• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi Untuk Pengeringan Gabah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi Untuk Pengeringan Gabah"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN MODEL PENGERING SPOUTED BED DUA

DIMENSI UNTUK PENGERINGAN GABAH

YUSNITA ONI NAPITU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Model Pengering

Spouted Bed Dua Dimensi untuk Pengeringan Gabah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Yusnita Oni Napitu

(4)

RINGKASAN

YUSNITA ONI NAPITU. Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi untuk Pengeringan Gabah. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN dan DYAH WULANDANI

Spouted bed awalnya dirancang untuk mengatasi proses bubbling dan

slugging yang umum terjadi pada pengering fluidized bed. Pengering ini dapat bekerja secara efektif untuk bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi karena peningkatan suhu bahan terbatas walaupun suhu inlet udara tinggi dengan pencampuran dan waktu relative singkat di daerah spout. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang desain model pengering spouted bed dua dimensi, menguji kinerja ruang pengering dan simulasi kondisi pengeringan.

Desain pengering spouted bed dua dimensi pada penelitian ini terdiri dari bagian persegi panjang dengan tinggi 0.5 m, lebar 0.15 m dan panjang 0.2 m. Bagian bawah ruang pengering berbentuk sisi miring dengan kemiringan 60o yang dihubungkan dengan saluran inlet udara dengan dimensi 0.02 m x 0.15 m. Suhu udara selama pengeringan adalah 80 oC dan kadar air awal 29, 26.4 dan 23% basis basah (bb). Kapasitas pengering adalah 3 kg/jam dengan laju pengeringan bervariasi yaitu 4.35 – 12 %bk/jam. Massa bahan yang tinggal di dalam ruang pengering adalah 0.1 kg. Model matematika yang digunakan untuk menduga profil suhu udara, suhu gabah, kelembaban mutlak udara dan kadar air adalah model Nellist et al. (1987). Pendugaan kadar air keluaran tipe kontinyu menggunakan model yang dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992).

Data pengujian menunjukkan bahwa suhu udara di daerah spout akan menurun secara signifikan terhadap posisi aksial ruang pengering tetapi pada daerah downcomer suhu udara bernilai fluktuatif. Nilai MAPE suhu udara daerah

spout bernilai kurang dari 4.45% dan pada daerah downcomer kurang dari 8.51%. Dari nilai MAPE tersebut dapat disimpulkan bahwa model Nellist et al. (1987) dapat digunakan untuk menduga parameter selama proses pengeringan. Suhu gabah dan kelembaban mutlak udara pada daerah spout menunjukkan bahwa nilai akan naik secara bertahap sementara untuk daerah downcomer nilai menurun secara bertahap terhadap posisi aksial. Hasil simulasi kadar air daerah spout dan daerah

downcomer mengalami penurunan nilai terhadap waktu. Penurunan kadar air daerah spout lebih besar dibandingkan daerah downcomer karena pada daerah spout

laju aliran udara lebih besar. Nilai MAPE pendugaan kadar air keluaran dengan model Zahed dan Epstein (1992) adalah 7%.

Rendemen beras kepala bernilai 39 - 46.5%, rendemen penggilingan bernilai 65 – 67%. Konsumsi energi panas selama proses pengeringan adalah 5.14 – 9.48 MJ/kg air yang diuapkan dan nilai konsumsi energi total adalah 8 – 16 MJ/kg air yang diuapkan.

Kata kunci : Model matematika, Pengeringan gabah, Pengering spouted bed

(5)

SUMMARY

YUSNITA ONI NAPITU. Design Model of Two-Dimensional Spouted Bed Dryer for Paddy Drying. Supervised by LEOPOLD OSCAR NELWAN and DYAH WULANDANI.

Spouted bed is originally developed as an alternative method of bubbling and slugging process in fluidized bed dryer. Spouted bed allows more efficient for drying heat sensitive materials since the rise in material temperature is limited by through mixing and short dwelling time in the spout. The objectives of this study were to design model of two-dimensional spouted bed dryer (2DSB), to test the performance of 2DSB and to predict air temperature, grain temperature, absolute humidity and moisture content during the drying process.

Design of 2DSB in this study consisted of vertical rectangular chamber 0.5 m in height, 0.15 m width and 0.2 m length. The two-sided slanted base inclined at 60o to the side wall was connected to rectangular (0.02 m x 0.15 m) air entry slot. Drying air temperature at 80 oC and different paddy initial moisture contents (at 29.07 %wb, 26.4 %wb and 23 %wb) were used. Drying capacity of the dryer was 3 kg/hr and drying rates were found to vary between 4.35 – 12 %db/hr. The holding capacity of the dryer was at 0.1 kg. A mathematical model developed by Nellist et al. (1987) was adopted to predict air temperature, grain temperature, absolute humidity and moisture content during the drying process. A mathematical model by Zahed and Epstein (1992) was adopted to predict moisture content for continuous drying.

The data showed that air temperature profiles in spout region dropped significantly with the axial positions while downcomer regions resulted fluctuated value. MAPE value of air temperature in spout region was less than 4.5% and within downcomer was less than 8.51%. From the MAPE value, it can be concluded that Nellist model was accepted to be adopted in this simulation. Grain temperature and absolute humidity in the spout region increased gradually while they decreased in the downcomer region in axial position. The moisture content decreased both in spouted and downcomer regions. Moisture reduction in spout region was higher than in downcomer regions because of the higher air flow rate in spout region. The MAPE value of moisture predictions with Zahed and Epstein (1992) mathematical model was less than 7%.

Head rice yield (HRY) was in range of 39 – 46.5% and milling rice yield was in range 65 – 67%. Heat energy consumption in this study was in range of 5.14 – 9.48 MJ/kg of water evaporated, and total energy consumption was in range of 8 – 16 MJ/kg of water evaporated.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

DESAIN MODEL PENGERING SPOUTED BED DUA

DIMENSI UNTUK PENGERINGAN GABAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema umum yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan judul Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi untuk Pengeringan Gabah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi dan Ibu Dr Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, dan Bapak Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku dosen penguji pada sidang tesis yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ayah (Donni Napitu), ibu (Rosita Pardede), adik (Roy Napitu, Leni Napitu dan Lena Napitu) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Abdullah Taufiq Kharisma atas motivasi dan bantuan yang diberikan selama penelitian ini. Terimakasih juga saya ucapkan kepada Bapak Harto selaku teknisi Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Mas Firman, Nurbaiti, Kak Robert, Kak Ubay, Kak Sapar serta teman – teman TMP yang telah menjadi rekan seperjuangan penulis selama menempuh studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SIMBOL xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Gabah 3

Beras 6

Pengering Spouted bed 6

3 METODE 9

Waktu dan Tempat Pelaksanaan 9

Bahan dan Alat 9

Tahapan Penelitian 10

Perumusan kriteria rancangan 10

Perancangan 10

Analisis teknik alat 11

Gambar teknik 12

Pembuatan alat 13

Model matematika pengeringan spouted bed 13

Model matematika pengering tipe kontinyu 15

Prosedur Pengujian 17

Pengujian alat 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Desain pengering spouted bed dua dimensi 23

Profil suhu dalam ruang pengering 25

Validasi Model Matematika Pengering Spouted Bed 27

Hasil Simulasi Sebaran Suhu Udara 27

Hasil Simulasi Sebaran Suhu Gabah 30

Hasil Simulasi Kelembaban Mutlak Udara 31

Hasil Simulasi Penurunan Kadar Air Gabah 32

(12)

Tekanan 34

Penurunan Kadar Air 35

Mutu Gabah Hasil Pengeringan dan Konsumsi Energi 37

5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

Kesimpulan 40

Saran 41

6 DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 47

(13)

DAFTAR TABEL

1 Mutu fisik gabah galur padi berkadar besi tinggi 5

2 Data karakteristik gabah 5

3 Karakteristik dan dimensi beberapa komoditas gabah 5 4 Persyaratan mutu beras giling menurut SNI RSNI 01-6128-2008 6 5 Parameter yang digunakan selama proses pengeringan 28

6 Kondisi yang digunakan saat simulasi 28

7 Nilai MAPE data hasil simulasi dan eksperimen suhu udara 29 8 Nilai MAPE model pendugaan kadar air gabah tipe kontinyu 33 9 Penurunan kadar air dan lama pengeringan selama proses pengeringan 35 10 Perbandingan rendemen pengering spouted bed dan suhu udara

lingkungan 37

11 Rendemen gabah dan konsumsi energi selama proses pengeringan 39 12 Hubungan kadar air awal gabah dengan kualitas beras 40 13 Kalibrasi termokopel terhadap termometer standar 48 14 Kalibrasi sensor LM35DZ terhadap termometer standar 48

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur Gabah 4

2 Diagram skematik spoutedbed tipe konvensional silinder 7 3 Beberapa tipe pengering spouted bed (Passos et al. 2011) 8

4 Skema ruang pengering dua dimensi 23

5 Skema rancangan alat 24

6 Diagram alir tahapan penelitian 11

7 Skema penentuan jarak nomal jika Ws = Wi 12

8 Skema penentuan jarak normal jika Ws > Wi 12 9 Skema aliran bahan dan udara pada satu lapisan 15

10 Tahapan simulasi pada daerah spout 17

11 Diagram alir proses penggilingan dan pemutuan gabah 19

12 Titik pengukuran suhu dan tekanan 20

13 Suhu udara pada daerah spout selama proses pengeringan 26 14 Sebaran suhu udara di daerah downcomer kanan 27 15 Sebaran suhu udara di daerah downcomer kiri 27 16 Validasi suhu udara di daerah spout pada proses pengeringan 29 17 Validasi suhu udara daerah downcomer pada proses pengeringan 30

18 Suhu gabah pada daerah spout 30

19 Suhu gabah pada daerah downcomer 31

20 Kelembaban mutlak udara daerah spout 31

21 Simulasi kelembaban udara mutlak daerah downcomer 32

22 Hasil simulasi penurunan kadar air 33

(14)

24 Grafik penurunan kadar air gabah yang keluar dari ruang

pengering 36

25 Laju pengeringan bahan selama proses pengeringan 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kalibrasi termokopel dan sensor suhu LM35DZ 48

2 Skema sistem pengumpanan 49

3 Skema screw feeder 50

4 Skema siklon 51

5 Skema alat pengering 52

6 Skema ruang pengering 53

DAFTAR SIMBOL

Ar Bilangan Archimedes

Cpa Panas spesifik udara saat tekanan konstan (kJ/kgK) Cpg Panas spesifik bahan saat tekanan konstan (kJ/kgK) Cpl Panas spesifik air (kJ/kgK)

Cpv Panas spesifik bahan uap air (kJ/kgK) dp Diameter bahan (m)

dz Ketebalan (m)

E(θ) Fungsi distribusi bahan keluar G Laju aliran massa (kg/m2s) g Gravitasi (m/s2)

Ga Laju aliran massa udara (kg/m2s)

Ga,d Laju aliran udara daerah downcomer (kg/m2s) Ga,s Laju aliran udara daerah spout (kg/m2s)

Gp,d Laju aliran bahan daerah downcomer (kg/m2s) Gp,s Laju aliran bahan daerah spout (kg/m2s)

Gp Laju aliran massa bahan (kg/m2s) h Ketinggian air (mm)

H Kelembaban mutlak udara (kg kadar air/ kg udara kering) HD Tinggi draft plates (m)

He Jarak antara draft plates dan plat distributor (m) HE Ketinggian jarak pisah (m)

Hr Tinggi total ruang pengering (m)

Hmax Tinggi tumpukan maksimum bahan di dalam ruang pengering (m) Ho Tinggi tumpukan awal bahan (m)

hS Koefisien pindah panas volumetrik (kJ/sm3K) Hv Panas laten penguapan air (kJ/s)

I(θ) Distribusi waktu selama proses pengeringan k Koefisien pengering (1/s)

(15)

KAt+Δt Kadar air bahan saat t+Δt (% basis basah)

La Panas laten penguapan air pada suhu 0oC (kJ/kgK) Lr Lebar total ruang pengering (m)

Lg Panas laten penguapan air di dalam biji (kJ/kg) M Nilai kadar air tertentu (desimal basis kering) MAPE Nilai tengah kesalahan persentasi absolute

M Kadar air rata-rata bahan pada proses batch (g/g) A

m

Laju aliran massa udara kering (g/menit) B

m Massa hold up bahan di dalam ruang pengering (g) B

m

Laju aliran massa bahan kering (g/menit) in

m

Laju aliran massa bahan masuk ruang pengering (kg/s) Me Kadar air kesetimbangan (desimal basis kering)

Mf Kadar air akhir sampel (%bk) Mi Kadar air awal sampel (%bk) Mo Kadar air awal (g/g)

m1 Berat bahan dan cawan sebelum dimasukkan ke dalam oven (g) m2 Berat bahan dan cawan setelah di oven (g)

mo Berat cawan tanpa bahan (g) muap Jumlah air yang diuapkan

ΔP Penurunan tekanan (Pa) PEi Persentasi error

Ppl Tekanan statis daerah plenum (Pa) Pr Panjang total ruang pengering (m) Ps Tekanan statis (Pa)

Q massa air yang ditambahkan (kg)

Qv,min Total energi panas pada pengering tipe kontinyu (kW) Qheater Daya heater yang dibutuhkan (kW)

Ql Total konsumsi energi listrik (kW) Qmotor listrik Energi motor listrik (kW)

Qblower Energi blower (kW) t Waktu (s)

t Waktu tinggal bahan di dalam ruang pengering (menit) tp Ketebalan dari draft plates (m)

Ta Suhu udara (oC) Tg Suhu gabah (oC)

Tg,a Suhu ruangan di dalam ruang pengering (oC)

Tg,in Suhu udara yang masuk ke dalam ruang pengering (oC) Tgo Suhu awal gabah (oC)

vi Nilai sebenarnya �

̂ Nilai simulasi

Vmf Kecepatan minimum superficial fluida (m/s) VT Kecepatan terminal partikel (m/s)

(16)

WD Jarak antara kedua draft plates (m)

Wi Saluran inlet udara berbentuk persegi panjang dengan dimensi panjang (m)

Wg Laju aliran massa udara (kg/s)

Wo Jarak normal dari saluran inlet udara (m) Ws Laju pengumpanan bahan (kg/s)

ws Jarak draft tube (m) Wt Massa awal sampel (kg)

Xin Kadar air masuk (desimal basis kering) Xout Kadar air keluar (desimal basis kering)

z Ketebalan lapisan (m)

Huruf Yunani

δ perubahan

ρ densitas (kg/m3)

Δ selisih

θ waktu tidak berdimensi (t/t)

ϕ kebundaran bahan

ρf densitas udara (kg/m3) f

 viskositas fluida

ρs densitas bahan, kg/m3

θs kemiringan sudut ruang pengering, o

θ0 besar sudut antara draft plates dengan sisi miring bawah ruang pengering di titik D, o

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah mempunyai prioritas yang diarahkan kepada sektor pertanian terutama beras (gabah) dalam orientasi pertumbuhan ekonomi untuk penduduknya. Penanganan panen dan pasca panen mempunyai peran yang strategis dalam upaya penyediaan bahan pertanian karena dapat menekan kehilangan hasil sekaligus memperbaiki kualitas produksi. Susut (kehilangan) dalam kegiatan pasca panen berdasarkan data Badan Litbang Pertanian (2011) adalah pada proses pemanenan (9.41%), perontokan (4.42%), penggilingan (2.24%), pengeringan (1.78%), penyimpanan (0.67%) dan pengangkutan (0.23%). Menurut Anugrah dan Husnah (2015), susut pasca panen yang dimaksud adalah gabah yang lenyap tanpa sepengetahuan dan seizin petani. Gabah yang hilang adalah pengurangan atau penurunan berat gabah akibat tercecer yang tidak dapat diambil kembali oleh petani baik kuantitas maupun kualitas selama proses penanganan pasca panen. Kehilangan kuantitatif ditujukan kepada jumlah bobot sedangkan kehilangan kualitatif ditujukan kepada penurunan mutu (kualitas). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kehilangan hasil padi antara lain : varietas padi, umur panen padi, alat panen, sistem panen, perilaku pemanen dan perontok padi.

Pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam upaya mempertahankan kualitas gabah dan beras. Pengeringan dapat memperlambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan selama masa simpannya. Pengeringan dapat dilakukan dengan metode konvensional dan mekanis. Penjemuran merupakan cara pengeringan konvensional yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis pada daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit dilakukan dan berakibat pada nilai susut dan kualitas padi yang dihasilkan.

(18)

2

Salah satu jenis FBD adalah pengering spouted bed. Pengering spouted bed

tidak seperti tumpukan fluidisasi dimana partikel bergerak secara acak. Gerakan partikel di dalam spouted bed bersirkulasi ulang secara teratur sehingga pengering dengan tipe batch maupun kontinyu dapat diterapkan (Mujumdar 2006). Pengering tipe spouted bed juga dapat diaplikasikan ke partikel tipe D menurut klasifikasi karakteristik fluidisasi oleh Geldart.

Keuntungan pengering tipe spouted bed ini adalah kinerja dari panas yang digunakan dapat ditingkatkan sampai suhu tinggi tanpa menyebabkan adanya penurunan kualitas yang signifikan pada produk. Hal ini disebabkan karena partikel yang berada pada wilayah spout merupakan fraksi dari total waktu pengeringan. Selama waktu pengeringan, kadar air permukaan bahan akan menguap dan gradien antar partikel di dalam bahan yang terbentuk semakin tinggi. Tingginya sirkulasi partikel dan laju transfer massa dan panas pada spouted bed tidak akan lebih dari 50-80 oC walaupun suhu udara masuk pengering 160 oC (Chandra dan Sodha 1986). Selain itu, penurunan tekanan sebagai fungsi tinggi tumpukan lebih kecil dari 75%.

Kekurangan sistem pengeringan gabah spouted bed konvensional adalah tingginya penurunan tekanan. Namun, hal ini dapat diatasi dengan penambahan unit

draft tubes di bagian tengah ruang pengering sehingga ruang pengering terdiri dari daerah anulus dan spout. Penambahan unit ini menyebabkan sirkulasi bahan di dalam ruang pengering menjadi lebih stabil dan penurunan tekanan menjadi lebih kecil (Viswanathan et al. 1986). Wetchama et al. (2001) melakukan pengeringan gabah dengan spouted bed dua dimensi dilengkapi dengan draft plates dan diperoleh bahwa kandungan beras kepala meningkat ketika gabah memiliki kadar air awal 45.56% bk (basis kering) dan dikeringkan dengan temperatur lebih dari 130 oC. Namun pada kadar air rendah yaitu 37.8% bk, beras kepala menurun ketika suhu inlet meningkat. Hanya penelitian Nguyen et al. (2001) melaporkan bahwa pada pengering spouted bed tipe segitiga dapat menurunkan kadar air gabah sekitar 18% bk dengan hasil beras kepala yang memuaskan walaupun suhu inlet udara sampai 160 oC. Penurunan tekanan maksimum pada awal spouting adalah 2000-3600 Pa dan penurunan tekanan berada pada batas antara 1400 - 2300 Pa.

Untuk mensimulasi pengeringan spouted bed, model pengeringan di dalam tumpukan mencakup persamaan kesetimbangan massa, kesetimbangan energi dan kinetika pengeringan. Model pengeringan tipe batch untuk gabah dikembangkan oleh Zurith dan Singh (1982) menggunakan model semi teori dari desorpsi panas-penguapan sebagai fungsi dari suhu dan kadar air. Untuk memprediksi kadar air, Zurith dan Singh (1982) mengasumsikan dengan konstanta difusi konstan selama proses pengeringan (Madhiyanon et al. 2007). Madhiyanon et al. (2007) mengembangkan persamaan yang terdiri dari persamaan kesetimbangan massa, kesetimbangan energi, pindah panas dan difusi pengeringan yang diselesaikan dengan metode numerik. Aliran bahan di ruang pengering diasumsikan bergerak dengan prinsip plug flow walaupun kondisi sebenarnya perilaku bahan berbeda dengan prinsip plug flow. Nellist et al. (1987) juga mengembangkan model yang dapat digunakan untuk pengeringan dengan tipe aliran co-flow dan counter-flow.

Di dalam pengering spouted bed dua dimensi, aliran bahan diasumsikan bergerak dengan tipe co-flow untuk daerah spout dan counter-flow untuk daerah downcomer.

(19)

3 Proses pengeringan merupakan kegiatan pascapanen yang tidak hanya mengonsumsi sejumlah energi tetapi juga akan mempengaruhi kualitas bahan yang dihasilkan terutama gabah. Oleh karena itu, proses pengeringan untuk kapasitas yang besar hal ini menjadi sangat penting. Untuk merancang pengering tipe batch

maupun kontinyu, parameter dalam proses pengeringan sebaiknya diprediksi dengan simulasi. Simulasi merupakan metode paling murah dan hemat waktu untuk mengontrol dinamika dari proses pengeringan sehingga dapat mengoptimalkan kinerja pengering dari segi konsumsi energi dan kualitas produk yang dihasilkan. Hasil simulasi berupa suhu udara dan kelembaban mutlak udara dapat digunakan menduga kebutuhan energi minimum yang dibutuhkan dalam proses pengeringan dengan lebih tepat, juga dapat ditambahkan suatu proses seperti unit resirkulasi udara dan peningkatan kapasitas pengeringan jika suhu udara dan kelembaban mutlak udara masih bernilai tinggi. Kualitas produk dapat diduga dari hasil simulasi peningkatan suhu gabah dan kemudian dibandingkan dengan hasil literatur.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Merancang model pengering skala laboratorium dan menguji kinerja pengering spouted bed dua dimensi

2. Menduga sebaran suhu udara, suhu gabah, kelembaban mutlak udara dan kadar air di pengering spouted bed dua dimensi dengan model Nellist et al. (1987)

3. Menduga kadar air rata-rata bahan yang keluar dari ruang pengering dengan model Zahed dan Epstein (1992)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Gabah

Gabah merupakan biji padi yang memiliki klasifikasi tertentu yang membedakannya di pasaran sesuai dengan permintaan konsumen. Klasifikasi ini ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis gabah, kualitas gabah, dan kadar air gabah. Klasifikasi gabah diperlukan untuk mengetahui mutu gabah dari proses pengeringan dan juga proses penyimpanan.

(20)

4

Gambar 1 Struktur Gabah

Berdasarkan tingkat kekeringannya, gabah dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis antara lain:

1. Gabah kering panen (GKP), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih dari 18% bb tetap sampai 25% basis basah (bb).

2. Gabah kering simpan (GKS), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar air antara 14% bb sampai 18% bb.

3. Gabah kering giling (GKG), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar air maksimal 14% bb.

Tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak beras seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.

Dalam proses perancangan suatu alat sangat penting untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik perilaku bahan yang akan diuji. Selain proses perancangan, manfaat lain untuk mengetahui karakteristik bahan yang diuji adalah pengembangan produk baru dan pengkajian/evaluasi performansi atau efisiensi sebuah proses atau kontrol. Pada pengolahan padi khususnya pengeringan, karakteristik yang berperan penting dalam proses perancangan adalah:

1. Karakteristik fisik bahan terdiri dari bentuk, ukuran (panjang, tinggi, lebar, diameter), luas permukaan dan berat jenis.

2. Karakteristik mekanik bahan terdiri dari kekerasan impact, gesekan, kompresi.

3. Karakteristik air dalam bahan

4. Karakteristik panas bahan terdiri dari panas jenis, konduktifitas, entalpi, panas laten, difusivitas panas.

(21)

5

transition selama proses pengeringan gabah. Tg merupakan suhu dimana karakteristik bahan berubah dari keadaan glassy ke kondisi rubbery. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa gabah yang dikeringkan pada suhu 60oC bisa terjadi tanpa mengurangi jumlah beras kepala jika gabah di tempering terlebih dulu sebelum di dinginkan.

Pada Tabel 1 dibawah ini disajikan persyaratan khusus kadar air gabah untuk pengadaan pangan dalam negeri berdasarkan standar mutu gabah SNI No.0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993. Tabel 2 menyajikan data karakteristik dari gabah (Jayas dan Cenkowski 2006). Tabel 3 menyajikan data karakteristik dan dimensi gabah (Hasbullah dan Dewi 2009).

Tabel 1 Mutu fisik gabah galur padi berkadar besi tinggi

Galur/ Varietas Kadar air (%) Densitas (g/l) Bobot 1000 butir (g) Butir hampa + kotoran (%) Butir hijau + kapur (%) Rendemen BPK (%) Rendemen beras giling (%)

BP146D 12.8 502 22.9 1.1 1.54 77.84 64.26

BP138E 11.6 481 25.9 1.26 1.48 78.44 6385

IR65600 11.7 480 22.6 0.5 4.02 81 67.09

IR66750 11.2 456.5 22.7 0.38 8.6 78.04 61.41

IR71218 10.8 474 26.4 0.24 8.74 77.75 63.85

IR68144 11.4 492 17.7 1.86 8.14 76.04 63.74

Ciherang 11.5 480 22.5 2.66 6.76 74.38 64.46

Tabel 2 Data karakteristik gabah

Sifat Nilai Satuan

Bulk density 579 kg/m3

Kadar air 12.4 % basis basah

Porositas 46.5 %

Densitas 1120 kg/m3

Kapasitas panas (gabah) 1109 J/kgK Kapasitas panas (beras putih) 1197 J/kgK Kapasitas panas (beras) 1637 J/kgK Difusivitas panas 1.64.10-06 m2/s

Tabel 3 Karakteristik dan dimensi beberapa komoditas gabah

Varietas Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio panjang/lebar

Ciherang 10 2.73 3.66

Hibrida 9.97 2.82 3.54

(22)

6

Beras

Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3%, atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto 2001). Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok, yaitu (i) mutu giling, (ii) mutu rasa dan mutu tanak, (iii) mutu gizi, dan (iv) standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan (transluency), dan beras chalky. Sedangkan dalam program pemuliaan padi, komponen mutu beras dapat dikelompokkan atas (i) rendemen giling, (ii) penampakan, bentuk, dan ukuran biji, dan (iii) sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani 1991).

Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala utama bagi produksi beras adalah banyaknya beras yang pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya mutu beras (Allidawati dan Kustianto 1989). Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam RSNI 01-6128-2008. Mutu beras giling menurut SNI ini dibedakan menjadi beras mutu I, mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu beras giling menurut SNI ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persyaratan mutu beras giling menurut SNI RSNI 01-6128-2008

No Komponen Mutu Satuan Mutu

I II III IV V

1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 95

2 Kadar air (max) (%) 14 14 14 14 14

3 Beras kepala (min) (%) 95 89 78 73 60

4 Butir patah total (max) (%) 5 10 20 25 35

5 Butir menir (max) (%) 0 1 2 2 5

6 Butir merah (max) (%) 0 1 2 3 3

7

Butir kuning/rusak

(max) (%) 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (max) (%) 0 1 2 3 5

9 Benda asing (max) (%) 0 0.02 0.02 0.1 0 10 Butir gabah (max) Butir/100 gr 0 1 1 2 3

Pengering Spouted bed

(23)

7

spout dan fountain (Gambar 2). Saluran inlet udara berada pada bagian bawah pada posisi tengah ruang pengering.

Cara kerja pengering tipe ini adalah bahan yang telah dimasukkan dari bagian atas kemudian ditiupkan udara yang cukup kuat yang berasal dari saluran inlet

bagian bawah ruang pengering. Hal ini akan menyebabkan bahan akan terbang dan pada ketinggian tertentu akan jatuh kembali ke daerahanulus. Bahan yang jatuh ke daerah anulus akan terus bergerak ke daerah spout dan kemudian tertiup oleh udara

inlet kembali ke atas. Siklus ini akan terjadi terus menerus jika udara terus ditiupkan dari bagian bawah. Sifat hidrodinamika ini kemudian menarik para ahli kala itu karena dianggap unik dan dinamakan spouted bed. Bagian pusat ruang pengering dinamakan spout, daerah sekitar spout dinamakan anulus dan bahan yang terdapat di atas permukaan tumpukan bahan pada daerah spout dan kembali turun ke daerah anulus dinamakan fountain (Gambar 2). Untuk menghilangkan dead spaces pada bagian bawah ruang pengering, biasanya digunakan dasar berbentuk kerucut (untuk tipe konvensional) atau bidang miring (biasa digunakan untuk tipe dua dimensi). Pengering tipe spouted bed dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu tipe konvensional silinder (Gambar 3a), conical-cylindrical (Gambar 3b), dua dimensi (Gambar 3c) dan segitiga (Gambar 3d).Alat pengering konvensional yang banyak terdapat di pasaran adalah yang berbentuk silinder (Gambar 3a). Keuntungan pengering spoutedbed tipe silinder adalah mudah dalam penanganan untuk partikel berukuran besar, biaya investasi murah, suhu udara inlet dapat menggunakan suhu tinggi tanpa mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap produk dan aliran udara sepenuhnya tergantung terhadap semburan dari inlet. Kekurangan pengering tipe ini adalah terbatas pada kedalaman tumpukan, diameter kolom yang digunakan (tanpa draft tubes) dan scale-up alat.

Gambar 2 Diagram skematik spoutedbed tipe konvensional silinder Saluran inlet udara

Fountain

Anulus

Spout

(24)

8

Gambar 3 Beberapa tipe pengering spouted bed (Passos et al. 2011) Mujumdar pada tahun 1984 memodifikasi tipe konvensional pengering spout

dengan pengering tipe dua dimensi (2DSB). Diagram skematik pengering tipe dua dimensi dapat dilihat pada Gambar 3c. Kalwar et al. (1991) telah mempelajari pengeringan biji-bijian dengan tipe pengering 2DSB menggunakan plat untuk bahan kacang hijau, gandum, jagung dan jagung pipilan. Metode pengeringan adalah pengeringan lapisan tipis dengan menggunakan persamaan Page yang menunjukkan hasil yang baik dengan dua konstanta parameter dari persamaan yang berkolerasi dengan ukuran ruang pengering dan parameter operasi. Sirkulasi partikel di dalam ruang pengering tergantung kepada posisi masuknya udara ke ruang pengering, lebar dari spout dan sudut kemiringan bagian bawah ruang pengering. Sirkulasi bahan dalam ruang pengering meningkat apabila parameter tersebut juga meningkat. Hal ini selalu diilustrasikan dengan laju pengeringan yang dipengaruhi langsung oleh laju sirkulasi bahan. Tulasidas et al. (1993) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan ketinggian dari ruang pengering maka nilai rasio kelembaban (MR) dan koefisien difusi akan meningkat.

Madhiyanon et al. (2000) melakukan pengeringan padi dengan pengering

spouted bed 2DSB tipe kontinyu. Studi mengenai pengeringan gabah ini dilakukan prototipe terlebih dulu sebelum digunakan pada skala industri dengan kapasitas 3000 kg/jam. Pengering dilengkapi dengan ruang pengering yang dibuat dari kaca sehingga pola aliran gerakan dari gabah selama proses pengeringan dapat dilihat. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada kondisi pengumpanan 3140 kg/jam dan waktu tinggal selama 4 menit, gabah yang memiliki kadar air awal 31.9% turun menjadi 28.5% dengan laju pengeringan 83 kg air/jam dan konsumsi energi sebesar 7.1 MJ/kg air yang diuapkan untuk panas dan 0.50 MJ/kg air yang diuapkan untuk listrik. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sirkulasi dari partikel di dalam ruang pengering (COP) tergantung kepada tinggi masuknya udara dari bagian bawah, lebar spouted, dan kemiringan dari bagian bawah ruang pengering. Semakin tinggi nilai tiga parameter diatas maka nilai COP juga akan semakin besar.

(25)

9

3

METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Leuwikopo dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian.

Bahan dan Alat

Rincian alat dan bahan yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan ruang pengering

Alat :Bor tangan, las listrik, pemotong akrilik, lem akrilik, gerinda tangan. Bahan : Akrilik, besi plat

2. Pembuatan siklon

Alat : Las listrik, elektroda, gerinda, gergaji Bahan : Besi plat lembaran dengan tebal 0.5 mm. 3. Saluran inlet dan outlet udara

Alat : Gergaji, lem, klem

Bahan : Pipa PVC dengan diameter 1.5 inch. 4. Unit pemanas (heater)

Alat : Gergaji besi, las listrik

Bahan : Heater 1 kW, besi dengan diameter 2.5 inch. 5. Pengujian alat

Alat :

a. Perangkat komputer merk Acer One 10 untuk proses pengolahan data

b. Hybrid recorder merk Chino-10 untuk menampilkan suhu pengukuran

termokopel

c. Arduino Mega 2560 untuk menampilkan suhu pengukuran dari sensor suhu LM35DZ

d. Termokopel tipe T dan sensor suhu LM35DZ merupakan sensor untuk pengukuran suhu

e. Anemometer merk Kanomax untuk melakukan pengukuran kecepatan udara

f. Termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu lingkungan

g. Timbangan digital untuk mengukur massa gabah

h. Oven pengering sebagai media pengukuran kadar air gabah

i. Motor listrik untuk sumber tenaga yang memutar screw pada proses pengumpanan

j. Motor driver untuk mengatur kecepatan screw feeder pada sistem pengumpanan bahan

k. Penggiling gabah merk Satake untuk menggiling gabah menjadi beras coklat

(26)

10

m. Grader beras merk Satake untuk mensortasi beras berdasarkan ukuran beras yaitu beras kepala, beras patah dan menir.

Bahan : Gabah dengan kadar air awal 23 % bb, 26.5 % bb dan 29 % bb.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 4 meliputi 7 tahapan yaitu : 1. Perumusan kriteria rancangan merupakan penentuan prinsip kerja alat

yang akan digunakan.

2. Perancangan terdiri dari perancangan fungsional dan struktural alat. Rancangan fungsional untuk menentukan fungsi dari komponen utama alat pengering dan rancangan struktural untuk menentukan bentuk dan tata letak dari komponen utama.

3. Analisis teknik alat merupakan cara untuk penentuan dimensi dari setiap komponen yang akan dirancang.

4. Gambar teknik alat digunakan untuk mempermudah dalam proses pabrikasi. Dalam gambar teknik memperhatikan dimensi alat secara lengkap.

5. Pembuatan alat (pabrikasi) yaitu pembuatan model fisik dari hasil penentuan kriteria perancangan, analisis teknik dan gambar teknik. 6. Model matematika pengeringan yang akan digunakan untuk simulasi

proses pengeringan.

7. Uji kinerja alat untuk mengetahui efisiensi alat secara keseluruhan. 8. Pengolahan data bertujuan untuk menganalisis data hasil pengujian

kinerja alat.

Perumusan kriteria rancangan

Perumusan kriteria perancangan merupakan perancangan prinsip kerja alat yang akan dirancang dengan penentuan kriteria dasar alat. Bahan yang berada di dalam hoper akan masuk ke dalam ruang pengering. Bahan akan bersirkulasi di dalam ruang pengering karena aliran udara panas yang ditiupkan dari bawah ruang pengering oleh blower. Selama waktu tertentu, kadar air bahan akan menurun karena udara panas yang ditiupkan dan akan keluar dari saluran outlet ruang pengering.

Perancangan

(27)

11

Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian

Analisis teknik alat

Analisis teknik pada penelitian ini merupakan metode yang akan digunakan dalam penentuan dimensi dari setiap komponen yang akan dirancang, model matematika yang digunakan untuk simulasi dan kebutuhan energi pengeringan yang akan dibahas selanjutnya.

Passos et al. (1993) menggunakan beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan dimensi ruang pengering yaitu :

55 < Pr/dpϕ < 141 (1)

4 < Wi/dpϕ < 11 (2)

0.4 < Ho/Pr < 1.8 (3)

0.5 < Lr/Wi < 1.0 (4)

(Pr/Wi)min = VT/Vmf (5)

Mulai

Perumusan kriteria perancangan

Perancangan fungsional dan struktural alat

Analisis/perhitungan gambar teknik dan gambar kerja

Gambar teknik

Pembuatan alat

Uji fungsional dan uji pendahuluan

Berhasil?

Uji kinerja fungsional dan struktural alat

Pengolahan data

Selesai Modifikasi

(28)

12

Hmax/Pr = f(A2D, Pr/Wi, Wi/dpϕ ) (6) Dengan : A2D = Re*mfReT(dp/Wi)/Ar (7) Re*mf = Remf/ϕ= ρfVmfdp/µf (8)

ReT = ρfVTg(ϕ)dp/µf, (9)

Ar = ρf(ρs-ρf)gdp3/ µf2 (10) Lr/Wi < 650 (dpϕ/Wi)2 (11) Penentuan jarak normal (Wo) draft plates (Gambar 5 dan Gambar 6) dapat menggunakan persaman yang dikembangkan oleh Kalwar et al. (1991) yaitu :

a. Jika θs = θ0 karena θE + θs = 90o dan θE + θ0 = 90o ketika Ws = Wi Maka,

Cos θ0 = Cos θs = (DE/AD) atau

DE = AD Cos θs sehingga Wo = HE Cos θs (12)

Gambar 5 Skema penentuan jarak nomal jika Ws = Wi b. Jika Ws > Wi maka θs=θ0 karena θE =θs

Maka: AB = [{(Ws-Wi)/2}+tp dan BC = AB Tan θs

CD = BD.BC atau CD =HE-[{(Ws-Wi)/2+tp] Tan θs DE = CD Cos θs atau Wo = CD Cos θs

Sehingga : Wo = (HE-[{(Ws-Wi)/2)+tp]Tan θs) Cos θs (13)

Gambar 6 Skema penentuan jarak normal jika Ws > Wi

Gambar teknik

(29)

13

Pembuatan alat

Pembuatan alat dilakukan setelah proses perancangan alat dan gambar teknik selesai dilakukan. Proses pabrikasi dilakukan di bengkel Siswadhi Soepardjo Leuwikopo.

Model matematika pengeringan spouted bed

Model matematika yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu model pendugaan parameter pengeringan seperti suhu udara, suhu gabah, kelembaban udara dan kadar air di dalam ruang pengering selama proses pengeringan dan model matematika pendugaan kadar air rata-rata bahan yang keluar dari ruang pengering per satuan waktu. Model matematika yang digunakan untuk pendugaan parameter pengeringan adalah model matematika yang telah dikembangkan oleh Nellist et al. (1987), sementara model matematika pendugaan kadar air rata-rata yang keluar dari ruang pengering menggunakan model yang dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992).

Tahap awal untuk mengembangkan persamaan adalah dengan menurunkan persamaan untuk mendeskripsikan perpindahan panas dan massa pada lapisan tipis pada waktu yang relatif kecil. Tumpukan bahan dibagi menjadi lapisan yang tipis dengan ketebalan (dz) dengan nilai kadar air tertentu (M) bergerak pada sumbu z dengan laju aliran udara (G) dan suhu udara (Ta) dan kelembaban mutlak udara (H) (Gambar 7). Dengan asumsi bahwa kehilangan panas hanya terjadi pada arah aliran, maka persamaan diferensial perubahan suhu udara selama waktu tertentu (t) dapat ditulis dengan persamaan :

dz z T dt t T

T a a

a               

(14) Namun, dalam waktu yang relatif singkat maka perubahan suhu udara dan kelembaban akan lebih berpengaruh terhadap ketebalan tumpukan dibandingkan terhadap waktu. Sehingga perubahan suhu dapat ditulis dengan komponen terpisah yaitu dengan notasi masing masing dz

z Ta      

dan dz

z H      

.

Perubahan suhu gabah dan kadar air bahan akan berpengaruh lebih besar jika dihubungkan terhadap waktu dibandingkan dengan ketebalan, sehingga perubahan suhu dapat ditulis dengan notasi masing masing

dt

t

T

g





dan dt

t M      

. Hubungan antara suhu udara, suhu gabah, kelembaban udara dan kadar air akan dinyatakan dalam empat persamaan yaitu :

1. Kesetimbangan kadar air

Perubahan massa air pada bahan sama dengan massa air di udara sehingga persamaan dapat ditulis :

(30)

14

Pemecahan persamaan (16) dapat ditulis dalam notasi numerik yaitu :

t M G z H    

  (17)

2. Persamaan pindah panas

Pindah panas merupakan penjumlahan dari perubahan panas bahan dan entalpi penguapan kelembaban dikurangi dengan entalpi kelembaban sebelum penguapan. Secara matematis dapat ditulis dengan persamaan :

a

g a pw ag pl g

g g pg pl

S T C T C L M z M C C T z t T T T T z h                    . 2 1 2 1 (18)

g pw a pl g

S pl pg g S g a g a T C T C L t M h M C C t T h T T T T               2 . 2 2   (19)

Persamaan (19) dapat disederhanakan menjadi :

Ta Tg

A2 

C C M

Bpgpl

Lg CpwTa CplTg

Y   

Sehingga persamaan (18) dapat ditulis menjadi : Y t M h t B h T A T S S g a              

 1  2  2 (20)

3. Persamaan kesetimbangan panas

Persamaan kesetimbangan panas diturunkan untuk memperoleh suhu gabah selama proses pengeringan. Persamaan dapat ditulis menjadi :

                                M C B GE z h B t GE zF h Y t M A T pl S S g 2 1 2   (21) Dimana :

C C H z G M t

Epapw  /  /

CpvTa La CplTg

F  

4. Laju pengeringan

Persamaan diferensial kadar air yang hilang M sebagai fungsi dari tiga faktor yaitu Ta, Tg dan H. Persamaan laju penurunan kadar air dapat dituliskan sebagai :

k t

t M M k M e        2 1 1 (22) Dalam penggunaan model, terdapat empat asumsi yang digunakan yaitu : 1. Pada daerah spout, bahan dan udara diasumsikan bergerak dengan prinsip

aliran co-flow (Gambar 7a) yaitu posisi inlet udara dan bahan berasal dari posisi yang sama. Sementara untuk daerah downcomer, bahan dan udara bergerak dengan prinsip aliran counter-flow (Gambar 7b)yaitu posisi inlet

udara dan bahan tidak berada pada posisi yang sama.

(31)

15 3. Koefisien pindah panas antara dinding draft plates dengan daerah spout dan

downcomer diabaikan.

4. Kadar air awal sebagai kondisi awal untuk daerah spout dan daerah

downcomer adalah kadar air awal gabah

(a) (b)

Gambar 7 Skema aliran bahan dan udara pada satu lapisan

Tahapan dalam proses simulasi terdiri dari dua bagian yaitu daerah spout dan daerah downcomer. Tahapan simulasi pada daerah spout disajikan pada Gambar 8. Simulasi daerah downcomer dilakukan dengan dua tahapan yaitu :

1. Asumsi untuk tahap awal yaitu posisi inlet bahan dan udara berada pada posisi yang sama (posisi 0 adalah inlet udara) dan proses simulasi dilakukan seperti pada tahapan simulasi daerah spout. Jika kondisi sampai lapisan outlet udara (lapisan n) diketahui, maka simulasi dilanjutkan ke tahap 2.

2. Kondisi lapisan n (outlet udara) diganti dengan kondisi lapisan (n-1). Proses ini akan diulang kembali sampai posisi inlet udara dihitung seperti simulasi daerah spout.

Model matematika pengering tipe kontinyu

Pendugaan kadar air rata-rata bahan yang keluar dari ruang pengering merupakan pendugaan kadar air rata-rata pengering tipe kontinyu. Model yang digunakan adalah model yang telah dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992). Kesetimbangan massa yang terjadi pada tumpukan untuk pengumpanan secara kontinyu dengan kadar air awal yang sama (Mo),laju aliran massa bahan kering ( ̇ ) dan komposisi kadar air produk (�̿) dapat ditulis dengan persamaan :

Y Y

m

M M

mAiB o  

(23) Dalam hal ini ̇ adalah laju aliran massa udara kering (g/menit), Y adalah kelembaban udara outlet (g uap air/g udara kering), Yi adalah kelembaban udara

inlet (g uap air/g udara kering), ̇ adalah laju aliran massa bahan kering (g/menit), Mo adalah kadar air gabah yang diumpankan (g/g), dan �̿ adalah volume rata-rata kadar air (g/g).

Jika aliran bahan di dalam ruang pengering diasumsikan berpindah dengan prinsip plug flow, maka nilai kadar air rata-rata bahan (�̅) pada proses batch selama waktu tinggal ( ̅ = / ̇ ) akan bernilai sama dengan kadar air rata-rata bahan (�̅) pada proses kontinyu. Namun, jika bahan tidak diasumsikan bergerak secara

(32)

16

   

EdM

M

o

 (24)

Dimana :

t t

 . Dalam hal ini t adalah waktu (menit) dan ̅ adalah waktu tinggal rata-rata bahan yaitu / ̇ , mB adalah massa hold up bahan kering (g), ̇ adalah laju aliran massa bahan (g/menit), �̅ adalah volume rata-rata kadar air masing masing gabah (g/g), E(θ) adalah fungsi distribusi bahan keluar dan �̿ adalah volume rata-rata kadar air (g/g).

Fungsi distribusi keluaran bahan (E(θ)) memiliki relasi terhadap distribusi

waktu selama proses pengeringan (I(θ)) yang dapat ditulis dengan persamaan :

 

dI

 

d

E  / (25)

Jika diasumsikan bahwa pencampuran bahan di dalam spouted bed terjadi secara sempurna, maka persamaan (25) dapat ditulis menjadi :

   

 I  exp

 



E (26)

Jika diasumsikan pencampuran bahan terjadi secara baik namun tidak sempurna di dalam spouted bed, maka distribusi waktu selama proses pengeringan

(I(θ)) dapat ditulis menjadi :

 

 exp

0.1

/0.92

I (27)

Sehingga persamaan (25) dapat ditulis menjadi :

  

  1/0.92

exp

 0.1

/0.92

E (28)

Persamaan (26) atau (28) dapat digunakan sebagai nilai E(θ)) dalam persamaan (24) dimana sisi sebelah kanan persamaan dapat diintergralkan secara numerik. Ketika persamaan (28) digunakan, maka konstanta waktu penundaan 0.1 akan dielimnasi untuk nilai θ yang lebih kecil dari 0.1 sehingga persamaan (24) dapat dituliskan dengan persamaan :

  

 

          

 1 . 0

0 0.1

92 . 0 / 10 . 0 exp 92 . 0 / exp 92 . 0 /

1 M   dM  

(33)
[image:33.595.128.472.70.507.2]

17

Gambar 8 Tahapan simulasi pada daerah spout

Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian pengeringan gabah di dalam spouted bed tipe dua dimensi adalah :

1 Gabah baru panen dibersihkan terlebih dulu dari butir kosong, kotoran dan benda asing yang terdapat pada tumpukan gabah.

2 Setelah gabah selesai dibersihkan dari benda asing, gabah dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dengan sealer disimpan di cold storage dengan suhu 5 oC agar kadar air bahan tetap terjaga (Pradhan et al. 2008). Untuk mengetahui kadar air awal gabah diambil lima sampel yang kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven dengan standar ASAE (Persamaan 31).

3 Setelah kadar air awal gabah diketahui, maka dilakukan proses rewetting

untuk mencapai kadar air awal yang dibutuhkan untuk masing masing perlakuan. Proses rewetting merupakan proses peningkatan kadar air dengan cara menambahkan jumlah air tertentu agar kadar air yang diinginkan tercapai. Gabah dan air dimasukkan ke dalam plastik dengan

(34)

18

atau sampai air di dalam plastik sudah habis. Selama proses rewetting, gabah diaduk setiap hari agar kadar air gabah merata (Pradhan et al. 2008). Persamaan yang digunakan untuk peningkatan kadar air adalah (Coskun et al. 2005) :

f i f t M M M W Q    100 (30)

4 Setelah proses rewetting, ukur kembali kadar air gabah apakah sudah mencapai kadar air yang diinginkan. Jika kadar air gabah sudah naik, gabah ditaruh di dalam hoper yang kemudian diumpankan secara kontinyu ke ruang pengering dengan bantuan screw feeder.

5 Selama proses pengeringan, akan terdapat sejumlah gabah yang akan keluar dari saluran outlet ruang pengering. Gabah yang keluar dari ruang pengering akan ditampung di wadah. Selama 10 menit, gabah yang keluar akan ditampung dan setelah 10 menit massa gabah yang keluar ruang pengering ditimbang massa dan diukur kadar airnya.

6 Kadar air yang keluar ruang pengering diuji dengan metode oven dengan mengambil sampel dari massa gabah selama 10 menit. Sisa gabah yang lain kemudian akan didiamkan di dalam ruangan sampai kadar air yang aman untuk digiling yaitu 14% bb.

7 Gabah yang mencapai kadar air 14% bb kemudian digiling untuk diuji mutunya. Prosedur penggilingan dapat dilihat pada diagram alir Gambar 9 (Dewi 2009).

8 Gabah yang telah digiling akan berubah menjadi beras. Beras kemudian disortasi menjadi beberapa bagian yaitu beras kepala, beras patah, menir, beras hijau, beras kapur, beras kuning dan benda asing yang tercampur di dalam gabah berdasarkan SNI pada tahun 2008. Proses sortasi beras kepala, beras patah dan menir menggunakan grader merk Satake, sementara untuk penentuan beras hijau, kapur dan kuning adalah dengan pengamatan visual. Persamaan untuk menghitung rendemen beras kepala dan rendemen penggilingan dapat menggunakan persamaan 47 – 48. Untuk mengetahui rasio beras kepala, beras patah, menir, beras kuning, beras hijau, butir kapur dan benda asing dapat menggunakan persamaan 43 – 46.

(35)
[image:35.595.86.534.42.793.2]

19

Gambar 9 Diagram alir proses penggilingan dan pemutuan gabah (Dewi 2009)

Pengujian alat

Pengujian bertujuan untuk mengetahui kinerja alat pengering yang sudah dirancang. Dalam pengujian alat, parameter harus ditentukan untuk mencari nilai efisiensi dari alat secara aktual dan kemudian akan dibandingkan secara teoritis. Parameter yang diukur untuk mengetahui kinerja dari alat pengering ini antara lain :

1. Suhu

Suhu yang diukur adalah suhu bola basah lingkungan dan ruang plenum, suhu bola kering lingkungan dan ruang plenum, suhu udara di dalam ruang pengering pada posisi 8 cm, 12 cm, 18 cm dan 30 cm dari bawah (saluran inlet udara). Titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 10.

2. Kapasitas dan lama pengeringan bahan

Kapasitas pengeringan yaitu total massa bahan yang dikeringkan dalam satuan waktu. Pada penelitian ini, kapasitas pengeringan dihitung dari massa bahan kering yang keluar dari ruang pengering dalam waktu 10 menit. Lama pengeringan bahan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan hingga kadar air yang keluar konstan dari data kadar air sebelumnya.

3. Kadar air bahan

(36)

20

dalam desikator agar suhu bahan mencapai suhu kamar. Berikut persamaan dalam penentuan kadar air dengan metode oven :

100%

1 2 1     o o m m m m

KA (Heldman dan Singh 1981) (31)

4. Kecepatan udara

Kecepatan udara diukur dengan anemometer. Kecepatan udara diukur pada saluran inlet udara sebelum heater dan saluran outlet ruang pengering menuju siklon.

5. Tekanan udara

Tekanan di dalam ruang pengering diukur dengan manometer air tipe U. Data tekanan di dalam ruang pengering diperlukan dalam proses peracangan kebutuhan energi berupa laju aliran udara yang dibutuhkan. Pengukuran tekanan dilakukan untuk mengetahui tekanan pada setiap posisi di dalam ruang pengering. Tekanan gabah diukur pada ketinggian 5 cm, 8 cm, 16 cm dan 22 cm pada daerah spout. Di daerah downcomer

tekanan diukur pada ketinggian 8 cm dan 22 cm. Titik pengukuran tekanan dapat dilihat pada Gambar 10. Persamaan yang digunakan untuk tekanan statis adalah :

h O mmH

PS( 2 ) (32)

8 . 9 ) ( )

(PaP mmH2O

PS s (33)

Penurunan tekanan dihitung dengan mengurangkan nilai tekanan stastis di plenum dengan tekanan pada masing-masing posisi yang telah diukur sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan menjadi :

S pl P

P

P 

[image:36.595.90.479.68.800.2]

 (34)

Gambar 10 Titik pengukuran suhu dan tekanan

6. MAPE (Mean absolute percentage error)

Suatu model mempunyai kinerja sangat bagus jika nilai MAPE berada di bawah 10% dan mempunyai kinerja bagus jika MAPE berada diantara 10% dan 20%. Ukuran relatif untuk menyatakan ketepatan model yang menyangkut persentasi sebagai berikut (Makridakis et al.

(37)

21 a. Kesalahan persentase (percentage error (%)) :

) 100 (         i i i i v v v PE (35)

b. Nilai tengah kesalahan persentasi absolute (Mean absolute percentage error (%)) :

  n i i n PE MAPE 1 (36) 7. Laju pengeringan bahan

Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan laju pengeringan adalah lama pengeringan, kelembaban udara, kecepatan udara pengering dan kadar air bahan. Persamaan yang digunakan adalah :

t KA KA dt

dW t t t

 

  (37)

8. Kebutuhan energi selama proses pengeringan

Kebutuhan energi selama proses pengeringan dapat dihitung dengan persamaan yaitu (Kudra et al. 2009) :

a. Total minimum energi panas yang dibutuhkan pada pengering tipe kontinyu dapat dihitung dengan persamaan :

in out

v s

v W X X H

Q,min    (38)

b. Pada pengeringan tipe kontinyu, daya heater yang dibutuhkan selama proses pengeringan adalah :

gin ga

pg g

heater W c T T

Q  ,  , (39)

c. Energi listrik (Ql)yang digunakan untuk heater, blower dan motor listrik dapat dihitung dengan persamaan :

blower ik

motorlistr heater

l Q Q Q

Q    (40)

d. Konsumsi energi panas untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk dapat dihitung dengan persamaan :

uap heater panas

m Q

Q  (41)

e. Konsumsi energi listrik untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk dapat dihitung dengan persamaan :

uap listrik listrik

m Q

Q  (42)

9. Mutu produk

Pada pengujian mutu produk, gabah yang telah dikeringkan dengan

spoutedbed akan dikeringkan pada suhu lingkungan selama ± 1 minggu agar kadar air gabah turun hingga mencapai 14% bb sehingga aman untuk digiling. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah pengeringan di dalam ruangan yang tidak terpapar matahari langsung. Prosedur penggilingan dan pemutuan dilakukan dengan metode SNI 6128:2008 dan mengikuti diagram alir pada Gambar 9.

(38)

22

merah, kandungan beras kuning/rusak, kandungan benda asing. Sementara untuk rendemen beras dapat dibedakan menjadi rendemen beras kepala (HRY) dan rendemen beras giling (MRY) sesuai dengan SNI tahun 2008.

a. Kandungan beras kepala

Beras kepala yaitu butir-butir beras yang utuh dan beras patah yang panjangnya sama atau lebih dari 0.75 bagian beras utuh (BSN 2008). Beras giling merupakan beras putih hasil penyosohan. Kandungan beras kepala dapat dihitung dengan persamaan :

� � � = � �� � � × % (43) b. Kandungan beras patah

Yang dimaksud butir beras patah yaitu butir butir beras patah yang berukuran lebih kecil dari 0.75 dan minimum 0.2 bagian dari beras utuh (BSN 2008). Kandungan beras patah dapat dihitung dengan persamaan :

� � � ℎ = � �� � �ℎ× % (44) c. Kandungan menir

Menir merupakan hasil dari proses pemberasan seperti halnya beras patah, tetapi menir berukuran lebih kecil dibandingkan beras patah. Yang dimaksud menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0.25 (BSN 2008) bagian beras utuh. Kandungan menir dapat dinyatakan dengan persamaan :

� � � = � � �� � �× % (45) d. Kandungan butir kapur, butir hijau dan butir kuning/rusak

Butir kapur yaitu butir beras kepala, butir beras patah, atau menir yang warnanya putih dan lunak seperti kapur yang disebabkan oleh proses fisiologis. Termasuk dalam butir kapur adalah butir beras muda berwarna kehijau-hijauan yang mengapur karena dipanen sebelum masak sempurna. Butir hijau merupakan butir beras kepala, butir beras patah atau menir yang berwarna hijau. Butir kuning/ rusak merupakan beras kepala, beras patah dan menir yang berwarna kuning. Kandungan jenis butir dapat dihitung dengan persamaan : � � � = � � �� � �� � � × % (46) e. Rendemen beras kepala (HRY)

Rendemen beras kepala (HRY) adalah kandungan massa beras kepala dibagi dengan massa gabah awal. Nilai HRY dapat dihitung dengan persamaan :

��� = �ℎ � × % (47) f. Rendemen beras giling (MRY)

Rendemen beras giling (MRY) merupakan kandungan massa beras putih dibagi dengan massa awal gabah sebelum penggilingan. Nilai MRY dapat dihitung dengan persamaan :

(39)

23

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain pengering spouted bed dua dimensi

Komponen utama desain pengering spouted bed dua pada penelitian ini terdiri dari ruang pengering, hoper dan sistem pengumpanan, siklon, blower dan pemanas udara (heater). Skema rancangan alat dapat dilihat pada Gambar 12. Adapun dimensi dan fungsi komponen utama sistem pengering akan dijelaskan pada pemaparan berikut ini :

1. Ruang pengering

Ruang pengering yang digunakan pada penelitian ini adalah spouted bed dua dimensi yang dilengkapi dengan draft plates disajikan pada Gambar 11. Draft plates diharapkan dapat meningkatkan stabilitas udara yang disemburkan (spouted) dan sirkulasi bahan di dalam ruang pengering. Di bagian dasar ruang pengering juga ditambahkan plat distributor agar bahan tidak jatuh dan masuk ke daerah plenum. Ruang pengering dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah spout (1) dan daerah

downcomer (2). Daerah spout merupakan daerah yang berada diantara

draft plates (4) sedangkan daerah downcomer merupakan daerah di samping draft plates. Ruang pengering juga dilengkapi dengan reflektor (3) yang berfungsi mengembalikan bahan akan kembali ke daerah

downcomer.

Ruang pengering terbuat dari akrilik dengan dimensi tinggi total ruang pengering (Hr) 0.5 m, lebar (Lr) 0.15 m dan panjang (Pr) 0.2 m.

Draft plates juga terbuat dari akrilik dengan tinggi (HD) 0.2 m. Jarak antara draft plates dan plat distributor dinamakan daerah spout (He) adalah 0.05 m. Jarak antara kedua draft plates (WD) adalah 0.03 m. Reflektor (3) berada pada ketinggian 0.36 m dari plat distributor. Sisi dasar ruang pengering berbentuk sisi miring dengan kemiringan 60oC sesuai rekomendasi dari Kalwar dan Raghavan (1993). Saluran inlet udara berbentuk persegi panjang dengan dimensi panjang (Wi) 0.02 m.

Gambar 11 Skema ruang pengering dua dimensi Keterangan : 1. Daerah spout

2. Daerah downcomer

(40)
[image:40.595.99.468.87.749.2]

24

Gambar 12 Skema rancangan alat Keterangan :

1. Blower 2. Heater 3. Hoper 4. Ruang pengering

5. Plenum 6. Siklon 7. Saluran pencampuran udara 8. Screw feeder

2. Hoper dan sistem pengumpanan bahan

Hoper berfungsi sebagai wadah penampungan bahan sebelum masuk ke dalam ruang pengering. Pada bagian bawah hoper, terdapat

screw feeder yang membantu penyaluran gabah masuk ke dalam ruang pengering secara kontinyu. Hoper terbuat dari bahan akrilik dengan dimensi panjang 0.16 m, angle of repose 60o, lebar 0.07 m, dan tinggi 0.2 m. Pengumpanan bahan secara kontinyu diatur dengan screw feeeder.

Screw feeder terbuat dari besi dengan dimensi panjang total 0.18 m, jarak

pitch 0.015 m. Kecepatan screw feeder diatur oleh motor driver sehingga massa keluaran gabah 3 kg/jam. Screw feeder digerakkan oleh motor listrik. Skema sistem pengumpanan disajikan pada Lampiran 2, screw feeder disajikan pada Lampiran 3.

3. Siklon

Siklon berfungsi sebagai pemisah gas-padatan dengan prinsip gaya sentrifugal sehingga udara yang keluar dari siklon sudah bersih dari kotoran bahan dan dapat disirkulasikan kembali ke saluran inlet udara di

blower. Siklon terbuat dari besi plat dengan dimensi tinggi 0.6 m, diameter saluran inlet 0.038 m. Skema siklon disajikan pada Lampiran 4.

4. Blower

(41)

25 adalah ring blower tipe RB-100Adengan tenaga 0.4 kW, frekuensi 50/80, 200-230 V/ 346-395 V, putaran motor 2800/3500 rpm dan debit maksimum 1.3/1.5 m3/ menit.

5. Pemanas udara (heater)

Pemanas udara berfungsi meningkatkan suhu udara bertekanan yang berasal dari blower hingga mencapai suhu pengering udara yang diinginkan. Pemanas udara dilengkapi dengan termostat untuk menjaga suhu udara tetap konstan pada suhu yang diinginkan. Heater yang digunakan memiliki daya 1 kW. Jenis heater yang digunakan adalah

heater belimbing (jenis heater koil tetapi dililitkan ke keramik berbentuk belimbing). Termostat yang digunakan memiliki rentang suhu dari 50 oC

– 100 oC.

Profil suhu dalam ruang pengering

Gambar 13 menampilkan sebaran suhu pada daerah spout selama proses pengujian. Debit udara selama proses pengujian bernilai konstan yaitu 0.014 m3/s, suhu inlet sebesar 80 oC dan laju aliran inlet bahan 3 kg/jam. Proses pengujian dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu perbedaan kadar air awal yaitu 41 % bk untuk perlakuan pertama, 36 %bk untuk perlakuan kedua dan 30 %bk untuk perlakuan ketiga. Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu udara menurun secara signifikan terhadap ketinggian aksial ruang pengering. Penurunan suhu yang paling besar terjadi pada ketinggian 0 m – 0.08 m dari bawah yaitu daerah sirkulasi bahan dari

downcomer ke daerah spout. Menurut Freitas dan Freire (1997), laju sirkulasi udara dan bahan pada bagian ini dapat bernilai 10 kali lebih cepat dibandingkan laju bahan yang masuk ruang pengering. Laju sirkulasi yang cepat akan meningkatkan laju udara sehingga laju penguapan kadar air bahan akan meningkat dan penurunan suhu pada daerah tersebut akan lebih besar dibandingkan wilayah yang lain. Penurunan suhu pada ketinggian selanjutnya tidak terlalu signifikan karena suhu udara yang semakin rendah sehingga perbedaan suhu gabah dengan udara pengering tidak terlalu tinggi. Perbedaan suhu gabah dan udara yang relatif rendah akan mengurangi laju pindah panas konvektif dari udara ke bahan. Penurunan suhu pada 20 menit pertama berhubungan dengan kondensasi kelembaban pada permukaan bahan yang dingin dan evaporasi kadar air bebas dari gabah.

[image:41.595.121.516.582.741.2]
(42)

26

[image:42.595.83.495.584.796.2]

(c) Percobaan 3

Gambar 13 Suhu udara pada daerah spout selama proses pengeringan Gambar 14 dan Gambar 15 disajikan suhu udara eksperimen pada daerah

downcomer. Dari grafik dapat dilihat bahwa sebaran suhu daerah downcomer tidak memiliki bentuk yang sama seperti daerah spout yang mengalami penurunan suhu yang signifikan terhadap ketinggian aksial ruang pengering. Sebaran suhu udara di daerah downcomer bernilai fluktuatif. Suhu udara pada ketinggian 0 m – 0.08 m memiliki suhu yang paling tinggi karena posisi ini masih dekat dengan inlet udara. Selanjutnya pada ketinggian 0.08 m – 0.12 m suhu udara mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh penumpukan bahan ketika proses pengujian. Penumpukan gabah mengakibatkan udara akan terperangkap di dalam tumpukan gabah sehingga proses pindah panas antara bahan dan udara terjadi lebih cepat dan suhu udara akan menurun dari ketinggian 0 – 0.08 m.

Setelah posisi 0.08 m – 0.12 m, suhu udara akan naik kembali. Hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu pada ketinggian 0.12 m – 0.18 m tidak terdapat tumpukan gabah dan juga suhu udara dari daerah spout akan tersebar dan memasuki daerah downcomer. Suhu udara akan menurun kembali pada posisi 0,18 m – 0.3 m karena pada daerah ini udara telah mengandung uap air yang diperoleh dari pengeringan gabah. Selain itu, suhu

Gambar

Gambar teknik
Gambar teknik
Gambar 5 Skema penentuan jarak nomal jika Ws = Wi
Gambar 8 Tahapan simulasi pada daerah spout
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi multimedia yang dibuat merupakan suatu paket pembelajaran struktur atom, sehingga di samping aplikasi praktikum virtual, juga terdapat sumber belajar berupa naskah

Untuk menjadi pusat terulung dalam pengajian ilmu kemanusiaan dan kemasyarakatan bagi menyumbang kepada kesejahteraan diri, masyarakat, negara dan umat manusia, dalam wawasan

Jadi, penyelidik merasakan bahawa sebuah modul yang berintegrasikan multimedia dan bersifat interaktif perlu diperkenalkan dalam memastikan proses pengajaran dan pembelajaran

Pada zamannya, Nabi SAW dan para Sahabat tidak menggunakan hisab untuk menentukan masuknya bulan baru Kamariah, melainkan menggunakan rukyat seperti terlihat dalam hadits

Setelah pembuatan musik balet selesai, penulis bertemu dengan koreografer balet di FX Sudirman untuk berdiskusi tentang koreografi yang akan ada dalam film “Terbit di Bawah

bayangkan, jika setiap sekolah memiliki 20 kader kesehatan saja, maka akan ada sekitar 6 juta lebih kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya dua strategi utama

Hasil penelitian mendapatkan bahwa kadar gula darah puasa subjek penelitian sebelum latihan pada kelompok perlakuan dengan rerata dan standart deviasi yaitu 89,90 dan 4,3

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemandirian siswa melalui pembelajaran bina diri dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)