• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Uji Resistensi dan Sensitivitas Antibiotik Ceftriaxone dan Ciprofloxacin Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUP Fatmawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Uji Resistensi dan Sensitivitas Antibiotik Ceftriaxone dan Ciprofloxacin Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUP Fatmawati"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN UJI RESISTENSI DAN SENSITIVITAS

ANTIBIOTIK CEFTRIAXONE DAN CIPROFLOXACIN

PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH

DI RSUP FATMAWATI

SKRIPSI

DINI SURYA PRATIWI

108102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

ii

KAJIAN UJI RESISTENSI DAN SENSITIVITAS

ANTIBIOTIK CEFTRIAXONE DAN CIPROFLOXACIN

PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH

DI RSUP FATMAWATI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)

DINI SURYA PRATIWI

108102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi Nama : Dini Surya Pratiwi Program Studi : Farmasi

Judul :Kajian Uji Resistensi dan Sensitivitas Antibiotik Ceftriaxone dan Ciprofloxacin Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUP Fatmawati.

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit kedua tersering setelah infeksi saluran napas atas. Uji resistensi dan sensitivitas dilihat dari hasil pemeriksaan zona hambat bakteri terhadap antibiotic Ceftriaxone dan Ciprofloxacin, belakangan ini menunjukkan adanya peningkatan resistensi bakteri penyebab infeksi saluran kemih terhadap golongan chephalosporins dan fluoroquinolones khususnya terhadap Ceftriaxone dan Ciprofloxacin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola spesies bakteri yang ditemukan pada penderita ISK di RSUP Fatmawati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dan dianalisis menggunakan Uji statistic Chi-Square. Dari 350 Kultur Positif, 213 diantaranya adalah penderita ISK dan diperoleh 106 pasien yang masuk dalam criteria inklusi. Bakteri penyebab ISK terbanyak adalah Escherichia coli (58,5%), disusul oleh Klebsiella pneumonia (13,2%), Pseudomonas aeruginosa (5,7%) dan Enterobacter aerogenes (4,7%). Hasil uji resistensi dan sensitivitas pada setiap bakteri berbeda-beda. Sebagian besar bakteri telah resisten terhadap Ceftriaxone dan Ciprofloxacin. Resistensi bakteri tertinggi terhadap antibiotic Ceftriaxone yaitu bakteri Klebsiella pneumonia, Citrobacter koserii, Acinetobacter baumanii, Pseudomonas luteola, Enterobacter cloacae, Serratia marcescens, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus saprophyticus. Resistensi bakteri tertinggi terhadap antibiotik Ciprofloxacin yaitu dengan persentase pada bakteri Enterobacter aerogenes, Acinetobacter baumanii, Klebsiella ozaenae, Raoultella ornithynolytica, Morganella morganii dan Staphylococcus saprophyticus, tetapi pola bakteri yang dihasilkan tidak dapat mewakili kelompoknya pada hasil penelitian, karena jumlah per kelompok sangat sedikit, kemungkinan antibiotik ciprofloxacin ini belum bisa direkomendasikan pada pengobatan ISK yang secara klinis

(7)

vii Name : Dini Surya Pratiwi

Program Study : Farmacy

Title :Study of Antibiotic Resistance and Sensitivity test Ceftriaxone and Ciprofloxacin in patients with Urinary Tract Infection In RSUP Fatmawati

Urinary tract infection ( UTI ) is the second most common disease after upper respiratory tract infection . Test of resistance and sensitivity seen from the results of bacterial inhibition zone against antibiotic Ceftriaxone and Ciprofloxacin , recently showed an increase in resistance to the bacteria that cause urinary tract infections to the class of fluoroquinolones chephalosporins and particularly to Ceftriaxone and Ciprofloxacin . The purpose of this study to determine patterns of species of bacteria found in patients with UTI in Fatmawati . The method used in this study is cross- sectional and were analyzed using Chi - Square test statistic . Of the 350 positive cultures , 213 of them were UTI patients and obtained 106 patients included in the inclusion criteria . Most bacteria that cause UTI was Escherichia coli (58.5%), followed by Klebsiella pneumoniae (13.2%), Pseudomonas aeruginosa (5.7%) and Enterobacter aerogenes (4.7%) . Resistance and sensitivity test results at each different bacteria . Most of the bacteria were resistant to Ceftriaxone and Ciprofloxacin . Highest bacterial resistance to the antibiotic Ceftriaxone is bacteria Klebsiella pneumonia , Citrobacter koserii , Acinetobacter baumanii , Pseudomonas luteola , Enterobacter cloacae , Serratia marcescens , Staphylococcus epidermidis , and Staphylococcus saprophyticus . Highest bacterial resistance to the antibiotic Ciprofloxacin is Enterobacter aerogenes , Acinetobacter baumanii , Klebsiella ozaenae , Raoultella ornithynolytica , Morganella morganii and Staphylococcus saprophyticus , but the pattern of the resulting bacteria can not represent the group on the results of the study , as the number per group is very slight , the possibility of the antibiotic ciprofloxacin can not be recommended in the treatment of UTI is clinically

(8)

viii

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untu mencapai gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

kasih kepada:

1) Ibu Dr Delina Hasan,M.Kes,Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu

dr.Anti Dharmayanti Sp.PK selaku pembimbing kedua, yang memiliki

andil besar dalam proses penelitian, semoga segala bantuan dan bimbingan

ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya

2) Pihak Laboratorium Mikrobiologi Patologi Klinik RSUP Fatmawati yang

telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan

peneliti.

3) Bapak Prof Bapak Prof. DR. dr. M.K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4) Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc, Apt, selaku Ketua Program studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

5) Ibu zilhadia, M.si, Apt selaku penasehat akademik Program studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program

Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

(9)
(10)
(11)

xi

HALAMAN JUDUL………... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISISNALITAS……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iv

HALAMAN PENGESAHAN………. v

ABSTRAK………... vi

ABSTRACT ……….... vii

KATA PENGANTAR………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….... x

DAFTAR ISI……….... xi

1.4 Tujuan Penelitian………... 4

1.5 Manfaat Penelitian……….. 4

2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih………. 6

2.1.2 Jenis Infeksi Saluran Kemih……… 6

2.1.3 Etiologi……… 8

2.1.4 Manifestasi Klinik………... 8

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik………. 8

2.1.6 Penatalaksanaan………. 9

2.2 Bakteri yang Terdapat Pada ISK………. 9

2.2.1 Bakteri Gram-negatif……….. 9

2.2.2 Bakteri Gram-positif ………... 10

2.2.3 Karakteristik Bakteri ISK………... 10

2.3 Antibiotik………. 13

2.3.1 Definisi………... 13

2.3.2 Penggolongan Antibiotik……… 13

2.4 Ceftriaxone………... 17

2.4.1 Efek Samping……….. 17

2.4.2 Dosis……… 17

(12)

xii

2.5 Ciprofloxacin... 18

2.5.1 Efek Samping... 18

2.5.2 Dosis... 19

2.5.3 Farmakokinetik... 19

2.5.4 Mekanisme Kerja………... 19

2.5.5 Mekanisme Resistensi Ciprofloxacin... 19

2.6 Resisten... 19

2.7 Pengambilan Spesimen Urin……… 20

2.8 Pemeriksaan Mikrobiologi………... 23

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 24

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 24

3.2 Rancangan Penelitian... 24

3.3 Populasi dan Sampel... 24

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi... 25

3.5 Langkah Penelitian ... 26

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

4.1 Hasil Penelitian……… 29

4.2 Analisis Univariat……… 30

4.3 Analisis Bivariat……….. 32

4.4 Pola Kepekaan Bakteri……… 34

4.5 Pembahasan………. 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……… 43

5.1 Kesimpulan……….. 43

5.2 Saran………. 44

DAFTAR PUSTAKA……….. 45

(13)

xiii

Halaman

Tabel 1. Karkteristik Dignosis Subjek Penelitian……… 29

Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……….. 30

Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………... 30

Tabel 4. Distribusi Subjek terhadap Antibiotik………...… 31

Tabel 5. Distribusi Subjek Berdasarkan Bakteri Penyebab ISK……….. 31

Tabel 6. Hasil Diagnosis Hubungan antara Penyakit Terkait dan Penyakit Penyerta Pada ISK dengan Jenis Kelamin………... 32

Tabel 7. Hasil Diagnosis Hubungan antara Penyakit Terkait dan Penyakit Penyerta Pada ISK denganUsia………... 33

(14)

xiv BA : Bioavailabilitas

BHI : Brain Heart Infusion Agar

BPH : Benign Prostatic Hyperplasia

CFU : Colony forming Unit

CHF : Congestive Heart Failure

CKD : Cronic Kidney Disease

EMB : Eosin-metilen biru

ISK : Infeksi Saluran Kemih

IVP : Urogram Intravena

PBPs : Penicillin-binding protein

(15)

xv

Halaman

Lampiran 1. Kerangka Konsep……….. 50

Lampiran 3. Skema Pengambilan Data………. 51

Lampiran 4. Data Subjek Penelitian……….. 52

Lampiran 5. Interpretasi Zona Hambat………. 56

(16)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di sepanjang

saluran kemih, termasuk ginjal akibat poliferasi mikroorganisme. Infeksi saluran

kemih dapat dibagi menjadi cystitis dan pielonefritis. Cystitis adalah infeksi

kandung kemih sedangkan pielonefritis adalah infeksi pada ginjal yang dapat

bersifat akut atau kronik (Corwin, 2000).

Infeksi saluran kemih merupakan penyakit kedua tersering setelah infeksi

saluran napas bagian atas (Betz,2009). Berdasarkan penelitian Johansen pada

tahun 2006 menyebutkan angka kejadian ISK dirumah sakit Eropa mencapai 727

kasus setiap tahunnya (Blondeau,2004). Di Amerika infeksi saluran kemih

menyerang 21% wanita dewasa setiap tahunnya, dan 2-4% diantaranya kurang

beruntung karena mengalami infeksi yang terjadi secara terus-menerus dan lebih

dari 5 juta wanita setiap tahunnya mengunjungi dokter karena gangguan infeksi

saluran kemih yang umumnya disebabkan dari infeksi saluran kemih yang tidak

terkontrol dan dapat bekembang menjadi peradangan pada kandung kemih

(Alam,2007). Pada wanita biasanya ISK lebih sering terjadi salah satu

penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri dengan

mudah berkembang hingga kandung kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi

pada pria usia lanjut, meskipun jarang terjadi, penyebab paling sering adalah

prostatitis atau hiperplasia prostat (Corwin, 2000). Berdasarkan hasil penelitian

data di bagian Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan (IRMIK) RSUP

Fatmawati jumlah penderita infeksi saluran kemih rawat inap pada tahun

2010-2011 sekitar 147 orang dan yang paling banyak diderita oleh kaum hawa sekitar

90 orang.

Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri tetapi jamur

dan virus juga dapat menjadi penyebabnya (Corwin, 2000). Bakteri penyebab

paling umum adalah Escherichia coli, organisme aerobik yang banyak terdapat

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

seperti Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus, yang bisa ditemukan pada

pemasangan kateter (Tambayong,2000).

Pada sebuah studi yang melibatkan 4290 sampel kultur urin positif

dilaporkan pula bahwa bakteri patogen tersering pada ISK adalah Escherichia

coli, diikuti dengan Klebsiella pneumonia. Pada penelitian ini juga menyatakan

bahwa bakteri Gram-positif yang paling sering ditemukan pada ISK adalah

stafilokokus (Meher,2011).

Sebagian besar pengobatan ISK menggunakan antibiotik atas indikasi.

Antibiotik yang biasa digunakan adalah Cotrimoxazole, Fluoroquinolone,

Betalaktam contohnya Penicillin dan Cephalosporin, Aminoglycoside (Syarif A

et.al.2007). Beberapa antibiotik yang saat ini masih banyak digunakan dalam

klinis untuk pengobatan ISK adalah ceftriaxone dan ciprofloxacin. Ceftriaxone

merupakan golongan Cephalosporin generasi ketiga yang efektivitasnya sama

dengan generasi pertama dan kedua yaitu efektif terhadap bakteria Gram-negatif,

seperti Pseudomonas aeruginosa, Serratia spp dan Acinetobacter spp, namun

kurang efektif terhadap bakteria Gram-positif (Kee,1997). Ciprofloxacin

merupakan golongan flouroquinolone yang mempunyai daya antibakteri lebih

kuat dan spektrum ciprofloxacin memiliki aktivitas yang sangat luas, baik

terhadap bakteri Gram-positif maupun bakteri Gram-negatif (Delign, 2004).

Dari survei penggunaan antibiotika dibeberapa rumah sakit dan pusat

kesehatan masyarakat banyak dijumpai adanya penggunaan obat antibiotika yang

tidak rasional seperti penggunaan antibiotik yang berlebihan, penggunaan

antibiotik untuk indikasi yang tidak jelas, penggunaan antibiotik dalam dosis yang

kurang tepat, cara pemberian, waktu dan lama pemberian antibiotik yang tidak

sesuai, dapat memberikan berbagai dampak negatif antara lain timbulnya efek

samping atau toksisitas, mempercepat terjadinya resistensi, hingga terjadinya

resiko kegagalan terapi (Staf FK UNSRI,2008).

Resiko kegagalan terapi akibat pemilihan antibiotik yang kurang tepat dan

tidak rasional pada infeksi saluran kemih akan menyebabkan pasien mengalami

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut hasil penelitian Rita Endriani et.al pada tahun 2008 mengatakan

bahwa persentase pola resistensi terhadap antibiotik ceftriaxone cukup tinggi

mencapai 62,50% begitu pula terhadap antibiotik ciprofloxacin yang mencapai

70,59%. Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Yakubu Mava pada tahun 2011 mengatakan bahwa, di Nigeria sensitivitas bakteri

umumnya lebih tinggi terhadap ceftriaxone mencapai 89,2% sedangkan

ciprofloxacin mencapai 86,2% oleh karena itu pola bakteri terhadap ceftriaxone

dan ciprofloxacin perlu dilakukan penelitian kembali khususnya di RSUP

Fatmawati.

Pada institusi pelayanan kesehatan yang besar, ada kecenderungan lebih

banyak obat yang resisten terhadap bakteri. Infeksi yang didapat ketika dirawat di

rumah sakit akan memperpanjang perawatan di rumah sakit sehingga dapat

meningkatkan biaya perawatan (Kee,1996). Karena itu pengetahuan tentang

resistensi sangat penting agar penggunaan antibiotik menjadi lebih rasional.

1.2 Rumusan Masalah

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius

dan merupakan penyakit kedua tersering setelah infeksi saluran napas bagian atas

(Betz,2009). Pada umumnya bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih

yaitu Escherichia coli, namun pada bakteri lain seperti Klebsiella, Proteus dan

Staphylococcus juga dapat ditemukan (Tambayong,2000), sehingga perlu

dilakukan penelitian pola bakteri yang berperan menyebabkan infeksi saluran

kemih.

Terjadinya resistensi obat dapat meningkatkan biaya perawatan dari

penyakit infeksi ISK. Karena itu pengetahuan tentang resistensi sangat penting

agar pemakaian antibiotik menjadi lebih rasional.

Antibiotik ceftriaxone dan ciprofloxacin sering digunakan untuk anti

infeksi namun tidak khusus pada infeksi saluran kemih, hampir semua infeksi

dapat menggunakan antibiotik tersebut, pemberian resep antibiotika oleh dokter

terhadap pasien pun harus lebih rasional untuk menghindari terjadinya resistensi.

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

agar pemberian antibiotik menjadi lebih tepat sehingga bakteri penyebab infeksi

saluran kemih dapat dibasmi secara tuntas dan efektif.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Uraian singkat dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar

bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian.

 Apakah ceftriaxone dan ciprofloxacin yang digunakan dalam pengobatan ISK

di RSUP Fatmawati sudah mengalami resistensi atau masih sensitif?

I.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui resistensi dan sensitivitas antibiotik ceftriaxone dan

ciprofloxacin pada penderita ISK yang dirawat inap maupun rawat jalan di RSUP

Fatmawati

I.4.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui gambaran dan angka kejadian resistensi dan sensitivitas antibiotik

ceftriaxone dan ciprofloxacin pada penderita ISK di RSUP Fatmawati.

 Mengetahui pola spesies bakteri yang ditemukan pada penderita ISK di RSUP Fatmawati.

I.5 Manfaat Penelitian

I.5.1 Secara Metodeologi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui uji

resistensi dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotik pada kasus ISK di rumah

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta I.5.2 Secara aplikatif

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk

pemilihan antibiotik untuk pengobatan ISK di RSUP Fatmawati.

I.6 Justifikasi

Masalah yang berkaitan dengan ISK yang pengobatannya sangat luas,

dalam penelitian ini hanya dibatasi pada analisis uji resistensi dan sensitivitas

bakteri terhadap antibiotik ceftriaxone dan ciprofloxacin dalam pengobatan ISK,

kemungkinan penelitian serupa ini sudah pernah dilakukan namun, pada

penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati.

I.7 Ruang Lingkup

Penelitian yang berjudul “Kajian Uji Resistensi dan Sensitivitas Antibiotik Ceftriaxone dan Ciprofloxacin Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUP

Fatmawati” dengan desain penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai November 2012

1.8 Hipotesis

Bakteri penyebab infeksi saluran kemih diduga mulai resisten terhadap

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (Suharyanto,2009)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah berkembang-biaknya mikroorganisme

didalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri,

virus atau mikroorganisme lain. Tempat yang sering mengalami ISK adalah

kandung kemih (cystitis), uretra (uretritis), dan ginjal (pielonefritis).

2.1.2 Jenis Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih dapat dibedakan dalam dua bentuk infeksi saluran

kemih, yaitu ISK bagian bawah dan ISK bagian atas.

ISK bagian bawah biasanya terjadi tanpa komplikasi umumnya radang

kandung kemih bagian bawah (cystitis) pada pasien dengan saluran kemih normal.

Sistitis dapat bersifat akut atau kronik dan pada cystitis akut urin keluar sedikit

tetapi sering terasa sakit bila peradangan telah menjalar menjadi urethritis

(Tjay,2002). Uretritis adalah peradangan uretra, yang biasanya disebabkan oleh

penyakit menular seksual atau infeksi saluran kemih dan penyebab lainnya adalah

peradangan yang merupakan penyakit sistemik misalnya parotitis atau

trauma.(Corwin 2000)

ISK bagian atas adalah radang kandung kemih di bagian atas yang

merupakan komplikasi dan terjadi pada pasien dengan saluran kemih abnormal,

misalnya adanya batu atau penyumbatan contoh dari ISK ini adalah pyelitis,

pielonefritis dan prostatitis (Tjay,2002). Pielonefritis adalah terjadinya reaksi

inflamasi yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi ini bermula dari

saluran kemih bagian bawah, kemudian naik sampai ke ginjal. Pielonefritis dapat

bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut dapat mempengaruhi sementara fungsi

ginjal, tetapi jarang berkembang sampai ke gagal ginjal dan biasanya dapat

sembuh secara total, sedangkan pielonefritis kronik dapat merusak ginjal secara

permanen karena inflamasi yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berulang dan berlangsung selama beberapa tahun (Baradero,2008). Biasanya

dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks

vesikoureter.(Corwin,2000)

Ada beberapa penyakit terkait erat dengan terjadinya ISK antara lain:

vesikolitiasis yaitu batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan

gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan

daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien

mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis

tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau

magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya.

(Brunner and Suddarth, 2001)

Prostatitis juga merupakan salah satu penyakit terkait dengan ISK ditandai

dengan peradangan prostat yang banyak disebabkan oleh infeksi dengan kuman

yang berasal dari infeksi kandung kemih. Peradangan prostat dapat terjadi pada

pria dengan hiperplasia prostat jinak (Rahardja,2010). Hiperplasia prostat jinak

(benign prostat hyperplasia, BPH) adalah kelainan yang sering terdapat pada

kelenjar prostat. Lebih sering terjadi setelah berusia lebih dari lima puluh tahun

dan berhubungan dengan pembesaran prostat jinak, dibawah pengaruh

testosterone dan usia, pembesaran prostat dapat menyebabkan penyumbatan

keluarnya aliran air kemih (Schwartz.2000). Penyakit terkait dengan ISK lainnya

adalah penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease) yang merupakan

penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan

tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit

mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia. Kondisi ini mungkin

disebabkan oleh glomerulonephritis kronis; pielonefritis, hipertensi tak terkontrol,

obstruksi saluran perkemihan, bahkan termasuk infeksi saluran kemih (Baughman,

Diane C. 2000).

Pada pasien yang sakit berat sering kali menjadi rentan terhadap berbagai

penyakit yang mendasarinya ataupun akibat terapi yang diberikan. Beberapa

penyakit berat seperti anemia, diabetes mellitus, Jantung kongestif (Congestive

heart failure,CHF), kolestasis, sepsis, bronkitis, berhubungan dengan defek imun

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada penderita ISK yang dilakukan tindakan kateterisasi yang dapat menimbulkan

resiko tinggi terkena infeksi bakterial Gram-negatif.

2.1.3 Etiologi (Suharyanto, 2009)

Infeksi saluran kemih disebabkan oleh mikroorganisme patogen misalnya

bakteri Escherichia coli, Streptococcus, Pseudomonas.

Faktor risiko yang umum pada ISK adalah ketidakmampuan atau

kegagalan kandung kemih untuk mengosongkan isinya secara sempurna serta

penurunan daya tahan tubuh dan peralatan yang dipasang pada saluran

perkemihan seperti kateter dan prosedur sistoskopi.

2.1.4 Manifestasi Klinis (Suharyanto, 2009)

Tanda dan gejala yang behubungan dengan ISK bervariasi. Separuh dari

penderita ISK yang ditemukan adanya bakteri dalam urin (bakteriuria)tetapi tidak

menunjukkan adanya gejala (asimtomatik).

Gejala tipikal infeksi saluran kemih adalah nyeri dan rasa panas ketika

berkemih (disuria), frekuensi berkemih meningkat dan terdesak ingin berkemih

(urgency), sulit berkemih dan disertai kejang otot pinggang (stranguria), rasa

nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kemih meskipun telah kosong

(tenesmus), kecenderungan sering buang air kecil pada malam hari (nokturia), dan

kesulitan memulai berkemih (prostatismus).

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik (Suharyanto,2009)  Kultur urin: untuk menentukan kriteria infeksi

Cara perhitungan pertumbuhan koloni pada plate yaitu jumlah koloni pada

plate dikalikan 1000. Bila bakteri < 1000/mL dinyatakan kontaminasi, bila jumlah

bakteri 103-104/mL kemungkinan kontaminasi, bila jumlah bakteri 104-105/mL

dinyatakan kemungkinan infeksi dan bila jumlah kuman > 105/mL dinyatakan

infeksi. (Kass, 1957)

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.6 Penatalaksanaan (Grace,2006)

Pada penderita ISK perlu diketahui penyebab yang mendasar terjadinya

infeksi dan pengobatan dengan antibiotika yang sesuai berdasarkan hasil kultur

urin. Pemberian asupan cairan yang banyak dan pemberian kalium sitrat dapat

menghilangkan disuria. Pada penderita ISK bagian atas, epididimo-orkitis dan

prostatitis, dapat dilakukan terapi antibiotik seperti ciprofloxacin, gentamicin,

cefotaxime, cotrimoxazole secara intravena. Pada penderita cystitis dan ISK

bagian bawah tanpa komplikasi, apabila terjadi infeksi berulang harus

meningkatkan kecurigaan terhadap kemungkinan kelainan lain sehingga

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, jika terdapat respon buruk terhadap terapi,

pertimbangkan suatu infeksi yang tidak biasa seperti tuberculosis (piuria steril),

kandiduria, skistosomiasis, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae dan

pemberian antibiotik per oral. Contohnya trimethroprim, ciprofloxacin,

nitrofurantoin, cefradin.

2.2 Bakteri yang Terdapat Pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.1 Bakteri Gram Negatif  Escherichia coli

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.2 Bakteri Gram-positif

 Staphylococcus epidermidis  Staphylococcus saprophyticus

2.2.3 Karakteristik Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.3.1 Enterobacteriaceae (Jawetz,1996)

Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang Gram-negatif

heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili

ini mencakup banyak genus misalnya Escherichia coli, Shigella, Salmonella,

Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus. Beberapa organisme enterik,

misalnya Escherichia coli, merupakan bagian flora normal dan kadang

menyebabkan penyakit, sementara lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu

bersifat patogen untuk manusia.

Morfologi Enterobacteriaceae tampak berbentuk batang pendek

Gram-negatif. Morfologi khasnya dapat dilihat dalam pertumbuhan pada perbenihan

padat in-vitro, tetapi morfologinya sangat bervariasi dalam bahan klinik.

Biakan bakteri Escherichia coli dan kebanyakan bakteri enterik lain

membentuk koloni bundar, cembung, halus dengan tepi yang nyata. Koloni

Enterobacter serupa dengan bakteri Escherichia coli tetapi agak lebih mukoid.

Koloni Klebsiella besar, sangat mukoid, dan cenderung bersatu bila lama

dieramkan. Beberapa strain Escherichia coli menyebabkan hemolisis pada agar

darah.

Ciri-ciri Pertumbuhan pada kelompok bakteri ini yaitu pola peragian

karbohidrat dan aktivitas dekarboksilasi asam amino serta enzim lain digunakan

dalam pembedaan biokimia. Dalam pembentukaan indol dari triptofan, biasanya

digunakan untuk pengenalan cepat, sementara yang lain, misalnya reaksi

Voges-Proskauer (pembentukan asetil metal karbinol dari dekstrosa). Biasanya

digunakan untuk biakan pada perbenihan “diferensial” yang mengandung zat warna khusus dan karbohidrat, (misalnya eosin-metilen biru [EMB], perbenihan

Mac-Conkey, atau perbenihan deoksikolat) untuk membedakan koloni

peragi-laktosa (berwarna) dari koloni yang tidak meragikan peragi-laktosa (tak berpigmen) dan

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Escherichia coli adalah bagian flora normal usus. Beberapa kelompok

bakteri ini patogen pada manusia, menyebabkan infeksi saluran kemih,

gastroenteritis, meningitis, peritonitis, dan infeksi luka. (Brooker,2009)

Klebsiella bersifat patogen oportunistik dalam keluarga Escherichia.

Klebsiella dapat menyebabkan pneumonia berat, endokarditis, infeksi traktus

urinarius, atau infeksi luka. (Schwartz,2000).

Kelompok Klebsiella, Enterobacter dan Serratia. Spesies Klebsiella

menunjukkan pertumbuhan mukoid. Simpai polisakarida, yang besar, dan

biasanya memberi tes positif untuk lisin dekarboksilase dan sitrat. Kebanyakan,

spesies Enterobacter menghasilkan tes positif untuk pergerakan, asam sitrat, dan

ornitin dekarboksilase dan membentuk gas dari glukosa.

Enterobacter aerogenes mempunyai kapsul kecil yang dapat hidup bebas

seperti dalam saluran usus, serta menyebabkan saluran kemih dan sepsis.

Serratia dapat menghasilkan DNase, lipase, dan gelatinase. Klebsiella,

Enterobacter dan Serratia biasanya memberi reaksi Voges-Proskauer positif.

Kelompok Proteus, Morganella dan Providencia. Anggota kelompok ini

mendeaminasi fenilannin, tumbuh pada perbenihan kalium sianida (KCN), dan

meragikan xilosa.

Proteus menyebabkan infeksi pada manusia, bakteri ini dapat

meninggalkan saluran usus dan berpindah tempat. Spesies ini ditemukan pada

infeksi saluran kemih dan menyebabkan bakteremia, pneumonia, dan lesi fokal

pada penderita yang lemah atau penderita yang menerima infus intravena. Spesies

Proteus dan Morganella morganii bersifat urease-positif, sementara Providencia

biasanya urease-negatif.

Providensia (Providensia rettgeri, Providencia alcalifaciens dan

Providensia stuartii) adalah anggota flora usus normal. Semuanya menyebabkan

infeksi saluran kemih dan sering resisten terhadap pengobatan antimikroba.

Citrobacter secara khas bersifat sitrat positif dan berbeda dari salmonella

karena tidak menyebabkan dekarboksilasi lisin. Bakteri ini sangat lambat

meragikan laktosa. Citrobacter dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.3.2 Pseudomonas aeruginosa (Jawetz,1996)

Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di

lingkungan yang lembab seperti di rumah sakit. Bakteri ini dapat tinggal pada

manusia yang normal, dan berlaku sebagai saprofit. Bakteri ini menyebabkan

penyakit bila pertahanan tubuh inang abnormal.

Morfologi Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang, berukuran sekitar

0,6 x 2µm. Bakteri ini Gram-negatif dan terlihat sebagai bakteri tunggal,

berpasangan, dan kadang membentuk rantai pendek.

Biakan Pseudomonas aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh

dengan mudah pada banyak jenis perbenihan biakan, kadang menghasilkan aroma

manis atau menyerupai anggur. Beberapa strain menghemolisis darah.

Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna

fluoresensi kehijauan yang khas.

Ciri-ciri Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada

suhu 37-42oC, pertumbuhannya pada suhu 42oC dapat membantu membedakan

spesies ini dari spesies Pseudomonas lain. Bakteri ini bersifat oksidase positif dan

tidak meragikan karbohidrat, tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa, biasanya

berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase positif yaitu adanya pigmen yang

khas, dan pertumbuhan pada suhu 42oC. Untuk membedakan Pseudomonas

aeruginosa dari Pseudomonas yang lain, dapat dilihat berdasarkan aktivitas

biokimiawi dan dibutuhkan pengujian dengan berbagai substrat.

2.2.3.3Acinetobacter (Jawetz,1996)

Acinetobacter calcoaceticus adalah spesies bakteri Gram-negatif aerob

yang tersebar luas ditanah dan air dan kadang dapat dibiakkan dari kulit, selaput

mukosa dan sekresi. Acinetobacter yang ditemukan pada infeksi saluran kemih

dapat terjadi melalui pemakaian kateter intravena atau kateter saluran kemih.

Morfologi Acinetobacter biasanya tampak berbentuk kokobasil atau

kokus, bakteri ini menyerupai Neisseria pada sediaan apus, karena bentuk

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.3.4Streptococcus (Jawetz,1996)

Streptococcus adalah bakteri Gram-positif berbentuk bulat/kokus yang

secara khas membentuk rantai selama masa pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar

luas di alam.Beberapa di antaranya merupakan anggota flora normal pada

manusia.

Morfologi pada kelompok bakteri ini memiliki kokus tunggal berbentuk

bulat atau bulat telur, tersusun dalam bentuk rantai. Kokus membelah pada bidang

yang tegak lurus sumbu panjang rantai dan tampak sebagai diplokokus dan

bentuknya kadang menyerupai batang dan kuman ini merupakan salah satu

penyebab penyakit ISK.

Biakan bakteri Streptococcus tumbuh dalam perbenihan padat sebagai

koloni diskoid dengan diameter 1-2mm. Strain ini membentuk koloni mukoid.

Ciri-ciri pertumbuhan Streptococcus cenderung kurang subur pada

perbenihan padat atau dalam kaldu, kecuali yang diperkaya dengan darah atau

cairan jaringan.

2.3 Antibiotik

2.3.1 Definisi (Tjay,2002)

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang

memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan

toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.

2.3.2 Penggolongan Antibiotika

a. Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan luas aktivitasnya, artinya aktif

terhadap banyak atau sedikit jenis kuman, yaitu antibiotika dengan aktivitas

sempit dan antibiotika dengan aktivitas luas.

Antibiotika dengan aktivitas sempit (narrow-spectrum) yaitu antibiotika

yang aktif terhadap beberapa jenis bakteri saja, misalnya penicillin-G dan

penicillin-V, antibiotik erythromycin, clindamycin, asam fusidat hanya bekerja

terhadap kuman Gram-positif. Kanamycin memiliki spektrum kerja terluas dari

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhadap Mycobacteria, tetapi terhadap basil Gram-negatif lainnya 2-3 kali lebih

lemah, kecuali Mycobacterium. Sedangkan streptomycin, gentamicin,

polimiksin-B dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap kuman Gram-negatif.

Antibiotika dengan aktivitas luas (broadspectrum) yaitu antibiotik yang

aktif terhadap berbagai jenis bakteri, baik jenis bakteri Gram-positif maupun

Gram-negatif, misalnya sulfonamide, ampicillin, chepalosporin, cloramphenicol,

tetracyclin dan rifampicin (Tjay,2002). Ampicillin sangat aktif terhadap bakteri

Gram-negatif dan Gram-positif. Tetapi obat ini tidak tahan terhadap

beta-laktamase (Scwartz,2000)

b. Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan tempat kerja, seperti dinding sel,

membran sel, ribosom dan asam nukleat.

Antibiotik yang aktif pada dinding sel bakteri, contohnya penicillin dan

cephalosporins bekerja dengan menghambat biosintesis peptidoglikan. Bacitracin

dan vancomycin bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida sedangkan

sikloserin menghambat sintesis peptida dinding sel.

Antibiotik yang aktif pada membran sel antara lain amphotericin-B dan

nystatin dengan menghambat fungsi membran sedangkan polimiksin-B

menghambat integritas membran.

Antibiotik yang aktif pada ribosom dengan menghambat biosintesis

protein, contohnya lincosamide, tetracycline, aminoglicoside, amphenicol,

macrolide dan glutarimide.

Antibiotik yang aktif pada asam nukleat, contohnya mitomisin-C dengan

menghambat biosintesis ADN, rifampicin menghambat biosintesis mARN,

griseofulvin dengan menghambat pembelahan sel dan actinomycin menghambat

biosintesis ADN dan mARN. (Siswandono,2008).

c. Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimia

Antibiotik Beta-laktam dibagi menjadi tiga kelompok yaitu turunan

penicillin, chepalosporin dan Beta-nonklasik. Turunan penicillin merupakan

senyawa pilihan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Gram-positif dan Gram-negatif. Turunan chepalosporin digunakan untuk pengobatan

infeksi oleh bakteri yang peka terhadap penicillin terutama staphylococci yang

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

umumnya digunakan sebagai penghambat enzim b-laktamase dan antibakteri

Gram-negatif

Turunan amphenicol adalah antibiotika yang terdiri dari chlorampenicol

dan senyawa sintetik analognya. Turunan amphenicol merupakan senyawa

bakteriostatik dengan spektrum luas, bersifat mudah larut dalam lemak sehingga

mudah menembus sel bakteri dengan menghambat biosintesis protein pada siklus

pemanjangan rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan

peptide. Setelah menembus sel bakteri, turunan amphenicol mengikat subunit

ribosom 50-S, menghambat enzim peptidil transferase sehingga mencegah

penambahan asam amino pada rantai peptide.

Turunan tetracycline ini merupakan senyawa bakteriostatik, dimana

bakteriostatik yaitu suatu agensia kimia atau fisik yang mencegah

perkembangbiakan bakteri tetapi tanpa membunuhnya, karena mempunyai sifat

pembentuk kelat dan mampu menghilangkan ion logam yang penting bagi

kehidupan bakteri seperti ion Mg. Di dalam sel bakteri tetracycline mengikat

ribosom 30-S (Siswandono,2008).

Turunan aminoglicosides ini merupakan senyawa bakterisid yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif (antara lain: Staphylococcus

aureus dan Staphylococcus epidermidis) dan Gram-negatif (antara lain :

Escherichia coli, H. influenza, Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Salmonella dan

Shigella) serta efektif terhadap mikobakteri. Turunan aminoglycosides yang sering

digunakan antara lain adalah streptomycin, kanamycin, gentamicin, neomycin,

tobramycin, amikacin, netilmicin, dibekacin dan spectinomycin. Streptomycin dan

kanamycin aktif terhadap kuman tahan asam seperti Mycobacterium. Amikacin

dan tobramycin berkhasiat kuat terhadap Pseudomonas (Tjay,2002;

Siswandono,2008). Gentamicin aktif melawan Enterobacter, Escherichia coli,

Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, Neisseria, Serratia dan Shigella, Namun

aktivitasnya melawan staphylococcus terbatas, biasanya indikasi klinik

gentamicin digunakan untuk infeksi serius yang disebabkan bakteri Gram-negatif.

Neomycin memiliki spektrum antibakteri yang identik dengan kanamycin, yaitu

aktif terhadap Escherichia coli, Enterobacter, Klebsiella, Proteus, dan beberapa

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gonorhoeae dan bakteri Gram-negatif lain.(Staf Pengajar Departemen

Farmakologi FK UNSRI, 2008)

Turunan macrolide, seperti erythromycin merupakan senyawa

bakteriostatik dan hanya efektif pada mikroorganisme yang aktif membelah.

Turunan ini mengikat subunit ribosom 50-S bakteri.

Turunan polipeptida seperti tirotricina, polymyxin-B dan colistin

mempunyai struktur sangat kompleks, mengandung polipeptida yang biasanya

membentuk suatu siklik.

Turunan lincosamides adalah antibiotik yang mengandung sulfur yang

merupakan senyawa bekteriostatik, tetapi pada kadar yang tinggi bersifat

bakterisid. Turunan lincosamides dapat mengikat secara kuat ribosom subunit

50-S bakteri dan menghambat reaksi enzim peptidil transferase sehingga mencegah

pembentukan ikatan peptida dan menghambat sintesis protein bakteri.

Turunan polien, contohnya amphotericin-B, candicidin, dan nystatin

dikarakterisasi oleh adanya cincin besar yang mengandung lakton dan ikatan

rangkap yang terkonjugasi. Antibiotik ini tidak mempunyai aktivitas antibakteri

atau anti riketsia, tetapi aktif terhadap jamur dan yeast. Biasanya antibiotik polien

digunakan sebagai anti jamur.

Turunan ansamycin yaitu rifampicin yang sering digunakan sebagai obat

antituberkulosis, pada umumnya menimbulkan toksisitas tinggi dan hanya

rifampicin yang digunakan dalam klinik.

Turunan anthracycline yaitu daunorubicin HCl, doksorubicin HCl,

epirubicin, dan plicamycin (mithracin), adalah aglikon yang mengandung

kromofor antrakuinon yang mirip dengan tetracycline. biasanya digunakan

sebagai antikanker (Siswandono,2008).

Antibiotik fosfomicyn memiliki spektrum aktivitas yang luas dan bersifat

bakterisidal terutama digunakan untuk infeksi bakteri positif dan

Gram-negatif. Antibiotik ini digunakan sebagai terapi osteomyelitis, infeksi saluran

kemih, infeksi saluran napas, sepsis, serta meningitis yang disebabkan oleh

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4 Ceftriaxone

Sumber: www. drugbank.com

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan chepalosporins generasi ketiga

yang memiliki spektrum antibakteri yang lebih luas dibanding generasi

sebelumnya dan aktif terhadap bakteri Gram-negatif yang telah resisten, lebih

tahan terhadap Beta-laktamase, tetapi kurang aktif terhadap bakteri Gram-positif

(Siswandono,2008)

2.4.1 Efek Samping (Theodorus, 1996)

Reaksi pada darah, kelainan saluran pencernaan, reaksi kulit

2.4.2 Dosis (Tjay, 2002)

Pasien dewasa dan anak berusia lebih dari 12 tahun (atau berat badan lebih

dari 50 kg) adalah 1-2 gram sekali sehari, jika dengan infeksi berat dosis dapat

ditingkatkan sampai 4 gram sekali sehari. Dosis untuk anak berusia 15 hari - 12

tahun adalah 20-80 mg/kg berat badan sekali sehari. Bayi baru lahir berusia

kurang dari 2 minggu diberikan dosis 20-50 mg/kg berat badan sekali sehari.

2.4.3 Farmakokinetik (Ganiswarna,1995)

Antibiotik ceftriaxone diabsorpsi dengan baik setelah pemberian

intramuskular kemudian didistribusikan secara luas menembus plasenta dan

memasuki ASI dalam konsentrasi rendah dan sebagian dimetabolisme serta

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.4 Mekanisme Kerja (Mycek,2001).

Mekanisme kerja chepalosporins (ceftriaxone) sebagai antimikroba yaitu

dengan menghambat sintesis dinding sel, dimana dinding sel berfungsi

mempertahankan bentuk mikroorganisme dan “menahan” sel bakteri, yang

memiliki tekanan osmotik yang tinggi di dalam selnya. Tekanan di dalam sel pada

bakteri Gram-positif 3-5 kali lebih besar daripada bakteri Gram-negatif.

Kerusakan pada dinding sel (misalnya oleh lisozim) atau hambatan

pembentukannya dapat mengakibatkan lisis pada sel.

2.4.5 Mekanisme Resistensi Ceftriaxone (Pratiwi,2008)

Terjadinya resistensi bakteri terhadap ceftriaxone dapat disebabkan oleh

adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme secara alami. Contohnya

adalah Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penicillinase

yang dapat menguraikan penicillin dan chepalosporins.

2.5 Ciprofloxacin

Sumber: www.drugbank.com

Ciprofloxacin digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Gram-negatif, seperti E.coli, P. mirabilis, Klebsiella sp, Shigella sp,

Enterobacter, Haemophylus sp, Chlamydia sp, Salmonella sp,Pseudomonas

aeruginosa, serta bakteri Gram-positif tertentu, seperti Staphylococcus sp dan

Streptococcus sp. (Siswandono, 2008)

2.5.1 Efek Samping (Tjay, 2002)

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.2 Dosis (Tjay, 2002)

Pada ISK secara oral 2 dd 125-250mg dan dosis infus secara intravena 2

dd 100 mg.

2.5.3 Farmakokinetik (Tjay, 2002)

Resorpsinya baik dengan BA (bioavailabilitas) kurang lebih 70% dan

kadar plasmanya maksimal tercapai 0,5-1,5 jam setelah penggunaan oral. PP

(protein plasma)-nya kurang lebih 30%. Di metabolisme menjadi 4-metabolit aktif

yang dieksresi melalui urin (55%) dan feses (39%). Plasma t1/2 nya 3-5 jam dan

bisa mencapai kira-kira 8 jam pada ganguan fungsi ginjal yang serius.

2.5.4 Mekanisme Kerja (Mycek,2001)

Mekanisme kerja pada antibiotik siprofloksasin dengan menghambat

sintesis asam nukleat dimana antibiotik golongan ini dapat masuk ke dalam sel

dengan cara difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membran

luar bakteri secara intra seluler, secara unik obat-obat ini menghambat replikasi

DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase (topoisomerase II)

selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.

2.5.5 Mekanisme Resistensi Ciprofloxacin (Pratiwi,2008)

Antibiotik golongan fluoroquinolones seperti halnya ciprofloxacine yang

terikat pada subunit β enzim DNA girase, dan memblok aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoiling DNA dan penting dalam proses replikasi

DNA. Mutasi pada gen pengkode DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim

yang aktif namun, tidak dapat diikat oleh fluoroquinolones

2.6 Resistensi (Louise, 2003)

Resistensi adalah suatu keadaan yaitu pengaruh obat anti infeksi terhadap

bakteri yang mengakibatkan berkurangnya khasiat antibiotik atau bakteri tersebut

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.6.1 Mekanisme terjadinya Resistensi (Pratiwi,2008)

Mekanisme resistensi bakteri dapat dibedakan menjadi resistensi primer

dan sekunder.

Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami.

Hal ini disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme

sehingga secara alami mikroorganisme tersebut dapat menguraikan antibiotik.

Resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen

antibakteri dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga

memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme, mekanisme ini juga dapat

berlangsung akibat adanya mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktivitas

metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat, contohnya dengan

perubahan pola enzim yang dapat menguraikan antibiotik.

Resistensi opisomal disebabkan oleh faktor genetik diluar kromosom.

Beberapa bakteri memiliki faktor resisten pada plasmidnya yang dapat menular

pada bakteri lain yang memiliki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi

maupun transduksi.

2.7 Pengambilan Spesimen Urin (Nasronudin,2007)

a. Urin kateter

Biasa dilakukan pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit dan

dipasang kateter jangka panjang (indwelling catheter). Pengambilan spesimen

menggunakan kateter adalah berisiko memasukkan bakteri. Jangan mengambil

spesimen dari kantong kateter urin (bed side catheter bag)

Pengambilan dilakukan dengan cara mengambil urin dari catheter port

setelah dilakukan disinfeksi dengan antiseptik dan alkohol. Jika kateter yang tidak

mempunyai catheter port jepitlah kateter (jangan lebih lama dari 30 menit)

kemudian cari tempat diatasnya, lakukan disinfeksi dengan menggunakan spuit

sekali pakai.

Berkenaan dengan cara pembiakan urin yang khusus, jangan lupa member

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Urin porsi tengah (clean catch urine)

Pengambilan urin dengan cara ini paling banyak diterapkan karena mudah.

Namun jika kurang hati-hati, banyak terjadi pencemaran dari flora sekitar

sehingga bisa mengaburkan hasil pemeriksaan mikrobiologis.

Pengambilan dan penampungan urin porsi tengah sebaiknya dilakukan

pada pagi hari dengan membuang 1/3 aliran urin pertama dan terakhir. Bahan

yang dibutuhkan yaitu botol steril bertutup, sabun medis, kasa atau kapas steril,

dan akuades atau air.

Sebelum dilakukan pengambilan urin sebaiknya pasien diberitahu dahulu,

baik secara lisan maupun tertulis cara pengambilan urin yang benar agar spesimen

tidak tercemar. Cara pengambilan urin pada wanita yaitu diawali dengan

mempersiapkan kasa atau kapas steril untuk membersihkan daerah vagina dan

muara uretra. Satu potong kasa atau kapas steril yang telah diberi air sabun, dua

potong kasa steril yang telah dibasahi air dan sepotong lagi dibiarkan kering. Pada

saat membersihkan genital sebaiknya jangan menggunakan larutan antiseptik.

Kedua labia dipisahkan dengan dua jari dan daerah vagina dibersihkan dari arah

depan ke belakang dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun

kemudian bilas daerah tersebut dari arah depan kebelakang dengan potongan kasa

yang dibasahi dengan air. Selama pembilasan, kedua labia tetap dipisahkan

dengan dua jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Pembilasan

dapat dilakukan sekali lagi, kemudian daerah tersebut dikeringkan dengan

potongan kasa steril yang kering.

Taruh botol didepan genital dan jangan menyentuh tepi botol, pada saat

berkemih buang 1/3 urin pertama, dan berikutnya ditampung sebelum 1/3 urin

terakhir, botol harus segera ditutup untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Wadah diberi identitas pasien dan urin dikirim segera ke laboratorium.

Cara pengambilan urin dan penampungan urin porsi tengah pada pria,

diawali dengan mempersiapkan beberapa potongan kasa steril untuk

membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi

dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air dan sepotong lagi

dibiarkan dalam keadaan kering. Pada saat pembersihan daerah penis dan muara

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan satu tangan dan daerah ujung penis dibersihkan dengan kasa yang dibasahi

air sabun. Ujung penis dibilas dengan kasa yang dibasahi air. Pembilasan dapat

dilakukan kembali, lalu daerah tersebut dikeringkan dengan potongan kasa steril

yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih, pada

saat berkemih buang 1/3 urin pertama, dan berikutnya ditampung sebelum 1/3

urin terakhir, tutup segera botol untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Identitas pasien ditulis pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.

Sampel harus diterima satu jam setelah penampungan dan sampel harus sudah di

lakukan pemeriksaan dalam waktu 2 jam. Jika ada penundaan dalam pemeriksaan,

urin harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 4oC

c. Urin aspirasi suprapubik

Pengambilan urin secara suprapubik sebenarnya paling baik, hanya dalam

penerapan klinis banyak hambatan baik bagi penderita maupun petugas

laboratorium atau petugas medis seperti timbulnya rasa kurang nyaman bagi

penderita karena dilakukan langsung dari kandung kemih melalui kulit dan

dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting dalam tindakan

punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang dilakukan oleh tenaga

medis dengan baik pada daerah yang akan ditusuk. Hanya saja untuk biakan

anaerobik, cara ini adalah yang memenuhi syarat. Pengambilan dengan cara ini

dilakukan langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan

semprit dan jarum steril pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis

yang baik pada daerah yang akan disuntikan untuk diambil urinnya, anestesi lokal

pada daerah yang akan disuntik dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila

keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapa pun jumlah koloni yang

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.8 Pemeriksaan Mikrobiologi (SOP,2012)

2.8.1 Cara Pemeriksaan

Alat

Ose standar dari platina yang telah dikalibrasi dengan volume 0,001mL,

Bunsen, inkubator

Bahan

Pewarna Gram, kuman kontrol positif atau negatif, media agar darah,

media agar Mac Conkey

Cara kerja

Pertama, urin dikocok terlebih dahulu agar homogen, kemudian dilakukan

pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram, hasil Gram sementara di

laporkan dengan menggunakan kuman kontrol meliputi jenis kuman dan leukosit

per lapang pandang, selanjutnya urin yang telah ditempatkan pada botol steril

dengan ose standar dari platina, yang telah dikalibrasi dengan volume 0,001,

diinokulasikan dengan membuat satu garis lurus pada bagian tengah lempeng agar

darah dan pada agar Mac Conkey membuat goresan tegak lurus pada garis

pertama dengan menggunakan ose lain, selanjutnya agar darah dan Mac Conkey

tersebut di inkubasikan pada suhu 35-37oC selama 24 jam, bila kuman tumbuh,

dilakukan perhitungan jumlah koloni. Jumlah kuman per mL air kemih didapat

dari hasil perkalian penghitungan jumlah koloni dikalikan dengan 1000.

2.8.2 Interpretasi Hasil (Kass 1957)

Cara perhitungan pertumbuhan koloni pada plate yaitu jumlah koloni pada

plate dikalikan 1000. Bila bakteri < 1000/mL dinyatakan kontaminasi, bila jumlah

bakteri 103-104/mL kemungkinan kontaminasi, bila jumlah bakteri 104-105/mL

dinyatakan kemungkinan infeksi dan bila jumlah kuman > 105/mL dinyatakan

infeksi.

Bila hasil hitung jumlah kuman termasuk kategori infeksi dan

kemungkinan infeksi maka dilanjutkan dengan identifikasi dan uji resistensi. Bila

hasil hitung jumlah kuman termasuk kategori kemungkinan kontaminasi atau

ditemukan pertumbuhan tiga jenis bakteri, maka harus dilakukan biakan urin

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi RSUP Fatmawati,

di Jl. RS Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan mulai

bulan Juli sampai November 2012.

3. 2 Rancangan Penelitian

Desain dalam penelitian ini adalah desain cross sectional (potong lintang)

dengan menggunakan data sekunder untuk mengetahui resistensi dan sensitivitas

antibiotik ceftriaxone dan ciprofloxacin pada bakteri penyebab penyakit infeksi

saluran kemih yang dilaksanakan di RSUP Fatmawati. Dengan desain tersebut

diharapkan tujuan penelitian dapat tercapai.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi target dalam penelitian ini yaitu subjek yang telah didiagnosis

berdasarkan gejala klinis oleh dokter di RSUP Fatmawati sebagai berikut:

 Seluruh subjek yang menderita ISK bagian atas maupun bagian bawah,

seperti: cystitis, urethritis, pielonefritis

 Seluruh penyakit terkait ISK, seperti vesikolitiasis, retensio urin, BPH (benign prostat hyperplasia), CKD (cronic kidney disease).

 Seluruh ISK dengan penyakit penyulit/ penyerta, seperti anemia, bronkitis,

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.2 Sampel

Perhitungan sampel dilakukan sacara purposif didalam penelitian ini.

Dengan besar sampel sebagai berikut:

Besar sampel (n) minimum untuk penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus:

n = Zα2 x PQ d2

keterangan:

n = besar sampel

Zα = deviat baku normal untuk α =1,96 (α= 0,05; Zα dua arah)

P = Proporsi = 0,5

Q = 1-P = 0,5 b

d = tingkatan ketepatan absolute = 0,1

sehingga akan didapat perhitungan sebagai berikut:

n = (1,96)2 x (0,5 x 0,5) =96,04 , jadi n = 100 orang

(0,1)2

Jadi, besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah sebanyak 100 pasien

penderita ISK yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang hasil diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih (ISK) murni,

ISK dengan penyakit terkait ISK dan ISK dengan penyakit penyulit/ penyerta.

2. Pasien yang menggunakan antibiotik ceftriaxone dan ciprofloxacin

3. Pasien memiliki data kultur urin positif yang telah dilakukan uji resistensi dan

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Hasil kultur urin positif dengan penulisan spesies yang tidak lengkap

2. Kasus ISK dengan data uji resistensi dan sensitivitasnya tidak lengkap.

3.5 Langkah Penelitian

3.5.1 Alur Penelitian

3.5.2 Pengumpulan Data

1. Data sekunder dari hasil uji kultur urin penderita ISK

2. Data sekunder hasil uji zona hambat untuk melihat resistensi dan sensitivitas

antibiotik terhadap bakteri yang berasal dari penderita ISK

3. Data sekunder yang di kumpulkan dari rekam medik hasil diagnosis penderita

ISK secara retrospektif

Pengumpulan Data

Data Rekam Medis

Data Data Lab

Pengolahan Data

Analisis Data

Hasil

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, melalui proses hasil tinjauan awal di

laboratorium pusat RSUP Fatmawati dan data yang dikumpulkan berupa :

 Data sekunder hasil pemeriksaan spesimen urin untuk melihat jumlah kuman

> 105k/mL di mulai januari 2012

 Data sekunder hasil pengukuran resistensi bakteri ISK yang ditandai dengan zona hambat.

 Data sekunder status pasien yang di dapat dari rekam medis untuk melihat

diagnosis umur, jenis kelamin, dan pengobatan pasien

3.5.3 Pengolahan Data

 Editing, peneliti melakukan pemeriksaan kembali dan memastikan bahwa semua data sudah sesuai dengan maksud yang diajukan.

 Coding, peneliti melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti

memasukkan data yang diperoleh dari laboratorium dan rekam medis.

 Entry, peneliti memasukan data kedalam sistem komputer dengan

menggunakan software SPSS v20.

 Cleaning, Peneliti melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah

dimasukkan kedalam sistem komputer untuk menghindari terjadinya

ketidaklengkapan atau kesalahan data

3.5.4 Analisis Data

Data yang telah di input kedalam computer menggunakan software SPSS

v20 akan dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

pada variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) yang diteliti.

Variabel independen terdiri dari usia, jenis kelamin, variabel dependennya yaitu

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen dan untuk melihat kemaknaan antara

variabel. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dan dianalisis dengan

tingkat kemaknaan 95% (α = 0.05). Bila P value ≤ 0.05 maka hasil uji statistik bermakna atau adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Bila P value > 0.05, maka hasil uji statistik tidak bermakna atau tidak

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, diperoleh 350 data pasien yang memiliki hasil kultur

positif dari catatan registrasi di Laboratorium Klinik Instalasi Patologi RSUP

Fatmawati , terdapat 213 data pasien yang menderita ISK dan didapat 106 pasien

yang masuk kriteria inklusi dalam penelitian ini.

4.1.2 Tabel 1.Karakteristik Diagnosis Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase ISK + Penyakit Terkait

ISK + Cystitis 27 25,5

ISK + Urethritis 7 6,6

ISK + Pielonefritis 4 3,8

ISK + Prostatitis 5 4,7

ISK + Vesikolitiasis 4 3,8

ISK + Retensio Urin 7 6,6

ISK + BPH 14 13,2

ISK + CKD 18 17,0

ISK + penyakit penyulit/ penyakit penyerta

ISK + Anemia 2 1,9

ISK + DM 8 7,5

ISK + CHF 3 2,8

ISK + Sepsis 3 2,8

ISK + Bronkitis 1 0,9

ISK + Kolestasis 1 0,9

ISK + Ca colon metastasis 1 0,9

ISK + Hipertensi 1 0,9

Total 106 100,0

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ISK dengan Cystitis memiliki persentase

tertinggi 25,5% disusul ISK dengan CKD (17,0%) dan ISK dengan BPH (13,2%) .

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Tabel 2 Distribusi Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki-Laki 59 55,7

Perempuan 47 44,3

Total 106 100,0

Pada tabel 2, menunjukkan bahwa dari 106 subjek penelitian, lebih banyak

subjek laki-laki yang menderita infeksi saluran kemih (ISK) yaitu 55,7 %,

dibandingkan dengan subjek perempuan.

4.2.2 Tabel 3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia

Usia N %

< 20 12 11,3

21-30 8 7,5

31-40 6 5,7

41-50 14 13,2

51-60 20 18,9

≥61 46 43,4

Total 106 100,0

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa dari 106 pasien, penderita ISK terbanyak

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2.3 Tabel 4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan antibiotik

Antibiotik N %

CRO 56 52,8

CIP 50 47,2

Total 106 100,0

Ket: CRO: ceftriaxone; CIP: ciprofloxacin

Dari tabel 4, Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan 106 subjek, paling

banyak 56 subjek yang menggunakan ceftriaxone dan 50 subjek yang

menggunakan ciprofloxacin di RSUP Fatmawati.

4.2.4 Tabel 5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan bakteri penyebab ISK

Bakteri N %

Gram-negatif

Escherichia coli 62 58,5

Klebsiella pneumonia 14 13,2 Pseudomonas aeruginosa 6 5,7 Enterobacter aerogenes 5 4,7 Citrobacter koserii 1 0,9 Acinetobacter baumanii 2 1,9 Pseudomonas luteola 3 2,8 Enterobacter cloacae 1 0.9 Serratia marcescens 1 0,9

Klebsiella ozaenae 2 1,9

Raoultella ornithynolytica 1 0,9 Morganella morganii 1 0,9 Burkholderia cepacia 1 0,9

Gram-positif

Staphylococcus epidermidis 3 2,8 Staphylococcus saprophyticus 3 2,8

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari tabel 5, diatas menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan pada

subjek ISK. Kebanyakan adalah bakteri Escherichia coli (58,5%), diikuti oleh

Klebsiella pneumonia (13,2%), Pseudomonas aeruginosa (5,7%) dan

Enterobacter aerogenes (4,7%). Disamping itu ditemukan juga bakteri

Gram-positif (2,8%) yaitu Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

saprophyticus.

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Tabel 6 Hasil diagnosis hubungan antara penyakit terkait dan penyerta pada ISK dengan jenis kelamin

Diagnosis

Jumlah

N

Jenis Kelamin

Chi-Square

P Laki-laki Perempuan

N % N %

0,070 ISK + Penyakit

terkait

85 51 86,4 34 72,3

ISK + Penyakit penyerta

21 8 13,5 13 27,6

Total 106 59 100,0 47 100,0

Dari tabel 6, menunjukkan bahwa subjek dengan diagnosis ISK dengan

penyakit terkait lebih banyak diderita laki-laki (86,4%) dibandingkan subjek

perempuan (72,3%). Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square

pada kategori jenis kelamin dengan ISK, didapatkan nilai P = 0,070 (P > 0,05),

maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna atau

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.3.2 Tabel 7 Hasil diagnosis hubungan antara penyakit terkait dan

penyerta pada ISK dengan usia

Usia

Jumlah N

Diagnosis Chi Square

P ISK +

penyakit terkait

ISK + Penyakit penyerta

N % N % 0,483

< 20 12 9 10,6 3 14,3

21-30 8 7 8,2 1 4,8

31-40 6 6 7,0 0 0

41-50 14 9 10,6 5 23,8

51-60 20 17 20,0 3 14,3

≥ 61 46 37 43,5 9 42,8

Total 106 85 100,0 21 100,0

Dari tabel 7, menunjukkan bahwa penderita ISK dengan penyakit terkait

memiliki persentase tertinggi (43,5%) pada subjek berusia ≥ 61 tahun. Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori diagnosis ISK dengan

usia, didapatkan nilai P = 0,483 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.4 Pola Kepekaan Bakteri

Gambar

Tabel 1. Karkteristik Dignosis Subjek Penelitian……………………………… 29

Referensi

Dokumen terkait

semuanyaberharapkepada pemerintah (Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng) agar berkenan lebih memperhatikan objek wisata di Desa Ambengan,terutama pada infrastruktur

Berkaitan dengan dokumentasi dan pembaharuan data maka berdasarkan dari dokumentasi dan pembaharuan yang dilakukan oleh pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Uji lanjutan menunjukkan bahwa konversi ransum ayam broiler yang terbaik pada ransum yang diberi enzim Fitase sebanyak 1.000 FTU/kg (2,59 - P4) dan nyata (P &lt; 0,05) lebih

ketergantungan antar ruang dilihat dari konsep ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, harga, pasar) dan perubahannya terhadap migrasi penduduk, tranportasi, lembaga

Oleh karena itu, aplikasi harus dibuat dimana aplikasi tersebut akan menggunakan Algoritma Genetik dan Constraint Satisfaction Problem (CSP) yang merupakan metode untuk

Dari hasil uji statistik didapatkan data terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami terhadap motivasi ibu memberi ASI pada bayi 0-6 bulan, maka

Pengembangan industri kimia di Indonesia mulai dikembangkan terbukti dengan banyaknya Industri kimia yang berdiri serta dibukanya kesempatan untuk penanaman modal asing, baik

pada puncak populasi dengan media kultur yang ditambahkan sumber nutrien berupa bakteri merah berbeda nyata dengan perlakuan pemberian air endapan dedak fermentasi