PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK DAN KALIUM
TERHADAP KUANTITAS DAN INTENSITAS KALIUM SERTA
RESPONS TANAMAN JAGUNG (
Zea
mays L
.) PADA
VERTISOL CIHEA
Oleh :
Ninuk Christina Anggraeni
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK DAN KALIUM
TERHADAP KUANTITAS DAN INTENSITAS KALIUM
SERTA RESPONS TANAMAN JAGUNG (
Zea mays L
.) PADA
VERTISOL CIHEA
Oleh :
Ninuk Christina Anggraeni
P02500016
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium Terhadap Kuantitas dan Intensitas Kalium serta Respons Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Vertisol Cihea
Nama : Ninuk Christina Anggraeni
NRP : P02500016
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Ketua
Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Anggota
Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kuantitas dan Intensitas Kalium serta ResponsTanaman Jagung (Zea mays L.) pada Vertisol Cihea adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2007
ABSTRAK
NINUK CHRISTINA ANGGRAENI. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kuantitas dan Intensitas Kalium serta Respons Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Vertisol Cihea. (Dibawah bimbingan KOMARUDDIN IDRIS sebagai ketua, SRI DJUNIWATI dan DJUNAEDI A. RACHIM sebagai anggota).
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari pengaruh pemberian bahan organik terhadap kuantitas dan intensitas K dalam tanah, (2) Memepelajari pengaruh pemberian bahan organik dan pemupukan K terhadap pertumbuhan dan serapan hara tanaman jagung.
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca, Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor dan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor mulai bulan Januari sampai September 2002.
Metode Beckett digunakan dalam mempelajari hubungan kuantitas dan intensitas K. Sedangkan untuk percobaan rumah kaca digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktorial 4x4 dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis bahan organik (0%, 0.5%, 1%, dan 2%) dan faktor kedua adalah dosis kalium (0, 25, 50, dan100 ppm K).
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian bahan organik menurunkan daya sangga K dan K labil, sedangkan daya erap K dan K tersedia cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya dosis bahan organik. Pemberian bahan organik meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman serta serapan K. Perlakuan kalium meningkatkan bobot basah dan bobot kering tajuk dan serapan K serta menurunkan serapan N.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 21 November 1976 merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sumardi dan Ibu Sulastri Purwaningrahayu.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Wlingi I Blitar pada tahun 1988, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri I Wlingi Blitar pada tahun 1991 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Talun Blitar pada tahun 1994. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis masuk di Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana Program Magister Sains, Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Tesis berjudul “Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kuantitas dan Intensitas Kalium serta Respons Tanaman pada Vertisol Cihea” disusun dengan komisi pembimbing terdiri dari Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS sebagai anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada :
1. Kepala Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah – Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian, beserta staf dan laboran yang telah membantu selama penelitian.
2. Mama, Bapak, dan Duta yang tak henti memberikan dorongan dan motivasi.
3. Rekan-rekan mahasiswa PS Ilmu Tanah IPB, khususnya angkatan 2000, pertahankan tali silahturahmi di antara kita.
4. Mbak Desi, yang setia “menemani” dalam penelitian dan penyusunan tesis. 5. Teman-teman Bagunde 41, untuk kebersamaan dan kekeluargaan yang
terjalin sampai saat ini.
6. Rekan-rekan “seperjuangan” di BAKOSURTANAL, terimakasih untuk supportnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak sekali kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ……….. viii
DAFTAR ISI ………. ix
DAFTAR GAMBAR ……… v
DAFTAR TABEL ……….. vi
PENDAHULUAN ………. 1
Latar Belakang ……….……….. 1
Tujuan Penelitian ………... 2
Hipotesis ……….. 3
TINJAUAN PUSTAKA ………... 4
Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah……… 5
Fiksasi Kalium dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya …………. 7
Karakteristik Umum Tanah Vertisol ……… 10
Faktor-faktor Lingkungan yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman Jagung ………. 11
BAHAN DAN METODE ………. 13
Tempat dan Waktu Penelitian ………... 13
Bahan dan Alat ………... 13
Metode Penelitian ……….. 13
Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah ………. 14
Percobaan Laboratorium ………... 14
Percobaan Rumah Kaca ……… 16
Model Analisis Statistik ………. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 18
Karakteristik Mineralogi, Kimia dan Fisik Contoh Tanah Penelitian … 18 Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kuantitas-Intensitas Kalium ……….. 21 Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman serta Kadar dan Serapan Hara ………
24 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ……….
24 Kadar dan Serapan Hara ………
Pengaruh Pemberian Kalium terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman serta Kadar dan Serapan Hara ………
26 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ……….
26 Kadar dan Serapan Hara ………
27 Pengaruh Interaksi Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap
DAFTAR GAMBAR
Teks Hal.
1. Hubungan Faktor Kuantitas (Q) dan Intensitas (I) ……… 6 2. Interaksi antara Substansi Humik Bahan Organik dengan Mineral
Tanah ……… 8 3. Kombinasi Amida dengan Proton menjadi Kation yang Terikat pada
Montmorilonit 9
4. Tapak Jerapan K pada Mineral Liat Tipe 2:1 seperti Illit, Vermikulit
Dan Khlorit (Mengel dan Haeder, 1973 dalam Tisdale et al., 1985) 10 5. Alat Perkolasi yang Digunakan dalam Analisis Hubungan Kuantitas
dan Intensitas Kalium ………. 15 6. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kuantitas (Q) dan
Intensitas (I) Kalium ………. 22 7. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kadar
N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST) ……. 29 8. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap
Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif
( 40 HST) ………. 31
Lampiran
1. Difraktogram Mineral Liat Tanah Vertisol pada Perlakuan
Penjenuhan Mg ……….. 43 2. Difraktogram Mineral Liat Tanah Vertisol pada Perlakuan
Penjenuhan Mg dan Diikuti Glyserol ……….. 43 3. Difraktogram Mineral Liat Tanah Vertisol pada Perlakuan
Penjenuhan Kalium ……… 44 4. Difraktogram Mineral Liat Tanah Vertisol pada Perlakuan
Penjenuhan Kalium dan Dipanaskan sampai 550oC ………. 44 5. Foto Tanaman Jagung dengan Berbagai Pemberian Bahan
DAFTAR TABEL
Teks Hal.
1. Jenis Mineral Liat Tanah Vertisol Cianjur dengan Identifikasi XRD .. 19 2. Hasil Analisis Tanah Vertisol Cihea ……….. 20 3. Parameter Hubungan Kuantitas – Intensitas (Q/I) K ……….. 21 4. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Tinggi Tajuk
Tanaman, Bobot Basah Tajuk, Bobot Basah Akar dan Bobot Basah Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST) ……… 24 5. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Bobot Kering Tajuk,
Bobot Kering Akar dan Bobot Kering Tanaman pada Masa
Vegetatif (40 HST) ……… 24 6. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kadar N, P, K, Ca
dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST) ……….. 25 7. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Serapan N, P, K,
Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST) ……… 25 8. Pengaruh Pemberian K terhadap Tinggi Tajuk Tanaman, Bobot
Basah Tajuk, Bobot Basah Akar dan Bobot Basah Tanaman pada
Masa Vegetatif (40 HST) ………. 26 9. Pengaruh Pemberian K terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot
Kering Akar dan Bobot Kering Tanaman pada Masa Vegetatif
(40 HST) ……… 27 10. Pengaruh Pemberian K terhadap Kadar N, P, K, Ca dan Mg
Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST) ………. 27 11. Pengaruh Pemberian K terhadap Serapan N, P, K, Ca dan Mg
Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST) ………. 28 12. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kadar
N, P, K, Ca dan Mg Tanaman ……… 29 13. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap
Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman ……… 30
Lampiran
1. Hasil Analisis Bahan Organik (Pupuk Kandang) ……… 36 2. Komposisi K, Na, Ca dan Mg Dapat Ditukar (Faktor Kuantitas)
Tanah dengan Pemberian K dan Beberapa Rasio Ekstraksi ……… 37 3. Komposisi K, Na, Ca dan Mg dalam Larutan (Faktor Intensitas)
Tanah dengan Pemberian K dan Beberapa Rasio Ekstraksi ……… 38 4. Tabel F-Hitung Seluruh Data yang Diamati dari Analisis Sidik
Ragam Akibat Perlakuan Bahan Organik dan Kalium pada Tanah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vertisol merupakan tanah yang didominasi oleh liat tipe 2:1 (smektit) yang
bersifat netral dengan KTK tinggi (80 – 150 me/100 g). Kadar Ca pada tanah ini
cukup tinggi sehingga komplek jerapan dan larutan tanahnya dijenuhi oleh Ca,
sedangkan K dapat ditukar rendah. Sifat utama tanah yang didominasi oleh
mineral liat smektit adalah mengembang saat basah dan mengkerut saat kering.
Pada kondisi mengembang ion K lebih mudah dipertukarkan dibandingkan pada
kondisi mengkerut.
Fiksasi K pada tanah-tanah yang mengandung mineral liat illit dan
vermikulit menyebabkan K tersedia dalam bentuk K dapat dipertukarkan menjadi
rendah. Pada fiksasi K terjadi keseimbangan antara K yang terikat pada ruang
antar lapisan mineral dengan K yang tersedia untuk tanaman pada tapak
pertukaran (posisi) planar dan edge serta dengan K-larutan (Evangelou et al., 1986).
Ketersediaan K dalam tanah sangat dipengaruhi oleh daya sangga K,
daya erap, kapasitas erap, K-labil yang ditentukan oleh komposisi kation K, Ca,
dan Mg di dalam larutan dan kompleks jerapan tanah. Daya sangga K
menunjukkan daya mempertahankan intensitas K dalam larutan tanah terhadap
pengurangan dan penambahan K dan sebanding dengan kapasitas tukar kation
(Beckett, 1971). Besarnya daya sangga K dipengaruhi oleh tipe mineral dan
kadar bahan organik tanah. Daya erap merupakan kemampuan tanah dalam
mengerap K. Daya erap ini digambarkan oleh nilai koefisien selektivitas atau
koefisien Gapon. Kapasitas erap adalah hasil bagi daya sangga dengan daya
K dalam larutan dan K yang terjerap pada permukaan koloidal (Mutscher, 1995).
Kalium labil ini mempengaruhi ratio aktivitas K dalam keseimbangan.
Bahan organik diduga dapat mempengaruhi ketersediaan K dan fiksasi K
tetapi mekanisme pengaruh tersebut belum diketahui dengan jelas. Menurut Olk
dan Cassman (1995) terdapat kaitan antara penurunan fiksasi K dengan
peningkatan kadar bahan organik pada tanah yang mengandung mineral liat
vermikulit. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan pengaruh bahan
organik terhadap ketersediaan K dan fiksasi K diantaranya penggantian K dapat
dipertukarkan dan K pada ruang antar lapisan oleh molekul N organik (Olk dan
Cassman, 1995).
Penggunaan pupuk kandang (kotoran sapi, kerbau dan sebagainya)
dalam jumlah besar (sampai 60 Mg/ha) dapat mempengaruhi perilaku
pertukaran K+ dalam tanah, meningkatkan kation dapat ditukar, KTK, pH dan
menurunkan Al dapat ditukar (Patiram, 1994; Olk dan Cassman, 1995),
meningkatkan jumlah K labil, rasio aktivitas K dalam keseimbangan dan daya
sangga K tanah (Patiram, 1994) serta nilai koefisien Gapon atau koefisian
selektivitas yang menggambarkan daya erap K tanah (Poonia, 1997).
Menurut Evangelou et al., (1986), bahan organik memberikan nilai daya sangga untuk kation K+. Peningkatan daya sangga K diikuti dengan menurunnya
afinitas K pada fase pertukaran. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh
Evangelou et al., (1986) bahwa afinitas K+ oleh bahan organik lebih rendah daripada afinitas K+ oleh lapisan silikat.
Amrutsagar dan Sonar (1999) melaporkan rasio aktivitas K, labil,
K-terjerap baik jerapan non-spesifik maupun jerapan spesifik pada Inceptisol
meningkat seiring dengan peningkatan dosis pemupukan K. Hal ini menunjukkan
sehingga K segera tersedia. Hasil penelitian Permanik (2001) pada tanah
Vertisol Ngawi diketahui mempunyai kapasitas erap hara K sebesar 25,878
me.100g-1, daya sangga sebesar 212,8 me.100 g-1 dan K-labil sebesar 0,2209
me.100 g-1 yang lebih tinggi dari tanah Entisol Sleman dan Inceptisol Indramayu.
Daya sangga K, daya erap K, kapasitas erap K dan K labil dalam tanah
dapat ditentukan dengan menggunakan metode hubungan kuantitas dan
intensitas (Q/I). Metode ini dilakukan dengan cara menghubungkan perubahan K
dapat ditukar sebagai faktor kuantitas dengan rasio aktivitas K, yaitu aktivitas K
dibagi akar pangkat dua dari jumlah aktivitas Ca dan Mg sebagai faktor intensitas
(Beckett, 1964; Sulaeman et al.,1992).
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh pemberian bahan organik terhadap kuantitas dan
intensitas K dalam tanah
2. Mempelajari pengaruh pemberian bahan organik dan pemupukan K terhadap pertumbuhan dan serapan hara tanaman jagung.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh pemberian bahan organik terhadap kuantitas dan
intensitas K dalam tanah.
2. Terdapat interaksi pemberian bahan organik dan pemupukan K terhadap
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah
Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid
dalam tanah, sedangkan faktor intensitas K menunjukkan jumlah K dalam larutan
tanah. Beckett (1964) menyatakan bahwa ketersediaan K untuk tanaman
setidaknya ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yaitu faktor intensitas (I), faktor
kuantitas (Q) dan faktor kapasitas (C). Hubungan antara perubahan K-dapat
dipertukarkan sebagai faktor kuantitas dengan rasio aktivitas K / aktivitas √ Ca +
Mg sebagai faktor intensitas dapat menduga status K tanah. Jiminez dan Parra
(1991) menyatakan bahwa hubungan Q-I kalium dapat menduga perilaku dan
dinamika hara K dalam suatu jenis tanah.
Hubungan Q-I ini memiliki beberapa parameter yaitu K mudah tersedia
(K-labil atau ∆Ko), K yang dijerap spesifik (Kx), daya sangga K tanah (PBCK) dan
rasio aktivitas K dalam keseimbangan (ARKe). Le Roux dan Sumner (1968)
menunjukkan bahwa ∆Ko dapat menduga ketersediaan K lebih baik
dibandingkan dengan K-dd normal (NH4OAc, pH7). Mereka mendapatkan
bahwa nilai ∆Ko yang tinggi menunjukkan pelepasan K yang besar ke larutan
tanah sehingga menghasilkan lebih banyak pool K-labil.
Daya sangga K (PBCK) adalah kemampuan tanah untuk menyangga
konsentrasi K mendekati konstan dalam larutan tanah (intensitas) bila K
ditambahkan atau hilang dari larutan tanah. Daya sangga K bervariasi dan
spesifik untuk jenis tanah tertentu. Parameter ini antara lain ditentukan oleh
persen liat, jenis liat, kandungan bahan organik dan lain-lain yang nilainya
proporsional dengan KTK tanah (Uribe dan Cox, 1998; Sulaeman, Eviati dan Sri
yang diperoleh dari persamaan Gapon untuk merumuskan hubungan komposisi
kation dapat dipertukarkan dengan aktivitasnya dalam larutan tanah.
Daya erap K tanah (disebut juga konstanta Gapon, KG) adalah kemiringan
dari hubungan antara rasio K/Ca+Mg yang dapat ditukar dengan yang ada dalam
larutan (rasio aktivitas K). KG merupakan faktor afinitas yang dapat digunakan
sebagai ukuran daya erap (sorption power) tanah terhadap K. Sedangkan kapasitas erap (sorption capacity) adalah faktor kuantitas yang menunjukkan
jumlah maksimum K yang dapat disimpan oleh tanah tertentu.
Evangelou dan Karathanasis (1986) menyatakan bahwa daya sangga K
(PBCK) berkorelasi sangan baik dengan KG dan KTK. Hubungan daya sangga K
dengan KG dapat dijabarkan dengan persamaan : PBCK = KG (Cadd + Mgdd).
Kalau Kdd<<Cadd+Mgdd maka persamaan tersebut dapat ditulis :PBCK = KG x
KTK.
Nilai ARKe adalah nisbah aktivitas K relatif terhadap unsur lain dalam
keseimbangan. ARKe merupakan ukuran ketersediaan atau K-siap tersedia
dalam tanah. Beckett (1964) dan Le Roux dan Sumner (1968) menyatakan
bahwa pemupukan K akan meningkatkan nilai ARKe, tapi menurun dengan
penambahan kapur.
Bentuk umum kurva Q/I diperlihatkan pada Gambar 1 dengan
parameter-parameter (Sparks dan Liebhardt, 1981):
Faktor intensitas K (ARK) dihitung dari kepekatan ion-ion Ca, Mg, K dan
Na yang telah dikoreksi menjadi aktivitas dengan menggunakan teori
Debye-Hucle yang diperluas sebagai berikut (Beckett, 1965; Sparks dan Liebhardt,
1981) :
Log fi = -a Zi2 I0.5/ (1 + αβ I0.5) Dimana : fi = aktivitas ion i
Zi = valensi ion i
I = kekuatan ion dari larutan αβ = dianggap 1
∆ K = penambahan atau kehilangan K tanah dalam mencapai keseimbangan atau faktor kuantitas (Q)
ARK = rasio aktivitas K atau faktor intensitas (I)
Ko = K labil ( K pada jerapan non-spesifik / pada permukaan luar mineral)
ARKe = rasio aktivitas K tanah dalam keseimbangan
Kx = K terjerap secara spesifik ( pada permukaan dalam mineral)
PBCK = kapasitas sangga potensial K
Untuk mengetahui hubungan kuantitas dan intensitas (Q/I) K digunakan 2
cara, yaitu : (1) menghubungkan antara penurunan dan peningkatan kadar K (∆
K) dalam tanah dengan rasio kadar (aktivitas) K/(Ca + Mg)0.5 dalam larutan Gambar 1. Hubungan Faktor Kuantitas (Q) dan Intensitas (I)
∆Ko
Kx
AR
Ke______aK_____ a (Ca + Mg) 0.5 = AR
K
(mol/l)0.5
_(
∆
K)_
AR
K = PBCK
Q
∆
K+
∆
K
−
(intensitas K) dan (2) menghubungkan nisbah Kdd/(Cadd + Mgdd) dengan
intensitas K. Kedua macam hubungan ini membentuk persamaan regresi linier y
= ax + b. Pada hubungan pertama y adalah ∆ K, x = intensitas K, a = daya
sangga K tanah, -b = K-labil (K dapat ditukar) dan –b/a = ARKe ( Activity Ratio K
equilibrium/ rasio aktivitas K tanah dalam keseimbangan = intensitas K dalam
keseimbangan yaitu ketika y = 0), sedangkan pada hubungan kedua y =
Kdd/(Cadd + Mgdd), x = intensitas K dan a = konstanta Gapon (KG) yang
merupakan koefisien selektivitas atau daya erap K tanah (Beckett, 1965; Sparks
and Liebhardt, 1981). Kapasitas erap K (sorption capacity) tanah dihitung dari daya sangga dibagi daya erapnya.
Fiksasi Kalium dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Tanah di daerah tropik basah yang miskin mineral mudah lapuk serta
fraksi liatnya didominasi oleh muatan variabel menyebabkan K mudah tercuci
sehingga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Namun pada
tanah dengan mineral 2:1 cukup tinggi, akan terjadi fiksasi yang cukup besar
dalam ruang antar lapisan, sehingga K dalam larutan tanah menjadi rendah
(Bohn et al., 1979). Hara dalam tanah berada dalam keseimbangan yang
dinamis antara bentuk yang ada dalam larutan tanah (intensitas) dengan
bentuk-bentuk tererap (dapat ditukar dan terfiksasi atau kuantitas). Sehingga kalau K
dalam larutan hilang melalui pencucian atau diserap tanaman, maka K dalam
kompleks jerapan dan struktur mineral akan dilepaskan.
Kalium dalam tanah terdapat dalam jumlah yang cukup bervariasi, yaitu
antara 0.3 – 2.5 % (Mutscher, 1995; Havlin et al., 1999). Pada tanah yang banyak mengandung liat mempunyai kadar kalium dapat dipertukarkan yang
Kirkby, 1982). Tanah organik mempunyai kandungan K yang paling rendah
biasanya kurang dari 0.03% K (Tisdale et al., 1985).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fiksasi kalium antara lain :
1. Jenis mineral liat.
Mineral liat tipe 2:1 yang berkemampuan tinggi memfiksasi kalium ini adalah
montmorilonit, vermikulit dan illit. Di samping memfiksasi K, mineral liat ini juga
dapat memfiksasi NH4+ karena mempunyai radius atom yang berukuran sama
dengan lubang oktahedral dari liat yaitu sebesar 1.4 Å. Kemampuan mineral liat
tipe 2:1 ini untuk memfiksasi NH4+ sama dengan K+ (Tan, 1998). Kation K
umumnya terfiksasi pada mineral liat tipe 2:1 antara lembar silikat pada interlayer
dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi kekurangan air (Tisdale et al, 1985; Liu
et al., 1997).
2. Reaksi tanah.
Fiksasi kalium dapat menurun dengan adanya kation Al3+ dan Al-hidroksida pada
kondisi masam. Dengan terbentuknya Al-Fe hidroksil dibawah kondisi masam ini
akan menghalangi masuknya kalium ke dalam interlayer (ruang antar lapisan).
3. Penambahan Kalium
Peningkatan konsentrasi K+ dalam tanah pada kapasitas fiksasi tinggi akan
menyebabkan fiksasi yang lebih tinggi lagi.
4. Pembasahan dan pengeringan
Pengeringan pada tanah dengan K dapat dipertukarkan cukup tinggi akan
menyebabkan fiksasi dan dapat menurunkan K dapat dipertukarkan. Sedangkan
dengan pengeringan sampai kapasitas lapang pada tanah dengan K dapat
dipertukarkan rendah sampai sedang, khususnya pada subsoil, akan
meningkatkan K dapat dipertukarkan.
Bahan organik diduga dapat mempengaruhi ketersediaan K dan fiksasi K
dan Cassman (1995) terdapat kaitan antara penurunan fiksasi K dengan
peningkatan kadar bahan organik pada tanah yang mengandung mineral liat
vermikulit. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan pengaruh bahan
organik terhadap ketersediaan K dan fiksasi K diantaranya penggantian K dapat
dipertukarkan dan K pada ruang antar lapisan oleh molekul N organik (Walker
dan Garret (1961) dalam Olk dan Cassman, 1995).
Interaksi antara substansi humik bahan organik dengan mineral tanah
seperti dikemukakan oleh Orlov (1995) kemungkinan melalui ikatan gugus
karboksil dari bahan organik dengan grup OH mineral atau melalui jembatan
mineral (Gambar 2)
Gambar 2. Interaksi antara Substansi Humik Bahan Organik dengan Mineral Tanah.
Tahoun dan Mortland (1966) dalam Orlov (1995) menyebutkan bahwa
dengan infra merah menunjukkan kombinasi amida dengan proton pada medium
masam mengalami modifikasi ke dalam bentuk kation dan terikat pada
Gambar 3. Kombinasi Amida dengan Proton menjadi Kation yang Terikat pada Montmorilonit
Kalium yang tidak dapat dipertukarkan (terfiksasi) pada mineral sekunder
merupakan kalium yang lambat tersedia. Jenis Kalium dalam bentuk terfiksasi ini
akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi K dalam larutan, pengeringan
atau pembasahan yang tinggi, lamanya konsentrasi K yang tinggi dalam larutan
dan fiksasi akan menurun dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ (Mutscher,
1995).
Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat pada permukaan liat, dan akan
tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam
bentuk ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak
semua K yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung
kepada daya jerap permukaan tanah (Blake et al., 1999).
Kadar K dalam larutan tanah merupakan hasil bersih dari ke-3 bentuk
keseimbangan tersebut. Keberadaan K dapat dipertukarkan, kecepatan fiksasi
dan difusi K serta transfer K akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam
mempertahankan konsentrasi K dalam larutan dan kapasitas sangga tanah.
Apabila kapasitas sangga tanah rendah, maka proses pencucian dan
penyerapan K oleh tanaman akan mempercepat habisnya K dalam larutan tanah.
Menurut Tisdale et al. (1985), kalium yang terjerap pada permukaan liat tidak dilepaskan dengan kecepatan yang sama karena terdapat tiga tapak
pertukaran yang berbeda-beda yaitu : K yang terikat pada permukaan luar tapak
jerapan (posisi-p, planar) lebih cepat dilepaskan ke dalam larutan tanah daripada yang terikat pada tepi (posisi-e, edge) dan pada bagian dalam (posisi-i, inner) seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tapak Jerapan K pada Mineral Liat Tipe 2:1 seperti Illit, Vermikulit dan Khlorit (Mengel dan Haeder, 1973 dalam Tisdale, et al., 1985)
Konsentrasi K dalam larutan tanah yang merupakan bentuk yang banyak
diserap oleh tanaman, tidak hanya berhubungan dengan tingkat K dapat
dipertukarkan tetapi juga dengan jumlah dan tipe mineral liat yang ada. Tanah
berliat menunjukkan kenaikan yang agak kecil dalam konsentrasi K larutan
dengan kenaikan jumlah K yang dapat dipertukarkan, sedangkan tanah berpasir
menunjukkan kenaikan yang cukup besar dengan adanya kenaikan jumlah K
yang dapat dipertukarkan (Tisdale et al., 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan K bagi tanaman adalah
jenis mineral liat, kapasitas tukar kation, jumlah K dapat dipertukarkan, kapasitas
fiksasi K, K dalam sub soil dan kedalaman akar, kelembaban tanah, aerasi,
temperatur tanah, pH tanah, Ca dan Mg, jumlah relatif unsur lain baik dari tanah
maupun pemupukan, serta pengolahan tanah. Sedangkan faktor tanaman yang
berpengaruh terhadap ketersediaan K adalah KTK akar, sistem perakaran dan
tanaman, varietas, populasi dan jarak tanam, faktor waktu dan luxury consumption ( Tisdale et al., 1985).
Karakteristik Umum Tanah Vertisol
Vertisol diklasifikasikan dengan nama padanan Grumusol, yaitu tanah
yang setelah 20 cm dari lapisan atas di campur, kadar liat 30% atau lebih sampai
sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan mempunyai peluang untuk terjadinya
rekahan tanah (crack) sekurang-kurangnya lebar 1 cm pada kedalaman 50 cm jika tidak mendapat pengairan ( Puslittanak, 2000).
Vertisol mempunyai warna kelabu tua sampai hitam dengan kandungan
bahan organik relatif rendah. Lapisan bawah dari tanah ini berwarna abu-abu,
kekuningan atau kebiruan, tergantung drainase dan bahan induknya
(Soepraptohardjo, 1961 dalam Hardjowigeno, 1993). Vertisol memiliki sifat yang tidak stabil. Biasanya termasuk tanah yang bertekstur liat atau kadang-kadang
liat berdebu (Rachim dan Suryaningtyas, 1992).
Liat yang menjadi ciri yaitu smektit yang mempunyai sifat mengembang
dan mengkerut (Mohr, Van Baren, dan Schuylenborgh, 1972). Kelompok smektit
yang mendominasi tanah Vertisol ini adalah montmorilonit (Mongia dan
Brandyophadyay, 1994). Montmorilonit adalah mineral liat tipe 2:1 yang terdiri
dari 2 lembar Si tetrahedral dan 1 lembar Al oktahedral, dimana masing-masing
unit dihubungkan dengan unit lain oleh suatu ikatan yang masih lemah dari
oksigen ke oksigen lain sehingga mudah mengembang dan mengkerut
(Hardjowigeno, 1993).
Berdasarkan identifikasi mineral dengan menggunakan XRD dengan
menggunakan gliserol ditandai dengan puncak 1.8 nm, dengan perlakuan K
ditandai dengan puncak 1.25 nm. Sedangkan dengan menggunakan analisis
DTA, montmorilonit dicirikan oleh suatu kurva endotermik yang kuat pada
temperatur 5000C – 7000C dan kurva eksotermik kuat pada temperatur > 8500C.
Puncak endotermik tersebut disebabkan oleh dehidroksilasi, sedangkan puncak
eksotermik disebabkan oleh pembentukan mineral anhidrous (Borchardt, 1989).
Tanah Vertisol dapat ditemui pada daerah dengan iklim tropika basah
sampai subtropik dengan rata-rata curah hujan 800 – 2000 mm/tahun dengan
bulan kering selama 4 – 8 bulan (Hardjowigeno, 1993). Penyebaran tanah
Vertisol di Indonesia diantaranya : Jawa (68,81%), Nusa Tenggara (15,19%),
Sulawesi (14,48%), Bali (1,87%) dan Maluku (0,09%) dari 2.119.000 ha luasan
tanah Vertisol (Puslittanak, 2000).
Faktor-faktor Lingkungan yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman Jagung
Tanaman jagung dikelompokkan ke dalam divisio Spermatophyta, klas
Angiospermae, subklas Monocotyledon, ordo Graminales, famili Graminae,
genus Zea dan spesies Zea mays. Jagung akan tumbuh baik pada curah hujan antara 2500 – 5000 mm/tahun. Tanah berkelas tekstur sedang, berdrainase baik
dan memiliki kapasitas menahan air yang tinggi merupakan media tumbuh yang
baik. Kisaran pH untuk pertumbuhan optimum antara 5.6 sampai 7.5 (Effendi,
1985). Menurut Sanchez (1976) tanaman jagung peka terhadap keracunan Al,
Fe, Cu dan Zn. Daya tahan tanaman terhadap keracunan Al mulai menunjukkan
gejala bila tanah mempunyai kejenuhan Al antara 40 – 60 %.
Tanaman jagung seperti halnya tanaman lain, memerlukan lingkungan
tumbuh tertentu agar dapat tumbuh optimal. Iklim yang cukup panas diperlukan
untuk pertumbuhan jagung. Keadaan panas dan lembab sangat baik untuk
Suhu optimum untuk perkecambahan biji antara 30 – 320C, di bawah 12,10C
akan mengganggu pertumbuhan perkecambahan (Effendi, 1985). Suhu udara
yang tinggi dan kering dapat menimbulkan gangguan terhadap persarian dan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesuburan Tanah Balai
Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
IPB dan Rumah Kaca Cikabayan, Darmaga. Penelitian terdiri dari dua tahap
percobaan, yaitu : percobaan laboratorium dan rumah kaca. Pelaksanaan
penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai September 2002.
Bahan dan Alat
Bahan tanah yang digunakan untuk penelitian adalah contoh tanah
Vertisol Cihea-Cianjur yang diambil dari Desa Neglasari, Kecamatan Bojong
Picung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Tanah tersebut merupakan
tanah sawah yang tidak ditanami kurang lebih 10 tahun. Contoh tanah diambil
secara komposit pada kedalaman 20 cm.
Bahan organik yang digunakan adalah kotoran sapi. Sebagai perlakuan
K digunakan pupuk KCl. Selain itu digunakan juga pupuk N (Urea) dan P (SP-36)
sebagai pupuk dasar, pestisida, bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan
tanaman dan benih jagung Hibrida C-7 sebagai tanaman indikator.
Peralatan yang digunakan antara lain peralatan untuk mengambil contoh
tanah (karung, plastik dan cangkul), timbangan, polybag, ayakan, ember,
meteran, alat tulis dan peralatan untuk analisis tanah dan tanaman, seperti pH
meter, flamephotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), mesin
Metode Penelitian
Penelitian terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan laboratorium dan
percobaan rumah kaca. Percobaan laboratorium meliputi dua kegiatan yaitu
analisis awal sebelum perlakuan dan analisis hubungan kuantitas dan intensitas.
Percobaan rumah kaca dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial.
Faktor pertama yaitu penambahan bahan organik yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0;
10; 20 dan 40 ton/ha. Faktor kedua yaitu perlakuan dosis pemupukan K yang
terdiri dari 4 taraf yaitu 0; 25; 50; dan 100 ppm K. Masing-masing perlakuan
diulang 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan.
Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah
Permukaan tanah yang diambil contoh tanahnya, dibersihkan dari
sisa-sisa tanaman dan kotoran yang lainnya. Kemudian diambil secara komposit
hingga kedalaman 20 cm dan dimasukkan ke dalam karung plastik. Selanjutnya
dibawa ketempat persiapan contoh tanah.
Contoh tanah dibersihkan dari kotoran dan kerikil, selanjutnya dikering
udarakan dan dihancurkan dengan penumbuk kayu. Selanjutnya disaring
dengan ayakan 2-5 mm untuk percobaan rumah kaca, dan 2 mm untuk analisis
laboratorium. Contoh tanah lalu dimasukkan kedalam kantong plastik dan ditutup
rapat.
Untuk mengetahui ciri-ciri kimia tanah Vertisol sebelum mendapat
perlakuan, dilakukan analisis awal yang meliputi analisis mineral liat dengan
XRD, pH H2O (1:5), pH KCl (1:5), C-organik (Walkley & Black), N-total (Kjeldahl),
P-tersedia (Olsen), P-potensial (HCl 25%), K-total (HF), K-dd (NH4OAc, pH 7.0),
Percobaan Laboratorium
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui daya sangga tanah, daya
erap, kapasitas erap, K-labil serta K-tersedia tanah dengan perlakuan bahan
organik. Untuk penetapan parameter-parameter tersebut digunakan metode
Beckett (1964). Penetapannya didasarkan pada 2 (dua) macam hubungan :
(1) menghubungkan antara penurunan dan peningkatan kadar K (∆ K) dalam
tanah dengan rasio kadar (aktivitas) K/(Ca + Mg)0.5 dalam larutan
(intensitas K)
(2) menghubungkan nisbah Kdd/(Cadd + Mgdd) dengan intensitas K.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut : contoh tanah ditimbang sebanyak
100 gram, dimasukkan ke dalam polybag dan dicampur dengan bahan organik
pada dosis : 0 %, 0.5% (5 g/kg), 1% (10 g/kg), dan 2% (20 g/kg). Kemudian
dicampur merata dan ditambahkan air sampai mencapai 75% kapasitas lapang.
Masing-masing perlakuan di ulang tiga kali dan diinkubasi selama satu setengah
bulan. Setelah itu contoh tanah dikeringudarakan dan dihancurkan dengan
penumbuk kayu, lalu disaring dengan ayakan 2 mm.
Analisis kuantitas dan intensitas dilakukan dengan cara menimbang
sebanyak 2 gram contoh tanah yang sudah diberi perlakuan, kemudian dicampur
dengan 2 bagian pasir kuarsa dan dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang
sudah dipersiapkan (Gambar 5). Untuk mengetahui intensitas K, maka
ditambahkan 50 ml larutan KCl yang mengandung 0; 25; 50; dan 100 ppm K.
Setelah diinkubasi 3 hari, perkolat dikeluarkan dan digunakan untuk pengukuran
Ca, Mg, K, dan Na. Untuk mengetahui nilai kuantitas K, maka setelah kegiatan
tersebut setiap tabung dibilas dengan 100 ml alkohol 96 %, kemudian perkolasi
dengan NH4Cl 1 M. Perkolat digunakan untuk pengukuran Ca, Mg, K dan Na
Gambar 5. Alat Perkolasi yang Digunakan dalam Analisis Hubungan Kuantitas dan Intensitas Kalium
Percobaan Rumah Kaca
Perlakuan yang dilakukan di rumah kaca ini disesuaikan dengan
perlakuan percobaan laboratorium. Contoh tanah yang sudah dikeringudarakan
(lolos saringan 2 mm) ditimbang sebanyak 2 kg kering udara dan dimasukkan
dalam polybag. Kemudian ditambahkan bahan organik sesuai perlakuan yaitu 0
ditambahkan air hingga mencapai keadaan kadar air 75% kapasitas lapang dan
dipertahankan selama masa inkubasi satu setengah bulan. Inkubasi ini
dimaksudkan agar bahan tanah tercampur merata dengan bahan organik.
Setelah masa inkubasi tersebut, ditambahkan pupuk K dengan dosis 0
ppm, 25 ppm (25 mg/kg), 50 ppm (50 mg/kg) dan 100 ppm (100 mg/kg) dalam
bentuk pupuk KCl. Pupuk dasar yang ditambahkan antara lain 200 kg N/ha
(Urea), dan 200 kg P2O5/ha (SP-36) yang diberikan dalam bentuk larutan dan
diaduk merata dengan tanah. Pemberian pupuk tersebut diberikan sehari
sebelum tanam dan pestisida diberikan apabila diperlukan.
Percobaan rumah kaca dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap
Faktorial. Faktor pertama yaitu penambahan bahan organik yang terdiri dari 4
taraf yaitu 0%; 0.5%; 1%; dan 2%. Faktor kedua yaitu perlakuan dosis
pemupukan K yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 mg/kg; 25 mg/kg; 50 mg/kg; dan
100 mg/kg K. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 48
satuan percobaan.
Benih jagung varietas hibrida ditanam 5 biji/pot, kemudian dilakukan
penjarangan pada umur satu minggu dan ditinggalkan 3 tanaman/pot. Tanaman
jagung dipelihara sampai berumur 40 hari setelah tanam (HST). Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman dan bobot berangkasan (bobot basah dan bobot
kering). Selama percobaan, kadar air dipertahankan mendekati 75% kapasitas
lapang. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan jenis serangan
yang ada. Panen dilakukan pada tanaman bagian atas (tajuk) dan akar yang
berumur 40 hari setelah tanam (HST) dengan memotong batang tepat pada leher
akar. Akar jagung diambil dengan hati-hati dan dicuci dengan air bebas ion.
Tanaman yang masih basah ditimbang, kemudian dikeringkan dengan dioven
tanaman ditimbang. Tanaman yang sudah kering, digiling dan ditetapkan kadar
dan serapan N, P, K, Ca dan Mg.
Model Analisis Statistik
Model linier aditif dari rancangan acak lengkap faktorial yang digunakan
pada percobaan rumah kaca adalah : (Mattjik dan Sumertajaya, 2000)
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
dimana :
Yijk = nilai pengamatan pada penambahan bahan organik taraf
ke - i, pemupukan K taraf ke - j dan ulangan ke - k. µ = rataan umum.
αi = pengaruh penambahan bahan organik taraf ke - i
βj = pengaruh pemupukan K taraf ke - j
(αβ)ij = komponen interaksi dari penambahan bahan organik taraf
ke - i dan pemupukan K taraf ke - j
εijk = pengaruh acak pada penambahan bahan organik taraf ke -
i, pemupukan K taraf ke - j dan ulangan ke - k.
Analisis sidik ragam dan uji lanjut akan dilakukan dengan uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Mineralogi, Kimia dan Fisik Contoh Tanah Penelitian Lokasi penelitian di Desa Neglasari, Kecamatan Bojong Picung,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat ini merupakan tanah sawah yang tidak
ditanami kurang lebih 10 tahun. Daerah tempat pengambilan contoh tanah ini
terletak di ketinggian 265 meter di atas permukaan laut, dengan iklim 2 - 4 bulan
kering dan 8 -10 bulan basah. Pada musim kering terjadi rekahan sedalam 30 cm
(Soepraptohardjo, 1961 dalam Hardjowigeno, 1993).
Vertisol mempunyai warna kelabu tua sampai hitam dengan kandungan
bahan organik relatif rendah. Lapisan bawah dari tanah ini berwarna abu-abu,
kekuningan atau kebiruan, tergantung drainase dan bahan induknya
(Soepraptohardjo, 1961 dalam Hardjowigeno, 1993). Vertisol memiliki sifat yang tidak stabil. Biasanya termasuk tanah yang bertekstur liat atau kadang-kadang
[image:32.595.112.512.502.641.2]liat berdebu (Rachim dan Suryaningtyas, 1992).
Tabel 1. Jenis Mineral Liat Tanah Vertisol Cianjur dengan Identifikasi XRD
Puncak (Å ) dengan perlakuan Jenis Mineral Liat
Mg Glyserol Mg – K K dgn pemanasan 550 0
C
Montmorilonit (90 %) 15.9 19.44 13.02 10.45
Kaolinit (8 %) 7.40 7.40 7.24 -
Kuarsa (1 %) 4.26; 3.34 4.29; 3.36 - -
Kristobalit (1 %) 4.08 4.07 - -
Berdasarkan hasil identifikasi mineral liat dengan menggunakan XRD,
umumnya didominasi oleh 90% montmorilonit, 8% kaolinit, 1% kuarsa dan 1%
kristobalit ( Tabel 1). Identifikasi montmorilonit ditunjukkan oleh puncak sekitar 16
13 Å pada perlakuan K. Hasil identifikasi ini hampir sama dengan yang
dikemukakan Borchardt (1989), dimana identifikasi montmorilonit dengan XRD
ditunjukkan pada puncak 1.5 nm (15 Å) pada perlakuan dengan Mg, puncak 1.8
nm (18 Å) pada perlakuan Mg-Glyserol dan puncak 1.25 nm (12.5 Å) pada
perlakuan K. Difraktogram sinar X hasil identifikasi mineral liat tanah Vertisol ini
dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Sedangkan analisis ciri fisik
dan kimianya disajikan pada Tabel 2.
Walaupun tanah mengandung liat tipe 2:1, tetapi bila dilihat hasil gambar
difraktogram sinar X, puncak-puncak yang tidak mulus diduga karena ruang
antar lapis sudah dimasuki senyawa lain seperti brucit sehingga KTK tanah
menurun walaupun KTK liat sebesar 53.4 me/100 g liat.
Reaksi tanah tergolong agak masam dengan pH tanah (H2O) adalah 5.6.
Kadar bahan organik sangat rendah yaitu < 1% dan N total yang juga rendah
(0.14%), sedangkan kadar P tersedia sangat tinggi (102.4 ppm) . Menurut
informasi penduduk setempat, tanah ini sewaktu masih diusahakan (10 tahun
yang lalu) selalu diberi pupuk P dengan dosis tinggi. Kandungan Ca-dd (24.03
me/100 g) dan Mg-dd (8.69 me/100 g) termasuk sangat tinggi karena bahan
induk berasal dari napal yang banyak mengandung Mg dan Ca sehingga
kejenuhan basa juga tinggi. Kapasitas tukar kation tinggi (33.65 me/100 g tanah)
disebabkan karena tanah ini mengandung banyak montmorilonit yang
mempunyai muatan negatif yang tinggi hasil substitusi isomorfik (Tan, 1998).
Kadar K tanah rendah yang ditunjukkan oleh kadar K total ekstrak HF
300 ppm (0.76 me/100 g tanah) atau 0.03%, kurang dari kadar K rata-rata tanah
mineral yaitu sekitar 1.2% (Tisdale et al., 1985). Kadar K tidak dapat ditukar dan dapat ditukar juga rendah yaitu berturut-turut 0.21 me/100 g tanah (8.19 mg/100
Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Vertisol Cihea
Jenis Analisis Metode Hasil Kriteria *)
pH H2O (1:5) pH meter 5.6 Agak Masam
pH KCl (1:5) pH meter 4.5 Masam
C (%) Walkley & Black 0.79 Sangat Masam
N (%) Kjeldahl 0.14 Rendah
C/N 6 Rendah
P - P2O5 (ppm) HCl 25 % 830 Sangat Tinggi
P-tersedia P2O5 (ppm) Olsen 102.4 Sangat Tinggi
K – K2O (mg/100 g) HCl 25% 15
K – total (ppm) HF 300 Sangat Rendah
Basa-basa (me/100 g) NH4OAc 1N, pH 7.0
Ca 24.03 Sangat Tinggi
Mg 8.69 Sangat Tinggi
K 0.19 Rendah
Na 0.32 Rendah
Jumlah Basa-basa
(me/100 g) 33.23
Al (me/100 g) 0.34
KTK (me/100 g) NH4OAc 1N, pH 7.0 33.65 Tinggi
KTK liat (me/100 g) 53.41
KB (%) NH4OAc 1N, pH 7.0 99 Sangat Tinggi
Kejenuhan Ca (%) 71.41
Kejenuhan Mg (%) 25.82
Kejenuhan K (%) 0.56
Kejenuhan Na (%) 0.95
Kejenuhan Al (%) 1
Tekstur (%) Pipet
Pasir 7
Debu 30
Liat 63
Keterangan : *) = Kriteria PPT (1993)
Kadar liat tanah Vertisol ini mencapai lebih dari 60% yang didominasi
tanahnya termasuk liat. Tanah dengan kelas tekstur liat ini mempunyai
kemampuan menyerap air yang cukup tinggi, tetapi pada keadaan kekurangan
air tanah akan merekah cukup lebar, karena susunan mineral liat utamanya
adalah montmorilonit yang mampu mengembang dan mengkerut jika
kelembaban tinggi dan rendah.
Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kuantitas dan Intensitas Kalium
Pemberian bahan organik pada tanah dengan tipe liat 2:1 cenderung
menurunkan daya sangga, kapasitas erap dan K labil (Tabel 3). Pada Tabel 3
terlihat bahwa daya sangga K cenderung naik pada pemberian bahan organik
0.5% kemudian menurun kembali pada dosis bahan organik yang lebih tinggi.
Hal ini sejalan dengan adanya kecenderungan penurunan nilai rasio altivitas K
(ARK) pada pemberian 0.5% bahan organik yang kemudian naik kembali pada
dosis bahan organik yang lebih tinggi. Sebaliknya pada K labil cenderung naik
pada pemberian 0.5% bahan organik. Nilai K labil ini setara dengan K dapat
[image:35.595.112.514.515.674.2]dipertukarkan.
Tabel 3. Parameter Hubungan Kuantitas - Intensitas (Q/I) K
Perlakuan Delta K ARK ARKe Daya Sangga K-labil
cmol.kg-1 mmol.L-1 mmol.L-1 (cmol.kg-1)/(mmol.L-1) cmol.kg-1
BO 0% 0.249 0.018 1.467 13.833 0.118 BO 0,5 % 0.247 0.013 1.484 19.000 0.120 BO 1% 0.242 0.029 1.474 8.345 0.116 BO 2% 0.241 0.031 1.478 7.774 0.116
Daya erap K menunjukkan kemampuan liat untuk menjerap K.
Penambahan bahan organik cenderung meningkatkan daya erap K sampai taraf
dapat menjerap K akibat pemberian bahan organik. Dari penelitian Poonia
(1997), dapat diketahui bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah akan
meningkatkan koefisien Gapon (daya erap K tanah). Tanah dengan daya erap
yang tinggi akan meningkatkan efisiensi pemupukan, namun dapat
menyebabkan lambatnya pelepasan K tanah sehingga mengurangi kemampuan
tanah dalam penyediaan hara K terutama untuk tanaman semusim.
-0.1205
-0.12
-0.1195
-0.119
-0.1185
-0.118
-0.1175
-0.117
-0.1165
-0.116
-0.1155
[image:36.595.122.548.236.668.2]1.465
1.47
1.475
1.48
1.485
Gambar 6. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kuantitas (Q) dan Intensitas (I) Kalium
Bahan organik 0.5 % Bahan organik 0 %
Bahan organik 1 %
Bahan organik 2 %
Q
(mmol.L-1)Daya sangga K menunjukkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
intensitas K dalam larutan tanah terhadap pengurangan dan penambahan K.
Sedangkan kapasitas erap K yaitu faktor kuantitas yang menunjukkan jumlah
maksimum K yang dijerap dan difiksasi oleh tanah tertentu. Kapasitas erap ini
diperlukan untuk menentukan jumlah pupuk untuk setiap aplikasi. Jumlah pupuk
yang melebihi kapasitas erap tanah akan dapat dengan mudah tercuci karena
tidak dapat disimpan oleh tanah, meskipun daya erap K pada tanah tersebut
tinggi.
Pemberian bahan organik cenderung menurunkan daya sangga K dan
kapasitas erap K. Penurunan daya sangga serta kapasitas erap K ini
kemungkinan ada kaitannya dengan penurunan fiksasi K oleh mineral liat tipe 2:1
yang mendominasi tanah Vertisol. Diduga asam organik memblokir secara fisik
ruang antar lapisan, sehingga daya fiksasi K menjadi menurun. Hal tersebut
sesuai dengan dugaan Evangelou dan Blevins (1988) yang menyatakan bahwa
blokir fisik interlayer pada liat disebabkan oleh gugus karboksil bahan organik
tanah yang membentuk kompleks dengan Ca2+pada montmorilonit.
K-labil atau K-dapat dipertukarkan merupakan cadangan K yang disimpan
dalam koloid tanah. Bentuk K ini berada dalam keseimbangan dengan
K-tersedia dalam larutan (rasio aktivitas K). Status K ditentukan oleh kedua bentuk
ini. Kalium labil akan menjamin suplai hara selama masa pertumbuhan tanaman,
sedangkan K-tersedia akan memenuhi kebutuhan tanaman pada setiap tingkat
pertumbuhan.
Dengan pemberian bahan organik, K-labil cenderung menurun. Diduga
hal ini disebabkan sebagian dari gugus karboksil membentuk kompleks dengan
K yang terlepas dari ruang antar lapisan (K-terfiksasi). Sedangkan K-tersedia
(rasio aktivitas K, ARK ) cenderung meningkat dengan penambahan bahan
K ke dalam larutan tanah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Patiram (1994)
yang menunjukkan bahwa dengan penggunaan pupuk kandang dapat
meningkatkan rasio aktivitas K dalam keseimbangan.
Pengaruh Pemberian Bahan Organik
terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman serta Kadar dan Serapan Hara
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Bahan organik berpengaruh nyata meningkatkan seluruh parameter
pertumbuhan yang diukur : tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering
[image:38.595.110.529.353.485.2]tanaman (Tabel 4, 5 dan Tabel Lampiran 4).
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Tinggi Tajuk Tanaman, Bobot Basah Tajuk, Bobot Basah Akar dan Bobot Basah Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Dosis BO Tinggi Tanaman Bobot Basah Tajuk Bobot Basah Akar Bobot Basah Tanaman
% (cm) ………..……….g/pot…….………
0 118, 56c 191,72 d 64,23b 255.95d 0.5 127,47b 274,23 c 68,94b 343.17c 1 128,11b 302,63 b 78,49a 381.13b 2 137,77a 347,71 a 82,51a 430.23a
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar dan Bobot Kering Tanaman pada Masa Vegetatif (40 HST )
Dosis BO Bobot Kering Tajuk Bobot Kering Akar Bobot Kering Tanaman % ………..……….g/pot…………..………
0 24.77c 7.60b 32.37c
0.5 28.85b 8.75a 37.61b
1 31.48ab 8.87a 40.35ab
2 33.95a 9.05a 43.00a
[image:38.595.113.524.529.694.2]Penambahan bahan organik ke dalam tanah, akan memberikan
ketersediaan hara yang tinggi serta lingkungan yang mendukung bagi
perkembangan akar sehingga kontak akar dengan tanah menjadi lebih baik dan
hara yang diserap akan lebih banyak.
Semakin banyak hara yang diserap akan meningkatkan pertumbuhan
tajuk tanaman serta akar, sehingga bobot tanaman (bobot tajuk + bobot akar)
akan semakin meningkat. Pemberian bahan organik sampai 2% nyata
memberikan kenaikan bobot basah maupun kering tajuk dan tanaman.
Kadar dan Serapan Hara
Pemberian bahan organik nyata meningkatkan kadar dan serapan N, P
dan K tanaman dan cenderung menurunkan kadar Ca dan Mg tanaman. Serapan
Ca dan Mg cenderung naik sampai dosis bahan organik 1 % kemudian menurun
pada dosis bahan organik 2% (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Kadar N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Penurunan serapan Ca dan Mg pada pemberian bahan organik 2%
diduga karena adanya gugus karboksil yang berasal dari bahan organik yang
menjerap kation Ca2+ dan Mg2+ sehingga jumlah hara Ca dan Mg yang tersedia
menjadi menurun. Akibatnya jumlah yang diserap tanaman juga menurun (Tabel
7) Hal ini sejalan dengan pendapat Evangelou dan Blevins (1988) yang
Dosis BO N P K Ca Mg
% …………..……….%…………..………..
mengemukakan adanya blokir fisik pada interlayer mineral liat oleh gugus
karboksil dari bahan organik yang membentuk kompleks dengan Ca2+ pada
montmorilonit.
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Kenaikan kadar dan serapan N, P dan K dengan pemberian bahan
organik disebabkan karena terjadinya pelepasan unsur-unsur tersebut pada saat
terjadinya dekomposisi bahan organik. Dengan demikian unsur-unsur tersebut
dapat diserap akar. Selain itu mungkin terjadinya kondisi fisik yang baik untuk
perakaran tanaman, sehingga akar tanaman berkembang dengan baik. Hal
tersebut dicerminkan oleh kenaikan bobot akar (Tabel 4 dan 5).
Pengaruh Pemberian Kalium
terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman serta Kadar dan Serapan Hara
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Pemberian kalium hanya nyata terlihat pada tinggi tanaman, bobot basah
tajuk dan bobot basah tanaman. (Tabel 8, 9 dan Tabel Lampiran 4). Pada
pemberian kalium ini terlihat adanya efisiensi penggunaan air. Hal ini tampak dari
pengurangan bobot basah ke bobot kering pada tajuk dan akar tanaman.
Dengan semakin tinggi dosis K, selisih bobot basah dengan bobot kering
tanaman semakin meningkat. Selisih ini menunjukkan adanya penggunaan air
Dosis BO N P K Ca Mg
% ………...………….mg/pot……….………..
0 285.86d 59.71d 150.41d 47.44c 113.17c 0.5 506.18c 78.05c 189.55c 49.30bc 123.96bc
oleh tanaman yang semakin tinggi dengan semakin tingginya pemberian K dalam
[image:41.595.113.525.166.300.2]tanah.
Tabel 8. Pengaruh Pemberian K terhadap Tinggi Tajuk Tanaman, Bobot Basah Tajuk, Bobot Basah Akar dan Bobot Basah Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Dosis K Tinggi Tanaman Bobot Basah Tajuk Bobot Basah Akar Bobot Basah Tanaman
mg/kg (cm) ………..……….g/pot…….……… 0 123.67b 246.56c 69.59b 314.15c
25 127.86ab 278.87b 72.39ab 351.26b 50 129.83a 291.68ab 75.48ab 370.41a 100 130.56a 299.18a 78.73a 374.65a
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Tabel 9. Pengaruh Pemberian K terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar dan Bobot Kering Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Dosis K Bobot Kering Tajuk Bobot Kering Akar Bobot Kering Tanaman mg/kg ………..……….g/pot…….………
0 29.46a 8.05a 37.51a
25 31.53a 8.54a 40.07a
50 28.52a 8.73a 37.25a
100 29.55a 8.97a 38.52a
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Kadar dan Serapan Hara
Dari hasil analisis sidik ragam, pemberian kalium nyata meningkatkan
kadar dan serapan K, serta P. Kadar dan serapan N dan Ca tanaman cenderung
menurun, sedangkan terhadap kadar Mg efeknya tidak nyata, kecuali serapan
Mg nyata naik (Tabel 10, 11 dan Tabel Lampiran 4). Penurunan kadar maupun
serapan N tanaman terutama pada dosis 100mg/kg diduga karena NH4+ dalam
tanah dapat terfiksasi dalam interlayer menggantikan kation K+, sehingga NH4+
[image:41.595.114.511.363.502.2]mempunyai radius atom yang berukuran sama dengan lubang oktahedral dari liat
yaitu sebesar 1.4 Å.
Tabel 10. Pengaruh Pemberian Kalium terhadap Kadar N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
[image:42.595.110.514.378.498.2]Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Tabel 11. Pengaruh Pemberian Kalium terhadap Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Pemberian K dalam tanah memberi kontribusi terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman (Tabel 8 dan 9). Hal ini yang menyebabkan aktivitas perakaran
meningkat dalam menyerap hara dalam tanah, terutama K dan P. Efek lain dari
pemberian bahan organik adalah meningkatkan daya erap K dalam tanah (Tabel
3), sehingga K tidak mudah hilang dalam tanah
.
Dosis K N P K Ca Mg
mg/kg ……….%………
0 1.968ab 0.267c 0.375d 0.189b 0.437b 25 1.805bc 0.281b 0.625c 0.173c 0.419bc 50 2.039a 0.270cb 0.775b 0.155d 0.409c 100 1.609c 0.323a 0.949a 0.211a 0.487a
Dosis K N P K Ca Mg
mg/kg ……….mg/pot………
Pengaruh Interaksi Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman dan Serapan Hara
Pemberian bahan organik disertai K tidak nyata berpengaruh terhadap
pertumbuihan vegetatif tanaman, tetapi nyata mempengaruhi kadar N, P dan Ca
[image:43.595.116.510.235.557.2]serta serapan P (Tabel Lampiran 4).
Tabel 12. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kadar N, P, K, Ca dan Mg Tanaman
Dosis BO Dosis K N P K Ca Mg
% mg/kg ………..%………..
0 0 1.320gf 0.233e 0.297i 0.217ab 0.500ab 25 1.070g 0.197f 0.513f 0.230abcd 0.457bcde 50 1.190gf 0.207f 0.733cd 0.137g 0.400fgh 100 1.083g 0.330b 0.837b 0.210abc 0.477abc
0.5 0 1.763e 0.233e 0.357hi 0.180cde 0.417efg 25 1.790e 0.267d 0.590e 0.157efg 0.393gh 50 1.833de 0.260d 0.790bc 0.150fg 0.443cdef 100 1.583ef 0.323b 0.957a 0.190bcd 0.470abcd
1 0 2.300bcd 0.267d 0.390gh 0.221ab 0.434cdefg 25 1.987cde 0.277cd 0.680d 0.177def 0.467abcd 50 2.377abc 0.293c 0.790bc 0.193bcd 0.430defg 100 1.843de 0.320b 0.990a 0.210abc 0.497ab
2 0 2.523ab 0.337b 0.457fg 0.143g 0.397gh 25 2.373abc 0.383a 0.717cd 0.153efg 0.360h 50 2.757a 0.320b 0.787bc 0.140g 0.363h 100 1.927de 0.320b 1.013a 0.233a 0.503a
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Ada kecenderungan kadar N akan terus naik jika diberikan bahan organik
sampai dosis 2% (Gambar 7). Kenaikan ini disebabkan karena adanya
sumbangan N yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Pola yang sama
ditunjukkan oleh data serapan N tanaman. Efek pemberian K nyata semakin
naik jika diserta penambahan bahan organik sampai 1%. Walaupun pemberian
kecenderungan serapan N pada bahan organik 2% lebih tinggi daripada
pemberian bahan organik 1%.
Bahan Organik 0%
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0 25 50 100 k (mg/kg) N P K Ca Mg
Bahan Organik 0.5%
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0 25 50 100 K (mg/kg) N P K Ca Mg
Bahan Organik 1%
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0 25 50 100 K (mg/kg) N P K Ca Mg
Bahan Organik 2%
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
[image:44.595.122.516.138.384.2]0 25 50 100 K (mg/kg) N P K Ca Mg
Gambar 7. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Kadar N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif (40HST)
Walaupun kadar N pada pemberian K semakin tinggi dengan pemberian
bahan organik tetapi secara umum kenaikan kadar N tanaman cenderung hanya
sampai dosis 50 mg/kg K kemudian menurun kembali pada dosis 100 mg/kg K
untuk setiap dosis bahan organik. Hal ini kemungkinan ada kaitannya dengan
pemblokiran NH4+ yang berasal dari bahan organik oleh K+ pada interlayer
mineral liat 2:1 (terutama montmorilonit). Diduga pada pemblokiran 100 mg/kg
sebagian dari ion K+ ikut mendorong NH4+ yang sudah masuk ke dalam kisi
dihalangi oleh K+ dan tidak dapat keluar kembali. Akibatnya NH4+ dalam larutan
Tabel 13. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif ( 40 HST )
Dosis BO Dosis K N P K Ca Mg
% mg/kg ………..mg/pot………..
0 0 266.80h 47.14f 599.4g 43.76cde 101.00cd 25 305.92gh 56.58ef 147.91ef 58.42abcd 131.43abcd 50 292.95gh 50.76f 179.96de 33.63e 98.20d 100 277.77gh 84.35cd 213.82bcd 53.94bcd 122.10bcd
0.5 0 553.27def 72.96de 108.95f 56.99abcd 130.00abcd 25 551.13def 81.75cd 180.03de 47.82cde 120.33bcd 50 477.13ef 67.84def 206.18cd 39.13de 115.63bcd 100 443.20fg 89.65cd 263.03b 53.24bcd 129.83abcd
1 0 713.07bcd 80.50cd 133.67f 68.47ab 137.33abc 25 616.39cdef 85.40cd 209.82bcd 54.45bcd 144.50ab 50 729.63bc 89.80cd 242.89bc 59.18abc 131.97abcd 100 589.42cdef 104.72bc 324.43a 69.13ab 162.33a
2 0 871.08ab 117.41ab 160.01def 50.36bcde 138.33abc 25 854.07ab 137.71a 257.21bc 55.09bcd 129.37abcd 50 902.06a 104.60bc 257.23bc 45.84cde 118.87bcd 100 622.16cde 103.74bc 327.86a 75.52a 163.10a
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan.
Efek pemberian K terhadap serapan P tanaman juga semakin naik
dengan semakin banyaknya jumlah bahan organik yang diberikan (Gambar 8).
Walaupun tidak setiap dosis pemberian K memberikan efek yang nyata terhadap
serapan P jika disertai pemberian bahan organik, tetapi secara umum efeknya
semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pemberian bahan organik
Bahan Organik 0% 0 200 400 600 800 1000
0 25 50 100 K ( mg/kg)
N P K Ca Mg
Bahan Organik 0.5%
0 200 400 600 800 1000
0 25 50 100 K (mg/kg) N P K Ca Mg
Bahan Organik 1%
0 200 400 600 800 1000
0 25 50 100
K (mg/kg) N P K Ca Mg
Bahan Organik 2%
0 200 400 600 800 1000
[image:46.595.112.512.87.336.2]0 25 50 100 K (mg/kg) N P K Ca Mg
Gambar 8. Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Kalium terhadap Serapan N, P, K, Ca dan Mg Tanaman pada Masa Vegetatif (40HST)
Dengan pemberian bahan organik, kondisi fisik di sekitar perakaran
semakin baik sehingga merangsang pertumbuhan akar, terutama dalam
menyerap hara. Dengan terjadimya dekomposisi bahan organik diduga rasio C/N
maupun C/P akan semakin rendah. Dengan demikian akan menambah jumlah N
dan P tersedia dalam tanah sehingga memberi peluang akar tanaman menyerap
DAFTAR PUSTAKA
Amrutsagar, V. M. and K. R. Sonar. 1999. Quantity-intensity parameters of potassium as influenced by potash application to sorghum in an Inceptisols. J. Indian Soc. Soil Sci. 48, No. 1, pp 196-199.
Beckett, P. T. H. 1964. Studies in Soil Potassium I. Confirmation of the ratio law : Measurement of potassium potensial. J. Soil Sci. 15 : 1 – 8.
_______________. 1965. Activity coefficients for studies on soil potassium. Potash Review, 5/23.
_______________. 1971. Potassium potentials – A review. Potash Review, 5/30.
Blake, L. S. Mercik, M. Koerschens, KWT. Goulding, S. Stempen, A. Weigel, P. R. Poulton and D. S. Powlson. 1999. Potassium content in soil uptake in plant and the potassium and potassium balance in three European long-term field experiment. In Plant and Soil. Kluwer Academic Publisher, London.
Bohn, H. L., B. L. MacNeal and G. A. O’Connor. 1979. Soil Chemistry. A Wiley – Interscience Publication. John Wiley and Son.
Borchardt, Glenn. 1989. Smectite. In Mineral in Soil Environment. 2nd Edition. J. B. Dixon and S.B. Weed (Ed). Soil Sci. Soc. Am. Madison, Wisconsin. 675-718.
Effendi, S. 1985. Bercocok Tanam Jagung. Yasaguna. Jakarta.
Evangelou, V. P., A. D. Karathanasis and R. L. Blevins. 1986. Effect of soil organic matter accumulation on potassium and ammonium quantity-intensity relationships. Soil Sci. Soc. Am. J. 50:378-382
Evangelou, V. P., and A. D. Karathanasis. 1986. Evaluation of potassium quantity-intensity relationship by a computer model employing the Gapon equation. Soil Sci. Soc. Am. J. 50:58-62
Evangelou, V. P. and R. L. Blevins. 1988. Effect of long-term tillage systems and nitrogen addition on potassium quantity-intensity relationship. Soil Sci. Soc. Am. J. 52:1047-1054
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers An Introduction to Nutrient Management. 6th ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. pp. 497.
Jimenes, C. And M. A. Parra. 1991. Potassium quantity-intensity relationship in calcareous Vertisols and Inceptisols of southwestern Spain. Soil Sci. Soc. Am. J. 55:985-989
Le Roux, J. And M. E. Sumner. 1968. Labile potassium in soil : I. Factors affecting the quantity-intensity (Q/I) parameters. Soil Sci. J. (106) :35-41
Liu, Y. J., D. A. Laird and P. Barak. 1997. Fixation of ammonium and potassium under long term fertility management. Soil Sci. Soc. Am. J. (61) : 310-314
Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan, Dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press, Bogor.
Mengel, K. and E. A. Kirkby. 1982. Principles of plant nutrition. International Potash Institute Bern, Switzerland.
Mohr, E. C. J., F. A. Van Baren, and J. Van Schuylenborgh. 1972. Tropical Soil. W. Van Hoeve Publisher Ltd., The Hague.
Mongia, A. D and A. K. Brandyophadyay. 1994. Soil of the Tropics. Vicas Publishing House. PVT. LTD. New Delhi.
Mutscher, H. 1995. Measurement and assessment of soil potassium. IPI Research Topics No. 4, pp. 102. International Potash Institute Basel/Switzerland.
Olk, D. C. And K. G. Cassman. 1995. Reduction of potassium fixation by two humic acid factions in Vermiculitic soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 59:1250-1258.
Orlov, D. S. 1995. Humic substances of soils and general theory of humification. Russian Translation Series 111. Brookfield.
Patiram. 1994. Effect of organic manure and nitrogen application on potassium quantity-intensity relationships in an acid Inceptisol. J. Indian Soc. Soil Sci. 42, No. 1, pp 136-139.
Permanik, M. D. 2001. Hubungan kuantitas dan intensitas kalium untuk menduga ketersediaan kalium dalam tanah. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Poonia, S. R. 1997. Exchange equilibria of potassium in relation to organic matter, potassium status and clay mineralogy of soils. In Soil and Environment – Soil Processes from Mineral to Landscape Scale. Advance in GeoEcology 30, 133 – 144.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya Lahan dan Pengelolaannya. Badan Litbang Departemen Pertanian.
Rachim, D. A., D. T. Suryaningtyas 1992. Laporan penelitian pengaruh pengeringan contoh tanah terhadap beberapa sifat fisik dan kimia tanah-tanah bersifat vertik serta klasifikasinya menurut taksonomi tanah-tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soil Tropic. John Wiley and Sons. New York.
Soepardi, G. 1991. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sparks, D. L. and W. C. Liebhardt. 1981. Effecf of long-term lime and potassium application on quantity-intensity (Q/I) relationships in sandy soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 45 : 786 – 790.
Sulaeman, IPG Widjaja Adhi, I. M. Widjik S. dan N. Sri Mulyani. 1992. Pengaruh pemupukan kalium dan pencucian serta interaksinya terhadap ketersediaan kalium dalam tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, No. 10. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sulaeman, Eviati dan J. Adiningsih. 2000. Hubungan kuantitas dan intensitas kalium untuk menduga kemampuan tanah dalam penyediaan hara kalium. Dalam Adimihardja et al. (Eds) Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Cipayung-Bogor, 31 Oktober – 2 November 2000.
Tan, K. H. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Terjemahan dari Goenadi, D. H. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th Edition. MacMillan Publishing Company, New York.
Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Bahan Organik (Pupuk Kandang)
Jenis Analisis Metode Hasil
C (%) Walkley & Black 22.6
N (%) Kjeldahl 0.61
C/N 37
Basa-basa (me/100 g) NH4OAc 1N, pH 7.0
Ca 19.5
Mg 4.61
K 1.38
Na 0.43
Jumlah Basa-basa (me/100
g) 25.92
Al (me/100 g) KCl 1 N 13.95
KTK (me/100 g) NH4OAc 1N, pH 7.0 39.86
KB (%) NH4OAc 1N, pH 7.0 65
Kejenuhan Al (%) 35
Kejenuhan Ca (%) 48.92
Kejenuhan Mg (%) 11.57
Kejenuhan K (%) 3.46
Tabel Lampiran 2. Komposisi K, Na, Ca dan Mg Dapat Ditukar (Faktor Kuantitas) Tanah dengan Pemberian K dan Beberapa Rasio Ekstraksi
K Na Ca Mg K Na Ca Mg K Na Ca Mg K Na Ca Mg
1 I B0 0,5 0,0237 0,0132 0,7276 0,3086 0,0734 0,0362 0,8060 0,3374 0,0863 0,0345 0,7052 0,2922 0,1640 0,0214 0,8956 0,3416
2 I B0 1,0 0,0637 0,0535 1,6232 0,6173 0,1338 0,0526 1,6232 0,6379 0,1683 0,0559 1,6568 0,6296 0,1942 0,0280 1,4553 0,5679
3 I B0 1,5 0,1036 0,0757 2,5747 0,9877 0,1640 0,0757 2,4068 0,9259 -0,0086 -0,0082 0,2575 0,1358 0,3366 0,0773 2,6307 0,9794
4 I B0 2,0 0,1467 0,0888 3,4703 1,2963 0,2330 0,1119 3,