GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS PADA
RONGGA MULUT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
CATHRINE NIM : 070600127
DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2010
Cathrine
Gambaran Radiografi Sindrom Proteus Pada Rongga Mulut.
ix + 34 halaman
Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan kompleks yang terdiri dari
berbagai pertumbuhan bagian tubuh yang tidak seimbang atau asimetris, cerebriform
connective tissue nevi, epidermal nevi, malformasi vaskular pada kapiler, vena, dan
limfatik, serta disregulasi jaringan lemak. Komplikasi serius dapat terjadi, seperti
pulmonary embolism, penyakit paru cystic, dan berbagai neoplasma. Somatic
mosaicism, kematian pada daerah nonmosaik, adalah hipotesis yang paling diterima.
Etiologi masih belum jelas sampai saat ini. Kriteria diagnostik perlu ditekankan
karena kesalahan diagnosis sindrom Proteus ini sering terjadi. Kasus sindrom Proteus
ini jarang dan hanya kurang dari 100 kasus yang telah tercatat.
Gambaran radiografi panoramik menunjukkan adanya perbedaan
perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara signifikan, tidak ada
perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Prognosis jangka panjang pada sindrom
Proteus tidak diketahui.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipersetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 25 November 2010
Pembimbing : Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 25 November 2010
TIM PENGUJI
KETUA : Trelia Boel., drg, M. Kes., Sp. RKG
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmatNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya yang merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Trelia Boel., drg., M.Kes., Sp.RKG., selaku Kepala Departemen Radiologi
Dental dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak membantu meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran sehingga selesainya skripsi ini.
4. Seluruh staf dosen dan laboran Departemen Radiologi Dental yang telah
memberi masukan sehingga selesainya skripsi ini.
5. Teristimewa penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Herdy Patma dan
ibunda tercinta Hatati sebagai orang tua yang telah berjerih payah dengan segala
mendukung baik secara moril maupun materil kepada penulis dalam menuntut
ilmu hingga selesainya skripsi ini, juga kepada adik tersayang Kelvin Pai yang telah
memberi semangat kepada penulis.
6. Pratiwi Majuliana, drg., Anwar Karim, drg., Bunga A.R SKG sebagai
senior yang telah banyak membantu dalam persiapan sidang skripsi dan memberikan
motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
7. Tyson Majin, Henny Kartika, Rudy Yanto dan kawan-kawan stambuk 2007
yang mungkin terlewatkan oleh penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembang ilmu dan
masyarakat.
Medan, 21 Oktober 2010
Penulis
(Cathrine)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI……….. ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN... ... 1
BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, TANDA DAN GEJALA SINDROM PROTEUS PADA RONGGA MULUT 2.1Definisi dan Etiologi ... 3
2.2Patofisiologi ... 4
2.3 Tanda dan Gejala ... 5
BAB 3 GAMBARAN KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS PADA RONGGA MULUT 3.1 Gambaran Klinis... ... 7
3.2 Gambaran Radiografi... ... 19
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota gerak bawah... ... 8
2. Evolusi dari cerebriform connective tissue nevus pada permukaan telapak kaki ... 9
3. Pertumbuhan berlebihan pada jari tangan dan connective tissue nevus pada telapak tangan. ... 9
4. Epidermal nevus pada leher... ... 10
5. Epidermal nevus pada punggung ... 10
6. Scoliosis disertai dengan epidermal nevus pada punggung... ... 11
7. Pasien sindrom Proteus berumur 51/2 tahun dengan lipoma yang besar ... ... 11
8. Hyperostoses pada tulang tengkorak ... ... 12
9. Exostoses pada tulang tengkorak kepala ... ... 12
10.Macrodactyly pada jari tangan dan jari kaki ... ... 13
11.Hamartoma pada sisi kanan wajah... .... 13
12.Profil wajah frontal pasien saat istirahat... ... 14
13.Pasien berumur 20 tahun dengan adanya hemifacial hypertrophy pada wajah... 14
15.Fasial fenotipe pada pasien sindrom Proteus dengan retardasi mental dan
riwayat kejang ... ... 15
16.Macroglossia ... .... 16
17.Gambaran intraoral pasien ... 16
18.Gambaran intraoral terlihat adanya openbite dan maloklusi... ... 17
19.Gambaran intraoral menunjukkan adanya gigi hipolpasia, openbite anterior serta hyperplasia gingival... ... 17
20.Oklusi pasien sindrom Proteus berusia 13 tahun... ... . 18
21.Gambaran orthopantogram, lateral dan radiografi sefalometri frontal pada pasien anak perempuan berusia 6 tahun 10 bulan ... ... 21
22.Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 13 tahun penderita sindrom Proteus ... .... 22
23.Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 7 tahun penderita sindrom Proteus ... .... 24
24.Radiografi sefalometri lateral menunjukkan adanya distensi pada tulang Calvarian... 25
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2010
Cathrine
Gambaran Radiografi Sindrom Proteus Pada Rongga Mulut.
ix + 34 halaman
Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan kompleks yang terdiri dari
berbagai pertumbuhan bagian tubuh yang tidak seimbang atau asimetris, cerebriform
connective tissue nevi, epidermal nevi, malformasi vaskular pada kapiler, vena, dan
limfatik, serta disregulasi jaringan lemak. Komplikasi serius dapat terjadi, seperti
pulmonary embolism, penyakit paru cystic, dan berbagai neoplasma. Somatic
mosaicism, kematian pada daerah nonmosaik, adalah hipotesis yang paling diterima.
Etiologi masih belum jelas sampai saat ini. Kriteria diagnostik perlu ditekankan
karena kesalahan diagnosis sindrom Proteus ini sering terjadi. Kasus sindrom Proteus
ini jarang dan hanya kurang dari 100 kasus yang telah tercatat.
Gambaran radiografi panoramik menunjukkan adanya perbedaan
perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara signifikan, tidak ada
perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Prognosis jangka panjang pada sindrom
Proteus tidak diketahui.
BAB 1
PENDAHULUAN
Sindrom Proteus dikenal juga sebagai sindrom elattoproteus dan penyakit
manusia gajah. Sindrom ini merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
pertumbuhan kulit yang berlebihan dan perkembangan tulang yang abnormal, sering
disertai dengan adanya tumor hampir melebihi setengah badan. Sejak Dr. Michael
Cohen mengidentifikasinya pada tahun 1979, hanya sedikitnya lebih dari 200 kasus
telah dipastikan di seluruh dunia, dengan memperkirakan bahwa sekitar 120 orang
yang saat ini hidup dengan kondisi tersebut. Kelemahan dari penyakit ini adalah pada
saat terdiagnosa , bentuknya sudah yang paling parah.1,2
Sindrom Proteus merupakan suatu kondisi progresif dimana biasanya
anak-anak lahir tanpa adanya cacat yang jelas. Tumor dan kulit serta pertumbuhan tulang
muncul seiring usia mereka. Tingkat keparahan dan lokasi dari berbagai pertumbuhan
asimetris sangatlah bervariasi tetapi biasanya terdapat pada tengkorak, satu atau lebih
anggota badan, dan telapak kaki. Terdapat risiko kematian prematur pada individu
yang terkena karena adanya trombosis vena dalam dan emboli paru yang disebabkan
oleh malformasi pembuluh yang berkaitan dengan gangguan ini. Kelainan itu sendiri
tidak secara langsung menyebabkan gangguan distribusi intelijen antara penderita
sindrom Proteus sama seperti populasi umum. Namun, seiring pertumbuhan dapat
menyebabkan kerusakan sekunder pada sistem saraf yang menyebabkan cacat
pengalaman sosial penderita, menyebabkan defisit kognitif dan sosial. Individu yang
menderita akan meningkatkan risiko untuk mengembangkan tumor tertentu termasuk
unilateral ovarian cystadenomas, tumor testikular, meningioma, dan adenoma
monomorfik pada kelenjar parotid. Para peneliti mencoba untuk menentukan
penyebab sindrom Proteus. Beberapa penelitian telah menunjukkan kondisi terkait
dengan Phosphatase and tensin homolog (PTEN) pada kromosom 10 (Smith 2002),
sedangkan penelitian lainnya menunjukkan kromosom 16. Beberapa peneliti
meragukan kemungkinan keterlibatan Phosphatase and tensin homolog (PTEN) atau
Glypican-3 (GPC3).1
Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang sindrom Proteus yang
mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, gambaran klinis,
BAB 2
DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, TANDA DAN GEJALA SINDROM PROTEUS
2.1 Definisi dan Etiologi
Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan hamartomatous kongenital yang
jarang terjadi dan sangat kompleks. Sindrom Proteus ditandai dengan adanya
gigantisme sebagian pada tangan , kaki atau keduanya, hiperplasia pada telapak kaki,
hemangiomas, lipomas, lymphangiomas, varicosities, verrucous epidermal nevi,
macrocephaly, cranial exostosis , dan asimetris pada anggota badan karena
pertumbuhan yang berlebihan pada sumsum tulang belakang.3
Penyebab sindrom Proteus ini masih belum jelas. Sindrom Proteus tampaknya
terjadi secara acak dan bukanlah karena faktor keturunan. Pada tahun 1987, Happle
menemukan bahwa sindrom Proteus merupakan hasil dari gen yang tidak dikenal
yang berubah (mutasi) pada beberapa sel tetapi normal pada sel-sel tubuh lainnya.
Hal ini disebut dengan mosaicism. Sifatnya yang progresif alamiah dan keterlibatan
multisistem menunjukkan adanya penyebab genetik. Kemunculan sindrom ini sudah
lama diketahui bersifat sporadis, hal ini kemungkinan karena suatu mutasi mematikan
yang bertahan hanya pada bentuk mosaik. Mutasi somatis yang diperoleh dapat
mempengaruhi reseptor faktor pertumbuhan jaringan fibroblas atau faktor
tetapi keterlibatan penyebaran pada sistem organnya tidak khas. Tidak ditemukan
adanya perbedaan statistik pada prevalensi jenis kelamin.3,4
2.2 Patofisiologi
Sindrom Proteus ini adalah suatu penyakit sporadis yang jarang, dengan
manifestasi mosaik atau tidak teratur. Penyebab sindrom Proteus masih belum
diketahui, namun hipotesis utama menyatakan bahwa sindrom Proteus disebabkan
oleh perubahan mosaik postzigotik dalam gen yang mematikan di daerah nonmosaik.
Penyimpangan kromosom belum ditunjukkan dengan studi sitogenetik, tetapi
kariotipe pada dua pasien dengan sindrom Proteus menunjukkan adanya susunan
abnormalitas dari kromosom 16 dan kromosom 1 dalam distribusi mosaik, lebih
mendukung hipotesis mutasi somatik.5
Konsep mutasi somatis yang melibatkan faktor pertumbuhan jaringan atau
reseptor dapat menjelaskan beberapa aspek sindrom Proteus, seperti mosaik distribusi
lesi, kejadian sporadisnya, keturunan terpengaruh dari individu yang terkena dampak
dan keberadaan kembar tidak identik. Meskipun bukti mengarah pada mutasi somatis,
tidak ada penyebab mutasi gen yang telah dikenal sebagai sindrom Proteus.5
Pasien dengan sindrom Proteus mengalami kesulitan berjalan karena jari kaki
makrodaktil, skoliosis, dan ketidakstabilan sendi dengan dislokasi pinggul , tumor
subkutan ekspansif dan neuropati kompresi karena hamartomas intraneural. Beberapa
pasien mungkin atelektasis permanen, pneumonia, atau gejala dari insufisiensi paru.
Terdapat sekitar 30% pasien yang mengalami retardasi mental dan 20% pasien
sindrom Proteus yang dilaporkan mengalami kematian dini, kebanyakan disebabkan
pneumonia. Sindrom Proteus tidak mempunyai prevalensi pada ras tertentu
sedangkan laki-laki beresiko terkena hampir dua kali lipat lebih besar dibanding
dengan perempuan dengan rasio laki-laki berbanding peempuan adalah 1.9 : 1.5 Sedikitnya kelainan yang terkait dengan sindrom Proteus muncul saat lahir
atau pada tahun pertama kehidupan. Mereka biasanya tumbuh sampai pubertas
terutama nervus cerebriform biasanya tidak terlihat sampai kisaran umur 2 tahun, hal
ini sering menunda diagnosis yang benar dari sindrom Proteus.5
Jaringan dan organ yang terpengaruh oleh sindrom Proteus dan keparahan
efek mungkin tergantung pada berapa banyak sel yang mengandung gen bermutasi
dan apa jenis sel yang terkandung di dalamnya. Seseorang dengan banyak sel yang
mengandung gen mutasi cenderung memiliki lebih banyak efek dibandingkan dengan
seseorang dengan hanya sedikit sel mutasi.4
2.3 Tanda dan Gejala
Penderita sindrom Proteus dapat memiliki manifestasi yang luas. Dampaknya
juga bisa dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi yang paling umum dari
sindrom Proteus ini antara lain :2 ,4
1. Abnormalitas tulang dan perkembangan jaringan halus, seperti
hemihyperplasia (pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota tubuh
seperti tengkorak kepala, wajah, jari tangan dan jari kaki), scoliosis (kelainan
tulang belakang), pertumbuhan yang tidak seimbang dan atrofi pada otot lengan
atas dan leher.
2. Abnormalitas kulit dan perkembangan jaringan konektif, seperti kulit kasar yang
pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan halus pada telapak kaki (cerebriform
connective tissue naevi), dan tumor benigna pada jaringan lemak (lipoma) atau
area dimana berperan dalam menurunkan atau menaikkan berat badan serta
pertumbuhan abnormal pada pembuluh darah atau limfatik (vascular
malformations).
3. Bentuk wajah seperti pembesaran belakang kepala, kelopak mata yang menurun,
tulang hidung yang rendah, lubang hidung yang menengadah, wajah yang panjang
dan sempit, mulut yang tetap terbuka saat istirahat (incompetent lips).
Organ internal yang juga terkena dampak termasuk limpa dan timus, yang
dapat membesar. Kondisi ini juga menyebabkan cacat fisik yang cukup signifikan dan
BAB 3
GAMBARAN KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS
3.1 Gambaran Klinis Sindrom Proteus
Gambaran klinis secara umum pada pasien sindrom Proteus yaitu
hemihypertrophy, gigantisme sebagian pada kaki atau tangan atau keduanya,
macrodactyly, scoliosis, epidermal nevus, palmar / plantar cerebriform
connective-tissue nevus, cranial exostoses, tumor subkutan (lipoma, hemangioma, limfangioma
dan tumor hibrid).3,6
Gambaran klinis pada kraniofasial pasien sindrom Proteus antara lain adanya
hemifacial hypertrophy, sindrom wajah panjang, mulut yang terbuka saat istirahat,
prognasi mandibula, macrocephaly, exostoses pada tengkorak kepala (tulang
parietalis, tulang frontalis, tulang occipitalis, tulang temporalis, orbital rim, zygoma,
tulang nasal, angulus mandibula, dagu, auditory canal), depressed nasal bridge, dahi
yang lebar dan menonjol, hemimegalocephaly, craniosynostosis (metopic, coronal),
malformasi telinga, pertumbuhan berlebihan pada kondilus, asimetris tulang kepala,
ptosis, nystagmus, alopecia, asimetris midline, hiperpigmentasi kulit, lipoma sekitar
mata, dan submandibular lymphangioma.3,7
Pada rongga mulut secara klinis menunjukkan adanya disfungsi orofasial
multipel, macroglossia, pertumbuhan gigi sulung yang abnormal, hipoplasia enamel,
crossbite, retrognasi mandibula (kasus jarang terjadi), gigi berjejal (crowding),
frenulum multipel pada mandibula, dan hypertrophied tonsilla. Maloklusi Klas III
dengan oklusi asimetris disebabkan oleh karena garis tengah skeletal bergeser ke
kanan dengan overjet dan overbite yang berkurang. Selain itu, gigi berjejal dengan
kehilangan ruangan gigi permanen, terutama terlihat pada kuadran ketiga dan garis
tengah gigi sebelah kiri bawah. Tercatat bahwa adanya erupsi ektopik dan
kecenderungan taurodonsia pada pasien. Analisis menunjukkan adanya prognasi pada
kedua rahang (bialveolar prognasi) dan pola pertumbuhan dolicocephalic.3,7
Gambar 1. Pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota gerak badan bawah. Pembesaran kaki sebelah kanan disertai dengan adanya cerebriform connective tissue nevus pada telapak kaki.
Gambar 2. Evolusi dari cerebriform connective tissue nevus pada permukaan telapak kaki. Dari kiri : Pasien berumur 5 1/2 tahun. Tengah : Pasien berumur 12 tahun. Kanan : Kaki Joseph Merrick pada umur 29 tahun (postmortem).8
Gambar 4. Epidermal nevus pada leher.8
Gambar 6. Scoliosis disertai dengan adanya epidermal nevus pada punggung.10
Gambar 8. Hyperostoses pada tulang tengkorak. Kiri : pasien umur 12 tahun dengan hyperostoses pada jembatan hidung, daerah infraorbital kiri, dan mandibula. Kanan : Tulang tengkorak Joseph Merrick saat berumur 29 tahun menunjukkan perkembangan hyperostosis lebih lanjut.8
Gambar 10. Macrodactyly pada jari tangan dan jari kaki.9,10,11
Gambar 12. Profil wajah frontal pasien saat istirahat.7
Gambar 13. Pasien berumur 20 tahun terlihat jelas adanya hemifacial hypertrophy pada wajah.3
Gambar 15. Fasial fenotipe pada pasien sindrom Proteus dengan retardasi mental dan riwayat kejang. Terlihat bentuk wajah dolichocephaly, wajah panjang, ptosis kelopak mata, jembatan hidung yang rendah, mulut yang terbuka.8
Gambar 17. Intraoral pasien : (a) rahang atas, (b) rahang bawah dan (c) oklusi. Terlihat midline gigi rahang bawah bergeser ke kiri dengan kehilangan ruangan untuk
Gambar 18. Gambaran intraoral pada pasien terlihat adanya open bite dan maloklusi.11
Gambar 19 . Gambaran intraoral menunjukkan adanya gigi hipoplasia, open bite anterior disertai dengan hyperplasia gingival.12
Gambar 20. Oklusi pasien berusia 13 tahun dimana terdapat overjet sebesar 2 mm, oklusi molar Klas I pada sisi kanan dan Klas II pada sisi kiri. Tercatat 4 mm openbite pada lateral kiri. Processus alveolaris maksila dan mandibula kiri menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan pada dimensi vertikal, sebesar 7mm openbite pada sisi kanan dari midline ke
molar dua. Kedua midline maksila dan mandibula bergeser 5 mm ke kanan. Terdapat ruangan antar gigi pada sisi kiri maksila dan mandibula.3
3.2 Gambaran Radiografi Sindrom Proteus
Menurut suatu laporan kasus yang menjelaskan mengenai patologi klinis
kraniofasial pada seorang anak perempuan penderita sindrom Proteus dari umur 6
sampai 20 tahun. Pada pemeriksaan fisik, khususnya kraniofasial terlihat adanya
pembesaran pada tulang dan jaringan lunak wajah sebelah kiri. Telinga kirinya
terletak pada posisi lebih belakang. Pada regio parietalis kiri, teraba adanya exostoses
dan alopecia parsial. Terdapat hiperpigmentasi yang kasar dan memerah pada regio
temporalis kiri meluas sampai alis kiri. Pertumbuhan berlebih pada rambut yang kaku
dan kasar juga terlihat pada daerah kiri preauricular dan kiri dagu. Pada pemeriksaaan
oral terlihat semua gigi permanen erupsi kecuali molar dua kiri dan kanan maksila,
kaninus kanan atas, molar dua kanan mandibula dan premolar dua. Adanya retensi
sekunder pada molar satu dan dua permanen kiri mandibula. Anatomi gigi normal
(ukuran, bentuk, dan mineralisasi) termasuk jaringan gingiva. Lidah pada sisi kiri
membesar secara simetris. Pemeriksaan pengucapan terdapat adanya distorsi
artikulasi ringan karena hipertrofi lingual dan maloklusi. Pemeriksaan pendengaran
terdapat adanya gangguan pendengaran konduktif yang ringan pada sisi kiri.
Pemeriksaan genetik bentuk kariotipe biopsi kulit dari regio pipi yang hipertrofi
normal 46, kariotipe XX di 20 dari 20 sel pada tahap band 450. Pemeriksaan lainnya
seperti pemeriiksaan fisik normal dan intelijen ditemukan diatas normal dengan tes
psikometri. Manifestasi sindrom Proteus pada orofasial menunjukkan adanya
perbedaan perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara
signifikan, perkembangan gigi pada sisi kanan mengalami keterlambatan dan
pada regio mandibula. Erupsi gigi kaninus maksila kiri dan premolar satu serta semua
gigi permanen pada sisi kiri mandibula terlalu cepat tumbuh sebelum waktunya
(Gambar 21 A dan 22). Dental agenesis ( gigi molar tiga bawah kiri), erupsi ektopik,
resorpsi akar idiopatik, dan berbagai malformasi anatomis juga tercatat. Terlihat
adanya peningkatan pertumbuhan vertikal processus alveolaris kiri maksila dan
mandibula serta terlihat juga adanya pembesaran pada kondilus kiri, ramus, dan
badan mandibula serta kanal mandibula kiri dan foramen mentalis (Gambar 22).3 Gambaran radiografi sefalometri lateral menunjukkan adanya prognasi pada
maksila dan mandibula. Analisis pertumbuhan dari umur 6 tahun 10 bulan sampai
umur 26 tahun mengungkapkan suatu pola pertumbuhan normal pada maksila dan
mandibula sebelumnya dan selanjutnya. Terdapat pembesaran exostoses pada tulang
parietalis lebih dari setahun (Gambar 21 B).3
Gambaran sefalometri frontal menunjukkan analisis radiografi sefalometri
arah posterior-anterior pada umur 6 tahun 10 bulan dan terlihat kedua maksila dan
mandibula mengalami pergeseran sebesar 3,5 derajat ke kanan dibandingkan dengan
midline frontal. Pada umur 16 tahun, pergeseran ke kanan meningkat hingga 4,0
Computed tomography (CT) kepala menunjukkan isi intrakranial dalam
keadaan normal. Terdapat sedikit merata di daerah parietal kiri, kemungkinan
berhubungan dengan suatu kelainan sutural lokal dan terlihat adanya exostoses pada
titik calvarium sepanjang sutura sagitalis, lebih besar pada sisi kiri serta sepanjang
sutura koronal kiri. Peningkatan asimetris jaringan lunak sepanjang sisi kiri wajah
dan leher atas termasuk subkutan, parapharyngeal, dan submandibular serta kelenjar
parotis juga terlihat. Karena adanya pembesaran jaringan lunak terdapat cacat ringan
pada jalan napas faring.3
Gambar 22. Gambaran Panoramik seorang anak perempuan berusia 13 tahun penderita sindrom Proteus terlihat pembesaran kanal mandibula kiri dan foramen mental dan resorpsi akar idiopatik secara jelas diamati pada gigi kaninus kiri maksila dan gigi kiri mandibula.3
Laporan kasus kedua ; seorang anak perempuan berumur 7 tahun
berkewarganegaraan Afrika penderita sindrom Proteus yang merupakan anak ketiga
mencapai bidang oklusal, gigi 33 terlihat mencapai 4/6 dari pertumbuhan akar
sempurna yang sebagian dipertahankan oleh gigi 32 dan gigi 34 yang tilting setelah
gigi 73 hilang terlalu dini. Awal pertumbuhan akar ditemukan pada gigi permanen
sisi kanan. Gigi 43 sangat terpendam. Tidak ada tanda-tanda resorpsi akar yang
abnormal. Tercatat adanya suatu kecenderungan taurodontism pada kedua molar satu
atas. Oleh karena adanya keterbatasan pada radiografi panoramik maka dibuat
diagnosis sementara peningkatan pertumbuhan vertikal sisi kiri mandibula dan
pembesaran sisi kiri kanal mandibula. Selanjutnya, folikel gigi 38 biasanya terletak di
sudut kiri rahang sedangkan folikel gigi 48 menunjukkan batas radiolusen yang jelas
(Gambar 23 B). Hal ini dianggap sebagai suatu folikel gigi tambahan atau
transformasi cystic dari folikel 48.7
Analisis sefalometri lateral mengungkapkan adanya suatu prognasi pada
maksila dan mandibula, yang menghasilkan hubungan kelas III skeletal yang berat.
Terlihat pola pertumbuhan wajah dolichocephalic. Superimposisi dari bayang-bayang
rambut gimbal diatas tengkorak kepala membuat kalsifikasi intrakranial tidak bisa
terlihat. Calvarium menggembung, terjadi pembesaran struktur tulang sepanjang
sutura parietalis (Gambar 24). Korteks batas bawah sisi kanan dan kiri mandibula
tidak dilapisi, yang terlihat asimetris mandibula. Pernyataan ini dibatasi oleh sedikit
kemiringan kepala untuk dilihat oleh superimposisi kurang dari cincin cephalostat.7 Analisis radiografi sefalometri frontal, mandibula bergeser 4,5 mm ke kanan
dibandingkan midline frontal. Superimposisi dari rambut gimbal kembali terlihat.
Tampak adanya hipertrofi pada sisi kiri calvarium. Pada sisi kiri ramus dan korpus
kiri sphenoid meninggi. Tulang orbital dan tulang maksila simetris dan tidak berubah
secara patologis. Sinus frontalis belum dapat terdeteksi (Gambar 25).7
Gambar 23. (a) Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 7 tahun penderita sindrom Proteus dimana terlihat pertumbuhan gigi yang asimetris dengan erupsi cepat pada sisi kiri. Perbedaan lebih banyak terjadi pada rahang bawah.
Gambar 24. Radiografi sefalometri lateral. Distensi pada tulang Calvarian (panah).7
Gambar 25. Radiografi sefalometri frontal. Distensi pada tulang calvarian (panah tebal) dan elevasi
BAB 4
PERAWATAN, PROGNOSIS DAN DIAGNOSA BANDING SINDROM PROTEUS
4.1 Perawatan dan Prognosis
Tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Kondisi ini harus
ditangani dengan mengidentifikasi secara awal masalah medis yang serius dan
memberikan profilaksis dan perawatan terhadap gejala (simtomatik) yang dapat
membantu menenangkan dan mengurangi masalah yang terkait dengan gangguan ini.
Tim dokter multidisiplin diperlukan untuk menangani sindrom Proteus. Mereka harus
mencakup beberapa para ahli yaitu ahli ortopedi, ahli bedah kraniofasial, ahli bedah
plastik, dokter kulit, dokter gigi, ahli bedah saraf, ahli genetika, dan psikolog.2
Perawatan sindrom Proteus secara umum dapat dibagi menjadi 3 antara lain
perawatan medis, perawatan bedah dan konsultasi. Tujuan perawatan medis adalah
hanya untuk meminimalkan konsekuensi fisik dan psikososial pada penderita sindrom
Proteus, ini diperlukan suatu pencapaian multidisiplin. Profilaksis antitrombotik harus
dianjurkan apabila pasien sedang di bawah prosedur pembedahan karena malformasi
vascular pasien memperburuk menjadi trombosis vena dalam dan kematian emboli
paru. Lesi paru kistik sebaiknya diikuti karena dapat berkembang menjadi
pneumonia, atelektasis dan berpotensi menjadi insufisiensi paru. Terdapat suatu
laporan mengenai keberhasilan penurunan ukuran hamartoma dengan terapi
terutama ketika permukaan telapak kaki menyebabkan saat berjalan menjadi tidak
nyaman. Perawatan medis konservatif untuk cerebriform connective-tissue nevi
mencakup menjaga kaki agar bersih dan kering, pemakaian antibacterial lotion secara
teratur untuk menurunkan bau, tetap memeriksa ulser dan infeksi dan menggunakan
peralatan ortotik.5
Perawatan bedah dapat dilakukan dengan evaluasi preoperatif harus
mencakup perhitungan anatomi pernapasan karena frekuensi adanya hipertropi tonsil
dan kista paru. Ahli bedah plastik dan ahli bedah ortopedi dapat memperbaiki
beberapa kelainan skeletal. Epiphysiodesis dapat membantu memperbaiki
pertumbuhan epiphyseal yang asimetris, dan penurunan osteotomi dapat digunakan
untuk memperpendek tulang panjang. Penyatuan tulang spinal untuk pertumbuhan
yang berlebih pada tulang belakang dapat mencegah perkembangan kyphoscoliosis
dan resiko kompromis paru. Tumor subkutan harus dibuang pada tahap awal
perkembangan. Kelainan alat reproduksi (ovarian atau testicular) harus ditangani
secara cepat oleh karena tingginya insidens perubahan neoplastik. Pengobatan
umumnya melibatkan manajemen efek dari gangguan, seperti pembuangan tumor
atau pertumbuhan yang berlebih pada tulang. Pembuangan tumor tidak dianjurkan,
kecuali mereka yang menyebabkan masalah besar, karena biasanya tumor ini tumbuh
kembali. Pembedahan untuk mengangkat sebagian tulang berlebih harus dilakukan
hanya jika pertumbuhan tulang yang berlebih mempengaruhi fungsi normal.
Pertumbuhan tulang yang berlebih di telinga, misalnya, mungkin harus dibuang jika
mereka mengganggu pendengaran. Meskipun jenis operasi ini kadang-kadang dapat
membantu anak-anak dengan sindrom Proteus berurusan dengan gangguan yang
harus dipertimbangkan. Agar konseling menjadi efektif, sebaiknya dimulai pada usia
muda.4,5
Konsultasi dapat dilakukan dengan dokter ahli kulit, ahli bedah plastik untuk
perbaikan kelainan, ahli bedah ortopedi untuk perbaikan kelainan skeletal, ahli mata
dan ahli saraf dapat berguna karena banyak terdapat manifestasi ocular dan kelainan
Sistem Saraf Pusat (SSP), merujuk pada ahli psikologis atau psikiatri penting dan
bagi keluarga mereka. Penyakit ini menyebabkan stigma sosial dengan adanya
kondisi yang sangat jarang, progresif dan tidak berbentuk. Terdapat laporan bahwa
23% orang tua dengan anak yang menderita sindrom ini mengalami gejala depresi.5 Sebuah tim dokter di Australia telah menguji percobaan obat Rapamycin
dalam perawatan sindrom Proteus dan telah ditemukan sebagai pengobatan yang
efektif. Penelitian yang berlangsung di London dalam menentukan penyebab sindrom
Proteus yang didukung oleh kelompok pendukung Inggris untuk sindrom Proteus.
Pengobatan masih belum ditemukan. Sementara, obat Rapamycin telah digunakan
untuk mengobati pertumbuhan, tetapi masih belum dapat digunakan untuk
menyembuhkan kondisi penyakit itu sendiri.1
Perawatan khusus untuk menangani kelainan gigi pasien sindrom Proteus
dapat dilakukan dengan perawatan ortodonti dan pembedahan. Perawatan ortodonti
dilakukan dengan cara pasien sindrom Proteus ini memakai alat penahan lidah yang
dapat dilepas untuk mencoba mengurangi efek makroglossia pada gigi-gigi yang
sedang erupsi dan memakai retainer Hawley pada maksila serta retainer overlay pada
pada salah satu pipi pada umur 14 tahun dan bedah orthognasi (osteotomi) pada umur
17 tahun di bawah anastesi umum.3
Prognosis jangka panjang pada sindrom Proteus tidak diketahui. Harapan
hidup cenderung sangat bervariasi dari orang ke orang. Mereka dengan tumor dan
pertumbuhan tulang yang berlebih mempengaruhi organ memiliki prognosis lebih
buruk. Kemungkinan hidup lebih lama dipengaruhi oleh sindrom Proteus. Penyebab
kematian dini yang diketahui adalah karena emboli paru. Kematian pernapasan
disebabkan akibat penyakit paru-paru kistik, pertumbuhan tulang rusuk terlalu cepat
dan laryngospasm. Kematian Sistem Saraf Pusat (SSP) juga terjadi dari kejang dan
abses cerebellar.4,14
4.2 Diagnosa Banding
Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dalam membedakan sindrom
Proteus dengan gangguan pertumbuhan berlebih lainnya, khususnya sindrom
Klippel-Trenaunay, hemihyperplasia/sindrom lipomatosis, dan jenis neurofibromatosis tipe I.
Beberapa sindrom lain juga dapat dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis ini,
akan dibahas di bawah ini.5
Definisi klasik dari sindrom Klippel-Trenaunay adalah tiga serangkai dari
stain vaskular, jaringan lunak dan / atau hipertrofi tulang, dan venous varicosities.
Sering melibatkan kelainan vaskularisasi termasuk anggota gerak badan atas.
Kelainan vaskularisasi (kapiler, limfatik, dan vena) selalu ada dalam kombinasi.
Pertumbuhan yang berlebihan sudah terdapat sejak lahir, umumnya lebih parah
tumor subkutan, palmar/ plantar cerebriform hyperplasia, dan exostoses kranial, yang
biasanya ditemukan pada sindrom Proteus. Terjadinya keterlambatan cerebriform
hiperplasia mengarah pada diagnosis yang keliru sindrom Proteus sebagai sindrom
Klippel-Trenaunay pada saat neonatal dan bayi.5
Sindrom Parkes-Weber adalah kelainan vaskuler yang melibatkan anggota
tubuh atas dan bawah. Hal ini ditandai oleh kapiler memerah yang menyebar, hangat
dan didasari pengalihan arterivenous. Sindrom maffucci ditandai oleh adanya
hemangioma dan enchondroma.5
Sindrom dengan pigmentasi dan lipoma diantaranya adalah
encephalocraniocutaneous lipomatosis (ECCL), hemifacial hypertrophy, facial
infiltrating lipomatosis dan neurofibromatosis I dan sindrom Bannayan Rilley
Ruvalcaba.3,5
Encephalocraniocutaneous lipomatosis (ECCL), sudah lama dianggap sebagai
suatu kesatuan yang terpisah, sekarang diklasifikasikan
sebagai bentuk ruang lingkup yang lebih luas dari sindrom Proteus (Wiedemann
dan Burgio, 1986). Beberapa laporan kasus ECCL menjelaskan bahwa hyperostoses
tengkorak kepala dan visceral lipoma menunjukkan adanya tumpah tindih.3
Hemifacial Hypertrophy, pasien tersebut dibandingkan
dengan pasien sindrom Proteus. Terdapat persamaan dalam perkembangan gigi
dimana pertumbuhan gigi yang lebih dini pada sisi yang terkena, erupsi dini, dan
resorpsi akar idiopatik serta hipertrofi maksila dan mandibula juga ditemukan. Pasien
dengan hemifacial hipertrofi sering ditemukan macrodontia, dimana tidak terlihat
adanya exostoses. Khanna danh Andrade (1989) melaporkan bahwa seorang pasien
dengan hemifacial hypertrophy, macrodactyly, polydactyly, syndactyly, scoliosis
menyerupai karakteristik sindrom Proteus dan dari sudut pandang klinis hemifacial
hypertrophy dan sindrom Proteus menunjukkan beberapa tanda klinis yang sama.3
Facial Infiltrating Lipomatosis, jarang terjadi tetapi penyakit yang cukup
dikenal dan ditandai dengan adanya proliferasi pada jaringan lemak dewasa tidak
berkapsul yang mengalir di sekitar jaringan lunak, adanya jaringan fibrous dengan
berbagai berkas saraf dan dinding pembuluh darah yang tebal, tidak adanya tanda
malignan, hipertrofi tulang bawah dan asal kongenital.3
Neurofibromatosis I, ditandai dengan adanya epidermal connective tissue
nevi, exostoses, dan kegagalan dalam mendiagnosis kriteria untuk neurofibromatosis
I.3
Sindrom Bannayan Riley Ruvalcaba, yang dikarakteristikan oleh adanya
macrocephaly, lipoma, kelainan kapiler, dan polyposis colon dan rectum, tidak
menyebabkan pertumbuhan asimetris, exostoses kranial, epidermal nevi atau
BAB 5
KESIMPULAN
Sindrom Proteus dikenal juga sebagai sindrom elattoproteus dan manusia
gajah. Sindrom ini merupakan suatu kelainan hamartomatous kongenital yang jarang
terjadi dan sangat kompleks. Penyebab sindrom Proteus ini masih belum jelas.
Hipotesis menunjukkan bahwa sindrom Proteus disebabkan oleh mosaicism somatis.
Gambaran klinis secara umum pada pasien sindrom Proteus yaitu
hemihypertrophy, gigantisme, macrodactyly, scoliosis, epidermal nevus, palmar /
plantar cerebriform connective-tissue nevus, cranial exostoses, tumor subkutan.
Gambaran klinis pada kraniofasial pasien sindrom proteus antara lain adanya
hemifacial hypertrophy, sindrom wajah panjang, mulut yang terbuka saat istirahat,
prognasi mandibula, macrocephaly, exostoses pada tengkorak kepala.
Pada rongga mulut secara klinis menunjukkan adanya disfungsi orofasial
multipel, macroglossia, pertumbuhan gigi sulung yang abnormal, hipoplasia enamel,
maloklusi Klas III, crossbite, gigi berjejal (crowding), adanya kecenderungan
taurodontism pada pasien, dan pola pertumbuhan dolicocephalic.
Tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Tim dokter multidisiplin
diperlukan untuk menangani sindrom Proteus. Perawatan sindrom Proteus secara
umum dapat dibagi menjadi 3 antara lain perawatan medis, perawatan bedah dan
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Proteus syndrome. 2010.
2. Anonymous. Proteus syndrome. 2010.
3. Becktor KB, Becktor JP, Karnes PS, Keller EE. Craniofacial and Dental
Manifestations of Proteus Syndrome: A Case Report. Cleft Palate
Craniofacial J. 2002; 39: 233-45.
4. Andres LM, Gale T. Proteus syndrome. 2005.
2010).
5. Mahlberg MJ. Proteus Syndrome: Differential Diagnoses & Workup.
2010.
Agustus 2010)
6. Anonymous. Proteus Syndrome. 2002.
Agustus 2010).
7. Korbmacher H, Tietke M, Rother U, KahlNieke B. Dentomaxillofacial
imaging in Proteus syndrome. Dentomaxillofacial Radiology. 2005; 34:
8. Cohen MM. Proteus Syndrome: An update. American Journal of Medical
Genetics. 2005; 137C: 38-52.
9. Pletcher BA. Proteus Syndrome. 2010.
Agustus
2010).
10. Puri KJPS, Malhotra SK, Jain A. Klippel Trenaunay and Proteus
Syndrome overlap-a diagnostic dilemma. Egyptian Dermatology Online J.
2009; 5: 10.
11. Nogueira RLM, Teixeira RC, Lima MC, Sant’ana E, Santos CF.
Apnoea-hypopnoea and mandibular retrusion as uncommon findings associated
with Proteus syndrome. Dentomaxillifacial Radiology. 2007; 36: 367-71.
12. Batra P, Duggal R, Parkash H. Craniofacial and dental manifestations of a
case of proteus syndrome. Indian Soc Ped Prev Dent J. 2004: 22: 154-7.
13. Gibilisco JA. Oral Radiografic Diagnosis. 5th ed. Philadelphia: WB
Saunders Company, 1983: 37-40.
14. Choyke PL, Biesecker LG. Proteus syndrome. 2008.
Agustus 2010).
15. Anonymous. Proteus Syndrome- Causes, Symptoms and Treatments.
2010.
16. Saunders. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. Philadelphia: WB
17. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial
LAMPIRAN
1. Abses cerebellar : abses otak
2. Adenoma monomorfik : sebuah neoplasma jinak pada duktus kelenjar
saliva dengan pola epitel yang sama
3. Alopecia : hilangnya atau tidak adanya rambut pada kulit
kepala yang disebabkan kerontokan yang
progresif
4. Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura
5. Calvarium : bagian atas tulang kepala
6. Cerebriform connective : garis yang dalam dan pertumbuhan berlebih dari
jaringan halus pada telapak kaki
7. Congenital : bawaan sejak lahir
8. Cranial exostosis : pembentukan tulang baru pada permukaan
tulang kepala
9. Craniosynostosis : cacat bawaan yang menyebabkan satu
atau lebih jahitan di kepala bayi
10. Ovarian cystadenomas : neoplasma yang berkembang dari jaringan
ovarium
11. Depressed nasal bridge : jembatan hidung yang dalam
13. Distensi : keadaaan yang membesar, bengkak dari tekanan
internal
14. Dolicocephalic : bentuk wajah yang memanjang dan sempit
15. Elevasi : peninggian
16. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonaris oleh
suatu embolus yang terjadi secara tiba-tiba
17. Enchondroma : tumor tulang rawan jinak yang tumbuh
lambat pada ujung tulang tubular (terutama di
tangan dan kaki)
18. Epidermal nevus : tumor kulit bawaan yang tidak mengandung
melanosit
19. Epiphyseal : tulang yang terpisah dari tulang panjang
20. Epiphysiodesis : prosedur operasi yang sebagian atau seluruhmya
untuk menghilangkan epiphysis biasanya
dilakukan untuk menyamakan panjang kaki
21. Erupsi ektopik : gangguan perkembangan pada pola
erupsi gigi permanen
22. Ethmoidal : tulang yang berada di belakang jembatan hidung
23. Fibroblast : sel induk yang memproduksi komponen
elastis dari kulit seperti kolagen, elastin dan
proteoglikan
24. Folikel : kantong kelenjar yang kecil dan sempit
lantai mulut ke garis tengah bagian bawah lidah
26. Hamartomatous : kondisi abnormal akibat pembentukan suatu
massa jaringan ukuran yang tidak proporsional
27. Hemangioma : tumor pembuluh darah
28. Hemifacial hypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi wajah
lebih besar dari sisi sebelahnya
29. Hemihypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi bagian
tubuh tumbuh lebih besar dari yang lain
30. Hemimegalocephaly : kondisi dimana salah satu sisi otak lebih
besar dari yang lain
31. Hiperpigmentasi : kelebihan melanin yang diproduksi oleh kulit
32. Hyperplasia gingival : pembesaran gingiva
33. Hyperostosis : pertumbuhan yang berlebihan pada tulang
34. Hypertrophied tonsilla : tonsila yang membesar
35. Insufisiensi paru : kekurangan pernapasan dimana paru-
paru tidak dapat menerima cukup oksigen
36. Kyphoscoliosis : kombinasi kyphosis dan scoliosis (melengkung
lateral tulang belakang)
37. Laryngospasm : penutupan otot laring yang tidak teratur
38. Lipoma : tumor jinak yang tumbuh di bawah kulit
dan merupakan endapan lemak
39. Lymphangioma : kelainan sistem limfatik
41. Macrodactyly : ukuran jari tangan atau kaki yang lebih
besar dari normal
42. Macroglossia : lidah yang besar
43. Malformasi : anomali pembentukan struktur ; cacat
44. Meniongioma : tumor otak jinak yang berasal dari sel-
sel yang terdapat pada lapisan meningen
(selaput pelindung otak)serta
derivate-derivatnya.
45. Mosaik : kesalahan kromosom yang hanya terjadi dalam
beberapa sel dalam tubuh
46. Neuropati kompresi : gangguan syaraf perifer yang meliputi
kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom
dan melemahnya refleks tendon
47. Nystagmus : gerakan berirama yang tidak sengaja dilakukan
mata
48. Ocular : bagian mata
49. Osteotomi : pembedahan tulang
50. Overjet : jarak horizontal antara incisal edge gigi
incisivus RA terhadap bidang labial gigi
insisivus pertama RB
51. Overbite : jarak vertikal antara incisal edge gigi
incisivus RA terhadap bidang labial gigi
52. Osteomatous : neoplasma tulang
53. Palmar / plantar : telapak tangan / telapak kaki
54. Parapharyngeal : rongga yang berdekatan dengan faring atas
55. Profilaksis : sebuah tindakan yang diambil untuk pencegahan
penyakit atau kondisi
56. Polydactyly : adanya jari keenam atau jari tambahan
57. Polyposis colon : pertumbuhan daging di bagian / lapisan dalam
dari usus besar
58. Pneumonia : peradangan pada paru-paru
59. Ptosis : melorotnya kelopak mata dari atas atau bawah
60. Rectum : bagian terminal dari usus besar
61. Scoliosis : kelainan bentuk pada tulang belakang yang
melengkung ke arah samping
62. Sitogenetik : spesialisasi dalam melakukan pendeteksian
terhadap kelainan
63. Sporadis : terjadi secara tiba-tiba
64. Sphenoid : sebuah tulang berbentuk tidak beraturan di
depan tulang occipitalis pada dasar tengkorak
65. Syndactyly : kondisi dimana dua atau lebih jari tangan atau
kaki yang bergabung
66. Trombosis vena dalam : suatu keadaan terjadinya gumpalan
darah (thrombus) pada pembuluh darah vena
67. Tumor subkutan ekspansif: tumor yang tumbuh di bawah kulit
secara mendesak
68. Taurodontia : keadaan gigi dimana ruang pulpa yang
memanjang, membesar dan meluas ke daerah
akar
69. Varicosities : pembuluh darah yang membesar dan tampak
pada permukaan kulit
70. Verrucous : lesi kulit ditandai degan adanya papula kulit