• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I II Latar Belakang Laporan Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I II Latar Belakang Laporan Akhir"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Laporan Akhir

Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menugaskan bahwa Pemerintah

Daerah diberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui upaya peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan

peran serta masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam

sistem Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Sabarno (2008) mengatakan bahwa:

Melalui UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai perubahan UU nomor 22 tahun 1999 pemerintah telah berupaya mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa, kreativitas, partisipasi masyarakat dan mendorong kemajuan Otonomi Daerah. Hal ini secara implisit merupakan political will Pemerintah yang harus dijalankan sebagai wujud konsepsi dasar penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang bertumpu pada pemberdayaan daerah.

Pengertian Otonomi Daerah menurut kamus hukum dan

glosarium, otda dalam Rahardjo Adisasmita (2003 : 19) adalah

(2)

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, (2) Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur & mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada

pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah

daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan

kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan

oleh kemampuan dan kemauan pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya,

tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara

lain adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai

(3)

pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan

mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan

terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memiliki tujuan salah satunya adalah mewujudkan kemandirian daerah yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat.

Dalam pelaksanaan di era otonomi daerah, bentuk penganggaran di daerah dilaksanakan dalam bentuk pemberian dana perimbangan pusat

dengan daerah yang kemudian berbentuk dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) serta pendapatan lain-lain. Sebagai sebuah wilayah yang sudah

otonom dalam menyelenggarakan pemerintahan di Daerah di dalam UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,

pada hakekatnya ada tiga fungsi utama menurut Damanik dkk (2011 : 62) yaitu:

1. Fungsi Alokasi

(4)

3. Fungsi Stabilisasi

Fungsi alokasi meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi meliputi antara lain, pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan.

Dan fungsi stabilisasi meliputi, antara lain, pertahanan-keamanan, ekonomi, dan moneter.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Desa atau yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem

Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten/Kota. Hal tersebut menunjukan bahwa secara legalitas, format kebijakan desentralisasi dan

otonomi daerah telah menyentuh pada tingkat pemerintahan yang paling bawah yaitu di tingkat pemerintahan desa. Dengan diberikannya kewenangan Kepala Desa untuk melaksanakan tugas pemerintahan

secara mandiri. Pelaksanaan pembangunan daerah sudah seharusnya lebih terfokus pada pemberdayaan masyarakat Desa, tanpa dibantu oleh

pemerintah, Desa tidak sanggup melakukan pembangunan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah Pasal 200 dan 216 menyatakan bahwa desa di kabupaten/kota memiliki kewenangan-kewenangan yang dapat diatur secara bersama

(5)

dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut pada dasarnya

merupakan proses yang terjadi secara simultan dan berkesinambungan yang memerlukan pengetahuan aparatur daerah tentang kewenangan mereka, potensi daerah dan menjaring aspirasi masyarakat di wilayahnya.

Dalam Undang – undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup (1) urusan

pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, (2) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, (3) tugas pembantuan dari Pemerintah,

Pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten/kota dan yang terakhir (4) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan

perundang-perundangan diserahkan kepada desa. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau pemerintah Kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta

sumber daya manusia. Dalam konteks otonomi, Desa harus mempunyai kewenangan untuk mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan dua

kelompok kebutuhan kebutuhan dasar (basic needs) dan pelayanan pengembangan usaha masyarakat. Kelompok kebutuhan dasar adalah hampir sama diseluruh Indonesia hanya gradasi kebutuhannya saja yang

berbeda. Sedangkan kebutuhan pengembangan usaha penduduk sangat erat kaitannya dengan karakter daerah, pola pemanfaatan lahan dan mata

(6)

maka di Negara Indonesia sebagai negara berkembang, peran

pemerintah masih sangat diharapkan untuk menggerakkan usaha masyarakat. Kewenangan untuk menggerakkan usaha atau ekonomi masyarakat masih sangat diharapkan dari pemerintah. Pemda di negara

maju lebih berorientasi untuk menyediakan kebutuhan dasar (basic services) masyarakat. Untuk itu, maka Pemda di Indonesia mempunyai

kewenangan (otonomi) untuk menyediakan pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan pengembangan usaha ekonomi masyarakat lokal.

Pasal 63 PP Nomor 72 Tahun 2005 menetapkan bahwa perencanaan pembangunan Desa merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, konsekuensi

logis dari ketentuan tersebut maka Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi proses penyusunan rencana pembangunan

Desa sesuai dengan kewenanganya. Perencanaan pembangunan Desa disusun secara partisipatif oleh Pemerintah Desa sesuai kewenangannya dengan melibatkan Lembaga Kemasyarakatan Desa, karena Lembaga

Kemasyarakatan Desa merupakan mitra kerja Pemerintah Desa dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang

bertumpu pada masyarakat.

Tujuan Perencanaan Pembangunan Desa adalah:

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik

(7)

pemerintah, maupun antar desa dengan pemerintahan yang

lebih atas.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,

efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Berkaitan dengan masalah Pembangunan Desa, Nurcholis (2011: 104-105) mengatakan bahwa:

Salah satu fungsi Pelayanan Pemerintahan Desa adalah melakukan pembangunan yang diwujudkan dengan melakukan pembangunan (development) sarana dan prasarana yang dapat menciptakan kegiatan dan kegairahan ekonomi masyarakat yang pada giliranya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Menurut Effendy dkk (2010) menyatakan bahwa “Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang

diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan

masyarakat”. Untuk dapat melaksanakan pembangunan yang dimaksud, Desa memerlukan dana. Dana Desa berasal dari Pendapatan Asli Desa (PADes), APBD, dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa

yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDes, bantuan pemerintah pusat, dan bantuan pemerintah daerah. Pemerintah desa

(8)

Dalam APBDes memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program

dan kegiatan, serta rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Tanpa APBDes, pemerintahan desa

tidak dapat melaksanakan program kegiatan pelayanan publik.

Salah satu program pembangunan yang terdapat di desa adalah

Alokasi Dana Desa (ADD), dimana Pemerintah kabupaten/kota harus mengalokasikan dana APBDnya kepada desa. Alokasi Dana Desa berasal

dari APBD kabupaten/kota bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen). Alokasi Dana Desa yang

diberikan kepada setiap desa jumlahnya berbeda-beda dan dirasa masih kecil untuk melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat

Desa secara maksimal. Melihat dari hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Tuban dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa selain

mengalokasikan Alokasi Dana Desa di pedesaan, juga malaksanakan program pemberdayaan masyarakat dengan jumlah dana yang cukup

besar. Program tersebut diwujudkan dengan jenis bantuan berupa Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K). Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) merupakan program keuangan kepada Desa yang pelaksanaannya

(9)

pemberdayaan masyarakat terus ditingkatkan dengan dikeluarkannya

Peraturan Bupati Tuban No. 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) Kabupaten Tuban. Melalui konsep pemberian otonomi desa berupa Alokasi Dana Desa

Khusus (ADD-K) yang menjadi program Kabupaten Tuban dengan sumber dana yang dibebankan dari APBD Kabupaten Tuban. Alokasi Dana Desa

Khusus (ADD-K) merupakan program bantuan keuangan kepada Desa yang juga merupakan instrumen untuk membangun kesejahteraan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan

pemerintahan di Indonesia, khususnya di Desa. Pendanaan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) tersebut digunakan untuk kegiatan pembangunan

dan pemberdayaan masyarakat Desa khususnya sarana dan prasarana/infrastruktur jalan lingkungan serta saluran pengairan perdesaan sesuai kebutuhan dengan didasari RPJMDES. Tumbuhnya

kepercayaan akan mengembalikan modal sosial untuk mengejar ketertinggalan Desa. Tim pelaksana dari program ini terdiri dari unsur

pengurus LPMD dan anggota masyarakat Desa setempat yang tergabung dalam Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD). Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi, seperti

kurang maksimalnya program ini dilaksanakan. Kurangnya sosialisasi Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD) kepada masyarakat menjadi salah satu

(10)

karena ketidaktahuan masyarakat akan adanya program ADD-K dan

seperti apa kegiatan yang dilaksanakan, dimana dalam pelaksanaannya ada sebagian tanah warga yang terkena program ADD-K dan hal ini menimbulkan masalah yang cukup berarti sehingga mengganggu

kelancaran pelaksanaan program ADD-K.

Atas dasar latar belakang pemikiran yang telah disampaikan

diatas, dalam kesempatan kali ini Penulis akan meneliti masalah Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) yang dilaksanakan di Desa Minohorejo

Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Kebijakan ini menarik untuk dikaji dan diteliti seperti apa sistem pelaksanaannya, sehingga dari ulasan diatas Peneliti mengambil judul “IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA KHUSUS (ADD-K) DI DESA MINOHOREJO KECAMATAN WIDANG KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah Di Lokasi Magang

Berdasarkan fenomena dan ulasan yang telah diuraikan pada latar

belakang, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) masih

belum maksimal.

2. Masih Kurangnya tingkat penguasaan Tim Pelaksana kegiatan Desa (TPKD) dalam pelaksanaan Kebijakan ADD-K.

(11)

1.2.2 Pembatasan Masalah

Guna mempersempit ruang lingkup masalah dan agar lebih fokus pada penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan masalah pada

Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) di Desa Minohorejo Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

1.2.3 Rumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADDK) di Desa Minohorejo Kecamatan Widang Kabupaten Tuban?

2. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Desa Minohorejo untuk meningkatkan Sumber Daya Tim Pelaksana kegiatan Desa (TPKD)

dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K)?

3. Apa saja faktor - faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) di Desa Minohorejo

Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur?

1.3 Maksud dan Tujuan Magang 1.3.1 Maksud Magang

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) di Desa Minohorejo Kecamatan

(12)

Tujuan dilaksanakannya penelitian tentang Implementasi

Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) di Desa Minohorejo Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana

Desa Khusus (ADD-K) di Desa Minohorejo Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat penguasaan Tim Pelaksana kegiatan Desa (TPKD) tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K).

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi penghambat bagi pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K).

1.4 Kegunaan Magang

Adapun kegunaan pada penelitian ini, Penulis membagi menjadi

kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1.4.1 Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang

Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan

dalam usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

(13)

Sebagai bahan bagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam

penelitian kajian-kajian bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.

1.5 Definisi Konsep Obyek yang Diamati dan Dikaji

Berdasarkan judul yang diangkat, konsep obyek yang diamati dan dikaji dalam penulisan ini adalah

Implementasi

Wirman Syafri dan Israwan Setyoko (2010 : 15) menjelaskan bahwa: Kebijakan publik sekurang-kurangnya mengandung tiga komponen dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) sasaran yang spesifik, (3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam program-program aksi dan proyek. Aktifitas implementasi ini terkandung di dalamnya: siapa pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok sasarannya, bagaimana manajemen program atau proyeknya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja program diukur.

Harold Laswell dalam Purwanto dan Dyah Ratih (2012 : 17) menjelaskan bahwa:

Agar ilmuwan dapat meperoleh pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik itu harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu: agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi, dan terminasi. Dari siklus kebijakan tersebut terlihatlah secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan.

(14)

Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K)

Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) merupakan program kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Tuban dalam rangka mensukseskan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Alokasi Dana Desa Khusus

(ADD-K) ini merupakan bantuan keuangan kepada Desa yang pelaksanaannya disinergikan dengan program prioritas Pemerintah Kabupaten Tuban.

Diantara program prioritas Pemerintah Kabupaten Tuban adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa. Alokasi Dana Desa

Khusus (ADD-K) mempunyai maksud untuk memberikan bantuan keuangan kepada Desa guna mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan Desa, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan program prioritas Pemerintahan Kabupaten Tuban. Pendanaan Alokasi Dana Desa Khusus (ADD-K) tersebut digunakan untuk kegiatan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat Desa sesuai kebutuhan dengan didasari RPJMDes.

BAB II

(15)

2.1 Metode Pengumpulan Data Kegiatan Magang

Metode pengumpulan data kegiatan magang adalah aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan magang dimana Pengumpulan data yang

dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan.

Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok

pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok menurut Nazir (2013 : 44) yaitu:

1. Urutan kerja apakah yang harus dilakukan dalam melaksanakan

penelitian?

2. Alat-alat apa yang digunakan dalam mengukur ataupun dalam

mengumpulkan data?

3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?

Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu

penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui

kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa

data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Metode pengumpulan data kegiatan magang menurut Peraturan Rektor IPDN Nomor 5 tahun 2013

(16)

pendekatan metode eksploratif dengan pendekatan induktif (metoda yang

dimaksud adalah prosedur, cara, teknik yang digunakan mulai dari penentuan masalah, analisis data dan pengambilan rekomendasi sebagai hasil magang).

Berkaitan dengan metodologi penelitian, Nazir (2013 : 44) menyatakan bahwa:

Prosedur Memberikan kepada peneliti urutan-urutan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Teknik penelitian mengatakan alat-alat pengukur apa yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Sedangkan metode penelitian memandu si peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian dilakukan.

Dalam pelaksanaan magang, salah satu hal yang perlu dilakukan

adalah mengumpulkan data. Data dapat diperoleh dengan cara menentukan sumber data, menurut Suharsimi Arikunto (2010 : 172) “yang

dimaksudkan dengan sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.” Adapun sumber data, menurut Suharsimi Arikunto (2010 : 172) dapat diidentifikasikan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: person, place, dan

paper. Selama melaksanakan penelitian, peneliti akan menggunakan sumber data berupa :

1) Person, yaitu sumber data berupa orang yang dapat memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.

(17)

3) Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa

huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi.

Sedangkan jenis data ada dua, yaitu data primer dan data sekunder :

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh berdasarkan pengamatan

terhadap fakta di lapangan dengan wawancara, kuesioner, observasi, dan dokumentasi terhadap penelitian

b. Data Sekunder, yaitu data yang berguna sebagai pemandu karena data ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang berisi tentang informasi yang berkaitan dengan data yang diperoleh di lapangan.

Agar memperoleh hasil penelitian yang baik, di perlukan data-data

yang valid dan reliable agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan

tanya jawab secara langsung terhadap responden yang berkompeten yang diarahkan pada masalah tertentu agar mendapat data atau keterangan yang diinginkan. Menurut Arikunto

(18)

1. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman

wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.

2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara

yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. b. Dokumentasi

Dokumentsi menurut Arikunto (2010:274) yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,

agenda, dan sebagainya. c. Observasi

Marshall (1995) dalam Sugiyono (2013:64) menyatakan bahwa, “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behaviour”. Melalui observasi, peneliti

belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi pasif dimana

dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

2.2 Teknik Analisis Data

Dalam suatu penelitian tentunya dibutuhkan analisis data yang

(19)

penelitian yang menggunakan metode eksploratif dengan pendekatan

induktif. Pendekatan induktif adalah pendekatan yang dilakukan untuk membangun sebuah teori berdasarkan hasil pengamatan atau observasi. Menurut Mardalis (2009 : 25) mengemukakan bahwa :

Penelitian Penjajakan/eksploratif, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Setelah di analisa, diharapkan hasilnya bisa jadi hipotesa buat penelitian berikutnya, dan penelitian eksploratif itu sendiri tidak memakai hipotesa, karena kompleksnya data yang akan diteliti tidak mungkin untuk dirumuskan atau tidak bisa disusun hipotesanya.

Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2010 : 19) menyatakan bahwa :

Penelitian Induktif adalah logika yang mempelajari arah penalaran yang benar dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat kemungkinan. Kesimpulan yang bersifat kemungkinan ini diperoleh dengan penalaran yang didasarkan pada pengamatan terhadap sejumlah kecil masalah sampai pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku secara umum.

Subagyo (2011 : 104-105) menyatakan bahwa, “Analisis dalam

penelitian merupakan bagian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data yang ada akan nampak

manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.”

(20)

analisis diperlukan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan

peneliti dalam menalar sesuatu.

Analisa dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

1. Analisis kualitatif. 2. Analisis kuantitatif.

Analisis data kualitatif adalah metode yang lebih menekankan

pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode

penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif memiliki sifat bahwa suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari

masalah lainnya. Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap

fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena social di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variabel dan indikator. Setiap variabel yang ditentukan diukur dengan memberikan

symbol – symbol angka yang berbeda – beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dalam melakukan

analisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian secara kualitatif.

Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti

mengacu kepada tahapan, yaitu:

(21)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum , memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

memebuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

memepermudah peneliti untuk melakuakan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinyan bila diperlukan.

2. Display Data

Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan peneliti

untuk memahami apa yang terjadi, display data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, pictogram dan sejenisnya. 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum

jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

2.3 Tempat dan Waktu Kegiatan Magang 2.3.1 Tempat Kegiatan Magang

Penelitian akan dilaksanakan di kantor Desa Minohorejo

Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. 2.3.2 Waktu Kegiatan Magang

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 5 Februari 2014 sampai dengan 5 Maret 2014 sesuai dengan kalender akademik Institut

(22)
[image:22.595.114.539.376.719.2]

Tabel Penelitian dan Penyusunan Laporan Akhir Tahun Akademik 2013/2014

N

O KEGIAT AN

WAKTU KEGIATAN PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR

DES. 2013 JAN. 2014 FEB. 2014 MARET. 2014 APRIL 2014 MEI 2014

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

(23)

Gambar

Tabel Penelitian dan Penyusunan Laporan Akhir

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian bahwa: 1) dukungan sosial dan PWB berpengaruh terhadap prestasi belajar santri kelas X di MBS Sleman dan Ibnul Qoyyim Puteri. Dukungan sosial

Proses manajemen alokasi dana desa (ADD) yang dilakukan pemerintah Desa Baramamase harus dilakukan dengan memahami besaran alokasi dana desa, cara menyalurkan,

[r]

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan yang diterima Kota Banjar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Pendapatan desa

najlepszy czas na budowę ogrodu botanicznego. Kryzys to jednak czas wielu możliwości. Kiedy w połowie lat dziewięćdziesiątych, ze względu na powszechny brak pieniędzy,

Pada minggu ke-10 didapatkan hasil untuk semua parameter pertumbuhan, hasil untuk perlakuan variasi dosis biofertilizer dengan nilai rerata tertinggi untuk

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode latihan bagian dengan metode latihan keseluruhan terhadap pukulan forehand drive tenis meja pada kegiatan ekstrakurikuler

Peneliti mengambil judul ini, karena pada saat ini khususnya di era yang semakin modern begitu banyak budaya asing yang telah masuk ke Indonesia khususnya di pedesaan, hal