• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pedophilia Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tetang Perlindungan Anak Dikaitkan Dengan Psikologi Kriminal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pedophilia Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tetang Perlindungan Anak Dikaitkan Dengan Psikologi Kriminal"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafitti Press, 2006).

Ardani, Tristiadi Ardi, Psikologi Abnormal, (Bandung: Lubuk Agung, 2011). Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana:

(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana prenada Media Grup, 2008).

Arrasjid, Chainur, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, (Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1998).

---, Pengantar Psikologi Kriminal Jilid I, (Medan: Yani Corporation, 1988).

---, Pertimbangan Psikologis dalam Pertanggungjawaban dalam Peristiwa Pidana, Pidato Pengukuhan di depan sidang terbuka Senat USU, 18 Januari 1992.

Atmidjaja, M.H. Tirta, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Tiara, 1955). Aziz, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 1998). Bawengan, Gerson W., Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:

PT Pradnya Paramita, 1983).

BKKBN, Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi : Pelecehan Seksual, (Jakarta: Kantor UNESCO, 2009)

Bonger, W.A., Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: PT Pembangunan Ghalia Indonesia, 1977).

Davison, Gerald. C., Psikologi Abnormal, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006).

(2)

Ekaputra, Mohammad, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (edisi kedua, Medan: USU press, 2013).

Fromm, Erich, Akar Kekerasan : Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2001).

Hiariej, Eddy O.S., Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma Pustaka, 2014).

Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, (Jakarta: Bina Aksara, 1987).

Kartono, Kartini Pschology Abnormal, (Bandung: Alumni, 1972).

Lamintang, P.A.F., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2013).

Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012).

Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011).

Moeliatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Penerbit PT Bina Aksara, 1987). Prakoso, Djoko, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1983).

Prasetyo, Teguh dan Abdul Talim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005).

.

Prodjodikoro, Wirjono, Tindak- Tindak Pidana di Indonesia, (Jakarta: Eresco, 1974).

Sadarjoen, Sawitri Supardi, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, (Jakarta: Refika Aditama, 2005).

Simanjuntak, B., Pengantar Kriminologi dan Psikologi Sosial, (Bandung: Penerbit Tarsito, 1977).

Soedjono.D, Pengantar Psikologi untuk Studi Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan, (Bandung: Penerbit Tarsito, 1997)

(3)

Sofian, Ahmad, Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya, (Medan: PT Sofmedia, 2012).

Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990).

Suyanto, Dr.Bagong, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013).

Thamrin, M. Irsyad dan M. Farid, Panduan Bantuan Hukum Bagi Para Legal, (Yogyakarta: LBH Yogyakarta bekerjasama dengan TIFA Foundation, 2010).

Tirtaadmidjaja, M.H., Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Tiara, 1955). Tresna, R., Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Penerbit Tiara, 1959).

Utrecht, E., Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, (Bandung: Penerbit Universitas, 1960).

Walgito, Bimo, Psikologi Umum : Cetakan Kedua, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakutas Psikologi UGM, 1975).

Weda, Made Darma, Kriminologi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996) Yuwono, Ismantoro Dwi, Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual

Terhadap Anak, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2015).

B. Peraturan Perundang- Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak.

(4)

C. Website

Abdi Husairi Nasution, “Seks Yang Aneh.” Diterbitkan pada tahun 2010:

Anonim, “Kasus Sodomi Robot Gedek.” Diterbitkan pada tahun 2009: 5 Maret 2016, pukul 7:48 WIB).

WIB).

PN Palopo, “Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak”

perlindungan-anak.%2020%20Agustus%202015 (diakses 30 Januari

(5)

BAB III

TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEDOPHILIA

A. Peranan Psikologi Kriminal dalam Hukum Pidana

Woodworth menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang aktivitas-aktivitas dari pada individu-individu di dalam hubungannya dengan lingkungan. Pengertian aktivitas disini adalah dalam pengertian luas mencakup pengertian antara lain pengertian motoris (berjalan, berlari), cognitive (melihat, berpikir) dan emosional (bahasa, duka).77

Albert A.Branca, Ph.D. mengemukakan dalam bukunya yang berjudul “psychology” yaitu sebagai berikut: “when the interest of man turns toward the actions of human beings, and when the interest taken the form of accurate

observation, exact descriptions, and experimental study of human behavior, the

scienceof pschology emerges”.78

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam pergaulan hidup dengan sesamanya. Hal ini mudah dipahami karena hukum merupakan lembaga yang paling melekat dalam kehidupan manusia, seperti selalu

Menurut Branca, pengertian yang sederhana dari ilmu jiwa adalah imu pengetahuan tentang perilaku manusia, atau ilmu jiwa dapat dirumuskan sebagai karya manusia yang mencari kebenaran tentang sesuatu, yang diungkapkan secara sistematik, metodik, logik, rational dan empirik.

77

Kartini Kartono, Psychology Abnormal, Alumni, Bandung, 1972, hlm. 2. 78

Soedjono D, Pengantar Psikologi untuk Studi Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan,

(6)

dikatakan oleh Soediman Kartohadiprojo bahwa berbicara mengenai hukum berarti berbicara tentang manusia.79

Psikologi kriminal dalam arti sempit meliputi pelajaran jiwa dari dalam diri penjahat secara perseorangan. Dalam arti luas meliputi jiwa dari dalam diri penjahat secara perseorangan dan hubungan ketelibatan antara seseorang dengan golongan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung serta akibat-akibatnya. Dengan kata lain, psikologi kriminal meneliti penyimpangan jiwa, relasi watak, penyakit dengan bentuk kejahatan serta situasi psikologis yang memotivasi tindakan jahat dari seseorang.

Uraian di atas menunjukkan bahwa bidang hukum khususnya hukum pidana memerlukan ilmu psikologi dalam menghadapi tingkah laku manusia, khususnya sebagai ilmu yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia tersebut.

80

Tingkah laku manusia yang bagaimana yang ada hubungannya dengan psikologi kriminal? Yaitu tingkah laku yang menyimpang atau melanggar kaidah-kaidah masyarakat, atau yang disebut dengan kejahatan yang secara psikologis diartikan sebagai manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat.81

Untuk memahami kehidupan manusia diperlukan suatu pemahaman khusus tentang eksistensi manusia tersebut, yang berarti pula mengetahui aspirasi,

79Ibid., hlm. 157

80

B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Penerbit Tarsito,

Bandung, 1977. 81

(7)

perasaan, cita-cita dan gejolak jiwa manusia, yang dapat dipelajari dalam ilmu psikologi. Dengan mendalami kehidupan psikologi perkembangan dalam hal ini ilmu psikologi kriinal, maka penyimpangan-penyimpangan tingkah laku manusia dapat dicegah, karena psikologi perkembangan merupakan salah satu dasar utama untuk menghantar dalam rangka membahas aspek kejiwaan perbuatan kriminal.

Menurut penelitian, kehidupan manusia itu mengalami grafik kehidupan jasmani maupun kejiwaan. Sejak usia muda sampai usia tua serta setiap waktu usia tertentu terjadi perubahan-perubahan hidup yang mempunyai ciri-ciri khas sendiri. Berdasarkan adanya perubahan-perubahan dan ciri-ciri tersendiri dari usia tertentu itu, psikologi telah mengadakan pembagian-pembagian masa kehidupan manusia.82

B. Hubungan Psikologi Kriminal dengan Tindak Pidana Pedophilia

Sesuai dengan tujuan psikologi kriminal yakni berupaya mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan, cara-cara pencegahan terjadinya kejahatan baik secara preventif maupun secara represif serta usaha-usaha perbaikan atau penyembuhan penjahat yang telah defenitif dalam pengertianhukum pidana, maupun perbuatan menyimpang lainnya yang terdapat di luar hukum pidana. Pendekatan psikologi kriminal sangat dibutuhkan dan memiliki peranan besar dalam membantu masalah-masalah hukum pidana khususnya dalam hal ini mempelajari tindak pidana pedophilia secara utuh.

82

Chainur Arrasjid, Pertimbangan Psikologis dalam Pertanggungjawaban dalam

Peristiwa Pidana, Pidato Pengukuhan di Depan Sidang Terbuka Senat USU 18 Januari 1992, hlm.

(8)

Menurut psikologi perkembangan, bahwa selama kehidupannya manusia mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan, diantaranya adalah:

1. Masa progresif

Masa progresif adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya, baik fisik yang tumbuh sejak kelahiran manusia tumbuh menjadi manusia yang beranjak dewasa, maupun psikisnya atau kejiwaannya yang berkembang dari fungsi yang paling sederhana mengarah pada fungsi yang paling kompleks. Apabila ditinjau berdasarkan kategori usia, masa progresif ini dapat dikatakan dimulai dari usia 0 - 20 tahun. Masa progresif ini dibagi lagi kedalam beberapa bagian, yaitu:83

a. masa anak yaitu usia 0 – 1,6 tahun b. masa estetis yaitu usia 1,6 – 6 tahun c. masa intelektual yaitu usia 6 – 12 tahun d. masa sosial yaitu usia 12 – 18 tahun e. masa dewasa yaitu usia 18 – 20 tahun

Dalam masa progresif ini manusia menemui dua kali masa krisis kehidupan. Disebut sebagai masa krisis karena dalam masa itu terjadi goncangan-goncangan kejiwaan maupun jasmaniah yang menempatkan seseorang itu berada dalam keadaan yang harus diperhatikan dan mendapatkan pengarahan atau bimbingan yang serius.

83

(9)

Para ahli berpendapat bahwa, masa krisis yang pertama dialami oleh manusia pada umur sekitar 2 – 4 tahun. Dalam masa ini tidak tersaalurkan maka akan muncul kembali beberapa tahun sesudahnya. Disamping sifat egosetris juga bersifat keras kepala dan dusta, hal ini disebabkan karena belum tercapainya diferensiasi yang tegas antara berbagai fungsi psikis yaitu fantasi, ingatan dan lain-lain. Aktivitas anak pada masa ini sebagian besar terjadi dari insting meniru. Sifat dan simpati muncul terhadap apa yang ditemuinya. Sadistis pada anak pun telah ditemui pada masa ini, namun sifatnya lain dari sadistis pada orang dewasa.84

Masa progresif merupakan suatu masa prosebility secara umum memilih nilai-nilai tersebut atau menolak segala

pengalaman-Masa krisis yang kedua merupakan masa transi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Ditinjau dari segi jasmaniah ditandai dengan tumbuhnya bulu-bulu pada bagian-bagian genital remaja dan tenaga umumnya terbagun kuat. Perubahan ini membawa perubahan psikologis terutama dalam keinginan untuk mengetahui sesuatu dan bertingkah laku. Terjadinya perubahan-perubahan yanng sangat kuat dan cepat baik fisik maupun psikis mengakibatkan munculnya perasaan gelisah, pertentangan lahir dan batin dalam rangka pembentukan kepribadian dalam mencari identitas diri, agar mendapat tempat dalam lingkungan kehidupan.

84

(10)

pengalaman yang ditemui dan dialaminya. Masa ini merupakan masa sulit bagi manusia, karena pada masa ini manusia tidak mau disebut sebagai anak-anak tetapi juga belum dewasa.

2. Masa stabil

Masa stabil dimulai lebih kurang sejak usia 20 tahun sampai dengan usia 40 tahun. Masa ini disebut dengan masa stabil karena pada masa ini tidak terdapat lagi perubahan-perubahan yang besar baik secara fisik maupun psikis. Masa stabil merupakan masa pengukuhan dan pemantapan fungsi-fungsi yag sudah dimiliknya pada masa sebelumnya.85

Masa regresif adalah masa yang mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang, tenaga fisik mulai menurun dan tulang-tulang mulai rapuh, fungsi-fungsi mulai berkurang, seperti pikiran, perasaan dan kemauan begitu juga cita-cita dan sebagainya pada umumnya. Masa regresif dimulai lebih kurang pada usia 40 tahun dan seterusnya.

3. Masa Regresif

86

85

Ibid., hlm.12. 86

Ibid.

(11)

Banyak faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi manusia dalam bertindak, demikian juga yang mempengaruhi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, diantaranya faktor intelegensi, umur dan lain-lain. Menurut ilmu jiwa bahwa kejahatan merupakan salah satu tingkah laku manusia yang melanggar hukum yang ditentukan oleh instansi-instansi yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan karena tingkah laku manusia yang sadar tidak mungkin dipahami tanpa mempelajari alam bawah sadar.

Sigmund Freud dan para ahli ilmu jiwa lainnya dalam hal ini mencoba menganalisa tingkah laku manusia umumnya dengan cara membahas unsur-unsur intern kehidupan manusia itu sendiri. Demikian juga dengan pelaku tindak pidana pedophilia, seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam teori “the structure of personality”dan teori keseimbangan dari Alfred Adler.

Struktur kepribadian manusia (personality) menurut Sigmund Freud dibagi kedalam tiga aspek yaitu:

1. Das es

Menurut Freud, das es adalah sumber sesuatu yang terlupa dan juga unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama kelahiran, misalnya instink/naluri yang mengatur pada organ fisik, seperti naluri pemusnahan atau destructive instict.

(12)

dan keinginan-keinginan atau nafsu-nafsu tertekan yang ditolak oleh alam tak sadar.87

87

Ibid., hlm. 21.

Das es berfungsi berdasarkan fungsi kenikmatan, yaitu mencari kenikmatan dan menghindarkan diri dari ketidakenakan. Das es yang merupakan sumber dari segala sesuatu yang terbuka dan unsur kejiwaan yang dibawa sejak lahir adalah merupakan kekuatan-kekuatan hidup seperti nafsu/instink yang terlupakan. Nafsu jelas menginginkan suatu pemuasan dan setiap saat berusaha untuk mencari jalan keluar. Agar pengalamannya jangan bertentangan dengan norma-norma dari kehidupan manusia yang berlaku maka muncullah Das Ich. 2. Das ich

(13)

Norma-norma dan tata kehidupan alam norma atau alam nilai mengawasi das ich tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, juga menilai tentang apa yang dilakukan, yag sedang dilakuka dan telah dilakukan. Penilaian tersebut berupa teguran jangan melakukan dan dapat juga untuk mengizinkan melakukan.88

3. Das uber ich

Das ich mengadakan kontak dengan lingkungan sekitarnya dalam hal pemenuhan kehendak. Pada saat itulah das ich menghadapi realitas yang ada dan setiap saat akan terbuka konflik yang bertentangan dengan norma. Kemudian das ich megidenfisier diri dengan realitas dan bersamaan dengan itu terbentuklah uber ich. Uber ich merupakan instansi puncak apabila dibandingkan dengan instansi lainnya (das es dan das ich).

Das uber ich atau super ego merupakan suatu bagian puncak atau menempati kedudukan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Das es dan Dan ich. Segala norma-norma dan tata kehidupan yang pernah mempengaruhi ego membekas dan kemudian bertahan dalam super ego, dari sana menjalankan kontrol terhadap segala gerak-gerik dari ego. Super ego sebagai alam norma melakukan pengawasan terhadap ego (das ich) tentang apa yang bolehdilakukan dan menilai tentang apa yang akan dilakukan, sedang

88

(14)

dilakukan dan yang telah dilakukan. Fungsi Das uber ich yang terutama adalah menentukan apakah sesuatu hal susila atau tidak, pantas atau tidak pantas, benar atau salah dengan berpedoman kepada ini pribadi dapat bertindak dengan cara yang sesuai moral masyarakat. Aspek Das es, Das ich dan Das uber ich merupakan satu kesatuan struktur kepribadian manusia yang mempengaruhi setiap tingkah laku manusia berdasarkan sudut pandang psikologi kriminal. Antara ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan dengan tindak pidana pedophilia sendiri, baik segala sesuatu yang tidak disdari, yang disadari hingga fungsi pengawasan atau penilaian terhadap ego tentang apa yang dilakukan, sedang dilakukan maupun yang telah dilakukan. Tindak pidana pedophiliamerupakan suatu perbuatan amoral yang sangat ditentang oleh masyarakat, yang mana perbuatan tersebut awalnya sebagai perbuatan yang disadari oleh pikiran, namun karena dorongan naluri dan nafsu alam bawah sadar perbuatan amoral tersebut tetap dilakukan oleh pelaku dan akhirnya setelah dilaksanakan akan mendapat penilaian dari alam norma das uber ich apakah perbuatan tersebut pantas untuk dilakukan atau tidak.

(15)

kejahatan tersebut. Dengan adanya ilmu psikologi kriminal, semua itu mengalami perkembangan dan perubahan sehingga hakim tidak lagi menjatuhkan hukum berdasarkan perbuatannya saja, tetapi juga dari kondisi jiwa atau kepentingan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan.

Demikian jugalah terhadap pelaku tindak pidana pedophilia, perlu diketahui faktor-faktor psikologinya untuk mengungkapkan latar belakang dari perilaku atau kejahatan yang dilakukan berdasarkan kondisi jiwa pelaku tindak pidana pedophilia tersebut. Dengan demikian pengetahuan tentang psikologi kriminal akan dapat menunjang pembentukan maupun penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana pedophilia dengan sedemikian rupa, sehingga hukuman yang dijatuhkan benar-benar berfungsi sebagai efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut. C. Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Terjadinya Tindak Pidana

Pedophilia

Sebelum membahas faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia, terlebih dahulu dapat kita lihat faktor-faktor terjadinya kejahatan menurut mahzab-mahzab dalam kriminologi:89

1. Mahzab Italia atau Mahzab Antropologi

Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ciri-ciri tubuh manusia, yang dalam pandangan kriminologi mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan dengan cara mempelajari bentuk tubuh seseorang. Mahzab Antropologi – Italia muncul disekitar permulaan tahun 1830 dan 1870 abad ke 19 yang dipelopori oleh ahli phrenologi Gall dan Spurzheim.

89

(16)

Menurut Yoseph Gall bahwa bakat dan watak manusia ditentukan olehotak dan sebaliknya otak memberi pengaruh pula pada bentuktengkorak. Oleh karena itu, tengkorak dapat diperhatikan dan diukur, maka pembawaan watak dan bakat manusia dapat dipelajari secara ilmiah.90

a. Tulang rahang leher

Salah seorang tokoh yang terkenal dari mahzab ini adalah Cecare Lombroso (1835-1909). Lombroso berpendapat bahwa manusia yang pertama adalah penjahat sejak lahirnya (pencuri, pemerkosa, pembunuh dan pelacur bagi yang perempuan). Menurut Lombroso, orang yang melakukan kejahatan mempunyai tanda-tanda tertentu yang dibawa sejak lahir (tipologi penjahat), yaitu:

b. Roman muka yang tidak harmonis c. Tengkorak yang tidak simetris d. Hidung pesek

e. Tulang dahi melengkung f. Suka akan tato

Jadi menurut Lombroso seorang penjahat sejak dilahirkan sudah akan menjadi penjahat (criminil is born).

Enrico Ferri, seorang murid dari Lombroso mengadakan beberapa perbaikan demi kelanjutan dari ajaran-ajaran gurunya tersebut. Hal ini disebabkan Ferri menyadari bahwa

90

Made Derma Weda, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm.

(17)

pelajaran Lombroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu, tanpa mengubah inti dari teori Lombroso, Ferri mengubah bentuknya dengan mengatakan faktor timbulnya kejahatan selain dikarenakan oleh faktor individu, terdapat faktor lain juga yang ikut mempengaruhi, yaitu di dalam bukunya “Sosiologi Criminelle” Ferri memberikan rumusan tetang timbulnya kejahatan:

a. Setiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu, di satu pihak dan sosial

b. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi berasal dari bakatnya yang biologis dalam arti sosial (organis dan psikis).

Berarti bahwa kejahatan itu timbul karena dua (2) faktor yaitu, faktor individu dan faktor lingkungan.

2. Mahzab Lingkungan atau Mahzab Perancis

Mahzab Lingkungan – Mahzab Perancis terdiri dari mahzab Perancis Khusus, mahzab yang berdasarkan perkonomian lingkungan hasil aetiologi dalam sosiologi kriminal dan lingkungan sekitarnya. Mahzab Perancis khusus adalah mahzab yang datang dari kalangan para dokter Perancis yang mengajukan tantangan terhadap mahzab antropologi Lombroso.

(18)

kejahatan bukan suatu hal yang anthropologis tetapi sosiologis, seperti kejadian-kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh hasrat meniru.

Mahzab berdasarkan perekonomian lingkungan mulai berkembang pada penghabisan abad ke-19 ketika timbul sistem baru dalam perekonomian dan kejahatan keliatan bertambah. Pengarang pertama dari aliran ini adalah F. Turrati di dalam “Ildelito e la question sosiale” (1883) yang terutama mengkritik ajaran-ajaran mahzab Italia. Dalam bagian positif, Turrati mengemukakan bahwa nafsu ingin memiliki berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang yang mendorong terjadinya kejahatan perekonomian. Juga dikatakan mengenai kejahatan terhadap orang, menunjukkan terdapat pengaruh dari keadaan materi terhadap jiwa manusia. Kesengsaraan atau kemiskinan menyebabkan jiwa menjadi tumpul. Kebodohan dan keindahan merupakan juga sebab-sebab yang mengakibatkan kejahatan yang semacam. Begitu juga dengan tempat tinggal yang tidak layak serta merosotnya kesusilaan, menyebabkan terjadinya kejahatan kesusilaan.

(19)

dari iklim dan lain-lain atas diri manusia dengan majunya ilmu teknik dan bertambah kuasanya manusia terhadap alammenjadi berkurang. Di samping itu beliau juga mengemukakan beberapa jenis kejahatan yang dapat timbul akibat pengaruh keadaan sekeliling ini, yaitu kejahatan ekonomi, kejahatan terhadap kelamin, kejahatan kekerasan dan kejahatan politik.

3. Mahzab Bio-Sosiologis

Mahzab bio-sosiologi merupakan perpaduan antara mahzab antropologi dan mahzab sosiologi. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Ferry yang pada mulanya adalah murid Lombroso. Ferry mengetahui bahwa ajaran Lombroso tidak dapat dipertahankan, maka ia memuat suatu rumusan tentang timbulnya kejahatan sebagai berikut: “tiap-tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu.”91

4. Mahzab Agama

Ferry memberikan rumusan bahwa keadaan sekelilingnya terhadap manusia selalu berpengaruh, yang terdiri dari dua unsur khusus yakni keadaan yang mempengaruhi inndividu dari lahirnya dan bakat yang terdapat di dalam individu tersebut untuk melakukan kejahatan.

Paul Moeikdo Moeliono membagi sebab-sebab terjadinya kejahatan ke dalam beberapa golongan, diantaranya adalah:

a. Golongan salahmu sendiri

91

(20)

b. Golongan tiada orang yang bersalah c. Golongan salah lingkungan

d. Golongan salah kombinasi

Golongan salahmu sendiri berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi atau pernyataan kemauan jahat dari diri penjahat sendiri. Menurut golongan ini sebab dari suatu kejahatan adalah timbul dari kemauan pelaku kejahatan itu sendiri, karena itu konsekuensinya, apabila berbuat kejahatan, maka diri sendirilah yang harus dipersalahkan, masyarakat dan pihak-pihak lain sama sekali lepas dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-kejahatan itu.

(21)

perintah Tuhan seperti membunuh, mencuri, berzinah, dan lain sebagainya maka diri sendirilah yang harus mempertanggug jawabkan perbuatannya.

Pada abad pertengahan (abad ke-13 dan ke-16) di eropa, raja-raja adalah wakil Tuhan di dunia. Jadi barang siapa yang melanggar-melanggar perintah Tuhan dengan melakukan kejahatan, maka dia juga telah berdosa terhadap negara. Oleh karena itu, setiap pelaku tindak pidana harus ditindak serta mendapat hukuman dari negara.

Pengertian kejahatan sangat bergantung kepada penilaian dan jenis reaksi yang diberikan masyarakat dimana perbuatan itu terjadi. Kejahatan dalam pengertian yuridis adalah perbuatan yang oleh hukum pidana secara definitif dinyatakan sebagai perbuatan jahat. Secara psikologis adanya pengaruh kejiwaan yang dapat menimbulkan keabnormalan individu dalam perbuatan yang digolongkan perbuatan jahat, sesuai dengan penyimpangan terhadap kaedah-kaedah yang berlaku dalam suatu masyarakat.92

Tindak pidana pedophilia merupakan suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian dan ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan dan ketakutan. Tindak pidana atau kejahatan pedophilia adalah salah satu bentuk penyakit jiwa kelainan ketertarikan seksual.93

92

Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Op.cit., hlm. 95. 93

(22)

Menurut Erich Fromm, terdapat dua penyebab munculnya penyakit kelainan ketertarikan seksual ini di dalam diri pelaku tindak pidana pedophilia, yaitu sebagai berikut:94

1. Pengalaman masa kecil yang tidak mendukung pendewasaan

Pada masa pertumbuhannya atau pada masa kecilnya seorang pedofil telah terperangkap dalam berbagai kondisi yang membuatnya merasa kesepian dan tidak berdaya. Bersamaan dengan ini anak pada masa kecilnya selalu mendapatkan kekerasan dari orang dewasa dan tindakan-tidakan orang dewasa yang membuat anak ketakutan, misalnya selalu diancam akan dihukum jika tidak mau melakukan ini dan itu.

Pada saat-saat inilah anak merasa harga dirinya hancur dan diinjak di bawah kaki orang dewasa yang mengakibatkan tidak terdukungnya proses pendewasaan dengan baik yang kemudian anak mengalami kehampaan jiwa, tidak menjalani stimulasi kehidupan dengan baik serta tidak ada yang membangkitkan kecakapan dan potensinya selama bertahun-tahun secara berkepanjangan menjalani masa-masa yang menjemukan. Dari keadaan seperti inilah kemudian anak akan mengembangkan kepribadian yang dingin hingga anak menginjak masa dewasanya.95

94

Ibid., hlm. 45. 95

Erich Fromm, Akar Kekerasan : Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia,

(23)

2. Trauma karena pernah mengalami kekerasan seksual maupun non seksual dari orang dewasa

Pedofil yang pada masa pertumbuhan atau pada masa kecilnya telah terperangkap dalam berbagai kondisi yang membuatnya merasa kesepian dan tidak berdaya serta mengalami kehampaan jiwa selama proses pendewasaannya akan mengalami goncangan dalam kepribadiannya akibat trauma mendalam karena pernah mengalami kekerasan seksual maupun non seksual dari orang dewasa.

Perasaan trauma inilah yang kemudian menggiring pedofil mengembangkan ketertarikan menguasai dan menyakiti orang lain sebagai bentuk perlawanannya atas kondisi yang tidak kondusif dala proses pendewasaan dalam dirinya. Adanya percampuran antara rasa takut terhadap orang dewasa, rasa benci dan rasa jijik, serta ada pula dorongan rasa mencari kompensasi.

Kompensasi ini ditemukannya pada sosok anak-anak yang bisa dikuasainya. Rasa berkuasa itu akan muncul pada seorang pedophilia apabila pelaku melakukan tindakan sadis dalam berhubungan seksual dengan anak-anak untuk melampiaskan nafsu birahinya.

(24)

pedophilia juga terjadi karena berbagai faktor penyebab lainnya, diantaranya adalah:

1. Faktor ekonomi

Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-pokok kelangsungan hidup masyarakat dan mempengaruhi cara-cara kehidupan seseorang secara umum adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi terdiri kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.

Bagi seorang pedophilia, kondisi hidup yang terjebak dalam kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah semakin mendorong nalurinya untuk membangun orientasi seksual yang jahat dan menyimpang terhadap anak-anak. Hal ini disebabkan oleh, orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak layak atau bahkan menjadi seorang pengangguran sehingga mengalami stress dan timbul tekanan dalam dirinya untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak sebagai satu-satunya hal yang dapat dikuasainya untuk melampiaskan hasrat seksualnya.

2. Faktor sosial budaya

(25)

porno, iklan televisi maupun katalog pakaian yang menampilkan anak-anak kecil memakai pakaian dalam merupakan material pornografis yang menyebabkan gairah seksual di dalam pikiran pelaku pedophilia semakin terangsang.96

3. Faktor lingkungan

Selain material pornografis yang dapat merangsang gairah seksual pelaku, faktor sosial budaya lainnya yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pedophilia adalah minuman ber-alkohol. Mengkonsumsi minuman ber-alkohol biasanya merupakan bentuk pengalihan seseorang atas setiap permasalahan hidup yang dialaminya. Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan menyebabkan seseorang kehilangan alam sadarnya, sehingga mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mencabuli anak-anak. Pengaruh alkohol dan depresi yang dialami pelaku merupakan pemicu fantasi seksual terhadap anak-anak muncul dalam diri pelaku sebagai cara mengatasi disforia hidup yang dirasakannya.

Kondisi lingkungan sekitar menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia. Faktor lingkungan dibagi ke dalam dua bagian, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan. Dalam lingkungan keluarga, kurangnya keharmonisan dalam suatu keluarga dapat berimbas menjadi suatu

(26)

tindakan kekerasan seksual terhadap anak, bentuk kekerasan seksual yang terjadi karena pengaruh kurangnya keharmonisan ini dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sendiri (incest). Selain itu, kurangnya perhatian orang tua terhadap anak juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia. Anak yang tidak diperhatikan oleh orang tuanya akan cenderung hidup dalam lingkungan pergaulan yang bebas, bahkan menyimpang. Sehingga tidak jarang terjadi, karena pengaruh kurangnya perhatian dari keluarga, seseorang dapat melakukan perbuatan menyimpang seperti tindak pidana pedophilia. Begitu juga dengan anak yang tidak medapat perlindungan dari orang tuanya, akan memiliki resiko yag besar menjadi korban tindak pidana pedophilia.

Faktor lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan berperan besar menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia, baik penyebab menjadi pelaku kejahatan maupun penyebab menjadi korban kejahatan tindak pidana tersebut.

Setiap perbuatan pidana, khususnya Tindak pidana pedophilia selain terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya perbuatan tersebut, tentu juga mempunyai akibat yang berdampak kepada korbannya. Anak-anak bagi seorang pedophilia adalah media yang tepat untuk melampiaskan libidonya yang

(27)

yang menjadi korban tindak pidana pedophilia adalah akan terkondisikan atau mengalami dampak-dampak negatif sebagai berikut :

1. Trauma fisik

Munculnya trauma fisik pada anak sebagai korban kejahatan pedophilia merupakan dampak yang pertama kali akan dirasakan oleh anak tersebut. Trauma fisik ini muncul karena rasa sakit yang amat sangat ketika pelaku tindak pidana pedophilia melakukan penetrasi penisnya ke lubang dubur korban. Trauma ini akan semakin mendalam dialami oleh anak apabila rasa sakit pasca penetrasi tersebut diikuti oleh infeksi pada dubur, rasa nyeri ketika sedang buang air besar yang akan dirasakan korban selama berhari-hari dan juga korban akan tertular penyakit kelamin seperti sifilis atau terinfeksi HIV/AIDS.97

2. Trauma psikis

Kemunculan trauma psikis ini disebabkan oleh norma-norma sosial yang ditanamkan pada diri anak oleh lingkungan keluarga dan sosialnya. Trauma psikis akan tampak melalui perubahan perilaku yang aneh oleh anak, yaitu perilaku yang belum pernah terlihat dari diri anak tersebut saat sebelum menjadi korban kejahatan pedophilia. Misalnya anak menjadi paranoid (mudah curiga terhadap orang lain), gelisah, pelupa dan sering mengalami kebingungan atau depresi.

97

(28)

Trauma psikis ini biasanya juga akan membuat anak menjadi pendiam karena selalu dihantui rasa ternoda akibat mengalami perbuatan yang tidak senonoh.98

3. Disorientasi moral

Trauma psikis merupakan bentuk trauma yang mendalam, karena dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otak anak sebagai korban tindak pidana pedophilia.

Disorientasi moral merupakan salah satu bentuk dampak negatif yang terjadi kepada anak korban kejahatan pedophilia. Kemunculan disorientasi moral pada anak disebabkan oleh seringnya korban mengalami kekerasan seksual berupa sodomi dari pelaku, sehingga anak tidak dapat membedakan mana perilaku seksual yang baik dan mana yang tidak baik. Ketidakmampuan untuk memilah-milah mana yang baik dan mana yag tidak baik inilah yang dinamakan dengan disorientasi moral.99

Disorientasi moral ini akan semakin mendalam apabila korban tidak mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari orang dewasa setelah anak menjadi korban dari kejahatan pedophilia.100

M. Irsyad Thamrin dan M. Farid, Panduan Bantuan Hukum Bagi Para Legal,

Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta bekerjasama dengan TIFA Foundation, Yogyakarta, 2010,

hlm. 521.

(29)

pedophilia. Bagong Suyanto mengatakan bahwa, anak yang menjadi

korban kejahatan pedophilia, ketika tumbuh menjadi dewasa akan menjadi seorang pelaku tindak pidana pedophilia.101

Horton dan Hunt berpendapat bahwa, semua tindakan kekerasan termasuk tindak pidana pedophilia umumnya akan terekam di bawah alam sadar anak yang menjadi korban kejahatan tersebut, yang akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus sepanjang hidupnya. Anak yang mendapatkan perlakuan kejam akan menjadi agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif pula.102

Disorientasi moral yang terjadi pada anak dan tidak teratasi oleh orang dewasa hingga anak tumbuh menjadi dewasa akan memberikan pelajaran yang keliru pada anak bahwa kenikmatan seksual akan diperoleh dengan cara meyakiti korban. Secara keliru pula akan terbangun kesadaran bahwa dengan melakukan tindakan itu anak tang telah menjadi pelaku kejahatan dapat berkuasa terhadap korbannya, kekuasaan yang dibangun itulah sebagai cara untuk mengatasi tekanan dan kehampaan jiwa sebagaimana yang telah penulis paparkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia.

101

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2013, hlm. 7. 102

(30)

D. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pedophilia

Setiap orang tua tentunya tidak ingin anaknya menjadi korban kekerasan seksual dan apabila kelak dewasa anaknya menjadi seorang pedophilia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penanggulangan terhadap

terjadinya tindak pidana pedophilia yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu, diantaranya adalah :

1. Tindakan antisipatif

Tindakan antisipatif adalah langkah utama yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi anak menjadi korban kejahatan pedophilia dengan mengajarkan sejak dini kepada anak mengenai beberapa hal, yaitu: a. materi bukan segala-galanya

sebagian anak korban tindak pidana pedophilia pasti diiming-imingi terlebih dahulu dengan berbagai penawaran kesenangan yang berkaitan dengan pemberian materi atau uang. Anak yang diajari oleh orang tuanya bahwa segala sesuatu hanya dapat diukur dengan uang, sangat retan menjadi korban tindak pidana pedophilia. Oleh karena itu penting untuk mengajari anak bahwa

kebahagiaan, kesenangan dan kegembiraan tidak selalu diukur dengan materi atau uang.103

Kebiasaan memberi uang atau membelikan suatu barang bila anak berbuat baik atau melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi orang tua merupakan tindakan yang tidak sehat bagi

103

(31)

perkembangan anak, yang mana anak akan membentuk pemahaman bahwa materi atau uang adalah imbalan menyenangkan. Perhatian orang tua adalah hal yang terpenting untuk membuat anak bahagia dan mencegah anak menjadi seorang yang materialistik.104

b. Pendidikan seks sejak dini pada anak

Oleh karena itu, orang tua dalam membesarkan anak-anaknya, penting untuk fokus menciptakan sumber-sumber kebahagiaan pada anak. Hal itu dapat diciptakan orang tua melalui cinta, persahabatan dan berbagai sikap perhatian yang tidak bersifat materialistik. Tentu anak akan membentuk pemahaman di dalam otaknya bahwa tidak dengan menerima uang atau barang apapun dari orang lain akan mendapatkan kebahagiaan.

Orang tua kerap kali merasa tabu untuk membicarakan masalah seks dan seksualitas kepada anak. Baik orang tua maupun guru di sekolah yang menganggap tabu mengajarkan dan membicarakan tentang seksualitas kepada anak adalah keliru. Karena ketidaktahuan anak terhadap masalah ini, membuat anak rentan untuk melakukan seks bebas dan menjadi korban tindak pidana pedophilia.

Untuk melindungi anak dari kekerasan seksual penting kiranya anak diajarkan tentang seksualitas sesuai dengan usia dan

104

(32)

pemahamannya. Pengajaran seks dan seksualitas kepada anak juga dapat dilakukan dengan cara mendorong anak yang masih usia dini untuk membersihkan alat kelaminnya sendiri, misalnya setelah buang air kecil dan air besar, dengan tujuan agar anak dapat mandiri dan menumbuhkan pemahaman kepada anak bahwa orang lain tidak boleh sembarangan menyentuh alat kelaminnya hingga dia telah dewasa dan telah menikah.105

c. Hindari melakukan tindakan kekerasan terhadap anak

Pada usia balita, orang tua dapat memberitahu anaknya berbagai organ tubuh, mulai rambut, kepala, tangan, kaki, perut dan menjelaskan perbedaan jenis antara kelamin laki-laki dan perempuan.

Dengan bekal pendidikan seks yang sehat sejak dini, anak akan memahami banyak mengenai hal-hal yang baik atau buruk untuk melindungi dirinya dari kejahatan pedophilia.

Orang tua yang sering melakukan kekerasan terhadap anak menyebabkan anak akan mencari tempat pelarian terhadap orang yang dianggapnya menyayanginya. Seorang pedophilia adalah orang yang menyukai anak-anak walau dengan bersikap sadis. Seorang pedophilia akan menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak (korban) yang terkadang tidak ditujukan oleh orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik

105

(33)

maupun verbal. Sehingga anak-anak korban kekerasan dirumah sering menjadi korban kejahatan pedophilia karena merasa awalnya pelaku adalah orang yang baik yang menyayangi dirinya sepenuh hati.106

2. Tindakan ketika anak menjadi korban pedophilia

Selain itu, sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa penyakit pedophilia adalah sindrom yang tidak berdiri sendiri dalam proses pembentukannya. Pengalaman mengalami kekerasan seksual dan non seksual adalah penyebab utama lahirnya kepribadian pedofilik. Oleh karena itu, untuk menjauhkan anak dari pelaku pedophilia dan berkembangnya anak menjadi seorang pedofilik, hindari menggunakan kekerasan terhadap anak sejak dini agar tidak terbentuk tekanan dan kehampaan jiwa dalam diri anak selama proses pendewasaannya.

Anak yang menjadi korban pedophilia harus mendapatkan perlindungan, baik itu perlindungan hukum dan juga perlindugan kasih sayang. Tindakan pertama adalah jangan memarahi anak yang menjadi korban tindak pidana pedophilia. Anak-anak korban tindak pidana pedophilia yang mendapatkan dungan dan pertolongan bisa diselamatkan dan dipulihkan mentalnya. Selain itu, anak akan tumbuh tanpa gangguan mental atau masalah serius perilaku penyimpangan

106

(34)

seksual. Sebaliknya, apabila anak dimarahi karena menjadi korban pedophilia akan cenderung tumbuh menjadi orang yang pendiam,

deperesi dan mangalami kehampaan jiwa.

Tindakan selanjutnya adalah segera bawa anak untuk memperoleh pengobatan secara medis, tindakan medis ini perlu untuk visum et repertum. Di dalam hukum acara pidana, visum dapat dimasukkan sebagai salah satu alat bukti. Setelah itu, melaporkan peristiwa itu kepada pihak kepolisian serta memantau hingga pelaku mendapatkan vonis dan hukuman pidana dan meminta lembaga perlindungan anak atau lembaga lainnya untuk membantu anak menyembuhkan traumanya (trauma healing).

Terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pedophilia di dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan jaminan kepada korban untuk mendapatkan perlindungan khusus.107 3. Tindakan Korelatif

Tindakan korelatif secara normatif telah diatur di dalam Pasal 26 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa “kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.”

Tindakan korelatif atau kontrol korelatif ini penting sekali peranannya untuk mencegah anak menjadi korban pedophilia dan juga mencegah

107

(35)
(36)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM NO. 1204/Pid.B/2014 /PN.LP/LD

A. Posisi Kasus

Bahwaterdakwa Arsyad Daulay, bersama dengan Maslan dan Iwan (keduanya belum tertangkap) pada Hari Minggu tanggal 11 Mei 2014 sekira pukul 23.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain, bertempat di Jl. Perbatasan Gang Artis Dusun Bandar Setia Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Labuhan Deli, yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap saksi korban Farid Al Tariq (usia 14 tahun sesuai dengan fotokopi ijazah Madrasah Ibtidaiyah No. MI.02/02/10/0PP.1.1/029/2012 tanggal 16 Juni 2012), yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(37)
(38)
(39)

Akibat perbuatan terdakwa, Maslan dan Iwan, saksi korban mengalami luka robek pada anus arah jam 12 dengan ukuran 0,5 cm dan arah jam 7 ukuran 0,5 cm sesuai dengan Visum et repertum No. 123/Ver/P/PRM-03/2014 tanggal 13 Mei 2014 yang dibuat dan diperiksa oleh dr. Robert F Siregar, SpB, Dokter Pemerintah pada RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

--- Sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

B. Putusan Pengadilan Negeri Lubuk

PakamNo.1204/Pid.B/2014/PN.LP/LD

Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan acara biasa dalam peradilan tingkat pertama, menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :

Nama : ARSYAD DAULAY

Tempat lahir : Padang Sidempuan Umur /Tgl Lahir : 32 Tahun/ 20 Maret 1979 Jenis kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Letda Sujono Kel. Bantan Kec.Medan Tembung

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta Terdakwa ditahan berdasarkan penetapan dari :

(40)

2. Perpanjangan Penuntut Umum tanggal 02 Juni s/d tanggal 11 Juli 2014;

3. Penuntut Umum tanggal 01 Juli 2014 s/d tanggal 20 Juli 2014;

4. Penahanan Hakim Pengadilan Negeri tanggal 11 Juli 2014 s/d 09 Agustus 2014;

Dipersidangan terdakwa menyatakan tidak didampingi oleh Penasihat Hukum, dan ia akan maju sendiri untuk membela kepentingannya dalam perkara ini;

PENGADILAN NEGERI tersebut;

Setelah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor : 1204/Pid.B/2014/PN.LP/LD tanggal 11 Juli 2014

Setelah membaca Penetapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Nomor : 1204/Pid.B/2014/PN.LP/LD tanggal

tentang penunjukan Majelis Hakim;

14 Juli 2014

Setelah membaca berkas pemeriksaan pendahuluan;

tentang penetapan hari sidang ;

Setelah membaca Berita Acara Sidang dalam perkara ini;

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, pendapat ahli/bukti surat serta keterangan Terdakwa di persidangan Selengkapnya sebagaimana termuat dalam berita acara persidangan dalam perkara ini;

Setelah memperhatikan barang bukti yang dimajukan oleh Penuntut Umum di depan persidangan;

(41)

pokoknya menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli, yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :

1. Menyatakan terdakwa ARSYAD DAULAY, bersalah melakukan tindak pidana “Yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul” sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dalam Surat Dakwaan Tunggal;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ARSYAD DAULAY, dengan pidana penjara selama: 12 (dua belas) tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam masa penangkapan dan atau penahanan dan denda sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan;

3. Menetapkan apabila terdakwa dipersalahkan dan dijatuhi hukuman supaya dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);

Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut, terdakwa tidak mengajukan pembelaan, akan tetapi mohon keringanan hukuman dengan alasan masing-masing terdakwa mempunyai tanggungan keluarga serta anaknya yang masih kecil-kecil.

(42)

--- Bahwa ia terdakwa ARSYAD DAULAY, bersama dengan MASLAN dan IWAN (keduanya belum tertangkap) pada hari Minggu tanggal 11 Mei 2014 sekira pukul 23.30 Wib atau setidaknya pada waktu lain dalam tahun 2014 bertempat di Jl. Perbatasan Gang Artis Dusun Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap saksi korban, Farid Al Tariq (usia 14 tahun sesuai dengan fotokopi ijazah Madrasah Ibtidaiyah Nomor : MI.02/02/10/PP.1.1/029/2012 tanggal 16 Juli 2012), yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(43)
(44)

sungai tersebut, datang Maslan menghampiri saksi korban dan langsung disuruh duduk dipinggiran sungai kemudian Maslan meraba-raba alat kemaluan saksi korban kemudian Maslan mencium dan menggigit leher saksi korban selanjutnya Maslan membuka celana dalam dan celana pendek saksi korban kemudian Maslan menghisap-isap alat kemaluan saksi korban selanjutnya Maslan membuka celana pendek dan celana dalamnya dimana alat kemaluan Maslan sudah menegang/ mengeras selanjutnya saksi korban disuruh rebahan oleh saksi korban dengan posisi terlungkup kemudian Maslan memasukkan alat kemaluannya keluar masuk dubur saksi korban selama kurang 7 (tujuh) menit selanjutnya Maslan dan saksi korban memakai kembali celana dalam dan celana pendek masing-masing selanjutnya Maslan langsung memberikan uang sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) kepada saksi korban dan pergi meninggalkan saksi korban sementara saksi korban langsung pulang kerumah dan tiba di rumah sekira pukul 01.00 Wib selanjutnya sesampai saksi korban di rumah, saksi Parlaungan Efendi Pulungan (ayah kandung saksi korban) dan saksi Mhd. Syahreza Pulungan yang merasa curiga dengan saksi korban yang lemas dan ada bekas gigitan dileher korban, saksi Parlaungan Efendi Pulungan langsung menanyakan kepada saksi korban? Kenapa kau digigit orang, ceritakan yang sebenarnya?. Selanjutnya saksi korban

(45)

12 dengan ukuran 0,5 cm dan arah 7 ukuran 0,5 cm sesuai dengan Visum Et

Repertum Nomor : 123/Ver/P/PRM-03/2014 tanggal 13 Mei 2014 yang dibuat dan diperiksa oleh dr. Robert F Siregar, Sp. B, Dokter Pemerintah pada RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

--- Sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menimbang, bahwa terhadap dakwaan tersebut terdakwa menyatakan telah mengerti dan tidak akan mengajukan keberatan (eksepsi);

(46)
(47)

dan pergi meninggalkan saksi korban sementara korban langsung pulang ke rumah dan tiba di rumah sekira pukul 01.00 wib, selanjutnya sesampai saksi korban di rumah, saksi Parlaungan Efendi Pulungan (ayah kandung saksi korban) dan saksi Mhd. Syahreza Pulungan yang merasa curiga dengan saksi korban yang lemas dan ada bekas gigitan di leher saksi korban, saksi Parlaungan Efendi Pulungan langsung menanyakan kepada saksi korban “kenapa kau digigit orang, ceritakan yang sebenarnya”. Selanjutnya saksi korban menceritakan apa yang saja dialaminya akibat perbuatan terdakwa, Maslan dan Iwan. Selanjutnya saksi Parlaungan Efendi Pulungan langsung membuat pengaduan ke kantor Polsek Percut Sei Tuan untuk meminta terdakwa diproses menurut ketentuan hukum yang berlaku.

(keterangan saksi-saksi mana sebagaimana termuat dalam berita acara persidangan dalam perkara ini);

Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tersebut di atas, Terdakwa menyatakan tidak keberatan;

Menimbang, bahwa di persidangan Terdakwa ARSYAD DAULAY, telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :

(48)
(49)

ceritakan yang sebenarnya?, akibat perbuatan terdakwa bersama dengan Iwan dan Maslan, saksi korban mengalami luka robek pada anus arah jam 12 dengan ukuran 0,5 cm dan arah jam 7 ukuran 0,5 cm ;

(Selengkapnya sebagaimana tertuang dalam berita acara persidangan dalam perkara ini);

Menimbang, bahwa di depan persidangan Penuntut Umum tidak ada mengajukan barang bukti, dan tidak perlu dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa atas barang bukti yang dimajukan Penuntut Umum tersebut di atas Terdakwa membenarkannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang berupa keterangan saksi-saksi keterangan terdakwa, serta barang bukti tersebut yang berhubungan satu sama lain maka terdapat fakta-fakta hukum;

Menimbang, bahwa Majelis berdasarkan alat-alat bukti yang ada selanjutnya akan mengadakan pengkajian-pengkajian apakah fakta hukum diperoleh selama persidangan telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada Terdakwa;

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Tunggal sebagai mana telah melanggar pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan Dakwaan tersebut yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Barang siapa :

(50)

3. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana telah diuraikan di atas maka Majelis Hakim sependapat dengan Penuntut Umum, bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, oleh karena itu haruslah dinyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum tersebut;

Menimbang, bahwa selama pemeriksaan di persidangan tidak ditemukan alasan pemaaf maupun alasan pembenar atas perbuatan terdakwa maka Majelis berpendapat terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya;

Menimbang, bahwa oleh karena selama proses pemeriksaan perkara ini terdakwa telah berada di dalam tahanan maka patut apabila pidana yang dijatuhkan dikurangkan segenapnya dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa;

(51)

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa di pidana, maka kepada terdakwa harus pula dibebankan untuk membayar biaya perkara;

Menimbang, bahwa pidana yang diberikan kepada terdakwa adalah bukan merupakan tindakan balas dendam, akan tetapi semata merupakan sarana agar terdakwa dapat memperbaiki diri dan belajar dari kesalahannya agar kelak dapat kembali ke masyarakat sebagai warga negara yang taat hukum;

Menimbang, bahwa di persidangan terdakwa tidak mengajukan pembelaan/ pledoi, akan tetapi secara lisan menyampaikan mohon keringanan hukuman dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan, Majelis telah mempertimbangkannya;

Menimbang, bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan, telah dipertimbangkan berdasarkan atas azas kepastian hukum dan keadilan serta kemanfaatan, sehingga dipandang adil dan patut;

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti tidak ada diajukan dalam perkara ini oleh Penuntut Umum mengenai hal ini tidak perlu dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa sebelum Majelis menjatuhkan pidana kepada terdakwa, perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; Hal-hal yang memberatkan :

- Bahwa perbuatan terdakwa saksi korban trauma bagi masa depannya mengingat korban adalah korban Sodom;

(52)

Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa belum pernah dijatuhi hukuman;

- Terdakwa bersikap sopan dan mengaku terus terang perbuatannya;

Mengingat ketentuan pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan perkara ini;

1. Menyatakan Terdakwa

M E N G A D I L I

ARSYAD DAULAY, tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 11 (sebelas) tahun serta denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan pidana Kurungan selama : 5 (lima) bulan;

“menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana dijatuhkan;

4. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan;

(53)

C. Analisis Putusan

Sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya, hukum pidana Indonesia mengenal dua jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yakni:

a. Pidana pokok 1) Pidana mati

2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda b. Pidana tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim

Berdasarkan putusannya, hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakamdalam perkara pidana No. 1204/Pid.B/2014/PN.LP/LDyang memutuskanbahwa:

1. Terdakwa ARSYAD DAULAY, tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 11 (sebelas) tahun serta denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan pidana Kurungan selama : 5 (lima) bulan;

(54)

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana dijatuhkan;

4. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan;

5. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);

Sebagaimana isi Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang mengatur tentang status tahanan dari seorang terdakwa pasca putusan hakim, amar putusan tersebut diatas membuktikan bahwa :

1. Pernyataan adanya kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan. Sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 197 ayat (1) huruf h KUHAP. Adapun unsur-unsur tindak pidana pedophilia yang terpenuhi adalah sebagai berikut :

• Barang siapa :

• Unsur yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan;

• Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul;

Ad.1. Unsur Barang Siapa;

(55)

berupa orang-perorangan, masyarakat, kelompok orang atau suatu badan hukum;

b. Bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi-saksi, antara saksi yang satu dengan yang lainnya dan alat bukti petunjuk bahwa pelaku tindak pidana dalam perkara ini terdakwa yang mengaku bernama terdakwa Arsyad Daulay membenarkan identitasnya sebagaimana yang tercantum dalam Surat Dakwaan dan juga dibenarkan oleh para saksi dan terdakwa di depan persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani;

c. Bahwa terhadap terdakwa yang telah ajukan dalam persidangan ini perkara karena melakukan tindak pidana dan terdakwa selama persidangan dapat menjawab segala pertanyaan baik serta cakap bertindak dalam hukum dan dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum atas perbuatannya dan tidak ada ditemukan unsur-unsur pemaaf maupun pembenar.

d. Bahwa berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti petunjuk dapat disimpulkan bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

(56)
(57)
(58)

Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum

Ad.3. Unsur Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul;

Menurut teori hukum dalam menetapkan perbuatan tertentu disengaja atau tidak, dikenak 3 (tiga) teori yaitu:

a. Perbuatan tersebut diketahui dan dikehendaki (teori pengetahuan dan kehendak);

b. perbuatan tersebut dikehendaki (teori kehendak); c. perbuatan tersebut diketahui (teori pengetahuan).

(59)

dalam hal ini teori pengetahuan yang paling tepat diterapkan sebagai standar minimum dalam praktik hukum sebab secara moral yuridis teori pengetahuan dapat dipertanggung jawabkan dan secara praktis mudah diterapkan.

(60)

Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Berdasarkan uraian-uraian seperti tersebut maka seluruh unsur-unsur dari Pasal Dakwaan Tunggal Pelanggar Pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepada terdakwa sudah terbukti, dan oleh karena itu hakim dalam perkara ini berpendapat bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa Arsyad Daulay bersalah melakukan tindakan pidana “yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”

2. Adanya ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 197 ayat (1) huruf i KUHAP.

dan oleh karena itu terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya atas peristiwa pidana tersebut. Sehingga adalah tepat bila hakim menjatuhkan putusan sebagaimana dengan amar putusannya.

Barang bukti ialah benda baik yang bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Adapun alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP ialah:

(61)

d. petunjuk

e. keterangan terdakwa

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1204/Pid.B/2014/PN.LP/LD sebagaimana dalam pertimbangan hakim, menimbang alat-alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan yaitu surat berupa fotokopi ijazah Madrasah Ibtidaiyah Nomor : MI.02/02/10/PP.1.1/029/2012 tanggal 16 Juli 2012 yang membuktikan saksi korban, Farid Al Tariq merupakan golongan anak dibawah umur (14 tahun), keterangan dua orang saksi yakni saksi korban Farid Al Tariq di bawah sumpah memberikan keterangannya dan Parlaungan Efendi Pulungan di bawah sumpah memberikan keterangan yang diterima sepenuhnya oleh terdakwa, serta keterangan terdakwa yang menyatakan mengaku bersalah sepenuhnya atas perbuatannya.

Keterangan saksi adalah mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya itu. Adapun yang menjadi syarat sah keterangan saksi adalah:

a. saksi harus mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan

b. keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri, alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya (testimonium de auditu)

(62)

d. keterangan satu orang saksi tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa (unus testis nullus testis)

e. pemeriksaan menurut cara yang ditentukan undang-undang.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dipersidangan, disimpulkan bahwa terdakwa dan korban saja yang mengetahui bahwa pencabulan memang nyata terjadi. Dalam putusan tersebut, keterangan saksi korban sendiri dibenarkan oleh terdakwa dan dalam keterangannya, terdakwa juga mengakui telah melakukan pencabulan. Kalaupun dari keterangan saksi-saksi selain saksi korban ternyata tidak membangun keyakinan hakim, setidaknya berdasarkan persesuaian keterangan terdakwa dan keterangan saksi korbanpun sudah dapat membangun fakta-fakta hukum yang meyakinkan hakim.

Dengan berdasarkan pada alat-alat bukti yang sah di depan pengadilan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bahwa terdakwa dinyatakan bersalah atas perbuatannya dan dijatuhi hukuman sebagaimana dengan putusan hakim bukan sebagai tindakan balas dendam, akan tetapi semata merupakan sarana agar terdakwa dapat memperbaiki diri dan belajar dari kesalahannya agar kelak dapat kembali ke masyarakat sebagai warga negara yang taat hukum.

3. Perintah penahanan, tetap dalam tahanan atau pembebasan. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP.

(63)

maupun sosiologis pelaku tindak pidana, sehingga hakim dapat menjatuhkan putusan yang terbaik bagi pelaku. Adapun pertimbangan yag memberatkan dan meringankan dalam putusan ini ialah:

Hal-hal yang memberatkan :

- Bahwa akibat perbuatan terdakwa saksi korban mengalami trauma bagi masa depannya mengingat saksi korban adalah korban Sodom;

- Bahwa Terdakwa meresahkan masyarakat karena perbuatan terdakwa termasuk kejahatan Pedophilia;

Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa belum pernah dijatuhi hukuman;

- Terdakwa bersikap sopan dan mengaku terus terang perbuatannya;

(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

(65)

2. Bagi para penegak hukum, ilmu psikologi kriminal merupakan ilmu penting yang harus dipelajari guna mengetahui tentang kejiwaan penjahat dalam hal menyesuaikan dan mempertimbangkan hukuman yang akan dijatuhkan. Demikian jugalah terhadap pelaku tindak pidana pedophilia, perlu diketahui faktor-faktor psikologinya untuk mengungkapkan latar belakang dari perilaku atau kejahatan yang dilakukan berdasarkan kondisi jiwa pelaku tindak pidana pedophilia tersebut. Tindak pidana pedophilia merupakan suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian dan ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan dan ketakutan. Tindak pidana atau kejahatan pedophilia adalah salah satu bentuk penyakit jiwa kelainan ketertarikan seksual. Menurut Erich Fromm, terdapat dua penyebab munculnya penyakit kelainan ketertarikan seksual ini di dalam diri pelaku tindak pidana pedophilia, yaitu pengalaman masa kecil yang tidak mendukung proses pendewasaan dan trauma karena pernah mengalami kekerasan seksual dan non seksual dari orang dewasa. Selain itu terdapat beberapa aktor lainya, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial budaya dan foktor lingkungan yang berdampak negatif kepada korbannya seperti trauma fisik, trauma psikis dan disorientasi moral. Sehingga perlu adanya tindakan antisipatif, tindakan yang dilakukan ketika anak menjadi korban dan tindakan korelatif sebagai upaya penanggulangan tindak pidana pedophilia.

(66)

pertimbangan hakim sebagai kejahatan pedophilia yang meresahkan masyarakat, yang berdampak pada trauma fisik dan trauma psikis pada saksi korban. Mengingat berdasarkan ketentuan pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan perkara ini, maka hakim menjatuhkan putusan sebagaimana mestinya yakni menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena perbuatannya dengan pidana penjara selama: 11 (sebelas) tahun serta denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan pidana Kurungan selama : 5 (lima) bulan dan menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.Bahwa, penerapan sanksi yang dijatuhkan hakim bukan merupakan tindakan balas dendam, akan tetapi semata merupakan sarana agar terdakwa dapat memperbaiki diri dan belajar dari kesalahannya agar kelak dapat kembali ke masyarakat sebagai warga negara yang taat hukum.

B. Saran

1. Dalam menetapkan suatu ketentuan hukum terhadap tindak pidana pedophilia, pemerintahmestinya menetapkan suatu ketentuan hukum dengan

(67)

Anak antara lain pemberatan sanksi hukuman terhadap kejahatan anak dengan pidana maksimal seumur hidup atau hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana pedophilia dan memberikan perlindungan maksimal terhadap anak yang menjadi korban.

2. Sebagai bentuk perlindungan sejak dini anak menjadi korban tindak pidana pedophilia perlu adanya pembentukan pemahaman yang ditanamkan kepada

(68)

BAB II

BENTUK - BENTUK TINDAK PIDANA PEDOPHILIA DAN

KETENTUAN HUKUMNYA DALAM UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO. UU NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UU PERLINDUNGAN ANAK A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pedophilia

Pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak seringkali hadir tanpa kita sadari. Pedophilia merupakan jenis pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual itu, dapat dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu:

1. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong ringan, yang bagi pelaku tidak dikenai sanksi (seductive behaviour) ataupun perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Perbuatan-perbuata tersebut dapat berupa:59

a. lelucon seks, menggoda secara terus menerus dengan kata-kata tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks.

b. memegang ataupun menyentuh anggota tubuh, terutama organ reproduksi orang lain dengan tujuan seksual.

c. secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan antar orang.

d. membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau hal lainnya yang terkait dengan seks.

59

BKKBN, Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi : Pelecehan

(69)

e. menunjukkan gerak-gerik tubuh, tatapan mata, atau ekspresi lain yang memiliki maksud atau tujuan seksual.

f. melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku seksual dengan unsur pemaksaan, misalkan mencium atau mengajak berhubungan seksual.

2. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong berat dan bagi si pelaku dikenakan sanksi atau ancaman hukuman (sexual coercion). Perbuatan itu berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual (pemerkosaan) dan melakukan kekerasan, termasuk memukuli atau menendangi, untuk memaksa agar orang lain menuruti keinginan seksual sang pelaku kekerasan.

Selain dua kategori pelecehan seksual diatas, terdapat tiga golongan bentuk tindak pidana pedophilia yaitu:

1. Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam dan gerak-gerik yang bersifat seksual.

2. Bentuk Verbal : siulan, gosip, guraua seks dan pernyataan yang bersifat mengancam.

3. Bentuk Fisik : sentuhan, cubitan, menepuk menyenggol dengan sengaja, meremas dan mendekatkan diri tanpa diinginkan.

Bentuk-bentuk tindak pidana pedophilia memiliki cakupan yang sangat luas, antara lain:60

1. perkosaan

60

(70)

Perkosaan adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual dengan cara memaksa anak sebagai korban untuk melakukan hubungan seksual.

2. sodomi

Sodomi merupakan perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual saat menyetubuhi anak dengan cara melakukan penetrasi alat kelamin ke dalam lubang dubur.

3. oral seks

Oral seks merupakan perilaku seksual menyimpang dengan memaksa korban memasukkan alat kelamin pelaku ke dalam mulut korban secara berulang-ulang.

4. sexual gesture

Sexual gesture merupakan pelecehan seksual dengan bahasa tubuh

yang dirasakan melecehkan, merendahkan dan menghina. 5. sexual remark

Sexual remark adalah pelecehan seksual dengan mengungkapkan

gurauan-gurauan bernada porno (humor porno) atau lelucon-lelucon cabul pada anak dibawah umur.

6. pelecehan seksual

pelecehan seksual bisa dalam bentuk tindakan, ucapan, tulisan, gambar atau gerakan tubuh yang dinilai memiliki tujuan seksual seperti :

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu hubungan positif antara servant leadership dengan komitmen organisasi pada perawat RSUD RAA

However, a little information regarding amino acid compositions, volatile compounds, antioxidative activities and sensory properties of salted shrimp paste (Kapi) produced

Penjajakan nilai prioritas diperoleh dari partisipasi atau responden melakukan evaluasi setiap himpunan elemen secara berpasangan sesuai dengan tingkat kepentingan elemen

RTH Kota dapat didefinisikan sebagai bagian dari ruang-ruang terbuka ( open spaces ) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemic, introduksi)..

Hubungan jenis kelamin dengan kepuasan kerja, pada penelitian ini dapat dinyatakan tidak ada, karena dari 7 responden laki-laki 5 responden menyatakan puas, hal ini

Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan informasi sekitar Pondok Pesantren Imam Bukhari, data siswa, kegiatan siswa, dan data-data lain yang menyangkut kegiatan

Pada kegiatan inti pengajar mengorientasikan siswa ke dalam masalah, yaitu dengan memberikan teks bacaan mengenai soal-soal bersangkutan dengan longsor. Dari teks bacaan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Timbangan Bilangan efektif untuk meningkatkan kemampuan menjumlahkan