Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh
RULLI CHANDRA SYAFRUL NIM 109051000150
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh
Rulli Chandra Syafrul NIM: 109051000150
Dosen Pembimbing Skripsi,
Dr. Rulli Nasrullah, M. Si. NIP: 197503182008011008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Januari 2013
Rulli Chandra Syafrul
Analisis Semiotika terhadap Makna Jihad dalam Film Zero Dark Thirty Film Zero Dark Thirty merupakan film berjenis fiksi yang menceritakan bagaimana penangkapan pimpinan Al-Qaeda Osama bin Laden yang bertanggung jawab atas penyerangan WTC pada 11 September 2001. Kathryn Bigelow sebagai sutradara mengadopsi film Zero Dark Thirty dari Novel No Easy Day dan juga sutradara wanita pertama yang meraih piala Oscar pada 2010, film ini dibuat atas dasar rasa simpati dalam penyerangan tentara Amerika untuk mengakhiri teorisme. Dalam film ini, sutradara memfokuskan filmnya terhadap penangkapan Osama bin Laden. Dan, Maya, dan Jessica adalah tim CIA yang bekerja untuk menyelidiki keberadaan Osama, tapi ditengah perjalanan Jessica yang bekerja sebagai rekan Maya tewas karena bom bunuh diri yang dilakukan di Camp
Afganistan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna jihad dalam film Zero Dark Thirty. Maka diperlukan rumusan masalah yaitu bagaimana sign, code, dan element dalam konsep jihad dalam film Zero Dark Thirty?
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika model Roland Barthes, Christian Metz, dan Steve Campsall. Model semiotika Roland Barthes yang menjelaskan makna denotasi dan konotasi serta tokoh Christian Metz yang sudah memperkenalkan beberapa komponen dan elemen yang dapat diinterpretasikan melalui unsur-unsur sinematografi dalam
scene-scene yang diteliti.
Pertama ditemukan, sign berfokus pada Makna Jihad kesetiaan yang tinggi dalam jaringan komunikasi antar teroris tersebut walaupun jaringan agen CIA menyiksanya dengan berbagai cara penyiksaan khusus untuk teroris. Kedua, code
peneliti menemukan makna jihad tentang pembunuhan terhadap orang kafir yaitu para agen CIA Jessica dalam film tersebut. Ketiga, elemen jihad yang terdapat dalam film ini adalah scene yang menjelaskan makna jihad bom bunuh diri melalui kostum, tata rias wajah, setting, dan pencahayaan yang ditampilkan di depan kamera yang dapat berfungsi sebagai penunjuk status sosial, citra dan penunjuk ruang dan waktu. Temuan simbol juga terlihat dalam scene, seperti bendera Amerika yang berkibar kencang di tanah Afganistan.
Dari penelitian pada film Zero Dark Thirty, dapat di ambil kesimpulan bahwa film ini menampilkan beberapa tanda dan kode yang muncul dalam adegan tewasnya Jessica dalam film ini. Melalui unsur sinematik film, peneliti menemukan beberapa elemen penting yang dapat membangun makna. Dan yang terbangun dalam film ini divisualisasikan dalam beberapa sekuen, adegan dan shot
film yang semuanya terdapat dalam durasi-durasi tertentu dalam film.
Alhamdulillah. Puji syukur yang tak terhingga atas nikmat yang luar biasa
yang diberikan Allah SWT kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyusun dan
merampungkan skripsi ini. Hambatan serta rintangan yang ada selama proses
penyusunan skripsi ini juga merupakan suatu hadiah yang luar biasa dari-Nya.
Karena tanpa hambatan dan rintangan mustahil skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah
mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini. Rasa terima kasih penulis
ucapkan kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof.
Dr. Komaruddin Hidayat, MA.
2. Dr. H. Arief Subhan, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Suparto, M. Ed, MA.,
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Drs. Jumroni, M.Si, Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan Drs. Wahidin Saputra, MA.
3. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Rachmat Baihaky, MA.,
yang telah mengarahkan penulis dalam pemilihan judul penelitian dan
5. Pembimbing Skripsi Dr. Rulli Nasrullah, M. Si, yang selalu sabar dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan serta setia mengoreksi
tulisan-tulisan penulis.
6. Pembimbing Akademik Siti Napsiyah, MSW, yang telah meluangkan
waktunya untuk berdiskusi dengan penulis mengenai proposal skripsi dan
menyarankan beberapa alternatif judul kepada penulis.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga ilmu
yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal sholeh yang
akan terus mengalir bagi para dosen.
8. Kepada Ibunda tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian, dorongan,
yang tidak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah serta do’a
yang selalu engkau panjatkan untuk buah hatimu ini.
9. Om Darmond, Tante Alifah, Kakak Sepupu Linda Rosalina, Kakak
Sepupu Dewi Adriani, Abang Sepupu Ade Barkah, dan Pak Huda, yang
senantiasa selalu memberi dukungan moril maupun materil, motivasi dan
kasih sayang yang tak terhingga.
10.Anna Sapitri, yang selalu menyemangati penulis tanpa batas untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11.Seluruh teman-teman KPI E’Excellent 2009, kelas yang sangat berkesan
dan menyimpan banyak kenangan yang dilalui bersama. Sedih untuk
walaupun hanya satu bulan saja.
13.Seluruh teman-teman FIDKOM angkatan 2009.
14.Kawan-kawan semasa di Pondok Pesantren Al-Inayaah.
15.Kepada Muhammad Dhiyaa dan Uray Noviandy Taslim yang telah
bersedia memberikan banyak referensi dan selalu memberikan pengarahan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung
maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT semakin menambah rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua. Peneliti mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan karya ilmiah ini. Harapan peneliti, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk para pembacanya.
Jakarta, 24 Januari 2014
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan masalah ... 6
C. Tujuan Pnelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
F. Kerangka Teori ... 9
G. Metodologi Penelitian ... 9
H. Sistematikan Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Film ... 13
B. Semiotika ... 28
C. Jihad dalam Pandangan Islam ... 36
BAB III GAMBARAN UMUM FILM ZERO DARK THIRTY A. Profil Kathryn Bigelow Sebagai Sutradara ... 43
B. Sinopsis Film ... 44
C. Profil Para Pemain Film Zero Dark Thirty ... 45
CIA dalam Film Zero Dark Thirty ... 49
B. Makna Jihad Tentang Pembunuhan dalam Film Zero Dark Thirty73 C. Makna Jihad Bom Bunuh Diri dalam Film Zero Dark Thirty Analisis Model Steve Campsall ... 82
D. Interpretasi ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran-saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
Tabel 2.1 Skema Genre Film Induk Primer dan Sekunder ... 20
Tabel 2.2 Komponen dan Elemen ... 34
Tabel 4.2 Adegan Dan Menyiksa Tahanan Teroris ... 52
Tabel 4.3 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Dan Menyiksa Tahanan Teroris ... 54
Tabel 4.4 Adegan Maya Mengintrogasi Tahanan Teroris ... 60
Tabel 4.5 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Maya Mengintrigasi Tahanan Teroris ... 63
Tabel 4.6 Adegan Jessica Menyaksikan Pengeboman Hotel JW Marriot. .... 66
Tabel 4.7 Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Adegan Jessica Menyaksikan Pengeboman Hotel JW Marriot ... 69
Tabel 4.8 Analisis Tanda Denotasi dan Konotasi Dalam Skenario ... 74
Tabel 4.9 Ikon, Indeks dan Simbol dalam Adegan “Tewasnya Jessica” ... 74
Tabel 4.10 Visualisasi shotdari Adegan “Tewasnya Jessica” ... 75
Gambar 3.1 Kathryn Bigelow ... 43
Gambar 3.2 Jason Clark sebagai Dan ... 45
Gambar 3.3 Jessica Chastain sebagai Maya ... 46
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasca penyerangan terhadap gedung World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001, wajah Islam di dunia kian menjadi sorotan. Peristiwa yang
juga dikenal dengan serangan 9/11 ini memberikan identitas baru pada agama
Islam sebagai agama yang identik dengan kekerasan, radikalisme, maupun
terorisme. Karena, kebanyakan media-media barat, menyatakan bahwa aktor
dibalik kejadian tersebut adalah sekelompok ekstrimis muslim yang dipimpin
oleh Osama bin Laden dalam organisasi Al-Qaeda.
Amerika Serikat mendeklarasikan perang terhadap teroris. Istilah tersebut
merujuk pada kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang dianggap
sebagai teroris global. Sejak peristiwa 11 September yang dituduhkan terhadap
Al-Qaeda, perang melawan terorisme berskala global dilancarkan dari
Washington. Sebagai korban, tidak hanya para teroris, tetapi juga negara yang
dituding membantu terorisme, seperti Afghanistan dan Irak. Dalam perang
melawan terorisme yang dikumandangkan oleh Amerika Serikat sesungguhnya
perang utama yang harus dimenangkan adalah persepsi global tentang siapa
yang disebut teroris dan siapa yang berhak untuk mengadili dan menghukum
mereka. Proses ini harus dimenangkan terlebih dahulu oleh Amerika Serikat
sehingga bisa mengajak negara di berbagai belahan dunia manapun untuk
perang melawan terorisme melalui beragam saluran komunikasi. Sebagai sebuah
negara yang memegang peran di berbagai belahan dunia menjadi wajar jika
Amerika Serikat bisa mengontrol isu terorisme sehingga berbagai pemberitaan
media massa di seluruh penjuru dunia sepakat dengan definisi teror, teroris dan
tindakan apa yang harus dilakukan.
Selang satu bulan setelah kejadian tersebut, terjadi peristiwa Bom Bali di
kecamatan kuta, Bali, Indonesia. Pada tanggal 12 Oktober 2002, peristiwa ini
memakan korban yang kebanyakan wisawatan asing itu, meninggal sebanyak
202 orang. Tiga orang yang dianggap tersangka oleh polisi, Imam Samudera,
Ali Ghufron, dan Amrozi yang sudah divonis mati.
Istilah jihad jika disalah artikan menjadi terorisme yang berkaitan dengan
kata teror dan teroris. Teror berarti kekacauan, tindak kesewenang-wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, tindak kejam dan
mengancam. Kata terorisme berasal dari bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis
yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara
memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah.
Terorisme juga dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti
pemerintah di Rusia. Kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut
tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Istilah teroris berarti pelaku aksi teror yang bisa bermakna jamak maupun
aksi kekerasan, serta berbagai kebrutalan terhadap masyarakat sipil berdasarkan
latar belakang, sebab dan motif tertentu.1
Berita-berita di televisi maupun di surat kabar juga sedikit memberikan
andil dalam memberikan judgement tentang hal tersebut, karena tidak bisa dihindari bahwa media massa mempunyai fungsinya sendiri untuk
mengkonstruksi realitas. Selain dua media di atas, dan juga media internet yang
kian mudah melakukan penetrasi ideology kepada masyarakat, film juga
menjadikan salah satu media yang paling efektif digunakan karena
kepopulerannya.
Film dinyatakan sebagai bentuk dominan dari komunikasi massa visual di
belahan dunia, karena lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop,
film televisi atau lewat Digital Video Disc (DVD).2 Ini berarti ia dapat
menjangkau banyak segmen sosial sehingga ia memiliki potensi besar untuk
mempengaruhi khalayaknya, karena selain berfungsi sebagai hiburan ia juga
perpanjangan dari pemikiran dan ideology pembuatnya.
Hollywood adalah contoh industri film Amerika yang dengan sukses
mampu membuat film yang bukan hanya dapat menghibur penontonnya secara
afektif tapi juga dapat mempengaruhi kognisi penontonnya. Salah satunya
dengan mengkonstruksi konsep jihad dan kegiatan terorisme yang marak
belakangan ini.
Sejak kejadian 9/11 tersebut, banyak bermunculan film-film yang
mengangkat tema ini. The Kingdom, United 93, atau World Trade Center (karya
1
Akhmad Fanani, Kamus Istilah Populer (Yogyakarta:Mitra Pelajar, 2009), hlm 336. 2
Oliver Stone), film documenter karya Michael Moore, Fahrenheit 9/11 dan My
Name is Khan. Tetapi, kebanyakan dari film-fiilm produksi Hollywood tersebut
mendeskreditkan agama Islam. Mengidentikkan Islam dengan terorisme, seperti
film The Kingdom yang menceritakan usaha FBI mengugkapkan serangan
pengeboman yang menewaskan ratusan warga Amerika di sebuah komplek
pemukiman di Arab Saudi oleh teroris muslim. United 93 juga tidak jauh
berbeda. Film yang disutradarai Paul Greengas ini sejak awal secara nyata
menyuguhkan penampilan teroris yang berwajah arab, membaca Al-Qur’an, dan melakukan sholat berjama’ah. Bahkan disalahkan satu adegan diperlihatkan
bahwa salah satu terorisme ini menusuk leher seorang pramugari sambil
membaca basmalah.
Film ZERO DARK THIRTY ini merinci perburuan Osama bin Laden, yang dibintangi Jessica Chastain sebagai pakar intelijen yang didedikasikan hidupnya
untuk melacak seorang teroris yang paling dicari. Sebagai buntut dari 9/11
serangan teroris. Seluruh agen CIA di seluruh dunia berupaya menemukan
tersangka Al-Qaeda Osama bin Laden. Setelah tiba di sebuah Markas hitam CIA
dan menyaksikan taktik introgasi brutal, Maya didorong (Jessica Chastain)
untuk membantu rekannya Dan (Jason Clarke) dalam mengumpulkan informasi.
Dalam dekade berikutnya, sangat banyak kepalsuan yang membuat pencarian
tampak lebih sia-sia daripada sebelumnya. Sementara itu, bom bunuh diri
banyak di Timur Tengah dan Eropa mengisyaratkan bahwa Al-Qaeda tidak akan
menyerah tanpa perlawanan. Kemudian, tampak seolah-olah jejak petunjuk
dengan mereka yang dibebankan dengan perencanaan tindakan terburuk yang
pernah dilakukan terorisme di tanah Amerika.
Oleh karena itu menjadi menarik untuk menelusuri tanda-tanda apa yang
ada dalam film ini. Terutama bagaimana tanda-tanda dalam film ini
merepresentasikan Islam yang seperti apa. Film umumnya dibangun dengan
banyak tanda. Tanda-tanda itu dikolaborasiakn untuk mencapai efek yang
diinginkan. Karena film merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda
ini berupa gambar dan suara. Tanda-tanda tersebut adalah sebuah gambaran
tentang sesuatu.
Untuk mengetahui hal itu semua, kita dapat menelitinya melalui
pendekatan semiotik. Karena tanda tidak pernah benar-benar mengatakan suatu
kebenaran secara keseluruhan.3 Ia hanya merupakan representasi, dan
bagaimana suatu hal direpresentasikan, dan medium yang dipilih untuk
melakukan itu bisa sangat berpengaruh pada bagaimana orang menafsirkannya.
Dari sekian banyak model semiotik yang ada, peneliti memilih model
semiotik Roland Barthes, dan Christian Metz karena menurutnya, semua objek
kultural dapat diolah secara tekstual. Teks yang dimaksud bukan hanya
berkaitan dengan lingustik saja, tetapi semua yang dapat terkodifikasi. Jadi
semiotik dapat meneliti berbagai macam teks seperti berita, film, iklan, fashion,
fiksi, puisi, dan drama.4
3
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jala Sutra, 2012) h.21
4
Drs. Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Wacana: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian yang akan dituangkan dalam skripsi dengan judul, “SEMIOTIKA
JIHAD DALAM FILM ZERO DARK THIRTY”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas bahwa apa yang menjadi sorotan dalam
film ini adalah bagaimana pengeboman yang dilakukan oleh orang Islam
atas nama Islam. Kemudian pandangan Islam mengenai Jihad sebagai aksi terorisme.
2. Fokus Masalah
Agar penelitian tidak mengarah kepada hal lain di luar konteks penelitian,
maka peneliti memfokuskan permasalahan pada tiga hal berikut:
a. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Roland Barthes?
b. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Christian Metz?
c. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut:
a. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Roland Barthes?
b. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Christian Metz?
c. Bagaimana makna jihad Islam dalam film Zero Dark Thirty
berdasarkan Model Steve Campsall?
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini untuk:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu sebagai
bahan informasi dan dokumentasi ilmiah bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, serta memberikan pandangan tentang analsis semiotik
sebagai sebuah metode penelitian dalam analisis isi media.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi para
praktisi perfilman untuk mengetahui bagaimana membuat film sarat
makna sebagai media dakwah Islam. Sedangkan untuk praktisi
keilmuan dan literatur baru untuk mengetahui serta menggali makna
yang terkandung dalam sebuah produk media massa, khususnya film
yang menggunakan pisau analisis semiotik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Setelah peneliti melihat pada Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan perpusatakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Peneliti mendapati ada 3 judul skripsi yang ada kaitannya
dengan judul yang dibahas. Skripsi pertama yang dilihat peneliti adalah karya
Hani Taqiyyah yang menemukan konsep perang dalam Islam. Ia juga
menggunakan model semiotik yang sama, yaitu model Roland Barthes.5
Skripsi yang kedua adalah hasil karya Dahliana Syahri, menemukan
konsep jurnalisme dalam Islam. Menggunakan objek penelitian dan model
yang sama, film dan semiotik Roland Barthes, tetapi yang lebih diungkapkan
adalah konsep jurnalismenya.6
Rizky Akmasyah menemukan, konsep jurnalisme dalam Islam. Ia juga menggunakan objek penelitian dan model yang sama, film dan semiotik
Roland Barthes, tetapi yang lebih diungkapkan adalah konsep jurnalismenya.7
Dari ketiga skripsi diatas, ada perbedaan dengan skripsi yang akan
ditulis oleh peneliti. Karena dalam Film ZERO DARK THIRTY ada perbedaan
makna yang ingin diungkapkan dalam masalah penelitian, karena aspek yang
5Skripsi Hani Taqiyyah “Analisis Semiotik Terhadap Film In the Name Of God”
6
Skripsi Dahliana Syahri “Analisis Semiotik Film “Freedom Writers”
7
lebih ingin dikaji adalah masalah konsep jihad dalam Islam yang
direpresentasikan dalam film.
F. Kerangka Teori
Melalui
Film
G. Metodologi Penelitian 1. Metode
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, dengan metode semiotik. Peneliti berusaha menggambarkan fakta-fakta tentang bagaimana
adegan-adegan dalam film ZERO DARK THIRTY merepresentasikan konsep jihad Islam lewat tanda-tanda sebagai Denotative dan Conotative Sign melalui model
teknik analisis semiotika film Christian Metz yaitu dengan cara mencari makna
dalam film.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Makna Jihad
Objek penelitian ini adalah film. Sedangkan subjeknya adalah potongan, gambar, musik, dan dialog yang terdapat dalam film ZERO DARK THIRTY yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
3.Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan melalui observasi,
yaitu mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan
penelitian.Adapun instrumen penelitiannya adalah:
1) Data Primer: berupa dokemen elektronik, 1 buah DVD film ZERO DARK THIRTY dengan subtitle bahasa Indonesia.
2) Data sekunder: berupa dokumen tertulis, yaitu berupa dokumen
tertulis, yakni penulis mengumpulkan data-data melalui telaah dan
mengkaji berbagai literatur yang sesuai dengan materi penelitian untuk
dijadikan argumentasi.
b. Pengolahan Data
1) Observasi Non Pastisipan
Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam
pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau
kelompok yang diteliti.8
2)Dokumentasi
8
Menurut Sugiyono9 dokumentasi merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen biasa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang.
c. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan adegan-adegan dalam film ZERO DARK THIRTY yang sesuai dengan rumusan
masalah penelitian. Kemudian, data analisis dengan model teknik semiotika film
Christian Metz yaitu dengan cara mencari makna dalam film yang akan diteliti,
semiotika Roland Barthes yaitu dengan cara mancari Denotative dan Conotative
Sign melalui model, yaitu seperti:
a. Sign
Unit makna terkecil yang dapat kita jumpai dimanapun kita berada, dapat
kita dengar, kita rasa, kita hirup, dapat pula kita tafsirkan dan turut
menentukan makna keseluruhan.
b. Code
Sekumpulan tanda yang nampak secara alami dan membentuk makna
keseluruhan.
c. Elements
Seluruh aspek dan komponen dalam produksi film dan dapat
memunculkan berbagai representasi makna.
9
d. Denotative Sign
Terdapat pada signifikasi tahap pertama, yaitu makna paling nyata dari
tanda.
e. Conotative Sign
Istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap
kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi dari penonton serta nilai-nilai dari
kebudayaannya.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi dalam penelitian ini ditulis dengan menggunakan panduan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi), Karya Hamid
Nasuhi, dkk., yang diterbitkan oleh CeQDA, 2007. Oleh karena itu sistematika
penulisannya adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Masalah dan
Fokus Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
Landasan Teori, yang meliputi tinjauan umum film yang berisi
perkembangan film, definisi, unsur film, strukrur film, jenis dan
klasifikasi film. Tinjauan umum semiotika yang meliputi konsep
dasar, semiotika film, semiotika Metz dan Barthes. Jihad dalam
pandangan Islam.
BAB III PROFIL FILM ZERO DARK THIRTY
Gambaran umum film Zero Dark Thirty, tentang sutradara film, serta profil pemain dan kru produksi film Zero Dark Thirty.
BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Semiotika terhadap Film Zero dark Thirty, dikorelasikan
dengan pandangan Islam terhadap Jihad.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
[image:25.595.99.518.186.607.2]BAB II
LANDASAN TEORI
A. Film
1. Definisi Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang
dibuat dari bahan tipis berbentuk selluloid untuk tempat menyimpan gambar
negatif dan positif dari sebuah objek (yang akan dimainkan di bioskop).1
Sedangkan secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup2. Dalam
mendefinisikan film, Oey Hong Lee menyebutkan, film sebagai alat komunikasi
massa yang kedua muncul di dunia setelah cetak, mempunyai masa
pertumbuhannya pada akhir abad ke-19. 3
Film mempunyai karakteristik tersendiri yakni menggunakan layar lebar,
pengambilan gambar karena menggunakan layar lebar, maka memungkinkan
pengambilan gambar jarak jauh atau long shot bahkan extreme long shot,
konsentrasi penuh dan identifikasi psikologi yang mana saat menonton pikiran
dan perasaan kita larut dalam alur cerita yang disuguhkan.4
Pada dasarnya film dapat dikelompokkan ke dalam dua pembagian besar,
yaitu kategori film cerita dan film non cerita. Film cerita adalah film yang
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.316.
2
Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter. FFTV-IKJ dengan YLP (Jakarta: Fatma Press, 1977), h. 22.
3
Drs. Alex Sobur, M.Si, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 126.
4
diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan
aktris. Sedangkan film non cerita adalah kategori film yang mengambil
kenyataan sebagai subyeknya, jadi merekam kenyataan daripada fiksi tentang
kenyataan.
2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
visual. Banyak orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video
laser setiap minggunya. Di Amerika serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket
film terjual setiap tahunnya.
Film amerika di produksi di Hollywood. Film yang dibuat di sini
membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang
diberbagai belahan dunia.
Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibandingkan radio dan televisi.
Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang amerika
pada tahun 1920an sampai 1950an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan
orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi
secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh
estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada keyataannya film adalah
bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan,
kadang menjadi mesin uang.5
5
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah, Komunikasi Massa: Suatu
[image:27.595.105.520.225.581.2]Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi
dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media
massa.6 Sedangkan LittleJohn mengatakan “the process wherby media
organitations produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought used, understood, and influence by audiences.”(proses dimana organisasi-organisasi media memproduksi dan
menyampaikan pesan kepada khalayak luas dan proses dimana
pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi khalayak).7
Komunikasi massa hampir selalu dilakukan melalui media yang mampu
menjangkau khalayak luas seperti, koran, televisi, radio, film dan juga internet.
Komunikator massa dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi massa
selalu menggunakan media dan sarana yang dapat menjangkau banyak khalayak
sekaligus. Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris mass comuniction sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi
media massa) artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau
komunikasi yang mass mediated.8
Film pada dasarnya merupakan salah satu hasil produk teknologi modern
yang bisa dijadikan sebagai salah satu saluran dalam proses komunikasi massa.
Dalam film, biasanya terdapat pesan-pesan atau informasi yang ingin
disampaikan kepada para penontonnya.
6
Pawito,Penelitian Komunikasi Kualitatif,(Yogyakarta: LKIS, 2007), h.16. 7
Ibid h.16. 8
3.
Sejarah dan Perkembangan FilmSejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotografi
tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya, seperti kamera. Film sebagai media
massa juga ditemukan sejalan dengan ditemukannya pita rekaman seluloid. Media
ini juga mempunyai implikasi yang luas dalam dunia pemberitaan selain
pencitraan gerak (movie) untuk hiburan dengan menampilkan suara (audio) dan
gambar bergerak (audio visual). sekitar tahun 1930-1960 berita film sangatlah popular dan dikenal luas terutama sebelum kemunculan media telivisi (TV)
dengan nama movie news atau newsreed. Bahkan pada awal kemunculan televisi
sebagai media pemberitaan, newsred banyak digunakan untuk keperluan pemberitaan televisi.9
Percobaan pembuatan film bergerak yang pertama dilakukan oleh
Eadweard Muybridge pada tahun 1877 di Palo Alto yang merupakan sebuah
peternakan di California, Amerika Serikat. Dalam percobaannya tersebut ia
merekam gerakan cepat seekor kuda yang berlari dengan menggunakan 24 kamera
stereoskopik.
Pembuatan film eksperimental kedua yang berjudul Rounddhay Garden Scene yang dilakukan oleh Louis Le Prince pada tanggal 14 Oktober 1888 di Roundhay, Leeds, West Yorkshire, Inggris. Film ini merupakan
rekaman gambar bergerak pertama yang masih bertahan hingga saat ini.
Pada tanggal 21 Juni 1889, William Friese Greeene mematerikan
chronophotograpic kameranya yang mampu merekam sepuluh foto perdetik
9
[image:29.595.97.515.227.607.2]menggunakan film seluloid berlubang. Dari hasil temuannya itu lalu Greeene
mencoba mengirimkan kliping cerita ke laboratorium Thomas Edison yang
mengembangkan eksperimen tersebut menjadi sistem gerak gambar yang
disebut kinetscope. Dari proses rekam gerak gambar kinetscope ini berkembang alat rekam yang deberi nama kinetograph yang dipatenkan pada tahun 1891 oleh WKL Dickson. Penemuan alat rekam ini diikuti dengan
penemuan transparan strip seluloid 35mm lebar yang akhirnya digunakan
untuk media rekam film-film yang saat itu dibuat.
Tidak lama berselang setelah penemuan tersebut, Louis dan Auguste
menyempurnakan alat rekam tersebut menjadi alat tayang yang disebut
cinematographe. Dan bertempat di Paris pada bulan Desember 1895,
terjadilah pertunjukan drama gambar yang diproyeksikan untuk masyarakat
luas. Dari peristiwa tersebutlah awal mula menonton film dengan
menggunakan proyektor atau yang lebih kita kenal dengan istilah bioskop ini
berkembang. Dan sampai saat ini bioskop masih menjadi tempat yang paling
nyaman untuk menyaksikan film. Karena suasana ruang dan juga cahaya
diatur dengan sedemikian rupa sehingga membuat penonton menjadi nyaman.
Pengalaman menonton film diruang gelap telah dinikmati orang sejak
masa awal munculnya medium ini. Ini adalah pengalaman hebat, yang
membuat film memiliki kekuatan spesial dalam membentuk nilai-nilai
kultural.10
Bioskop menjadi sebuah ruang publik yang dapat memberikan
kekuatan tersendiri ketika kita sedang menyaksikan sebuah film. Suasana yang
10
tedapat dalam ruangan bioskop membantu kita lebih mudah memahami isi
atau makna yang terdapat dalam sebuah film serta menuntun emosi kita agar
bisa ikut merasa berada dalam realitas yang sedang diproyeksikan dalam
sebuah film yang sedang kita tonton.
Perkembangan terakhir yang saat ini mulai banyak digemari oleh
parasineas ataupun filmmaker adalah metode pembuatan dan penayangan film melalui format video digital. Walaupun format film tidak dapat ditinggalkan
karena memiliki kualitas gambar yang lebih tajam ketimbang format video
digital, namun format video digital mempunyai kelebihan dari segi efisiensi
dan biaya produksi. Untuk proyeksi layar lebar bioskop sampai saat ini masih
menjadi pilihan utam, adapun format video digital biasanya digunakan untuk
film yang diproyeksikan melalui layar televisi.
4. Jenis-jenis Film
Pada umumnya film dibagi menjadi tiga jenis yakni dokumenter, fiksi dan
eksperimental. Dan pembagian ini didasarkan atas cara bertuturnya dari film
tersebut, yaitu naratif (cerita) dan non-naratif (non cerita).
Film fiksi mempunyai struktur naratif yang jelas, sedangkan film
dokumenter dan film eksperimental tidak memiliki struktur naratif yang jelas.
1. Film Dokumenter
Film dokumenter adalah penyajian fakta, dimana film dokumenter ini
berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata.
Film dokumenter ini merupakan film yang merekam suatu peristiwa yang
sungguh-sungguh terjadi. Penonton akan lebih mudah dalam memahami dan
tidak menampilkan tokoh antagonis dan protagonis seperti film fiksi. Film
dokumenter ini dibuat dengan struktur bertutur yang sederhana. Film
dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khas yang tujuan
utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecapetan, fleksibilitas, efektifitas,
serta otentitas peristiwa yang akan direkam.
2. Film Fiksi
Film fiksi, film yang paling berbeda dengan film dokumenter dan film
eksperimental, karena film ini menampilkan tokoh antagonis dan protagonis.
Film fiksi ini dibuat dengan menggunakan cerita rekaan dan memerlukan
peradegan yang sudah dirancang sejak awal. Produksi film ini membutuhkan
persiapan yang matang sehingga relatif lebih lama. Perlengkapan dan
peralatan yang dibutuhkan film fiksi juga lebih banyak, bervariasi dan mahal.
3. Film Eksperimental
Film eksperimental memiliki struktur yang dipengaruhi oleh insting
subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin. Film
eksperimental umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang
menentang kausalitas, film ini berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami
karena menggunakan simbol-simbol personal yang diciptakan sendiri. 11
Mengenai klasifikasi film, metode yang paling mudah, yaitu
mengklasifikasikan film berdasarkan genre. Genre sendiri berasal dari bahasa
Prancis yang bermakna ‘bentuk’ atau ‘tipe’. Di dalam film, genre memiliki
penjelasan tersendiri, meskipun pada dasarnya istilah genre sendiri mengacu
11
pada istilah Biologi yang bermakna sebuah klasifikasi flora dan fauna yang
tingkatannya berada di atas spesies.
Menurutnya, genre dalam film merupakan jenis atau klasifikasi
sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti
setting, isi dan subyek cerita. Saat ini film-film di dunia telah memunculkan beberapa genre, di antaranya genre aksi, horor, roman, noir, dan sebagainya.
Fungsi genre sendiri adalah untuk mempermudah kita dalam
mengklasifikasikan dan memilih beberapa bentuk film yang saat ini mungkin
sudah berjumlah jutaan atau bahkan lebih. Jadi, genre sangat membantu
penikmat film untuk memilih bentuk film yang dicarinya.
Hal yang juga patut menjadi catatan kita, bahwasanya setiap film
kebanyakan memiliki genre lebih dari satu, bentuk ini biasa diistilahkan
dengan genre hibrida (genre campuran).12 Kebanyakan film memiliki genre
yang bervariatif, hal ini dikarenakan banyaknya klasifikasi genre yang muncul
dan dinamika cerita dalam sebuah film.
Dinamika perkembangan sebuah film saat ini cukup pesat. Berbagai
genre film bermunculan dan beraneka ragam. Namun untuk mempermudah
melihat dan mengklasifikasikan film, berikut skema genre film yang dibagi
berdasarkan pengaruh dan sejarah dan perkembangannya.
12
Tabel 2.1.13
Skema Genre Film Induk Primer dan Sekunder.
Genre Induk Primer Genre Induk Sekunder
Aksi Drama Epik Sejarah Fantasi Fiksi-ilmiah Horor Komedi
Kriminal dan Gangster Musikal Petualangan Perang Western Bencana Biografi Detektif Film noir Melodrama Olahraga Perjalanan Roman Superhero Supernatural Spionase Thriller
1. Genre Induk Primer
Genre ini merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan
populer sejak awal perkembangan film di tahun 1900-an hingga
1930-an. Beberapa jenis genre induk primer, masih berkembang saat ini,
namun beberapa yang lain jauh lebih populer dan sukses di masa lalu.
Di antaranya genre musikal, epik sejarah, perang, serta western.
2. Genre Induk Sekunder
Berbeda dengan genre induk primer, genre induk sekunder
merupakan pengembangan dari genre induk primer yang memiliki
karakter dan ciri-ciri khusus dibandingkan dengan genre induk primer.
13
5. Unsur-unsur Pembentukan Film
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur
naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain:
a. Unsur Naratif
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Dalam
hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu
adalah elemen-elemennya.14
1) Tokoh
Tokoh penting dalam film cerita terbagi menjadi dua bagian.
Yang pertama tokoh protagonis yang sering diistilahkan
dengan tokoh utama, sedangkan tokoh antagonis yang
biasanya bertindak sebagai pemicu konflik merupakan tokoh
yang sering diistilahkan dengan tokoh pendukung.
2) Masalah dan Konflik
Masalah di dalam film dapat diartikan sebagai penghalang
yang dihadapi tokoh protagonis dalam menggapai tujuannya.
Permasalahan klasik antara protagonis dan antagonis inilah
yang kemudian memicu konflik fisik atau batin dari dalam diri
tokoh utama sendiri yang akhirnya memicu konflik batin.
3) Lokasi
14
Tempat/lokasi di dalam film berfungsi sebagai pendukung
narasi di dalam skenario. Dalam film cerita pada umumnya
mengambil latar atau lokasi yang nyata. Pemilihan lokasi
dapat membangun cerita sehingga cerita dapat menjadi
realistis.
4) Waktu
Waktu dalam narasi film merupakan salah satu aspek penting
dalam membangun cerita. Sebuah cerita tidak mungkin terjadi
tanpa adanya unsur waktu. Urutan waktu menunjuk pada pola
berjalannya waktu cerita sebuah film.
b. Sinematik
Sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film.
Terdiri dari: (a) Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok:
setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang
mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.15
a) Mise-en-scene
Berasal dari kata Perancis yang memiliki arti “putting in the
scene”. Mise en scene merupakan segala hal yang berada di depan kamera. Terdapat empat aspek utama yang terdiri dari setting atau
15
[image:36.595.100.514.218.602.2]latar, tata cahaya, kostum dan make-up serta akting dari para
pemainnya dan pergerakannya.
b) Sinematografi
Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene
telah tersedia dan sebuah adegan telah siap diambil gambarnya,
pada tahap inilah unsur sinematografi mulai berperan.
Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni
kamera dan film framing, serta durasi gambar. Kamera dan film
mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukakan melalui kamera
dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan
gerak gambar, dan sebagainya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil, seperti batasan wilayah gambar
atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan seterusnya.
[image:37.595.98.514.182.600.2]Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil
gambarnya oleh kamera.16
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu:
a. Extreme long shot
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya untuk
menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.
b. Long shot
16
Pada Long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar
belakang masih domninan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot,
yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
c. Medium long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.
Tubuh visik manusia dan lingkungan sekitar relative seimbang.
d. Medium shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.
Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.
e. Medium close-up
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusaia dari dada ke atas. Sosok
tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan.
Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.
f. Close-up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil
lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta
gestur yang mendetail. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang
lebih intim. Close-up juga memperlihatkan lebih mendetail sebuah benda atau obyek.
Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian
dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah
objek.
Berdasarkan sudut pengambilan gambar (camera angle): h. High Angle
Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih
tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek yang
[image:39.595.95.515.223.588.2]terkesan mengecil. Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan
gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.
i. Low Angle
Menempatkan kamera lebih rendah dari objek, atau objek lebih tinggi dari
kamera, sehingga objek terkesan membesar. Sudut pengambilan gambar ini
merupakan kebalikan dari high angle . kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang
ini yaitu keagungan atau kejayaan.
Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera): j. Pan
Pan merupakan singkatan dari kata panorama. Istilah panorama digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas. Pan adalah
pergerakan kamera secara horizontal kanan dan kiri dengan posisi kamera yang
statis.
k. Tilt
Gerakan kamera secara vertikal, ke atas ke bawah atau ke atas dengan
mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan objek yang tinggi atau
raksasa.
l. Tracking
Tracking shot atau dolly shot merupakan pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara horizontal. Kedudukan kamera di tripod dan
diatas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika bergerak
menjauh.
m. Crane shot
Crane shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara vertikal, horizontal atau kemana saja selama masih diatas permukaan tanah.
Crame shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan untuk
menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan, areal
taman, dan sebagainya.
n. Zoom in/zoom out
Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengam menggunakan
tombol zooming yang ada di kamera.
c) Suara
Suara dalam film dapat kita pahami sebagai seluruh suara yang
keluar dari gambar, yakni dialog, musik dan efek suara. Segala
sesuatu yang terdapat dalam film yang mampu tertangkap oleh
indera pendengaran manusia. Dalam perkembangannya efek suara
memiliki peran penting dalam mengarahkan emosi penonton ketika
d) Editing
Proses mempersiapkan dan memilih bahasa, gambar, suara, video
atau film melalui proses seleksi, koreksi, organisasi, dan juga
modifikasi sehingga terbentuk suatu rangkaian audiovisual yang
koheren dan memiliki makna.
B. Semiotika
1. Konsep Dasar Semiotika
Semiotika, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsiran tanda. Istilah semeion ini sebelum berkembang pada awalnya berakar pada tradisi studi klasik dan skolastik atas seni
retorika, poetika dan logika.
Semiotika sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Tanda-tanda adalah
perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di
tengah-tengah manusia dan besama-sama manusia. Menurut Littlejohn, manusia
dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya
dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini.
Banyak para tokoh yang menjelaskan tentang paham semiotika, karena
semiotik merupakan suatu ilmu yang memunculkan banyak karakter. Ada empat
tokoh semiotika yang cukup dikenal teorinya. Yang pertama adalah Charles
Sander Pierce, dikenal sebagai pemikir argumentatif dan filsuf Amerika yang
paling orisinal dan multidimensional.17 Pierce menemukan tipologi tanda yang
17
memiliki kekhasan dengan membedakan tipe-tipe tanda menjadi ikon, indeks, dan
simbol. Teori Pierce banyak dikenal dengan sebutan grand theory yang membagi sistem tanda menjadi tiga unsur yaitu representasemen, interpretant, dan objek.
Tokoh selanjutnya adalah Ferdinand De Saussure, tokoh ini lebih terfokus pada
semiotika linguistik, setidaknya Saussure telah menemukan dua komponen dalam
studi semiotika yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda).18 Kemudian
muncullah tokoh-tokoh semiotika lainnya seperti Roland Bathes dan Christian
Metz yang mempunyai kekhasan dalam menjelaskan teori-teori semiotika.
Semiotika sendiri menurut para ahli di bagi menjadi dua jenis.
a. Semiotika Signifikasi
Semiotika signifikasi mencoba memberikan perhatian atau memberi
tekanan pada tanda dan memberikan segi pemahaman dari suatu tanda dalam
suatu konteks tertentu sehingga proses kognisi pada penerima tanda lebih
diperhatikan daripada proses komunikasinya.
b. Semiotika Komunikasi
Semiotika Komunikasi ini menekankan pada teori produksi tanda yang
salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam proses komunikasi,
seperti pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi,
dan acuan (hal yang dibicarakan).19
2. Konsep Semiotika Naratif Film
Roland Barthes merupakan salah satu tokoh yang cukup berkontribusi dalam
kajian semiotika. Secara historis tokoh yang lahir dan dibesarkan di sebelah barat
18
Ibid, h. 13-15.
19
daya Perancis ini sering disebut sebagai penerus dari teori Saussurean.
Kontribusinya terhadap bidang kajian semiotika sangat berpengaruh terutama
teorinya mengenai semiologi dan mitos. Ahli semiotika ini mengembangkan
kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika
teks.20
Barthes menjelaskan bahwa kunci dari analisisnya ada pada konotasi dan
denotasi, ia mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (E) atau signifier dalam hubungannya (R) dengan isi (atau
signified) (C).21
Fiske menyebut konsep semiotika Barthes sebagai signifikasi dua tahap
(two order signification). Karena lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan
signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap realitas. Ia menyebutnya sebagai
denotasi yaitu makna paling nyata dari sebuah tanda (sign).22
Sedangkan konotasi, merupakan tahap yang kedua, yaitu tahap yang
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dari
pembaca. Dengan kata lain denotasi merupakan apa yang digambarkan tanda
terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara
menggambarkannya.23
Semua objek yang ada di sekitar atau permasalahan yang timbul dalam
suatu objek bisa kita kaji dengan bidang kajian semiotika, misalnya gambar, iklan,
film, puisi, lirik lagu, dan masih banyak lagi, tetapi dalam penelitian ini, fokus
20
Indiawan Seto, Semiotika Komunikasi, h. 16. 21
Ibid, h. 16.
22
Ibid, h. 17.
23
objeknya adalah film, karena sebagian besar film yang kita saksikan mempunyai
isi pesan yang berbeda-beda, selain itu film juga selalu memunculkan
simbol-simbol yang didalamnya memuat sistem tanda yang kompleks.
Film sebagai sekumpulan tanda, yang maksudnya kita sebagai penikmat
film lebih leluasa untuk memahami isi dari kandungan film tersebut, menelaah
lebih jauh, terutama pesan yang sebenarnya disampaikan di dalam film tersebut.
Christian Metz, merupakan salah satu kritikus film yang ternama dan juga
penulis buku, salah satu bukunya yaitu yang berjudul Language and Cinema
sangat berperan di dalam dunia perfilman karena Metz dalam bukunya
memberikan pemahaman mengenai film sebagai satuan bahasa yang berbeda dari
bahasa tutur. Semua komponen dalam film merupakan serangkaian kode yang
meroepresentasikan sebuah budaya, sejarah dan nilai-nilai. Bagi Metz teori film
adalah teori yang mengkaji wacana-wacana sejarah film, masalah ekonomi film,
estetika film dan semiotika film.24
Christian Metz memberikan suatu teori film yang selalu menjadi acuan
masyarakat Postmodernisme untuk membuat film. Metz yang merupakan figur
utama dalam Semiotika mengakui bahwa teori film yang ia lakukan tidak lepas
dari pengaruh pendiri semiotika seperti Ferdinand de Saussure dan Pierce. Metz
memindahkan teori signifikasi dari Roland Barthes yang menjadi penerus
Ferdinand de Saussure dan melengkapinya.25
Metz memberikan kontribusi pentingnya untuk memahami film dengan
sebuah konsep yang ia ciptakan, yaitu Cinematic Institution, dengan konsep ini
24
Zuzana M. Pick, Cinema As Sign and Language, h. 200. 25
Metz memberikan pemahaman bahwa pengertian film tidak terbatas pada aspek
industri yang memproduksi sebuah film saja, melainkan juga aspek lain dari luar
itu. Kemudian penonton juga mampu untuk memposisikan dirinya sebagai
kesatuan dari film yang fungsinya bergerak dalam wilayah psikologis.
Melalui konsep inilah Metz memberitahukan bahwa setidaknya ada 3
mesin utama untuk memaknai film secara utuh sebagai bahan untuk penelitian,
yaitu outer machine(film sebagai industri), inner machine (psikologi penonton),
third machine (penulis naskah film-kritikus, sejarawan, teoritikus).26
Sebagai ahli semiotika film, Metz mengungkapkan bahwa fakta yang
harus di pahami adalah bahwa film harus benar-benar dapat dimengerti. Analogi
ikonik sendiri tidak selalu dapat menjelaskan wacana dalam film, sehingga
membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam dalam membaca bahasa film,
yang disebutnya sebagai fungsi dari “the large syntagmatic category”(Metz,
1971:146).27 Karena memahami film tidak dapat dilepaskan dari struktur narasi
sebuah film.
Berbicara mengenai dunia perfilman, perkembangan yang sangat pesat
telah diperlihatkan para sineas dalam dunia perfilman ini. Film dianggap memiliki
pengaruh lebih kuat terhadap khalayaknya dibandingkan dengan media lain.
Meskipun berbagai penelitian tidak mendapatkan buktinya, dugaan film
menguasai khalayaknya juga tidak hilang. Isi dan teknik pembuatan film memang
sedemikian rupa sehingga mengikat penontonnya. Bahkan ada pengamat yang
menyatakan bahwa film memiliki kekuatan hipnotis.
26
Zuzana M. Pick, Cinema As Sign and Language, h. 200. 27
Membuat film tidak segampang yang dibicarakan, karena menurut Budi
Irawanto, film adalah penerapan semiotika yang sempurna, karena berbagai
macam tanda terdapat didalamnya.28Maka dari itu, semiotika sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mengkaji tanda-tanda dan sistem simbolik memiliki kaitan erat
dengan film sebagai sebuah produk tanda.
Steve Campsall membuat tabel analisis film yang mengadopsi pemikirian
dari salah seorang tokoh semiotik film yakni Christian Metz. Ia mempunyai
pandangan bahwa film merupakan kesatuan yang terdiri dari bahasa dan makna,
yang kemudian diartikan oleh Campsall sebagai Moving Image Text : “Film
Language”.
Menurutnya Film Language ia ciptakan karena ia berpendapat bahwa film mempunyai cara tersendiri atau bahasa tersendiri yang digunakan dalam
menyampaikan pesan kepada para penontonnya. Mulai dari sutradara, produser,
editor dan juga semua kru bekerja untuk menciptakan sebuah makna tersebut
melalui gambar bergerak seperti dalam film.
Di dalam tabel analisis film yang dibuat oleh Campsall, terdapat banyak
komponen yang harus diperhatikan oleh kita sebagai peneliti. Hal ini dapat dilihat
[image:46.595.97.517.205.800.2]melalui skema analisis film berikut ini:
Tabel 2.2.29
Komponen dan Elemen
Signs, Codes and
Conventions
Semiotika, merupakan sebuah jalan untuk menjelaskan bagaimana tanda itu diciptakan. Di dalam film, tanda-tanda tersebut diciptakan oleh para sineas film atau sutradara. Apa yang kita
28
http://yopirismayadi.blogspot.com/2010/09/cinematography-semiotics.html diakses pada Kamis, 26 Juni 2013.
29
dengar, kita lihat dan kita rasakan merupakan sesuatu yang dapat kita persepsikan dan mengandung sebuah ide. Ide tersebutlah yang
kemudian disebut dengan ‘meaning’.
Salah satu contoh pemaknaan penting, misalnya kata-kata pengecut, memiliki lawan heroik. Situasi ini memungkinkan penafsir memiliki pendapat yang berbeda, dan ini dinamakan Binary Opposite. Ada beberapa komponen dalam memahami semiotika film.
- Signs(tanda): unit makna terkecil yang bisa kita tafsirkan dan turut menentukan makna keseluruhan.
- Code(kode): dalam semiotika, sebuah kode adalah sekumpulan tanda yang nampak, “pas”, sekaligus “alami” dalam membentuk makna keseluruhan.
- Convention (konvensi): istilah konvensi itu penting. Ia merujuk pada suatu cara yang sudah umum dalam mengerjakan sesuatu. Dan kita sering mengaitkan sesuatu yang konvensional dengan hasil yang pasti, dan menganggapnya natural.
Perlu kita ketahui pula bahwa tipe tanda dan kode setidaknya terbagi atas 3:
- Ikon : tanda dan kode yang dibuat untuk menunjukkan sesuatu yang melekat atau identik pada sesuatu.
- Indeks : sistem penandaan yang menggunakan unsur kausalitas atau sebab-akibat
- Simbol : pemaknaan terhadap sesuatu yang melepaskan secara total makna denotasi pada sesuatu tersebut.
Hal lain yang juga penting untuk memahami tanda adalah melalui konvensi. Konvensi merupakan suatu kesepakatan umum yang melekat dalam masyarakat dan dijadikan jalan dalam melakukan suatu pekerjaan. Biasanya konvensi terwujud dalam suatu perbuatan.
di dalam kamera melalui aspek Setting, Kostum, Tata Rias, dan Pencahayaan.
Editing Editing merupakan suatu proses memotong dan menggabungkan beberapa potongan film menjadi satu. Membuat film tersebut menjadi cerita yang bersambung, dapat dipahami, realistis, mengalir dan naratif.
Shot Types Shot merupakan pengambilan gambar untuk
membangun sebuah potongan gambar yang naratif dan memberikan makna tersendiri terhadap objeknya. Biasanya shot terkait dengan pengambilan kamera. Seperti Close Up (CU), Point of View (POV) dan Middle Shot (MS).
Camera Angle Sudut kamera, biasanya selalu menciptakan makna-makna yang signifikan dengan kondisi atau situasi objek. Seperti sudut kamera POV high angle shot yang mencerminkan superioritas atau kekuasaan.
Camera Movement Pergerakan kamera merupakan suatu bentuk penciptaan makna yang dinamis. Perpindahan dari
zoom out ke zoom in misalnya, memiliki nilai dan dinamika makna sendiri.
Lighting Pencahayaan merupakan salah satu aspek penting
dalam film. Pencahayaan dapat menimbulkan suasana dan mood yang menegaskan makna. Kegelapan di hutan misalnya menciptakan makna ketakutan dan kengerian.
Dieges And Sound Dieges atau diagenic sound di dalam film
merupakan ‘dunia film’. Dia merupakan bagian dari
setiap aksi yang di jalankan aktor. Misalnya suara musik yang mengiringi jalannya aktor dan lainnya. Visual Effects / SFX SFX merupakan gambar generasi komputer
(CGI) yang mana tujuannya untuk menciptakan sebuah realitas dan makna melalui efek-efek gambar dan suara.
Narrative Naratif, merupakan unsur film yang memuat cerita dan kisah khusus di dalam film.
Genre Genre adalah ragam dari naratif yang sedang
dibicarakan di dalam film.
Iconography Ikonografi merupakan aspek penting dari genre. Hal inilah yang menjadi simbol-simbol pendukung genre. Seperti padang pasir yang mendukung karakter koboi.
The Star System Bintang-bintang film tertentu bisa menjadi bagiam penting dalam ikonografi dan menjadi penegas makna. Bisa menjadi penegas karakter dan aksi.
[image:48.595.102.517.84.769.2]sangat tinggi, sehingga sesuatu terkesan benar-benar nyata. Dengan layar yang jernih, jelas, sound yang kuat, dan ruang yang sengaja dibuat gelap, pemirsa dapat merasakan atmosfer realitas tinggi.
Demikianlah berbagai komponen dan elemen yang dapat merealisasikan film
melalui teknis semiotika yang mana peneliti akan mengkaji lebih dalam sistem
tanda yang terkait didalam film berdasarkan tabel tersebut.
C. Jihad dalam Pandangan Islam 1. Jihad
Kata jihad berasal dari kata jahada, berarti setiap usaha yang diarahkan pada tujuan tertentu dan berupaya dengan kemampuan yang ada berupa perkataan
dan perbuatan serta ajakan kepada agama yang haq. Dalam tradisi sufisme, jihad dipahami sebagai pengekangan jiwa (mujahadah-an nafs). Inilah jihad yang
dipahami sebagai pengekangan jiwa (al-jihad al-akbar) sedangkan perang adalah jihad kecil (al-jihad al-akbar) sedangkan perang adalah jihad kecil (jihad al-ashgar).
Jihad hukumnya fardu kifayah (kewajiban kolektif) bilamana sebagian muslim telah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu dari kaum muslimin.
Kewajiban kolektif yang bersifat sosial ini mendapat penekanan lebih kuat dan
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs At- Taubah: 122)
Jadi, jihad seperti halnya dengan menuntut ilmu pengetahuan tertentu dan
seperti halnya juga dengan da’wah, merupakan kewajiban kolektif sosial. Akan
tetapi jihad dalam kondisi tertentu dapat menjadikan kewajiban individual:
muslim laki-laki maupun perempuan, bahkan hingga wanita diperbolehkan keluar
untuk berjihad tanpa izin suaminya. Jihad menjadi wajib’ ain (kewajiban
individual) ketika musuh telah menginjakkan kakinya di bumi Islam.30
Di samping pengertian umum tersebut, pada ulama juga mendefinisikan
tentang jihad secara khusus, salah satunya Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa
jihad adalah memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam. Sedangkan menurut
M. Quraish Shihab jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Pengertian inilah
yang mengandung makna bahwa jihad dikaitkan dengan pertempuran,
peperangan, dan ekspedisi militer.
Melihat dari sejarahnya, ayat-ayat tentang jihad yang turun pada periode
Madinah Inilah yang menjadi landasannya, diantaranya seperti yang tertulis dalam
firman Allah berikut:
30Dr. Muhammad ‘Imarah,
Perang Terminologi Islam Versus Barat, (Jakarta: Robbani Press,
<