan dibentangkan diatas plat kaca. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu
kira–kira 100ºC selama ± 30 menit.
Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan dalam pelarut yang agak non polar untuk ditotolkan pada lapisan. Larutan uji ditotolkan pada plat
kromatografi lapis tipis diikuti dengan penotolan larutan baku. Setelah dilakukan pengelusian, lapisan tersebut kemudian disemprot dengan suatu pereaksi, yang
akan menimbulkan bercak berwarna setelah bereaksi dengan cuplikan. Maka noda larutan uji akan menunjukan warna dan harga Rf yang sama dengan noda larutan baku (Gritter, dkk., 1991).
2.3.2 Uji kuantitatif betametason
Pengujian kuantitatif dari krim betametason dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem
pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi. Dengan teknologi ini kromatografi dalam banyak
hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat–zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat
Yang penting pada kromatografi cair kinerja tinggi adalah penggunaan adsorben dengan partikel kecil (≤ 50 µm) dan kolom yang kecil diameternya,
yang di dalamnya mengalir pengelusi dengan tekanan tinggi (10–400 bar) dengan laju aliran tetap. Dengan cara ini didapat penyingkatan proses pemisahan yang
besar dan akibatnya adalah terjadi pemisahan yang lebih baik. Dalam kebanyakan hal kromatografi cair kinerja tinggi dilakukan sebagai kromatografi adsorpsi. Bobot molekul nisbi (relatif) senyawa yang terpisah biasanya terletak di antara
100 dan 2000 (Schunack, dkk., 1990).
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Metode kromatografi cair kinerja tinggi diperkenalkan pompa bertekanan tinggi dan perkembangan detektor yang sangat peka telah membangkitkan perhatian pada kromatografi kolom, yang semula menjadi kurang penting dan
kurang menguntungkan sebagai akibat penggunaan lapis tipis. Bidang baru dalam kromatografi kolom adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC), yang pada dasarnya perbaikan
dalam laju aliran, karena pada kromatografi kolom klasik laju aliran sangat rendah. Aliran dapat dipercepat hingga 1 ml permenit dengan menggunakan
tekanan tinggi (Sardjoko, 1993).
Metode kromatografi cair digunakan kolom tabung gelas dengan
bermacam diameter. Partikel dengan dimensi yang bervariasi digunakan sebagai penunjang stationer. Banyaknya cairan pada kolom jumlahnya sedemikian rupa sehingga hanya cukup menghasilkan sedikit tekanan untuk memelihara aliran fase
lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah laju aliran tanpa mengubah tinggi piringan teoretis kolom. Kromatografi cair kinerja tinggi atau
high performance liquid chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. Kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom dengan diameter
umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 µm sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 1990).
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut
dalam fase gerak dan fase diam. Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel
dan menggelontorkan sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai standar deviasi relatif 0,1 % (Rohman, 2007).
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm, pengukuran dapat dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 240 nm. Kolom 4 mm x 30 cm berisi bahan pengisi dan pompa yang dapat
dijalankan pada tekanan kolom hingga 3500 psi. Perbandingan luas puncak terkecil dan terbesar, Rs pada tiga kali penyuntikan ulang larutan baku tidak lebih
dari 2,0 %. Tetapkan perbandingan tinggi puncak pada waktu retensi yang sama dari larutan uji dan larutan baku (Ditjen POM, 1995).
Kromatografi cair kinerja tinggi dengan prinsip kromatografi adsorpsi
berbeda, yaitu antara sedikit polar sampai polar dapat dipisahkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan partisi cair-cair. Luas puncak
kromatografi pada kurva elusi dipengaruhi oleh tiga proses perpindahan massa yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal dan transfer massa tidak setimbang
(Khopkar, 1990).
Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase gerak yang mempunyai sifat seperti :
−Murni, tanpa cemaran.
−Tidak bereaksi dengan kemasan.
−Sesuai dengan detektor. −Dapat melarutkan cuplikan.
−Mempunyai viskositas rendah.
−Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan. −Harganya wajar (Johnson dan Stevenson, 1991).
[image:29.595.132.489.582.690.2]Menurut De Lux Putra, (2007), komponen-komponen penting dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yaitu:
Pada dasarnya alat kromatografi cair terdiri dari sistem pompa, sistem penyuntik, tendon pelarut, kolom kromatografi, detektor, penguat sinyal dan perekam.
1.Sistem pompa
Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir
0,1-10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut (De Lux Putra, 2007).
Sebagian besar pompa kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai keluaran tekanan 1000-6000 psi, dan mampu menghasilkan aliran sampai 20
ml/menit. Pompa jenis putaran sekrup (screw driven pump) dan pompa tarik dorong (reciprocating pump) sering digunakan (Khopkar, 1990).
2.Pipa
Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan
tekanan serta mampu melewatkan pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi garis tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan sistem penyuntik (Munson, 1991).
3.Sistem penyuntik
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
Sampel dimasukkan dalam sistem injeksi dengan penyuntik hiperdemik. Sampel sampai sejumlah 2-100 µl dapat ditampung dalam sistem injeksinya.
Suatu septum dari silikon atau teflon digunakan sehingga sistem injeksi dapat tertutup dengan sendirinya (Khopkar, 1990).
4.Fase gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Fase gerak yang paling sering
digunakan untuk pemisahan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril (Rohman, 2007).
Fase diam menggunakan silika gel, yang dalam molekulnya terdapat rantai
oktadesil yang terikat secara kimia, ikatannya stabil terhadap hidrolisis dan mempunyai gabungan sifat hidrofilik dan hidrofobik, karena pada ujung rantai
terdapat gugus eter silil dan alkil pada bagian tengah. Fase gerak merupakan campuran antara metanol atau asetonitril dengan air atau larutan dapar. Pada penggunaan fase gerak yang mengandung air, ikatan kimia fase diam mempunyai
sifat seperti sistem terbalik (Sardjoko, 1993). 5.Kolom kromatografi
Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.
a. Kolom analitik : garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang kolom 50–100 cm, untuk
kemasan mikropartikel berpori biasanya 10–30 cm.
b. Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan
panjang 25–100 cm (Johnson dan Stevenson, 1991).
Dalam hal ini dianjurkan untuk memasang penyaring μm dijalur antara penyuntik
dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan. Selama
penggunaan penyaring ini sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).
6.Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).
Detektor Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk
mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas (De Lux Putra, 2007). 7.Perekam
Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk
merekam atau menunjukan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa
yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi.
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) mempunyai beberapa
1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.
2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai
pemisahan yang dikehendaki.
3. Detektor yang peka dan unik, detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.
4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikan, kemurnian pelarut, dan jenis
pelarut yang dipakai.
5. Ideal untuk molekul besar dan ion
6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar
Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di Jalan
Sisingamangaraja Km. 9 No. 59, Medan.
3.2 Alat-alat
Alat–alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass (pyrex),
botol vial, maat pipet, membran filter (Phenex NY 0,45 μm), labu tentukur (pyrex), neraca analitik (digital semi micro balance), unit peralatan kromatografi
cair kinerja tinggi (Waters) yang terdiri dari detektor UV/Vis (merk Waters 2489), kolom bondapack C18 (3,9 x 300 mm), penyuntik mikroliter (100 µl), pompa (merk Waters 1525), spuit 10 ml, ultrasonic, wadah fase gerak.
3.3 Bahan–bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, akuabides, asam asetat
glasial, asetonitril, betametason valerat, krim betametason 0,1 %, metanol.
3.4 Penyiapan Bahan 3.4.1 Pembuatan pelarut
3.4.2 Pengambilan sampel uji
Dari 1 batch diambil sebanyak 10 tube, dihitung bobot masing-masing krim dan diperoleh bobot rata-ratanya yaitu sebesar: 1000,35 mg dan 1000,33 mg.
3.4.3 Larutan standar
Ditimbang seksama sebanyak 25 mg betametason valerat, masukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dimasukkan ± 35 ml metanol-asam asetat glasial
(1000 : 1) lalu dilarutkan dengan ultrasonic selama 15 menit, ditambahkan lagi pelarutnya hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml. Kemudian dipipet sebanyak 1,0 ml, masukkan kedalam labu tentukur 25
ml, dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 20 µg/ml, lalu kocok, disaring larutan dengan saringan millipore 0,45
µm dan dimasukkan kedalam botol vial. Kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µl kesistem KCKT. Dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan.
3.4.4 Larutan uji
Ditimbang seksama sebanyak 1 gr krim, masukkan kedalam beaker glass 100 ml, dimasukkan ± 35 ml metanol-asam asetat glasial (1000 : 1), lalu
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan larutkan dengan ultrasonic selama 15 menit. Kemudian ditambahkan lagi pelarutnya hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 20 µg/ml, lalu kocok, disaring larutan
dengan saringan millipore 0,45 µm dan masukkan ke dalam botol vial. Kemudian diinjekkan sebanyak 20 µl kesistem KCKT.
3.4.5 Larutan fase gerak
3.5 Pengukuran
Larutan standar dan larutan uji diukur dengan KCKT dengan parameter
yaitu fase gerak: Asetonitril–akuabides (60 : 40), fase diam: Kolom Bondapack C18 ( 3,9 x 300 mm ) dengan panjang gelombang: 254 nm, volume injeksi: 20 µl
dan flow rate: 1,5 ml/menit.
3.6 Perhitungan
Kadar betametason valerat dalam krim betametason dihitung berdasarkan :
Kadar
=
����
x
��� 251∗50
x
���100
x
50��
x
1000
1
x 100%
Ket : As = Luas area larutan standar Au = Luas area larutan uji
BWS = Bobot betametason valerate yang ditimbang (mg) KWS = Kadar betametason valerate (%)
Bu = Bobot sampel yang ditimbang (mg)
1 = Kandungan betametason valerat per gram krim 25/1x50= Faktor pengenceran larutan standar
50 = Faktor pengenceran larutan uji 1000 = Dalam 1 gram massa krim
3.7 Cara Kerja Penetapan Kadar
Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Hidupkan Power Detector 2489, Manual Injector dan Pompa 1525.
3. Buka kran pada pump 1525 ke arah kanan, kemudian lakukan purging, set flow rate flow 5 ml/menit. Lakukan purging selama 5 menit. Setelah selesai
tutup krannya.
4. Set flow rate 1,5 dan komposisi fase gerak yaitu asetonitril-akuabides (60 :
40).
5. Kemudian lakukan condisioning selama 20 menit. 6. Setelah selesai, muncul panjang gelombang 254 nm.
7. Buat 6 baris untuk betametason baku dan 2 baris untuk sampel (duplo) pada komputer.
8. Pilih inject only selected lines untuk injeck satu persatu, dan tampilkan kromatogram mentah.
9. Tunggu sampai pada layar monitor tertulis waiting for injection maka
sampel/standar siap diinjeksikan.
10.Larutan standart diinjeksikan, setelah pic muncul kemudian diatur setting run time 7 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Telah dilakukan pengujian penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil
[image:38.595.107.514.313.500.2]pemeriksaan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar betametason valerat secara kromatografi cair kinerja tinggi
No Batch krim betameta
son
Au As Kadar
(%) Syarat
Standar Deviasi (SD) RSD (%) A50037T
(a) 378698 352350 108,555% 90,0%-110,0% 0,20% 0,2%
A50037T
(b) 377700 352350 108,272% 90,0%-110,0% 0,20% 0,2%
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa persentase rata-rata yang diperoleh sebesar 108,414 % dari yang tertera pada etiket atau sebesar 0,108 % betametason valerat.
4.2 Pembahasan
Dari tabel diatas, dapat dilihat adanya perbedaan kadar yang diperiksa
dalam satu batch, diantaranya kadar yang didapat adalah : 108,555 % (No Batch : A50037 T (a) ), 108,272 % (No Batch : A50037 T (b) ) sehingga rata-rata yang didapat yaitu 108,414 %. Standar deviasi yang didapat adalah 0,20 % sedangkan
Perhitungan kadar yang didapat secara manual berbeda dengan hasil yang didapatkan di kromatogram. Hal ini disebabkan karena bobot teoritis sampel yaitu
25 mg sedangkan bobot realnya 25,03 mg. Hasil kadar dari print out KCKT menganggap konsentrasi standar sama dengan konsentrasi sampel, sehingga
perhitungan yang didapat tidak sama. Massa krim teoritis sampel yaitu 1000 mg sedangkan massa krim real yang didapat yaitu 1000,35 mg dan 1000,33 mg. Sehingga didapatkan hasil kadar rata-ratanya tidak jauh berbeda disebabkan
karena sampel yang diuji hanya satu batch saja. Dari 1 batch krim Betametason produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan yang dilakukan secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dinyatakan bahwa krim Betametason tersebut memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV. Betametason valerat rata-rata yang diperoleh
sebesar 0,108 % dan pada etiket mengandung senyawa betametason valerat 0,1 %, sehingga persyaratan kadar krim betametason, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan
tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket terpenuhi (Ditjen POM, 1995).
Penetapan kadar secara kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah
satu prosedur tetap yang digunakan sebagai penetapan kadar untuk produk betametason pada industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason yang diproduksi PT. Kimia Farma Tbk Plant Medan dapat dilakukan dengan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
- Penetapan kadar betametason valerat dalam krim betametason yang diproduksi PT Kimia Farma Tbk Plant Medan yaitu 108,414%. Hasil yang
didapatkan memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi ke-IV, yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%
dari jumlah yang tertera pada etiket.
5.2 Saran
Penetapan kadar betametason valerat ini, hanya berasal dari satu pabrik
industri obat saja, maka diharapkan kepada penulis selanjutnya untuk mengembangkan penetapan kadar betametason valerat dengan melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 113, 125-126, 132.
Anief, M. (1999). Ilmu Meracik Obat. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 28, 71–73.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal. 510–515.
Anwar, E. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hal. 197.
De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan: Hal. 88-90.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 143, 1004-1010.
Gritter, R.J., Bobbitt, J.M., Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 186–288.
Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 6-10.
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Kedelapan. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 525.
Khopkar, M.S. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 167-172.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1077.
Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14, 26, 31.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 378-388.
Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 163-165.
Sartono. (1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 88-89, 94.
Schunack, W., Mayer, K., Haake, M. (1990). Senyawa Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 75–76, 513–515.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta: EGC. Hal. 15-16.
Suherman, S.K., dan Ascobat, P. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 500-501.
Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 3, 686-689.
Widjajanti, N. (1988). Obat–Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 83, 96.
Widodo, H. (2013). Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Yogyakarta: Penerbit D-Medika. Hal. 168, 172.
Lampiran 3. Perhitungan kadar betametason valerat secara kromatografi cair kinerja tinggi.
Kadar betametason valerat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar
=
����
x
��� 251∗50
x
���100
x
50��
x
1000
1
x
100%Ket : As = Luas area larutan standar
Au = Luas area larutan uji
BWS = Bobot betametason valerate yang ditimbang (mg)
KWS = Kadar betametason valerate (%) Bu = Bobot sampel yang ditimbang (mg)
1 = Kandungan betametason valerat per gram krim
25/1x50= Faktor pengenceran larutan standar 50 = Faktor pengenceran larutan uji 1000 = Dalam 1 gram massa krim
Diketahui:
Batch A50037 T (a) Batch A50037 T (b)
Au1: 378698 Au2: 377700
As : 352350 As : 352350
BWS : 25,03 BWS : 25,03
KWS : 100,917 KWS : 100,917
Bu : 1000,35 Bu : 1000,33
Kadar Batch A50037 T1
= ��
��
x
��� 251∗50
x
���100
x
50��
x
1000
Lampiran 3. (Lanjutan)
= 378698
352350
x
25,0325 1∗50
x
100,917100
x
501000 ,35
x
10001
x
100%= 108,555%
Kadar Batch A50037 T2
= ��
��
x
��� 251∗50
x
���100
x
50��
x
1000
1
x
100%= 377700
352350
x
25,0325 1∗50
x
100,917100
x
501000 ,33
x
10001
x
100%=108,272%
Kadar rata-rata batch A50037 T yang diperoleh: Kadar rata-rata = (Kadar T1 + Kadar T2)
2
= (108,555% + 108,272%) 2
= 108,414 %
Lampiran 4. Perhitungan standar deviasi dan standar deviasi relatif betametason valerat secara kromatografi cair kinerja tinggi.
Standar deviasi (SD) betametason valerat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SD =
�
Ʃ ( x�- x)²(N−1)
Keterangan : X = Nilai dari masing–masing pengukuran
X = Rata-rata (mean) dari pengukuran N = Banyaknya pengulangan
Diketahui :
X = (a) 108,555 ; (b) 108,272 X = 108,414
N = 2
Analisis data statistik perolehan standar deviasi dan standar deviasi relatif
No. X
Ʃ
(x
�
-x)
(x
�
- x)²
1. 108,555 0,141 0,019881
2. 108,272 0,142 0,020164
X 108,414
Ʃ
= 0,040045SD =
�
Ʃ ( x�- x)²(N−1)
SD =
�
0,040045Lampiran 4. (Lanjutan)
SD =
�
0,0400451
SD = 0,20
Standar deviasi relatif (RSD) betametason valerat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
RSD = ��
�� x 100%
Keterangan : RSD = Relatif standar deviasi SD = Standar deviasi
X = Kadar rata-rata sampel Diketahui :
SD = 0,20 X = 108,414
RSD = ��
�� x 100%
= 0,20
108,414 x 100%