• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU

MENGGUNAKAN CITRA

WORLDVIEW

-2 DI PULAU PARI,

KEPULAUAN SERIBU

UMI KALSUM MADAUL

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra Worldview-2 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Umi Kalsum Madaul

(4)

ABSTRAK

UMI KALSUM MADAUL. Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.

Pendekteksian terumbu karang berdasarkan zonasi geomorfologi menjadi salah satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang sedang berkembang karena kemampuan sinoptik citra satelit dalam memvisualisasikan zona-zona geomorfologi secara jelas dan detail dapat diperoleh. Tujuan penelitian ini adalah memetakan zona geomorfologi perairan laut dangkal di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit WorldView-2. Bahan utama yang digunakan adalah citra Worldview-2 akuisisi pada tahun 2011, sedangkan survei lapang dilakukan pada Oktober 2012 melibatkan 958 titik survei. Analisis citra menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Hasil klasifikasi menunjukkan perairan laut dalam (deep water) memiliki luas terbesar yaitu 13,690,700 m2 (53.12%). Luas terkecil terdapat pada kelas punggung terumbu (reef crest) hanya 629,220 m2 (2,44%). Kelas geomorfologi lain yang terdapat di gugusan Pulau Pari adalah goba dalam (deep lagoon), goba dangkal (shallow lagoon), rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi adalah 87,55% dengan nilai koefisien kappa 0.80, menunjukkan bahwa klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi geomorfologi di perairan laut dangkal Pulau Pari dengan baik.

Kata kunci: peta, geomorfologi, WorldView-2, klasifikasi terbimbing, Pulau Pari

ABSTRACT

UMI KALSUM MADAUL. Geomorphological Mapping of Reef Zones using WorldView-2 Imagery in Pari Islands, Kepulauan Seribu. Under direction of VINCENTIUS PAULUS SIREGAR and ADRIANI SUNUDDIN.

Coral reef geomorphological mapping is one type of product resulted from the application of satellite remote sensing. Synoptic visualization from satellite enabled differentiation of geomorphological zones in an obvious and solid manner. The aim of this research was to map geomorphological reef zones in Pari Islands, using WorldView-2 imagery. Image utilized in this research was acquired in 2011, while field observation was conducted in October 2012 at 958 ground control points. WorldView-2 image was examined using supervised classification. Results showed that deep water was the largest geomorphic zone comprising of 13,690,700 m2 (53.12%). The smallest was reef crest which extended only 629,220 m2 (2,44%). Other geomorphic zones observed in Pari Islands were reef slope, deep lagoon, shallow lagoon, reef flat, and land. Overall accuracy of test obtained of 87.55% with a 0.80 coefficient kappa. The accuracy of the results is good for geomorphological mapping of Reef zones.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

UMI KALSUM MADAUL

PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU

MENGGUNAKAN CITRA

WORLDVIEW

-2 DI PULAU PARI,

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku pembimbing I dan II atas arahan, bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan;

2. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Pembimbing Akademik; 3. Orang Tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya;

4. Bang Tarlan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pengolahan data penelitian;

5. Keluarga besar ITK 45 atas persahabatan dan suka duka yang telah terbangun selama ini;

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun pembaca dapat dikembangkan melalui penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………..i

DAFTAR GAMBAR ………..ii

DAFTAR LAMPIRAN ……….iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Bahan dan Alat ... .3

Pengumpulan Data Lapang ……….3

Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2……….3

Pengujian Akurasi ………..5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Karakteristik Umum Pulau Pari ……….7

Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari ……….8

Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi ………14

SIMPULAN DAN SARAN... 15

SIMPULAN ... 15

SARAN ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN………19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi beberapa citra satelit 2

2 Skema klasifikasi geomorfologi 5

3 Nilai spektral kanal citra WorldView-2 7

4 Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari 13

5 Matriks kesalahan dan koefisien kappa ( ) 14

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu 2

2 Diagram alir pengolahan data 4

3 Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta 6

4 Profil batimetri gugusan Pulau Pari 8

5 Peta Survei lapang 9

6 Zona geomorfologi kombinasi citra dan survei lapang 10

7 Zonasi geomorfologi 11

8 Tampilan false color citra WorldView-2 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Pengamatan Objek dasar perairan di gugusan Pulau Pari 21

(11)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata

“geomorfologi” (geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: geos (earth/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi (Noor 2012). Geomorfologi adalah ilmu yang mencakup kajian secara sistematik mengenai aneka macam kenampakan (feature) bentuk-bentuk (forms) permukaan bumi dalam berbagai skala ukuran, baik yang ada di daratan termasuk di dasar perairan darat maupun di dasar laut, ditinjau baik dari segi bentuk, keadaan, asal-usul, pembentukan, perubahan yang dialami dalam evolusinya, dan sebarannya (Ongkosongo 2012).

Teknologi penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam bidang kelautan, misalnya untuk mendeteksi obyek di dasar perairan dangkal (terumbu karang) yang telah dikembangkan sejak tahun 1970-an (Lyzenga 1978), di antaranya kedalaman dan profil batimetri. Menurut Siregar (1996) transformasi citra satelit dapat dilakukan dengan penggabungan secara logaritma natural dua kanal sinar tampak, sehingga didapat citra baru yang menampakkan dasar perairan yang lebih mendekati kondisi nyata di alam. Pendekteksian terumbu karang berdasarkan zonasi geomorfologi menjadi salah satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang dimulai sejak era Landsat hingga saat ini (Selamat et al. 2012), namun pemetaan geomorfologi hanya terbatas pada tiga zona terumbu yaitu terumbu tepi (fringing reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu cincin (attol).

Menurut Hubbard (1997) penalaran bentukan terumbu modern dipengaruhi oleh proses geofisik dan geokimia, selain mempertimbangkan aspek ekologi karena struktur tersebut dibangun oleh makhluk hidup (skleraktinia). Kajian geomorfologi terumbu karang dengan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengetahui kenampakan dasar perairan dangkal berdasarkan struktur habitatnya maupun geomorfologinya.

(12)

2

Tabel 1. Spesifikasi citra satelit dalam pemetaan dasar perairan laut dangkal.

Spesifikasi Ikonos Geoeye-1 Quickbird World-View-2

Resolusi spasial

panchromatic (m) 0,82 0,41 0,65 0,46 Resolusi spasial

multispektral (m) 3,2 1,65 2,62 1,85

Lebar sapuan sensor

satelit (km) 11,3 15,2 18 16,4

Kanal pada citra

(spectral band) 4 4 4 8

Sumber : Digital Globe 2010.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona geomorfologi perairan laut dangkal di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit

Worldview-2.

METODE

Penelitian ini terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data, meliputi perekaman data citra satelit, survei lapang yang dilaksanakan pada Oktober 2012, dan tahap pengolahan citra hingga pembuatan peta. Survei lapang dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Gambar 1).

(13)

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan penelitian ini adalah Citra Worldview-2 perekaman pada tanggal 19 Oktober 2011 yang dibatasi pada koordinat 5° 44’ 11,24” - 5° 44’ 56,53” LS hingga 106º 35’ 10,08” - 106º 36’ 28,14” BT dan telah terkoreksi geometric. Bahan lain adalah data hasil survei lapang berupa titik koordinat dan kondisi dasar perairan. Alat yang digunakan yaitu perangkat keras, terdiri dari personal komputer, roll meter, GPS (Global Positioning System) jenis Garmin 60CSX, GPS Sounder, alat tulis (sabak dan pensil), alat dasar selam dan SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus). Perangkat lunak untuk image processing yaitu ER MAPPER 6.4 ArcGIS 9.3, dan Microsoft Excel.

Pengumpulan Data Lapang

Pengumpulan data lapang dilakukan dengan mengamati dasar perairan secara langsung (in situ), yaitu mengamati lifeform terumbu dan substrat dasar menggunakan alat selam (SCUBA) (Lampiran 1). Survei lapangan dilakukan dengan penyelaman dan pengambilan posisi pada titik pengamatan menggunakan GPS serta pemeruman data kedalaman (sounding) menggunakan GPS Sounder

yang kemudian diinterpretasikan ke data penginderaan jauh untuk diproses (Lampiran 2). Informasi batimetri kemudian divisualisasikan dalam bentuk profil batimetri perairan. Posisi titik pengamatan diperoleh dari setiap stasiun yang mewakili perairan Pulau Pari, meliputi: bagian Barat, Timur, Utara dan Selatan (Gambar 1).

Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2

Pengolahan atau pemrosesan citra dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu tahap awal (pemulihan citra), penajaman citra dan klasifikasi citra. Citra

(14)

4

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data

Citra yang telah diproses diintrepretasikan dengan menggunakan data lapangan. Penggabungan hasil analisis citra dengan data lapangan digunakan untuk mengoreksi peta klasifikasi zona geomorfologi. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dengan pendekatan metode Maximum Likelihood Standard. Untuk mengidentifikasi batas-batas dari suatu zonasi geomorfologi, diperlukan skema klasifikasi. Skema klasifikasi zona geomorfologi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Vandersraete (2007) di daerah Hurghada, Laut Merah, diadaptasi dari Mumby dan Harborne (1999), ditunjukkan pada Tabel 2.

(15)

Tabel 2. Skema klasifikasi geomorfologi . (adaptasi dari: Mumby dan Harborne, 1999 ; Coyne et al. 2003).

Level 1 Level 2 Deskripsi

1.Land Daratan

2.Patch Reef Formasi karang yang relatif kecil dengan morfologi yang dibentuk oleh karang keras atau karang mati yang telah ditutupi bentik lain misalnya alga.

2.1. Dense patch

Area koloni karang tersebar dengan tutupan > 30%.

3. Reef crest Bagian dangkal dan sering muncul dari terumbu karang yang memisahkan terumbu karang depan

(fore reef) dari terumbu belakang (back reef) dan

dengan atau tanpa rubble dan sering ditutupi dengan

ganggang. Kasus terumbu karang tepi, daerah dangkal antara tepi darat dari puncak karang dan

pantai disebut karang datar (Coyne et al. 2003)

5. Lagoon

2.1 Shallow lagoon

2.2 Deep lagoon

Area dangkal (relatif lebih terhadap rataan terumbu /

shelf) antara garis pantai dan terumbu belakang atau puncak karang. Bisa juga daerah dangkal yang dikelilingi oleh atol dan terlindungi dari gelombang energi tinggi oleh tubir.

Kedalaman ≤ 12m

Kedalaman > 12m

6. Bank/shelf Daerah spesial yang relatif masih terlihat di citra satelit yang tidak terdapat hubungan langsung dengan morfologi karang.

7. Fore reef zona dari tepi arah laut dari puncak karang bawah

(sering sulit dibedakan dari bank / shelf)

8. Deep water zona yang menunjukkan spektral reflektansi signifikan tercatat oleh sensor satelit.

Sumber : Vanderstraete (2007)

Pengujian Akurasi

Akurasi peta yang dihasilkan dari analisis data citra dilakukan menggunakan matriks kesalahan yang dikembangkan oleh Congalton and Green (2009) , ditunjukkan pada Gambar 3. Matriks kesalahan membandingkan informasi dari hasil klasifikasi dan analisis data inderaja dengan hasil pengamatan data lapangan. Matriks ini mengasumsikan n sebagai contoh atau sampel yang didistribusikan ke sel k2, dimana setiap contoh ditugaskan ke satu dari kategori k dalam peta (biasanya

baris-baris pada matriks), dan satu dari kategori yang sama dalam referensi data set (biasanya kolom matriks). Nilai nij merupakan nomor dari sampel yang terklasifikasi

(16)

6

Gambar 3. Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta (modifikasi Congalton and Green 2009).

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan nilai akurasi peta adalah :

OA =∑ ……… ( Persamaan 1)

PA =

……….(Persamaan 2)

UA = ………. (Persamaan 3)

Dimana :

OA = Overall accuracy atau akurasi peta secara keseluruhan

PA = Produser’s accuracy, akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks kesalahan yang merupakan hasil analisis citra satelit;

UA = User’s accuracy akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks kesalahan yang merupakan hasil pengamatan in situ;

ni+ = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas tematik i dari

hasil analisis citra satelit;

n+j = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas habitat j dari

hasil pengamatan in situ; n = Jumlah total unit pengamatan;

nii = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas

tematik i ;

njj = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas habitat

j.

Analisis Kappa

Analisis Kappa (Khat statistik) merupakan teknik diskret multivariat untuk menghitung akurasi. Analisis kappa dapat digunakan untuk menutup kekurangan akurasi keseluruhan dari confusion matrix atau matriks kesalahan (Green et al.

(17)

koefisien κ. Perhitungan koefisien κ dilakukan dengan persamaan berikut

(Digital Globe 2010). Kanal-kanal tersebut kemudian dapat dikombinasikan dengan kanal utama yaitu blue, green dan red, sehingga menghasilkan komposit warna citra yang tepat.

Tabel 3. Nilai spektral kanal citra WorldView-2 (Digital Globe 2010).

(18)

8

berpantai landai dan mengalami kekeringan pada waktu surut terendah dan tergenang pada pasang tertinggi.

Perairan Teluk Jakarta dan perairan di sekitar Pulau Pari, memiliki tipe pasut tunggal. Pasut tunggal menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara 30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m. Saat mendekati pasang kecepatan arus melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman 5 – 10 m, sedangkan pada kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan kecepatan 40 cm/s. Hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim barat (Aunillah et al. 2014).

Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari

Zona geomorfologi terumbu biasanya memiliki batas-batas yang berbeda dan struktur yang tidak mudah dikenali oleh citra satelit. Oleh karena itu dibutuhkan prosedur yang kompleks untuk memvisualisasikan semua struktur secara jelas, sehingga kelas geomorfologi yang berbeda dapat ditentukan. Salah satu faktor utama yang menentukan dalam klasifikasi zona geomorfologi adalah elevasi dari permukaan objek bumi untuk geomorfologi laut, faktor elevasi ditunjukkan oleh kedalaman dasar perairan. Oleh karena itu informasi dasar perairan (batimetri) sangat diperlukan (Gambar 4).

Gambar 4. Profil penampang batimetri Pulau Pari

(19)

badan perairan bisa dilalui kapal akustik, seperti perairan yang terlalu berbahaya (dangkal), yang disebabkan oleh kondisi subsrat dasar yang tidak beraturan sehingga tidak memungkinkan untuk di-sounding (Wouthuyzen 2001). Kedalaman perairan dangkal gugusan Pulau Pari berdasarkan penampang batimetri (Gambar 4) memiliki kedalaman kurang dari 30 m. Laut dalam atau perairan dalam (deep water) merupakan perairan yang minim sinar matahari. Konteks perairan dalam menurut inderaja memiliki definisi yang berbeda dengan definisi oseanografi. Perairan dalam menurut inderaja memiliki kedalaman lebih dari 30 m tergantung kepada kemampuan penetrasi cahaya dalam kolom air, sedangkan perairan dalam berdasarkan definisi oseanografi memiliki kedalaman lebih dari 200 m. Peta batimetri perairan yang diintegrasikan dengan hasil pengolahan citra satelit merupakanan dasar untuk pemetaan zona geomorfologi.

Gambar 5. Peta Survei Lapangan

(20)

10

Kelas Geomorfologi Substrat Dasar Kedalaman (m)

Laut Dalam (Deep Water) - > 30 m

Lereng Terumbu (Reef Slope) Makro alga, Karang keras, Karang mati 0.94 m – 7 74 m

Punggung Terumbu (Reef Crest) Karang mati, rubble, makro alga, pasir 1.86 m – 5.63 m

Goba Dalam (Deep Lagoon) Pasir, karang mati, makro alga 4.11 m – 13.68 m

Goba Dangkal (Shallow

Lagoon)

Karang keras, pasir, karang mati dan

alga, rubble, karang keras

0.97 – 5.48 m

Rataan Terumbu (Reef Flat) Makro alga, pasir, lamun, karang mati

dan alga, rubble,

0.45 m – 4.02 m

Darat (Land) - -

Gambar 6. Zona Geomorfologi kombinasi citra dan survei lapangan.

(21)

Tiap kanal dalam sensor satelit mememiliki kelebihan masing-masing dalam penetrasi energi gelombang di dalam menembus kolom perairan hingga kedalaman maksimum tergantung pada kondisi perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan Green et al. (2000) yang menuliskan bahwa, suatu perairan yang jernih memungkinkan sensor satelit dapat mendeteksi kedalaman ±30 m. Kanal 1 (coastal blue) diperuntukkan untuk studi batimetri sehingga sangat mendukung dalam pemetaan geomorfologi terumbu, sedangkan kanal 8 (NIR2) dengan panjang gelombang tertinggi (860-1040 nm) merupakan kanal yang paling sedikit dipengaruhi oleh pengaruh atmosfer dan partikel-partikel yang berada di kolom perairan sehingga sangat baik untuk membedakan darat dan perairan serta analisis vegetasi yang lebih luas.

Gambar 7. Zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu Lereng terumbu (reef slope) merupakan zona terdepan yang menghadap ke arah laut lepas. Kehidupan karang pada zona reef slope, melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak, namun pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front

yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi (Hubbard 1997). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada survei lapang yakni zona ini didominasi oleh tipikal substrat berupa makro alga, karang keras, dan karang mati yang berada pada kedalaman 0.94 m – 7 74 m (Gambar 6). Wilayah Pulau Pari memiliki lereng terumbu yang mendominasi batas gugusan Pulau Pari tersebut dengan luas sebesar 1,324,220 m2 (Tabel 4).

(22)

12

rubble (pecahan karang) dan linier reef (substrat kapur). Pada Gambar 7, zona punggung terumbu terlihat membentang dari wilayah barat, utara, timur, hingga wilayah tenggara Pulau Pari, sedangkan sebelah selatan zona ini tidak mendominasi. Hal ini terkait dengan pola sirkulasi arus, gelombang dan pasang surut.

Secara umum Teluk Jakarta dan perairan Pulau Pari, memiliki pola umum pergerakan arus mengikuti pola umum arus di perairan Laut Jawa yang dibangkitkan terutama oleh perbedaan angin monsoon. Arus di perairan terbuka Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober. Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Pada periode transisi arus relatif tidak berkembang (BPLHD 2011).

Rataan terumbu (reef flat) adalah zona dangkal antara punggung terumbu dan goba. Reef flat biasanya dibentuk dari substrat dengan atau tanpa rubble dan sering tertutupi oleh lamun dan alga. Dalam kasus terumbu karang tepi, daerah dangkal antara tepi darat dari punggung terumbu dan pantai disebut karang datar (Coyne et al. 2003). Rataan terumbu pada peta ditampilkan dengan warna coklat yang membentang berdekatan dengan daratan Pulau Pari dan memiliki luas sebesar 5,461,840 m2 (Gambar 7). Zona geomorfologi rataan terumbu melingkupi komposisi 21.19% dari total area penelitian. Zona ini didominasi oleh substrat pasir, rubble, karang hidup, alga, patch reef dan linier reef. Pada daerah Pulau Pari dominasi substrat berada pada kedalaman 0.45 m – 4.02 m berupa rubble,

alga, makro alga, pasir dan karang mati (Gambar 6).

Penggunaan kanal merah pada WorldView-2 dapat menunjukkan zona rataan terumbu lebih jelas dibanding zona gobah dan perairan dalam Pulau Pari (Gambar 8a), sedangkan penggunaan kanal 3 (hijau) untuk membedakan kenampakkan albedo pada goba. Goba dapat dibagi dengan menggunakan kanal 3 menjadi dua kelas geomorfologi (Gambar 8b), berdasarkan tingkatan albedo, yaitu goba dangkal (shallow lagoon) dan goba dalam (deep lagoon).

Gambar 8. Tampilan false color citra WorldView-2 dari (a) kanal merah dan (b) kanal hijau.

(23)

pasir, lamun, alga, batuan dasar dan gosong terumbu (patch reef). Di wilayah Pulau Pari, goba dalam (deep lagoon) berada di wilayah barat hingga barat laut, sedangkan goba dangkal (shallow lagoon), terlihat di wilayah utara hingga selatan, barat dan barat Laut. Berdasarkan proses pembentukannya, goba di Pulau Pari juga dikenal dengan nama pseudo atol, yang merupakan bentukan alam akibat pengaruh interaktif dari energi gelombang, pasut, arus laut, serta energi biota (Ongkosongo 2012).

Tabel 4 menunjukkan karakteristik spasial zona geomorfologi yang dihitung dari total keseluruhan tiap kelas dengan komposisi 100%.

Tabel 4. Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari

No Kelas Geomorfologi Luas (m²) %

Zona geomorfologi dapat dideteksi oleh satelit resolusi tinggi seperti

WorldView-2. Menurut Blanchon (2011) zona geomorfologi yang dapat dikenali dari citra satelit WorldView-2 antara lain gobah, gusung karang, rataan terumbu, bagian depan terumbu yang curam dan berhadapan langsung dengan gelombang, serta bagian terumbu yang agak landai dimana detritus terumbu terakumulasi. Garis pemisah antar zona ini adalah perbedaan slope. Pemisah gobah dan paparan terumbu adalah slope pasir. Punggung terumbu (reef crest) menjadi batas antara rataan terumbu (reef flat) yang lebih tinggi dan terumbu depan yang lebih landai. Banyaknya zona yang terdekteksi oleh satelit penginderaan jauh bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis wahana, sensor, kondisi atmosfer, kejernihan perairan dan kedalaman.

Pemetaan geomorfologi terumbu menyediakan informasi penting tentang distribusi, batas, dan struktur bentang alam terumbu. Satelit zona dalam sistem terumbu karang didukung oleh gradien geologi dan lingkungan dalam proses fisik dan biologi. Struktur fisik dari terumbu karang didefinisikan oleh sejumlah perbedaan, mulai dari skala kecil sampai menengah untuk zona geomorfologi tergantung pada proses fisik dan ekologi yang dominan terjadi. Zona geomorfologi biasanya memiliki batas-batas yang berbeda sehingga mudah dikenali pada citra penginderaan jauh (Mumby et al. 2000).

Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi

(24)

14

(confusion matrix) (Congalton and Green 2009). Pengujian akurasi menggunakan 141 titik yang menjadi referensi dalam perhitungan nilai parameter user accuracy

(UA), producer accuracy (PA) dan overall accuracy (OA) yang dirangkum dalam satu matriks, yaitu matriks kontingensi atau confusion matrix. Hasil perhitungan uji akurasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks uji akurasi dan koefisien kappa ( ) dalam penilaian akurasi peta zona geomorfologi terumbu.

Akurasi pengguna (user accuracy) menggambarkan peluang rata-rata suatu piksel yang mewakili tiap kelas di lapangan. Nilai UA pada klasifikasi 7 kelas zona geomorfologi terumbu menunjukkan area tersebut telah terpetakan dengan benar yaitu sebesar 100% pada zona laut dalam (deep water), sedangkan nilai UA terkecil yaitu 27.27% pada zona punggung terumbu (reef crest) yang menggambarkan kondisi sebenarnya di lapang. Indikasi ketepatan klasifikasi setiap piksel pada suatu kelas diketahui berdsarkan nilai producer accuracy (PA) atau akurasi penghasil. Perhitungan PA pada klasifikasi zona geomorfologi menunjukkan zona lereng terumbu (reef slope) memiliki nilai tertinggi yaitu 96,36 %, sedangkan nilai PA terendah yaitu pada zona lereng terumbu (reef crest) sebesar 33.33%. Nilai PA beberapa kelas pada uji akurasi penelitian ini memiliki nilai yang lebih baik dibandingan dengan nilai UA. Hal ini menunjukkan bahwa analisis citra oleh software lebih mampu mengidentifikasi zona geomofologi.

(25)

Mumby et al (1998) bahwa nilai akurasi 65-70% termasuk dalam kategori cukup baik untuk pemetaan habitat pesisir menggunakan inderaja satelit. Nilai koefisien

κ berkisar dari +1 sampai -1, namun jika hubungan antara hasil klasifikasi dan data lapang berkorelasi positif maka nilai positif yang akan digunakan. Jika nilai κ lebih besar atau sama dengan 0,8 maka akurasi peta sangat baik, antara 0,4-0,8 berkategori sedang, dan kurang dari atau sama dengan 0,4 berkategori buruk (Lunetta dan Lyon 2004). Nilai 0,80 menunjukkan bahwa proses klasifikasi telah menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

Pemetaan geomorfologi terumbu menggunakan citra WorldView-2 dengan metode klasifikasi terbimbing (supervised) menghasilkan 7 kelas zona geomorfologi. Klasifikasi 7 kelas tersebut yaitu kelas perairan dalam (deep water) dengan luas terbesar, lereng terumbu (reef slope), punggung terumbu (reef crest) dengan terkecil, goba dalam (deep lagoon) dan goba dangkal (shallow lagoon), serta rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi keseluruhan menggunakan confusion matrix yang diperoleh dari hasil klasifikasi zona geomorfologi cukup baik, yaitu sebesar 87,55%. Nilai koefisien kappa 0,80, yang artinya proses klasifikasi telah menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan. Hasil klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi geomorfologi perairan laut dangkal di Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan baik.

SARAN

Perluasan area pengambilan data saat survei lapang dengan menggunakan GPS sehingga dapat meminimalisir tingkat keabsahan akurasi. Sebaikanya menggunaan metode koreksi atmosferik atau koreksi kolom perairan, untuk memperoleh hasil akurasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aunillah HN, Purwanto, DN Sugianto. 2014. Pola Arus di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Jurnal Oseanografi. V. 3, No. 4, halaman 642 – 650. Universitas Diponegoro.

Blanchon P. 2011. Geomorphic Zonation. didalam: David H, (Ed.). Encyclopedia of Modern Coral Reefs. Springer Science, Business Media B.V. halaman: 469-483.

(26)

16

Congalton RG and Green K.2009.Assessing The Accuracy of Remotely Sensed Data : Principles and Practices. Lewis Publishers. New York. xv + 179 hlm.

Coyne, MS Battista, TA Anderson, M Waddell, J Smith, W Jokiel, P Kendall, and Monaco. 2003. Benthic Habitats of the Main Hawaiian Islands. NOAA Technical Memorandum NOS NCCOS CCMA 152. diunduh dari: http://biogeo.nos.noaa.gov/projects/mapping/pacific.

Digital Globe. 2010. The benefits of the 8 spectral bands of WorldView-2. White paper. Longmont (US): DigitalGlobe,Inc.

Green EP, PJ Mumby, AJ Edwards, CD Clark. 2000. Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebook 3. UNESCO. Paris. 316 hlm.

Hubbard DK. 1997. Reefs as dynamic systems. didalam Birke land, C. (Ed.). Life and Death of coral Reefs. Chapman & Hall (New York: USA). 43-67. Lunetta RS dan Lyon JG. 2004. Remote Sensing and GIS Accuracy Assessment.

CRC Press. New York. xvii + 304 hlm.

Lyzenga DR. 1978. Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water depth and Bottom Features. Applied Optics.17:379-383.

Mount RE. 2006. Acquisition of Through-water Aerial Survey Images : Surface Effects and the Prediction of Sun Glitter and Subsurface Illumination.

Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 71(12): 1407-1415. Mumby PJ, EP Green, CD Clark, AJ Edwards. 1998. Digital analysis of

multispectral airborne imagery of coral reefs. Coral Reef. 17:59-69

Mumby PJ, MI Harborne 1999. Development of a systematic classification scheme of marine habitats to facilitate regional management and mapping of Caribbean coral reefs. Biological Conservation, 88: 155-163.

Mumby PJ, CD Clark, JRM Chisholm, J Jaubert, S Andrefouet. 2000. Spectral discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event',

International Journal of Remote Sensing. 21(11) : 2321-2327

Noor D. 2012. Pengantar geologi. Edisi ke-2. Fakultas Teknik-Universitas Pakuan. Bogor. 224 hlm

Ongkosongo OSR. 2012. Geomorfologi Perairan Dangkal. Pelatihan pemetaan habitat dasar dan geomorfologi perairan dangkal. Bogor.

Selamat MB, I Jaya, VP Siregar, T. Hestirianoto. 2012. Zonasi Geomorfologi Dan Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Substrat Dasar Menggunakan Citra Quickbird. JTPK. Vol. 2. No.2. hal. 17-25. Istitut Pertanian Bogor.

Siregar VP. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Terumbu Karang di Pulau Menjangan Bali dengan Citra Satelit. Kumpulan Seminar Maritim 1996. BPPT, Jakarta.

(27)

Triyono. 2010. Persepsi Masyarakat Pulau Pari Tentang Kondisi Ekosistem dan Sumberdaya Hayati di Perairan Pulau Pari, Kepulaun Seribu, DKI Jakarta. Prosiding Seminar Biologi: Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik, ISBN 978-979-16109-4-0: 638-645.

Vanderstraete T. 2007. The Use of Remote Sensing for Coral Reef Mapping in Support of Integrated Coastal Zone Management A Case Study in the NW Red Sea. Scriptie voorgedragen tot het behalen van de graad van Doctor in de Wetenschappen: Geografie. Vol 1.Ghent University.Belgium.

Wouthuyzen S. 2001. Pemetaan perairan dangkal dengan menggunakan citra satelit Landsat-5 TM guna dipakai dalam pendugaan potensi ikan karang : Suatu studi di Pulau-Pulau Padaido. Seminar Sehari ”Potensi dan Eksploitasi Sumberdaya Alam Nasional dalam Mendukung Otonomi

(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tobo 12 November 1987 dari pasangan Bapak Abdul Razak Madaul dan Ibu Arabia Kelian. Penulis merupakan putri bungsu dari enam bersaudara. Tahun 2002 – 2005 Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Masohi, Maluku Tengah-Maluku. Pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan kesempatan sebagai asisten mata kuliah Selam Ilmiah (2011) dan asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis (2012). Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi, seperti anggota divisi Hubungan Luar dan Komunikasi 2009-2010, anggota divisi bidang Keilmuan 2010-2011- Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA).

Penulis aktif menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di dalam kampus, salah satunya adalah sebagai anggota Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi Journalistic Fair 2008 (BEM KM-IPB), anggota divisi acara Marine Gathering Day 2011 (HIMITEKA).

Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data
Tabel 2. Skema klasifikasi geomorfologi . (adaptasi dari: Mumby dan Harborne, 1999 ; Coyne et al
Tabel 3. Nilai spektral kanal citra WorldView-2 (Digital Globe 2010).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan gelatin dari kulit sapi dengan kosentrasi HCl yang berbeda dan suhu ekstraksi yang berbeda, setelah itu gelatin

Penelitian ini bertujuan untuk: mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah di Bank X Bogor, menganalisis risiko kredit yang terjadi di Bank

Munculnya konsep Open Course Ware (OCW) sebagai platform baru pada bidang teknologi pendidikan memiliki karakteristik singularis dimana OCW menjadi berbeda

Bahwa Pemohon akan mengajukan seorang atau lebih anggota DPR yang mungkin dulu atau MPR karena kalau ini rumusan di dalam Undang-Undang Dasar pada perubahan Undang-Undang

Rasio Titik Koordinat Dengan Google Maps disini dimaksud untuk membandingkan data dari koordinat hotel yang dilakukan survei secara. langsung dilapangan menggunakan

Tabel 4 menunjukkan nilai untuk variabel harga saham yaitu sebesar 0,131, hasil ini menunjukkan bahwa sebesar 13,1% variabel harga saham dapat dijelaskan oleh

semula digunakan untuk publik menjadi digunakan untuk kepentingan badan hukum privat dan status uang negara tersebut menjadi uang badan hukum privat. Menurut penulis

Meskipun sampai sekarang ini belum ada terminology yang persis sama tentang kewirausahaan (Entrepneurship) akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang hampir sama yaitu