ABSTRAK
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI COOPERATIVE LEARNING TYPE
STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS IV SDN 4 JATIMULYO
TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh
SOPIYAH
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, menunjukan masih
rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN 4 Jatimulyo,
oleh karena itu, perlu perbaikan pembelajaran melalui penelitian untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika dengan menggunakan model
cooperative learning type student team achievement divisions (STAD).
Penelitian ini menggunakan peneltian tindakan kelas yang dilaksanakan
sebanyak 3 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Teknik analisis data dalam bentuk analisis kualitatif dan
kuantitatif.
Perbaikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe STAD
menunjukan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Persentase rata-rata
aktivitas siswa pada siklus I 50,94% (cukup aktif), siklus II 85,44% (sangat aktif),
sementara rata-rata nilai hasil belajar siswa pada siklus I (50,08). Siklus II (86,96)
dengan KKM ≥ 50.
Kata kunci: model cooperative learnning tipe STAD, aktivitas siswa dan hasil
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan
dana yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa
demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia yang
menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan
ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus
dibentuk. Untuk membentuk tunas bangsa yang berkualitas, dituntutlah
seorang pendidik profesional yang memiliki berbagai strategi dalam
pembelajaran yang dilakukan, agar tujuan pembelajaran dapat dengan mudah
tercapai.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dirumuskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUSPN UU No. 20 tahun 2003).
Pendidikan merupakan faktor utama yang menentukan kualitas suatu
bangsa. Pendidikan bukanlah sesuatu yang bersifat statis melainkan sesuatu
yang bersifat dinamis sehingga selalu menuntut adanya suatu perbaikan yang
membentuk manusia unggul. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan terus
selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Salah
satunya pendidikan matematika disekolah khususnya sekolah dasar diarahkan
kepada wahana pendidikan untuk mengembangkan semua potensi yang
dimiliki siswa dalam bentuk pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dasar
matematika.
Ilmu matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam
pembentukan manusia unggul, karena salah satu kriteria unggul adalah
manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan umatnya. Kita
yakin bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mampu membawa manfaat bagi
manusia lainnya untuk kehidupan selanjutnya. Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Aisyah, dkk,
2007; 1-3). Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan
menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika
yang kuat sejak dini.
tersebut, dalam kegiatan pembelajaran didapat indikasi bahwa tidak semua
siswa menyenangi mata pelajaran matematika dan memiliki kemampuan
berpikir yang telah disebutkan. Banyak peserta didik yang menganggap
matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit serta rumit dan
membosankan. Hal ini menyebabkan mereka takut dan malas untuk
mempelajari matematika. Oleh sebab itu, bagaimana cara guru meyakinkan
siswa bahwa pelajaran matematika tidak sulit seperti yang mereka bayangkan
karena dengan ketidak senangan tersebut mempengaruhi keberhasilan siswa
dalam belajar matematika.
Berdasarkan pengamatan atau observasi, dan wawancara yang dilakukan
peneliti pada tanggal 4 Oktober 2012 dengan guru serta siswa kelas IV SDN 4
Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ternyata masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, serta dari
data guru tentang hasil belajar siswa pada ulangan harian khususnya mata
pelajaran matematika hanya memperoleh nilai rata-rata 4,5 dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 50 atau apabila dilihat dari jumlah siswa yang
mencapai KKM, hanya 10 orang (40%) dari jumlah keseluruhan siswa 25
orang. Oleh karena itu masih terdapat 15 orang (60%) yang belum mencapai
KKM. Ini menandakan daya serap siswa terhadap pelajaran dominan
menggunakan metode ceramah serta metode tanya jawab, guru pun hanya
menggunakan satu bahan ajar saja, Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak dibuat
secara jelas hanya diberikan sesuai buku pegangan guru saja, serta alat peraga
saja.
Banyak faktor yang menyebabkan aktivitas dan hasil belajar matematika
rendah baik faktor internal maupun faktor eksternal dari siswa, diantaranya
motivasi, belajar, minat, cara belajar atau sikap, intelegensi, kebiasaan, rasa
percaya diri, dan perhatian. Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat diluar
diri siswa, seperti guru sebagai pembina belajar, metode, strategi, teknik
pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran, kurikulum, serta
lingkungan sosial.
Menurut diskusi yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran
matematika diketahui bahwa siswa kurang terbuka apabila ada kesulitan
dalam belajar, mereka takut bertanya meskipun sudah diberi kesempatan
untuk menunjuk atas pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya merangsang daya
pikir mereka. Siswa pun kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar,
khususnya pada kegiatan diskusi kelompok, siswa yang mempunyai
kemampuan sedang cendrung pasif, tidak mau mengungkapkan pendapatnya,
meraka hanya sebagai pengamat terhadap siswa-siswa yang aktif saja. Waktu
observasi pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 5 November 2012
khususnya dalam kegiatan diskusi, proses pembelajaran menjadi tidak hidup
karena hanya didominasi oleh siswa tertentu saja. Siswa kurang berani
mengungkapkan pendapat padahal pendapatnya belum tentu salah.
Dari masalah-masalah yang terungkap jelas bahwa rendahnya aktivitas dan
hasil belajar matematika bukan hanya disebabkan faktor guru sebagai
diperlukan suatu model yang baik, sehingga pembelajaran dapat memotivasi
siswa agar lebih aktif, kreatif, inovatif bahkan menyenangkan guna
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran
matematika.
Salah satu model yang ada, guna memperbaiki pembelajaran tersebut yaitu
model cooperative learning. Pembelajaran dengan model kooperatif, siswa akan diminta untuk lebih aktif dan dituntut untuk berbagai informasi dengan
siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama temannya guna
memecahkan berbagai konsep yang pada akhirnya mampu memecahkan
masalah-masalah matematika yang sifat-sifatnya berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa
yang tidak agresif dan tak peduli dengan orang lain. Model pembelajaran ini
telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai
tingkatan usia (Isjoni, 2007; 16).
Menurut Slavin (2010; 11) terdapat tipe dalam cooperative learning
diantaranya Coopertive Learning Type Student Team Achievement Divisions
(STAD). Team Games Tournament (TGT), Team Games Tournament (TGT),
cooperative learning tipe STAD. Tipe ini dikembangkan oleh slavin dan
merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas
dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Tipe ini pun dianggap sebagai model yang paling sesuai bagi guru yang baru
belajar menggunakan pembelajaran kooperatif (Huda, 2011; 164).
Menurut Slavin (2010; 12), cooperative learning tipe STAD telah
digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, seperti matematika,
bahasa, seni sampai dengan ilmu sosial dan ilmu lain, dan telah digunakan
mulai dari siswa kelas dua sampai perguruan tinggi. Metode ini paling sesuai
untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas,
seperti matematika, berhitung dan studi terapan, penggunaann dan mekanika
bahasa, geografi dan kemampuan peta dan konsep-konsep ilmu pengetahuan
ilmiah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa perlu melakukan
perbaikan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan
judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Cooperative Learning Type Student Team Achievement Divisions (STAD)
Siswa kelas IV SDN 4 Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Berdasarkan latar belakang masalah diatas perlu diidentifikasi
permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut :
a. Rendahnya aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 4 Jatimulyo pada mata
pelajaran matematika tahun pelajaran 2012/2013.
b. Rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN 4 jatimulyo pada mata
pelajaran matematika tahun pelajaran 2012/2013, dilihat dari rata-rata 4,5
dengan KKM ≥ 50.
c. Belum tersusun secara baik bahan ajar dan LKS yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran.
d. Kurangnya variasi metode, teknik, dan strategi pembelajaran yang
digunakan guru sehingga pembelajaran tidak aktif.
e. Penggunaan alat atau media pembelajaran yang monoton dan kurang
bervariasi.
f. Guru belum pernah menerapkan model cooperative learning tipe STAD
dalam proses pembelajaran di kelas.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dalam penelitian ini dibatasi
masalah yang akan diteliti, sehingga perlu pemecahan masalahnya. Adapun
permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan cooperative
learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN
4 Jatimulyo Tahun Pelajaran 2012/2013?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menguji efektifnya belajar siswa kelas IV SDN 4 Jatimulyo pada mata
pelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD. b. Menguji efektifnya hasil belajar siswa kelas IV SDN 4 Jatimulyo pada
mata pelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD.
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat penelitian peningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika
melalui model cooperative learning tipe STAD siswa kelas IV SDN 4
Jatimulyo Tahun Pelajaran 2012/2013 sebagai :
1.5.1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, memberikan
informasi, serta bahan penerapan ilmu metode perbaikan pembelajaran,
khususnya mengenai peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika
melalui model cooperative learning tipe STAD Kelas IV SDN 4
Jatimulyo Tahun Pelajaran 2012/2013.
pelajaran matematika melalui model cooperati learning tipe STAD. b. Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan, menambah wawasan, meningkatkan
kemampuan pengusaan penerapan model pembelajaran matematika
dengan model cooperative learning tipe STAD sehingga menjadi
guru yang profesional dan dapat memberikan manfaat bagi siswa.
c. Bagi Sekolah
Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui model
cooperative learning tipe STAD.
d. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dan dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan menggunakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Model Cooperative Learning Tipe STAD
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Dalam setiap proses pembelajaran seorang guru sebelumnya pasti akan
mempersiapkan lebih dahulu apa yang akan disampaikan pada siswa dengan
menyusun persiapan mengajar atau rencana pembelajaran. Ketika guru
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, pada dasarnya guru tersebut
sedang mempraktekan model pembelajaran. Model pembelajaran ini
menggambarkan keseluruhan urutan atau langkah-langkah yang pada
umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran.
Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal, dan sesuatu yang nyata dan
dikonversikan untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Mayer dalam
Trianto; 21). menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu pendekatan atau rencana
pengajaran yang mengacu pada pendekatan secara menyeluruh yang
memuat tujuan, tahapan-tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran, dan
Ismail dalam, istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Suatu model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan,
serta lingkungan belajar. Menurut Soekamto, dkk, dalam Trianto (2010; 22)
mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: ”Kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan
demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan
yang tertata secara sistematis.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran
(Komalasari, 2010; 57).
Berkenaan dengan model pembelajaran, terdapat 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model
pengelolaan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model
modifikasi tingkah laku. Penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
Aplikasi model pembelajaran biasanya tergantung pada tujuan, materi,
karakteristik sekolah, lingkungan dan kebutuhannya. Dalam pembelajaran
kooperatif, umumnya model belajar ditandai adanya Struktur tugas, struktur
tujuan dan struktur penghargaan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka peneliti simpulakan bahwa
model pembelajaran adalah suatu konsep atau rancangan pembelajaran yang
dapat diterapkan oleh guru secara sistematis untuk mengorganisasikan
pengalaman belajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan
atau diharapkan.
2.1.2 Pengertian Model Cooperative Learning
Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Definisi pembelajaran kooperatif
ialah “cooperative learning will be defined as student working together in a
group small enough that everyone participate an a colective task that has
been clearly assingn. Moreaver, students are expected to cary out their task without direct and immediate supervision of the teacher”.
Berdasarkan pengertian diatas, memiliki pengertian luas yang meliputi
belajar kooperatif (cooperartive learning) siswa dituntut untuk kerja
kelompok (group woork), dan juga pembelajaran kooperatif ciri sosiologis
yaitu penekanan pada aspek tugas-tugas kolektif yang harus dikerjakan
siswa. Guru berperan sebagai fasilatator dalam membimbing siswa
menyelesaikan materi dan tugas.
Pembelajaran cooperative learning merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas
dalam Komalasari, 2010; 62). Menurut slavin dalam Isjoni (2007; 12),
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya
4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Cooperative learning adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta
didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir
oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan
informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok belajar yang
didalamnya pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri
dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Beberapa para ahli menyatakan bahwa model kooperatif tidak hanya
unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit,tetapi juga
sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja
sama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling
Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas
belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas
bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan
masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi,
percaya diri, mampu menggunakan, strategi berpikir tingkat tinggi, serta
mampu membangun hubungan interpersonal.
Model cooperative learning memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar.
Sementara itu menurut Wina dalam Widiyantini (2008; 4), model
pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan.
Roger dan Dafid Johnson dalam Suprijono (2009, 5) mengatakan Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (a). Positive Interdepence yaitu saling ketergantungan positif untuk melengkapi tugas kelompok; (b). Personal Responsibility yaitu tanggung jawab perseorangan dalam menjawab kuis yang diberikan; (c). Face to Face Promotive Interaction yaitu siswa menjelaskan, diskusi dan mengajar apa yang mereka ketahui kepada teman sekelasnya; (d). Interpersonal Skill yaitu kelompok tidak dapat berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki dan menggunakan ketrampilan sosial yang diperlukan; dan (e). Group Processing yaitu kelompok membutuhkan waktu khusus untuk diskusi bagaimana baiknya meraka mencapai tujuannya dan memelihara hubungan pekerjaan efektif diantara anggota (Suprijono, 2009, 5)
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang mengutamakan adanhya kelompok-kelompok serta di dalamnya
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya serta mengembangkan ketrampilan sosial.
2.1.3 Prinsip Dasar Dalam Pembelajaran Kooperatif
Ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu prinsip
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka,
partisipasi dan komunikasi, dan evaluasi proses kelompok Roger dan Johnson
dalam Rusman (2010; 212) .
Menurut Muslimin, dkk., dalam Widiyantini (2008; 4) mengemukakan prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama..
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan prinsip yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa prinsip utama dalam pembelajaran dengan menggunakan
model cooperative learning dapat membentuk siswa untuk lebih bertanggung
jawab secara individual maupun kelompok dengan didasari prinsip
2.1.4 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin, dkk., (dalam Widiyantini, 2008; 4) mengemukakan
ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: Kerja kelompok,
pembentukan kelompok secara heterogen, dan penghargaan kelompok.
Dengan demikian ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah pertama, siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai; kedua, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, gabungan dari siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah berasal dari suku, agama yang
berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender; dan ketiga, penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan ciri-ciri utama
dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning yaitu
siswa belajar secara kelompok yang setiap kelompoknya mempunyai
kemampuan secara heterogen yang terdapat suatu penghargaan disetiap akhir
pembelajaran.
2.1.5 Komponen Pembelajaran Kooperatif
Terdapat komponen yang membedakan antara pembelajaran kooperatif
dengan kegiatan kelompok yang biasa, banyak aktivitas kelompok yang telah
digunakan pada masa lalu dapat diadaptasikan dengan pembelajaran kooperatif
Jasmine (2007; 141) menyebutkan ada Empat komponen dasar pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut:
a. Dalam pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Tak boleh seorang pun selesai sampai seluruh anggota kelompok selesai’ tugas atau aktivitas sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota tidak menuntaskan bagiannya sendiri tapi bekerja sama untuk menyelesaikan satu produk secara bersama-sama.
b. Kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen. Adalah membantu sekali jika diawali dengan mengorganisasi kelompok sedemikian rupa sehingga ada keseimbangan antara kemampuan di dalam dan di antara kelompok.
c. Aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya. Ini dapat dilakukan secara baik dengan jalan memberikan peran yang penting untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pada setiap anggota. d. Tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik
maupun sosial suatu pelajaran. Siswa perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dalam mempelajari suatu pelajaran dan bagaimana meraka diperkirakan bekerja bersama untuk menyelesaikan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan
komponen dalam pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kooperatif,
semua anggota kelompok perlu bekerja sama untuk menyelesaikan tugas,
kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen, aktivitas-aktivitas
pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa, dan tim
pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik maupun sosial
suatu pembelajaran.
2.1.6 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman (2010; 211), langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Tabel. 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif.
No Langkah-langkah Aktivitas Guru
1.
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar
2. Menyajikan dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efesien.
4.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mengadakan bimbingan belajar pada saat kelompok melakukan tugas bersama
5. Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar kelompok melalui representasi siswa dalam
kelompok.
6. Memberi penghargaan
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok belajar secara individu atau pun kelompok.
2.1.7 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan paling sedikit tiga tujuan
penting, yaitu tujuan pertama, pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting.
Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap
orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial atau kemampuannya.
Tujuan ketiga kooperatif mengajarkan ketrampilan kerja sama dan
berkaloborasi kepada siswa.
Gambar 1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif.
Berdasarkan gambar di atas tujuan dari pembelajaran kooperatif yaitu
pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif dapat meningkatkan
prestasi akademis siswa, dapat menumbuhkan sikap toleransi dan penerimaan
terhadap keanekaragaman, serta dapat mengembangkan keterampilan sosial.
2.1.8 Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif
Peran guru dalam pembelajaran kooperatif sebagai fasilatator, moderator,
organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa
akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan demokratis,
dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman
belajarnya kepada siswa lain.
Menurut Jasmine (2007; 144) mengatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran kooperatif hanyalah sebagai fasilatator selain sebagai pelatih. Ketika semuanya berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan mengamati bagaimana tim bekerja. Guru barangkali perlu campur tangan dalam situasi-situasi berikut:
a. Membawa kelompok kembali kepada target jika mereka kelihatan bergeser, kabur dan sangsi dengan apa yang dilakukan.
b. Memberikan umpan balik segera kepada kelompok tentang seberapa jauh mereka memperoleh kemajuan dalam tugas atau aktivitas yang dilakukan.
c. Menjelaskan sesuatu yang (kurang atau belum jelas) atau memberikan suatu informasi lanjut pada keseluruhan kelas setelah mengamati adanya kesulitan umum dalam penguasaan materi.
d. Membantu pengembangan ketermpilan sosial melalui penghargaan, pujian dan refleksi kelompok berkaca diri).
e. Mendorong dan memotivasi kelompok tentang bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam tugasnya atau memberi selamat kepada meraka jika mereka mengalami kemajuan yang baik dalam tugasnya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa peran
guru dalam pembelajaran kooperatif ialah sebagai fasilitator, moderator,
organisator dan mediator dalam proses pembelajaran serta mendorong dan
memotivasi siswa untuk memperoleh kemajuan yang baik.
2.1.9 Model Cooperative Learning Tipe STAD
Menurut Slavin (2010; 143) STAD merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang
paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran
cooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan
penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,kegiatan kelompok,
kuis dan penghargaan kelompok. Slavin dalam Trianto (2010; 68),
menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang
beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi,
2.1.9.1 Komponen-komponen Coopertive Learning Tipe STAD
Menurut Slavin (2010; 143), TAD terdiri atas lima komponen
utama, diantaranya sebagai berikut: pretasi kelas, tim, kuis, skor
kemajuan individual dan rekognisi tim.
Dengan demikian tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam
proses pembelajaran melalui model cooperative learning tipe STAD
yaitu: (1). Presentasi kelas, materi dalam STAD pertama-tama
diperkenalkan dalam presentasi didalam kelas, lamanya presentasi
bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas; (2). Tim,
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua
anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik, pada tahap ini
guru berperan sebagai fasiltator dan motivator kegiatan tiap kelompok;
(3). Kuis, tujuan dari kuis ini untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan belajar telah dicapai, para siswa tidak diperbolehkan
untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis; (4). Skor Kemajuan
Individual, adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja
yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan
memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya;
Tabel. 2 Cara Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Skor Penilaian Skor
Perkembangan a. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
b. 10 poin sampai 1 poin dibawah skor awal c. Skor kuis sampai 10 poin diatas skor awal d. Lebih dari 10 poin dari skor awal
Sumber: Slavin dalam Isjoni. 2007. Coopertive Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. ALFABETA. Pekanbaru. (Halaman 53)
(5). Rekognisi Tim, tim akan mendapatkan sertifikat atau dalam
bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai
kriteria tertentu (poin peningkatan kelompok).
Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok:
a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya;
b. Menentukan nilai tes atau kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok misal nilai kuis I, nilai kuis II atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis terkini; dan
c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini. (Widyantini, 2008; 8).
Peningkatan skor kelompok digunakan rumus (Slavin dalam
Panduan Sertifikasi Guru dalam Jabatan, 2011; 77)
Jumlah PoinPeningkatan Setiap Kelompok Nk =
Banyaknya Anggota Kelompok
Nk = nilai kelompok
Tabel 3. Kriteria Penghargaan Kelompok
Kriteria Predikat
Penghargaan pada kelompok terdiri atas 3 tingkat, sesuai dengan
deiberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 25; (2).
Great team, diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 20; (3). good team, diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 15.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa komponen yang harus diperhatikan cooperative learnign tipe
STAD adalah presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individu dan
rekognisi tim.
2.1.9.2 Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe STAD
Langkah-langkah model coopertive learning tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperative yang terdiri dari enam
langkah atau fase. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2009; 71) terdapat
enam fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 4. Fase-fase Model Cooperative Learning Tipe STAD.
Fase Kegiatan Guru yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
Fase 4 belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.9.3 Keunggulan dan kelemahan Cooperative Learning Tipe STAD Model cooperative learning tipe STAD memiliki keunggulan dan kelemahan, kendati pun model pembelajaran yang lain juga
memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut Sudjarwo (dalam
Kidung, 2011) keuntungan model cooperative learning tipe STAD yaitu 1) tercapainya tujuan instruksional untuk aspek kognitif tingkat
tinggi, 2) keterampilan berpikir dengan penuh kreatif, 3)
meningkatkan keterampilan komunikasi, 4) keterampilan antar
personal, 5) meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri bagi setiap
anggota kelompok.
Disamping keuntungan pembelajaran kooperatif tipe STAD, juga
memiliki kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah
kesulitan dalam mengorganisasikannya dan masalah yang timbul
Dengan demikian, yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran secara kelompok yang melibatkan siswa aktif
dan saling bekerja sama dalam kelompoknya, dengan struktur kelompok bersifat
heterogen. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif terdiri dari enam
langkah yaitu (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa; (2) menyajikan
atau menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar; (4) menyiapkan alat, media dan lembar penilaian; (5) evaluasi,
dan (6) memberikan penghargaan. Adapun indikator ketercapaian dalam
penelitian ini yaitu siswa diharapkan untuk saling bekerja sama dalam berdiskusi
atau kelompok belajar,mengemukakan pendapat dan ide, serta membantu
temannya dalam mengatasi tugas yang dihadapinya.
2.2 Aktivitas dan Hasil Belajar 2.2.1 Belajar
Belajar merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan
kapabilitas yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Belajar melalui
proses yang relatif terus-menerus dijalani dari berbagai pengalaman.
Pengalaman inilah yang membuahkan hasil yang disebut belajar. Belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan
dalam bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,
keterampilan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri
Definisi lain tentang belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana
perubahan tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan
perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif dan
psikomotor. Menurut Sutikno (dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2007; 5),
belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pengertian Belajar yang cukup komprehensif yang menyatakan bahwa
belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
aneka ragam competencies, skils and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara
bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang dijalani oleh manusia secara bertahap
dengan melalui proses sehingga terjadinya perubahan yang dilahat dari
aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.2.2 Aktivitas Belajar
Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”, jadi segala sesuatu yang
merupakan suatu aktifitas. Aktivitas adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran mempunyai peranan penting.
Belajar sangat diperlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak mungkin
berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses belajar merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir,
membaca dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang
prestasi belajar.
2.2.2.1 Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
c. Kegiatan-kegiatan mendenarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, instrumen musik, mendengarkan siaran radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman mengerjakan tes,mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
g. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas dan bersifat tumpang tindih.
2.2.2.2 Manfaat Aktivitas Dalam Pembelajaran
Penggunaan asas aktivitas dalam belajar proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain:
a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa..
c. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa yang pada akhirnya dapat memperlancar kerja kelompok. d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan
kemampuannya sendiri.
e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.
f. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat dan hubungan antara guru dan orang tua siswa yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.
g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.
h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.
Dengan demikian aktivitas belajar adalah segala sesuatu yang dilakukan
secara sadar dan melibatkan kerja pikiran serta badan terutama dalam hal
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang ditetapkan serta
mencari pengalaman sendiri yang diperoleh dari jenis aktivitas yang
dilakukan, dengan indikator mengemukakan pendapat dan suatu fakta,
diskusi kelompok, mengerjakan tes, melakukan percobaan atau kegiatan
diskusi, memecahkan masalah, membuat keputusan dan berani serta peneliti
menyiapkan lembar observasi untuk menilai aktivitas belajar siswa.
Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa akan memperoleh
suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk
sebagaian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran.
Pada bagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa Dimyati
dan Mujiono, (2006; 3).
Bloom, dkk., dalam Dimyati dan Mudjiono (2006; 26-30) mengkatagorikan jenis prilaku dan kemampuan internal akibat belajar kedalam tiga ranah, diantaranya:
a. Ranah kognitif, terdiri dari enam prilaku diantaranya: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
b. Ranah afektif, terdiri dari lima prilaku diantaranya: penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi serta pembentukan pola hidup.
c. Ranah psikomotor terdiri dari lima prilaku diantaranya: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa (berketerampilan), gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan peserta
didik yang dilakukan melalui penilaian proses dan hasil belajar yang telah
dilakukan berulang-ulang. Indikator ketercapaian mengenai hasil belajar
dalam penelitian ini dilihat dari 3 ranah yaitu: (1). Kognitif berupa
pengetahuan, pemahaman, penerapan dan analisis; (2). Afektif berupa sikap
dan partisipasi; (3). Psikomotor berupa keterampilan serta kreatifitas. Dalam
penelitian ini, peneliti menyiapkan instrumen tes berupa pre-tes (skor awal)
2.3 Pengertian Matematika
Hakikat matematika adalah memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada
kesepakatan dan pola pikir yang deduktif. Matematika merupakan ilmu dasar
yang menjadi tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir
(bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran),
bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika
terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses
dan penalaran.
Matematika adalah pola pikir; pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat,representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.
Berdasarkan pernyataan para ahli matematika diatas, dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan ilmu yang didapt dengan berpikir yang terbentuk
dari pengalaman manusia yang kebenarannya dapat dibuktikan.
2.3.1 Tujuan Matematika
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan
kelas yaitu “Dengan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD serta
memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka akan meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN 4
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pembelajaran matematika melalui model
cooperative learning tipe STAD merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan
classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri,
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil
belajar siswa menjadi meningkat.
Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yang dirangkai
menjadi satu kesatuan yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act),
pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Penelitian ini dipilih dan
berkolaborasi dengan guru kelas IV SDN 4 Jatimulyo. Temuan penting
dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model cooperative learning
tipe STAD mampu meningkatkan pembelajaran matematika bagi siswa
dalam pembelajaran.
3.1.1. Setting Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SDN 4 jatimulyo
3.1.2. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaborasi
partisipan antara peneliti dengan guru kelas IV SDN 4 Jatimulyo.
Adapun subjek penelitian adalah siswa dan guru kelas IV SDN 4
Jatimulyo dengan jumlah siswa 25 anak terdiri dari 8 siswa
laki-laki dan 17 siswa perempuan.
3.1.3. Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun
pelajaran 2012/2013 selama empat bulan (1 Oktober 2012 – 31
Desember 2012).
3.1.4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini berupa data kualitatif. Data
kualitatif diperoleh dari hasil observasi.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
3.2.1. Observasi, instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai kinerja guru dan aktivitas belajar peserta didik
selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Matematika
dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD. 3.2.2. Tes, berupa pre-tes (skor awal) dan post-tes (kuis) digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa dan sebagai acuan untuk
mendapatkan skor kemajuan individual.
3.3 Alat Pengumpulan Data 3.3.1. Non Tes
Alat pengumpulan data non tes diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Alat
pengumpulan data non tes yang dipergunakan yaitu lembar
panduan observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas
siswa dan kinerja guru saat pembelajaran dilaksanakan, hal ini
dilaksanakan oleh pengamat (observer).
3.3.2. Tes
Data dalam penelitian ini diperoleh menggunakan lembar
soal-soal tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I
dan siklus II. Pengumpulan data tes untuk mengungkapkan
keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan
penerapan model cooperative learning tipe STAD dalam
pembelajaran matematika. Soal digunakan untuk mengetahui
ketercapaian indikator. Soal tes tersebut dibuat berdasarkan hasil
belajar siswa pada pra-tindakan, siklus I dan siklus II. Dari hasil
analisis tes tersebut dapat diketahui peningkatan hasil belajar
siswa. Teknik tes ini dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal
yang diberikan oleh guru, sementara penilaian hasil kerja setelah
3.4 Teknik Analisis Data
Berdasarkan kedua jenis data yang diperoleh tersebut, maka teknik
analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis data
secara kualitatif. Pengkajian atau analisis data dilakukan dengan teknik
kualitatif untuk penilaian aktivitas belajar siswa.
3.4.1.Data Kualitatif
Data kualitatif ini diperoleh dari data nontes yaitu observasi.
Data observasi mengetahui kinerja guru dan kesulitan siswa selama
proses pembelajaran matematika dengan model cooperative learning
tipe STAD untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Analisis dilakukan dengan cara memadukan data secara
keseluruhan. Analisis dan pendeskripsian data nontes ini bertujuan
untuk mengungkapkan semua perilaku siswa dan perubahannya
selama proses pembelajaran dari siklus I dan Siklus II.
Rumus penilaian aktivitas siswa dan kinerja guru di atas adalah
R
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 = Bilangan tetap
(Sumber: Adaptasi Purwanto, 2008; 102)
Tabel 5. Kriteria Aktivitas Siswa dan Kinerja Guru dalam %
Persentase (%) Tingkat Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa N > 80%
40 < N ≤ 60%
(sumber: adaptasi Poerwanti, 2008; 7.8)
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur yang digunakan berbentuk siklus (cycle). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan
yang diharapkan dalam pembelajaran Matematika di kelas IV SDN 4
jatimulyo. Dalam setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu
perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi
(reflect) (Kusumah dan Dwitagama, 2009; 44).
Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan model cooperative learning Tipe STAD ini terdiri atas tiga siklus, yaitu: siklus I, II dan silus III, yang dalam tiap siklusnya terdiri dari
empat langkah yaitu:
1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang
akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran matematika.
2. Tindakan (action) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai
upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika.
3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung.
4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan
hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi
Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
(Gambar 2. Siklus Penelitian tindakan kelas (PTK)
Sumber: Kusumah dan Dwitagama, 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. PT. Indeks. Jakarta. (Halaman 44)
3.5.1. SIKLUS I
a. Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti membuat rencana pembelajaran
yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan.
Dalam siklus pertama, peneliti mempersiapkan proses
pembelajaran matematika dengan model cooperative learning
tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan
materi pokok yang diajarkan, sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Peneliti bersama guru berdiskusi untuk membuat
kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran matematika
dengan model cooperative learning tipe STAD.
3. Menyiapkan Pemetaaan, silabus, penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKS dan
media pembelajaran yang mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2007 tentang standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
4. Menyiapkan instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berupa
soal pre-test dan post-test beserta kunci jawabannya.
Instrumen nontes berupa lembar observasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Langkah tindakan ini merupakan pelaksanaan dari rencana
pembelajaran yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Tindakan
yang dilakukan dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada
siklus I sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagai
berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
Merancang kegiatan pembelajaran dengan:
1. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif
dan menertibkan siswa;
2. Merangking siswa (melihat rangking siswa pada
semester sebeleumnya);
3. Menentukan jumlah kelompok dan membentuk
kelompok belajar siswa;
4. Guru menginformasikan pengelompokan siswa
dimana setiap kelompok terdiri dari 4 sampai
dengan 5 siswa yang kemampuan akademiknya
terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
rendah serta gender siswa sehingga terbentuk
menjadi 5 kelompok; dan
5. Membagikan topi bernomor untuk memudahkan
dalam mengamati aktivitas siswa.
b. Guru mengomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil
belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa.
c. Guru menyampaikan apersepsi berupa suatu cerita yang
berkaitan dengan satuan waktu.
d. Memberikan motivasi serta memberikan pre-tes untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal dan dikerjakan
siswa secara individu.
2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi
mengenai “kesetaraan antar satuan waktu”.
2. Meminta beberapa siswa menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru.
3. Memfasilitasi siswa melakukan pengerjaan soal
uraian yang terdapat di dalam LKS.
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Siswa diminta untuk membaca buku pelajaran dan
mencatat hal-hal penting atas penjelasan materi
yang dijelaskan.
2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas berupa
LKS.
3. Memberikan kesempatan untuk siswa berpikir,
menganalisis dan menyelesaikan LKS yang
diberikan oleh guru.
4. Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja
kelompok
5. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan post-test
untuk digunakan untuk perolehan skor kemajuan
individual untuk acuan dalam memberikan
penghargaan kelompok guna menumbuhkan
kebanggan dan rasa percaya diri siswa.
c. Konfirmasi
1. Memberikan penghargaan kelompok berupa kartu
penghargaan kemenangan terhadap keberhasilan
sisw bersama kelompoknya.
2. Melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum
diketahui siswa.
3. Bersama siswa dan guru kelas melakukan refleksi
untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan.
4. Guru memberikan post-test
5. Bersama sisa bertanya jawab untuk meluruskan
kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan
penyimpulan.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. Guru memberikan penghargaan kelompok super team, great team dan good team.
b. Bersama siswa membuat simpulan pelajaran yang telah
dilakukan.
c. Memberikan pekerjaan rumah.
d. Menyampaikan rencana pembejaran pada pertemuan
berikutnya.
c. Observasi
Peneliti mengamati kinerja siswa selama pembelajaran
siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran
berlangsung. Selama proses pembelajaran, aktivitas siswa dan
kinerja guru diamati dengan cara membubuhkan tanda ceklist
(√) pada lembar observasi.
d. Refleksi
Peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap aktivitas
dan hasil belajar siswa. Analisis aktivitas siswa meliputi sejauh
mana siswa mengikuti pembelajaran dan sejauh mana siswa
antusias terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan
menggunakan model cooperative learning tipe STAD. Analisis
hasil belajar siswa dilakuakan dengan menentukan rata-rata
nilai kelas, hasil analisis digunakan sebagai bahan perencanaan
pada siklus kedua.
3.5.2. SIKLUS II
Siklus kedua ini dilakukan sebagai usaha peningkatan
kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika dengan model
cooperative learning tipe STAD. Hasil pembelajaran pada siklus II
ini diharapkan lebih baik dibanding dengan hasil pembelajaran
siklus I. Siklus II ini juga melalui langkah-langkah yang sama
dengan siklus I yaitu sebagai berikut:
a. Perencanaan
Langkah tindakan ini merupakan pelaksanaan dari rencana
pembelajaran yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Tindakan
menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada
siklus I sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagai
berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Merancang perbaikan kegiatan belajar mengajar yang
disesuaikan pada temuan siklus I dengan:
1. Model cooperative learning tipe STAD;
2. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif
dan menertibkan siswa; dan
3. Membagikan topi bernomor untuk memudahkan
dalam mengamati aktivitas siswa.
b. Guru mengomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil
belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa.
c. Guru menyampaikan apersepsi berupa, menceritakan
tentang kehidupan sehari-hari yang berhubungan
dengan satuan waktu.
d. Pemberian pre-tes.
e. Memberikan motivasi.
2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi
mengenai “hubungan antar satuan waktu”.
2. Meminta beberapa siswa menjawab pertanyaan
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan.
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Siswa diminta untuk membaca buku pelajaran dan
mencatat hal-hal penting atas penjelasan materi
yang dijelaskan.
2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas berupa
LKS.
3. Memberikan kesempatan untuk siswa berpikir,
menganalisis dan menyelesaikan LKS yang
diberikan.
4. Memfasilitasi sisa menyajikan hasil kerja
kelompok.
c. Konfirmasi
Dalam kegaitan konfirmasi, guru:
1. Memberikan penghargaan kelompok berupa kartu
kemenangan terhadap keberhasilan siswa bersama
kelompoknya.
2. Melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum
diketahui siswa.
3. Bersama siswa melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan.
5. Bersama siswa bertanya jawab meluruskan
kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan
penyimpulan.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. Memberikan penghargaan kelompok.
b. Bersama siswa membuat simpulan pelajaran yang telah
dilakukan.
c. Memberikan pekerjaan rumah dan menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
b. Observasi
Peneliti mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung yaitu obeservasi tentang keaktifan dan
keantusiasan siswa dan kinerja guru selama proses
pembelajaran berlangsung. Selama proses pembelajaran,
aktivitas siswa dan kinerja guru diamati dengan cara
membubuhkan tanda ceklis pada lembar observasi.
c. Refleksi
Peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap aktivitas
dan hasil belajar siswa. Analisis aktivitas siswa meliputi sejauh
mana siswa mengikuti pembelajaran dan sejauh mana siswa
antusias terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan
hasil belajar siswa dilakukan dengan menentukan rata-rata nilai
kelas.
3.6 Indikator Keberhasilan
Sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap
siklusnya dan KKM untuk mata pelajaran Matematika kelas IV SDN 4
Jatimulyo adalah ≥ 50. Seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa
tersebut telah menyelesaikan sekurang-kurangnya mendapatkan nilai 50
dan suatu kelas dianggap tuntas belajar apabila 75% dari jumlah siswa
memperoleh nilai sekurang-kurangnya 50 dan aktivitas belajar suatu kelas
dianggap tuntas apabila sudah mencapai 75% dari jumlah siswanya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV,
maka dapat dirumuskan kesimpulan tentang pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe STAD, dengan materi mengubah hubungan antar satuan
waktu dengan menggunakan alat peraga dan media LKS sebagai berikut.
a. Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa SDN 4 Jatimulyo. Secara
berurutan persentase rata-rata tipa siklusnya mencapai 50,94% (cukup aktif)
pada siklus I, 70,10% (aktif) pada siklus II.
b. Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa SDN 4 Jatimulyo. Secara berurutan
persentase rata-rata hasil belajar tiap siklusnya mencapai 50,08% pada siklus
I, siklus II mencapai 65,20%.
c. Berdasarkan perhitungan analisis uji perbedaan hasil pre-test dan post-test,
didapatkan adanya peningkatan secara signifikan tiap siklusnya, dengan
perolehan thitung pada siklus I mencapai 7,97, siklus II sebesar 5,71 dengan c
sebesar 2,064 dengan ketentuan α = 0,05 (tiap siklus thitung > ttabel). jika dilihat
dari perhitungan uji t-tes terhadap peningkatan hasil belajar (post-tes) siklus I
terhadap siklus II (thitung = 3,904) maka hipotesis dalam penelitian ini diterima
SDN 1 Jatimulyo setelah dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan
model cooperative learning tipe STAD.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan diatas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan pembelajaran model cooperative learning tipe STAD, yaitu:
a. Siswa
1. Selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat
mempermudah memahami materi pembelajaran dan hasil belajar
meningkat.
2. Siswa harus bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, baik tugas
individu maupun kelompok.
b. Guru
1. Guru perlu memperhitungkan waktu yang tersedia agar rencana
pembelajaran dapat terlaksana secara maksimal.
2. Guru harus memegang prinsip-prinsip pelaksanaan, dan mengoptimalkan
sumber belajar yang tersedia (tidak hanya tergantung pada salah satu
sumber belajarnya) dalam menggunakan medai LKS.
3. Penggunaan media LKS dan model cooperative learning tipe STAD yang
berkualitas, harus didukung dengan kemampuan pelaksanaannya yang
tidak dapat sekaligus dikuasai. Oleh karena itu guru harus terus menerus
mencoba dan melaksanakan serta memperbaiki kekurangan-kekurangan
penyusunan LKS dan penerapan model pembelajaran yang dipilih.
c. Sekolah
1. Perlu dilakukan pengembangan proses pembelajaran tentang penggunaan
menambah wawasan dan kemampuan guru dalam pembelajaran materi
tentang operasi hitung pecahan.
2. Agar dapat memfasilitasi sarana pendukung untuk melaksanakan
perbaikan pembelajaran demi meningkatnya mutu pendidikan disekolah.
d. Peneliti
Penelitian ini mengkaji implementasi perbaikan pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe STAD dan media LKS pada materi operasi hitung pecahan, untuk itu kepada peneliti berikutnya dapat melaksanakan perbaikan
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS DOSEN PEMBIMBING : Drs. KOJAT SUDIADMAJA, M.Pd
Oleh SOPIYAH NPM : 1013079281
S.1 PGSD DALAM JABATAN LAMPUNG SELATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE
STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS IV SDN 4 JATIMULYO
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh SOPIYAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE
STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS IV SDN 4 JATIMULYO
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh SOPIYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG