• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (

Nigella sativa

L.) sebagai

Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

SKRIPSI

NUR QUROTUL A’YUNI

108102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (

Nigella sativa

L.) sebagai

Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NUR QUROTUL A’YUNI

108102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Nur Qurotul A’yuni

NIM : 108102000018

Tanda Tangan :

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Nur Qurotul A’yuni Program studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

Hepatitis C merupakan penyakit peradangan hati. Hepatitis C disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV). Penggunaan ribavirin dalam kombinasi dengan interferon telah menjadi obat standar untuk pengobatan HCV namun penggunaan dosisnya yang tinggi sehingga mempunyai efek samping yang signifikan seperti mual, anemia dan depresi. Penggunaan ribavirin dengan kombinasi interferon mempunyai efektivitas sebesar 40% - 50%. Sampai saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang effektif untuk hepatitis C. Penemuan obat yang berperan sebagai antivirus dapat dilakukan melalui target molekuler dengan mencari inhibitor RNA helikase yang berperan dalam replikasi virus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase. Aktivitas penghambatan dihitung berdasarkan fosfat anorganik yang dilepaskan saat pengujian dengan kolorimetri ATPase. Pengukuran jumlah fosfat anorganik dilakukan dengan menggunakan microplate reader multiscan EX. Penggunaan jintan hitam (Nigella sativa L.) sudah umum dikalangan masyarakat. Jintan hitam diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, antialergi bahkan sebagai antivirus. Pada penelitian ini, jintan hitam (Nigella sativa L.) diduga memiliki potensi sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C. Ekstrak n-heksan dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas sebesar 64,454%. Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas sebesar 38,804%. Ekstrak metanol dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas sebesar 27,617%. Ekstrak n-heksan memiliki aktivitas paling besar diantara ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Berdasarkan hasil identifikasi dengan penapisan fitokimia diperkirakan senyawa dalam jintan hitam (Nigella sativa L.) yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor RNA helikase adalah senyawa steroid/triterpenoid, terpenoid dan minyak atisiri.

(7)

Nama : Nur Qurotul A’yuni Program studi : Farmasi

Judul : Black Cumin (Nigella sativa L.) Extract Test Activity as Inhibitor .,RNA Helicase Hepatitis C Virus

Hepatitis C is one of liver inflamation diseases. Hepatitis C is caused by hepatitis C virus infection (HCV). Neither drugs nor vaccines for HCV is not been found yet. For instance, the use of interferon in combination with ribavirin, which efficacy is 40% - 50%, has been a standard drug for the treatment of HCV but its use of a high dosage has significant side effects such as nausea, anemia and depression. The discovery of antiviral which act as molecular target can be done through the screening of inhibitor RNA helicase that plays a role in viral replication. This research aims to determine the activity of black cumin extracts that were extracted using the solvent n-hexane, ethyl acetate and methanol, as inhibitors of the RNA helikase. Inhibitory activity was calculated based on inorganic phosphate that were released during colorimetric ATPase assay. Measurement of the amount of inorganic phosphate that has been released was conducted by microplate reader multiscan EX. Black cumin (Nigella sativa L.) has commonly been used as traditional medicine. Since it has already known as antioxidant, anti-inflamatory, anti-bacterial, antifungi, anti-allergy and even as antivirus. In this study, black cumin (Nigella sativa L.) has potential as an inhibitor of RNA helicase HCV. By the concentration of 32000 ppm, the extract of n-hexsane, ethyl acetat and metanol, has the RNA helicase HCV inhibitor activity as 64,454%, 38,804% and 27,617%, respectively. n-Hexane extract has the greatest activity amongst the ethyl acetate extract and methanol extract. Based on the result of the phytochemicals analysis, it is estimated that steroid/triterpenoid and essential oil in the n-hexane extract has the potential of RNA helicase HCV inhibitor activity.

(8)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kuliah sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

(1) Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Rifqiyah Nur Umami, MS. selaku pembimbing II, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa

(2) Bapak Apon Zaenal Mustopa, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Bakteriologi dan Virologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI beserta staf (Ibu Linda Sukmarini, M.Eng, Bapak Muhamad Ridwan, S.Far, Dwianty Putri Meitasari, S.Pt) atas penggunaan segala fasilitas dan bantuannya selama penelitian

(3) Bapak Prof. Dr. Dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(4) Bapak Drs. Umar Mansur, M,Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(9)

(7) Teman seperjuangan dalam penelitian (Putri Syajarwati), sahabat-sahabat (Intan, Yanti, Ratu, Sera, Yanti, Puser, Endah, Dewa, Kudou, Dina, Ikhsan, Ogi Widya dan Sivia), teman-teman dilaboratorium (Aksar, Bia, Hary, Neng, Krisna, Kak Bobby, Kak Iqbal, Kak Haris dan Kang Ace) beserta teman-teman angkatan 2008 khususnya teman-teman-teman-teman ALCOOLIQUE yang sudah membantu dalam berbagi informasi dan pengetahuan serta memberikan dukungan sehingga saya selalu bersemangat dan bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

Tak lupa kepada orang tua saya, Ayahanda Zakaria dan Ibunda Neneng Suryani, semoga segala amalan dan jerih payah keduanya mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Ciputat, Januari 2013 Penulis

(10)

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nur Qurotul A’yuni

NIM : 108102000018

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul

UJI AKTIVITAS EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L) SEBAGAI INHIBITOR RNA HELIKASE VIRUS HEPATITIS C

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu : Digital Library Perpustakaan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di :

Pada tanggal :

Yang menyatakan,

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah... 3

1.3.Hipotesis ... 3

1.4.Tujuan Penelitian... 3

1.5.Manfaat Penelitian... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jintan Hitam (Nigella sativa L)... 4

2.1.1. Klasifikasi ... 4

2.1.2. Nama Lain ... 4

2.1.3. Budidaya ... 4

2.1.4. Morfologi ... 4

2.1.5. Kandungan Biji ... 5

2.1.6. Manfaat Biji ... 6

2.2. Ekstraksi ... 7

2.3. Hepatitis C ... 9

2.4. RNA Helikase ... 11

2.5. Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 12

2.6. Ekspresi dan Purifikasi Helikase Virus Hepatitis C ... 13

2.7. SDS-PAGE ... 14

2.8. Uji ATPase ... 15

BAB III. METODOLOGI ... 16

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Tahapan Penelitian ... 17

3.3.1. Determinasi Biji Jintan Hitam ... 17

3.3.2. Pengamatan Organoleptik ... 17

3.3.3. Pembuatan Ekstrak Jintan Hitam ... 17

3.3.4. Penapisan Fitokimia Ekstrak... 18

(12)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Determinasi Tanaman ... 26

4.2. Rendemen Ekstrak ... 26

4.3. Penapisan Fitokimia ... 28

4.4. Parameter Standar ... 29

4.5. Produksi Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 31

4.6. Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kental Jintan Hitam terhadap RNA Helik Helikase Virus Hepatitis C ... 35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

(13)

DAFTAR GAMBAR

[image:13.595.126.535.63.484.2]

...Halaman

Gambar 1. Nigella sativa L ... 5

Gambar 2. Virus Hepatitis C ... 9

Gambar 3. Peta Genomik HCV ... 10

Gambar 4. Mekanisme Kerja RNA Helikase HCV ... 11

Gambar 5. Perangkat SDS-PAGE ... 14

(14)
[image:14.595.123.537.65.486.2]

Tabel ...Halaman

II.1. Inhibtor RNA Helikase ... 12

IV.1. Rendemen Ekstrak ... 27

IV.2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat, Metanol ... 29

IV.3. Parameter Standar ... 30

(15)

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat Determinasi Biji Jintan Hitam ... 45

Lampiran 2. Kerangka Kerja ... 46

Lampiran 3. Ekstraksi Biji Jintan Hitam ... 47

Lampiran 4. Produksi dan Purifikasi RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 48

Lampiran 5. SDS-PAGE ... 49

Lampiran 6. Komponen Larutan-Larutan yang Digunakan dalam SDS-PAGE ... 50

Lampiran 7. Uji ATPase RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 51

Lampiran 8. Uji Aktivitas Inhibisi Jintan Hitam ... 52

Lampiran 9. Rendemen Ekstrak ... 53

Lampiran 10. Pembuatan Larutan Uji ... 54

Lampiran 11. Penapisan Fitokimia ... 56

Lampiran 12. Perhitungan Susut Pengeringan dan Kadar Abu ... 59

Lampiran 13. Data Aktivitas Inhibisi Jintan Hitam terhadap RNA Helikase HCV ... 61

Lampiran 14. Perhitungan Persen Inhibisi ... 62

Lampiran 15. Kurva Persentase Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 63

Lampiran 16. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak dalam Satu Well ... 64

Lampiran 17. Kurva Standar K2HPO4 ... 66

Lampiran 18. Contoh Perhitungan Aktivitas ATPase RNA Helikase Setelah Penambahan Sampel ... 67

Lampiran 19. Kurva Aktivitas ATPase Sampel ... 68

(16)

1.1. Latar Belakang

Hepatitis C merupakan penyakit peradangan hati, yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, namun ketika menginfeksi langsung, pada tingkat kronis dapat berkembang menjadi fibrosis pada hati, sirosis hati hingga kanker hati (Lauer & Walker, 2001). Diperkirakan bahwa hepatitis C telah menginfeksi hampir 200 juta orang di seluruh dunia dan telah menginfeksi lebih dari 3 - 4 juta orang per tahun (EASL, 2011). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2010 jumlah penderita hepatitis C di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 30 juta jiwa (Kementrian Kesehatan, 2010). Tingginya jumlah penderita hepatitis C ini disebabkan karena belum adanya obat yang efektif serta vaksin untuk hepatitis C.

HCV termasuk dalam famili Flaviviridae yang memiliki genom tunggal RNA (ribonucleic acid) dan mempunyai gen yang mengkodekan RNA. Salah satu enzim yang penting untuk replikasi genom virus adalah RNA helikase yang mempunyai tiga aktivitas yaitu aktivitas pengikatan RNA, pengikat ATP (adenosine triphospat), dan pembukaan rantai RNA (Utama et al, 2000). Enzim inilah yang menjadi target potensial untuk pengembangan obat anti hepatitis C (Borowski et al, 2000).

(17)

Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya pada jintan hitam itu terdapat

obat untuk segala macam penyakit kecuali kematian. (H.R. Bukhori)

Penggunaan jintan hitam dalam bidang kesehatan sudah sangat luas diantaranya jintan hitam mampu untuk mengobati batuk kronik, demam, lelah, serta penyakit yang berkaitan dengan empedu dan limpa (Hasnah, Norazah & Err, 2001).

Jintan hitam mempunyai efek terapeutik yang cukup banyak, diantaranya aktif sebagai analgesik, anti inflamasi, antihistamin, anti alergi, anti oksidan, anti kanker, stimulasi kekebalan tubuh, anti asma, anti hipertensi, anti bakteri, anti jamur, anti parasit dan anti virus (Rhandawa, 2008). Jintan hitam juga telah digunakan sebagai agen anti virus terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus cytomegalovirus (Salem & Hossain, 2000).

Pengujian aktivitas jintan hitam sebagai inhibitor terhadap HCV belum pernah dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini, sehingga diharapkan dapat dikembangkan produk yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan hepatitis C.

1.2. Perumusan Masalah

1.2.1. Jintan hitam sudah banyak diteliti dan digunakan sebagai obat, namun belum diketahui dan digunakan untuk obat hepatitis C

1.2.2. Jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase HCV belum pernah ada 1.2.3. Belum diketahui apakah jintan hitam mempunyai aktivitas sebagai

inhibitor RNA helikase HCV

1.2.4. Kasus hepatitis C di indonesia cukup besar yaitu mencapai jumlah 30 juta jiwa

1.3. Tujuan Penelitian

(18)

1.4. Hipotesis

Jintan hitam (Nigella sativa L.) mampu berperan sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat penelitian secara teoritik

Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang potensi jintan hitam (Nigella sativa L.) sebagai inhibitor RNA helikase HCV

1.5.2. Manfaat penelitian secara metodologik

Metode yang dipakai dalam penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian-penelitian terhadap tumbuhan lainnya yang dapat digunakan sebagai inhibitor RNA helikase HCV

1.5.3. Manfaat penelitian secara aplikatif

(19)

2.1. Jintan Hitam (Nigella sativa L.)

2.1.1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella

Spesies : Nigella sativa L. (Plantamor® , 2008)

2.1.2. Budidaya

Jintan hitam (Nigella sativa L.) tumbuh 2500 m di atas permukaan laut. Jintan hitam dikenal sebagai tumbuhan liar dan dibudidayakan di India, Mesir dan Timur Tengah. Selain di negara-negara tersebut jintan hitam juga dibudidayakan di Sri Lanka, Bangladesh, Nepal, Mesir, Irak dan Pakistan. Namun di negara-negara ini pembudidayaannya masih dalam skala kecil. India termasuk negara produsen jintan hitam terbesar (Malhotra, 2004).

2.1.3. Morfologi

(20)

dengan 5 - 10 mahkota bunga, dan akan menjadi buah berbentuk bumbung atau kurung berbentuk bulat panjang. Buahnya keras seperti buah buni, berisi 3 - 7 folikel, masing - masing berisi banyak biji atau benih yang sering digunakan sebagai bahan rempah. Rasa pahit yang tajam dengan bau khas (Savitri, 2008).

2.1.4. Kandungan Biji Jintan Hitam

Biji jintan hitam mengandung asam amino yaitu berupa leucine, valine, lysine, threonine, phenylalanine, isoleucine, histidine, methionine,

glutamic acid, arginine, aspartic acid, glysine, proline, serine, alanine,

tyrosine, cystine (Al-Jassir, 1992). Minyak atsiri (0,5 - 1,6%). Minyak atisiri yang terkadung di dalam biji jintan ini meliputi nigellone, thymoquinone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, α dan β-pinene, d-limonene, d-citronellote, dan p-cymene (Al-Ali, Alkhawajah, Rhandhawa & Shaikh, 2008).Kandungan lain dari biji jintan hitam adalah dithymoquinone, thymoquinone, oxy-coumarin, 6-methoxy coumarin 7-hidroxy-coumarin, steryl-glucoside (Randhawa, 2008).

[image:20.595.121.536.96.463.2]

Asam lemak (35,6 - 41,6%) yang terkandung di dalam biji jintan hitam seperti asam arakidonat, asam linoleat, asam linolenat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat. Selain itu jintan hitam juga mengandung protein (22,7%), asam amino meliputi albumin, globulin,

(21)

lisin, leusin, isoleusin, valin, glisin, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin, cystine, asam glutamat, asam aspartat, prolin, serin, treonin, triptopan dan tirosin. Dalam jintan hitam terdapat juga senyawa alkaloid meliputi nigellicine, nigellidine-N-oxide. Mineral (1,79 - 3,74%), meliputi Fe, Na, Cu, Zn, P dan Ca. Vitamin seperti asam askorbat, tiamin, niasin, piridoksin, dan asam folat. Karbohidrat (33,9%), serat (5,5%), dan air (6%). Selain itu, terkandung juga senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, alpipatic alcohol, unsaturated α-β-hidroxy ketone, sterol, ester serta asam

organik. Bijinya juga mengandung lipase, fitosterol dan β-sitosterol (Gilani, Jabeen & Khan, 2004).

2.1.5. Manfaat Jintan Hitam

Biji jintan hitam pada umumnya digunakan pada pengobatan tradisional, seperti diuretik, antihipertensi, memperbaiki proses pencernaan, antidiare, stimulan, analgesij, antibakteri dan digunakan untuk penyakit kulit. Sudah dilakukan studi terhadap pemanfaatan jintan hitam, dari hasil studi tersebut didapati hasil bahwa jintan hitam memiliki aktivitas sebagai antidiabetes, antikanker, imumomodulator, antimikroba, antiinflamasi, spasmolitik, bronchodilator, hepatoprotektif, pelindung ginjal dan antioksidan (Gilani, Jabeen & Khan, 2004).

Kawther, Ahmed & Sakina (2008) telah melakukan penelitian mengenai observasi efek jintan hitam. Dari hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa jintan hitam memiliki potensi sebagai antiviral, antikanker, anti angiogenic, dan antioksidan. Sedangkan Musa, Nihat, Hatice, Gulruh, dan Muharrem (2004) menyatakan bahwa ekstrak etanol jintan hitam berpotensi sebagai antitumor. Jintan hitam juga dapat digunakan sebagai antimalaria menurut penelitan Abdulelah & Zainal, (2007). Penelitian Ali, Gamze & Tugba (2007) melaporkan bahwa jintan hitam memiliki potensi sebagai antimikotik dan antimikroba.

(22)

Adanya fraksi karboksil nigellone dan non-karboksil dilaporkan dapat digunakan sebagai antihistamin. Fraksi fenolik menunjukkan adanya aktivitas sebagai antibakteri terhadap Micrococcus pyogenes var. aureus and Escherichia coli. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa jintan hitam mempunyai imonomodulator yang kuat dan memiliki aktivitas seperti interferon, dengan demikian jintan hitam mampu menghambat perkembangan kanker dan sel endotel dan dapat mengurangi produksi faktor pertumbuhan protein angiogenik fibroblastik yang dibuat oleh sel tumor (Malhotra, 2004).

2.2.Ekstraksi

Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat tradisional tahun 2000, ekstraksi adalah proses pelarutan kandungan kimia yang larut hingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Metoda ekstraksi yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

2.2.1. Cara dingin

a. Maserasi

(23)

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

2.2.2. Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah perlarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC. d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30o

(24)

2.3. Hepatitis C

Kata hepatitis berarti radang hati. Sejumlah faktor penyebab hepatitis yaitu alkohol, obat-obatan, racun, autoimunitas, masalah di peredaran darah seperti gagal jantung (hepatitis iskemik), fatty liver (steatohepatitis nonalkohol atau NASH) dan virus. Peradangan hati disebabkan oleh infeksi virus yang disebut virus hepatitis (Worman, 2002).

Beberapa virus hepatitis pada manusia, khususnya pada hepatitis A dan hepatitis E hanya menyebabkan penyakit akut. Beberapa virus hepatitis, khususnya hepatitis C dan D dapat menyebabkan hepatitis akut dan kronis. Hepatitis kronis didenifisikan sebagai hepatitis yang bertahan selama lebih dari 6 bulan. Kronisitas merupakan hal yang signifikan dari HCV ini. Pada kebanyakan kasus, infeksi kronis ini biasanya berlangsung seumur hidup kecuali berhasil diobati. Meskipun ada kasus dimana seorang individu terinfeksi dengan HCV dan kemudian secara spontan pulih, namun kasus ini jarang terjadi. Pada kebanyakan kasus pasien tidak tahu kapan ia mulai terinfeksi dan virus hepatitis ini bisa tetap dalam tubuh seumur hidup jika tidak diobati (Worman, 2002).

[image:24.595.121.535.72.420.2]

HCV memiliki famili Flaviviridae dan merupakan anggota dari genus Hepacivirus. Hepatitis C merupakan penyakit hati yang dihasilkan dari

(25)

infeksi HCV. HCV masuk ke sel hati menggunakan gen dalam sel untuk menduplikasi HCV, lalu menginfeksi bagian sel lainnya (Volker, Moradpour & Blum, 2006).

[image:25.595.106.550.89.475.2]

Genom Hepatitis C terdiri dari 10 kilobasa atau 10.000 basa ribonucleotida, suatu bangunan dari RNA. RNA ini mengkode protein sekitar 3.030 asam amino. Protein besar yang disandikan ke genom RNA dibagi dalam sel inang yang terinfeksi ke beberapa protein yang strukturnya lebih kecil dan ke protein nonstruktural. Inti E1 dan E2 adalah protein struktural yang ada dalam partikel virus. Inti membentuk nukleokapsid (atau inti pusat) dari virus dengan genom RNA yang berhubungan. Protein nonstruktural (NS) yang diekspresikan hanya dalam sel yang terinfeksi dan memiliki tugas yang diperlukan untuk replikasi virus. Protein berstruktur besar dikode oleh RNA virus yang dimediasi oleh aksi protein sel inang tertentu dan protein NS2 dan NS3 dari virus itu sendiri. Selama replikasi, HCV membuat salinan genom RNA untuk menjadi partikel virus. Protein

Gambar 3. Peta Genomik HCV (Tellinghuisen, Evans, You, & Rice, 2007) Kofaktor

C

Protein Struktural Protein Nonstruktural

5’ 3’

E1 E2 NS2 NS3 NS4A NS4B NS5A NS5B

Nukleokapsid

Pelindung Glikoprotein

Protein transmembran

Metalloprotease Serin protease RNA helikase

(26)
[image:26.595.117.526.179.624.2]

Gambar 4. Mekanisme kerja RNA helikase HCV (Utama et al, 2005) NS5B adalah RNA polimerase yang membuat salinan RNA virus. Sebagian dari protein NS3 memfasilitasi untuk replikasi dan sintesis protein (Worman, 2002).

Terapi hepatitis C biasanya menggunakan ribavirin. Ribavirin (1 –β – D – ribofuranosyl - 1,2,4 – triazole – 3 - karboksamida) memiliki aktivitas antivirus spektrum luas terhadap lebar kisaran pada RNA virus. Ribavirin ini digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan untuk pengobatan pada virus syncytial di pernafasan dan infeksi virus Lassa. Ribavirin dalam kombinasi dengan interferon telah menjadi terapi standar untuk pengobatan dengan HCV (Leyssen, Balzarini, Clercq & Neyts, 2005). Namun pada kenyataannya pengobatan dengan menggunakan ribavirin membutuhkan dosis yang tinggi sehingga mempunyai efek samping yang signifikan seperti mual, anemia dan depresi (Crotty, Cameron & Andino,2002).

2.4.RNA Helikase

(27)
[image:27.595.135.522.590.732.2]

Tabel II.1. Inhibitor RNA Helikase HCV

kemudian diberi nama DNA helikase atau RNA Helikase. RNA helikase pertama kali ditemukan pada E.coli, dan juga ditemukan pada bakteri, khamir, dan virus. Pada HCV enzim ini dikodekan oleh NS3 RNA Helikase. Enzim ini diperlukan dalam replikasi HCV. RNA helikase HCV memiliki tiga aktivitas yaitu mengikat rantai RNA, menghidrolisi ATP dan membuka

ikatan dupleks antar RNA dari 3’ - 5’. RNA helikase merusak ikatan hidrogen antara RNA berpasangan. Reaksi enzimatis tersebut memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis ATP menjadi ADP dan P dan juga kation divalen seperti Mg2+ (Kadare & Haenni, 1997). Mekanisme kerja RNA helikase dapat dilihat dari gambar sebagai berikut :

Inhibitor dapat menghalangi pengikatan ATP pada enzim RNA helikase sehingga enzim RNA helikase tidak mempunyai energi untuk membuka untai rantai ganda RNA. Selain itu inhibisi juga dapat dilakukan terhadap salah satu aktivitas RNA helikase yang secara tidak langsung akan menghambat kerja RNA helikase karena RNA helikase membutuhkan ketiga macam aktivitas tersebut. Inhibitor dapat diberikan untuk menghalangi aktivitas pengikatan RNA sehingga RNA tidak dapat membuka untai rantai ganda. Inhibitor juga dapat diberikan untuk menghalangi pembukaan untai RNA, misalnya dengan cara menghambat proses hidrolisis ATP sehingga RNA tidak mempunyai energi untuk membuka untai ganda RNA (Utama et al, 2000).

2.5. Inhibitor RNA Helikase HCV

INHIBITOR PERSEN

INHIBISI

DAFTAR PUSTAKA 1 Protein kapang endofit CgKTm SF 89,45% Paturohman, 2011 2 Ekstrak metanol buah tanaman

mangrove Avicennia marina (Forsk) Vierb.

76,705 % Kusumawati, 2011

(28)

4 Mikroalga BTM 11 81,205 % Putri, 2011b 5 Ekstrak rimpang temulawak

(Curcuma zanthorrhiza Roxb.) 73,60 % Setianingsih, 2011

2.6. Ekspresi dan Purifikasi RNA Helikase HCV

Sebagai langkah awal untuk melakukan ekspresi RNA helikase hepatitis C ini, E.coli BL21 (DE3) pLysS yang telah tersisipi gen penyandi RNA helikase HCV ditumbuhkan di dalam medium LB cair yang ditambahkan ampisilin. Selanjutnya medium tersebut diinkubasi selama 30 menit, setelah OD600 mencapai 0,3 (saat pertumbuhan bakteri mencapai fase log), kemudian diinduksi dengan IPTG (isopropyl-β-D thiogalactopyranoside). IPTG berperan dalam menginduksi sel bakteri sehingga ekspresi protein rekombinan dapat maksimal (Sambrook, 2001). IPTG yang sudah masuk ke dalam sel tidak akan dimetabolisme karena IPTG ini bertindak bukan sebagai substrat, sehingga konsentrasi IPTG tetap konstan. Setelah dilakukan penambahan IPTG selanjutnya kultur E.coli tersebut diinkubasi hingga fase stasioner yaitu fase yang tidak terdapat penambahan atau pengurangan jumlah sel bakteri tapi fungsi sel terus berlanjut seperti metabolisme sekunder dan proses biosintesis (Utama et al, 2000).

Sentrifugasi dilakukan untuk pemisahan medium yang digunakan dalam kultur dengan sel bakteri, dan dilakukan pada suhu 4oC untuk mencegah denaturasi protein. Lalu untuk tahap purifikasi digunakan pelet yang di dalamnya terdapat protein RNA helikase HCV.

Purifikasi RNA helikase dilakukan dengan menggunakan modifikasi dari metode immobilizied metal chromatography (IMAC). Prinsip metode ini adalah berdasarkan pada interaksi bolak-balik antara asam amino rantai samping dan ion immobilizied. Berbagai rantai samping seperti histidin, sistein, dan triptopan dapat berikatan dengan ion metal immobilizied.

(29)

dapat dilakukan dengan menggunakan resin TALON. Protein RNA helikase yang berikatan dengan resin TALON setelah dilakukan pencucian, lalu dielusi sehingga diperoleh RNA helikase yang lebih murni. Pemurniaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan imidazol dalam buffer B karena mempunyai keuntungan yaitu dapat mempertahankan protein kondisi asli (native condition) maupun kondisi denaturasi (Utama et al, 2000).

2.7. SDS PAGE

Elektroforesis merupakan studi tentang pergerakan molekul muatan dalam medan listrik. Media yang digunakan adalah selulosa atau gel tipis terdiri dari poliakrilamida atau agarosa. Selulosa digunakan sebagai media untuk penetapan nilai berat molekul yang rendah seperti asam amino dan karbohidrat sedangkan agarosa dan gel poliakrilamid banyak digunakan untuk molekul yang besar seperti protein.

[image:29.595.116.535.188.464.2]

Teknik-teknik elektroforesis pada umumnya tidak dapat digunakan untuk mengukur berat molekul dari molekul biologis karena mobilitas zat dalam gel dipengaruhi oleh muatan dan ukuran. Oleh karena itu, jika sampel biologis diperlakukan sedemikian sehingga memiliki muatan yang seragam, maka mobilitas elektroforesisnya hanya akan tergantung pada ukurannya saja. Berat molekul protein dapat diperkirakan dengan elektroforesis menggunakan sodium dodesil sulfat (SDS) dan merkaptoetanol.

(30)

SDS mengukur struktur sekunder, tersier dan kuarterner protein untuk menghasilkan rantai polipeptida linier yang dilapisi molekul SDS bermuatan negatif. Setiap 1,4 gram SDS mengikat per gram protein. Merkaptoetanol membantu denaturasi protein dengan mengurangi semua ikatan disulfida (GTB 204 Molecular Biology Protocols, 2001).

2.8.Uji ATPase

Enzim RNA helikase selain memiliki aktivitas RNA helikase (ATP– dependent helicase) juga memiliki aktivitas ikatan RNA (RNA binding) dan ATPase (RNA stimulated ATPase). Karena aktivitas RNA tergantung ATP maka uji ATPase dapat dilakukan dalam skrining inhibitor RNA helikase (Utama et al, 2000).

(31)

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2012 sampai dengan Desember 2012.

3.1.2.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Natural Product Chemistry, Laboratorium Medicinal Chemistry UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Bakteriologi dan Virologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, Bogor dan Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1.Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : timbangan analitik, alat-alat gelas, rotary evaporator, autoklaf, laminar air flow (LAF), lemari pendingin, inkubator goyang, vortex, centrifuge, sonikator, rotator, micropipet, microplate reader (Multiscan EX), waterbath, magnetic stirer, termometer,perangkat SDS-PAGE.

3.2.2. Bahan

(32)

dye (1M tris HCl pH 6,8; 20 % SDS; 30 % gliserol 100 %; 16 % β -merkaptoetanol; bromphenol blue; H2O), gel SDS (H2O; 0,5 tris pH 6,8 containing 0,4 % SDS; 1,5 tris pH 8,8 containing 0,4 % SDS; 30 % akrilamid; 10 % ammonium persulfat; dan TEMED (N,N,N,N-tetrametina-diamina), SDS running (Tris, glisin, SDS, H2O), marker precision plus protein standard (BIORAD®), comassie blue (comassie brilliant blue, metanol, asam asetat glasial, H2O), destain for comassie (H2O, metanol, asam asetat glasial), 2 mM ATP (adenosine triphospate), MgCl2, 10 mM MOPS (asam 4-morfolinopropanafosfat sulfonat), larutan pewarna (H2O, malachite green, polivinil alkohol, ammonium molibdat tetrahidrat), Tube 50 ml, Eppendorf tube 1,5 ml, tips (1000 µl, 200 µl dan 20 µl) dan 96-well microplate.

3.3.Tahapan Penelitian

3.3.1.Determinasi biji Jintan Hitam

Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian. Determinasi ini dilakukan di Herbarium BogorienseBidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong Bogor.

3.3.2.Pengamatan Organoleptik

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk dan warna sampel. Hal ini bertujuan sebagai pengenalan awal yang sederhana.

3.3.3.Pembuatan ekstrak biji Jintan Hitam

(33)

Perhitungan rendemen ekstrak :

3.3.4.Penapisan fitokimia ekstrak Jintan Hitam

Penapisan fitokimia ini dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol.

3.3.4.1. Identifikasi alkaloid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 5 mL HCl 1% dan dipanaskan dalam water bath. Filtrat sebanyak 1 mL ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan oranye mengindikasikan adanya alkaloid (Magadula & Tewtrakul, 2010).

3.3.4.2. Identifikasi flavonoid

Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. Pertama, amonia encer (5 ml) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak, kemudian asam sulfat pekat (1 ml) ditambahkan. Sebuah warna kuning yang hilang menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat. terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Ketiga, ekstrak sebanyak 0,5 gram dipanaskan dengan 10 ml etil asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 ml filtrat dikocok dengan penambahan 1 ml larutan amonia encer. terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid (Ayoola, 2008).

3.3.4.3. Identifikasi saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditimbang dalam tabung reaksi lalu ditambahkan air sebanyak 2 ml, kemudian tabung reaksi tersebut diguncang-guncangkan. Jika busa yang dihasilkan berlangsung selama 10

(34)

menit, maka hal tersebut menunjukkan adanya saponin (Prashant,Bimlesh, Mandeep, Gurpreet & Harleen,2011).

3.3.4.4. Identifikasi steroid dan triterpenoid

Ekstrak sebanyak 0,15 gram dicampurkan ke dalam 2 ml acetic anhydride (CH3CO)2O, kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 1N. Adanya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid (Indrayani, Soetjipto & Sihasale, 2006).

3.3.4.5. Identifikasi terpenoid

Ekstrak sebanyak 0,2 gram ditambahkan 2 ml kloroform, kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 3 ml. Adanya warna coklat kemerahan menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola, 2008).

3.3.4.6. Identifikasi tanin

Ekstrak sebanyak 0,2 gram dilarutkan dalam 20 mL akuades. Filtrat sebanyak 2 mL ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru kehitaman atau hijau kehitaman mengindikasikan adanya tanin. Cara yang lain adalah 2 mL filtrat ditambahkan 1 mL larutan brom, apabila terdapat endapan maka positif mengandung tanin (Adegboye et al, 2008).

3.3.4.7. Identifikasi kumarin

(35)

3.3.4.8. Identifikasi minyak atsiri

Ekstrak kental yang berupa minyak dan berbau enak ditambahkan etanol, selanjutnya larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai kering. Jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung minyak atsiri (Indrayani, Soetjipto & Sihasale, 2006).

3.3.5. Susut pengeringan

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 105o C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak ditarakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga membentuk lapisan yang setebal 5 mm – 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ektrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering pada suhu 105o C hingga bobot botol tetap, kemudian didinginkan dalam desikator (Depkes, 2000).

Perhitungan susut pengeringan :

3.3.6. Kadar abu

Lebih kurang 2 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (Depkes, 2000).

Perhitungan kadar abu :

Ket.

W = berat cawan kosong (gram) W1 = berat cawan + sampel uji (gram) W2 = berat cawan + abu (gram)

(36)

3.3.7. Analisa angka kapang

3.3.7.1. Pembuatan Media Pembenihan

Sebanyak 39 gram serbuk Potato Dextrose Agar dilarutkan dengan 1 liter air suling dalam erlenmeyer menggunakan hotplate dan magnetic stirer hingga diperoleh larutan yang jernih. Media ini kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 15 lbs selama 15 menit (Hadiotomo, 1990).

3.3.7.2. Pebuatan Sampel Uji dan Analisa Angka Kapang

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dilarutkan dalam 10 ml aquades steril sehinga didapatkan konsentrasi suspensi sebasar 10%. Dari stock yang ada diambil 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung yang berisi pengenceran aquadest steril hingga diperoleh pengenceran 10-2 lalu dibuat hingga pengenceran 10-4. Dari masing–masing pengenceran diambil 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA, segera digoyang sambil diputar, agar suspensi tersebar merata. Seluruh cawan diinkubasi pada suhu 20 – 25o C selama 3 - 4 hari. Sesudah 3 hari inkubasi, dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi hari ke- 4. Koloni ragi dapat dibedakan dengan koloni kapang dari bentuknya yang bulat kecil berwarna putih hampir menyerupai bakteri. Lempeng agar yang diamati adalah lempeng dimana terdapat 40 – 60 koloni kapang (Hadiotomo, 1990).

3.3.8. Produksi enzim helikase HCV

3.3.8.1. Pembuatan Media

(37)

3.3.8.2. Pembuatan larutan dapar

Pembuatan dapar dibuat dengan komposisi Tris-HCl 10 mM, NaCl 100 mM, dan Tween 20 0,25%. Dicampur menjadi satu dan diaduk hingga homogen.

3.3.8.3. Ekspresi dan purifikasi RNA helikase HCV .

a. Media LB 10 ml diberi ampisilin (100µg/ml) sebanyak 10 µl dan dihomogenkan. Lalu dimasukkan bakteri E.Coli BL21 (DE3) pLsS yang membawa gen RNA helikase HCV, kemudian diinkubasi selama satu malam dalam inkubator goyang pada suhu 37o C dengan kecepatan 200 rpm.

b. Hasil prekultur tersebut diinokulasi ke dalam 400 ml LB yang telah diberi ampisilin dan ditambahkan IPTG 0,3 mM. Lalu diinkubasi dalam inkubator goyang pada suhu 37o C dengan kecepatan 200 rpm. c. Hasil kultur E.coli BL21 (DE3) pLysS yang dinkubasi selama 3 jam dalam inkubator goyang, pada suhu 37o C, dipindahkan ke dalam tabung-tabung sentrifus ukuran 50 ml, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm, selama 10 menit. Endapan dicuci dengan media LB, disentrifugasi kembali selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pelet diambil dan dikumpulkan peletnya kemudian disimpan selama satu malam pada suhu -20oC.

(38)

ml, kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 50 µl sebagai washing pertama (W1) untuk analisa SDS-PAGE. Pelet ditambahkan kembali buffer B sebanyak 10 ml, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 50 µl sebagai washing kedua (W2) untuk SDS-PAGE. Pelet dipindahkan ke dalam eppendorf tube 1,5 ml kemudian disentrifugasi 3000 rpm selama 2 menit. Pelet yang ada di dalam eppendorf tube 1,5 ml ditambahkan buffer elusi sebanyak 200 µl kemudian di rotator pada suhu dingin semalaman. Setelah di rotator semalaman, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit (supernatan dipindahkan ke dalam eppendorf tube 1,5 ml lainnya sebagai E1/elution pertama untuk analisa SDS-PAGE). Sedangkan pelet ditambahkan buffer elusi kembali sebanyak 200 µl, kemudian dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dari peletnya sebagai E2/elution kedua untuk analisa SDS-PAGE (Utama et al, 2000).

e. Analisa enzim helikase dengan SDS – PAGE

(39)

air yang ada pada gel separating dibuang. Larutan gel stacking dituang sampai batas atas kaca, comb dimasukkan, kemudian ditunggu ± 20 menit sampai gel memadat.

Setelah gel memadat, gel dipindahkan dari casting frame dengan cara menekan cams pada casting frame. Gel cassette sandwich ditempatkan pada electrode assembly dengan posisi short plate menghadap ke dalam, lalu ditempatkan ke dalam clamping frame, kemudian ditutup kedua camp levers pada clamping frame. Lower inner chamber dimasukkan ke dalam tank elektroforesis lalu diisi dengan working solution (buffer elektroforesis SDS 1x pH 8.3).

Masing-masing sampel (IV, W1, W2, E1, E2) diambil 4 µl lalu dimasukkan ke dalam eppendorf tube 1,5 ml dan ditambahkan Loading dye (Lampiran 6c) kemudian didenaturasi pada suhu 95o C selama 10 menit. Marker precision plus protein standard sebanyak 4 µl dimasukkan ke dalam well. Sampel yang telah didenaturasi dimasukkan masing-masing sebanyak 5 µl/well. Kemudian gel dirunning pada 40 mA selama 90 menit. Gel diangkat lalu direndam dalam commasie Blue G–250 staining solution (Lampiran 6d) selama 1 jam sambil digoyang-goyang diatas rocker. Gel dibilas dengan commasie blue G–250 destaining solution (Lampiran 6e) ± 20 menit, dengan dua kali pengulangan. Gel dibilas dengan H2O sampai bau asamnya hilang dan disimpan pada suhu 4o C.

3.3.8.4. Uji aktivitas ATPase RNA Helikase HCV

(40)

UIN Syarif Hdayatullah Jakarta menit. Hasil reaksi divisualisasikan dengan penambahan 100 µl/well larutan pewarna (malachite green). Reaksi diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambahkan sodium sitrat untuk menghentikan reaksi warna. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan referensi 405 nm (Utama et al,2000).

3.3.8.5. Uji Aktivitas Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA

Helikase HCV

Pengujian inhibisi enzim helikase hepatitis C ini menggunakan sampel berupa ekstrak kental biji jintan hitam dari 3 jenis pelarut (n-heksan, etil asetat dan metanol). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji ATPase kolorimetri (Utama et al, 2000), yaitu dengan mengukur jumlah fosfat yang dilepaskan dari hidrolisis senyawa ATP menjadi ADP dan Pi.

Masing-masing ekstrak kental jintan hitam dibuat dengan berbagai konsentrasi yakni 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 8000 ppm, 16000 ppm dan 32000 ppm. Ekstrak kental jintan hitam ini dilarutkan dengan menggunakan metanol p.a.

Blanko dibuat dengan komposisi 5 µl aquabides dan 45 µl master mix (H2O, MOPS, MgCl, ATP dan RNA helikase) dan untuk sampel konsentrasi akhir reaksi sebesar 50 µl/well menggandung 45 µl master mix (H2O, MOPS, MgCl, ATP, dan RNA helikase HCV) dan 5 µl ekstrak. Campuran reaksi diinkubasi dalam microtiter plate 96-well, pada suhu ruang selama 45 menit. Hasil reaksi divisualisasikan dengan penambahan 100 µl/well larutan pewarna (malachite green). Reaksi diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambahkan sodium sitrat untuk menghentikan reaksi warna. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan referensi 405 nm (Utama et al, 2000). Persentase inhibisi dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

A = Absorbansi enzim RNA helikase tanpa penambahan sampel % Inhibisi = A – I x 100 %

(41)

4.1. Determinasi Biji Jintan Hitam

Determinasi dilakukan untuk mengidentifikasi sampel yang dipakai dalam penelitian ini. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor. Berdasarkan surat keterangan yang diperoleh, dinyatakan bahwa sampel yang didapatkan dari Pasar Impres Senen Blok B6 Jakarta Pusat termasuk jenis Nigella sativa L. dari suku Ranuculaceae. Keterangan hasil determinasi sampel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2. Rendemen Ekstrak

Ekstraksi biji jintan hitam dilakukan dengan metode maserasi. Metode maserasi ini dipilih karena metode ini sesuai untuk senyawa–senyawa yang tidak tahan panas. Menurut Yuliani (2010) proses maserasi adalah proses perendaman sampel dalam pelarut organik pada temperatur kamar. Prinsip ekstraksi ini ditekankan pada interaksi yang cukup antara pelarut dengan jaringan sampel yang akan diekstraksi. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena selama proses perendaman akan terjadi proses pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Leny, 2006). Kelebihan ekstraksi maserasi adalah metode yang dilakukan cenderung murah dan alat-alat yang digunakan tergolong sederhana.

Proses ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen yang lain dalam campuran. Kelarutan suatu komponen tergantung

(42)

Ekstraksi maserasi yang dilakukan adalah maserasi bertingkat dengan menggunakan 3 pelarut yaitu n-heksan, etil asetat dan metanol. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk biji jintan hitam dengan pelarut hingga pelarut mendekati tidak berwarna.

Sampel berupa serbuk jintan hitam sebanyak 370 gram pertama kali dimaserasi dengan n-heksan yang bersifat non polar, sehingga diharapkan senyawa-senyawa yang bersifat non polar ikut tertarik ke dalam pelarut non polar tersebut. Filtrat yang diperoleh kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Prinsip penggunaan rotary evaporator adalah pemekatan filtrat dengan penguapan pada tekanan rendah dan temperatur sesuai dengan pelarutnya (55oC). Pelarut pada sampel akan teruapkan dan melewati kondensor sehingga berubah kembali menjadi larutan dan tertampung pada receiving part sedangkan untuk ekstrak jintan hitam terbentuk pada evaporation part. Pemekatan dihentikan ketika pelarut tidak menetes pada receiving part dengan asumsi bahwa sudah tidak ada pelarut yang terdapat pada sampel (Yuliani, 2010).

Ampas dari penyaringan filtrat n-heksan yang dihasilkan dilakukan maserasi kembali dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar sehingga senyawa semi polar yang tidak tertarik dalam pelarut non polar bisa tertarik dalam pelarut tersebut. Ekstraksi terakhir dilakukan dengan menggunakan pelaurt metanol yang bersifat polar sehingga senyawa-senyawa polar yang terdapat dalam sampel dapat tertarik ke dalam pelarut polar tersebut (Leny, 2006). Hasil dari masing-masing ekstraksi tersebut, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sehingga berturut-turut diperoleh ekstrak kental etil asetat dan ekstrak kental metanol. Bobot ekstrak kental serta rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Rendemen ekstrak

Nama Ekstrak Bobot Ekstrak

(gram)

Rendemen Ekstrak (%)

Ekstrak n-heksan 24,571 6,640

Ekstrak etil asetat 15,122 4,725

(43)

Nilai rendemen yang didapatkan dari masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut n-heksan memiliki nilai rendemen tertinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya kemungkinan bahwa biji jintan hitam mengandung senyawa non polar yang lebih banyak dibandingkan dengan senyawa semi polar maupun polar.

Meskipun metode maserasi termasuk sederhana dan mudah dilakukan, namun dengan penggunaan pelarut yang bersifat volatil diduga menyebabkan berkurangnya nilai rendemen ekstrak pada saat proses filtrasi yang pada akhirnya mempengaruhi nilai rendemen masing-masing ekstrak. Ismet (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan.

4.3. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi tumbuhan tingkat tinggi berdasarkan golongannya dan sebagai informasi awal untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman (Yuliani, 2010). Jintan hitam mengandung berbagai jenis metabolit sekunder, dimana masing-masing metabolit sekunder memiliki bioaktivitas yang berbeda. Identifikasi pada sampel perlu dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder pada sampel tersebut. Hasil penapisan fitokimia dari ekstrak dapat dilihat pada Tabel IV.2.

Pada ekstrak n-heksan diidentifikasi adanya senyawa steroid yang ditunjukkan dengan terbentuknya cincin warna hijau kebiruan, dan juga senyawa triterpenoid yang ditunjukkan dengan terbentuknya cincin kecoklatan pada perbatasan dua pelarut. Terpenoid diidentifikasi positif dengan terbentuknya lapisan berwarna kemerahan setalah dilakukan penambahan kloroform dan asam sulfat pekat. Kandungan minyak atsiri dalam ekstrak ini ditandai dengan residu yang tetap beraroma enak.

(44)

positif pada ekstrak ini ditandai dengan adanya pijaran berwarna hijau dengan penyinaran menggunakan sinar UV. Flavonoid diidentifikasi positif dengan ditandai terbentuknya larutan kuning dengan penambahan amonia setelah dilarutkan dengan etil asetat.

Ekstrak metanol dari hasil penapisan fitokimia diidentifikasi adanya senyawa alkaloid. Identifikasi alkaloid ini dilakukan dengan menggunakan pereaksi Dragendorff dan menghasilkan endapan kemerahan.

Keberadaan tanin ditandai dengan terbentuknya warna biru kehitaman atau hijau kehitaman dengan penambahan FeCl3. Tanin tidak teridentifikasi pada ketiga ekstrak. Identifikasi warna pada penapisan fitokimia ini dapat dilihat pada Lampiran 11.

4.4. Parameter Standar

Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak kental jintan hitam dapat dilihat pada Tabel IV.3.

Ekstrak n-Heksan

Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Metanol

Steroid/triterpenoid

+

-

-

Terpenoid

+

-

-

Minyak atsiri

+

-

-

Saponin

-

++

+

Kumarin

-

+

-

Flavonoid

-

+

-

Tanin

-

-

-

[image:44.595.131.542.158.564.2]

Alkaloid

-

-

+

(45)
[image:45.595.131.539.66.406.2]

Tabel IV.3. Parameter Standar

Parameter Ekstrak

n-Heksan Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol Organoleptik -Bentuk -Warna Cairan kental Hijau kehitaman Pasta Kuning Karamel Kuning kecoklatan

Kadar Abu 0,314% 0,224% 0,147%

Susut

Pengeringan 3,689% 1,049% 3,453%

Angka Kapang 4 x 102 CFU/ml - 1 x 103 CFU/ml

Pemeriksaan kadar abu menggunakan prinsip dengan memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap, sehingga hanya tertinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuan penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal pada proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Persyaratan simplisia yang dijelaskan pada buku Materi Medika jilid III, batas kadar abu total jintan hitam yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari 8,00%. Masing-masing ekstrak mempunyai nilai kadar abu tidak lebih dari 8,00%, hal tersebut menandakan bahwa masing-masing ekstrak masuk dalam persyaratan yang dianjurkan. Sementara, nilai pada susut pengeringan menyatakan jumlah maksimal senyawa yang mudah menguap atau hilang pada proses pengeringan.

(46)

kapang dari masing-masing ekstrak yang tertera pada Tabel IV.3. menunjukkan nilai yang berada pada batas aman untuk dikonsumsi.

4.5. Produksi dan Purifikasi Enzim Helikase HCV 4.5.1. Ekspresi Enzim RNA Helikase HCV

Ekspresi enzim RNA helikase HCV ini diperoleh dari bakteri E. coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan. Ekspresi RNA helikase HCV dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu prekultur dengan media LB (Luria Bertani) sebanyak 10 ml. Media LB ini merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Dalam prekultur ini juga menggunakan antibiotik ampisilin yang berfungsi sebagai selection marker terhadap pertumbuhan E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang juga mengandung gen resisten ampisilin. Oleh karena itu, dengan penambahan ampisilin ini diharapkan hanya E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang dapat tumbuh. Media dikultur pada suhu 37oC, diinkubasi dengan menggunakan shaker incubator dengan kecepatan 200 rpm (Pelzar & Chan,1986).

Tahap kedua adalah kultur bakteri E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang ditunjukkan dengan terbentuknya suspensi berwarna kuning keruh. Pengukuran fase pertumbuhan E.coli pada panjang gelombang 600 nm karena kultur mempunyai serapan optimum pada panjang gelombang tersebut. Isopropil β -D-thiogalaktopiranosida (IPTG) ditambahkan pada saat nilai OD600 kultur sel E.coli mencapai 0,3 karena pada nilai tersebut kultur bakteri mencapai fase logaritmik. Pada fase itulah bakteri rekombinan mulai mengekspresikan enzim RNA helikase. Penambahan IPTG bertujuan untuk menginduksi gen RNA helikase HCV agar terjadi ekspresi yang berlebih hingga fase awal stasioner dimana nilai OD600 mencapai 1 (Utama et al, 2000).

(47)

mengendap sebagai pelet sedangkan media LB akan terpisah sebagai supernatan. Pelet yang telah terkumpulkan disimpan pada suhu -20oC untuk menghindari kerusakan pada sel dan menjaga stabilitas enzim RNA helikase HCV (Schwen & Melling, 1985).

4.5.2. Purifikasi Enzim RNA Helikase HCV

Purifikasi enzim RNA helikase HCV dilakukan untuk memurnikan hasil ekspresi enzim RNA helikase HCV yang telah disisipkan dalam bakteri E.coli BL21(DE3) pLySs.

Enzim dipurifikasi dengan pemecahan sel terlebih dahulu. Pemecahan sel ini berlangsung dengan menggunakan dua tahap yaitu dengan cara pengeringbekuan (freeze thawing) dan sonikasi. Pengeringbekuan menyebabkan pembentukan kristal es pada sel E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV. Kristal es terbentuk akibat dilakukannya pengeringbekuan yang berlangsung berulang terhadap cairan intraselular dan cairan ekstraselular. Proses inilah yang memudahkan pemecahan sel (Schwen & Melling, 1985).

(48)

Setelah dilakukan sonikasi, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dan mengambil supernatannya. Supernatan ini berisi metabolit intraselular yang perlu dimurnikan. Pemurnian ini dilakukan dengan metode kromatografi afinitas. Metode pemurnian ini menggunakan resin TALON afinitas logam (metal afinity) yang secara spesifik dapat mengikat RNA helikase yang telah dilabel dengan 6xHis-Tag pada N terminalnya. Pengikatan residu His ini dilakukan oleh logam Co2+ yang terdapat pada resin TALON. Menurut Petty (1996), histidin akan berikatan secara selektif dengan logam Co2+ resin TALON meskipun dalam resin tersebut terdapat ion metal bebas lainnya. Pengikatan ini dilakukan di rotator. RNA helikase yang telah diikat oleh resin TALON dipisahkan dengan metabolit intraseluler lainnya melalui sentrifugasi. Sentrifugasi ini menghasilkan pelet yang mengandung RNA helikase dan supernatan yang mengandung metabolit intraselular. Resin yang telah berikatan dengan enzim, dimurnikan kembali dengan pencucian menggunakan buffer B. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan protein non target. Pemurnian berikutnya, pengikatan imidazole yang terdapat dalam buffer elusi dengan resin TALON, sehingga enzim akan terlepas dari ikatan resin. Konsentrasi imidazole lebih dari 200 mM menyebabkan protein yang memiliki residu His-tag terdisosiasi karena tidak mampu lagi bersaing untuk berikatan dengan resin.

(49)

37 kDa 50 kDa 75 kDa 100 kDa 150 kDa 250 kDa

commasie sebagai pembilasnya sehingga dapat menampakkan pita protein sesuai ukuran target yang diinginkan.

Dari hasil SDS-PAGE, enzim RNA helikase HCV yang telah dipurifikasi dalam penelitian ini mempunyai ukuran protein sebesar 54 kDa yang ditunjukkan pada Gambar 7 dengan marker sebagai pembandingnya. Bobot molekul enzim ini sesuai dengan bobot enzim yang dilaporkan Utama et al (2000). Sehingga dapat disimpulkan bahwa protein dalam E1 adalah enzim RNA helikase murni. Inner volume (IV) merupakan larutan yang diambil setelah dilakukannya proses pemecahan sel, namun belum dilakukan tahap purifikasi dengan penambahan resin TALON sehingga masih terdapat metabolit intraseluar yang belum termurnikan. Untuk lajur W1 (washing 1) dan W2 (washing 2) tidak menunjukkan adanya pita protein yang artinya pada proses ini tidak terbawa enzim RNA helikase virus hepatitis C. Sedangkan untuk E1 (elution 1) dan E2 (elution 2) merupakan hasil elusi enzim yang dilakukan dua kali. Pada Gambar 7 menunjukkan 54 kDa

Gambar 7. Elektroforesis SDS-PAGE RNA Helikase. (M : Marker, E : Enzim, IV : Inner Volume, W : Washing)

[image:49.595.118.537.100.473.2]
(50)

bahwa E1 dan E2 memiliki pita protein yang sama ukurannya, hanya pada E1 pita tampak lebih tebal dikarenakan konsentrasi enzim yang lebih tinggi pada proses elusi yang pertama.

4.6. Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kental Jintan Hitam terhadap Enzim RNA Helikase HCV

Ekstrak kental jintan hitam dari hasil maserasi menggunakan n-heksan, etil asetat dan metanol digunakan sebagai sampel dalam pengujian aktivitas inhibisi enzim RNA helikase HCV ini. Masing-masing ekstrak dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 8000 ppm, 16000 ppm dan 32000 ppm. Pengujian aktivitas inhibisi dilakukan dengan metode ATPase kolorimetrik. Uji kolorimetrik melibatkan pengukuran serapan senyawa anorganik yang dilepaskan dalam hidrolisis ATP oleh enzim RNA helikase.

Larutan master mix diperlukan pada uji kolorimetrik ATPase. Asam 4-morfolinopropanafosfat sulfonat (MOPS) digunakan sebagai buffer dalam master mix. Buffer ini bertujuan untuk menjaga stabilitas enzim. ATP yang ditambahkan berperan sebagai substrat untuk RNA helikase. Keberadaan Mg2+ diperlukan sebagai kofaktor RNA helikase sehingga MgCl2 berfungsi sebagai donor kofaktor dalam master mix (Utama et al.2000).

(51)

(Chan et al, 1986). Na sitrat digunakan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang mengakibatkan terjadinya warna yang berlebih.

Tahap berikutnya dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan multiscan EX dengan panjang gelombang 620 nm dan 405 nm. Panjang gelombang 620 nm adalah serapan optimum warna hijau kebiruan yang merupakan kompleks warna yang dibentuk dari hasil reaksi larutan pewarna dengan fosfat bebas hasil hidrolisis ATP. Sedangkan warna kuning merupakan warna yang dihasilkan oleh larutan pewarna yang tidak berikatan dengan Pi. Penggunaan dua panjang gelombang bertujuan agar perhitungan reaksi antara enzim dengan substrat lebih akurat. Perhitungan konsentrasi Pi dihasilkan dengan membandingkan nilai absorbansi dari pembacaan kedua panjang gelombang tersebut (Chan et al, 1986).

Data berikut merupakan hasil dari uji ATPase kolorimetrik dengan menggunakan ekstrak jintan hitam :

Konsentrasi Ekstrak

Aktivitas ekstrak sebagai inhibitor RNA helikase HCV(%) Ekstrak

n-heksan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol

32.000 ppm 64,454 38,804 27,617

16.000 ppm 60,598 33,782 21,933

8.000 ppm 52,915 29,327 18,915

4.000 ppm 33,513 21,674 16,056

2.000 ppm 22,152 11,958 12,331

1.000 ppm 19,522 9,566 10,405

500 ppm 14,469 8,789 7,450

(52)

Data diatas menunjukkan bahwa jintan hitam berpotensi sebagai inhibitor RNA helikase HCV. Ketiga ekstrak menunjukkan adanya aktivitas untuk menghambat proses ATPase dari uji kolorimetri. Pada data tersebut menyatakan bahwa dengan kenaikan konsentrasi sampel maka persentase ekstrak sebagai inhibitor juga meningkat. Data diatas memperlihatkan dari ketiga ekstrak, ekstrak n-heksan memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan ekstrak etil asetat maupun metanol. Persentase yang ditunjukkan diduga menyatakan besarnya aktivitas penghambatan yang dilakukan oleh ekstrak jintan hitam tersebut, namun untuk mengetahui kepastian apakah masing-masing ekstrak tersebut menginhibisi atau tidak belum adanya batas/nilai persentase yang dapat menyatakan bahwa ekstrak tersebut dapat menginhibisi RNA helikase virus hepatitis C.

Pengujian inhibitor RNA helikase ini diilihat berdasarkan aktivitas ATPase dalam uji kolorimetrik ATPase. Aktivitas ATPase pada enzim helikase yang dipakai untuk n-heksan adalah sebesar 524,987 pmol fosfat/ml/menit/pmol protein. Dengan penambahan ekstrak n-heksan pada uji tersebut terlihat bahwa aktivitas ATPase menurun (Lampiran 19).

Pada saat pengujian sampel/masing-masing ekstrak jintan hitam ditambahkan ke dalam satu well sebanyak 5 µl untuk masing-masing konsentrasi. Volume akhir dalam satu well tersebut setelah penambahan master mix adalah 50 µl. Pada konsentrasi terendah yaitu 500 ppm, dinyatakan bahwa konsentrasi ekstrak yang berikatan dengan RNA helikase virus hepatitis C adalah sebesar 0,05 µg/µl, untuk konsentrasi yang berikatan pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 16.

(53)

dilakukan secara invivo dengan menggunakan tikus yang diberi 100 µg BSO (black seed oil) per mencit. Dari penelitian tersebut Salem dan Hossain menyatakan bahwa ada kemungkinan minyak jintan hitam mampu untuk melawan kanker, AIDS dan penyakit parasit lainnya yang berhubungan dengan kekebalan tubuh. Selain itu, Kawther, Ahmed dan Sakina (2008) mengatakan bahwa jintan hitam memiliki potensi antivirus terhadap Infectious Laryngotrachietis Virus (ILTV) dengan nilai EC50 sebesar 32 µM. Adanya potensi ekstrak jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase HCV ini memperpanjang daftar potensi jintan hitam sebagai antivirus.

Pengujian sampel pada uji kolorimetri ATPase, sampel dilarutkan dengan menggunakan metanol p.a. Metanol yang secara kimia merupakan zat denaturan enzim. Namun selama masih dalam konsentrasi kecil (5µl) maka metanol tidak menganggu kerja ekstrak dalam menginhibisi enzim RNA helikase HCV. Konsentrasi metanol dalam menganggu proses kerja dapat dikontrol dengan cara menjadikan metanol sebagai kontrol negatif. Pengujian ini tidak menggunakan kontrol positif dikarenakan belum ditemukannya obat atau vaksin HCV yang sesuai dengan mekasisme inhibisi RNA helikase HCV.

Hasil penapisan fitokimia didapatkan bahwa ekstrak n-heksan jintan hitam mengandung steroid/terpenoid dan minyak atsiri. Hal ini sesuai yang dilaporkan Erika (2010) bahwa ekstrak n-heksan jintan hitam mengandung steroid/triterpenoid dan minyak atisiri. Dari hasil penapisan fitokimia tersebut maka dapat diperkirakan bahwa yang berpotensi sebagai inhibitor RNA helikase HCV adalah senyawa steroid/triterpenoid, dan minyak atsiri.

(54)

methyl ether) mempunyai potensi sebagai antioksidan (Borgou, Pichette, Lavoie, Marzouk & Legault, 2011). Tidak menuntut kemungkinan bahwa senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor RNA helikase HCV ini merupakan senyawa terpenoid yang berada dalam ekstrak jintan hitam.

(55)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Melalui uji kolorimetri ATPase terhadap enzim RNA helikase HCV, ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol jintan hitam mempunyai aktivitas sebagai inhibitor RNA helikase HCV, masing-masing sebesar 64,454%, 38,804% dan 27,617% pada konsentrasi 32000 ppm

2. Berdasarkan analisis fitokimia ekstrak n-heksan jintan hitam memiliki senyawa steroid/triterpenoid, terpenoid dan minyak atsiri yang diperkirakan senyawa tersebut berperan sebagai inhibitor RNA helikase HCV

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap ekstrak n-heksan jintan hitam untuk mengetahui senyawa yang lebih spesifik yang berpotensi sebagai inhibitor RNA helikase HCV.

(56)

Abdulelah H.A.A. dan Zainal-Abidin B.A.H. 2007. In vivo Anti-Malarial Test of Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of Pharmacology and Toxicology, Vol. 2 (2): 46-50. ISSN: 1557-4962.

Al-Ali A, Alkhawajah A.A, Rhandhawa A.R, dan Shaikh A.S. 2008. Oral and Intraperitoneal LD50 of Thymoquinone, An Active Principle of Nigella sativa, in Mice and Rats. Journal Ayub Medical College Abbottabad, Vol. 20 (2):25-7

Al-Jassir, M.S. 1992. Chemical Composition and Microflora of Black Cumin (Nigella sativa, L.) seeds growing in Saudi Arabia. Department of Science and Technology. College of Agriculture and Food Sciences. King Faisal University, Vol. 45: 239-242.

Ali O, Gamze B, dan Tugba A. 2007. Antimitotic and Antiba

Gambar

Gambar 1. Nigella sativa L ................................................................................
Tabel ....................................................................................................................Halaman
Gambar 1. Nigella sativa Linn (Naturakos, 2009)
Gambar 2. Virus Hepatitis C (Krekulova, Rehak & Riley, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.) dengan metode semprot. memiliki profil quick knockdown terhadap nyamuk

Pengujian potensi ekstrak biji jintan hitam sebagai obat antiparkinson dilakukan dengan cara uji farmakologi pada mencit yang meliputi pengujian toksisitas akut dan

Judul : Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi-Fraksi Hasil Kolom Kromatografi dari Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Enzim RNA Helikase

Antiangiogenesis Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa) terhadap Sel Jaringan PMN membran Korioalantois Telur Ayam Berembrio Diinduksi bFGF” dapat

Profil KLT ekstrak metanol, ekstrak partisi n-heksan, etil asetat dan n-butanol daun Jahe Balikpapan (Etlingera balikpapanensis) dengan eluen n-heksan : etil asetat (3:1) dan etil

yang telah memberikan limpahan rahmat, kenikmatan, petunjuk dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak N-Heksan, Etil

Tujuan dari penelitian ini mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi bubuk jintan hitam terhadap aktivitas air, pH, total fenol, aktivitas antioksidan,

Bagi mahasiswa kedokteran dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek antimikroba esktrak jintan hitam (Nigella sativa Linn) secara in vitro dengan metode