• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Relasi Gender Dalam Rumah Tangga Petani Di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Relasi Gender Dalam Rumah Tangga Petani Di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

LICI MEIRANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Lici Meiranti

(3)

ABSTRAK

LICI MEIRANTI. Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS

Indonesia merupakan negara agraris. Sektor pertanian masih menjadi andalan mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah pertanian di Indonesia terdapat di Desa Cipelang. Keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam praktek usaha tani juga dalam urusan rumah tangga dan kegiatan sosial berkaitan dengan teori gender. Penelitian bertujuan melihat bagaimana kesetaraan gender serta hubungannya dengan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender dalam rumah tangga petani. Analisis gender dilakukan dengan kerangka analisis Harvard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga petani sudah setara namun masih tergolong rendah, ideologi gender yang dimiliki rumah tangga petani sudah setara dilihat dari pemahaman nilai gender namun belum setara pada pola pembagian kerja dan kesetaraan gendernya pun masih rendah. Karakteristik rumah tangga petani tidak memiliki hubungan dengan kesetaraan gender. Ideologi gender memiliki hubungan dengan kesetaraan gender.

Kata kunci : Rumah Tangga Petani, Gender, Kesetaraan Gender

ABSTRACT

LICI MEIRANTI. Gender Relation Dynamic in Farmer Households: In Case of Cipelang Village, Cijeruk Sub-district, Bogor District. Supervised by AIDA VITAYALA S HUBEIS

Indonesia is an agricultural country. Agriculture is still mainstay of livelihod for the people in Indonesia. One of the agricultural areas in Indonesia is Cipelang village.

Involvement of men and women in farming practices also households and social activities related to gender theory. This research want to know how the level of gender equity also its relation with characteristics of farmer households and the ideology of gender on farmer households. Gender analysis will be done with Harvard analyis framework. The result of this research showed that characteristics of farmer households is equal but still low, gender ideology owned farmer households is equal on gender value but not equal on pattern of the division of labor and their gender equality are still low. Characteristics of farmer households have no relation to the gender equality. Ideology of gender have relation to the gender equality.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(5)

Judul Skripsi : Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa

Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Nama : Lici Meiranti

NIM : I341201127

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc

Ketua Departemen

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor ini dengan baik.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan waktu selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah MS selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr Ir Dwi Sadono MSi selaku dosen komisi akademik yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada nenek tercinta Almh. Nyai Supiah, Papa Alm. Mayor (Purn) Andi Setia Permadi, Mama Lina Marlina, Daddy Indra Santosa serta adik-adikku tersayang Cahya Guntara dan Indyra Quatrezya atas upaya mereka memberi

semangat dan do’a yang tulus bagi penulis selama proses belajar dan dalam penyelesaian

studi di Departemen SKPM, FEMA, IPB.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Agus Rifai Winata yang telah memberi dukungan selama mengerjakan skripsi ini. Selain itu, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada sahabat seperjuangan: Febina Talitha Dradjat, teman satu bimbingan yakni Hamzah Nasution dan Andi Putri Rezky Noviana serta teman-teman SKPM angkatan 49 yang telah berkenan menjadi rekan bertukar pikiran dalam menyelesaikan skripsi.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2016

Lici Meiranti

(7)

DAFTAR ISI

Teknik Penentuan Responden dan Informan 13

Teknik Pengumpulan Data 14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 15

Kondisi Administratif dan Geografis 15

Kondisi Penduduk 17

KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI 21

Tingkat Pendidikan 21

Tingkat Pendapatan Usahatani 23

IDEOLOGI GENDER RUMAH TANGGA PETANI 25

Nilai Gender 25

Pola Pembagian Kerja 26

Kegiatan Reproduktif 26

Kegiatan Produktif 27

Kegiatan Sosial Kemasyarakatan 29

KESETARAAN GENDER DI RUMAH TANGGA PETANI 31

Tingkat Akses dalam Usahatani 31

Tingkat Kontrol dalam Usahatani 32

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI, IDEOLOGI GENDER DAN KESETARAAN GENDER

35

Hubungan Antara Karakteristik Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Petani

35

Hubungan Antara Ideologi Gender Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Petani

36

(8)

LAMPIRAN 43

RIWAYAT HIDUP 51

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hubungan karakteristik rumah tangga petani, ideologi gender dan kesetaraan gender

9

Gambar 2 Sketsa lokasi penelitian 45

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemanfaatan lahan di Desa Cipelang 16

Tabel 2 Sarana umum Desa Cipelang 17

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan tingkat pendidikan

17

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan mata pencaharian

18

Tabel 5 Jumlah dan persentase rumah tangga petani berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cipelang, 2016

21

Tabel 6 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pendidikan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

22

Tabel 7 Jumlah dan persentase rumah tangga petani berdasarkan tingkat pendapatan di Desa Cipelang, 2016

23

Tabel 8 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pemahaman nilai gender pada rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

25

Tabel 9 Pola pembagian kerja reproduktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

26

Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja reproduktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

27

Tabel 11 Pola pembagian kerja produktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

28

Tabel 12 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja produktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

29

Tabel 13 Pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

(9)

Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

30

Tabel 15 Tingkat akses dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

31

Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan akses dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

31

Tabel 17 Tingkat kontrol dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

32

Tabel 18 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan kontrol dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

33

Tabel 19 Hubungan karakteristik rumah tangga petani dan kesetaraan gender rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

35

Tabel 20 Hubungan ideologi gender dan kesetaraan gender rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

37

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian 44

Lampiran 2 Sketsa Lokasi Penelitian 45

Lampiran 3 Data responden 46

Lampiran 4 Nilai uji korelasi rank spearman karakteristik rumah tangga petani dengan tingkat kesetaraan gender rumah tangga petani

47

Lampiran 5 Nilai uji korelasi rank spearman tingkat kesadaran gender rumah tangga petani dengan tingkat kesetaraan gender rumah tangga petani Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam

48

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, karenanya sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian utama bagi mayoritas masyarakat perdesaan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data hasil Sensus Pertanian 2013 yang menunjukkan masih relatif besarnya mereka yang bekerja di sektor pertanian, yaitu sebanyak 26,14 juta rumah tangga usaha pertanian yang mencakup 31,7 juta individu petani. Berdasarkan jenis kelaminnya dari total jumlah petani tersebut terdapat 23,16 persen petani perempuan. Khusus di Provinsi Jawa Barat terdapat sekitar 3,6 juta petani yang bekerja di sektor pertanian. Adapun menurut jenis kelaminnya, petani perempuan tercatat sekitar 21,25 persen. Data BPS ini tampaknya meliputi data laki-laki dan perempuan yang bekerja, namun tidak melihatnya menurut status bekerja mereka. Dengan demikian, dimungkinkan persentase perempuan yang bekerja lebih besar lagi, manakala mereka yang berstatus bekerja selaku pekerja keluarga diperhitungkan.

Diantara kebijakan pembangunan nasional adalah kebijakan pembangunan pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas usahatani, yang pada gilirannya diharapkan menyejahterakan rumahtangga petani. Umum diketahui bahwa pembangunan pertanian di Era Orde Baru yang yang mengimplementasikan Revolusi Hijau lebih mengutamakan pada aspek teknologi pertanian. Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006) menurut Reintjes et al. (1992), Chambers (1993) dan Uphoff (1993), pembangunan pertanian pada masa itu mengabaikan sumber daya manusia dan kelembagaan lokal, serta bias gender (Mugniesyah, 2006). Kondisi tersebut mendorong pemerintahan di era reformasi menetapkan kebijakan berkenaan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan, yang mengemban amanah agar program pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan pertanian dapat merespon kepada pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan kepentingan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi subyek pembangunan, baik laki-laki dan perempuan.

(11)

petani, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di perdesaan; serta menjaga kelestarian lingkungan.

Selanjutnya khusus pada pasal 3 UU No.16 Tahun 2006 tentang sistem P3K dinyatakan bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, diantaranya dengan memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang antara lain harus produktif, efektif, partisipatif, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan lingkungan dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian.

Dalam konteks studi gender dan pembangunan terdapat sejumlah ahli yang merumuskan definsisi gender dan pendekatan analisis gender. Gender adalah suatu konsep yang menunjuk kepada suatu sistem peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Hubeis 2010). Adapun pendekatan analisis gender yang pertama kali dikenal adalah The Harvard Analytical Framework yang sering disebut Kerangka Peranan Gender atau Kerangka Analisis Gender. Kerangka Analisis Gender versi Harvard ini selanjutnya ditulis Kerangka Gender Harvard atau KGH. Sejak adanya pengaruh internasional dan kebijakan pemerintah tersebut di atas, di Indonesia perhatian peneliti terhadap studi gender dan pembangunan pertanian juga meningkat. Telah ada sejumlah studi yang meneliti gender dalam rumahtangga petani, antara lain dilakukan oleh Pratiwi (2007) dan Angelie (2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2007) yang berjudul Analisis Gender Pada Rumah Tangga Petani Monokultur Sayur (Kasus Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyra, Jawa Tengah). Konsep yang digunakan juga adalah konsep gender. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat stereotip pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada usahatani yang berdampak pada pembedaan upah petani laki-laki dan perempuan. Hal tersebut menyebabkan ketidakadilan gender dan termarjinalisasinya perempuan. Dalam hal akses dan kontrol pada usahatani di dominasi oleh suami, sedangkan pada pekerjaan reproduktif didominasi oleh istri.

(12)

sebelumnya meneliti pada kasus rumah tangga petani hortikultur saja. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti kasus terkait gender pada rumah tangga petani di sektor tanaman pangan. Kasus yang dipilih adalah pada desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor untuk mengetahui bagaimana tingkat akses dan kontrol usahatani dalam rumah tangga petani dan hubungannya dengan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender pada rumah tangga petani.

Rumusan Masalah Penelitian

Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian baik usaha milik sendiri, bersama maupun milik pihak lain (BPS 2013). Rumah tangga pertanian tidak homogen. Rumah tangga pertanian terdiri dari individu yang memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik rumah tangga petani yang ingin ditelaah yaitu tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Pendapatan seseorang pada dasarnya adalah banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang (Sitepu 2014). Bagaimana karakteristik rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?

Setiap rumah tangga memiliki aktivitas rumah tangga yang berbeda-beda. Hal ini dapat tercermin dari pola pembagian kerja dalam rumah tangga. Dalam rumah tangga petani akan dilihat bagaimana pola pembagian kerja yang berkaitan dengan peran gender. Pembagian kerja gender merupakan pola pembagian kerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan yang disepakati bersama, serta didasari oleh konstruksi sosial (Amir 2013). Pembagian kerja ini terbentuk dari budaya maupun kesepakatan dalam rumah tangga. Nilai gender juga dapat dijadikan ukuran ideologi gender gender dalam rumah tangga petani. Bagaimana ideologi gender dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?

Analisis gender dilakukan dengan mengukur tingkat akses dan kontrol dalam usahatani. Akses dalam usahatani merupakan gambaran peluang bagi petani laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh dan menggunakan sumber daya dalam usahatani. Kontrol dalam usahatani merupakan gambaran kekuasaan atau wewenang petani laki-laki atau perempuan dalam usahatani. Bagaimana tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?

(13)

Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi dengan judul “Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Mengetahui karakteristik rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

2. Mengetahui ideologi gender dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

3. Mengetahui tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. 4. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi

gender dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat peminat kajian gender. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut : 1. Bagi akademisi

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai akses dan kontrol dalam usahatani pada rumah tangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani.

2. Bagi pembuat kebijakan.

Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam menganalisis akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani untuk membuat kebijakan terkait pembangunan pertanian dan kesetaraan gender.

3. Bagi masyarakat.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani

Usahatani merupakan salah satu mata pencaharian pada masyarakat Indonesia. Pada tahun 2012, persentase petani adalah 39 persen dari total keseluruhan angkatan kerja. Sebanyak 70 persen dari 120 juta penduduk yang tinggal di pedesaan masih menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian (Muspriyanto 2012). Usahatani adalah kegiatan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien pada suatu usaha pertanian agar memperoleh hasil yang maksimal. Sumber daya tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Shinta 2011).

Rumah Tangga Petani

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang biasanya tinggal bersama dalam suatu bangunan serta pengelolaan makannya dari satu dapur. Satu rumah tangga dapat terdiri dari hanya satu anggota rumah tangga. Rumah tangga petani merupakan rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruhnya dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian (BPS 2013).

Karakteristik rumah tangga petani juga dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Pendapatan seseorang pada dasarnya adalah banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang (Sitepu 2014). Menurut Blood dan Wolfe (1960) dalam Sajogyo (1983) aspek penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga karena distribusi dan alokasi kekuasaan, kemudian yang penting juga adalah pembagian kerja dalam keluarga. Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu bisa tersebar dengan sama nilainya (equally) atau tidak sama nilainya, khususnya antara suami dan istri. Adapun pembagian kerja menunjuk pada pola peranan yang ada dalam keluarga dimana khususnya suami dan istri melakukan pekerjaan tertentu. Menurut Blood dan Wolfe (1960) dalam Sajogyo (1983) kombinasi kedua aspek tersebut adalah hal yang paling mendasar dalam keluarga yang dipengaruhi pula oleh posisi keluarga dalam lingkungan atau masyarakatnya.

Gender

(15)

ekonomi (Hubeis 2010). Gender merupakan konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya. Gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin hanya berkaitan dengan aspek biologis. Gender adalah sifat yang melekat pada pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya (Fakih 1994).

Gender merupakan isu penting di dunia. Gender berfokus pada peran laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial. Persepsi tentang gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi (William dan Best 1990). Kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, dan standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga (Lasswell dan Lasswell 1987). Partisipasi perempuan pada bidang-bidang tertentu termasuk dalam pembangunan masih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.

Tiga kategori peranan gender (triple roles), yaitu (Moser 1993):

1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumah tangga atau subsisten dengan suatu nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial.

2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga.

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan menjadi dua kategori sebagai berikut:

a. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah. b. Pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang

dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung atau tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status.

(16)

merupakan salah satu upaya peningkatan keamanan ekonomi keluarga dan efisiensi pemanfaatan sumber daya lokal serta meningkatkan status gender wanita dalam kegiatan sektoral pertanian (Sitepu 2014).

Pembagian Kerja Gender

Pembagian kerja gender adalah pola pembagian kerja antara pasangan suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh sikap saling memahami dan saling mengerti (Nurlian dan Daulay 2008). Pembagian kerja gender merupakan pola pembagian kerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan yang disepakati bersama, serta didasari oleh konstruksi sosial (Amir 2013). Pembagian peran dan atau pembagian tugas rumah tangga yang adil antara suami dan istri terkadang masih dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat mengenai peran gender yang cenderung memosisikan wanita untuk selalu berperan pada wilayah domestik (Putri dan Lestari 2015). Selaras dengan pernyataan di atas, adanya diskriminasi gender pada kehidupan perkawinan ditunjukkan dengan adanya hak dan kewajiban suami-istri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 31 ayat (3) yang secara tegas menyebutkan bahwa suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, serta pasal 34, suami wajib melindungi istri dan istri wajib mengatur rumah tangga sebaik-baiknya. Pernyataan dalam undang-undang tersebut bila ditelaah terdapat bias gender antara laki-laki dan perempuan yang memosisikan perempuan untuk lebih berperan pada sektor domestik (Putri dan Lestari 2015). Selain itu istilah lain yang melekat pada diri seorang perempuan atau istri yakni dapur, pupur, kasur, sumur. Istilah tersebut menggambarkan peran domestik yang harus dijalani oleh seorang wanita atau istri yaitu mengurus semua hal yang berhubungan dengan kerumahtanggaan seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring, membersihkan rumah hingga mengasuh anak (Putri dan Lestari 2015).

Pada masyarakat petani, pembagian kerja merupakan pembagian peranan dan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Pembagian pekerjaan ini disesuaikan dengan kemampuan dan bidang dari masing-masing mereka. Hal ini diakibatkan oleh kontruksi sosial berdasarkan faktor sifat atau karakter antara perempuan dan laki-laki (Amir 2013). Pada masyarakat pertanian dan perikanan, isteri berkontribusi dalam produksi pertanian, sekaligus penyangga kehidupan rumah tangga pertanian dalam banyak hal (Taridala et al. 2015). Beberapa masalah pokok yang dihadapi wanita di pedesaan yaitu (Sajogyo 1983):

(17)

2. Waktu yang dicurahkan untuk pekerjaan rumah tangga oleh wanita di pedesaan adalah intensif dan banyak

3. Dalam pekerjaan yang menghasilkan pendapatan, pemilikan tanah pertanian per kapita yang sempit dari warga desa, menyebabkan berkurangnya kesempatan atau peluang untuk bekerja bagi pria maupun wanita.

4. Tingkat pendidikan formal wanita di pedesaan lebih rendah daripada pria. 5. Kurangnya jangkauan terhadap pelayanan-pelayanan yang ada di desa,

khususnya bagi wanita dari golongan tidak mampu.

Analisis Gender

Gender dan kesetaraan gender merupakan satu kesatuan paham atau ide yang tidak bisa dipisahkan (Anwar 2015). Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Hakim 2015). Kesetaraan gender adalah posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, partsisipasi, kontrol, dan manfaat dalam aktivitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara (Amir 2013). Keadilan gender adalah suatu proses menuju setara, selaras, seimbang, serasi, tanpa diskriminasi (Amir 2013). Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban (Mayasari et al. 2013).

Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan (Hakim 2015). Permasalahan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat, kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat (Mayasari et al. 2013).

(18)

laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Amir 2013). Kerangka analisis Harvard, dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development, bekerja sama dengan kantor Woman In Development (WID)-USAID (Puspitawati 2012). Kerangka analisis Harvard terdiri dari tiga aspek yaitu: profil aktivitas, profil akses dan kontrol, serta profil manfaat dan dampak (Handayanto 2015).

Kerangka Pikir

Penelitian yang berjudul Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani: Kasus Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor ini merujuk pada konsep gender dan teori teknik analisis Harvard dari Harvard Institute for International Development dalam Puspitawati (2012).

Terdapat beberapa aspek di analisis dalam penelitian ini yaitu profil aktivitas dilihat dari pembagian kerja produktif dan reproduktif dalam rumah tangga petani, namun dalam penelitian ini terdapat pembagian kerja sosial kemasyarakatan pula. Ketiga bentuk pembagian kerja tersebut terdapat pada (X4). Profil akses dan kontrol dalam penelitian ini terdapat pada (Y1) dan (Y2). Akses dan kontrol dalam penelitian ini khusus pada sumber daya pertanian. Karakteristik rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendidikan (X1) dan tingkat pendapatan (X2). Ideologi gender dilihat berdasarkan nilai gender (X3) dan pola pembagian kerja (X4). Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender dengan kesetaraan gender.

(19)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dibuat, hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan

rumah tangga petani dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani. 2. Terdapat hubungan nyata antara nilai gender dan pola pembagian kerja

dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani.

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Karakteristik rumah tangga petani yang diukur dengan :

a. Tingkat pendidikan adalah perbandingan antara tingkat pendidikan suami dan istri, diukur dengan skala ordinal, yang dibedakan kedalam kategori: Istri < suami: kode 1, Istri > suami: kode 2 dan Istri = suami: kode 3. b. Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan rumah tangga petani setiap

bulannya dari hasil usahatani dengan skala ordinal sebagai berikut: Rendah: <Rp.500.000/bulan, Sedang :Rp.500.000 s.d Rp. 1.000.000/bulan dan Tinggi: > Rp. 1.000.0000/bulan.

2. Ideologi gender diukur dengan:

a. Nilai gender adalah pemahaman suami dan istri tentang perbedaan peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dalam hubungannya dengan usahatani. Jumlah pernyataan yang diajukan adalah sebanyak 5 pernyataan relasi gender, terkait pengetahuan tentang gender, pembagian kerja gender dan kesetaraan gender. Suami atau istri dapat memilih satu dari dua pilihan, yakni setuju (S) dan tidak setuju (TS). Dua pilihan tersebut memiliki skor yang berbeda. Kategori setuju (S) memiliki bernilai 1 untuk tiap jawaban dan kategori tidak setuju (TS) memiliki bernilai 2 untuk tiap jawaban. Jawaban suami atau istri pada kedua pilihan tersebut dijumlahkan nilainya lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri. Akumulasi nilai tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu Istri < suami: kode 1, Istri > suami: kode 2 dan Istri = suami: kode 3. b. Pola pembagian kerja adalah pembagian seluruh aktivitas dalam suatu

rumah tangga petani sesuai peranan masing-masing anggotanya. Pola pembagian kerja dapat digolongkan menjadi tiga jenis kegiatan, yakni kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan.

(20)

perempuan sendiri (P) dan kegiatan bersama (B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki kode 1, kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan kategori bersama (B) memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada ketiga pilihan tersebut diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri. Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu Istri < suami : 15-17, Istri > suami : 18-20 dan Istri = suami: 21-24.

Kegiatan produktif adalah kegiatan yang berhubungan dengan mencari nafkah dalam bentuk usahatani. Kegiatan produktif diukur dengan 17 jenis kegiatan yang tercantum dalam tabel pola pembagian kerja produktif. Petani dapat memilih salah satu dari tiga pilihan, yakni kegiatan laki-laki sendiri (L), kegiatan perempuan sendiri (P) dan kegiatan bersama (B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki kode 1, kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan kategori bersama (B) memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada ketiga pilihan tersebut diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri. Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu Istri < suami : 17-26, Istri > suami : 27-36 dan Istri = suami: 37-47.

Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial atau pergaulan dan politik maupun organisasi di masyarakat. Kegiatan sosial kemasyarakatan diukur dengan 5 jenis kegiatan yang tercantum dalam tabel pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan. Petani dapat memilih salah satu dari tiga pilihan, yakni kegiatan laki-laki sendiri (L), kegiatan perempuan sendiri (P) dan kegiatan bersama (B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki kode 1, kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan kategori bersama (B) memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada ketiga pilihan tersebut diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri. Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu Istri < suami : 6-8, Istri > suami : 9-11 dan Istri = suami: 12-15.

3. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Variabel ini diukur dengan:

(21)

sendiri (L), perempuan sendiri (P) dan bersama (B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki nilai 1, kategori perempuan (P) memiliki nilai 2 dan kategori bersama (B) memiliki nilai 3. Jawaban suami atau istri pada kedua pilihan tersebut dijumlahkan nilainya lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri. Akumulasi nilai tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu Istri < suami: 5-7, Istri > suami: 8-10 dan Istri = suami: 11-13.

(22)

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksplanatori (penjelasan) yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender dengan kesetaraan gender. Pendekatan penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2008). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan stakeholder terkait dan observasi untuk mendukung data kuantitatif.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian ialah karena Desa Cipelang merupakan salah satu desa dengan wilayah pertanian terluas di Kabupaten Bogor sehingga dapat merepresentasikan wilayah pertanian di Indonesia secara umum. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan. Penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi dan perbaikan laporan skripsi. Pengambilan data di lapang khususnya dilakukan selama 3 minggu yaitu di bulan april hingga mei 2016.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

(23)

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survai kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi wawancara mendalam kepada stakeholder terkait diantaranya ketua gabungan kelompok tani (Gapoktan), ketua kelompok tani dan ketua kelompok wanita tani (KWT) di Desa Cipelang. Data sekunder diperoleh melalui data monografi desa Cipelang. Wawancara mendalam menggunakan panduan pertanyaan yang telah dibuat. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan uji coba kuisioner. Uji coba kuisioner dilakukan kepada 10 rumah tangga petani di Desa Cipelang di luar calon responden. Hasil uji validitas pada variabel karakteristik rumah tangga petani adalah 0,571 dan hasil uji reliabilitasnya adalah 0,778. Hasil uji validitas pada variabel karakteristik rumah tangga petani adalah 0,541 dan hasil uji reliabilitasnya adalah 0,740. Hasil uji validitas pada variabel karakteristik rumah tangga petani adalah 0,404 dan hasil uji reliabilitasnya adalah 0,775.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan aplikasi SPSS 2.1. Microsoft Excel 2007 digunakan untuk membuat tabel frekuensi untuk variabel tunggal. Aplikasi SPSS 2.1 membantu uji statistik yang menggunakan rank spearman. Uji korelasi rank spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel atau hubungan karakteristik rumah tangga petani, ideologi gender dengan kesetaraan gender dalam rumah tangga petani.

(24)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Administratif dan Geografis

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa. Secara administratif sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten atau kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa atau kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP) Wilayah, sebagai berikut wilayah I Bogor meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Wilayah II Purwakarta meliputi Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar (jabarprov.go.id). Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan. Salah satu kecamatannya yaitu Kecamatan Cijeruk. Desa Cipelang merupakan Ibukota Kecamatan Cijeruk memiliki luas wilayah 638,17 Ha terdiri dari 3 (tiga) Dusun, 7 (tujuh) Rukun Warga (RW) dan 30 (Tiga puluh) Rukun Tetangga (RT) dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Cipicung, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibalung, sebelah selatan berbatas dengan Desa Cijeruk dan Warung Menteng dan sebelah barat berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Jarak antara Desa Cipelang yaitu 0,3 Km ke kantor Kecamatan Cijeruk, 22 Km ke kantor Kabupaten Bogor, 150 Km ke Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 60 Km ke Ibukota Negara atau Jakarta. Untuk dapat sampai ke Desa Cipelang, diperlukan alat transportasi darat seperti motor, mobil atau kendaraan umum. Kendaraan umum yang digunakan bila dari kampus IPB Dramaga Bogor diantaranya angkutan umum dengan trayek arah Laladon-Bubulak, lalu berganti angkutan umum 02 atau 14 menuju Sukasari dan Bondongan, kemudian berganti angkutan umum 04a menuju Cihideung. Di Cihideung, berganti angkutan umum kembali menuju Cipelang. Sesampainya di Cipelang perlu menaiki ojeg untuk menjangkau lokasi penelitian.

(25)

Cipelang mayoritas masih menggantungkan sumber nafkahnya dari sektor pertanian.

Data pemanfaatan lahan di Desa Cipelang secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pemanfaatan lahan di Desa Cipelang

Pemanfaatan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

Pemukiman 41,00 6,42

Sumber : Data Monografi Desa 2014

Desa Cipelang memiliki berbagai sarana dan prasarana umum. Sarana dan prasarana ini digolongkan menjadi tiga jenis yaitu, sarana pendidikan, tempat beribadah dan tenaga medis. Sarana pendidikan di Desa Cipelang belum memadai, hal ini terlihat dari tidak adanya SMA maupun Madrasah Aliyah. Warga Desa Cipelang yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA maupun Madrasah Aliyah harus menempuh desa lain yang memiliki SMA maupun Madrasah Aliyah seperti Desa Cijeruk. Minimnya sarana pendidikan di Desa Cipelang turut mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Desa Cipelang. Tempat beribadah di Desa Cipelang sudah memadai dengan jumlah yang cukup banyak serta jarak antar masjid maupun mushola tidak terlalu jauh. Warga Desa Cipelang tidak perlu repot mencari sarana ibadah ke desa lain karena jumlah dan kondisi sarana ibadah di Desa Cipelang sudah cukup baik. Tenaga medis di Desa Cipelang belum memadai, hal ini terlihat dari jumlah bidan dan dokter yang sedikit. Hal ini menyulitkan warga Desa Cipelang yang membutuhkan pertolongan medis khususnya dalam keadaan darurat. Jika dokter ataupun bidan sedang tidak berada di Desa Cipelang,warga yang membutuhkan pertolongan medis harus mencari tenaga medis ke desa lain seperti Desa Cijeruk.

(26)

Tabel 2 Sarana umum Desa Cipelang

Sarana Umum Jenis Jumlah

Sarana Pendidikan PAUD 3

Dukun beranak terlatih 6 Dukun beranak tidak terlatih 5

Dokter 2

Kader posyandu 15

Sumber : Data Monografi Desa 2014

Kondisi Penduduk

Jumlah penduduk Desa Cipelang berdasarkan hasil laporan bulanan kependudukan sampai akhir tahun 2014 tercatat 10.630 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 5.473 jiwa, perempuan 5.157 jiwa. Jumlah penduduk perempuan 48,51 persen dari total jumlah penduduk. Jumlah kepala keluarga di Desa Cipelang sebanyak 2.373 KK. Jumlah rumah tangga petani sebanyak 1.416 KK atau 59,60 persen dari total jumlah rumah tangga di Desa Cipelang. Penduduk Desa Cipelang dapat digolongkan berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian. Data penduduk Desa Cipelang berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase

Tidak tamat SD/ Sederajat 4.993 46,99

(27)

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cipelang masih tergolong rendah, hal ini dilihat dari persentase warga yang tidak tamat SD dan tamat SD mendominasi sebanyak 46,99 persen dan 37,07 persen. Penyebab rendahnya tingkat pendidikan ini yaitu masih rendahnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan juga masalah ekonomi yang menghambat.

Mata pencaharian penduduk di Desa Cipelang didominasi oleh petani dan peternak. Hal ini dikarenakan menjadi petani dan peternak merupakan mata pencaharian yang sudah turun temurun dan kondisi alam yang mendukung warga Desa Cipelang untuk bertani. Selain itu, terdapat mata pencaharian lain seperti PNS, wiraswasta, pengusaha dan lainnya. Data rincian mata pencaharian warga Desa Cipelang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan mata pencaharian

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 1.246 38,61

Sumber : Data Monografi Desa 2014

Adapun jumlah kelompok tani yang ada di Desa Cipelang berjumlah 7 kelompok yaitu:

1. Kelompok Tani Mekar Sejahtera, yang bergerak dalam mengelola tanaman nanas, padi, palawija dan tanaman kehutanan.

2. Kelompok Tani Tunas Sejahtera, yang bergerak dalam pengelolaan tanaman padi dan kehutanan.

(28)

4. Kelompok Tani Wanita Wanita Mekar Wangi, yang bergerak di bidang pengelolaan buah nanas menjadi sirup, dodol, permen dan lainnya.

5. Kelompok Tani Mekar Mulia, yang bergerak di bidang pengelolaan tanaman kehutanan.

6. Kelompok Tani Barokah 2, yang bergerak dalam pengelolaan dan pengolahan hasil pertanian dan perkebunan.

(29)

KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI

Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian baik usaha milik sendiri, bersama maupun milik pihak lain (BPS 2013). Rumah tangga pertanian tidak homogen. Setiap rumah tangga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dilihat dari karakteristik ekonomi, sosial, pendidikan dan karakteristik lainnya. Tak terkecuali rumah tangga petani di Desa Cipelang. Karakteristik rumah tangga petani di Desa Cipelang dilihat berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Berikut ini adalah penjelasannya.

Tingkat pendidikan

(30)

menempuh pendidikan yang tinggi, sedangkan laki-laki boleh menempuh pendidikan yang tinggi. Masyarakat masih menganggap bahwa akan percuma bila perempuan menempuh pendidikan yang tinggi karena akan menjadi ibu rumah tangga juga. Menjadi ibu rumah tangga tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Faktor ekonomi juga turut mempengaruhi terhambatnya masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan. Kurangnya pemahaman orangtua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka di Desa Cipelang juga sangat minim. Fakta ini didukung oleh pernyataan salah satu informan sebagai berikut:

“Perempuan di Desa Cipelang mayoritas tidak bersekolah tinggi karena masih memegang prinsip leluhur bahwa perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena akan tetap jadi ibu rumah tangga saja. Warga Desa Cipelang juga masih tergolong sulit secara ekonomi untuk membiayai anak-anaknya untuk bersekolah tinggi.” (I)

Berdasarkan data tersebut dapat dikategorikan tingkat pendidikan responden dalam rumah tangga dan tingkat kesetaraan gendernya. Kesetaraan gender dalam tingkat pendidikan dilihat dari apakah istri menempuh pendidikan lebih rendah dari pendidikan suami, apakah istri menempuh pendidikan lebih tinggi dari suami dan apakah pendidikan istri setara dengan suami. Tabel 6 menunjukkan frekuensi tingkat pendidikan dengan penggolongan tersebut.

Tabel 6 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pendidikan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

(31)

meningkatnya ekonomi dengan pilihan mata pencaharian yang lain dan tidak hanya mengandalkan sektor pertanian semata. Bila perekonomian suatu rumah tangga meningkat maka kesejahteraannya pun akan meningkat. Sangat disayangkan bila kesetaraan tingkat pendidikan pada rumah tangga petani di Desa Cipelang masih tergolong kategori tingkat pendidikan yang rendah, bukan tergolong kategori tingkat pendidikan yang tinggi.

Tingkat Pendapatan Usahatani

Karakteristik rumah tangga petani lainnya diukur dari tingkat pendapatan usahatani. Pendapatan seseorang adalah banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang (Sitepu 2014). Tingkat pendapatan dalam penelitian ini adalah rata-rata jumlah penghasilan dari usahatani yang diterima oleh rumah tangga petani setiap bulannya. Tingkat pendapatan ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah jika pendapatan yang diterima setiap bulannya <Rp. 500.000, sedang jika pendapatan yang diterima setiap bulannya sebesar Rp. 500.000 s.d Rp. 1.000.000 dan kategori tinggi jika pendapatan yang diterima setiap bulannya sebesar >Rp. 1.000.000. Tingkat pendapatan rumah tangga petani dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan persentase rumah tangga petani berdasarkan tingkat pendapatan di Desa Cipelang, 2016

Tingkat Pendapatan (per bulan) Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (<Rp. 500.000) 14 46,67

Sedang (Rp.500.000 s.d Rp. 1.000.000) 10 33,33

Tinggi (>Rp. 1.000.000) 6 20,00

Total 30 100,00

Tabel 7 menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat ekonomi rumah tangga petani di Desa Cipelang. Tingkat pendapatan rendah mendominasi sebesar 46,67 persen. Hanya 20,00 persen rumah tangga petani yang memiliki tingkat pendapatan tinggi. Tingkat pendapatan di atas di dapat dari hasil rata-rata per bulan dari hasil panen padi yang diperoleh rumah tangga petani. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh salah satunya yaitu cuaca yang buruk yang menyebabkan hasil panen tidak maksimal bahkan gagal panen. Fakta ini didukung oleh pernyataan informan berikut:

“Usahatani mah gak bisa nutupin kebutuhan keluarga karena uangnya dapetnya cuma sedikit neng. Sekarang juga lagi gagal panen karena cuacanya buruk.” (UK)

(32)

“Penghasilan dari pertanian baru bisa didapat setelah 3-6 bulan pada saat panen. Makanya kalau cuaca buruk gagal panen kacau neng. ” (U)

Rendahnya tingkat pendapatan pada rumah tangga petani di Desa Cipelang juga disebabkan oleh ketergantungan mata pencaharian pada sektor pertanian saja. Hal ini juga merupakan dampak dari rendahnya tingkat pendidikan pada rumah tangga petani di Desa Cipelang. Jika rumah tangga petani di Desa Cipelang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka tidak akan mengandalkan sektor pertanian saja untuk menutupi kebutuhan hidup. Bagi rumah tangga petani yang hanya mengandalkan sektor pertanian, akan sangat sulit bila musibah cuaca buruk dan gagal panen terjadi. Oleh karenanya, rumah tangga petani di Desa Cipelang perlu memiliki mata pencaharian sampingan lainnya yang dapat menopang pendapatan.

(33)

IDEOLOGI GENDER RUMAH TANGGA PETANI Nilai Gender

Bagi masyarakat awam, istilah gender kiranya identik dengan jenis kelamin. Padahal gender dan jenis kelamin merupakan dua konsep yang berbeda. Gender merupakan konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya. Gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin hanya berkaitan dengan aspek biologis. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah rumah tangga petani yang menjadi responden memahami gender dan nilai gender. Nilai gender adalah pandangan mengenai apa yang pantas dan tidak pantas dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan. Nilai gender rumah tangga petani diukur dengan menggunakan pertanyaan nilai gender. Nilai gender dikategorikan menjadi tiga yaitu istri<suami atau pemahaman nilai gender istri kurang dari pemahaman nilai gender yang dimiliki suami, istri>suami atau pemahaman nilai gender yang dimiliki istri lebih tinggi daripada pemahaman nilai gender yang dimiliki suami dan istri=suami atau istri dan suami memiliki tingkat pemahaman nilai gender yang sama.

Tabel 8 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pemahaman nilai gender pada rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Kategori n %

Istri< Suami 0 0,00

Istri> Suami 14 46,70

Istri = Suami 16 53,30

Total 30 100,00

(34)

Pola Pembagian Kerja

Laki-laki dan perempuan dalam suatu rumah tangga memiliki peran, hak dan kewajiban yang berbeda. Hal ini tercermin dalam pola pembagian kerja dalam rumah tangga tak terkecuali pada rumah tangga petani. Pola pembagian kerja membagi peran antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan rumah tangga, mencari nafkah maupun kegiatan bersosial dengan masyarakat. Ketiga jenis kegiatan tersebut lebih dikenal dengan istilah kegiatan reproduktif (segala kegiatan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga), produktif (kegiatan yang menghasilkan upah atau barang baik secara langsung maupun tak langsung) dan sosial kemasyarakatan (kegiatan yang dilakukan dengan bergaul dengan masyarakat serta terlibat dalam urusan sosial politik di masyarakat). Uraian berikut menggambarkan pola pembagian kerja rumah tangga petani di Desa Cipelang.

Kegiatan Reproduktif

Kegiatan reproduktif adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan pekerjaan lainnya yang mendukung anggota keluarga untuk melakukan kegiatan lainnya. Kegiatan reproduktif pada rumah tangga petani yang menjadi responden mayoritas dikerjakan oleh perempuan dapat dilihat dari tinggi angka persentase setiap kegiatan reproduktif pada Tabel 9.

Laki-laki atau suami dalam rumah tangga petani secara mandiri hanya mengerjakan kegiatan menjaga kesehatan anggota keluarga dan berbelanja kebutuhan sehari-hari, masing-masing dengan persentase 6,70 persen dan 3,30 Tabel 9 Pola pembagian kerja reproduktif rumah tangga petani di Desa Cipelang,

2016

No Kegiatan Reproduktif Laki-laki Perempuan Bersama

(35)

persen. Perempuan/istri memiliki persentase terbesar di tiap kegiatan reproduktif. Sebesar 90,00 persen kegiatan memasak dilakukan oleh perempuan. Angka tertinggi lainnya yaitu pada kegiatan menyetrika pakaian anggota keluarga, mencuci baju dan mencuci piring yang masing-masing sebesar 83,00 persen. Kegiatan reproduktif yang dikerjakan secara bersama baik oleh laki-laki dan perempuan memperoleh persentase tertinggi pada kegiatan menjaga kesehatan anggota keluarga sebesar 43,30 persen. Hanya 10,00 persen kegiatan memasak yang dilakukan secara bersama. Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga petani masih tradisional dalam membagi pekerjaan rumah tangga, terbukti dengan tingginya persentase pada perempuan untuk setiap kegiatan. Perempuan masih termarjinalkan dalam kerja domestik. Fakta ini didukung oleh pernyataan salah satu responden berikut:

“Pekerjaan rumah tangga seharusnya dikerjakan oleh istri saja, karena laki-laki tidak pantas berurusan dengan kegiatan di dapur atau kegiatan rumah tangga lainnya, laki-laki hanya bertugas mencari nafkah.” (D)

Tabel 10 menunjukkan tingkat kesetaraan pola pembagian kerja reproduktif. Dari 30 rumah tangga petani, hanya 10,00 persen rumah tangga petani yang membagi kerja reproduktif dengan setara antara suami dan istri. Sebesar 67,70 persen rumah tangga petani membebankan pekerjaan reproduktifnya kepada istri dan sedikit beban kerja reproduktif yang diterima suami. Sebesar 23,30 persen rumah tangga petani lebih membebankan kerja reproduktifnya lebih banyak kepada suami dibandingkan istri. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa masyarakat masih menganggap bahwa pekerjaan reproduktif atau domestik lebih pantas dikerjakan oleh perempuan atau istri saja. Hanya sedikit yang menganggap pekerjaan reproduktif atau domestik pantas juga dikerjakan oleh laki-laki atau suami.

Kegiatan Produktif

Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menghasilkan upah atau barang baik yang untuk dikonsumsi sendiri ataupun yang dijual kembali untuk menghasilkan uang. Pada rumah tangga petani yang menjadi responden, kegiatan Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja

reproduktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Kategori Jumlah Rumah Tangga Petani %

Istri> Suami 20 67,70

Istri< Suami 7 23,30

Istri = Suami 3 10,00

(36)

produktif meliputi kegiatan usahatani yang dikerjakan sehari-hari. Kegiatan reproduktif yang dimaksud diantaranya membeli pupuk, pestisida, mencari modal ushahatani, mengikuti penyuluhan, menanam benih,mengairi dan kegiatan usahatani lainnya.

Tabel 11 menunjukkan bahwa kegiatan produktif mayoritas dikerjakan oleh laki-laki atau suami. Terlihat dari tinggi persentase di pihak laki-laki pada setiap kegiatan. Persentase tertinggi laki-laki yaitu pada kegiatan mengairi lahan sebesar 93,3 persen. Persentase tertinggi kegiatan yang dilakukan bersama yaitu pada kegiatan panen, pasca panen dan memasarkan usahatani masing-masing sebesar 66,7 persen. Kegiatan-kegiatan produktif yang dilakukan oleh perempuan dengan persentase tertinggi masing-masing sebesar 23,3 persen yaitu pada kegiatan merawat persemaian, menanam benih ke guludan dan menyiangi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga petani masih secara tradisional membagi pekerjaan, termasuk dalam kegiatan produktif. Laki-laki cenderung mengerjakan pekerjaan yang tergolong berat seperti menyiapkan lahan. Perempuan cenderung mengerjakan pekerjaan yang tidak terlalu berat seperti menyiangi tanaman ataupun terlibat dalam masa panen.

Tabel 11 Pola pembagian kerja produktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

No Kegiatan Produktif Laki-laki Perempuan Bersama

(37)

Tabel 12 menunjukkan tingkat kesetaraan dalam pola pembagian kerja produktif. Mayoritas rumah tangga petani lebih banyak membebankan pekerjaan produktifnya kepada laki-laki atau suami sebesar 43,3 persen dari total rumah tangga petani. Sebesar 26,7 persen rumah tangga petani membagi pola pembagian kerja produktif dengan adil dan sebesar 30 persen rumah tangga petani lebih banyak membebankan pekerjaan produktifnya kepada perempuan atau istri.

Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan kegiatan di mana individu sebagai anggota masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan sosial politik di masyarakatnya, seperti gotong-royong atau pemilihan kepala desa. Rumah tangga petani rumah tangga petani melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan diantaranya pertemuan antar Desa, arisan, selamatan, pengajian dan kegiatan kelompok tani. Tabel 13 menjelaskan secara lebih rinci pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani.

Tabel 13 Pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Tabel 13 menunjukkan bahwa pembagian kerja sosial kemasyarakatan pada rumah tangga petani cukup variatif. Pada kegiatan pertemuan antar Desa persentase tertinggi terdapat pada laki-laki sebesar 66,70 persen. Pada kegiatan arisan persentase tertinggi pada perempuan sebesar 76,70 persen. Kegiatan selamatan dan pengajian memiliki persentase tertinggi pada kategori bersama sebesar 53,30 persen. Kegiatan kelompok tani memiliki persentase tertinggi pada Tabel 12 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja

produktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

(38)

laki-laki sebesar 76,70 persen. Fakta ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan:

“Kalau ada rapat di desa banyaknya mah bapak-bapak. Ibu-ibunya mah jarang ada yang ikutan. Tapi kalau ada hajatan, pengajian

ibu-ibu nya rame.” (MN)

Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Kategori Jumlah Rumah Tangga Petani %

Istri< Suami 11 36,70

Istri> Suami 10 33,30

Istri = Suami 9 30,00

Total 30 100,00

Tabel 14 menunjukkan tingkat kesetaraan dalam pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan. Pola pembagian kerja ini cenderung rata persentasenya seperti yang terlihat dalam tabel, namun persentase tertinggi sebesar 36,7 persen menunjukkan bahwa kerja sosial kemasyarakatan lebih banyak dilakukan oleh suami daripada istri. Fakta ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan:

(39)

KESETARAAN GENDER DI RUMAH TANGGA PETANI Tingkat Akses dalam Usahatani

Akses merupakan salah satu komponen dalam analisis gender. Akses yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akses dalam usahatani dalam rumah tangga petani. Responden ditanyakan beberapa hal terkait akses diantaranya akses menggunakan lahan pertanian, memanfaatkan saluran irigasi dan akses dalam usahatani lainnya.

Tabel 15 menunjukkan akses dalam usahatani mayoritas dipegang oleh laki-laki/suami. Akses tertinggi laki-laki terdapat pada akses memanfaatkan saluran irigasi sebesar 90,00 persen. Akses perempuan hanya pada kegiatan meminjam dana kredit usahatani sebesar 6,70 persen . Akses yang dilakukan secara bersama-sama dengan persentase tertinggi pada akses menggunakan alat pertanian sebesar 46,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki memiliki akses yang jauh lebih besar daripada perempuan dalam usahatani. Perempuan kurang dilibatkan dalam mengakses sumber daya pertanian tersebut. Fakta ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan:

“Di tani mah kalau ibu-ibunya palingan kerja yang ringan-ringan. Kalau irigasi mah urusan bapak-bapak, ngolah lahan. Kalaupun ibu-ibunya ikutan ya dibantuin bapak-bapak gak sendirian.” (ST)

Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat kesetaran akses dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Kategori Jumlah Rumah Tangga Petani %

Istri< Suami 17 56,70

Istri> Suami 4 13,30

Istri = Suami 9 30,00

(40)

Tabel 16 menunjukkan tingkat kesetaraan dalam akses dalam usahatani. Mayoritas rumah tangga petani memberikan akses dalam usahatani kepada suami lebih besar daripada kepada istri. Sebesar 56,70 persen menyatakan hal demikian. Fakta ini sejalan dengan pola pembagian kerja produktif yang didominasi oleh laki sehingga akses dalam usahatani pun lebih banyak diberikan kepada laki-laki atau suami. Hanya 30,00 persen rumah tangga petani yang membagi akses dalam usahatani secara adil antara istri dan suami dan sebesar 13,30 persen memberikan akses dalam usahatani lebih besar kepada istri daripada suami.

Tingkat Kontrol dalam Usahatani

Kontrol merupakan penguasaan terhadap sumber daya. Kontrol yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrol dalam usahatani dalam usahatani. Laki-laki dan perempuan memiliki kontrol yang berbeda. Kontrol dalam usahatani akan melihat sejauh mana kekuasaan dan wewenang yang dimiliki antara suami dan istri dalam mengelola usahataninya.

Tabel 17 menunjukkan bahwa kontrol dalam usahatani mayoritas dipegang oleh laki-laki/suami. Kontrol tertinggi persentasenya terdapat pada kontrol menentukan jenis pupuk yang digunakan sebesar 86,70 persen. Persentase pada perempuan tertinggi pada kontrol menghitung biaya usahatani sebesar 16,70 persen. Pada kontrol yang dilakukan bersama memiliki persentase tertinggi pada kontrol memutuskan sumber nafkah selama menunggu panen tiba.

Tabel 17 Tingkat kontrol dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

No Kontrol

Laki-laki Perempuan Bersama

n % n % n %

1 Menentukan jenis bibit yang

digunakan 19 63,40 1 3,30 10 33,30

2 Menentukan jenis pestisida yang

digunakan 21 70,00 1 3,30 8 26,70

3 Menentukan jenis pupuk yang

digunakan 26 86,70 1 3,30 8 26,70

4 Menentukan banyaknya alat yang

(41)

Hal ini masih menunjukkan adanya kesenjangan pada laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga petani. Laki-laki masih lebih unggul dalam hal kontrol tehadap sumber daya pertanian daripada perempuan dilihat dari setiap persentasenya. Fakta ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan:

“Urusan tani biasanya bapak yang mutusin segala sesuatunya. Ibu mah ngikut aja.” (EN)

Kontrol dalam usahatani juga perlu dilihat tingkat kesetaraannya. Tabel 18 menunjukkan bagaimana tingkat kesetaraan kontrol dalam usahatani antara suami dan istri di Desa Cipelang.

Tabel 18 Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan kontrol dalam usahatani rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Kategori Jumlah Rumah Tangga Petani %

Istri< Suami 19 63,30

Istri> Suami 3 10,00

Istri = Suami 8 26,70

Total 30 100,00

(42)
(43)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI, IDEOLOGI GENDER DAN KESETARAAN GENDER

Hubungan Antara Karakteristik Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga Petani

Rumah tangga pertanian memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan tidak homogen. Karakteristik dapat dilihat dari ekonomi, sosial dan budaya. Karakteristik rumah tangga petani yang diukur dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Kesetaraan gender diukur dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani. Kesetaraan gender dalam penelitian ini menunjukkan bagaimana perbandingan tingkat akses dan kontrol yang dimiliki suami maupun istri dalam satu rumah tangga petani. Hubungan antara karakteristik rumah tangga petani dengan kesetaraan gender dalam rumah tangga petani diuji dengan uji korelasi rank spearman seperti pada Tabel 19.

Tabel 19 Hubungan karakteristik rumah tangga petani dan kesetaraan Gender rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Karakteristik Rumah Tangga Petani Akses Kontrol

Tingkat Pendidikan 0,115 0,073

Tingkat Pendapatan - 0,176 - 0,410

Keterangan: *Berhubungan nyata pada p kurang dari 0,05 (p<0,05), **Berhubungan sangat nyata pada p kurang dari 0,01 (p<0,01)

Hasil yang didapat dari uji korelasi rank spearman ialah tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani. Nilai koefisien yang didapat yaitu 0,115 pada hubungan tingkat pendidikan dan tingkat akses dalam usahatani dan 0,073 pada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kontrol dalam usahatani. Hal ini membuktikan bahwa tinggi rendahnya pendidikan yang dimiliki rumah tangga petani tidak akan ada kaitannya dengan usahatani baik dalam hal akses maupun kontrolnya. Usahatani merupakan mata pencaharian yang sudah turun-temurun, sehingga kemampuan usahatani tidak bergantung pada tingkat pendidikan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah tetap bisa akses dan kontrol pada usahatani. Sebaliknya petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi juga bisa saja memiliki akses dan kontrol pada usahatani yang rendah. Tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan kesetaraan gendernya. Fakta ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan yaitu:

“Mau sekolah nya tinggi mau ga sekolah juga disini mah bisa tani.

Yang gak sekolah kaya bapak aja soal tani mah gak susah neng, karena udah diajarin dari kecil. Apalagi yang sekolah. Kan tani mah ga diajarin disekolah neng. Jadi ga sekolah juga bisa tani asal

diajarin sama orangtuanya.” (D)

(44)

usahatani. Nilai koefisien yang didapat yaitu -0,176 pada hubungan tingkat pendapatan dan tingkat akses dalam usahatani dan -0,410 pada hubungan tingkat pendapatan dan tingkat kontrol dalam usahatani. Hal ini membuktikan bahwa tinggi rendahnya pendapatan tidak ada kaitannya dengan usahatani baik dalam hal akses maupun kontrolnya. Rumah tangga petani yang memiliki tingkat pendapatan rendah, dapat memiliki akses dan kontrol yang tinggi dalam usahatani maupun sebaliknya. Terdapat dua kemungkinan, rumah tangga yang memiliki tingkat pendapatan rendah bisa memiliki akses dan kontrol yang tinggi pada usahatani bila mereka tidak ada pilihan mata pencaharian lain selain bertani dan sebaliknya mereka juga bisa beralih ke mata pencaharian lain selain bertani yang dapat menyebabkan akses dan kontrolnya dalam usahatani menjadi rendah. Faktaa ini diperkuat dengan penuturan salah satu informan yaitu:

“Kalau hasil tani kan ga bisa diandelin. Kadang lagi bagus rejekinya panennya melimpah. Tapi kalau lagi cuaca buruk kaya sekarang aduhh ripuh neng. Takut gagal panen sayang udah nunggu berbulan-bulan. Tapi gimana gak ada pilihan kerja laen

cuma ngandelin tani.” (DY)

Berbeda dengan penuturan tersebut salah satu informan menyatakan hal lain yaitu:

“Kalau ibu alhamdulilah walaupun gagal panen atau hasil nya dari tani dikit, ibu suka dagang makanan dirumah. Yahh dibantuin modal dagangnya sama anak yang udah kerja. Tapi tetep tani gak

ibu tinggalin” (Y)

Hubungan Antara Ideologi Gender Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Petani

(45)

Tabel 20 Hubungan ideologi gender dan kesetaraan gender rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

Ideologi Gender Akses Kontrol

Nilai Gender 0,165 0,000

Keterangan: *Berhubungan nyata pada p kurang dari 0,05 (p<0,05), **Berhubungan sangat nyata pada p kurang dari 0,01 (p<0,01)

Hasil yang diperoleh dari uji rank spearman yaitu tingkat pengetahuan gender yang dimiliki rumah tangga petani memiliki hubungan dengan tingkat kesetaraan gender. Nilai koefisien sebesar 0,165 pada akses dan 0,000 pada kontrol. Nilai koefisien yang dihasilkan positif, sehingga hubungan yang dihasilkan bersifat searah. Pemahaman nilai gender yang dimiliki oleh rumah tangga petani memiliki hubungan dengan akses dalam usahatani, sedangkan pemahaman nilai gender itu sendiri tidak memiliki hubungan dengan kontrol dalam usahatani.

Kegiatan reproduktif berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan domestik dalam rumah tangga petani. Kegiatan ini memiliki hubungan yang sangat nyata pada tingkat akses dalam usahatani. Nilai koefisien yang dihasilkan sebesar 0,803 bersifat positif sehingga hubungan yang dihasilkan bersifat searah. Makin seimbang kegiatan reproduktif antara suami dan istri akan menghasilkan akses dalam usahatani yang lebih besar. Hal yang sama juga terjadi pada kontrol dalam usahatani. Hubungan yang dihasilkan searah dengan nilai koefisien sebesar 0,677 yang bersifat positif.

Kegiatan produktif berkaitan dengan usahatani. Pola pembagian kerja produktif ini memiliki hubungan dengan akses dalam usahatani dan tingkat kontrol dalam usahatani. Nilai koefisien masing-masing sebesar 0,030 dan 0,169 yang dihasilkan bersifat positif sehingga hubungan yang dihasilkan bersifat searah. Makin seimbang pembagian kerja dalam usahatani antara suami dan istri maka makin tinggi tingkat akses dalam usahatani dan tingkat kontrol dalam usahatani.

(46)

Gambar

Gambar 1. Hubungan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender dengan kesetaraan gender
Tabel 1 Pemanfaatan lahan di Desa Cipelang
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan               tingkat   pendidikan
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan mata pencaharian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara secara tradisional terdapat beberapa jenis alat tangkap yang digunakan menangkap tuna antara lain huhate ( pole and line ), pancing ulur ( hand line ) dan pancing tonda

Dalam konsep ekonomi Islam, yang Peking prinsip adalah harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran.keseimbangan ini terjadi apabila penjual dan

bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja

Persyaratan  lahan  bagi  peruntukan  tanaman  pangan  lahan  kering/  peternakan 

 Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga mengungkapkan bahwa PT KPI dan KAEF berinisiasi untuk dapat bekerjasama mengolah lebih lanjut salah

Segmentasi geografik membagi pasar menjadi beberapa unit secara geografik seperti negara, regional, propinsi, kota, wilayah kecamatan, wilayah kelurahan dan

Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran model OMAX, pada dasarnya merupakan perpaduan dari beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SEBAGAI SUBSTITUSI DEDAK PADI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG1. (Gallus