• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Eksperensial Teks Translasional Mangupa Bahasa Mandailing – Inggris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Variasi Eksperensial Teks Translasional Mangupa Bahasa Mandailing – Inggris"

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI EKSPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL

MANGUPA BAHASA MANDAILING – INGGRIS

TESIS

Oleh

SUSI MASNIARI NASUTION

127009041/LNG

117009008/LN

TESIS

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

VARIASI EKSPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL

MANGUPA BAHASA MANDAILING - INGGRIS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SUSI MASNIARI NASUTION

127009041/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : VARIASI EKSPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL MANGUPA BAHASA MANDAILING – INGGRIS

Nama Mahasiswa : Susi Masniari Nasution Nomor Pokok : 127009041

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Syahron Lubis, M.A.)

Ketua Anggota

(Asruddin B. Tou, M.A., Ph.D.)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Dr. Syahron Lubis, M.A.)

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 21 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A.

Anggota : 1. Asruddin B. Tou, M.A., Ph.D. 2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

3. Dr. Muhizar Muchtar, M.S.

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

VARIASI EKSPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL

MANGUPA BAHASA MANDAILING – INGGRIS

Dengan ini Penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

teertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang

dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2014 Penulis,

(6)

VARIASI EKPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL MANGUPA BAHASA MANDAILING - INGGRIS

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, untuk mendeskripsikan variasi eksperensial teks translasional yang direalisasikan oleh dan di dalam teks

Mangupa bahasa Mandailing – Inggris. Kedua, mengungkapkan makna variasi

eksperensial teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi semiotik translasional). Ketiga, mendeskripsikan faktor kontekstual yang mendorong terjadinya variasi eksperensial. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berasal dari teks translasional bahasa Mandailing dengan Inggris oleh Syahron Lubis (2009), teks Mangupa yang terdiri 22 paragraf dan 37 pantun kemudian direalisasikan ke dalam bentuk satuan-satuan klausa menjadi 98 data klausa yang terdiri88 teks dan 10 pantun Mangupa. Analisis data didasarkan teori linguistik sistemik fungsional. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa 1) 61,22% data menunjukkan variasi keluasan makna pengalaman antara T1 dan T2 pada teks Mangupa adalah rendah, 2) makna variasi eksperensial rendah teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi semiotik translasional) adalah suatu makna pengalaman yang direalisasikan dalam kategori aktivitas/ proses, variasi ini dikelompokkan berdasarkan kategori proses dari klausa – klausa dalam data, kategori proses ini mengalami variasi realisasi terutama dalam T2 yang disebabkan jarak budaya dan perbedaan sistem bahasa, 3) Faktor kontekstual yang mendorong variasi eksperensial rendah adalah perbedaan sistem bahasa dan budaya yang selanjutnya menyebabkan bergesernya makna yang diterjemahkan kadang-kadang tidak sepadan/sesuai dengan makna asli teks sumbernya (T1) seperti terdapat perubahan struktural maupun perubahan lainnya.

(7)

THE EXPERIENTIAL VARIATION OF MANGUPA TRANSLATIONAL TEXT OF MANDAILING – INGGRIS

ABSTRACT

There are three objectives of this study. First, to describe the experiential variation of translational text fo and in Mangupa in Mandailing language into English. Second, to express the meaning of the experiential variation in context as the realization of the act of translational semiotic. Third, to describe the contextual factors suporting the experiential variation. The research methode used is descriptive qualitative method. The data taken from the translated text of Mangupa from Mandailing into English by Syahron Lubis. The data analysed are clauses consisting of 22 paragraphs and 37 traditional poetry. It classified into 98 clauses consisting of 88 texts and 10 traditional poetry. The theory used are systemic functional linguistics and translational approach. The result of study are : there are 61,22% experiential variation expressed low variation; the experiential variation realized by process, the cultural gap and difference of language system; contextual factors supporting the experiential variation caused by the shift occured in the translation process such as the structural shift.

Keywords: experiential variation, systemic functional linguistics, translational, mangupa.

(8)

THE SIMPLICITY IS THE BEST WAY TO GET A

SUCCESS

Tesis ini saya persembahkan kepada yang tersayang :

Papa dan Mama

Almarhum. H. Zulkifli Nasution

Almarhumah. Hj. Arbaiah Nasution

Suami dan Anak – anak

Zulham Effendi Sipahutar, SP

Muhammad Hafiz Al- Farizi Sipahutar

Muhammad Revy Al- Furqan Sipahutar

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan suatu limpahan karunia yang tidak terhingga atas rezky, kesehatan, kebahagiaan juga kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis merasa tanpa adanya dukungan moral maupun spritual dari beberapa pihak tentunya tesis ini tidak akan selesai dengan lebih baik dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&h, m.Sc, (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Syahron Lubis ,M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A,PhD selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik di Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan segudang ilmu dan motivasi kepada para mahasiswa serta kontribusi yang besar terhadap kemajuan di bidang pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana yang memadai.

5. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Ketua Komisi (Pembimbing I) yang sangat berantusias telah memberikan dukungan, semangat, masukan baik kritikan maupun saran hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

6. Bapak Asruddin Barori Tou,M.A.,Ph.D, selaku Ketua Komisi (Pembimbing II) yang telah memberikan bimbingan, arahan, pandangan maupun saran terhadap kelengkapan isi tulisan tesis ini.

7. Bapak Prof. Amrin Saragjh, M.A.,Ph.D., Dr. Muhizar Muchtar,M.S., dan Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., selaku penguji tesis ini yang telah banyak memberikan dukungan penuh baik ide – ide yang cemerlang, masukan, saran dan kritikan hingga tercapainya penulisan tesis ini.

8. Ibu Dr. Nurlela M. Hum., selaku Sekretaris Program Studi S2 Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dalam urusan administrasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.

(10)

Utara yang telah memberikan ketulusan hati ilmu yang sangat bermanfaat baik berupa ide, pandangan, saran, dan kritikan yang baik demi menunjang proses kesempurnaan tesis ini.

10.Seluruh dosen pengajar di Program Studi S2 Linguistik Konsentrasi Terjemahan di Universitas Sumatera Utara tanpa kecuali sebagai motor penggerak dunia yang berdasarkan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik dalam memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan maupun yang menyangkut terjemahan, dan tidak lupa juga kepada seluruh staf pegawai pada Program Studi Magister Linguistik maupun karyawan perpustakaan di Universitas Sumatera Utara yang telah mengabdikan diri dengan tulus dalam pelayanan administrasi kepada penulis hingga tercapainya tesis ini. 11.Seluruh teman seangkatan S2 Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara yang saling memberikan semangat dan motivasi hingga terwujudnya tesis ini.

12.Kepada kedua orang tua Almarhum H. Zulkifli Nasution dan Almarhumah Hj. Arbaiah Nasution yang pertama sekali memberikan pendidikan dasar dan membentuk pribadi akhlak yang mulia kepada penulis serta segala bantuan moral dan material semoga jasa – jasa mereka mendapat ganjaran yang setinggi – tingginya dari Allah SWT.

13.Yang terakhir adalah yang teramat sayang dan sangat memberi arti bagi semangat hidup adalah suami yang tercinta, Zulham Effendi Sipahutar,SP atas segala bantuan moral dan material juga penghargaan yang luar biasa atas keizinan dan dukungan serta memberikan motivasi yang tinggi, begitu juga dengan ketiga anak tersayang Muhammad Hafiz Al – Farizi Sipahutar, Muhammad Revy Al – Furqan Sipahutar, dan Finanda Reysha Al – Farah Sipahutar atas motivasi , doa dan pengertian yang cukup besar yang diberikan demi prestasi akademik semoga Allah senantiasa memberkahi dan meridhoi kita semua. Amin ya rabbal alamin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT meridhoi.

Medan, April 2014

Penulis,

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I

DATA PRIBADI

Nama : Susi Masniari Nasution,SS

Tempat/tgl. Lahir : Medan, 07 Juni 1972

Alamat : Komp. Villa Permata Indah Blok G No. 16

Jl. Pertahanan , Medan – Patumbak

Pekerjaan : 1. Sebagai Dosen Tetap di Akademi

Pariwisata Medan Hotel School-Medan.

2.Sebagai Staf Pengajar di L.Kursus

Profesional IHT - Medan.

Alamat Kantor : Jln. A.H. Nasution Komp.Griya Milala

Mas Blok No.1-3 Medan/ Jln. Sunggal

No. 70 C - Medan.

Alamat Pos-El

Telp. Rumah/ Hp : 085358707505/ 082273098531

Status : Menikah

Nama Suami : Zulham Effendi Sipahutar,SP

Nama Anak : 1. Muhammad Hafiz Al-Farizi

2. Muhammad Revy Al-Furqan

(12)

II

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Pascasarjana (S2) : Linguistik-USU/ Konsentrasi

Kajian Terjemahan (2012)

2. Sarjana (S1) : Fakultas Sastra Inggris UISU Medan (1991)

3. SLTA : SMA NEGERI I - Stabat /

Kab.Langkat

4. SLTP : SMP NEGERI I – Tj. Selamat/ Kec.Pad.Tualang

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR SINGKATAN... xiii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR FIGURA... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3Pembatasan Masalah... 11

1.4Rumusan Masalah... 12

1.5Tujuan Penelitian... 12

1.6Manfaat Penelitian... 13

1.7Manfaat Teoretis... 13

1.8Manfaat Praktis... 14

1.9 Klarifikasi Makna Istilah... 15

BAB II KERANGKA TEORI... 19

2.1Pendahuluan... 19

2.2Teori Linguistik Systemic Functional (LSF)... 21

2.3Translasi... 24

(14)

2.5Variasi Makna Teks : Sekilas Konsepsi Translasi Berbasis

Translatic... 34

2.6Penerjemahan Teks Mangupa... 36

2.7Tiga Metafungsi Bahasa (Halliday 1985, 1994, dan 2004) 40 2.8Makna Pengalaman : sebuah Cabang dari Makna Ideasional 46 2.9Klausa... 54

2.10 Kajian Penelitian Terdahulu... 81

2.11 Kerangka Pikir... 85

2.12 Konstruk Analisis... 88

BAB III METODE PENELITIAN... 93

3.1Pendekatan... 93

3.2Data dan Sumber Data... 94

3.3Teknik Pengumpulan dan Analisis Data... 95

3.4Teknik Analisis Data... 96

BAB IV ANALISIS, PEMBAHASAN, DAN TEMUAN... 101

4. 1 Analisis... 101

4.1.1 Variasi Eksperensial Teks Translasional direalisasikan oleh dan di dalam teks Mangupa bahasa Mandailing – Inggris... 103

4.1.2 Makna Variasi Eksperensial Teks Translasional Dalam Konteksnya Sebagai Perealisasi Tindak Translasional (Tindak Komunikasi Semiotik Translasional )... 105

4.1.3 Faktor Kontekstual Pendorong Terjadinya Variasi Eksperensial ... 107

4.2 Pembahasan ... 109

4.2.1 Variasi Eksperensial Teks Translasional Direalisasikan Oleh Dan Didalam Teks Mangupa Mandailing – Inggris.. 109

(15)

4.2.3 Faktor Kontekstual Yang Mendorong Terjadinya

Variasi Eksperensial... 181

4.3 Temuan ... 182

4.3.1 Variasi Eksperensial Teks Translasional Direalisasikan Oleh dan Didalam Teks Mangupa Bahasa Mandailing- Inggris... 182

4.3.2 Makna Variasi Eksperensial Teks Translasional Tersebut Dalam Konteksnya Sebagai Perealisasi Tindak Translasional (Tindak Komunikasi Semiotik Translasional)... 183

4.3.3 Faktor Kontekstual Yang Mendorong Terjadinya Variasi Eksperensial ... 184

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 185

5.1Simpulan... 188

5.2 Keterbatasan Penelitian... 184

5.3 Saran... 188

DAFTAR PUSTAKA... 191

LAMPIRAN – LAMPIRAN... 192

DATA PENELITIAN... 193

Analisis Data : VARIASI EKSPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL

(16)

DAFTAR SINGKATAN

T1 : Teks 1 Bahasa Mandailing

T2 : Teks 2 Bahasa Inggris

At. : attribute

Att. : Attributive

Act. : actor

Rel. : Relasional

Phen. : phenomenon

Cir. : circumstance

Exis : existential

Exist : existent

Say. : sayer

Sen :senser

KST : Komunikasi Semiotik Translasi

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.12 Parameter Penilaian Variasi KMP... 88

Tabel 4.2.2 (1) Keluasan Makna PengalamanVariasi Proses

T1 : T2... 178

Tabel 4.2.2 (2) Variasi Keluasan Makna Pengalaman Teks

dan Pantun Mangupa Bahasa Mandailing- Inggris... ... 179

Tabel 4.2.2 (3) Kategori Variasi Keluasan Makna Pengalaman

(18)

DAFTAR FIGURA

Gambar 2.3 9 Kebenaran (fakta atau substansi masalah)... 30

Gambar 2.7 Perangkat Pilihan Dalam Klausa... 45

Gambar 2.8 Lingkaran Kategori Proses (Halliday, 1994:108)... 50

Gambar 2.9 Sirkumstan Dalam Bahasa Inggris (Adaptasi dari

Halliday)... 81

Gambar 2.12 Konstruk Analisis Terapan Penelitian... 92

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)

VARIASI EKPERENSIAL TEKS TRANSLASIONAL MANGUPA BAHASA MANDAILING - INGGRIS

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, untuk mendeskripsikan variasi eksperensial teks translasional yang direalisasikan oleh dan di dalam teks

Mangupa bahasa Mandailing – Inggris. Kedua, mengungkapkan makna variasi

eksperensial teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi semiotik translasional). Ketiga, mendeskripsikan faktor kontekstual yang mendorong terjadinya variasi eksperensial. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berasal dari teks translasional bahasa Mandailing dengan Inggris oleh Syahron Lubis (2009), teks Mangupa yang terdiri 22 paragraf dan 37 pantun kemudian direalisasikan ke dalam bentuk satuan-satuan klausa menjadi 98 data klausa yang terdiri88 teks dan 10 pantun Mangupa. Analisis data didasarkan teori linguistik sistemik fungsional. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa 1) 61,22% data menunjukkan variasi keluasan makna pengalaman antara T1 dan T2 pada teks Mangupa adalah rendah, 2) makna variasi eksperensial rendah teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi semiotik translasional) adalah suatu makna pengalaman yang direalisasikan dalam kategori aktivitas/ proses, variasi ini dikelompokkan berdasarkan kategori proses dari klausa – klausa dalam data, kategori proses ini mengalami variasi realisasi terutama dalam T2 yang disebabkan jarak budaya dan perbedaan sistem bahasa, 3) Faktor kontekstual yang mendorong variasi eksperensial rendah adalah perbedaan sistem bahasa dan budaya yang selanjutnya menyebabkan bergesernya makna yang diterjemahkan kadang-kadang tidak sepadan/sesuai dengan makna asli teks sumbernya (T1) seperti terdapat perubahan struktural maupun perubahan lainnya.

(21)

THE EXPERIENTIAL VARIATION OF MANGUPA TRANSLATIONAL TEXT OF MANDAILING – INGGRIS

ABSTRACT

There are three objectives of this study. First, to describe the experiential variation of translational text fo and in Mangupa in Mandailing language into English. Second, to express the meaning of the experiential variation in context as the realization of the act of translational semiotic. Third, to describe the contextual factors suporting the experiential variation. The research methode used is descriptive qualitative method. The data taken from the translated text of Mangupa from Mandailing into English by Syahron Lubis. The data analysed are clauses consisting of 22 paragraphs and 37 traditional poetry. It classified into 98 clauses consisting of 88 texts and 10 traditional poetry. The theory used are systemic functional linguistics and translational approach. The result of study are : there are 61,22% experiential variation expressed low variation; the experiential variation realized by process, the cultural gap and difference of language system; contextual factors supporting the experiential variation caused by the shift occured in the translation process such as the structural shift.

Keywords: experiential variation, systemic functional linguistics, translational, mangupa.

(22)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjemahan sebagai sarana komunikasi lintas budaya (inter-cultural

communication) telah ada sejak dahulu dikenal dan dipraktekan manusia. Konon

Christoper Colombus ketika ia berlayar dari Spanyol untuk menemukan benua

Amerika pada abad XV membawa seorang penerjemah untuk menerjemahkan

bahasa etnis daerah setempat (Moentaha, 2006:viii). Bronislaw Malinowski,

seorang antropolog berkebangsaan Inggris yang sedang mengadakan penelitian di

Trobriand Islands. Pasific Selatan pada tahun 1923 ingin agar masyarakat Inggris

memahami hasil penelitiannya. Upaya yang dilakukannya ialah menerjemahkan

hasil penelitian itu ke dalam bahasa Inggris (BI) (Katan, 1999).

Terjemahan juga sebagai “jembatan” yang menghubungkan dua

masyarakat yang saling tidak memahami sejak dari masa silam hingga kini telah

banyak berperan dalam berbagai bidang seperti agama, budaya, sastra, seni,

politik, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Berbagai negara seperti Jepang,

Malaysia dan Cina telah banyak melakukan penerjemahan untuk mentransfer ilmu

pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju yang pada gilirannya dapat

meningkatkan perekonomian dan kemakmuran negara – negara tersebut

(23)

Indonesia yang didiami oleh ratusan sukubangsa menjadikan negara

tersebut negara yang multikultural dan multilingual. Indonesia terkenal dengan

kekayaan dan keragaman budaya khas yang dimilki bangsa-bangsa lain. Namun

sayang sekali budaya yang khas, beragam dan indah tersebut belum banyak

dikenal dunia luar karena hambatan kebahasaan. Dalam era globalisasi,

ketergantungan suatu negara kepada negara lain semakin tinggi, tidak cukup bila

ilmu dan teknologi saja yang kita serap dari negara-negara maju melalui sarana

penerjemahan. Kini saatnya (mungkin juga sudah tertinggal bila dibandingkan

dengan negara-negara lain) kekayaan budaya Indonesia diperkenalkan kepada

bangsa-bangsa lain melalui terjemahan agar negara ini lebih dikenal dan menarik

perhatian bangsa-bangsa lain yang pada gilirannya akan menarik minat wisatawan

manca negara untuk mengunjungi Indonesia.

Mandailing adalah sebuah daerah di Sumatera Utara yang memiliki dan

mempertahankan budaya tradisional. Salah satu aspek budaya tradional

Mandailing yang spesifik adalah pelaksanaan perkawinan. Perhelatan perkawinan

tradisional Mandailing menempuh sederet upacara adat yaitu mangaririt boru

(menyelidiki keadaan perempuan sebagai calon isteri oleh pihak calon suami),

manulak sere (penyerahan kewajiban/ syarat – syarat perkawinan dari pihak calon

suami), mangelehen mangan pamunan (memberi makan terakhir kepada calon

isteri oleh orang tuanya sebelum meninggalkan rumah orang tuanya), upacara

pernikahan, horja pabuat boru (upacara pelepasan mempelai wanita), horja

(parhelatan perkawnan di rumah mempelai laki-laki) dan mangupa (upacara

(24)

Mangupa sebagai puncak atau upacara terakhir dalam perkawinan

Mandailing merupakan upacara yang sangat menarik. Mangupa dihadiri oleh

perangkat dalihan na tolu (kahanggi, mora, dan anak boru) dan nasihat – nasihat

perkawinan pada saat itu disampaikan oleh seorang datu pangupa.

Teks Mangupa merupakan teks adat pada suku Mandailing sebagai

ungkapan rasa syukur ataupun berupa kata – kata nasihat dari petuah – petuah

adat yang ditujukan kepada seseorang yang baru saja sembuh dari sakit yang

begitu berkepanjangan yang bertujuan untuk mengembalikan semangat (tondi)

pada orang sakit tersebut. Teks ini adalah sebagai makna syukur mengungkapkan

kebahagiaan untuk keberkatan dalam acara perkawinan adat, wisuda, dan juga

acara penting lainnya. Acara tradisi Mangupa ini sampai sekarang masih saja

tetap dilakukan oleh masyarakat Mandailing di Sumatera Utara.

Penerjemahan Mangupa dilakukan oleh Lubis pada tahun 2009. Hasil

penerjemahan ini sukar dicari padanannya di dalam bahasa Inggris disebabkan

adanya kesenjangan unsur - unsur kebahasaan dan budaya di antara kedua bahasa

ini. Sekilas baca, perbedaan konteks selalu mewarnai dalam pengalihan bahasa

teks Mangupa, hal ini merupakan variasi – variasi yang tidak terhindarkan.

Kemungkinan prosedur adaptasi harus dilakukan oleh penerjemah dengan

mengubah sama sekali wujud kebahasaan yang tersurat dalam bahasa sumber.

Kesulitan mengalihkan pesan dari suatu bahasa (bahasa sumber/BSu) ke

dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran/BSa) merupakan upaya mengganti teks

bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Aktivitas ini

(25)

berwujud pesan/makna penerjemahan yang setara dalam bahasa sasaran. Aktivitas

ini merupakan satu bentuk komunikasi yang melibatkan sistim semiotik, yang

beroperasi dalam kontek sosial.

Penerjemahan melibatkan bahasa, yang mencakup segala tanda atau wujud

representasi makna, kaidah – kaidah yang terdapat dalam bahasa sumber

kemudian dimodifikasi menjadi rambu, simbol, dan sinyal demi tercapainya suatu

kesepadanan makna dalam bahasa sasaran.

Berdasarkan pandangan para pakar dan praktisi terjemahan seperti Halliday

(1956:82), Malinowski (1965:11-12), Catford (1965:20), Nida dan Taber

(1969:12). Newmark (1981:7) dan Larson (1984:3) mempunyai kesamaan

pandangan bahwa mendefinisikan penerjemahan (antarbahasa) adalah proses

pengalihan makna teks sumber ke dalam teks sasaran secara akurat, dapat

dipahami dan berterima bagi pemabaca terjemahan tersebut. Penerjemahan yang

dimaksud dalam definisi ini adalah penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain,

bukan dalam bahasa yang sama (intralingual) dan bukan pula penerjemahan antar

semiotika (intersemiotic translation). Penerjemahan secara akurat adalah hasil

upaya penerjemah untuk menerjemahkan teks sumber secara jujur ; tidak

menyimpang dari makna teks sumber ke makna lain; tidak menambah dan

mengurangi makna teks sumber kecuali diharuskan oleh perbedaan sistem

linguistik kedua bahasa atau untuk memenuhi tuntunan estetika bahasa.

Terjemahan dapat dipahami apabila pembaca dengan mudah dapat memahami

hasil terjemahan dan tidak merasa sedang membaca teks asing. Dengan kata lain

(26)

bahasa (stilistika) dan konteks terjemahan sudah tepat dan secara kultural dapat

dipahami dan diterima oleh pembaca seperti yang disampaikan Larson (1984:3)

bahwa “ Translation consists of transferring the meaning of the source language

into the receptor language. This is done by going from the first language to the

second language by way of semantic structure. It is meaning which is being

transferred and must be held constant. Only the form changes.” Penerjemahan

merupakan upaya pengalihan atau transfer makna (meaning/content) sebuah teks

/berita (bukan kata demi kata) dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang

sesuai dengan stilistika dan konteks bahasa itu digunakan.

Larson (1984) menegaskan berkali – kali bahwa maknalah yang ditransfer

bukan bentuk. Ini didasarkan pada fakta bahwa tidak ada dua bahasa memiliki

bentuk yang sama. Bahasa berbeda dalam keberadaan jenis kata, dalam struktur

sintaktis dan lain-lain. Struktur makna bahasa lebih universal daripada struktur

gramatika (Larson, 1984:26) Jadi di dalam “kepala” dua penutur bahasa yang

berbeda (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) misalnya ada sebuah ide atau

pikiran yang sama untuk mengetahui “ keadaan diri lawan bicaranya”. Penutur

bahasa Inggris mengatakan How are you? Yang secara harafiah berarti

‘bagaimana keberadaan anda” sedangkan penutur bahasa Indonesia menyebutkan

Apa khabar ? yang secara harafiah berarti ‘berita apa yang anda miliki?’ Jadi

dengan jelas terlihat bahwa makna yang sama disampaikan dengan bentuk yang

berbeda.

Penerjemahan merupakan kegiatan mengalihkan pesan dari BSu ke dalam

(27)

tentunya akan memperioritaskan kesepadanan makna (equivalence) dan tidak

hanya terpaku pada kesejajaran formal semata (formal correspondence). Hal ini

disebabkan adakalanya kesepadanan formal tidak mampu mentransfer pesan TSu

ke dalam TSa dengan baik dan berterima (Hoed, 2006a:3).

Pengalihan/transfer makna (meaning/content) sebuah teks/berita (bukan

kata demi kata) dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang sesuai dengan

stilistika dan konteks bahasa itu digunakan.

Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan, perbedaan budaya

di antara kedua teks Mandailing dan Inggris dengan sejumlah istilah dan

ungkapan budaya Mandailing yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris,

oleh karena itu diperlukan kata – kata pinjaman (tidak diterjemahkan) untuk

memberikan penjelasan makna pada glosarium, dan beberapa kata memiliki

padanan tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata – kata tersebut tidak di

transfer ke dalam bahasa Inggris dan maknanya juga harus dijelaskan pada

glosarium.

Sejalan dengan uraian diatas, penelitian ini mengkaji hasil terjemahan teks

Mangupa yang unik dan kaya akan khas budaya dari suku Mandailing.

Keunikannya dinilai dari makna istilah nasihat yang disampaikan oleh pemberi

petuah – petuah agama, keluarga, teman, ataupun lainnya pada prosesi adat

perkawinan. Ciri khas yang tampak pada acara Mangupa adalah adanya leksikon

bahasa Mandailing pada makanan, yang terdiri atas beberapa macam/ jenis yang

setiap jenisnya mengandung makna tersendiri. Kemudian adanya sekapur sirih

(28)

tangan, dan gelas berisi aek sitio – tio, serta ayam dan ikan yang ditutupi

beberapa lembar daun pisang. Makna yang tersirat dibalik Mangupa inilah yang

menjadi objek yang menarik untuk diteliti.

Pendekatan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Halliday (1994)

digunakan dalam penelitian ini untuk landasan teori dalam mengindentifikasi

variasi penerjemahan yang melibatkan dua bahasa yang berbeda ini (Mandailing –

Inggris). Secara langsung, variasi menggambarkan ciri – ciri khas dari kedua

bahasa itu dari persfektif variasi ekperensial. Teori LSF selama ini hanya

difungsikan untuk mendeskripsikan satu teks bahasa Inggris, dan sepanjang

pengetahuan penulis, belum pernah dingkat sebagai persfektif untuk memotret

wujud dua bahasa yaitu lokal bahasa Mandailing dan hasil terjemahannya dalam

bahasa Inggris. Jadi hasil kajian ini menjadi penelitian bahasa Mandailing –

Inggris dari sudut pandang LSF.

Dalam persfektif LSF, teks Mangupa adalah bahasa dengan sistem

semiotik yang memaparkan pengalaman, untuk memaparkan pengalaman manusia

terdapat unsur – unsur yang penting yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan.

Proses merupakan kegiatan yang menjadi inti suatu pengalaman, partisipan

adalah orang atau benda yang melakukan kegiatan dalam klausa atau ujaran,

sedangkan sirkumstan adalah rentang, lokasi, atau cara, sebab, lingkungan,

penyerta, peran, masalah, dan sudut pandang yang memberi keterangan pada

kegiatan inti dalam klausa atau ujaran.

(29)

T1 Songon on ma ikhlas

ni roha muyu

Manjagit Pangupa on

Pa 1 Po Pa 2

T2 You May accept this pangupa

Pa 1 Po Pa 2

Seikhlas inilah hati kalian menerima pangupa ini

- Keterangan

-Po : Proses

: -Pa : Partisipan 1

-Si : Sirkumstan

Data di atas memperlihatkan variasi perwujudan dari makna yang

sebenarnya sama, T1 hadir dengan tiga elemen (Pa1, Po,Pa2), sementara T2

muncul dengan empat elemen (Pa1,Po,Pa2,Si) , hal ini terdapat adanya

penambahan pada posisi T2 pada teks tersebut. Fenomena perwujudan variatif

yang seperti ini akan dikaji secara mendalam. Selain itu, keluasan makna juga

dilihat berdasarkan perubahan kategori proses yang digunakan dalam kedua teks,

sebagaimana contoh berikut, yang memperlihatkan predikat dengan verba yang

berbeda makna satu sama lain, T2 “manjagit” sementara T2”accept”. Perbedaan

predikat tersebut menunjukkan adanya perubahan wujud makna yang

diungkapkan oleh T1 dan T2. Sebagai sumber data primer contoh 2 :

T1 Di son pira manuk na nihobolan

(30)

T2 This Is a boiled egg for safe and sound

Pa Po Pa Si

- Inilah telur ayam rebus pelindung jiwa dan raga

Perubahan di atas memperlihatkan satu ruang terbuka bagi penerjemah

untuk mengungkapkan makna yang ia tangkap dari teks sumber, tanpa harus

selalu terpaku pada teks sumber sebagi rujukan yang ‘mutlak’harus ditaati.

Penerjemah dengan penguasaan bahasa sasaran yang memadai dituntun untuk

mengungkapkan makna itu sejalan dengan kaidah dan sifat yang berlaku dalam

bahasa sasaran.

Fenomena ini menjadi fakta yang menarik untuk dikaji melalui penelitian

penerjemahan, dengan perspektif yang berbeda –perspektif yang tidak melihat

teks sumber sebagai determinan yang paling dominan dalam penciptaan makna

teks terjemahan. Selain itu, kajian ini juga melibatkan bahasa lokal, bahasa

Mandailing –satu bahasa yang masih kurang pengkajian, apalagi bila dihubungkan

dengan kajian penerjemahan secara khusus. Kajian penerjemahan umumnya

mengkaji bahasa – bahasa utama (bahasa nasional dan bahasa asing), dengan

berbagai aspeknya. Dengan demikian, kajian bahasa lokal dari aspek

penerjemahan ini dapat menjadi jalan masuk untuk mengangkat variasi kelokalan

dalam pengkajian ilmiah, terutama pengkajian terjemahan dan linguistik.

Dengan pendekatan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Halliday

(1994), kajian penerjemahan yang melibatkan dua bahasa yang berbeda ini

(Mandailing – Inggris) secara tidak langsung akan menggambarkan ciri – ciri khas

(31)

difungsikan untuk mendeskripsikan bahasa Inggris karena belum pernah diangkat

sebagai persfektif untuk memotret wujud bahasa Indonesia, terlebih lagi untuk

mengakaji bahasa lokal, khususnya bahasa Mandailing. Jadi, hasil kajian ini

secara tidak langsung menjadi deskripsi awal bahasa Indonesia dan bahasa

Mandailing dari sudut pandang LSF. Dengan alasan – alasan tersebut kajian ini

dikatakan layak untuk dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada deskripsi di atas, teridentifikasi permasalahan

permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat variasi realisasi makna antara T1 dengan T2 terutama pada

makna ideasional.

2. Variasi makna ideasional tersebut salah satu terlihat dari perubahan

makna pengalaman.

3. Variasi realisasi makna pengalaman tersebut terjadi baik pada

keluasan, kedalaman, maupun ketinggian.

4. Variasi keluasan makna pengalaman tampak dari penambahan dan

pengurangan unsur makna pada tingkat kalimat.

5. Variasi keluasan makna pengalaman juga teridentifikasi dari

perubahan jenis proses pada tingkat kalimat.

6. Variasi keluasan makna pengalaman, berdasarkan asumsi dan

(32)

terjemahan. Yang artinya kemunculan variasi itu akan menimbulkan

berkurangnya derajat kesepadanan.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada variasi eksperensial teks translasional

Mangupa bahasa Mandailing – Inggris dan secara spesifik teks Mangupa, sebagai

salah satu teks budaya Mandailing, dipiih sebagai objek penelitian.

Fokus utama dalam penelitian ini adalah variasi keluasan makna

pengalaman dengan rincian topik sebagai berikut :

1. Variasi keluasan makna pengalaman antara T1 dengan T2.

2. Wujud variasi keluasan makna pengalaman.

3. Pengaruh variasi keluasan makna pengalaman terhadap kesepadanan

makna.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan landasan pemikiran yang disajikan pada bagian

sebelumnya, kajian ini memfokuskan pada rumusan masalah berikut :

1. Bagaimanakah variasi eksperensial teks translasional direalisasikan

(33)

2. Apakah makna variasi eksperensial teks translasional tersebut dalam

konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi

semiotik translasional)?

3. Faktor kontekstual apakah yang mendorong terjadinya variasi

eksperensial tersebut ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui variasi eksperensial setiap

klausa dari teks Mangupa oleh H. Pandapotan Nasution dan terjemahannya dalam

bahasa Inggris oleh Syahron Lubis. Sebagai tujuan khusus dilakukannya

penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan membahas

terhadap beberapa hal di bawah ini:

1. Mendeskripsikan variasi eksperensial teks translasional yang direalisasikan

oleh dan didalam teks Mangupa bahasa Mandailing – Inggris.

2. Mengungkapkan makna variasi eksperensial teks translasional tersebut

dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translational (tindak

komunikasi semiotik translasional).

3. Mendeskripsikan faktor kontekstual yang mendorong terjadinya variasi

(34)

1.6 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat baik pada tataran teoretis maupun praktis. Secara teori,

diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap dua perkembangan disiplin ilmu,

yaitu penerjemahan dan linguistik. Secara praktis, penelitian ini diharapkan

memberikan manfaat kepada berbagai kalangan yaitu mahasiswa jurusan bahasa

Inggris, guru, dan dosen bahasa Inggris, penerjemah, dan para peneliti.

1.7 Manfaat Teoretis

Hasil kajian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pemahaman teori –

teori mengenai teori LSF Halliday dan aplikasinya dalam pengkajian

penerjemahan. Dalam hal ini, hanya satu metafungsi bahasa saja, yakni makna

ideasional, khususnya keluasan makna pengalaman, yang diberikan cukup

mendalam untuk diterapkan sebagai alat untuk mempertajam dalam mengkaji

penerjemahan. Hasil kajian ini berwujud teori variasi keluasan makna pengalaman

dan implikasinya bagi kesepadanan makna dalam penerjemahan. Selain itu, hasil

kajian juga memperlihatkan kajian bahasa lokal dengan teori LSF, sekaligus

mengenalkan pengkajian penerjemahan yang melibatkan bahasa – bahasa lokal—

satu fakta ilmiah yang sangat jarang ditemukan. Secara tidak langsung , hasil

kajian ini memperlihatkan keunikan – keunikan sistem bahasa dari bahasa

(35)

1.8 Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan

pengajaran kuliah penerjemahan. Selain itu, hasil kajian juga merupakan sumber

acuan yang dapat dijadikan rambu – rambu tambahan bagi praktisi penerjemahan

dalam melakukan pekerjaannya, terutama ketika mereka berhadapan dengan teks

– teks, misalnya pada teks Mangupa. Pengkajian bahasa lokal diharapkan makin

mengenalkan local genius kepada pengkaji bahasa, pemilik bahasa lokal, dan

pemerhati budaya, sehingga mereka makin giat mengkaji, terus mencintai dan

melestarikan nilai – nilai kelokalan, disamping itu kita juga dapat

mempromosikan nilai – nilai budaya kita yang tinggi kepada dunia luar. Untuk

Guru dan Dosen, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran kuliah

penerjemahan. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada guru dan

dosen tentang analisis variasi ekpsperensial yang bermanfaat untuk pengajaran

tata bahasa, analisis wacana, linguistik, dan translasi. Dengan mengkaji berbagai

macam variasi, dosen atau guru akan mempermudah pemahaman siswa/

mahasiswa untuk mengimplementasikan pelajaran dan mata kuliah terkait.

1.9 Klarifikasi Istilah

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk dapat

memperjelas istilah yang digunakan dan untuk lebih memudahkan pembaca

memahami maksud istilah tersebut, berikut ini diberikan penjelasan tentang istilah

(36)

1. Bahasa Inggris adalah bahasa Inggris baku yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris di Kerajaan Inggris atau yang dikenal dengan British

English.

2. Bahasa Mandailing adalah bahasa etnis yang digunakan oleh kelompok etnis Mandailing yang menetap di Mandailing, Kabupaten Mandailing

Natal.

3. Budaya Inggris adalah budaya masyarakat Inggris yang menetap di Kerajaan Inggris.

4. Budaya Mandailing adalah budaya masyarakat Mandailing yang menetap di daerah Mandailing.

5. Translasi adalah istilah lain dari penerjemahan.

6. Penerjemahan adalah proses/pekerjaan pengalihan makna teks sumber ke dalam teks sasaran dalam dua bahasa yang berbeda.

7. Terjemahan adalah produk penerjemahan (teks yang merupakan hasil penerjemahan).

8. Padanan adalah kata atau unsur lain dalam teks sasaran yang maknanya dianggap setara dengan makna kata atau unsur lain dalam teks sumber.

9. Klausa adalah Satuan sintaksis berupa runtunan kata – kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi terdapat komponen, berupa kata

atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai

(37)

10.Struktur adalah istilah yang tidak terbatas pada bentuk formal bahasa seperti kalimat, frasa kata dan morfem tetapi juga aspek makna/ semantik

bahasa.

11.Teks Sumber (Tsur) adalah teks yang akan atau sedang diterjemahkan. Dalam penerjemahan ini Tsar adalah teks hasil penerjemahan berbahasa

Inggris.

12.Teks Sasaran (Tsar) adalah Teks yang menjadi target/ tujuan penerjemahan. Dalam penerjemahan ini Tsar adalah teks hasil

penerjemahan berbahasa Inggris.

13.Bahasa Sumber (Bsur) adalah bahasa yang digunakan dalam Tsur. Dalam penerjemahan ini bahasa sumber adalah bahasa Mandailing yang

digunakan di daerah Mandailing.

14.Bahasa Sasaran (Bsar) adalah bahasa yang digunakan dalam Tsar. Dalam penerjemahan ini bahasa sasaran adalah bahasa Inggris yang

digunakan di Inggris.

15.Variasi Eksperensial adalah suatu perubahan pada unsur kategori proses yang merupakan hasil dari realisasi pengalaman – pengalaman manusia

yang diwujudkan dalam bentuk klausa per klausa. Dengan kata lain,

variasi di sini adalah suatu proses perubahan pada unsur – unsur proses

dari klausa teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (T1 ke T2).

Proses perubahan itu terjadi pada unsur – unsur proses dalam setiap klausa

seperti misalnya material, mental dan relasional, partisipan, verbal, serta

(38)

16.Eksperensial (Experiential) adalah pengalaman, dalam hal ini eksperensial merupakan representasi pengalaman – pengalaman manusia,

baik realitas luaran maupun dalaman diri manusia dari dalam diri manusia

itu sendiri maupun dari luar yang diwujudkan dalam bentuk klausa per

klausa. Dengan kata lain, variasi eksperensial di sini adalah suatu proses

perubahan pada unsur proses utama (proses material, mental, dan

relasional) maupun proses tambahan lainnya (tingkah laku, verbal, dan

wujud atau ekistensial).

17.Mangupa. Istilah Mangupa sebutan yang lebih sering dikenal adalah upa – upa yang merupakan salah satu puncak atau acara terakhir pada upacara

adat perkawinan suku Mandailing yang sangat menarik dan unik.

Mangupa adalah suatu manifestasi, suatu pernyataan kegembiraan serta

kebanggaan hati terhadap yang diupa dengan jalan memberikan mereka

sajian berupa makanan menurut ketentuan adat sambil menyampaikan

pasu – pasu (doa restu) dan nasehat – nasehat sebagai pedoman hidup

mereka serta kata – kata untuk menguatkan tondi mereka. Sasaran utama

dalam mangupa adalah tondi (semangat). Tondi artinya roh atau jiwa. 18.Teks Mangupa adalah sebuah teks lisan yang diucapkan pada upacara

perkawinan tradisional masyarakat Mandailing di daerah Mandailing yang

mengandung nasihat, anjuran, doa kepada sang Pencipta serta harapan

yang baik bagi kedua mempelai yang diupa-upa dalam kehidupan

(39)

19.Pangupa adalah sejumlah benda seperti nasi, kepala kerbau, ayam, ikan, telur, ayam, garam dan lain – lain yang digunakan dalam upacara

mangupa yang memiliki makna tertentu dan melambangkan harapan

yang diinginkan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat di

(40)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pendahuluan

Pendahuluan (Translation Studies) merupakan sebuah disiplin ilmu yang

multidisipliner. Penerjemahan berkaitan dengan/dan memrlukan kontribusi

berbagai subdisiplin ilmu linguistik seperti semantik, sosiolinguistik, pragmatik,

analisis wacana, kontrastif linguistik, kognitif linguistik, dan dengan disiplin lain

seperti filsafat, rekayasa bahasa (language engineering), studi kebudayaan dan

kesusasteraan (Hatim dan Munday, 2004:8). Oleh karena itu penelitian ini tidak

dapat didasarkan pada satu teori saja akan tetapi pada sejumlah teori (eclectic)

yang saling terkait dan mendukung.

Bahasa adalah bagian dari budaya. Ketika seorang penutur menggunakan

bahasa sebagai sarana interaksi dengan penutur lain, sebagai sarana penyampai

pikiran, gagasan, dan perasaan, ciri-ciri budaya penutur selalu terrefleksi dalam

bahasanya. Oleh karena itu penelaahan bahasa apapun tidak akan memadai tanpa

melihat budaya yang melatarbelakangi bahasa tersebut.

Bahasa digunakan dalam konteks. Bentuk dan makna bahasa yang sedang

digunakan ditentukan oleh konteks. Sebagai contoh, dalam konteks yang tidak

formal bahasa yang dipakai pun bahasa tidak resmi dan sebaliknya bila

(41)

tentang relevansi bahasa dengan konteks: konteks situasi, konteks budaya dan

konteks ideologi juga perlu dilakukan untuk membantu upaya penerjemahan.

Penerjemahan sebagai sebuah disiplin, yang merupakan sub-disiplin

linguistik terapan (applied linguistic) tentu saja memiliki teori, metode, dan

teknik. Teori, metode dan teknik apa yang akan diterapkan penerjemah dalam

menerjemahkan sebuah teks ditentukan oleh tujuan penerjemahan yang telah

ditetapkan perlu pula dilakukan sebelum penerjemahan dimulai.

2.2 Teori Linguistik Systemic Fungsional (LSF)

Teori – teori yang dipilih sebagai pemandu dalam pengkajian ini meliputi

teori konsep penerjemahan, penerjemahan teks Mangupa, ekuivalensi dalam

penerjemahan, konseptual translastic, tiga metafungsi Halliday, makna

pengalaman dan sekilas tentang klausa. Setiap teori tersebut akan disajikan pada

bagian – bagian berikut.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah LSFyang dikemukakan

oleh Halliday. Penggunaan LSF dalam bahasa Indonesia didasarkan pada rujukan

teks berbahasa Indonesia Sinar (2003, 2008, 2010) dalam bukunya” Teori dan

Analisis Wacana: Pendekatan Sistemik Fungsional” dan Saragih (2006; 2007)

dalam bukunya “Bahasa dalam konteks Sosial : Pendekatan Linguistik

(42)

LSF dikembangkan oleh M.A.K. Halliday, pakar linguistik dunia dari

Inggris ( yang kini tinggal di Australia), dengan bahasa Inggris sebagai bahasa

kajian. J.R. Martin, pakar linguistik dari Kanada mengembangkan dan

memperkaya teori LSF dengan teori lanjutan, seperti teori genre dengan bahasa

kajian bahasa Inggris. Selain bahasa Inggris, teori LSF telah diterapkan ke

berbagai bahasa dalam mengkaji (suatu) aspek kebahasaan dalam berbagai

bentuk, seperti maklah, tesis, dan disertasi. Aplikasi seperti itu telah dilakukan

dalam bahasa Arab, Hindi, Jepang, Latin, Mandarin, Persia, Portugis , Prancis,

Rusia, Spanyol, Swedia, Tagalog, dan Yunani. Sejumlah penelitian mengenai

bahasa Indonesia berdasarkan teori LSF juga telah dilakukan. Namun, buku

mengenai teori LSF secara utuh atau keseluruhan dalam dan dengan bahasa

percontohan bahasa Indonesia belum dilakukan.

Aliran LSF yang diperkenalkan oleh Prof. M.A.K. Halliday dari

Universitas Sydney, Australia, teorinya ini muncul dari gabungan teori

antropologi Malinowski dan linguist J.R. Firth di Eropa yang sekaligus

merupakan dosen Halliday di Universitas London. Halliday mengembangkan dua

teori tersebut dengan menghubungkan bahasa dan konteks. Menurut Halliday

(1978), bahasa adalah sistem arti, sistem bentuk, dan ekspresi. Hubungan arti dan

ekspresinya adalah semantik yang direalisasikan dengan tata bahasa, Selanjutnya,

tata bahasa diekspresikan fonologi (dalam bahasa lisan) atau grafologi (dalam

bahasa tulisan). Hubungan antara arti dan bentuk adalah alamiah dan berkonstrual

dengan konteks sosial. Dengan kata lain, konteks sosial menentukan dan

(43)

unit semantik yang fungsional dalam konteks sosial. Jadi teks bukanlah

merupakan unit tata bahasa (seperti kata, frasa, klausa, paragraf, dan naskah).

Dengan demikian, dalam satu konteks soal tertentu hanya teks tertentu saja yang

dapat dihasilkan. Sebaliknya, dalam teks tertentu hanya konteks sosial tertentu

yang dapat dirujuk. Konteks pemakaian bahasa dibatasi sebagai sesuatu yang

berada di luar teks atau pemakaian bahasa.

Dengan pengertian fungsional, konteks linguistik mengacu pada unit

linguistik yang mendampingi satu unit yang sedang dibicarakan. Contoh pada

klausa: Carrisa ingin . berangkat nanti malam. Unit Carissa ingin....nanti malam

merupakan konteks bagi unit berangkat ketika seseorang membicarakan kata

berangkat itu. Konteks linguistik adalah konteks internal karena berada di dalam

dan merupakan bagian dari teks yang dibicarakan.

Sedangkan konteks sosial adalah pemakaian bahasa dinterpretasikan

berdasarkan konteks atau segala unsur yang terjadi di luar teks. Dengan kata lain,

konteks sosial memotivasi pengguna atau pemakaian bahasa menggunakan

struktur tertentu. Konteks sosial yang mempengaruhi bahasa terdiri dari atas

situasi (register), budaya (culture), dan ideologi (ideology) (Martin, 1985).

Konteks situasi mengacu pada kondisi dan lingkungan yang mendampingi

atau sedang berlangsung ketika penggunaan bahasa berlangsung atau ketika

interaksi antar pemakai bahasa terjadi. Menurut Halliday dan Hasan (1985)

konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan (field), pelibat (tenor), dan

(44)

yakni apa---what yang dibicarakan dalam interaksi, (2) pelibat, yakni siapa----who

yang terkait atau terlibat dalam interaksi, dan (3) sarana, yakni bagaimana----how

interkasi dilakukan.

Konteks budaya dibatasi sebagai aktivias sosial bertahap untuk mencapai

suatu tujuan. Konteks budaya meliputi tiga hal yaitu (1) batasan kemungkinan tiga

unsur konteks situasi, (2) tahap yang harus dilalui dalam satu interaksi sosial, dan

(3) tujuan yang akan dicapai dalam interaksi sosial.

Konteks ideologi mengacu kepada konstruksi atau konsep sosial yang

menetapkan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan oleh seorang

dala satu interkasi sosial. Dengan batasan ini, ideologi merupakan konsep atau

gambar ideal yang diinginkan dan diidamkan oleh anggota masyarakat dalam satu

komunitas yang terdiri atas apa yang diinginkan atau yang tidak diinginkan terjadi

(Saragih, 2006:6).

Bila melihat dari segi relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa

teori fungsional ini berpijak pada konteks sosial dalam penganalisaan bahasa, tata

bahasa yang berdasarkan LSF relevan untuk semua bidang yang terkait dengan

pemakaian bahasa. Dalam berbagai bidang kegiatan, bidang, dan disiplin ilmu,

bahasa memegang peran penting. Karena tujuan pemakaian bahasa menentukan

tata bahasa tertentu. Peran LSF adalah mengeksplorasi dan mendeskripsi tata

bahasa itu. Walaupun pemakaian bahasa sangat luas, kerelevanan tata bahasa

berdasarkan LSF secara spesifik menurut Halliday (1994:xxix) mencakup

(45)

hakiki persamaan atau perbedaan sejumlah bahasa, c) Memahami perubahan

bahasa dalam kurun tertentu, d) memahami perkembangan bahasa dan

perkembangan bahasa manusia umunya, dsb.

2.3 Translasi

Translasi adalah istilah lain dari penerjemahan. Ada beberapa fenomena

translasi(onal) baik secara intrinsik, teramati, dan terukur. Dari berbagai referensi

dalam kajian translasi baik yang tersurat maupun tersirat pemakaian dan

pengertian translasi (translation), Munday mengartikan translasi adalah peralihan

bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis ...as changing of

an original written text in the original verbal language into a written text in a

different verbal language. (Munday, 2001:5).

Berdasarkan definisi translasi tersebut, terlihat adanya kesepakatan bahwa

translasi adalah suatu pekerjaan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa

atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu kesamaan, yakni adanya

ekuivalensi. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi adalah transfer makna

dari bahasa sumber (source language) ke bahasa sasaran (target language) dengan

keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk ( Nababan 2008).

Selain memperlakukan translasi sebagai proses Tou (2008), Savory

(1968:13), Nida dan Taber (1969:12), Newmark (1988:32), Hurtmann dan Stork

(1972;713), Wilss (1982:112), Larson (1984:3), dan Papegaajj dan Schubert

(46)

semiotik verbal atau kebahasaan), bukan dengan nonbahasa (sandi semiotik

nonverbal atau nonkebahasaan). Dalam hal ini translasi secara hakiki dipandang

sebagai persoalan fenomena kebahasaan. (Savory menggunakan ungkapan “verbal

expressions” untuk mempresentasikan bahasa). Sebagian pengkaji translasi

memaknai translasi dalam arti ini dan berdalil bahwa kajian/ teori translasi apapun

harus mengacu pada kajian/teori bahasa.

Nida dan Taber (1982:12) mendefinisikan penerjemahan “Reproducing in

the receptor language that natural equivalent of the source language massage,

first in term of meaning and second in term of style”. Artinya, penerjemahan

adalah mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam BSu ke dalam BSa

dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat baik dari segi makna

maupun gaya bahasa. Oleh karena itu, suatu hasil terjemahan ideal mampu

dipahami dengan mudah dan terasa seperti TSa bukan hasil terjemahan karena

penggunaan gaya bahasa yang equivalen (sepadan) dengan gaya Bsa. Untuk

mendapatkan equivalensi makna antara BSu dan BSa, Nida menawarkan teknik

penambahan atau pengurangan informasi yang kemudian dikenal dengan istilah

gain and loss in translation.

Dari ungkapan Nida di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

pertama, menurut Nida, penambahan informasi dalam penerjemahan diperlukan

ketika adanya ambiguitas makna pada BSa, jika tidak diberikan informasi

tambahan dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahpahaman pembaca dalam

memaknai TSu. Kedua, Penambahan informasi juga dibutuhkan mengingat

(47)

yang disebabkan oleh perbedaan signifikan gramatika kedua bahasa. Ketiga,

amplikasi (penjelasan) yang juga merupakan penambahan informasi diperlukan

untuk mengungkapkan makna implicit TSu menjadi makna eksplicit. Akan tetapi,

disisi lain pengurangan dalam penerjemahan juga terkadang diperlukan untuk

menghindari pemborosan dan kekakuan bahasa.

Menerjemahkan dua bahasa atau lebih yang perbedaanya tergolong

signifikan, tentulah bukan hal yang mudah. Apalagi tidak ada kesepadanan yang

mendekati seratus persen persis sama. Oleh karena itu, padanan tidak hanya

berada pada tataran formal saja tetapi juga pada tataran informal yang mengkaji

makna yang tersembunyi di balik TSu.

Bell (1991: 6) menyatakan penerjemahan sebagai peralihan (replacement)

presentasi satu teks dalam satu bahasa dengan satu representasi teks yang

sepadan dalam bahasa yang kedua. Strauss (1998) menyebut kesepadan ini

dengan” an accurate and readable rendition,” Artinya , tujuan utama

penerjemahan adalah menghadirkan suatu pesan secara akurat kepada pembaca

bahasa sasaran.Ia mengutip Herbert M. Wofl yang menyatakan bahwa tujuan

penerjemahan yang baik adalah “ to provide an accurate , and readable rendition

of the original that will capture as much of the meaning as possible,” Artinya,

tujuan utama penerjemahan adalah memberikan teks terjemahan yang akurat dan

mudah terbaca seperti aslinya dengan menyampaikan makna yang ada secara

maksimal Pembaca sasaran menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan

penerjemahan. Teks terjemahan harus menghadirkan makna secara utuh dengan

(48)

seorang penerjemah harus memahami betul makna yang terkandung dalam teks

asli dan memahami cara untuk menyampaikan makna itu untuk pembaca sasaran.

Dengan demikian, teks asli memiliki otoritas mutlak yang maknanya harus

dihadirkan secara utuh dalam teks sasaran. Pandangan diatas agak berbeda dengan

dengan persfektif kaum fungsionalis yang lebih mengedepankan tujuan dari

penerjemahan. Menurut mereka teks terjemahan yang tidak sejalan dengan tujuan

yang diinginkan oleh pemangku kepentingan yang terlibat dinyatakan sebagai

produk terjemahan yang gagal.

Nord (1997: 89-90) memberikan persyaratan pokok yang harus dipenuhi

penerjemah untuk dapat menghasilkan ekuivalen antara teks sumber dan teks

sasaran. Persyaratan tersebut meliputi :

1) Penafsiran penerjemah harus sama dengan “maksud” pengarang.

2) Penerjemahan harus dapat mengungkapkan maksud pengarang dengan

sedemikian rupa hingga teks sasaran dapat mencapai fungsi yang sama

dalam budaya sasaran sebagaimana pencapaian teks asli dalam budaya

sumber.

3) Pembaca sasaran harus memahami dunia teks terjemahan sebagaimana

pembaca teks sumber memahami dunia teks asli.

4) Efek yang ditimbulkan oleh teks sasaran terhadap pembaca sasaran harus

sepadan dengan efek yang diakibatkan oleh teks asli terhadap

(49)

Dari persyaratan di atas, tampak lebih jelas lagi “titik idealis” dari

pandangan Nord. Kriteria dan persyaratan itu agaknya dapat diberlakukan dalam

semua jenis pekerjaan penerjemahan, bukan hanya dalam penerjemahan teks

Mangupa saja. Tetapi kriteria dan persyaratan “ kesempurnaan” karya terjemahan

yang diungkapkan Nord di atas tentu saja tidak harus dipenuhi secara mutlak oleh

praktisi penerjemahan. Tentunya, ada perioritas yang mesti dipentingkan dan

elemen suplemen yang dapat dikesmpingkan untuk sementara dalam

penerjemahan teks mangupa. Tindakan semacam ini tidaklah mengurangi

“pemenuhan fungsi” seorang penerjemah sebagai satu tahap awal untuk mencapai

pemenuhan tugas “secara maksimal”.

Didalam penerjemahan, seorang penerjemah harus memahami makna teks

secara keseluruhan dan menghadirkannya dalam bahasa lain secara utuh pula.”

Keutuhan” dalam hal ini tentu saja tidak akan tercapai secara mutlak karena “

pemindahan makna dari teks sumber ke teks sasaran selalu menimbulkan

translation loss”, sebagaimana ungkapan Harvey dan Higgins (1992-24),” the

transfer of meaning from ST (source text) to TT (target text) is necessarily subject

to a certain degree of translation loss; that is, a TT will always lack certain

culturally relevant features that are present in the ST.” Pandangan ini

dimaksudkan agar penerjemah tidak bekerja keras untuk membela padanan

sempurna yang tidak realistis, melainkan menerima situasi tersebut yang memang

kadang tidak terhindahkan, dan berupaya meminimalkan derajat kehilangan itu.

Penerjemah tidak akan mungkin menghadirkan makna teks secara sempurna

(50)

bahasa – bahasa yang ada. Terkadang prosedur adaptasi harus dilakukan, dengan

mengubah sama sekali kebahasaan yang tersurat dalam bahasa sumber. Langkah

ini merupakan pilihan jalan yang harus ditempuh ketika seorang penerjemah

berhadapan dengan situasi atau konsep yang diusung dalam pesan bahasa sumber

yang sama sekali tidak dikenal dalam budaya yang menjadi konteks bahasa

sasaran (Hatim dan Munday, 2004; 151). Ia kemudian mengkreasikan satu situasi

yang dianggap sebagai padanan. Karena itulah prosedur ini disebut sebagai

padanan. Karena itulah prosedur ini disebut sebagai padanan situasional. Hal ini

dapat kita lihat pada judul film, novel, atau buku – buku.

Damono (2008; 04) menyatakan bahwa penerjemahan memiliki spektrum

yang luas dan menempatkan penerjemah pada dua kutub opsi yang sangat berbeda

satu sama lain. Di satu sisi, penerjemah dapat memilih untuk berupaya

menghasilkan karya yang sama persis dengan aslinya. Di sisi lain, penerjemah

dapat menjadi kegiatan kreatif yang dinamis.

Sebagai pedoman dalam pemadanan dan pengubahan, kita dapat

memanfaatkan konsep dinamika penerjemahan oleh Newmark (1988). Menurut

beliau, sebuah teks yang akan diterjemahkan dapat ditarik ke sepuluh arah dalam

analisis, sebelum dialihkan, Newmark (1988: 4) menggambarkan proses

(51)

1 Penulis teks 5 Hubungan dalam Bahasa

Sasaran

2 Norma Bahasa Sumber 6 Norma Bahasa Sasaran

3 Budaya Bahasa Sumber 7 Budaya Bahasa Sasaran

4 Latar dan Tradisi Bahasa Sumber 8 Latar dan Tradisi Bahasa

Sasaran

9 Penerjemah ( Newmark, 1988 :4)

Gambar : 2. 3

9 Kebenaran (fakta atau substansi masalah)

2.4 Ekuivalensi dalam Penerjemahan

Ekuivalensi lazim digunakan sebagai parameter yang digunakan dalam

menilai kualitas sebuah teks terjemahan. Ekuivalensi atau padanan mengacu pada

kesetaraan pesan/makna antara teks sumber dan teks sasaran. Beberapa ahli

menagajukan konsep yang beragam mengenai ekuivalensi tersebut akan dibahas

(52)

satu per satu pada bagian ini. Konsep pertama datang dari Catford dengan gagasan

‘kesetaraan formal’ dan ‘padanan tekstualnya’.

Catford (1965:20) memandang pekerjaan penerjemah hanyalah sekedar

‘mengganti’ makna dari satu bahasa (bahasa sumber) dengan makna pada bahasa

yang lain (bahasa sasaran), yang dapat berfungsi sepadan pada situasi yang

berlaku. Menurutnya, target tersebut dapat dilakukan dengan persamaan formal

(formal corresspondence) atau padanan tekstual (tekstual equivalence). Artinya

ekuivalensi dalam penerjemahan merujuk pada persamaan makna antara teks

sumber dan teks sasaran yang harus dapat berfungsi pada situasi yang serupa

(Catford,1965: 27).

Persamaan bentuk merupakan bentuk representasi dari makna teks sumber

yang teramat patuh pada bentuk lingual dalam bahasa sumber. Kategori bentuk

dari TL sama persis dengan SL (misalnya kata kerja SL diterjemahkan dengan

verba dalam TL. Padanan ini merupakan bentuk kepatuhan secara menyeluruh

baik secara maknawi maupun lingual. Sebaliknya padanan tekstual tidak terlalu

takluk pada bentuk, tetapi lebih kepada ekspresi yang dianggap sepadan dalam

situasi tertentu. Catford (1965: 49) menyebut padanan tekstual ini dengan kriteria,

interchangeable in a given situation”. Artinya, kedua bentuk lingual sebuah teks

(dalam SL dan TL) secara umum dapat saling menggantikan dalam situasi tertentu

sebagai konteks. Kategori padanan yang mengingatkan kita pada prosedur

(53)

Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan

bentuk – bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan

mengatasi sejumlah masalah yang tidak didapati dalam penulisan teks secara

umum. Bingkai pembatas itu terkait dengan keharusan untuk menyelaraskan kode

bahasa, nilai budaya , dunia dan persepsi tentangnya, gaya dan estetika, dan

sebagainya (Hatim dan Munday, 2004:46).

Koller (dalam Hatim, 2001:27) memandang padanan sebagai proses yang

dibatasi oleh pengaruh perbedaan bahasa, non –bahasa serta lingkungan/situasi

antara SL/TL dan juga peran kondisi sejarah – budaya yang menjadi konteks

penciptaan teks dan terjemahannya sekaligus kondisi ketika dua teks itu sampai ke

pembaca. Relasi – relasi yang sepadan (equivalen) bersifat relatif terhadap ‘ikatan

ganda’, pertama pada teks sumber, dan kedua pada situasi komunikasi bagi pihak

penerima. Satuan – satuan linguistik-tekstual dikatakan sepadan apabila sejalan

dengan unsur – unsur teks sumber dilihat dari ‘kerangka - kerangka padanan’.

Sejalan dengan konsep tersebut, Koller dalam (Hatim, 2001:28)

merumuskan ”kerangka padanan” dan menyatakan bahwa padanan terjemahan

dapat dicapai melalui salah satu tataran berikut :

a) Kata- kata BSu dan BSa memilki fitur ortografis dan fonologis yang

serupa (padanan formal).

b) Kata – kata BSu dan BSa mengacu pada entitas atau konsep yang sama

(54)

c) Kata – kata BSu dan BSa mengandung asosiasi yang sama atau mirip

dalam pikiran para penutur kedua bahasa itu (padanan konotatif)

d) Kata – kata BSu dan BSa digunakan dalam konteks yang sama atau serupa

pada masing – masing bahasa (padanan tekstual – normatif).

e) Kata – kata BSu dan BSa memiliki efek yang sama terhadap masing –

masing pembaca dalam kedua bahasa itu (padanan pragmatik/dinamik).

2.5 Variasi Makna Teks : sekilas Konsepsi Translasi berbasis Translatics

Teks dimaknai oleh Halliday dan Hasan (1985,Tou:1992:14) sebagai

kumpulan makna – makna yang diungkapkan/dikodekkan dalam kata – kata dan

struktur. Ia adalah suatu proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi

tertentu (ibid:15). Fenomena tersebut digambarkan secara rinci demikian.

Konteks situasi, tempat teks itu terbentang, dipadatkan dalam teks, bukan dengan cara berangsur – angsur, bukan pula dengan cara mekanis yang ekstrim, tetapi

melalui sesuatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak,

dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak (1985: 15-16)”.

Dari pengertian di atas, teks selalu hadir dalam variabel – variabel yang

menentukan bentuk kehadirannya. Teks selalu ditentukan oleh konteks situasi

yang berujud medan, pelibat, dan sarana, serta situasi sosial sebagai konteks

budaya yang lebih besar lagi. Teks dalam hal ini merangkul teks sebagai teks yang

ditulis oleh seorang pengarang dengan panduan pemikirannya, dan juga teks

(55)

Dalam perspektif yang demikian, Tou (2008:28) merangkum variabel –

variabel yang menentukan wujudiah teks, yang meliputi semiotika konotatif

(religi, ideologi, budaya, dan situasi) dan semiotika denotatif (wujud ekspresi baik

verbal/nonverbal). Dengan banyaknya variabel – variabel yang mengikat

kehadiran teks, amat sulit dua teks dapat hadir dengan makna yang sepadan tanpa

mengalami transformasi apapun, terlepas dari berapapun besaran derajad

skalanya, variasi atau perubahan akan menjadi keniscayaan yang tidak

terhindarkan dalam praktik pengugkapan makna melalui sistem semiotika.

Adanya sifat plastis dari makna pesan verbal, proses penerjemahan

menjadi sangat relatif terhadap berbagai variabel yang melingkupi teks bahasa

sumber dan juga faktor yang mengelilingi teks sasaran, termasuk pembaca tujuan

yang dicanangkan sebagai target dalam proses tersebut. Keplastisan atau potensi

perubahan dalam proses penerjemahan juga diungkapkan oleh Al-Zoubi dan Al-

Hassnawi (2003:1) yang melihat perubahan itu sebagai “peralihan/

perubahan”(shift). Mereka berpandangan bahwa dalam praktiknya, penerjemah

berhadapan dengan “a plethora of linguistic, stylistics and even cultural

problems”. Dengan permasalahan (variabel) kebahasaan, stilistika, dan juga

budaya, tindak penerjemahan selalu berada dalam kontinum kemungkinan yang

akan menyebabkan sejumlah peralihan (shift) nilai – nilai linguistik, estetik dan

intelektual dari teks sumber. Mereka kemudian mendefinisikan apa itu”peralihan”

(shift) sebagai:

All the mandatory actions of the translator (those dictated by the structural

Gambar

Gambar : 2. 3
Gambar 2.7 Perangkat Pilihan dalam Klausa
Tabel 1 Behaviour
Tabel 2 Eksistensial
+7

Referensi

Dokumen terkait

KESALAHAN MAKNA LEKSIKAL PADA TERJEMAHAN TEKS BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA

Artikel akan bahasa tuntas contoh news item beserta artinya News item bisa diartikan adalah teks yang berisikan berita singkat dalam bahasa inggris Jika kalian bercita-cita

Jadi pemain yaitu pt mencerdaskan anak muda berkontribusi bagi indonesia masa karantina, contoh teks presenter berita tv dalam bahasa inggris yang dilanjutkan dengan tujuan

Narrative Text adalah satu dari 13 jenis teks bahasa inggris (genre) yang lahir dari kalangan Narration (lihat Types Of Text) sepertihalnya Recount Text, Anecdote Text, Spoof Text dan

Report Text adalah salah satu dari ke-13 jenis teks bahasa Inggris (Types of Text) yang menghadirkan informasi tentang sesuatu seperti alam, hewan, tumbuhan, hasil

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah soal teks akademik bahasa Inggris yang terdiri dari dua puluh lima pertanyaan dimana terdapat lima item yang diuji yaitu ide

Dengan penelitian konteks sosial dan transitivitas ideational meaning dalam teks bacaan buku Bahasa Inggris kelas X, maka dapat menentukan gambaran jelas isi teks bacaan

Untuk itu, kamu bisa menyimak 10 contoh teks story telling Bahasa Inggris berikut ini yang dapat dijadikan sebagai referensi dan contoh untuk membuat teks yang baik serta benar.. Contoh