• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Problem Solving Mahas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kemampuan Problem Solving Mahas"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kependidikan

Terbit empat kali setahun pada bulan Maret, Juni, September dan Desember. Berisi artikel konseptual hasil kajian analitis kritis dan atau artikel hasil penelitian di bidang kependidikan. (ISSN 1412-6087)

Pelindung dan Penasihat

Prof. Drs. H. Toho Cholik Mutohir. MA., Ph.D Rektor IKIP Mataram

Dr. Jamaluddin, M.Pd Wakil Rektor I IKIP Mataram Penanggung Jawab

Dr. Gunawan, M.Pd Ketua LPPM IKIP Mataram Ketua Penyunting

Any Fatmawati, M.Pd Sekretaris Penyunting

M. Arief Rizka, M.Pd Anggota

Ahmadi, S.Pd., M.Pkim

Ni Wayan Prami Wahyudiantari, M.Pd Rudi Hariawan, M.Pd

Mujriah, M.Pd

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Prof. Dr. I Wayan Maba Univ. Mahasaraswati, Denpasar Prof. Dr. I Wayan Pastika Universitas Udayana, Denpasar Prof. Dr. Liliasari, M.Pd Universitas Pendidikan Indonesia Dr. H. A. Hari Witono, M.Pd Universitas Mataram

Pangesti Wiedarti, Ph.D Universitas Negeri Yogyakarta Dr. H.Wildan, M.Pd Universitas Mataram

Dr. Ahmad Hardjono, S.Si., M.Pd Universitas Mataram Dr. I Ketut Warta, MS IKIP Mataram

Dr. Jumailyah, MM IKIP Mataram

Pelaksana Ketatalaksanaan

M. Fuaddunnazmi, S.T., M.Pd L. Ashadi Cahyadi, SH Zainul Anwar, S.Pd Fathoroni, S.Pd Bendahara

Supratman, S.E Alamat Redaksi

Redaksi Jurnal Kependidikan LPPM IKIP Mataram

Jl.Pemuda No59 A Mataram NTB 83125 Tlp/Fax (0370)632082 E-mail: lppmikip.mtr@gmail.com

Jurnal Kependidikan diterbitkan sejak tanggal 2 Mei 2002 oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Mataram. Sejak Mei 2009, Jurnal Kependidikan diterbitkan melalui kerjasama dengan Ikatan Sarjana Pendidikan IKIP Mataram.

Jurnal Kependidikan menerima naskah tulisan otentik (hasil karya penulis) dan original (belum pernah diterbitkan sebelumnya) dengan format sesuai dengan pedoman penulisan jurnal ini.

(2)
(3)

---

ISSN 1412-6087

Jurnal Kependidikan

Maret 2015, Volume 14 Nomor 1

Halaman 1 - 110

--- Daftar Isi

1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan Multimedia terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar IPA SD ……….

Any Fatmawati dan Ida Royani

1-9

2. Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA untuk Membangun Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada Siswa………..

Arifin

11-21

3. Pengaruh Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Mataram ……….

Bq Azmi Sukroyanti

23-28

4. Media Pembelajaran Berbasis Multimedia untuk Penyandang Disabilitas Khusus Tunawicara (Kelas 1 Semester 1 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Luar Biasa Negeri Sumbawa Besar) ………...

Desak Nyoman Darmayanti, Ade Asih Susiari Tantri dan I Made Sentaya

29-36

5. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat): Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia …

Herlina

37-44

6. Analisis Kemampuan Problem Solving Mahasiswa Calon Guru Matematika Berdasarkan Standar PISA ……….

Ita Chairun Nissa dan Puji Lestari

45-56

7. Pengaruh Pelatihan Air Alert Menggunakan Metode Latihan Interval terhadap Peningkatan Power Otot Tungkai ………..

Lalu Hulfian

57-62

8. Efektivitas Perangkat Penilaian Berbasis Kompetensi untuk Analis Kesehatan pada

Dunia Kerja ………

Rudy Hidana, Nuryani Y. Rustaman, I Nyoman P. Aryantha, dan Any Fitriani

63-71

9. Pengaruh Metode STAD dipadu Inkuiri Terbimbing terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa ……….

Siti Nurhidayati, Siti Zubaidah, dan Sri Endah Indriwati

73-81

10. The Effect of Using 2d Media on Listening Achievement ………

(4)

2014/2015 Melalui Supervisi Akademik ...

Sugeng Prayoga

93-102

12. Motif Kekerasan pada Perempuan Suku Sasak (Studi Kasus Tentang Perceraian) ...

Sukarman, Made Piliani, dan M. Syarafuddin

(5)

© 2015 LPPM IKIP Mataram

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan Multimedia terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar IPA SD

Any Fatmawati dan Ida Royani Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: any_bendega@yahoo.co.id

Abstract: This research aimed to determine the effect of cooperative learning model with multimedia TPS for creative thinking skills and learning outcomes IPA SD. This type of research is a quasi experimental The Posttest-Only Control Group Design. The research was conducted in SD 4 North Ampenan Mataram. Subjects in this study were all students of class V are given good treatment in the experimental class and the control class, while the object of this research is the creative thinking skills and the results of elementary students learn science. Analysis of survey data using independent samples t test (independent sample t-test) and Manova. Based on the survey results revealed that, 1) there is a difference between the value of creative thinking skills of students who follow the group cooperative learning using multimedia TPS with the group that followed the conventional learning, 2) there is a difference between the value of the learning outcomes of students who take TPS type of cooperative learning using multimedia the group that followed the conventional learning, and 3) there is the influence of cooperative learning model with multimedia TPS for creative thinking skills and learning outcomes of elementary school science students together

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA SD. Jenis penelitian adalah eksperimental semu dengan rancangan The Posttest-Only Control Group Design. Penelitian ini dilaksanakan di SD 4 Ampenan Utara kota Mataram. Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V yang diberikan perlakuan baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol, sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA siswa SD. Analisis data hasil penelitian menggunakan uji t sampel bebas (independent sample t-test) dan Manova. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, 1) terdapat perbedaan nilai keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia dengan kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional, 2) terdapat perbedaan nilai hasil belajar antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia dengan kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional, dan 3) ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA siswa SD secara bersama-sama.

Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif tipe TPS, Multimedia pembelajaran, keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA SD

Pendahuluan

Menurut Widyastono (2012), kegiatan pembelajaran harus dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkaan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam pencapaian Kom-petensi Dasar. Pengalaman belajar dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar

memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik, yang meliputi kecakapan akademik, kecakapan pribadi, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional.

(6)

sendiri mengenai jawaban soal yang diberikan guru (thinking), selanjutnya menceritakan hasil kerjanya kepada pasangannya (pairing), setelah itu mendis-kusikan hasilnya dengan beberapa pasangan dalam kelas tersebut (shering). Dalam kegiatan-kegiatan TPS terjadi komunikasi aktif antar siswa dalam kelas membahas soal latihan yang diberikan guru.

Menurut Faizah (2008), kunci dari belajar konstruktivis adalah pengalaman. Selanjutnya, IPA sebagai salah satu mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan memberikan kesempatan kepada setiap guru IPA untuk bisa menuntun siswa memahami konsep-konsep alam melalui penomena yang terjadi dan menyajikannya dalam bentuk tuntutan bagi siswa untuk bekerja bersama dengan temannya, supaya tercipta suasana saling bantu-membantu untuk mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini, harapannya adalah setiap siswa terlibat dalam proses pembelajaran, karena interaksi antara siswa dengan siswa dapat terjalin dengan baik.

Hasil penelitian Fatmawati (2010), menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan cara konvensional. Hal ini menjadi bukti bahwa pembelajaran kooperatif cocok diterapkan di SD, sehingga untuk selanjutnya akan ditambahkan dengan penggunaan multimedia agar pemahaman siswa lebih meningkat. Penelitian ini mengkaji pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA SD.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen, yaitu suatu penelitian yang masih memung-kinkan variabel-variabel selain variabel bebas ikut berpengaruh terhadap variabel terikat (Bawa, 1997). Menurut Soegiyono (2006), Quasi Eksperiment Design mem-punyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental semu (quasi) dengan ranca-ngan “The Posttest-Only Control Group

Design”. Menurut Fraenkel (1993), ranca-ngan penelitian Post-test Only Control Group Design merupakan rancangan yang hanya memperhitungkan skor post-tes saja yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain tanpa memperhitungkan skor pretes.

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 4 Ampenan Utara yang terletak di Lingkungan Pelembak Ampenan Utara. Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V yang diberikan perlakuan baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol, sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA siswa SD.

(7)

Any Fatmawati & Ida Royani, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

3 semua proses pembelajaran selesai

dilaksanakan.

Analisis data hasil penelitian menggunakan uji t sampel bebas dan

multivariat analysis of varians (MANOVA). Sebelum uji MANOVA, dilakukan uji prasyarat normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas data menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, sedangkan untuk uji homogenitas data menggunakan metode Levene’s Test. Analisis data hasil penelitian dibantu menggunakan perangkat lunak SPSS 16 for windows.

Hasil Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa sebagai hasil perlakuan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia dengan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian di analisis dengan menggunakan MANOVA. Dengan demikian, data penelitian dikelompokkan menjadi : (1) data keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (KBKK); (2) data keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia (KBKM); (3) data hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (HBK); dan (4) data hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajar kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia (HBM).

Penghitungan ukuran sentral (rata-rata, modus, median) dan ukuran penye-baran data (standar deviasi) memberikan hasil seperti tercantum dalam Tabel berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Deskripsi Statistik

Nilai Siswa kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional KBKM : Data keterampilan berpikir kreatif

kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia HBK : Data hasil belajar siswa yang

mengikuti model pembelajaran konvensional

HBM : Data hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajar kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia

Untuk mengetahui normalitas data digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria jika p>0,05 data berdistribusi normal, sedangkan jika p<0,05 data tidak berdistribusi normal. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS 16.0 for Windows. Untuk mengetahui data dari sampel berdistribusi normal atau tidak, dapat diketahui dari signifikansi hasil uji normalitas sebaran data dengan memperhatikan bilangan pada kolom signifikansi (Sig). Jika signifikansi yang

(8)

Tabel 2. Uji Normalitas Sebaran Data

Variabel Kolmogorov-Smirnov Keterangan Statistik df Sig. Pengujian homogenitas varians dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Levene (Levene’s Test of

Equality of Error Variance) dengan bantuan

SPSS 16.0 for Windows. Hasil uji homogenitas varians disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Varians Sampel

Berdasarkan Tabel 3, nilai signifi-kansi untuk pemahaman konsep (0,012) lebih kecil dari 0,05, atau 0,012 < 0,05. Ini berarti data memiliki varians yang tidak homogen. Sedangkan untuk keterampilan mengajar nilai signifikansi (0,135) lebih besar dari 0,05, atau 0,135 > 0,05. Ini berarti data memiliki varians yang homogen. Berdasarkan hasil uji persyaratan uji hipotesis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, dapat disimpulkan bahwa semua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data dari semua kelompok mempunyai varians populasi yang homogen, sehingga uji hipotesis dengan menggunakan MANOVA dapat dilakukan.

(9)

Any Fatmawati & Ida Royani, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

5 Tabel 4. Multivariate test

Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.

Intercept Pillai's Trace .995 7.760E3a 2.000 85.000 .000 Wilks' Lambda .005 7.760E3a 2.000 85.000 .000 Hotelling's Trace 182.582 7.760E3a 2.000 85.000 .000 Roy's Largest Root 182.582 7.760E3a 2.000 85.000 .000 MODEL Pillai's Trace .704 1.010E2a 2.000 85.000 .000 Wilks' Lambda .296 1.010E2a 2.000 85.000 .000 Hotelling's Trace 2.376 1.010E2a 2.000 85.000 .000 Roy's Largest Root 2.376 1.010E2a 2.000 85.000 .000 a. Exact statistic

b. Computed using alpha = .05 c. Design: Intercept + MODEL

Berdasarkan hasil uji multivariat seperti yang disajikan pada Tabel 4 dapat ditarik interpretasi sebagai berikut, yaitu dari sumber pengaruh model pembelajaran diperoleh nilai-nilai statistik Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root masing-masing dengan angka signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hasil ini dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Adapun keputusan yang dapat

diambil adalah hipotesis nol H0 (3) ditolak, sehingga ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar secara bersama-sama. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia memberikan dampak berbeda serempak pada keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa SD.

Tabel 5. Hasil Manova untuk Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif

Source Dependent variable Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model HB 175361.367a 1 175361.367 50.648 .000

KBK 5487.342c 1 5487.342 204.249 .000

Intercept HB 2.195E7 2.195E7 6.338E3 .000

KBK 413211.478 413211.478 1.538E4 .000

MODEL HB 175361.367 1 175361.367 50.648 .000

KBK 5487.342 1 5487.342 204.249 .000

Error HB 297760.224 55 3462.328

KBK 2310.476 56 26.866

Total HB 2.264E7 57

KBK 426214.000 57

Corrected Total HB 473121.591 56

KBK 7797.818 56

Berdasarkan Tabel 5 untuk variabel keterampilan berpikir kreatif (KBK) dapat ditarik interpretasi-interpretasi sebagai

(10)

(KBK), tampak nilai F = 204,249 dengan angka signifikansi yang lebih kecil dari batas penolakan hipotesis 0,05, yaitu 0,000 < 0,05 sehingga dapat diambil keputusan untuk H0 (1) ditolak, sehingga terdapat perbedaan nilai keterampilan berpikir kreaif antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS meng-gunakan multimedia dengan kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional. Jadi, terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) variabel model pembelajaran terhadap variabel keterampilan berpikir kreatif.

Kedua, dari sumber pengaruh variabel model-model pembelajaran (MP) terhadap hasil belajar (HB), tampak nilai F = 50,648 dengan angka signifikansi yang lebih kecil dari batas penolakan hipotesis 0,05, yaitu 0,000 < 0,05 sehingga dapat diambil keputusan untuk H0(2) ditolak sebagai terdapat perbedaan nilai hasil belajar antara kelompok siswa yang mengikuti pembela-jaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia dengan kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional. Jadi, terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) variabel model pembelajaran terhadap variabel hasil belajar.

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V Sekolah Dasar (SD), pada materi rangkaian listrik, sub isolator dan konduktor serta rangkaian listrik seri dan paralel. Untuk mempermudah pemahaman siswa, peneliti menggunakan alat bantu berupa multimedia. Adapun multimedia yang digunakan adalah media alat peraga berupa alat rangkaian listrik sederhana dan audiuvisual yang ditampilkan melalui LCD. Berdasarkan hasil

observasi sebelumnya, di sekolah dasar masih jarang menggunakan multimedia dalam melaksanakan pembelajaran IPA. Padahal salah satu guru SD mengungkapkan bahwa beberapa media sudah disediakan disekolah, hanya saja jarang digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan, yang pertama, karena beberapa guru SD masih belum bisa menggunakan alat tersebut dengan baik karena masih gagap teknologi, alasan kedua, karena siswa masih sulit diatur dalam kelas sehingga jika mengunakan media tersebut perlu pendamping, dan alasan ketiga adalah karena guru masih terbiasa dengan cara lama yaitu mengajar menggunakan ceramah, mencata dan mem-beri latihan. Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk memberikan nuansa baru dalam pembelajaran yaitu melakukan pem-belajaran kooperatif tipe TPS menggunakan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar IPA siswa SD.

(11)

Any Fatmawati & Ida Royani, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

7 daripada kelas kontrol, sehingga pada

analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan multimedia terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa SD.

Untuk hipotesis kedua yaitu terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan menggunakan multimedia terhadap hasil belajar siswa SD. Untuk menjawab hipotesis kedua ini, peneliti mengumpulkan data hasil belajar siswa SD setelah proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa hasil belajar pada kelas eksperimen lebihtinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Setelah analisis data dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan menggunakan multimedia terhadap hasil belajar IPA siswa SD. Hal tersebut, dianggap merupakan akibat dari model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif dan menambahkan media di dalam melaksanakan model tersebut, yaitu multi media berupa alat peraga rangkaian listrik sederhana dan media audiovisual yang ditampilkan melalui layar LCD. Media rangkaian listrik seder-hana dibuat atau di rangkai oleh peneliti berupa susunan baterai, kawat dan lampu. Pada praktiknya siswa diajak menggolong-kan benda-benda yang termasuk isolator dan benda-benda yang termasuk konduktor. Isolator adalah benda-benda yang tidak dapat menghantarkan listrik dengan baik sdangkan konduktor adalah benda-benda yang dapat menghantarkan listrik dengan baik. Contoh isolator adalah plastik, kayu, batu, kaca dll. Sedangkan konduktor contohnya adalah, kawat, seng, uang logam

dll. Selain menggunakan alat peraga, peneliti juga menggunakan media audio-visual dan ditampilkan menggunakan LCD. Media audiovisual diambil dari internet melalui situs www.youtube.com. Sedangkan LCD adalah milik sekolah sendiri, sehingga disini terjadi kolaborasi tiga media sekaligus, hal tersebut menuntun siswa untu mengingat dan memahi penjalesan guru. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh asisten yaitu Muniroh, S.Pd dalam mengatur siswa dan mempersiapkan peralatan. Hal ini dilakukan karena siswa SD sangat aktif sehingga butuh tenaga lain untuk mengatur mereka sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik, sesuai dengan harapan dan skenario pembelajaran.

(12)

media yang dapat membatu pemahaman siswa dengan baik, karena media tersebut tidak sulit didapatkan karena sudah ada di sediakan di sekolah, tinggal ada atau tidaknya itikad baik dari guru untuk memaksimalkan pemanfaatannya sehingga dapat membantu siswa lebih paham akan materi yang diajarkan.

Fatmawati (2011) berpendapat dalam hasil penelitiannya yang berjudul Im-plementasi Siklus ACE Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share dalam Meningkatkan Kualitas Per-kuliahan Pengembangan Program Pembe-lajaran Biologi, bahwa terdapat peran guru dan media dalam proses pembelajaran sehingga sebagai pendidik kita harus memperhatikan hal tersebut dan meng-gunakan model inovatif dan mengmeng-gunakan media-media dalam pembelajaran guna mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu dalam penelitiannya yang lain Fatmawati (2012) juga menemukan dalam hasil penelitiannya bahwa perangkat pembelaja-ran juga memiliki pepembelaja-ran yang penting dalam menentukan keberhasilan proses pem-belajaran.

Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembeahasan diatas, maka dapat di simpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) variabel model pembelaja-ran terhadap variabel keterampilan berpikir kreatif.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) variabel model pembelaja-ran terhadap variabel hasil belajar. 3. Model pembelajaran kooperatif tipe

TPS dengan multimedia memberikan

dampak berbeda serempak pada keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa SD.

Daftar Pustaka

Bawa, Wayan. 1997. Metodologi Penelitian. Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Negeri Singaraja.

Fatmawati, Any. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair Share dan Kreativitas Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa Kelas V

SD Gugus V Ampenan Kota

Mataram. Tesis. Undiksha Singaraja Fatmawati, Any. 2011. Implementasi Siklus

ACE Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share dalam Meningkatkan Kualitas Pe-rkuliahan Pengembangan Program Pembelajaran Biologi. IKIP Mataram.

Fatmawati, A dan Nufida, BA. 2012.

Pengembangan Perangkat Pembe-lajaran Koperatif Tipe TPS Ter-hadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Sains Siswa SD di Kota Mataram. IKIP Mataram. Faizah, D. U. 2008. Keindahan Belajar

Dalam Perspektif Pedagogi. Jakarta. Cindy Grafika.

Fraenkel, J, R, dan Wallen, N, E. 1993. How To Design and Evaluate Research in

Education Second Edition.

Singapore: Mc Graw-Hill Book. Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian.

Bandung. Alfa Beta.

Widyastono, H. 2012. Kemampuan Guru Dalam Menyusun Kurikulum Tingkat

(13)

Any Fatmawati & Ida Royani, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

9 Pendidikan Dan Kebudayaan.

(14)
(15)

© 2015 LPPM IKIP Mataram

Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA untuk Membangun Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada Siswa

Arifin

Widyaiswara Madya LPMP NTB Email: arifin_efo@yahoo.com

Abstract: Cultivation of addition and subtraction of integers that conducted by math teacher at SMP used abstract way. Consequently, not all students understood about that concept. Student’s understandable occured because teacher only gave information about how to operate addition and substraction without showing the process. This way was not guarantee that could be improving students understanding. In order to cultivate students understanding, it needed to arrange a learning framework that given student’s chance in manipulating object. Using lesson plan gave students chance to construct experiences became skills. The learning framework is one of ELPSA framework that adapted from constructive learning theory and social. ELPSA is acronym of Experience, Language, Picture, Symbolic, Aplication. Liebeck (1984) in Tom Lowrie & Sitti Maesuri Patahuddin said that making math concept has understanding through ELPSA framework. Steps of conducting began with Experience (from student’s experience); Language (language that describing experience), Picture (picture of experience); Symbols (symbol of general experience); and Application (describe of getting experience that implemented another situations). Student’s framework would: (1) able to use language or explain something that have been conducted, (2) able to give example and not adopt, (3) able to serve concept in mathematics representative form, (4) able to use, utilize, and choose specific procedure, and (5) able to apply concept or algorithm in problem solving.

Abstrak: Penanaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang dilakukan guru matematika di SMP selalu diberikan dengan cara abstrak. Akibatnya tidak semua siswa memahami dengan baik konsep tersebut. Ketidakpahaman siswa terjadi karena guru hanya menginformasikan cara melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan tanpa menunjukkan proses. Cara demikian tidak menjamin dapat meningkatkan pemahaman siswa. Oleh sebab itu, dalam usaha menanamkan pemahaman siswa perlu dirancang pembelajaran yang memberi kesempatan siswa memanipulasi obyek. Dengan kerangka pembelajaran demikian siswa akan memperoleh kesempatan untuk mengkonstruk pengalaman sehingga menjadi pengetahuannya. Kerangka pembelajaran tersebut salah satunya adalah kerangka kerja ELPSA yang diadaptasi dari teori belajar konstruktivis dan sifatnya sosial. ELPSA merupakan akronim dari Experience, Language, Picture, Symbolic, Aplication. Liebeck (1984) dalam Tom Lowrie & Sitti Maesuri Patahuddin mengatakan bahwa pembentukan konsep matematika yang mengarah kepada pemahaman dapat dilakukan melalui kerangka kerja ELPSA. Tahapan pelaksanaan dilakukan dengan urutan Experience (dimulai dari pengalaman siswa); Language (bahasa yang mendeskripsikan pengalaman), Picture (gambar yang menyajikan pengalaman); Symbols (Simbol tertulis yang menyatakan pengalaman secara umum atau bersifat general); dan diperluas dengan tahapan Aplication (yang menggambarkan bagaimana pengetahuan yang diperoleh dapat diterapkan dalam berbagai situasi). Dengan kerangka kerja tersebut siswa akan: (1) mampu menggunakan bahasa atau menjelaskan kembali sesuatu yang telah dilakukannya, (2) mampu memberi contoh dan bukan di contoh, (3) mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (4) mampu menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu, dan (5) mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Kata kunci: ELPSA, pemahaman, penjumlahan dan pengurangan .

Pendahuluan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tempat pertama siswa berpikir secara formal dalam mempelajari konsep-konsep matematika. Oleh karena itu, guru yang mengajar matematika di SMP harusnya

(16)

walaupun berada pada tahap berpikir formal, tetapi mereka baru beralih dari Sekolah Dasar (SD) dimana tahap berpikir siswa berada pada tahap konkret (Jean Piaget dalam Russefendi, 1996:223). Oleh karena itu, pembelajaran matematika pada tahap awal di SMP tidak selamanya dilakukan secara formal, tetapi sedapat mungkin dilakukan dengan bantuan material manipulatif.

Pembelajaran matematika yang dilakukan guru di SMP sering disajikan berupa sederetan langkah-langkah atau prosedur. Siswa diminta menghafalkan prosedur tersebut kemudian dilatih menggunakannya untuk menyelesaikan soal. Dengan cara demikian siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal yang serupa dengan yang dilatihkan. Tobin dan Jokubowsky (dalam Etcberger dan Shaw, 1992) menyatakan “pengalaman di kelas meng-indikasikan bahwa penalaran dan pema-haman yang mengandalkan penggunaan algoritma masih belum cukup dan masih menghawatirkan kemampuan siswa dalam menguasai pengerjaan hitung”. Sering guru percaya bahwa siswa telah memahami suatu konsep tertentu apabila dapat mengerjakan soal rutin, padahal kenyataan mereka dapat mengerjakan soal hanya karena ingat prosedur pengerjaan yang dilatihkan di kelas. Dengan demikian, kemampuan mengerjakan soal bagi seorang siswa tidak menjamin bahwa mereka telah menguasai konsep dengan baik. Untuk itu, pem-belajaran matematika di SMP hendaknya tidak dilakukan secara abstrak, tetapi sedapat mungkin pembelajaran dimulai dari konkret ke abstrak, dari hal-hal yang mudah ke sulit, atau dari sederhana ke komplek.

Piaget (dalam Ruseffendi 1996: 223) berpendapat bahwa “siswa yang tahap berpikirnya ada pada tahap operasi konkret yaitu tahapan umur pada usia SD atau SMP awal (kelas VII) tidak akan dapat memahami operasi (logis) dalam konsep matematika tanpa dibantu oleh manipulasi benda-benda konkret”. Disamping itu guru harus memperhatikan hirarki pembelajaran yang menekankan prasyarat-prasyarat tertentu untuk memahami konsep-konsep tertentu.

(17)

Arifin, Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA

13 sendiri-sendiri, dan siswa kurang mampu

mengkomunikasikan pengetahuan yang diperoleh kepada teman-temannya yang lain. Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa model, strategi, pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran belum mampu mengkondisi-kan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis mencoba mengenalkan kerangka kerja ELPSA yang dilandasi teori belajar konstruktivis yang memberi kesem-patan guru berinovasi dalam merancang dan menerapkan pembelajaran yang membuka kesempatan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran metematika.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka pertanyaan yang diaju-kan dalam tulisan ini adalah bagaimana skenario rancangan pembelajaran dengan kerangka kerja ELPSA untuk membangun pemahaman siswa dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP/MTs?. Tujuan yang diharap-kan agar guru matematikka dapat merancang pembelajaran yang menggunakan kerangka kerja ELPSA dan menerapkannya sebagai alternatif pembelajaran matematika dalam membangun pemahaman konsep, atau prinsip matematika pada siswa SMP/MTs.

Telah diuraikan sebelumnya, bahwa pembelajaran matematika (penjumlahan dan pengurangan) yang dilakukan guru matematika SMP sering disajikan berupa sederetan langkah-langkah atau prosedur. Penulis berasumsi bahwa hal ini terjadi karena rancangan pembelajaran yang dikem-bangkan guru tidak memberi kesempatan siswa untuk terjadinya pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-tang dan memotivasi seperti yang diamanat-kan oleh Standar Proses (Kemendikbud, 2013). Akibatnya prestasi belajar siswa di beberapa SMP/MTs masih banyak yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah khususnya pada materi/topik penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Sebagai contoh, berikut ini disajikan hasil evaluasi yang dilakukan team peneliti Universitas Canbera Australia kerjasama dengan IKIP Mataram, LPMP NTB, Dikpora NTB dan Kanwil Kemenag NTB tentang pemahaman siswa pada penjumla-han dan pengurangan bilangan bulat terhadap 14 orang siswa di salah satu SMP di kota Mataram. Adapun jawaban siswa tersebut seperti berikut.

Integer answer S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14

3+4 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 7 7 7

(-4)+3 -1 -7 -7 -7 8 -7 -7 -7 -1 -7 7 -1 -1 -1 -1

-3+4 1 -7 -7 -7 6 -7 -7 -7 -1 1 -7 -1 1 1

4-(-3) 7 -1 7 7 1 -1 -1 1 -1 1 -2 -1 7 -1 1

3-4 -1 1 -1 -1 1 -1 1 1 -1 -1 1 0 -1 1 -1

3-(-4) 7 -1 -1 -1 1 1 -1 1 -1 -7 7 7 -1 -1

4-3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3+(-4) -1 -7 -7 7 0 -7 -7 1 1 -1 -1 -7 -1 -1

(18)

Dari jawaban yang diberikan, hanya ada sekitar 14 % siswa yang mampu menyele-saikan penjumlahan dan pengurangan bila-ngan bulat debila-ngan nilai baik. Pemahaman tentang konsep penjumlahan dan pengu-rangan juga sangat lemah. Siswa tidak mampu membedakan tanda bilangan dengan operasi bilangan. Disamping itu kemampuan menerapkan definisi dan sifat-sifat operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sangat lemah dan sebagian besar siswa beranggapan bahwa penjumlahan bilangan positif dengan bilangan negatif adalah negatif atau sebaliknya.

Dari kenyataan yang ada, penulis berasumsi bahwa pembelajaran yang dilakukan guru hanya dengan informasi dan disajikan berupa sederetan langkah-langkah atau prosedur, kemudian siswa diminta menghafalkan prosedur tersebut serta dilatih menggunakannya untuk menyelesaikan soal. Disamping itu, guru kurang memberi kesempatan siswa untuk memanipulasi material-material manipulatif atau visuali-sasi gambar-gambar, mencermati pola-pola penjumlahan atau pengurangan sehingga penekanan pemahaman siswa pada definisi atau sifat-sifat penjumlahan kurang diprioritaskan. Ada kemungkinan, hal ini terjadi karena skenario pembelajaran yang dirancang guru kurang memberi kesempatan siswa untuk terjadinya interaksi, kreatifitas dan motivasi pada siswa. Untuk itu penulis mencoba menguraikan kerangka kerja ELPSA untuk membantu guru matematika merancang pembelajaran yang dapat membangun pemahaman siswa dalam rangka meningkatkan prestasi belajarnya.

Pembahasan

Kerangka kerja ELPSA dikembang-kan oleh Liebeck, P (1984) yang diilhami dari teori-teori belajar konstruktivis dan sifatnya sosial. Tom Lowre & Sitti Maesuri (2015:3-4) menjelaskan bahwa kerangka kerja ELPSA adalah pendekatan peranca-ngan pembelajaran yang sifatnya bersiklus. Namun demikian, penting untuk diingat bahwa ELPSA bukan proses yang linear, karena pembelajaran adalah proses kompleks yang tidak dapat diprediksi sepenuhnya dan tidak terjadi dalam urutan linear. Dengan demikian, elemen-elemen dari model ELPSA dapat dilihat sebagai elemen-elemen yang saling berhubungan dan melengkapi. Rancangan ini menyajikan ide-ide matematika melalui pengalaman-pengalaman hidup, percakapan matematika, rangsangan visual, notasi simbol, dan aplikasi pengetahuan. Dalam rancangan pembelajaran ini, guru diharapkan menge-nalkan konsep memulai dari apa yang diketahui siswa dengan urutan rancangan seperti berikut.

(19)

Arifin, Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA

15 dikenalkan melalui curah pendapat, diskusi

secara umum, menggunakan visual untuk memancing pemikiran, penyajian cerita oleh guru ataupun siswa. Sebagai konsekuen-sinya, pengalaman juga berhubungan dengan pemberian umpan balik dan pemberian latihan soal/reviu. Hal ini diperkuat oleh Flavel (dalam Resnick 1981:41) yang menyatakan bahwa dalam hirarki belajar “ketrampilan yang diperoleh pada permulaan belajar dapat mempengaruhi proses belajar selanjutnya”. Demikian juga Bodner (dalam Kemendikbud 2012:7) menyatakan: “Piaget argued that knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experiences in terms of preexisting mental structure or schema.

Artinya, Piaget berargumentasi bahwa pengetahuan terbangun disaat siswa beru-saha untuk mengorganisasikan pengalaman-nya sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Dalam rancangan pembelajaran tentang pengenalan konsep bilangan bulat misalnya, guru dapat mengawalinya dengan curah pendapat tentang konsep bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif dengan siswa. Misalnya mengajukan pertanyaan “Ada di antara kalian yang dapat menunjukkan mana contoh bilangan bulat positif atau bilangan bulat negatif disekitar kita?”. Jika siswa kebingungan dengan pertanyaan tersebut, guru dapat memper-lihatkan gambar yang sudah dikenal siswa yang menunjukkan ketinggian dan kedalaman suatu benda. Misalnya tinggi katrol dan kedalaman timba dari sebuah sumur, tinggi layar dan kedalaman jangkar dari sebuah kapal yang sedang berlabuh. Ketinggian menunjukkan bilangan bulat

positif sedangkan kedalaman menunjukkan bilangan bulat negatif. Andaikan tinggi katrol 2m dan kedalaman timba 5m maka bilangan bulat yang bersesuaian adalah +2 untuk ketinggian katrol dan -5 untuk kedalaman timba. Mengukur ketinggian dan kedalaman adalah kegiatan yang saling berlawanan arah yaitu ke atas (dari permukaan tanah) dengan tanda positif dan ke bawah (dari permukaan tanah) dengan tanda negatif atau arah kanan (dari nol) dengan tanda positif dan arah kiri (dari nol) dengan tanda negatif.

(20)

proses pembelajaran. Urgensinya bahasa dalam pembelajaran digambarkannya sebagai “limas ajaib” seperti berikut.

Keterangan: B = bahasa M= matematika,

S = simbol (wujud simbol) K = konkret (nyata/konkret) G = gambar (semi konkret) D = diagram (semi abstrak)

Berdasarkan uraian tersebut maka bahasa adalah hal penting yang perlu diterapkan guru dalam proses belajar mengajar. Misalnya +2 + -5 = … . Kalimat tersebut dapat dibahasakan dengan menggabung dua bilangan positif dengan lima bilangan negatif. Demikian juga halnya dengan +2 - -5 = … . Kalimat tersebut dapat dibahasakan dengan mengambil lima bilangan negatif dari dua bilangan positif. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan representasi benda nyata atau gambar dari benda nyata.

Komponen ketiga berhubungan dengan penggunaan representasi visual (gambar) dalam menyajikan ide-ide. Gambar merupakan aspek kritis dari matematika. Gambar sering digunakan untuk membantu menjembatani pemahaman siswa dan menyiapkan rangsangan guna menye-lesaikan tugas matematika sebelum

pengenalan symbol. Hal ini diperkuat oleh Bruner (dalam Russeffendi, 1991:109) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dalam proses belajar mate-matika sebaiknya kegiatan siswa diarahkan melalui 3 cara yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Cara enaktif yaitu untuk men-dapatkan pemahaman siswa secara langsung terlibat memanipulasi obyek (benda nyata), cara ikonik yaitu untuk mendapatkan pemahaman, siswa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mental yang meru-pakan gambaran dari obyek-obyek yang dimanipulasinya (menjelaskannya dengan gambar), sedangkan cara simbolik yaitu untuk mendapatkan pemahaman, maka kegiatan yang dilakukan siswa adalah memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang dari obyek tertentu. Pada kegiatan ini siswa sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan dengan obyek (benda) nyata.

Untuk memudahkan pemahaman siswa tentang penjumlahan pada soal+2 + -5 = …, guru dapat meminta siswa untuk memperagakannya dengan gambar misalnya gambar keping positif dan gambar keping negatif. Namun, guru perlu menjelaskannya seperti berikut, “Anak-anak, sebelum kalian memperagakan penjumlahan atau pengu-rangan dua bilangan bulat menggunakan keping positif dan keping negatif, fahamilah ketentuan berikut:

Catatan: apabila keping positif digabung dengan keping negatif maka nilainya nol (0) Perhatikan!.

= + 1 = - 1 = 0

M

B

D

G

(21)

Arifin, Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA

17 Beberapa cara menyatakan bilangan bulat

dengan keping.

= -1

= +2

= 0

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peragaan +2 + -5 dapat dilakukan dengan cara menggabung dua keping positif dengan lima keping negatif sehingga tampak seperti berikut.

= Jadi +2 +- 5 = -3

Untuk pengurangan +2 - -5 = … peragaannya tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi perlu dimodifikasi terlebih dahulu. Karena kalimatnya “mengambil lima keping negatif dari dua keping positif” maka bilangan positif dua dimodifikasi sehingga memungkinkan untuk mengambil lima keping negatif seperti berikut.

= +2

Peragaan tersebut memungkinkan untuk mengambil lima keping negatif, seperti berikut.

Keadaan keping setelah diambil lima keping negatif menjadi tujuh keping positif seperti berikut.

Jadi +2 - -5 = 7.

Komponen keempat adalah penggunaan Simbol yang berkenaan dengan penyajian ide-ide matematika. Komponen ini membuat matematika berbeda dengan disiplin ilmu lainnya dan kadang-kadang

merujuk ke bahasa yang universal. Hal ini diperkuat oleh Bruner (dalam Russeffendi, 1991:109) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dalam proses belajar matematika sebaiknya kegiatan siswa diarahkan melalui 3 cara yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Cara simbolik yaitu untuk mendapatkan pemahaman, maka kegiatan yang dilakukan siswa adalah memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang dari obyek tertentu. Pada kegiatan ini siswa sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan dengan obyek (benda) nyata. Pada contoh +2 + -5 = … guru tidak lagi mengarahkan siswa untuk meragakannya dengan memanipulasi benda nyata atau gambar tetapi memberi pemahaman siswa tentang definisi atau sifat-sifat penjumlahan bilangan bulat. Untuk mendapatkan pemahaman tentang definisi dan sifat-sifat tersebut guru hendaknya memberi kesempatan siswa untuk mengamati dan mencermati pola-pola penjumlahan bilangan bulat seperti Tabel 1 berikut.

Setelah kalian menyelesaikan pola pada Tabel-1, lanjutkan untuk mencermati dan melengkapi pertanyaan pada Tabel-2 berikut.

Diambil lima keping negatif

Perhatikan penjumlahan bilangan bulat berikut:

+

Siapa yang bisa melengkapi … pada pertanyaan di atas?

Berkurang satu

Berkurang satu

(22)

Setelah siswa mencermati pola bilangan pada tabel tersebut guru dapat menanyakan kesimpulan apa yang dapat kalian sampaikan?. Sifat apa yang dimiliki penjumlahan bilangan bulat?. Untuk mendorong siswa memahami definisi dan sifat-sifat penjumlahan, guru hendaknya mengarahkan pertanyaan seperti berikut.

1. Apa yang dapat kalian katakan kalau bilangan bulat dijumlahkan dengan 0 (nol)

2. Apa yang dapat kalian katakan tentang penjumlahan dua bilangan positif?

3. Apa yang dapat kalian katakan tentang penjumlahan bilangan positif dengan bilangan negatif?

4. Apa yang dapat kalian katakan tentang penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan positif?

5. Apa yang dapat kalian katakan tentang penjumlahan dua bilangan negatif?

Berdasarkan pola bilangan yang siswa selidiki, maka guru dapat menginformasikan definisi penjumlahan bilangan bulat sebagai berikut:

dari definisi penjumlahan berlaku sifat penjumlahan bilangan bulat:

Sifat-sifat penjumlahan bilangan bulat.

Jika a, b dan c sembarang bilangan bulat maka berlaku.

1. Sifat tertutup penjumlahan a + b atau a – b adalah bilangan bulat 2. Sifat identitas penjumlahan bilangan bulat a + 0 = a = 0 + a, berlaku untuk

semua a dimana 0 adalah bilangan identitas penjumlahan. 3. Sifat komutatif penjumlahan bilangan bulat a + b = b + a

4. Sifat assosiatif penjumlahan bilangan bulat (a + b)+ c = a + ( b + c ) Definisi:

Apabila a dan b bilangan bulat : 1. Penjumlahan dengan nol.

a + 0 = 0 + a = a

2. Penjumlahan dua bilangan positif.

Apabila a dan b adalah bilangan positif maka a + b adalah bilangan cacah 3. Penjumlahan dua bilangan negatif. Apabila a dan b adalah bilangan positif

(karena itu –a dan –b adalah negatif) maka (-a) + (-b) = - (a + b) dimana jumlah a dan b adalah bilangan cacah

4. Penjumlahan a positif dan a negatif.

(a) Apabila a dan b adalah positif dan a b, kemudian a + (-b) = a – b dimana a dan b berbeda maka a – b adalah bilangan cacah

(b) Apabila a dan b adalah positif dan a b, kemudian a + (-b) = -(b – a) dimana a dan b berbeda maka b – a adalah bilangan cacah

Lengkapi kalimat berikut :

+

3 + -1 = …

+

2 + -1 = …

+

1 + -1 = … 0+ -1= …

(23)

Arifin, Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA

19 Berdasarkan definisi dan sifat-sifat

tersebut maka untuk menyelesaikan +2 + -5 = … dapat menggunakan definisi penjumlahan bilangan bulat a + (-b) = - (b – a). Jadi +2 + -5 = 2 - -5 = - (-5 – 2) = -3. Demikian juga halnya dengan +2 - -5 = …, dapat menggunakan definisi “mengurangkan suatu bilangan sama dengan menjumlahkan dengan lawannya”. Jadi +

2- -5 = +2 ++5 = 7.

Komponen kelima adalah aplikasi.Liebeck, P memperluas kerangka kerja ELPSA dengan aplikasi dimana tahapan ini menggambarkan bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam bermacam-macam situasi. Dengan demikian kerangka kerja pem-belajaran ini adalah kerangka pempem-belajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mampu mengkomunikasikan (menggunakan bahasa) dalam mendeskripsikan pengala-man, menyajikan pengalamaannya dengan gambar, menyatakan pengalamaan secara umuum dengan simbol, dan mengapli-kasikan pengetahuannya dalam menyelesai-kan masalah-masalah dari berbagai situasi.

Untuk mengungkap tingkat keter-libatan dan pemahaman siswa penulis mengaitkannya dengan teori pemahaman yang dikemukakanPiaget dan Garcia (dalam Baker, 2000:558) ” yang menyatakan bahwa pengetahuan tumbuh mengikuti mekanisme tertentu yang berkembang dalam tiga tahap (disebut triad) dimana tahap pertama dari

triad adalah tahap intra, tahap kedua adalah

tahap inter dan tahap ketiga adalah tahap trans.

Tahap intra adalah kemampuan seseorang menginteriorisasi sesuatu aksi (konkret atau semi konkret/gambar) menuju

suatu proses. Dalam hal ini Dubinsky (dalam Zazkis, 1996) seperti yang dikutip (Arifin, 2002:13) menyatakan bahwa tahap intra adalah kemampuan seseorang menggu-nakan bahasa atau menjelaskan kembali sesuatu yang telah dilakukannya (Aksi). Kejadian seperti ini dikatakan bahwa pemahaman seseorang telah berada pada

tahap intra.

Tahap inter adalah kemampuan seseorang melakukan enkapsulasi sesuatu kedalam skema nya menjadi kemampuan menghubungkan sesuatu dengan yang lain.

Tahap trans adalah kemampuan seseorang melakukan tematisasi sesuatu kedalam skematanya menjadi kemampuan mengaitkan hubungan khusus dengan pengetahuan atau keterampilan lain. Apabila pengetahuan siswa telah berada pada tahap trans maka dikatakan bahwa pemahaman siswa telah terbangun dengan kerangka pembelajaran tersebut dan akan mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam memecahkan permasalahan yang dialami dalam kehidupannya.

Disamping itu Mardiah, dkk (dalam EDUMAT, Vol. V, 2014) menyatakan bahwa indikator pemahaman konsep mate-matika adalah (1) kemampuan menyatakan ulang suatu konsep, (2) kemampuan memberi contoh dan bukan contoh, (3) kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (4) kemampuan menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu, dan (5) kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

(24)

dan Garcia (dalam Baker, 2000:558) dan Mardiah dkk (dalam EDUMAT, Vol. V, 2014) adalah apabila siswa menggunakan bahasa yang merepresentasikan pengalaman-nya dan mampu menjelaskan setelah melakukan representasi gambar dan simbol maka berarti siswa telah memahami konsep atau struktur matematika yang telah dipelajarinya. Kemampuan menyatakan kembali suatu konsep atau memberi contoh dan bukkan contoh dikatakan telah berada pada tahap intra. Misal +2 + -5 = ... . Siswa yang pemahamannya berada pada tahap intra, akan dapat menjelaskan bahwa penjumlahan adalah penggabungan. +2 + -5 = ... adalah menggabung dua keping positif dengan lima keping negatif sehingga hasil penggabungannya ada tiga keping negatif. Jadi +2 + -5= -3

Apabila siswamampu membuat hubungan antar konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi mate-matis, atau kemampuan menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentudalam menyelesaikan masalah matematika dikatakan telah berada pada tahap inter. Misal +2 + -5= ... . Siswa yang pemahamannya berada pada tahap inter, akan mampu membuat hubungan pen-jumlahan tersebut dengan definisi atau sifat-sifat penjumlahan sehingga +2 + -5 =... akan dihubungkan dengan defenisi a +(-b) = -(b – a). Dengan demikian +2+-5=... ditulis menjadi +2+ -5 = 2 - 5 = - (5 – 2) = -3. Jadi +

2 + -5 = -3.

Selanjutnya apabila siswa mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam memecahkan permasalahan yang dialami dalam kehidupannya atau mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

masalah maka pemahaman siswa telah berada pada tahap trans.

Simpulan dan Saran

1. Kerangka kerja ELPSA adalah sebuah model rancangan pembelajaran sebagai acuan guru dalam merancang rencana pembelajaran (lesson plan), yang mem-beri kesempatan siswa untuk mengung-kap pengalaman belajarnya (Experience), menggunakan bahasa untuk mendeskrip-sikan pengalaman (Language), visualisa-si gambar untuk menyajikan pengalaman (Picture), simbolisasi tertulis untuk menyatakan pengalaman secara umum atau bersifat general (Symbol), dan (Aplication) sebagai penerapan pengeta-huan yang telah diperoleh dalam me-mecahkan berbagai macam situasi.

2. Kerangka kerja ELPSA dapat digunakan untuk menilai pemahaman siswa sebagai aplikasi dari kemampuan bahasa untuk mengungkap atau menjelaskan kembali sesuatu yang telah dilakukannya (visualisasi gambar), (2) mampu memberi contoh dan bukan contoh, (3) mampu menyajikan konsep dalam ber-bagai bentuk representasi matematis (Simbol), (4) mampu menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu (Simbol), dan (5) mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah (Aplikasi).

Daftar Pustaka

(25)

Arifin, Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA

21

Menggunakan Material Manipulatif.

Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPS UM

Baker, B., Cooley, L., & Trigueros, M. 2000. A Calculus Graphing Schema.

Journal For Research in

Mathematics Education. 31(2): 557-578.

Etcberger dan Shaw, 1992. Teaching change as A progressing of Teacher.

Journal For Research in

Mathematics Education. 92(8).

Kemendikbud. 2012. Teori Belajar Matematika. Modul Penguatan Kompetensi Matematika Pasca UKA. Jakarta.

Kemendikbud. 2013. Standar Proses. Jakarta.

Mardiah, dkk. 2014. Pemahaman Konsep Siswa Pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Menggunakan Pendekatan Saintifik di Kelas VII SMP Negeri 9 Palembang. Jurnal Edukasi Matematika Vol. 5 Nomor 10 Tahun 2014:631-635. PPPPTK Matematika Jogjakarta.

Resnick,L.B & Ford,W.W. 1981. The Psychology of Mathematics For Instruction. University of Pittsburgh.

Ruseffendi, E.T., dkk. 1991. Pendidikan

Matematika 3. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Penyetaraan Guru SD Setara D-II.Jakarta.

Ruseffendi, E.T., dkk. 1996. Pendidikan

Matematika III. Depdikbud

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.Jakarta.

Sutawidjaya Akbar. 2000. Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Makalah seminar Nasional di Universitas Negeri Malang. Malang. Tom Lowre & Sitti Maesuri. 2015. ELPSA- Kerangka Kerja Pengembangan

Pembelajaran Matematika.

Dipresentasikan pada Workshop ELPSA di IKIP Mataram.

(26)
(27)

© 2015 LPPM IKIP Mataram

Pengaruh Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Mataram

Bq Azmi Sukroyanti

Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram E-mail: sbqazmi@yahoo.com

Abstract: This research aimed to know improvement of physic’s achievement at SMPN 16 Mataram to implement Cognitive Conflict Strategy and student’s responds toward Cognitive Conflict in teaching physic. The kind of this research is experimental research, with population was all students of VII at SMPN 16 Mataram which consists of five classes. Sample of this research was VII A which consists of 42 students as experimental group and VII C which consists of 42 students as control group. Sample technique used cluster technique sampling. The technique of collecting data used questionnaire to know student’s respond toward cognitive conflict strategy and objective test in improving student’s physic achievement. The data analysis used t-test. The result of data analysis showed that t-tes > t-table was 2.62 > 2.02. It shows that there is effectiveness between cognitive conflict strategy toward improving students of physic’s achievement and there is differences both experimental group and control group with 5% of significant level. The data analysis of student’s respond used descriptive qualitative which used five scales guidence. The data analysis of student’s respond showed that student’s respond was 85.30% in very good category.

Abtrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar fisika siswa di SMP Negeri 16 Mataram dengan menerapkan Strategi Konflik Kognitif dan respon siswa terhadap Strategi Konflik Kognitif dalam pembelajaran fisika. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 16 Mataram sebanyak lima kelas. Sampel penelitian adalah kelas VII A sebagai kelas eksperimen sebanyak 42 siswa dan kelas VII C sebagai kelas kontrol sebanyak 42 siswa. Sampel diambil dengan teknik cluster sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap Strategi Konflik Kognitif dan dengan tes obyektif untuk mengetahui peningkatan hasil belajar fisika siswa. Data hasil belajar siswa dianalisis dengan uji-t. Dari hasil analisis data diperoleh thitung > ttabel yaitu 2,62>2,02. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh Strategi Konflik Kognitif terhadap peningkatan hasil belajar fisika siswa dan terdapat perbedaan hasil belajar yang cukup berarti antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada taraf signifikasi 5%. Data respon siswa dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan pedoman konversi skala lima. Dari analisis data diperoleh respon siswa sebesar 85,30 % yang termasuk dalam kategori sangat baik.

Kata kunci: Strategi Konflik Kognitif dan Hasil Belajar.

Penduluan

Pendidikan IPA khususnya fisika sebagai bagian dari pendidikan formal, ikut memberikan kontribusi dalam membangun sumber daya yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam pusat globalisasi. Namun dilapangan menunjukkan kualitas mutu pendidikan IPA (fisika) masih rendah. Hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran fisika SMP Negeri 16 Mataram menunjukkan bahwa pembelaja-rannya masih belum dapat terlaksana dengan optimal. Permasalahan yang sering

(28)

Pem-belajaran yang banyak menerapkan metode tersebut akan berakibat pada pembelajaran fisika yang tidak menarik. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajarannya siswa hanya menerima apa yang diberikan dan melakukan apa yang diperintahkan oleh guru. Permasalahan-permasalahan ini pada akhirnya akan berakibat pada rendahnya hasil belajar fisika siswa. Nilai rata-rata siswa kelas VII SMP N 16 Mataram untuk mata pelajaran IPA fisika sangat rendah yakni 49,20. Masih rendahnya hasil belajar siswa tersebut merupakan indikator rendahnya penguasaan mereka terhadap konsep-konsep fisika sehingga mencer-minkan rendahnya kualitas mutu pendi-didkan fisika .

Penyebab universal masih rendahnya hasil belajar fisika yang diterima oleh para pendidik IPA (fisika) adalah adanya miskonsepsi yang dimiliki siswa. Penye-babnya karena guru fisika mengajar ber-dasarkan asumsi tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa. Dengan asumsi tersebut mereka memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala siswa (Sadia,1996:1).

Fisika yang merupakan bagian dari sains, proses pembelajarannya juga belum dapat berlangsung sebagaimana mestinya sehingga hasil yang dicapai siswa kurang

memuaskan. Hal ini antara lain disebabkan konsep fisika selama ini lebih sering disampaikan guru kepada siswa sebagai fakta, bukan sebagai peristiwa atau gejala alam yang harus diamati, diukur, dan didiskusikan (Mundilarto, 2007).

Belajar menurut pandangan konstuk-tivisme adalah cara pembelajaran yang mengacu kepada kebutuhan siswa sebagai manusia yang pasti diperhatikan kebera-daannya dalam belajar. Konsep mendasar dari konsruktivisme ini adalah bahwa pengetahuan itu tidak dipindahkan secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa. Oleh karena itu, pengetahuan itu disusun oleh pelajar itu sendiri didalam struktur kognitifnya. Hal yang dilakukan guru adalah sebagai fasilitator bagi pembelajaran agar proses penyusunan pengetahuan siswa lebih cepat tercapai (Depdikbud,1998: 3). Bertolak dari kondisi yang telah disebutkan diatas, peningkatan mutu dan hasil pembelajaran fisika di SMP Negeri 16 Mataram diupayakan antara lain melalui penerapan startegi konflik kognitif.

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental yaitu eksperimen yang menggunakan kelompok kontrol (control group experiment), dengan rancangan penelitian sebagai berikut.

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelompok Mengambil nilai tes awal Untuk uji homogenitas Treatmen Tes akhir (postes) KE

KK KK

Tl Tl

XI X2

T2 T2

Keterangan:

KE : Kelas eksperimen KK : Kelas kontol

(29)

Bq Azmi Sukroyanti, Pengaruh Penerapan Strategi Konflik Kognitif

25 T2 : Nilai sesudah perlakuan

XI : Perlakuan kelas eksperimen X2 : Perlakuan kelas kontrol

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 16 Mataram tahun ajaran 2013/2014. Sampel yang diambil yaitu dua kelas, satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VII A dan sebagai kelas kontrol yaitu kelas VII C. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan dua cara yaitu dengan tes dan angket. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar fisika siswa. Sedangkan angket digunakan untuk memperoleh data respon siswa terhadap perlakuan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif.

Sebelum diberikan perlakuan, pada sampel dilakukan uji homogenitas untuk membuktikan kedua sampel homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji-F (Sudjana, 2002):

Data homogen jika Fhitung < Ftabel pada taraf signifikan 5% dengan Ftabel =

F0,95(n1-l)(n2-l). Untuk data tes akhir

dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data tes akhir terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dicari dengan menggunakan rumus chi-kuadrat (Riduwan, 2004):

Dengan fo menyatakan frekuensi yang diobservasi dan fh menyatakan frekuensi

harapan berdasarkan distribusi frekuensi

kurva normal teoritis. Data terdistribusi

normal jika X2hitungX2tabel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan, db=k-3 k adalah jumlah kelas interval. Untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan, maka data tes akhir (hasil belajar) siswa diolah dengan menggunakan uji-t (Sugiyono, 1997).

x = nilai rata-rata kelas eksperimen

2

x = nilai rata-rata kelas kontrol

1

S = standar deviasi kelas eksperimen

2

S = standar deviasi kelas kontrol

1

n = jumlah sampel kelas eksperimen

2

n = merupakan jumlah sampel kelas

kontrol.

Kriteria pengujian

Haditerima dan Hoditolak jika thitungttabel

Data respon siswa terhadap perlakuan dengan strategi pembelaran konflik kognitif dalam bentuk kueisoner secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif dengan mengguna-kan konversi skala 1-5 (5 = sangat baik, 4 =

M (skor maksimal ideal}

(30)

 

i

Kualifikasi respon siswa ditentukan ber-dasarkan pedoman konversi pada tabel berikut ini (Nurkancana, 1992).

Tabel 2. Pedoman Konversi Penilaian Skala 1-5

Kriteria keberhasilan tindakan, apabila respon siswa minimal berkualifikasi cukup atau berada pada konversi nilai 43% - 58%.

Hasil Penelitian

Hasil nilai data awal 42 siswa pada kelas VII SMP N 16 Mataram dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3: Hasil data awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Hasil Postes 42 siswa pada kelas VII SMP N 16 Mataram dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4: Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Dengan menggunakan Uji-F diperoleh Fhitung = 1,08. Berdasarkan tabel distribusi F diperoleh Ftabel untuk F0,95 (41,40) adalah 1,69. Fhitung < Ftabel berdasarkan kriteria yang ada maka antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai kemampuan yang homogen.

Berdasarkan hasil Postes dilakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi hasil yang diperoleh. Berikut ini disajikan uji normalitas dari masing-masing kelompok.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh 2hitung = -1893,2 dan 2 hasil hasil Postes kelas eksperimen terdistribusi normal pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan dari data diperoleh 2

hitung = -686,05 dan 2tabel = 9,49 pada taraf signifikansi 5 % yang berarti 2

hitung < 2tabel. Sehingga hasil Postes kelas kontrol terdistribusi normal pada taraf signifikansi 5 %.

Dari hasil uji homogenitas dan uji normalitas dapat diketahui bahwa hasil dalam penelitian ini adalah terdistribusi normal dan homogen, sehingga uji hipotesis dapat dilaksanakan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai thitung = 2,62 dan nilai ttabel = 2,02 pada taraf signifikansi 5 %, Didapatkan bahwa thitung > ttabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Berdasarkan hasil sebaran angket, diperoleh hasil respon siswa terhadap strategi pembelajaran dengan “Strategi konflik kognitif” sebesar 85,30%

(31)

Bq Azmi Sukroyanti, Pengaruh Penerapan Strategi Konflik Kognitif

27 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang menggunakan uji t diperoleh thitung = 2,62 sedangkan ttabel = 2,02 pada taraf signifikasi 5% karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran yang berorientasi pada “Strategi Konflik Kognitif” terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 24,7% sedangkan untuk kelas kontrol terjadi peningkatan sebesar 4,1%.

Respon siswa dapat diketahui bahwa persentase respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif sebesar 85,30 % yang termasuk kedalam kategori sangat baik berdasarkan pedoman konversi skala 5. Berarti peningkatan hasil belajar siswa diikuti juga dengan meningkatnya minat siswa untuk belajar. Hal ini dapat dipahami karena strategi pembelajaran konflik kognitif siswa diajak untuk memahami konsep-konsep dasar dari materi fisika yang dipelajari.

Strategi pembelajaran yang lebih berpusat pada aktivitas siswa merupakan pembelajaran yang lebih banyak mem-berikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan observasi serta eksplorasi sederhana untuk menemukan konsep-konsep saat pembelajaran berlangsung, pendekatan pembelajarn ini sangat sesuai dengan mata pelajaran IPA, karena menurut Mundilarto (2007) rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran ini disebabkan karena konsep-konsep selama ini disampaikan oleh guru sebagai fakta, bukan sebagai peristiwa/gejala alam yang harus diamati, diukur dan didiskusikan. Jika konsep-konsep

terus disampaikan sebagai fakta maka aspek afektif dan psikomotor siswa tidak berkembang dengan baik.

Kebermaknaan kegiatan pembelajaran IPA dapat dirasakan jika siswa mengalami internalisasi konsep pembelajaran secara mendalam. Untuk mencapai hal tersebut kegiatan belajar harus melibatkan seluruh indra yang ada pada siswa. Kegiatan belajar yang demikian merupakan ciri pembelajaran yang berpusat pada aktivitas siswa. Kegiatan belajar yang dimaksud seperti belajar dengan strategi konflik kognitif yang tidak sekedar menanamkan konsep secara kognitif semata akan tetapi juga dapat mengem-bangkan kemampuan afektif dan psikomotor siswa secara seimbang.

Percobaan yang telah diterapkan dalam penelitian ini merupakan aplikasi dari pernyataan yang telah dikemukakan. Kegiatan pembelajaran dengan percobaan yang telah dilaksanakan memakai alat-alat sederhana, alat dan bahan tersebut mudah didapat dan ditemukan sehingga alat untuk percobaan tersebut bersifat sederhana. Kegiatan pembelajaran dengan percobaan ini dilakukan sebanyak 4 percobaan yang mewakili materi yang ada, karena pada penelitian ini mengambil pokok bahasan wujud zat dan perubahannya yakni tentang mengamati peristiwa adhesi dan kohesi terhadap sifat miniskus, untuk menunjukkan bahwa gas mengalami pemuaian, untuk menentukan massa jenis benda padat, menunjukkan bahwa zat cair berbeda jenis memiliki muai volum yang berbeda.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Deskripsi Statistik
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas
Tabel 5. Hasil Manova untuk Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif
gambar), sedangkan cara simbolik yaitu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa apabila dalam pelaksanaan APBN masih diperlukan persetujuan kembali oleh Termohon I maka hal tersebut akan menyebabkan adanya persetujuan berlapis sehingga Termohon I

Dalam pengertian lain Wakaf Tunai dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang atau surat berharga yang dikelola oleh institusi perbankkan atau lembaga

sesuatu yang berbeda (diferensiasi) perlu dilakukan dalam positioning politik, karena hal ini akan memudahkan masyarakat dalam membedakan produk suatu partai atau

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Padahal sebenarnya tidak demikian, berkerudung justru membuat wanita terlihat semakin cantik dan anggun. Apalagi apabila dilakukan dengan memodifikasi jilbab yang

• Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik... • Pada sisi

Roundtable is one of the teaching techniques that expected to make the students active in learning and can help the students to more active in writing, because the students

Bahwa pembentukan dan susunan perangkat daerah telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah