• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara"

Copied!
247
0
0

Teks penuh

(1)

SULAWESI TENGGARA

RAYUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Kakao di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara adalah karya ilmiah saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi dan bahan rujukan yang dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2010

Rayuddin I 361070051

(3)

iii

ABSTRACT

RAYUDDIN. Agribusiness Competency Development of Cocoa Farmers at Konawe Regency in Southeast Sulawesi Province. Under Direction of

MA’MUN SARMA (asa chairman), DARWIS S GANI and PUDJI MULJONO

(as members).

The objectives of this research were to identifity the level of agribusiness competency of cocoa farmers; to analyze the factors that influence its competency; to explain model agribusiness competency of cocoa farmers of dry land farming; and to formulate effective extension development planned and community empowerment to increase productivity and earning. The research was conducted from August 2009 to January 2010 at the center area of cocoa production Konawe Regency in Southeast Sulawesi Province. The population were cocoa farmers on dry land in cocoa production center. Sample based on the method of “Stratified Random Sampling” using the Slovin formula (0.08 error), the total sample were 180 respondents. Data were collected by using questionnaires, observation, indepth interview, and documentation study. The results of this research showed that the level of agribusiness competencies of cocoa farmers are influenced by internal farmers characteristics, within the external factors of extension activities,

empowerment intervention and enviroment variables with t value ( < 0.05). The level of competency cocoa farmers in agribusiness,

with the coefficient (R2= 0.613). The study proposed recommendation for extension development and communities empowerment to improve of agribusiness competence of cocoa farmers, conducted with the participatory- learning and action (PLA).

(4)

iv

RINGKASAN

RAYUDDIN. Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Kakao di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Komisi Pembimbing : MA’MUN SARMA

(ketua), DARWIS S GANI dan PUDJI MULJONO (anggota).

Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang banyak dikembangkan masyarakat pada usahatani lahan kering adalah pembudidayaan tanaman kakao (Theobrama cacao L), dan wilayah Kabupaten Konawe merupakan sentra pengembangan komoditas unggulan kakao rakyat dengan tingkat produktivitas dan mutu hasil usahatani kakao yang dicapai petani rata-rata 0,63 ton/ha. Hal ini lebih rendah dibandingkan produktivitas dan mutu hasil kakao secara nasional dengan rata-rata mencapai 1,2 ton/ha. Hal tersebut, memberikan indikasi dalam penanganan pengelolaan usahatani kakao rakyat masih perlu intensif dilakukan dan berbasis pada kompetensi petani kakao dalam agribisnis serta usaha-usaha lainnya yang memiliki nilai tambah produktivitas dan kualitas hasil usahatani lahan kering, terutama dalam mengantisipasi produksi dan harga komoditi kakao yang berkaitan dengan tingkat pendapatan petani.

Kondisi obyektif masyarakat perkebunan rakyat dalam mengembangkan komoditas unggulan lahan kering yang kurang memperhatikan unsur kompetensi petani dalam agribisnis usahatani kakao, menyebabkan petani kurang mampu untuk mengoptimalkan produksi dan produktivitas usahataninya, sehingga tingkat pendapatan usahatani tetap rendah pada 2.045 petani yang secara langsung mengandalkan sumber mata pencaharian hidupnya dari hasil berusahatani kakao. Pengaruh faktor internal dan eksternal petani yang dicirikan dengan motivasi diri, karakteristik petani, kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan, dan lingkungan sebagai unsur pembentuk tingkat kompetensi petani kakao masih lemah untuk mampu menerapkan kegiatan agribisnis secara utuh (on-farm and off-farm linkages) terhadap pengelolaan usahatani lahan kering, guna mencapai tingkat kesejahteraan hidup masyarakat perkebunan rakyat secara berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kompetensi agribisnis petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering; (3) mengembangkan kompetensi agribisnis petani kakao dengan kondisi sumberdaya komunitas petani kakao; dan (4) merumuskan rencana penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat perkebunan yang efektif dalam kawasan sentra produksi kakao rakyat di Kabupaten Konawe.

(5)

v

dikonsentrasikan pada tiga desa wilayah sentra produksi kakao rakyat yang terpilih yaitu Desa Panggulawu Kecamatan Uepay, Desa Sambeani Kecamatan Abuki, dan Desa Lawonua Kecamatan Besulutu.

Pengumpulan data dilakukan melalui survey lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara langsung, indepth interview, dan studi dokumentasi. Kemudian data yang terkumpul ditabulasi sesuai jenis kategori dalam bentuk ukuran skala interval dan rasio. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson dengan nilai r hit > r tabel pada taraf ( ) dinyatakan valid, dan nilai koefisien Cronbach Alpha pada kisaran 0.614 – 0.957 dinyatakan reliabel, sehingga instrumen penelitian dinyatakan valid dan handal. Data diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17, kemudian data dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial, berdasarkan asumsi regresi (uji normalitas, homoskedasitas, dan multikolineritas), dilakukan uji korelasi, uji regresi dan path diagram untuk memberikan interpretasi hasil penelitian dengan makna yang terkandung dari hasil statistik uji.

Kesimpulan penelitian mengukur tingkat kompetensi agribisnis petani kakao rata-rata pada kategori sedang atau cukup mampu dalam pengelolaan usahatani kakao, namun kurang kompeten menerapkan sistem agribisnis secara utuh dalam berusahatani kakao lahan kering. Hal ini menunjukkan masyarakat perkebunan memiliki keterbatasan dalam kompetensi pengelolaan usahatani kakao, dengan indikator kompetensi teknis budidaya kakao dalam penerapan sistem agribisnis kakao rata-rata terkategori sedang (skor 3,56), dan indikator kompetensi pengelolaan usahatani kakao rata-rata terkategori rendah (skor 2,96).

Pengaruh faktor internal dari peubah karakteristik petani, dengan faktor eksternal dari peubah kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan dan lingkungan secara bersama sama berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kompetensi agribisnis petani kakao, dengan nilai t hitung (4.207**) pada taraf alpha ( ), koefisien determinasi (R2= 0.613). Tingkat produktivitas usahatani kakao dipengaruhi secara langsung oleh tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dan sangat nyata (t= 3.179**) dengan koefisien determinasi (R2= 0.147). Selanjutnya tingkat pendapatan usahatani kakao dipengaruhi secara langsung oleh tingkat produktivitas usahatani kakao dan sangat nyata (t= 4.875**) dengan koefisien determinasi (R2

Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani kakao lahan kering sangat ditentukan oleh aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terkristalisasi dalam wujud kompetensi agribisnis petani kakao. Perilaku petani kakao untuk mengintegrasikan kegiatan subsistem agribisnis secara utuh, didasarkan pada kategori kompetensi teknis budidaya kakao dalam melakukan pemeliharaan tanaman kakao (seperti: kegiatan penanaman/ penyulaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman) yang berkaitan dengan kompetensi pengelolaan usahatani kakao dalam perencanaan modal usahatani dan kemitraan bisnis usahatani yang mampu bersaing serta memiliki posisi tawar di pasaran konsumen kakao.

(6)

vi

Rencana jangka panjang penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kompetensi agribisnis petani kakao dalam menerapkan sistem agribisnis kakao dalam masyarakat perkebunan. Pendekatan kebijakan program partisipasi-belajar-tindakan (participatory, learning, and action), dengan langkah-langkah pelaksanaan: (a) penyuluhan dan pemberdayaan harus mampu memfasilitasi kemampuan petani untuk berperilaku agribisnis secara utuh, dan menumbuhkembangkan budaya petik-olah-jual dalam masyarakat perkebunan, (b) penyuluhan dan pemberdayaan harus mampu mendorong efektivitas proses model pengembangan kompetensi petani kakao dalam agribisnis usahatani lahan kering untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, (c) penyuluhan dan pemberdayaan harus mampu berperan aktif menginisiasi kebijakan Pemda dalam pelaksanaan sistem penyuluhan pembangunan masyarakat perkebunan, dan (d) penyuluhan harus senantiasa mampu bersinergis dengan program pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sentra Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dari hasil penelitian disarankan, antara lain: (1) fokus kelembagaan penyuluhan senantiasa memfasilitasi perubahan perilaku petani untuk memiliki standar kompetensi agribisnis dalam pengelolaan usahatani kakao lahan kering untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani; (2) perbaikan materi (inovasi), metode dan teknik penyuluhan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat perkebunan saat ini, agar penyuluhan senantiasa sinergis dengan program pemberdayaan masyarakat; (3) keragaman akses masyarakat berdasarkan ikatan etnik di daerah, memerlukan kajian penelitian penyuluhan yang sesuai dengan tipologi masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya pertanian lahan kering; dan (4) diusulkan menyusun rencana jangka panjang penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat, dalam rencana strategis (Renstra) lima tahunan di daerah, seyogyanya menjadi faktor penentu kebijakan program pemerintah dan pemerintah daerah.

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(8)

viii

PENGEMBANGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI

KAKAO DI KABUPATEN KONAWE PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

RAYUDDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Bambang Irawan, MS

(Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Badan Litbang Kementerian Pertanian RI)

Prof (Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM

(Dosen Luar Biasa pada Program Studi/Major Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Tri Pranadji, MSi, APU

(Ahli Peneliti Utama pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Kementerian Pertanian RI)

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA

(10)

x

Judul Disertasi : Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Kakao di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

N a m a : Rayuddin

NRP : I361070051

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi Prof. Dr.Ir. Darwis S. Gani, MA

Anggota Anggota

Mengetahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan disertasi yang berjudul: PENGEMBANGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI KAKAO DI KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA, dapat diselesaikan.

Penelitian disertasi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Doktor pada Fakultas Ekologi Manusia, Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang tak terhingga kepada :

(1) Bapak Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof.Dr.Ir. Darwis S. Gani, MA dan Bapak Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak mencurahkan waktu dan pikirannya untuk senantiasa memberikan bimbingan dalam penelitian disertasi ini.

(2) Ibu Dr.Ir. Diah Krisnatuti, MS (selaku Wakil Dekan FEMA IPB), dan Bapak Dr.Ir. Amiruddin, MS, atas masukan yang diberikan pada penyelenggaraan ujian tertutup.

(3) Bapak Dr.Ir. Bambang Irawan, MS, dan Prof(Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM (selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup), atas kesediaannya dan saran-saran yang disampaikan untuk perbaikan disertasi.

(4) Ibu Dr.Ir. Siti Amanah, MSc (selaku Ketua Program Studi/Major PPN SPs IPB), atas penyelenggaraan ujian disertasi.

(5) Bapak Dr.Ir. Tri Pranadji, MSi, APU dan Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen, MA (selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka), atas kesediaannya dan saran-saran yang disampaikan untuk perbaikan disertasi.

(6) Bapak/ibu, saudara (i) petani responden penelitian ini, dan Kepala Dinas Perkebunan beserta staf dalam instansi Pemda Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, yang ikut berpartisipasi dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

(7) Keluarga dan handai taulan yang senantiasa memberikan semangat dan doanya kepada penulis, terutama istri dan anak-anakku tercinta yang banyak bersabar selama penulis melaksanakan proses studi program Doktor pada SPs IPB di Bogor.

(8) Semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungannya berupa moril maupun materil sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

(12)

xii

dukungan, dorongan dan motivasi kepada penulis, diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna dan perlu berbagai masukan atau saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga penulisan disertasi ini dapat bermanfaat dan menjadi karya ilmiah yang relevan dalam masyarakat perkebunan pada situasi global saat ini, sehingga dapat digunakan sebagai acuan serta masukan yang berharga dalam pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan.

“Amin ya Rabbal’Alamin”.

Bogor, Agustus 2010

(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada tanggal 02 Desember 1962, sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan ayahanda Syamrin Poema (asal etnik Tolaki-Kendari) dan ibunda Andi Sikati Massakuta almarhumah (asal etnik Bugis Sulsel). Penulis menikah dengan Nani Tora pada tahun 1997 dan dikaruniai empat orang putra yaitu Muhammad Aji Idul Pratama (putra sulung, siswa SD), Ahmad Gunawan (almarhum), Andika Ade Gunawan (usia 3 tahun), dan ananda Dinul Mubaraq (usia 2 tahun).

Pendidikan SDN Tahun 1974 dan SMPN Tahun 1977 di Makassar, SPP SPMAN Tahun 1981 dan Akademi Penyuluhan Pertanian (APP) penulis tempuh di Gowa Sulawesi Selatan Tahun 1990. Penulis melanjutkan studi S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar dan lulus pada Tahun 1993. Penulis mendapat kesempatan tugas belajar dengan beasiswa sponsor Departemen Dalam Negeri, melanjutkan studi Magister pada program Pascasarjana IPB di Bogor dan memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Tahun 2005. Penulis menempuh program Doktor dalam bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) Sekolah Pascasarjana IPB sejak Tahun 2007 dengan beasiswa (on-going) dari Depdiknas RI mulai September Tahun 2008.

Penulis bekerja sebagai PNS dipekerjakan pada Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sulawesi Tenggara sejak Tahun 1983. Pengalaman kerja sebagai PLPT Disbun Sultra (1983-1986), staf Subdinas Produksi Disbun Sultra (1994-1998), Kepala UPP SRADP-ADB Disbun Sultra (1999-2001), Kepala Seksi Sumberdaya Lahan Disbun Kabupaten Konawe (2002-2005), Kepala Seksi Permodalan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Konawe Tahun 2006.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RINGKASAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 8

Tujuan Penelitian ... 11

Kegunaan Penelitian ... 12

Definisi Istilah ... 12

TINJAUAN PUSTAKA ... 17

Sumberdaya Lahan Kering di Sulawesi Tenggara ... 17

Konsep dan Pengertian Kompetensi Petani ... 20

Produktivitas dan Pendapatan Usahatani ... 43

Konsep Pengelolaan Agribisnis Kakao ... 48

Faktor Internal Petani ... 50

Faktor Eksternal Petani ... 53

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 69

Kerangka Berpikir ... 69

Kerangka Operasional ... 73

Hipotesis Penelitian ... 77

METODE PENELITIAN ... 79

Desain Penelitian ... 79

Populasi dan Sampel ... 80

Data dan Instrumentasi ... 84

Pengumpulan Data ... 86

Validitas Instrumen ... 93

Reliabilitas Instrumen ... 95

(15)

xv

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 102

Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 102

Letak Kabupaten Konawe ... 102

Penduduk di Wilayah Penelitian ... 104

Prasarana dan Sarana di Wilayah Penelitian ... 107

Modal Finansial Masyarakat Perkebunan ... 109

Kelembagaan Masyarakat Perkebunan ... 110

Tingkat Produktivitas Usahatani Kakao ... 116

Tingkat Pendapatan Usahatani Kakao ... 119

Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal ... 122

Faktor Internal ... 122

Faktor Eksternal ... 132

Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Kakao ... 141

Tingkat Kompetensi Teknis Budidaya Kakao ... 142

Tingkat Kompetensi Pengelolaan Usahatani Kakao ... 150

Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Kakao ... 155

Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Kakao ... 166

Rencana Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat ... 173

KESIMPULAN DAN SARAN ... 182

Kesimpulan ... 182

Saran ... 184

DAFTAR PUSTAKA ... 186

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penentuan Standar Mutu Biji Kakao ... 34

2 Jumlah Populasi Petani Kakao Lahan Kering ... 84

3 Indikator dan Parameter Pengukuran Peubah Bebas (X) ... 88

4 Indikator dan Parameter Pengukuran Peubah Tak Bebas (Y) ... 92

5 Nilai Cronbach Alpha pada Instrumen Kuesioner Penelitian... 97

6 Luas areal Produksi (TM) dan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Wilayah Penelitian ... 103

7 Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Penduduk di Wilayah Penelitian ... 104

8 Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Penelitian ... 105

9 Jumlah KK Penduduk berdasarkan Asal Etnik di Wilayah Penelitian .... 105

10 Kondisi Mata Pencaharian KK Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Penelitian ... 106

11 Pembangunan Jalan Usahatani (JUT) di Wilayah Penelitian dalam lima tahun terakhir (2005-2009) ... 107

12 Keragaman Keahlian Tenaga Penyuluhan di Wilayah Penelitian ... 116

13 Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Produktivitas Usahatani Kakao ... 117

14 Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendapatan Usahatani Kakao ... 120

15 Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur ... 123

16 Sebaran Petani Responden berdasarkan Jenjang Pendidikan Formal ... 124

17 Sebaran Petani Responden berdasarkan Pendidikan Nonformal ... 124

18 Sebaran Petani Responden berdasarkan Kekosmopolitan ... 125

19 Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan ... 126

20 Sebaran Petani Responden berdasarkan Jumlah Tanaman Kakao Menghasilkan (TKM)... 127

21 Sebaran Petani Responden berdasarkan Pendapatan Keluarga Luar Usahatani ... 128

22 Sebaran Petani Responden berdasarkan Keterikatan Asal Etnik ... 129

23 Sebaran Petani Responden berdasarkan Kategori Motif Intrinsik ... 130

24 Sebaran Petani Responden berdasarkan Kategori Motif Ekstrinsik ... 131

25 Sebaran Petani Responden berdasarkan Akses Informasi TTG ... 133

26 Sebaran Petani Responden berdasarkan Intensitas Pelaksanaan Penyuluhan ... 134

27 Sebaran Petani Responden berdasarkan Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) ... 136

28 Sebaran Petani Responden berdasarkan Akses Keterjangkauan Sarana Produksi dan Peralatan ... 138

29 Sebaran Petani Responden berdasarkan Akses Ketersediaan Pasar... 139

30 Sebaran Petani Responden berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Usahatani Kakao ... 140

(17)

xvii

Halaman

32 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Menyiapkan

Sarana Produksi dan Peralatan Usahatani ... 143 33 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Penanaman Kakao Secara Tepat... 144 34 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pemupukan Secara Tepat ... 145 35 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan

Melakukan PHT ... 146 36 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Panen Kakao Secara Tepat ... 147 37 Sebaran Petani Responden menurut Kemampun Melakukan

Pengolahan Biji Kakao Bermutu ... 148 38 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Mengakses

Jalur Pemasaran Kakao Secara Efektif ... 149 39 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Perencanaan Usahatani Kakao ... 151 40 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Pengorganisasian

Sumberdaya Usahatani Kakao ... 152 41 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melaksanakan

Kemitraan Bisnis Usahatani ... 153 42 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Evaluasi dan Pengawasan Usahatani ... 154 43 Sebaran Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pengambilan Keputusan terhadap Resiko Usahatani ... 155 44 Dekomposisi Pengaruh antar Peubah-Peubah Model

Kompetensi Agribisnis Petani Kakao ... 163 45 Identifikasi Kategori Tingkat Kompetensi

Agribisnis Petani Kakao ... 169

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pusat Kompetensi Diri ( Sumber : Spencer dan Spencer, 1993) ... 22 2 Skema Jalur Tataniaga Kakao dari Petani Produsen

di daerah (Sumber : Siregar dkk, 2000) ... 36 3 Skema Kerangka Operasional Penelitian dan Hubungan antar

Peubah Model Kompetensi Agribisnis Petani Kakao untuk

Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Lahan Kering ... 77 4 Diagram hipotetik Lintasan Model Hubungan Peubah Kompetensi

Petani kakao Beragribisnis dalam Masyarakat Perkebunan

(Sumber : Analisis Uji Asumsi Regresi, n=180) ... 157 5 Diagram Lintasan Estimasi Pendugaan Parameter

Model Kompetensi Petani Kakao Beragribisnis untuk

Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao

(Sumber : Analisis Estimate Path Diagram, Standardized, n =180) ... 159 6 Rencana Jangka Panjang Program (PLA) untuk

Meningkatkan Kompetensi petani Kakao Beragribisnis Usahatani Kakao dalam Masyarakat Perkebunan

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Nilai Validitas Indikator Peubah berdasarkan hasil r hitung

pada Instrumen Penelitian ... 193 2 Hasil Analisis Uji Asumsi Regresi Model Hubungan dan

Pengaruh Tingkat Kompetensi Petani Kakao Beragribisnis dengan Faktor Internal dan Eksternal (Y1=X2,X3,X4,X5

3 Hasil Analisis Uji Asumsi Regresi Model Hubungan dan

) ... 196

Pengaruh Tingkat Produktivitas dengan Tingkat Kompetensi Petani Kakao beragribisnis dan Intervensi Pemberdayaan (Y2= Y1, X4

4 Hasil Analisis Uji Asumsi Regresi Model Hubungan dan

) ... 201

Pengaruh Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Produktivitas, Motivasi, Karakteristik, Intervensi Pemberdayaan, dan Lingkungan Masyarakat Perkebunan

(Y3= Y2, X1, X2, X4, X5

5 Pernyataan Petani Responden terhadap Motif Intrinsik... 205 ) ... 203

6 Pernyataan Petani Responden terhadap Motif Ekstrinsik ... 206 7 Pernyataan Petani Responden terhadap Akses Informasi

Teknologi Tepat Guna (TTG) ... 207 8 Pernyataan Petani Responden terhadap Intensitas Pelaksanaan

Penyuluhan ... 208 9 Pernyataan petani responden terhadap dukungan kebijakan

pemerintah daerah (Pemda) ... 209 10 Pernyataan petani responden terhadap dukungan akses

keterjangkauan sarana produksi dan peralatan usahatani ... 210 11 Pernyataan petani responden terhadap dukungan

ketersediaan pasar ... 211 12 Pernyataan petani responden terhadap kondisi fisik lahan

Usahatani ... 212 13 Pernyataan petani responden terhadap interaksi masyarakat

Perkebunan ... 213 14 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Menyiapkan

Sarana Produksi Usahatani ... 214 15 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan

Melakukan Penanaman Kakao Secara Tepat ... 215 16 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pemupukan Kakao Secara Tepat ... 216 17 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pengendalian Hama Penyakit Secara Terpadu (PHT) ... 217 18 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Panen Kakao Secara Tepat ... 218 19 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pengolahan Biji Kakao Bermutu ... 219

(20)

xx

Halaman

20 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Mengakses jalur Pemasaran Kakao yang Efektif ... 220 21 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Perencanaan Agribisnis Usahatani Kakao ... 221 22 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan Melakukan

Pengorganisasian Sumberdaya Usahatani Kakao ... 222 23 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan

Melakukan Kemitraan Bisnis Usahatani Kakao ... 223 24 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan

Melakukan Evaluasi dan Pengawasan Usahatani ... 224 25 Pernyataan Petani Responden menurut Kemampuan

Pengambilan Keputusan terhadap Resiko Usahatani ... 225 26 Pernyataan Petani Responden menurut Tingkat Produktivitas

Usahatani Kakao... 226 27 Pernyataan Petani Responden menurut

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian sudah selayaknya tidak hanya berorientasi

pada produksi atau terpenuhinya kebutuhan pangan secara nasional, tetapi juga

harus mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat petani. Oleh karena itu,

pilihan kebijakan pembangunan terhadap sektor pertanian sebagai pilar

pembangunan nasional, dalam kondisi struktur perekonomian dan gejolak faktor

eksternal saat ini, dinilai masih tepat dengan kontribusinya yang dominan

terhadap peningkatan produksi nasional atau Gross National Product (GNP).

Selain itu berbagai justifikasi terhadap peran sektor pertanian dalam hal:

(a) kesempatan kerja dan berusaha serta ekspor, baik di tingkat nasional maupun

regional/daerah, (b) keunggulan komparatif wilayah masih bertumpu kepada

penguasaan sumberdaya alam sebagai negara agraris dan maritim,

(c) pengembangan sistem agribisnis wilayah sejalan dengan upaya pembangunan

ketahanan pangan yang mengakomodasi keragaman bahan pangan, budaya dan

kelembagaan lokal, dan (d) pembangunan agribisnis diyakini akan mampu

menyelaraskan dimensi pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan

pembangunan dalam arti luas (Deptan RI, 2001:2-3).

Peran subsektor perkebunan dalam pembangunan pertanian pada tiga

dasa-warsa terakhir ini masih menunjukkan lemahnya kemampuan partisipasi

masyarakat, kelanjutan pelaksanaan program pembangunan perkebunan, dan

hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi berbasis komoditas. Konsekuensinya

adalah pengurasan sumberdaya masyarakat dan pemiskinan wilayah perdesaan,

karenanya perlu dipertimbangkan kembali implementasi konsep kebijakan

pembangunan perkebunan rakyat (revitalisasi) yang pelaksanaannya bukan saja

mempertimbangkan karakteristik wilayah, tetapi juga terhadap ragam karakteristik

masyarakatnya serta rencana program penyuluhan dan pemberdayaan yang tepat

dilaksanakan dalam pembangunan masyarakat perdesaan.

Pengentasan kemiskinan terhadap sumberdaya masyarakat pada suatu

wilayah khususnya di perdesaan, menurut Chamber (1983:113-114) dengan

konsep deprivasi yang mengemukakan penyebab kemiskinan sebagai suatu

(22)

ketidakberdayaan (powerlessness), kerapuhan (vulnerability), kelemahan fisik

(physical weakness), kemiskinan (poverty), dan keterasingan (isolation). Pandangan tersebut, memaknai pengembangan masyarakat perdesaan, bahwa

sesuatu ketidakberdayaan bukan menunjuk pada tidak adanya kekuatan sama

sekali, karena dalam suatu realitas kehidupan mereka (masyarakat) yang hanya

memiliki sedikit kekuatan ternyata justru mampu untuk dapat bertahan, berproses

dan kadang-kadang mampu mentransformasikan kondisi hidup mereka. Dengan

kata lain, kekuatan pada suatu individu dan masyarakat itu ada, hanya saja perlu

untuk ditampakkan dan dikembangkan sebagai wujud kompetensi sumberdaya

manusia untuk mengelola sumberdaya alam secara produktif.

Pada wilayah yang sumberdayanya berupa lahan kering, dan masyarakat

petaninya belum banyak menikmati hasil pembangunan, merupakan fenomena

sosial yang sangat terkait dengan program pembangunan masyarakat perkebunan

di perdesaan, karena sumberdaya yang dikelola masyarakat sangat memungkinkan

memberi peluang peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi pelaku

usahatani lahan kering. Namun demikian, pada masyarakat perdesaan kondisinya

masih menunjukkan bahwa tradisi perilaku agribisnis dalam usahatani masyarakat

khususnya petani kakao lahan kering, dapat dikatakan hampir pada seluruh

subsistem kegiatan agribisnis masih terasa lemah, akibatnya pengembangan

agribisnis berjalan lambat dan kurang mampu memenuhi kebutuhan pembangunan

masyarakat di perdesaan.

Pada subsistem agribisnis produksi usahatani (on-farm), masih ditemukan

beberapa permasalahan yang terkait dengan sistem produksi seperti: rendahnya

tingkat kesuburan tanah, banyaknya gangguan hama penyakit, dan rendahnya

penerapan teknologi budidaya. Demikian pula dengan subsistem agribisnis hilir,

pada sistem pengolahan dan pasar juga masih lemah, serta beberapa pelaku

agribisnis yang ada kurang mampu berperan sebagai “lokomotif” sehingga belum

mampu menarik para petani untuk berkembang dengan baik, akibatnya

pendapatan dan taraf hidup petani masih tetap rendah sebagai pelaku usahatani

lahan kering (BPTP Sulawesi Tenggara, 2004:35).

Penerapan sistem dan usaha agribisnis dalam masyarakat perdesaan, juga

(23)

perkebunan yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani kakao yang

berusahatani pada lahan kering, dan sampai saat ini masih mengandalkan potensi

usaha ekstensifikasi, dan intensifikasi budidaya tanaman kakao. Oleh karena itu,

diharapkan penyuluhan pembangunan menjadi suatu konsep pendekatan yang

diyakini membawa perubahan perilaku kepada petani kakao agar dapat

berusahatani lebih baik, efisien dan efektif sehingga menjadi kuat dan mandiri

untuk meraih kualitas diri petani dan kesejahteraan hidup mereka.

Kompetensi petani perlu dikembangkan sebagai basis pelaku agribisnis

perkebunan rakyat di perdesaan dengan menempatkan kegiatan penyuluhan

pembangunan sebagai inti (core) dan penggerak utama terhadap perubahan

perilaku petani dalam pengelolaan agribinis kakao pada masyarakat perkebunan

setempat di perdesaan. Pengembangan kompetensi petani perlu menjadi perhatian

utama sebagai pelaku agribisnis komoditas perkebunan di perdesaan yang

penanganannya sampai saat ini masih kurang memenuhi standar kompetensi

agribisnis kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering. Kompetensi agribisnis

membutuhkan faktor internal petani untuk adopsi teknologi yang integratif dan

komprehensif, permodalan dan sistem perkreditan, infrastruktur dan pendukung

faktor eksternal, kelembagaan penyuluhan, organisasi dan kelembagaan petani,

norma dan tata nilai peraturan lokal, dukungan aspek kultur yang menyangkut

spesifikasi keterikatan etnik dan sifat eksklusivitas lokal.

Dalam sosiologi Barat, terdapat dua konsep mengenai petani yaitu

peasants dan farmers. Peasants adalah petani yang memiliki lahan sempit dan memanfaatkan sebagian besar dari hasil pertanian yang diperoleh untuk

kepentingan mereka sendiri. Sedangkan farmers adalah orang-orang yang hidup dari pertanian dan memanfaatkan sebagian besar hasil pertanian yang diperoleh

untuk dijual. Berbeda dengan peasants, tampaknya farmers lebih akrab dengan pemanfaatan teknologi pertanian modern (Loekman, 2002:4). Komunitas petani

lahan kering umumnya masih dalam kategori peasants karena belum akrab dalam penggunaan teknologi modern. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya petani

menjadi faktor penting dalam pengelolaan usahatani kakao pada lahan kering.

Secara umum petani memegang dua peranan utama dalam menjalankan

(24)

sebagai pengelola usahatani atau manager (Mosher, 1981:37). Sebagai pengelola

usahatani, petani perlu memiliki kompotensi diri yang standar atau minimal dalam

meningkatkan produktivitas usahatani yang dikelolanya. Kompetensi yang

dimaksud mencakup kompetensi teknis berusahatani dan kompetensi manajerial

dalam agribisnis. Kompetensi agribisnis tersebut, diperlukan agar petani mampu

menjalankan perannya yang handal dan berkualitas dalam meningkatkan

produktivitas dan pendapatan usahatani serta mampu berusahatani secara baik

(better farming) dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya (better living)

dengan berorientasi usaha agribisnis secara utuh. Kompotensi agribisnis petani

kakao yang perlu dikembangkan yakni memiliki perilaku dasar yang diperlukan

dalam pengelolaan usahatani kakao lahan kering dengan melaksanakan kegiatan

agribisnis secara utuh (on-farm dan off-farm) adalah pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang minimal (standar) dalam berperilaku agribisnis sehingga

kualitas dan produktivitas hasil usahatani dapat memberi nilai tambah dan

pendapatan yang lebih layak untuk menunjang kesejahteraan hidup petani kakao

dalam mengelola sumberdaya pertanian lahan kering.

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang sangat besar dalam

mendukung pengembangan tanaman perkebunan rakyat pada lahan kering dengan

daratan seluas 3.814.000 ha dan diperkirakan sekitar 1,5 juta hektar atau 20 persen

dari total daratan masih tersedia lahan kering untuk pengembangan tanaman,

dengan tingkat pemanfaatan yang masih sangat rendah. Areal tanaman

perkebunan rakyat di Sulawesi Tenggara telah mencapai seluas 196.884 ha,

dengan produksi sebanyak 124.921 ton (BPS Provinsi Sultra, 2007:39).

Komoditas perkebunan yang banyak dikembangkan masyarakat pada usahatani

lahan kering adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L).

Data luas areal dan produksi perkebunan Kabupaten Konawe

menunjukkan areal penanaman telah mencapai seluas 105.827 ha, dengan

produksi sebanyak 84.661,6 ton dan lebih dari 71 persen luasan areal tersebut

diusahakan oleh perkebunan rakyat dengan tingkat produktivitas dan mutu hasil

usahatani yang dicapai lebih rendah dibanding produksi perkebunan besar

swasta/negara yang operasional di daerah. Produksi perkebunan rakyat khususnya

(25)

biji kakao kering per hektar (Disbun Konawe, 2006:41). Tampak bahwa

produktivitas kakao rakyat di wilayah penelitian lebih rendah dibanding rata-rata

produktivitas kakao nasional yakni 1,2 ton biji kakao kering per hektar

(Ditjenbun, 2004:51). Potensi genetik tanaman kakao bisa mencapai 2,4 ton biji

kakao kering per hektar (Puslitkoka Jember dan BPTP Sultra, 2002:37).

Produktivitas pertanaman kakao Sulawesi Tenggara khususnya di

Kabupaten Konawe tergolong masih rendah, jika dibanding dengan rata-rata

produksi kakao nasional, apalagi mencapai potensi genetiknya. Gambaran tingkat

produktivitas kakao rakyat, memberi indikasi terhadap penanganan pengelolaan

agribisnis kakao pada usahatani lahan kering masih perlu lebih intensif dilakukan

dalam komunitas petani lahan kering, dengan penerapan sistem agribisnis dan

usaha-usaha lainnya yang memiliki nilai tambah produktivitas dan kualitas hasil

terutama dalam mengantisipasi terjadinya perubahan produksi dan harga komoditi

kakao yang berdampak pada pendapatan petani dalam masyarakat perkebunan.

Rendahnya produktivitas perkebunan kakao rakyat antara lain disebabkan

kurang intensifnya pemeliharaan tanaman oleh petani yang mengakibatkan daya

hasil rendah dan kurang intensifnya penanganan pascapanen. Hal tersebut,

menyebabkan kualitas hasil usahatani kakao masih rendah (mutu asalan) sehingga

nilai jualnya juga rendah, dan umumnya petani masih mengandalkan usahatani

secara monokultur, dengan kemampuan teknis dan manajemen petani relatif

terbatas serta rendahnya kondisi sosial ekonomi petani perkebunan. Selain itu

petani perkebunan belum mampu membangun dan mengembangkan organisasi

kelembagaan ekonomi yang berperan dalam memperkuat posisi tawar mereka

dalam meraih nilai tambah yang lebih tinggi pada kegiatan off-farm yang konsekuensinya semakin mengurangi upaya petani perkebunan dalam mengelola

usaha perkebunannya secara lebih baik dan efisien. Meskipun demikian peluang

pengembangan komoditas perkebunan kakao rakyat sebagai komoditi unggulan

sangat prospektif dipandang dari ketersediaan sumberdaya pertanian lahan kering

dan kemampuan petani dalam pengelolaan usahatani kakao di daerah.

Masalah rendahnya kemampuan teknis budidaya dan kemampuan

pengelolaan usahatani kakao yang dilakukan petani dalam menerapkan perilaku

(26)

proses produksi, prosesing atau pengolahan hasil, dan pemasaran hasil, serta

inovasi teknologi tepat guna memberi pengaruh terhadap rendahnya tingkat

produktivitas usahatani dan mutu produksi kakao. Hal tersebut, berkaitan

langsung dengan tingkat pendapatan petani, yang pada akhirnya bermuara pada

rendahnya keberdayaan dan kesejahteraan hidup petani. Masalah pengembangan

motivasi diri petani pelaku usahatani kakao dan kondisi lingkungan usahatani

yang ada dalam komunitas petani lahan kering di wilayah Kabupaten Konawe

mengalami hambatan kemampuan petani dalam hal teknis budidaya dan

pengelolaan usahatani, sehingga terjadi kesenjangan kompetensi petani dalam

berperilaku agribisnis kakao pada usahatani lahan kering. Oleh karena itu, rencana

penyuluhan pembangunan jangka panjang yang tepat dan akses inovasi teknologi

sosial ekonomi sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kemampuan petani

untuk mengembangkan kompetensi agribisnis petani kakao dalam mencapai

tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kakao lahan kering yang optimal

di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.

Keadaan pengelolaan sumberdaya usahatani lahan kering, merefleksikan

pentingnya kompetensi agribisnis petani kakao dan peran penyuluhan pertanian

dalam mendukung perubahan perilaku petani sebagai pelaku utama dalam

pelaksanaan kegiatan agribisnis kakao pada usahatani lahan kering guna

mempercepat laju pembangunan masyarakat perkebunan, dan meningkatkan daya

saing komoditas unggulan daerah yang banyak diusahakan oleh petani perkebunan

kakao rakyat di wilayah perdesaan. Kompetensi petani dalam berperilaku

agribisnis adalah petani yang memiliki karakteristik mendalam dan menonjolkan

dengan perilaku terukur dalam pengelolaan agribisnis secara utuh, bermotivasi

tinggi, menanggung resiko, melihat dan menilai peluang dalam mengelola

sumberdaya dan memperoleh keuntungan, sehingga individu dianggap mampu

dan berkualitas oleh masyarakat lain. Menurut Davis dan Newstrom (1995:89)

kompetensi merupakan salah satu motivasi yang dimiliki individu dan merupakan

dorongan bagi diri untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan

pemecahan masalah, dan inovatif. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan

Suparno dan Suhaenah (2001:19-20) bahwa kompetensi dapat dikembangkan dari

(27)

Kebutuhan pengembangan kompetensi petani kakao beragribisnis sebagai

pelaku utama terhadap pelaksanaan kegiatan agribisnis kakao pada usahatani

lahan kering, akan semakin penting urgensinya dengan pemberlakuan kebijakan

otonomi daerah, di mana akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan

subsektor perkebunan akan banyak ditentukan oleh kelembagaan masyarakat

perdesaan dengan pelaksanaan demokratisasi yang lebih luas (BAPPENAS,

2003:3). Batasan petani yang memiliki kompetensi agribisnis kakao adalah petani

yang memiliki kemampuan teknis budidaya sehingga mampu dalam penyiapan

sarana dan peralatan, terampil dalam cara melakukan usaha produksi kakao,

melakukan pengolahan hasil kakao, dan tanggap dalam melakukan pilihan jalur

pemasaran kakao. Di samping memiliki kemampuan teknis tersebut, juga perlu

memiliki kemampuan pengelolaan usahatani yang handal dalam pengelolaan

agribisnis kakao pada usahatani lahan kering yang mencakup; kemampuan

merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan

usahatani kakao, memiliki kemampuan menciptakan jejaring bisnis usahatani

kakao, serta mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengendalikan resiko

usahatani (sikap wirausaha).

Meskipun telah terbukti bahwa pengelolaan usahatani kakao pada lahan

kering mampu menjadi tumpuhan hidup masyarakat perkebunan, tetapi

upaya-upaya meningkatkan kompetensi agribisnis pada pencapaian kualitas diri petani

dalam berperilaku agribisnis untuk meraih nilai tambah produktivitas, mutu

produksi dan peningkatan pendapatan petani kakao melalui dukungan peran

penyuluhan pertanian dan program pemberdayaan masyarakat perkebunan kakao

di perdesaan bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan untuk merubah sikap

petani, karena dibutuhkan motivasi yang kuat dalam diri dan semangat yang tinggi

untuk mau dan mampu memanfaatkan peluang serta kesempatan yang ada dalam

lingkungan usahatani petani dan masyarakat di perdesaan. Dengan kata lain,

perkembangan inovasi teknologi, belum mampu dibarengi dengan tradisi

pengelolaan usahatani kakao yang masih konvensional dalam komunitas petani

lahan kering untuk mencapai tingkat produktivitas dan mutu produksi serta

penerimaan pendapatan yang lebih baik dalam menunjang kesejahteraan

(28)

Faktor-faktor pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam

pengelolaan usahatani lahan kering perlu dikembangkan implementasinya dalam

pembangunan masyarakat perkebunan, sebagai upaya meningkatkan kualitas diri

petani berperilaku agribisnis kakao untuk meraih nilai tambah (value added)

terhadap tingkat produktivitas dan kualitas hasil usahatani serta tingkat

pendapatan hasil usahatani kakao. Selanjutnya diharapkan pengembangan

kompetensi agribisnis petani, mampu memperbaiki kesejahteraan hidup petani

yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sumberdaya pertanian lahan

kering yang mampu dikelola secara berkelanjutan. Dari uraian tersebut di atas,

maka timbul pertanyaan “bagaimana tingkat kompetensi agribisnis petani kakao

dalam pengelolaan usahatani lahan kering?” dan “faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam

pengelolaan usahatani lahan kering?” serta “bagaimana rencana penyuluhan dan

pemberdayaan masyarakat perkebunan kakao yang tepat untuk meningkatkan

produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering?”. Untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu dilakukan penelitian dan kajian secara

mendalam terhadap pengembangan kompetensi petani kakao beragribisnis di

Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, guna mewujudkan keberdayaan

petani perkebunan dan kesejahteraan hidup komunitas petani kakao yang

berusahatani pada lahan kering.

Masalah Penelitian

Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan

usahatani lahan kering di perdesaan dapat dipandang sebagai pengaktifan

kekhasan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia pada suatu wilayah,

terutama dari kesesuaian agroekologi dan sistem sosial masyarakat pelaku

usahatani kakao. Pengembangan agribisnis kakao yang sesuai dengan spesifik

lokasi/wilayah, mestinya dapat dipadukan dengan upaya mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya lokal dan mengaktualisasikan keunggulan komparatif

dan kompetitif suatu wilayah sebagai kawasan sentra pengembangan masyarakat

(29)

Karakteristik petani kakao sebagai pengelola usahatani lahan kering

dicirikan oleh pengaruh kondisi dan sifat usahatani yang mempunyai tingkat

kesuburan tanah relatif rendah dan ketersediaan sumber air yang terbatas

berdasarkan kondisi curah hujan wilayah usahatani kakao (KEPAS, 1989:12).

Petani kakao juga dicirikan dengan umur produktif, tingkat pendidikan formal,

pendidikan nonformal yang pernah diikuti, jumlah tanggungan keluarga,

pengalaman berusahatani, kekosmopolitan, nilai pendapatan keluarga, dan

keterikatan etnik budaya. Tradisi inovasi kerja dalam komunitas petani lahan

kering yang cukup tinggi dalam melakukan pengelolaan usahatani kakao memberi

harapan ketergantungan hidup yang tinggi untuk meningkatkan keberdayaan

petani dan kesejahteraan hidupnya.

Menurut Weber (1964:23-24) ada kaitan antara perkembangan suatu

masyarakat dengan sikap dari masyarakat itu terhadap makna kerja. Kemampuan

menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil

menggunakan pengetahuan yang lain, serta dapat dipertimbangkan sebagai

kompetensi dengan alasan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan fakta

khusus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kompetensi yang lain. Aspek

kompetensi petani kakao yang masih relatif rendah dalam memiliki kemampuan

teknis dan manajerial untuk melaksanakan subsistem-subsistem dalam sistem

agribisnis secara utuh terhadap pengelolaan usahatani lahan kering, juga

ditentukan dengan motivasi dari dalam diri petani untuk lebih semangat, ulet,

percaya diri, dan kreatif dalam melakukan pengelolaan usahatani kakao pada

lahan kering. Petani masih banyak menggunakan pengalaman berusahatani yang

diperoleh secara turun temurun dalam keluarga dan hasil interaksi dengan petani

lainnya dalam lingkungan masyarakatnya. Di sisi lain frekuensi dan akses petani

untuk mengikuti kegiatan penyuluhan belum efektif dilakukan oleh petani untuk

memenuhi peran dan fungsinya sebagai pelaksana kegiatan dan manajer usahatani

kakao.

Wibowo (2007:86) menyatakan bahwa kompetensi sebagai suatu

kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di

tempat kerja, termasuk di antaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan

(30)

dan meningkatkan manfaat. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu

untuk melakukan tugas dan tanggungjawab mereka secara efektif dan

meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan mereka. Oleh karena

itu, kompetensi agribisnis merupakan karakteristik yang mendasar pada setiap

individu yang dihubungkan dengan Kriteria yang direferensikan terhadap

produktivitas kerja atau kinerja yang unggul dan efektif dalam sebuah pekerjaan

atau situasi berperilaku agribisnis dengan mengintegrasikan kegiatan on-farm dan

off-farm dalam pengelolaan usahatani kakao lahan kering.

Fenomena sosial yang ada dalam komunitas petani lahan kering

menunjukkan bahwa pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam

pengelolaan usahatani lahan kering terhadap pencapaian produksi dan mutu

produksi kakao rakyat pada usahatani lahan kering lebih rendah dari produksi

kakao nasional, dan berpengaruh pada tingkat harga kakao dan pendapatan petani.

Kompetensi agribisnis petani kakao perlu dikembangkan dalam masyarakat

perkebunan dengan berbagai penguasaan kemampuan teknis budidaya kakao dan

kemampuan pengelolaan usahatani kakao untuk menerapkan sistem agribisnis

perkebunan kakao yang mencakup subsistem pengadaan agroinput, proses

produksi, prosesing atau pengolahan hasil, pemasaran hasil, serta introduksi

inovasi teknologi tepat guna. Pada akhirnya, konsekuensi dari pengembangan

kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering,

akan bermuara pada kua litas diri dan keberdayaan petani untuk meningkatkan

kesejahteraan hidupnya. Kegiatan penyuluhan dan program intervensi

pemberdayaan masyarakat petani, dan faktor lingkungan luar lainnya (faktor

eksternal petani) juga memberi pengaruh terhadap tingkat kompetensi agribisnis

petani kakao dalam pengelolaan usahatani untuk meningkatkan produktivitas dan

pendapatan usahatani lahan kering di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukan dalam penelitian ini, tampak

bahwa peningkatan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan

usahatani lahan kering kualitas diri petani kakao sangat diperlukan untuk

(31)

produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, serta keberdayaan petani

perkebunan kakao rakyat, sehingga alur proses agribisnis kakao pada akhirnya

bermuara terhadap kesejahteraan hidup dalam komunitas petani lahan kering di

perdesaan. Beberapa permasalahan yang perlu dijawab sebagai pertanyaan pokok

(research question) dalam penelitian ini, sebagai berikut:

(1) Sejauh mana tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan

usahatani lahan kering di Kabupaten Konawe?

(2) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kompetensi

agribisnis petani kakao untuk melakukan tindakan yang tepat dalam

pengelolaan usahatani lahan kering?

(3) Bagaimana mengembangkan kompetensi agribisnis petani kakao dalam

perkebunan kakao rakyat, dan apakah kompetensi yang dimiliki petani kakao

sudah efektif dan efisien untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan

usahatani lahan kering?

(4) Bagaimana rencana kebijakan program penyuluhan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat perkebunan yang efektif dalam jangka panjang

untuk mengembangkan kompetensi agribisnis petani kakao untuk memiliki

kemampuan meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan

kering di Kabupaten Konawe?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam

pengelolaan usahatani lahan kering dalam masyarakat perkebunan di wilayah

penelitian.

(2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kompetensi agribisnis

petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani

lahan kering di wilayah penelitian.

(3) Mengembangkan kompetensi agribisnis petani kakao dalam masyarakat

(32)

kakao sesuai kondisi sumberdaya komunitas petani kakao di wilayah

penelitian.

(4) Merumuskan rencana penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat perkebunan

yang efektif dalam kawasan sentra produksi kakao, untuk mengembangkan

kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan sumberdaya pertanian

lahan kering di Kabupaten Konawe.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai suatu proses belajar bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

baik secara teoritis maupun secara praktis dan implementatif, sebagai berikut:

(1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

terhadap khasanah pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dalam

rangka mengukur perubahan tingkat kompetensi agribisnis petani kakao

dalam pengelolaan usahatani kakao, untuk meningkatkan produktivitas dan

pendapatan usahatani lahan kering, yang mengintegrasikan metode

pendekatan deskriptif- kuantitatif.

(2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pemikiran

kepada penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah

dalam merumuskan kebijakan strategis penyuluhan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat perkebunan untuk meningkatkan kompetensi

teknis dan manajerial petani kakao beragribisnis dalam pengelolaan usahatani

lahan kering.

(3) Secara implementatif, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan

pertimbangan pendekatan model kebijakan program penyuluhan dan

pemberdayaan masyarakat petani perkebunan rakyat sebagai pelaku utama

agribisnis kakao pada usahatani lahan kering, serta pelaku usaha lainnya

dalam menunjang program pembangunan masyarakat perkebunan.

Definisi Istilah

Definisi istilah merupakan terjemahan dari teori, konsep dan gagasan yang

(33)

diterapkan secara tepat, sehubungan dengan topik penelitian “pengembangan

kompetensi agribisnis petani kakao”.

Untuk keperluan penelitian ini, digunakan beberapa istilah yang perlu

diketahui maknanya, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Beberapa istilah-istilah

yang digunakan dalam penelitian ini, sebagaimana berikut:

(1) Petani Kakao adalah pelaku utama kegiatan perkebunan rakyat, yang

mengelola usahatani kakao pada lahan kering. Petani kakao dalam penelitian

ini adalah orang yang melakukan fungsi dan peranannya dalam

membudidayakan tanaman kakao pada lahan kering.

(2) Kompetensi adalah karakter yang melekat pada diri seseorang untuk

mengembangkan potensi dirinya dengan pengetahuan, keterampilan, dan

kecerdasan dalam menjalankan tugas pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya, memiliki penguasaan kemampuan teknis budidaya dan

kemampuan pengelolaan usahatani dalam penerapan sistem dan usaha

agribisnis kakao.

(3) Kompetensi Agribisnis Petani Kakao adalah berbagai kemampuan budidaya

dan kemampuan pengelolaan usahatani lahan kering yang dimiliki petani

kakao untuk mengintegrasikan subsistem-subsistem agribisnis dalam

pengelolaan usahatani kakao, dan mampu menghasilkan produktivitas dan

pendapatan usahatani lahan kering sebagaimana yang diharapkan.

(4) Kompetensi Teknis Budidaya adalah kualitas atau tingkat kemampuan teknis

budidaya yang dibutuhkan petani kakao dalam menyiapkan sarana produksi

dan peralatan usahatani, melakukan penanaman secara tepat, melakukan

pemupukan dengan tepat, melakukan pengendalian hama terpadu (PHT),

melakukan panen secara tepat, dan mengakses jalur pemasaran secara efektif

dalam penyelenggaraan sistem agribisnis usahatani kakao.

(5) Kompetensi Pengelolaan Usahatani adalah kualitas atau tingkat kemampuan

pengelolaan usahatani yang dibutuhkan petani kakao dalam perencanaan

agribisnis usahatani, mengorganisasi sumberdaya usahatani, melaksanakan

kemitraan bisnis usahatani, melakukan evaluasi dan pengendalian usahatani,

dan kemampuan mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan

(34)

(6) Motivasi Diri adalah dorongan atau arah pilihan perilaku seseorang untuk

berbuat atau melakukan tindakan, yang datangnya dari keinginan dalam diri

(motif intrinsik) atau keinginan yang digerakkan dari luar diri (motif

ekstrinsik). Dalam penelitian ini, motivasi diri petani dilihat dari aspek motif

intrinsik dan motif ekstrinsik dalam menjalankan kegiatan agribisnis kakao.

(7) Karakteristik Petani Kakao adalah sifat bawaan atau ciri-ciri yang melekat

pada diri petani yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan

berusahatani kakao dan lingkungannya. Dalam penelitian ini, karakteristik

petani dilihat dari aspek; umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal,

kekosmopolitan, luas lahan, jumlah tanaman kakao menghasilkan (TKM),

pendapatan keluarga, dan keterikatan etnik/budaya.

(8) Komunitas Petani Lahan Kering adalah kumpulan orang-orang yang hidup di

suatu tempat (lokalitas), di mana mereka mampu membangun ikatan-ikatan

sosial dan bersama-sama menyusun aktivitas hidupnya secara kolektif. Dalam

penelitian ini, komunitas petani lahan kering adalah sekumpulan petani kakao

yang terorganisir dalam kelompoktani di perdesaan yang secara

bersama-sama melakukan pengelolaan usahatani kakao pada lahan kering sebagai

sumber mata pencaharian hidupnya.

(9) Usahatani Lahan Kering adalah suatu lahan usaha pertanian yang mempunyai

kondisi agroklimat yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi yang

kurang mampu dengan potensi sumberdaya lahan yang terbatas. Dalam

penelitian ini, usahatani lahan kering dilihat dari karakter petani kakao dalam

pengelolaan usahatani lahan kering yang berorientasi agribisnis.

(10)Faktor Internal adalah daya dorong yang ada pada diri seseorang untuk

memenuhi kebutuhannya dan merasa puas dengan pekerjaan yang

dilakukannya. Dalam penelitian ini, faktor internal dilihat dari; motivasi

intrinsik dan karakteristik petani kakao dalam berperilaku agribisnis kakao.

(11)Faktor Eksternal adalah kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar diri

seseorang untuk mencegah ketidakpuasan dalam pekerjaan. Dalam penelitian

ini, faktor eksternal dilihat dari; kegiatan penyuluhan, intervensi

(35)

(12)Intervensi Pemberdayaan adalah kebijakan program pemberdayaan

masyarakat perkebunan yang dijalankan oleh pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat untuk meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat

dalam kegiatan pembangunan perkebunan. Dalam penelitian ini, intervensi

pemberdayaan dilihat dari kebijakan dan aturan pemerintah daerah yang

diberlakukan kepada pelaku agribisnis kakao untuk mengakses kelancaran

sarana produksi dan pasar kakao.

(13)Produktivitas adalah sesuatu yang dihasilkan dari proses hubungan antara

keluaran (output) dengan masukan yang diperlukan (input) yang sesuai

dengan sumberdaya yang dimiliki petani untuk menghasilkan mutu produksi

kakao. Dalam penelitian ini, produktivitas dilihat dari aspek: jumlah hasil dan

kualitas produksi usahatani, dan nilai tambah produksi usahatani dalam setiap

siklus produksi setahun.

(14)Pendapatan adalah manfaat hasil usahatani kakao yang diperoleh petani

dalam jumlah nilai penghasilan bersih usahatani kakao dari selisih nilai

penerimaan dan biaya yang dikeluarkan pada setiap siklus produksi. Dalam

penelitian ini, tingkat pendapatan dilihat dari aspek; nilai penerimaan hasil

usahatani kakao sesuai nilai penjualan, dan pendapatan bersih yang diperoleh

petani setelah dikurangi biaya dalam nilai uang (Rp) per satuan luas/tahun.

(15)Pemberdayaan Masyarakat adalah proses dimana orang atau

individu-individu dalam suatu masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan

keinginan untuk menganalisa sesuatu yang mereka hadapi dan mengambil

tindakan yang tepat untuk merubah kondisi hidupnya. Dalam penelitian ini,

pemberdayaan dilihat dari bentuk-bentuk intervensi program pemberdayan

masyarakat dalam komunitas petani kakao lahan kering di perdesaan.

(16)Rencana Penyuluhan adalah program jangka panjang dalam menggunakan

semua sumberdaya dengan model pendekatan kegiatan penyuluhan

pembangunan yang ditujukan kepada sasaran penyuluhan atau kelayan guna

mencapai tujuan perubahan perilaku yang diharapkan. Dalam penelitian ini,

rencana penyuluhan pembangunan dilihat dari aspek: model pendekatan

sistem penyuluhan yang diselenggarakan untuk mengembangkan kompetensi

(36)

(17)Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) adalah suatu cakupan

wilayah yang menjadi suatu sentra pengembangan produksi perkebunan yang

berorientasi agribisnis dan dikelola secara bersama oleh masyarakat lokalitas

setempat dengan prinsip kebersamaan usaha, secara adil, dan berkelanjutan.

(18)Model PLA (participatory, learning, and action) adalah suatu rumusan konsep

rencana penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat perkebunan secara

terpadu dan sinergis dalam kawasan sentra produksi kakao rakyat, yang

didasarkan pada kondisi faktor internal dan eksternal petani kakao untuk

meningkatkan kompetensi petani kakao beragribisnis, agar petani mampu

mengintegrasikan kegiatan on-farm dan off-farm yang utuh dalam berusahatani kakao untuk mencapai tingkat produktivitas dan pendapatan

(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Pertanian Lahan Kering di Sulawesi Tenggara

Pendapatan nasional dari Indonesia sebagian besar adalah berasal dari

sektor pertanian, karena Indonesia terkenal subur dan mengandung potensi yang

tidak kecil dalam bidang pertanian, dan kemakmuran rakyat untuk hari depan

Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh pengolahan dan penggalian kekayaan

sumberdaya pertanian (Deptan RI, 2001:35). Lahan kering sebagai suatu

sumberdaya, termasuk kedalam sumberdaya alam yang dapat diperbaharui

(renewable) apabila dikelola dengan baik, namun bersifat tidak dapat diperbaharui

(non renewable) apabila fungsi lahan tersebut diterlantarkan terus menerus

sehingga menjurus kearah kerusakan tanah yang dapat membahayakan kegiatan

usaha pertanian dan penurunan kualitas lingkungan hidup (KEPAS, 1989:17).

Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai daratan seluas 3.814.000 ha dan

diperkirakan sekitar 1,5 juta atau 20 persen dari total luas daratan masih tersedia

dan berpotensi untuk pengembangan lahan kering (BPS Provinsi Sultra, 2007:39).

Pertanian lahan kering yang ada mempunyai kondisi agroklimat yang sangat

beragam dan kondisi sosial ekonomi yang kurang mampu dan potensi sumberdaya

lahan yang terbatas. Bila dilihat dari segi letaknya maka dapat digolongkan

menjadi dua daerah yaitu : (1) Lahan kering dataran tinggi pada umumnya lahan

kering ini berada pada daerah kemiringan > 15 persen dan mencakup lahan kering

beriklim basah maupun beriklim kering dengan batasan ketinggian > 700 m dpl;

(2) Lahan kering dataran rendah pada umumnya didominasi jenis tanah podzolik

merah kuning (PMK), yang dicirikan dengan tingkat kesuburan yang rendah

(Benamakusumah, 1999:37).

Kendala utama sumberdaya tanah pada lahan kering adalah kesuburan

tanah yang rendah, sehingga dikelompokkan kedalam jenis tanah marginal dengan

produktivitas lahan rendah sehingga petani kurang mampu melakukan daya olah

lahan dan mempengaruhi luas garapan lahan usahatani menjadi sempit dan jenis

komoditi perkebunan yang dikembangkan pun sangat terbatas. Permasalahan

usahatani lahan kering lebih rumit terutama karena kondisinya yang beragam,

(38)

secara rapat, kesuburan tanah rendah sebagai akibat dari proses erosi yang

berlanjut, dan ketersediaan air sangat terbatas karena tergantung dari curah hujan.

Menurut Ginting (2002:14-15) lahan kering di Sulawesi Tenggara

merupakan sumberdaya pertanian yang terbesar khususnya di Wilayah Kabupaten

Konawe, namun demikian pada kenyataannya usahatani pada lahan kering

sebagian besar diwarnai oleh rendahnya hasil (yield) karena rendahnya

produktivitas lahan, serta terjadinya degradasi lahan (lahan kritis) di beberapa

daerah karena kurang cermatnya pengelolaan lahan sehingga petani tidak mampu

meningkatkan pendapatannya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa petani lahan

kering adalah petani yang kurang mampu (miskin) dalam hal: (1) daya olah lahan,

sehingga luas garapan usahatani sangat sempit dan jenis komoditi pertanian yang

dikembangkan sangat terbatas; (2) permodalan, sehingga tidak mampu membeli

dan menyediakan sarana produksi (bibit unggul, pupuk, pestisida) dan memilih

jenis tanaman yang sesuai; (3) pengetahuan dan keterampilan, sehingga tidak

mampu mengadaptasi teknologi usahatani lahan kering yang produktif dan

berkelanjutan. Harga hasil pertanian yang sangat rendah menyebabkan petani

lahan kering tidak bergairah untuk mengoptimalkan usahataninya dan hal ini

diperparah oleh lahan kering yang umumnya kurang subur, kurang air (tanpa

irigasi), dan erosi tanah yang terjadi sudah lanjut. Akibatnya petani hanya

mengusahakan jenis tanaman untuk kebutuhan sendiri dan tidak komersial

sehingga tingkat pendapatan petani tetap rendah.

Melihat kondisi kerusakan dan keterbatasan dalam pengelolaan lahan

kering, maka perlu dikembangkan model atau pola yang efisien dan efektif

dengan usahatani konservasi terpadu antara tanaman dan ternak (crop livestock

system) yang dimaksudkan untuk mempertahankan kesuburan tanah agar dapat

dicapai usahatani yang berkelanjutan. Dari hasil inventarisasi yang dilakukan oleh

Wahyunto dkk (1994:73) menunjukkan bahwa lahan kritis terluas di Pulau

Sulawesi terdapat di dua provinsi yakni Sulawesi Selatan seluas 403.800 ha dan

Sulawesi Tenggara seluas 142.502 ha. Kondisi tersebut diduga karena pengelolaan

lahan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lahan yang benar.

Kendala biologis bagi pengembangan usaha pertanian lahan kering meliputi

(39)

gulma merupakan masalah besar pada pertanian lahan kering. Wahid dkk

(1997:45) mengemukakan bahwa masalah sosial budaya yang dihadapi keluarga

tani adalah tingkat kebersamaan dalam pelaksanaan usahatani relatif sulit untuk

ditumbuhkembangkan, karena belum terpolanya lintas komoditas yang spesifik

dan adaptif sesuai dengan zona agroekologi bagi tanaman secara terpadu. Lebih

lanjut dikemukakan bahwa motivasi dalam pengelolaan usahatani lahan kering

khususnya pada petani terdapat dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah

pengelola atau petani yang memiliki motivasi yang kuat dalam mengusahakan

komoditas lahan kering dan kelompok ini umumnya mempunyai keyakinan yang

kuat dan merupakan pelopor bagi petani lainnya. Kelompok kedua mempunyai

motivasi yang tidak sekuat kelompok pertama dan hanya merupakan pengikut

bagi kelompok pertama. Potensi pengembangan tanaman perkebunan pada lahan

kering di Sulawesi Tenggara, memperoleh gambaran yang lebih fleksibel dengan

pendekatan analisis SWOT yang banyak dilakukan oleh peneliti dengan formulasi

strategi eksternal dan internal, dengan hasil analisis menunjukkan respon

signifikasi positif terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering

(BPTP Sulawesi Tenggara, 2004:20).

Keberhasilan pengelolaan pada usahatani lahan kering dan perbedaan

motivasi petani sangat mempengaruhi dalam mengadopsi teknologi baru. Dalam

mengadopsi inovasi baru, sikap petani pada lahan kering juga dipengaruhi oleh

pengetahuan dan keterampilan, kemudahan teknologi yang diterapkan, jaminan

teknologi yang diterapkan, konsistensi program dan efektivitas penyuluhan. Oleh

karena itu, faktor penentu kompetensi petani meliputi aspek motives (motivasi, karsa), traits (ketangkasan sikap), self concept (kepribadian, sikap mental),

knowledge (pengetahuan), dan skill (keterampilan) dalam penerapan inovasi agribisnis pada usahatani lahan kering menjadi penting dalam upaya

meningkatkan produktivitas usahatani lahan kering, guna meningkatkan

keberdayaan, pendapatan dan kesejahteraan hidup masyarakat pedesaan yang

sebagian besar mata pencaharian hidupnya bersumber dari usaha pertanian lahan

Gambar

Gambaran Umum Daerah Penelitian ........................................................
Gambar 1. Pusat Kompetensi Diri
Gambar 2. Skema Jalur Tataniaga Kakao dari Petani Produsen di daerah
Gambar 3. Skema Kerangka Operasional Penelitian dan Hubungan Antar Peubah
+7

Referensi

Dokumen terkait

3) Faktor internal yang mempengaruhi motivasi adalah karakteristik atau ciri-ciri pribadi petani yang diduga berhubungan dengan motivasi petani dalam usahatani tanaman

Tujuan penelitian ini adalah: (l) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering

Perincian dari unsur-unsur perilaku seperti: (1) Tingkat pengetahuan petani tentang program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis budidaya sapi potong pada LM3

Perincian dari unsur-unsur perilaku seperti: (1) Tingkat pengetahuan petani tentang program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis budidaya sapi potong pada LM3

Desa-desa pesisir di Kecamatan Palangga Selatan diidentifikasikan menjadi 3 karakteristik, yaitu (1) desa pesisir yang mayoritas wilayah desanya berupa dataran rendah, yaitu

Meskipun tingkat kinerja penyuluh pertanian masih tergolong sedang, namun upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Konawe dalam pemberdayaan penyuluh pertanian sudah cukup

Desa-desa pesisir di Kecamatan Palangga Selatan diidentifikasikan menjadi 3 karakteristik, yaitu (1) desa pesisir yang mayoritas wilayah desanya berupa dataran rendah, yaitu

Dengan kata lain, kinerja pemberdayaan oleh penyuluh pertanian yang betujuan pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis dan didukung oleh karakteristik