• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya Terima Dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya Terima Dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL TERHADAP DAYA TERIMA DAN KADAR VITAMIN A PADA BISKUIT

SKRIPSI

OLEH :

YUSI FEBRINA 091000246

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL TERHADAP DAYA TERIMA DAN KADAR VITAMIN A PADA BISKUIT

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : YUSI FEBRINA

NIM. 091000246

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 26 Juli 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Dra. Jumirah, Apt, MKes NIP. 19670613 1993031 004 NIP. 19580315 198811 2 001

Penguji II Penguji III

Ernawati Nasution, SKM, MKes Dr.Ir.Zulhaida Lubis,MKes NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19620529 198903 2 001

Medan, Juli 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

(3)

ABSTRAK

Berdasarkan kandungan zat gizinya, tepung wortel berpotensi untuk dijadikan sumber zat gizi seperti β- karoten, serat, lemak , karbohidrat, protein yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, tepung wortel dapat ditambahkan pada pembuatan biskuit, sehingga menjadikan biskuit lebih bergizi.

Penelitiaan ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya terima biskuit yang ditentukan dengan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur, dan untuk mengetahui kadar vitamin A biskuit dengan menggunakan perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung wortel sebanyak 5% dan 15% disukai panelis baik dalam segi rasa, aroma, maupun tekstur. Sedangkan pada penambahan tepung wortel 25% kurang disukai panelis dalam segi rasa, aroma, tekstur, dan dari segi warna tidak disukai panelis. Pada ketiga perlakuan 5%, 15%, 25% kandungan vitamin A pada biskuit mengalami peningkatan masing-masing 8,4 RE, 25,1 RE, dan 41,9 RE. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung wortel dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur pada biskuit.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan tepung wortel sebagai makanan alternatif sumber makanan yang kaya akan vitamin A. Juga, perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung wortel sebagai makanan yang tinggi vitamin A.

(4)

ABSTRACT

Based on nutritional content, carrot flour were potential to be a source of nutrients such as β-carotene, fiber, fat, carbohydrates, proteins needed by the body. Therefore, carrot flour can be added for the biscuits, so that cookies can be nutritious.

This study was the experiment of making biscuit addition of carrot fluor 5%, 15%, and 25%. This research aims to find out acceptability of biscuits determined with organoleptic test including flavor, aroma, color, and texture as measured by the hedonic scale and to determine levels of vitamin A by using a calculation DKBM biscuits (List of Food Composition).

These result of this study showed that the biscuits with 5% and 15% added carrot flour were preferred by the panelists in terms of taste, aroma, and texture. While the addition of 25% carrot flour were a bit dislike in terms of flavor, aroma, texture and in terms of color is in dislike by the panelists. At the third treatment 5%, 15%, 25% the ingredient of vitamin A on the biscuits have increased respectively 8.4 RE, RE 25.1, and 41.9 RE. Based on the analysis of variance, the addition of carrot flour with various added carrot flour make different influence to biscuit’s taste, color, flavor, aroma and texture.

It is recommended to the society to use flour carrot as alternative food sources which is rich of vitamin A. In addition, it is necessary to do other foods diversification by adding carrot flour to have dietary high in vitamin A.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama :Yusi Febrina

Tempat/Tanggal Lahir : Pulau jambu/ 5 April 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) bersaudara

Alamat : Jalan Pemuda, Koto Baru, KEC. Singingi Hilir. Riau

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993 – 1994 : TK Beringin Mekar, Pulau Jambu, KAB. Kampar

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 008 Singingi, Hilir, KAB. Kuantan Singingi, Riau

Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 2 Singingi, Hilir, KAB. Kuantan Singingi, Riau

Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 1 Singingi Hilir, KAB. Kuantan Singingi, Riau

Tahun 2006 – 2009 : Akademi Kebidanan Widya Husada Medan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya Terima dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit” ini. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah M. Musir dan Ibu Yusnani yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendoakan penulis, serta selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menuliskan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(7)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini..

4. Ibu Dra. Jumirah, Apt. M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Ernawati Nasution, SKM. M.Kes selaku dosen Penguji I dan selaku

Sekretaris Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Syarifah. MS selaku dosen Pembimbing Akademik penulis.

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan FKM USU khususnya dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan Bapak Marihot Samosir S.T. yang telah sabar memberi masukan serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

8. Ibu Gusti Setiavani. STP, MP sebagai Kepala Laboratorium PHP (Pengolahan Hasil Pertanian) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) di Jalan Binjai KM 10,2 yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Adikku tersayang Nella Fitria dan Aditya Reza yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

(8)

Ambarisa, Suharni, Alas Sriwahyu, Andesri, Ike Candra dan seluruh mahasiswa Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan kepada teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Wortel ... 6

2.1.1. Sejarah Singkat ... 6

2.1.2. Kandungan Gizi Wortel ... 8

2.1.3. Jenis-Jenis Wortel ... 8

2.1.4. Manfaat Wortel ... 9

2.2. Tepung Wortel... 11

2.2.2. Pengolahan Tepung Wortel... 11

2.2.3. Kandugan Zat Gizi Tepung Wortel ... 14

2.3. Vitamin A ... 14

2.3.1. Manfaat Vitamin A ... 14

2.3.2. Sumber Vitamin A ... 14

2.3.3. Akibat Kekurangan Vitamin A ... 15

2.4. Biskuit ... 16

2.4.2. Klasifikasi Biskuit ... 17

2.4.3. Bahan Pembuat Biskuit ... 18

2.4.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit... 20

2.4.5. Kandungan Zat Gizi Pada Biskuit ... 21

2.5. Daya Terima Makanan ... 22

2.6. Uji Organoleptik ... 22

2.7. Panelis ... 24

2.8. Kerangka Konsep ... 26

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Tempat Penelitian ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian ... 29

3.3. Objek Penelitian ... 29

3.4. Definisi Operasional ... 29

3.5. Alat dan Bahan ... 30

3.5.1. Alat ... 30

3.5.1. Bahan ... 30

3.6.Tahapan Penelitian ... 31

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Wortel... 31

3.6.2. Proses Pembuatan Biskuit Dengan Penambahan Tepung Wortel ... 32

3.6.3. Uji Daya Terima ... 34

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Deskripsi Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel ... 41

4.2. Deskriptif Panelis ... 42

4.3. Analisis Organoleptik Rasa Biscuit Dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 43

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Biscuit Dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 44

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biscuit Dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 46

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biscuit Dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 48

4.7. Analisis Kadar Vitamin A Biscuit Dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 49

BAB V PEMBAHASAN ... 51

5.1. Karakteristik Tepung Wortel ... 51

5.2. Deskripsi Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel ... 51

5.3. Daya Terima Terhadap Rasa Biscuit Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 52

5.4. Daya Terima Terhadap Aroma Biscuit Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 53

5.5. Daya Terima Terhadap Warna Biscuit Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 55

5.6. Daya Terima Terhadap Tekstur Biscuit Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Wortel ... 56

(11)

BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ... 60 6.1. Kesimpulan ... 60 6.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Wortel Dalam Tiap 100 gram ... 8

Tabel 2.2. Kandungan Zat Gizi Tepung Wortel ... 14

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biscuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 17

Tabel 2.4. Komposisi Gizi Biskuit per 100 gram ... 22

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... 28

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biscuit Hasil Modifikasi Resep ... 32

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Kosumen ... 34

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan ... 38

Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 39

Tabel 4.1. Kandungan Zat Gizi Biscuit per 100 gram ... 41

Tabel 4.2. Karakteristik Biscuit dengan Penambahan Tepung Wortel ... 42

Tabel 4.3. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit ... 43

Tabel 4.4. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Rasa ... 43

Tabel 4.5. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 44

Tabel 4.6. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit ... 45

Tabel 4.7. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Aroma ... 45

Tabel 4.8. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma ... 46

Tabel 4.9. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit ... 46

Tabel 4.10. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Warna ... 47

Tabel 4.11. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Warna ... 47

Tabel 4.12. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit ... 48

Tabel 4.13. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 48

Tabel 4.14. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Tekstur ... 49

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pengolahan Tepung Wortel ... 31

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 33

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Biskuit

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Biskuit

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Warna Biskuit

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap tekstu Biskuit

Lampiran 7. Kandungan Gizi Biskuit Tanpa Penambahan Tepung Wortel dan dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel yang Dihitung Berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

(15)

ABSTRAK

Berdasarkan kandungan zat gizinya, tepung wortel berpotensi untuk dijadikan sumber zat gizi seperti β- karoten, serat, lemak , karbohidrat, protein yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, tepung wortel dapat ditambahkan pada pembuatan biskuit, sehingga menjadikan biskuit lebih bergizi.

Penelitiaan ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya terima biskuit yang ditentukan dengan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur, dan untuk mengetahui kadar vitamin A biskuit dengan menggunakan perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung wortel sebanyak 5% dan 15% disukai panelis baik dalam segi rasa, aroma, maupun tekstur. Sedangkan pada penambahan tepung wortel 25% kurang disukai panelis dalam segi rasa, aroma, tekstur, dan dari segi warna tidak disukai panelis. Pada ketiga perlakuan 5%, 15%, 25% kandungan vitamin A pada biskuit mengalami peningkatan masing-masing 8,4 RE, 25,1 RE, dan 41,9 RE. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung wortel dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur pada biskuit.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan tepung wortel sebagai makanan alternatif sumber makanan yang kaya akan vitamin A. Juga, perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung wortel sebagai makanan yang tinggi vitamin A.

(16)

ABSTRACT

Based on nutritional content, carrot flour were potential to be a source of nutrients such as β-carotene, fiber, fat, carbohydrates, proteins needed by the body. Therefore, carrot flour can be added for the biscuits, so that cookies can be nutritious.

This study was the experiment of making biscuit addition of carrot fluor 5%, 15%, and 25%. This research aims to find out acceptability of biscuits determined with organoleptic test including flavor, aroma, color, and texture as measured by the hedonic scale and to determine levels of vitamin A by using a calculation DKBM biscuits (List of Food Composition).

These result of this study showed that the biscuits with 5% and 15% added carrot flour were preferred by the panelists in terms of taste, aroma, and texture. While the addition of 25% carrot flour were a bit dislike in terms of flavor, aroma, texture and in terms of color is in dislike by the panelists. At the third treatment 5%, 15%, 25% the ingredient of vitamin A on the biscuits have increased respectively 8.4 RE, RE 25.1, and 41.9 RE. Based on the analysis of variance, the addition of carrot flour with various added carrot flour make different influence to biscuit’s taste, color, flavor, aroma and texture.

It is recommended to the society to use flour carrot as alternative food sources which is rich of vitamin A. In addition, it is necessary to do other foods diversification by adding carrot flour to have dietary high in vitamin A.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah dihindari (Anonim, 2011).

Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi (Azwar, 2004).

(18)

masalah dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada prevalensi, kemajuan penanggulangan, dan hasil penelitian baru.

Kekurangan vitamin A (KVA) dikenal sebagai buta senja atau xerophtalmia (mata kering) yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak tahun 1980-an, diketahui terjadi peningkatan angka kematian balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum terlihat tanda-tanda xerophtalmia. Kurang vitamin A dapat menyebabkan balita menjadi balita rentan terhadap penyakit infeksi (Baliwati dkk, 2010).

Selain itu, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15 mikrogram/100mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100mL).

Masalah tersebut diatas disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai pokok masalah di masyarakat yang merupakan penyebab terjadinya masalah adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat (Azwar, 2004).

(19)

perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sementara itu, orang tua (pengasuh anak) tidak boleh jera menawarkan kembali jenis makanan lain setiap kali makan (Arisman, 2007).

Oleh sebab itu, orang tua dianjurkan untuk memberikan makanan tambahan diluar waktu makan seperti memberikan jajanan yang sehat dan kaya akan nutrisi, yang terutama berasal dari karbohidrat dan lemak seperti biscuit. Biscuit kaya akan energi dan Kandungan energi dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi.

Dengan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan (Astawan, 2008).

(20)

Wortel merupakan sayuran yang mudah didapatkan dan manfaatnya sangat banyak bagi kesehatan tubuh

Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih lanjut menjadi dalam bentuk diversifikasi produk wortel. Salah satu alternatif untuk mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi tepung wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan biskuit (Rosida, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Rochimiwati (2011) pada pembuatan kue bole, kue talam, kue lapis, dan kue pukis dengan penambahan tepung wortel dengan perbandingan 10% dan 25% terhadap total tepung, disebutkan pembuatan tepung dari 1 kg wortel segar menjadi tepung wortel sebanyak 50 gram, sedangkan untuk penilaian organoleptik tepung wortel adalah warnanya orange sampai orange agak tua, teksturnya ada butiran halus seperti tepung beras dan aromanya khas wortel. Dan untuk uji daya terima kue/jajanan terhadap populasi/panelis menghabiskan lebih dari 75% kue/jajanan yang disajikan.

(21)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan tepung Wortel Terhadap Daya Terima dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit”.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar Vitamin A dalam pembuatan biskuit?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar vitamin A pada biskuit dengan penambahan tepung wortel

2. Mengetahui daya terima biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% berdasarkan uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai alternatif makanan yang tinggi kadar vitamin A sehingga mengurangi ketergantungan terhadap kapsul vitamin A.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari wortel yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wortel

2.1.1. Sejarah Singkat

Wortel/carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis). Menurut sejarahnya, tanaman wortel berasal dari Asia Timur dan Asia Tengah. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu.

Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet memastikan daerah asal tanaman wortel adalah kawasan Asia Timur (Traucaucasia, Iran, dan dataran tinggi Turkmenistan). Di samping itu, wortel diketemukan tumbuh liar dikawasan Asia Tengah yang mencakup wilayah bagian barat laut India (Punjab, Kashmir), Afganistan, Tajikistan, dan bagian barat Tian-shan.

Di Asia Tenggara pengembangan budidaya wortel antara lain dirintis oleh Taiwan. Pada tahun 1964 luas areal tanaman wortel di Negara tersebut sekitar 461 hektar. Lambat laun penanaman wortel menyebar ke negara-negara yang beriklim panas (Tropis), termasuk ke Indonesia.

(23)

Berdasarkan hasil survey pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS,2011) luas areal panen wortel nasional mencapai 27,149 hektar yang tersebar di 21 provinsi. Ke-21 tersebut adalah : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Meskipun demikian, daerah sentra wortel yang termasuk empat besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara.

Dewasa ini wortel termasuk 22 jenis sayuran komersial yang dihasilkan Indonesia. Ditelaah dari produksi sayuran nasional pada tahun 2010, wortel berada pada urutan ke-11 setelah terong, kacang panjang, daun bawang, ketimun, sawi, tomat, bawang merah, kentang, cabai, kubis.

Produktifitas wortel di Indonesia masih rendah. Pada tahun1985 hasil rata-rata wortel nasional baru mencapai 9,43 ton/hektar, kemudian pada tahun 1986 hanya 8,90 ton/ha, dan tahun 1991 sekitar 12,89 ton/ha (Rukmana, 1995). Dan jika dibandingkan dengan produktifitas wortel pada tahun 2009-2010 sudah ada peningkatan yaitu 14,86 pada tahun 2009 dan 14,87 pada tahun 2010 (BPS, 2011).

(24)

umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil (Anonim, 2010).

2.1.2 Kandungan Gizi Wortel

Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin (beta karoten, B1, dan C). Beta Karotennya mempunyai manfaat sebagai anti oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu Beta Karoten dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Anonim, 2010).

Table 2.1. Kandungan Gizi Wortel Dalam tiap 100 gram

Kandungan Gizi Jumlah

Kalori (Kal) 42,00

Protein (gr) 1,20

Lemak (gr) 0,30

Karbohidrat (gr) 9,30

Kalsium (mg) 39,00

Fosfor (mg) 37,00

Zat Besi (mg) 0,80

Vitamin A (S.I) 12.000,00

Vitamin B (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 6,00

Air (gr) 88,20

Sumber : Rukmana 1995

2.1.3. Jenis-jenis Wortel

(25)

1. Tipe Imperator

Wortel tipe ini mempunyai bentuk umbi yang bulat panjang dengan ujung runcing, sehingga terbentuk seperti kerucut. Biasanya wortel ini banyak berakar serabut yang tumbuh pada umbinya, wortel ini kurang disukai orang karena rasanya tidak begitu manis.

2. Tipe Chantenay

Wortel ini mempunyai bentuk bulat panjang dengan ujung yang tumpul. Golongan ini biasanya tidak berakar serabut pada umbinya, jenis wortel ini lebih disukai karena rasanya cukup manis.

3. Tipe Nantes

Jenis wortel ini merupakan gabungan dari kedua bentuk umbi tipe peralihan antara tipe imperator dan tipe chantenay (Indartiyah, 1993).

2.1.4. Manfaat Wortel

Bagian yang utama dikonsumsi masyarakat dunia dari tanaman wortel adalah umbinya. Meskipun demikian, hampir semua bagian tanaman tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan hidup dan penghidupan manusia.

Umbi wortel enak dan lezat untuk dijadikan lalab mentah ataupun masak,dibuat sayur capcai, sop dan berbagai ragam lainnya. Disamping itu, wortel mempunyai khasiat untuk pengobatan beberapa jenis penyakit (Rukmana, 1995).

(26)

1. Baik Untuk Penglihatan dan Imunitas

Wortel merupakan jenis sayuran terpopuler kedua setelah kentang. Wortel mengandung vitamin A yang tinggi.

2. Mencegah kanker

Penelitian dari National Cancer Institute mengaitkan kandungan tinggi beta karoten dengan pencegahan kanker, karena sifat antioksidannya yang melawan kerja destruktif sel-sel kanker.

3. Mencegah rabun senja

Karoten juga baik untuk kesehatan mata. Membantu mencegah terjadinya rabun senja dan memperbaiki penglihatan yang lemah.

4. Menurunkan kolesterol darah

Di dalam wortel juga terkandung pectin yang baik untuk menurunkan kolesterol darah. Serat yang tinggi juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya konstipasi. 5. Mencegah Stroke

Khasiat antistroke timbul karena aktivitas beta karoten yang mencegah terjadinya plak atau timbunan kolesterol dalam pembuluh darah.

6. Mengatasi kandungan kulit

Seperti jerawat, bengkak bernanah ataupun kulit kering. Masalah-masalah tersebut biasa timbul karena diet dan kebiasaan minum alkohol, obat-obatan, dan rokok, sehingga menimbulkan kondisi asam yang tinggi dalam darah, kesemuanya dapat dicegah dengan rutin minum jus wortel.

(27)

2.2. Tepung Wortel

Tepung wortel adalah salah satu produk olahan wortel segar yang merupakan bahan setengah jadi. Tepung wortel memiliki daya simpan yang cukup lama yaitu 6-8 bulan, sehingga pembuatan tepung merupakan salah satu alternatif penanganan wortel segar pada saat panen raya. Selain daya simpan yang cukup lama, dengan pembuatan tepung akan meningkatkan nilai ekonomi wortel (Nuansa, 2008).

Pembuatan tepung wortel akan meningkatkan keanekaragaman pemanfaatan wortel dan yang lebih penting adalah untuk menjadikannya sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan. Dalam bentuk tepung daya simpannya akan meningkat, transportasinya mudah dan penggunaan seanjutnya lebih mudah daripada dalam bentuk segar (Rukmini).

2.2.1. Pengolahan Tepung Wortel

Adapun proses pembuatan tepung wortel mulai dari skala rumah tangga (sederhana) sampai dengan skala besar (industry). Cara pembuatan tepung wortel skala sederhana adalah sebagai berikut :

1. Wortel segar hasil panen dipilih yang sehat dan utuh kemudian dibersihkan dan dikupas kulitnya

2. Wortel terpilih kemudian dirajang / dikecilkan untuk mempermudah dalam pengeringan dan penggilingan

(28)

4. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan ”batu giling” seperti halnya untuk menggiling rendaman kedelai bahan baku pembuatan tahu.

5. Hasil penggilingan tersebut kemudian diayak hingga halus tepung wortel 6. Selanjutnya dilakukan proses pengemasan.

Cara lain :

1. Wortel yang baru dipanen kemudian dikupas kulitnya. Setelah dicuci bersih dengan air, lalu wortel diparut sampai halus.

2. Kemudian tambahkan air dengan perbandingan 1:2 (g/cc) ke dalam wadah wortel yang telah diparut halus.

3. Wortel yang telah diparut dimasukkan ke dalam kain saring yang bersih, lalu diperas kainnya hingga menghasilkan filtrat ( air saringan ).

4. Filtrat (air perasan) kemudian didiamkan sampai terbentuk endapan. Air bagian atas dibuang dan endapan diambil lalu dijemur. Begitupun dengan wortel yang telah diperas airnya yang terdapat pada kain saring

5. Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di panas matahari (penjemuran 3-4 hari). Pengeringan ini dapat juga dilakukan dengan memasukkan ke dalam oven hingga kadar air benar- benar tidak ada lagi.

6. Setelah benar-benar kering, tepung wortel kemudian diayak, sehingga akan didapatkan tepung yang halus. Sisa yang belum halus kemudian ditumbuk ulang lalu diayak kembali.

7. Tepung wortel yang halus ini siap untuk digunakan.

(29)

pengeringan. Sedangkan bila pengeringan diperpanjang hingga 27dan 32 jam, maka kadar betakaroten cenderung meningkat dengan semakin tingginya suhu sampai 500C, namun pada suhu 600C terjadi penurunan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu tinggi telah terjadi degradasi karoten (Histifarina, 2004).

Kandungan karotenoid pada wortel paling tidak stabil dibandingkan dengan golongan pigmen yang lain yakni klorofil dan flavonoid. Kerusakan karoten yang tinggi dalam pembuatan tepung wortel kemungkinan dapat diatasi dengan penggunaan alat-alat dan proses yang lebih sesuai, yakni yang dapat mengurangi kontak bahan baik dengan oksigen maupun panas (Herastuti).

Pada hasil penelitian Mohamed & Hussein (1994), menunjukkan bahwa kandungan karoten lebih sensitive pada suhu pengeringan yang tinggi, dimana pada suhu pengeringan 400C menghasilkan kandungan karoten dan warna wortel yang dikeringkan lebih baik.

2.2.2. Kandungan Zat Gizi Tepung Wortel Table 2.2. Kandungan Zat Gizi Tepung Wortel

Kandungan Gizi Jumlah

Energy (kkal) 93,75

Kadar Air (%) 6,7

Kadar Lemak (%) 1,15

Karbohidrat (%) 13,5

Protein (%) 7,7

Kadar Serat kasar (%) 24,35

Kadar β- Karoten (Vitamin A) (µg/gr) 51,5

(30)

2.3. Vitamin A

2.3.1. Manfaaat Vitamin A

Vitamin A berfungsi untuk pengihatan, diferensiasi sel, kekebalan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, pencegah kanker dan penyakit jantung serta kurangnya nafsu makan (Almatsier, 2009).

Vitamin A penting untuk pemeliharaan sel kornea mata membantu pertumbuhan tulang dan gigi pembentukan dan pengaturan hormon melindungi tubuh terhadap kanker. Vitamin A banyak terdapat pada sayur-sayuran (wortel, ubi, labu kuning, bayam, tomat), buah-buahan (pepaya), susu, keju, mentega, dan telur, Jika tubuh kurang vitamin A menyebabkan penurunan fungsi kornea hingga kebutaan, perubahan bentuk tulang, pertumbuhaannya terhambat, membentuk celah (kerusakan pada gigi), terhentinya pertumbuhan sel-sel pembentuk gigi (Baitul, 2011).

2.3.2. Sumber Vitamin A

Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani,sedangkan karotan terutama di dalam pangan nabati.

Sumber Vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Karena Vitamin A tidak berwarna, warna kuning dalam telur adalah karoten yang tidak dapat diubah menjadi Vitamin A. Minyak hati ikan digunakan sebagai sumber vitamin A yang diberikan untuk keperluan penyembuhan.

(31)

Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung karoten. Ada hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin tinggi kadar karotennya, sedang daun-daunan yang pucat seperti selada dan kol miskin akan karoten. Wortel, ubi jalar, dan waluh kaya akan karoten (Winarno, 1992).

2.3.3. Akibat Kekurangan Vitamin A

Kekurangan (defisiensi) Vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekuragan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaanya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita kurang energy protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu.

Adapun akibat yang ditimbulkan adalah buta senja, perubahan pada mata, infeksi, perubahan pada kulit, gangguan pertumbuhan, dan berkurangnya nafsu makan (Almatsier, 2009).

(32)

2.4. Biskuit

Biskuit merupakan produk olahan pangan yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan tahan lama (Anonim, 2010).

Menurut SNI 01-2973-1992 Biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

[image:32.612.111.494.362.544.2]

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Komponen Nilai yang diizinkan

Air maksimum 5%

Protein minimum 9%

Lemak minimum 9,5%

Karbohidrat minimum 70%

Serat kasar maksimum 0,5%

Energi per 100 gram minimum 400 kkal

Abu Maksimal 1,6%

Logam Negatif

Kalori (kal/100gr) Minimal 400

Bau dan Rasa Normal

Warna Normal

Sumber : Standar Nasional Indonesia. 1992

2.4.2. Klasifikasi Biskuit

(33)

1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.4.3. Bahan Pembuat Biskuit

Menurut Faridah (2008) bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur dan cocoa. Sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang dan kuning telur.

(34)

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan mempengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata (Faridah, 2008). Menurut Wikipedia Indonesia, tepung terigu mengandung banyak zat dalam air. Tepung terigu juga mengandu berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang dihaluskan.

2. Air

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan.

3. Gula

Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue (Faridah, 2008).

4. Susu Bubuk

(35)

5. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah, 2008). 6. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Kandungan lemak dalam adonan biskuit merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi

shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu,lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor (Faridah, 2008).

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak.

(36)

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah

baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.4.4. Resep Dan Cara Pembuatan Biskuit

Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah: 1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula Halus 125 gram 3. Mentega 100 gram 4. Tepung Meizena 10 gram 5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder 1/2 sdt

7. Garam 1/2 sdt

8. Kuning telur ayam 1 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam gula halus lalu mixer sampai rata 2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk dan tepung meizena

(37)

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit

4. Adonan dipihkan dan dicetak sesuai selera

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang bersemir margarin 6. Panggang adonan hingga matang

2.4.5. Kandungan Zat Gizi Pada Biskuit

Saat ini banyak banyak produk yang mengklaim bergizi tinggi karena telah difortifikasi dengan berbagai macam vitamin, mineral dan komponen, aktif lainnya. Dengan menambahkan produk bahan makanan lainnya yang nilai gizinya baik, seperti susu dan kacang-kacangan. Komposisi gizi berbagai jenis biskuit dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4. Komposisi Gizi Biskuit Per 100gr

Komponen Zat Gizi Kadar

Energi (kkl) 458

Karbohidrat (g) 75,1

Lemak (g) 14,4

Kalsium (mg) 62

Fosfor (mg) 87

Besi (mg) 2,7

B1 (mg) 0,09

Air (g) 2,1

Sumber : Astawan (2004)

(38)

2.5. Daya Terima Makanan

Menurut Suhardjo (1989) yang dikutip oleh (Dewinta 2010), Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.

Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani (2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan

2.6. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang palin primitif atau sudah lama dikenal. Penialaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitive (Susiwi, 2009).

Menurut Rahayu (1998) sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

(39)

suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

Pada uji hedonik panelis diminta untuk menggungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti.

2.7. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. 1. Panel Perseorangan

(40)

kepekaan tinggi,bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yangmempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untukmengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

(41)

terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

(42)

2.8. Kerangka Konsep

[image:42.612.115.530.199.395.2]

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitain A pada biskuit disajikan dalam kerangka konsep dibawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Biskuit sebelum penambahan tepung wortel mengandung lebih sedikit vitamin A. Dengan adanya penambahan tepung wortel, diharapkan kadar vitamin A di dalam biskuit lebih tinggi. Dalam pembuatan biskuit ini terdiri dari dua bahan utama yaitu tepung terigu dan tepung wortel dengan perlakuan perbandingan penambahan pada masing-masing biskuit yaitu 5%, 15%,dan 25%. Dari biskuit akan dilihat daya terima yang meliputi aroma, warna, rasa, dan tekstur dan kadar vitamin A. Variasi persen tepung wortel yang dipilih berdasarkan percobaan pendahuluan.

Biskuit dengan kandungan vitamin A yang tinggi Biskuit dengan kandungan

vitamin A yang rendah

Tepung Wortel

A0 : penambahan tepung wortel 5% A1 : penambahan tepung wortel 15% A2 : penambahan tepung wortel 25%

(43)

2.9. Hipotesis Penelitian

Ho1: Tidak ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma

Ha1: Ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma

Ho2: Tidak ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

Ha2: Ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

Ho3: Tidak ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa

Ha3: Ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa

Ho4: Tidak ada pengaruh penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap, yang terdiri atas satu faktor yaitu tepung wortel dengan 3 perlakuan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% (r = 3) dengan simbol A0, A1 dan A2 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2).

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A0 Y10 Y20

A1 Y11 Y21

A2 Y12 Y22

Jumlah (TU) Ti1 Ti2

Keterangan:

Y10 : Perlakuan A0 pada ulangan ke-1

Y20 : Perlakuan A0 pada ulangan ke-2

Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1

Y21 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2

Y12 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1

Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2

TU : Jumlah nilai ulangan Ti1 : Jumlah nilai ulangan ke-1 Ti2 : Jumlah nilai ulangan ke-2

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

(45)

biskuit tepung wortel dilakukan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2012. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25%.

3.4. Definisi Operasional

1. Biskuit dengan kandungan vitamin A yang rendah adalah biskuit dengan bahan dasar tepung terigu, lemak, bahan, pengembang dan penambahan bahan lainnya yang diizinkan yang hanya mengandung sedikit vitamin A.

2. Penambahan tepung wortel 5% adalah pemakaian tepung wortel dalam pembuatan biskuit dengan perbandingan 5% tepung wortel dan 95% tepung terigu.

3. Penambahan tepung wortel 15% adalah pemakaian tepung wortel dalam pembuatan biskuit dengan perbandingan 15% tepung wortel dan 85% tepung terigu.

4. Penambahan tepung wortel 25% adalah pemakaian tepung wortel dalam pembuatan biskuit dengan perbandingan 25% tepung wortel dan 75% tepung terigu.

(46)

yang diizinkan dan dengan penambahan tepung wortel sehingga kandungan vitamin A meningkat.

6. Uji daya terima yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen

7. Kadar vitamin A adalah penetapan kandungan vitamin dengan menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Parutan

2. Ayakan halus

3. Loyang dan oven dryer 4. Mixer

5. Mesin penepung 6. Pisau

7. Timbangan 8. Wadah/baskom 9. Kompor

3.5.2. Bahan

1. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung wortel adalah wortel segar.

(47)

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Wortel

[image:47.612.244.380.182.551.2]

Tahapan pembuatan tepung wortel dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Wortel

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung wortel dilakukan dengan membersihkan wortel terlebih dahulu dengan tidak mengupas karena dengan mengupas dapat mengurangi kadar gizi yang terkandung di wortel. Kemudian diiris

Pembersihan

pengirisan

Pemanggangan

Penggilingan/penepunga

Pengayakan wortel

(48)

tipis dengan ukuran 0,5mm dengan menggunakan parutan. Kemudian wortel dipanggang menggunakan oven selama ± 20 jam dengan menggunakan oven dengan suhu 60-70 0C. Setelah wortel kering maka wortel digiling dan kemudian diayak dengan mengunakan ayakan ukuran 60 mesh.sehingga menghasilkan tepung yang halus.

3.6.2. Proses Pembuatan Biskuit dengan Penambahan tepung Wortel

[image:48.612.113.520.428.669.2]

Untuk menghasilkan biskuit dengan penambahan tepung Wortel yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seperti pada tabel 3.2. berikut ini:

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Wortel Hasil Modifikasi Resep

Bahan Perbandingan

5% : 95% 15% : 85% 25% : 75%

Tepung Terigu 237,5 gram 212,5 gram 187,5 gram

Tepung Wortel 12,5 gram 37,5 gram 62,5 gram

Gula Halus 125 gram 125 gram 125 gram

Mentega 100 gram 100 gram 100 gram

Tepung Meizena 10 gram 10 gram 10 gram

Susu Bubuk 25 gram 25 gram 25 gram

Baking Powder ½ sdt ½ sdt ½ sdt

Kuning telur 1 butir 1 butir 1 butir

Air 50 ml 50 ml 50 ml

Keterangan:

Berat total dari bahan utama = 250 gram

Tepung wortel 5% = 5% x 250 gram = 12,5 gram

Tepung terigu 95% = 95% x 250 gram = 237,5gram

Tepung wortel 15% = 15% x 250 gram = 37,5 gram

Tepung terigu 85% = 85% x 500 gram = 212,5gram

Tepung wortel 25% = 25% x 250 gram = 62,5 gram

(49)

Tepung terigu 212,5 gr Tepung wortel 37,5 gr

Gula Halus 125 gr Mentega 100 gr Tepung Meizena 10 gr

Susu bubuk 25 gr Baking Powder ½ sdt

Kuning telur 1 butir Air 50 ml

Tepung terigu 187,5 gr Tepung wortel 62,5 gr

Gula Halus 125 gr Mentega 100 gr Tepung Meizena 10 gr

Susu bubuk 25 gr Baking Powder ½ sdt

Kuning telur 1 butir Air 50 ml

Diuleni sampai bisa dibentuk Tepung terigu 237,5 gr

Tepung wortel 12,5 gr Gula Halus 125 gr

Mentega 100 gr Tepung Meizena 10 gr

Susu bubuk 25 gr Baking powder ½ sdt

Kuning telur 1 butir Air 50 ml

[image:49.612.117.514.131.625.2]

Tahapan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung wortel dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini :

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit

Adonan dipipihkan setebal 2 mm

Adonan dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan

Letakan adonan pada loyang

(50)

3.6.3. Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

[image:50.612.114.520.369.570.2]

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan table 3.3 berikut :

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1 Tekstur Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

1. Panelis

(51)

Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil dari mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang.

Syarat-syarat seseorang panelis adalah :

a. Sehat lahir dan batin (terutama orang untuk menguji) b. Tidak sakit

c. Tidak lelah d. Tidak perokok e. Bisa bekerja sama

2. Pelaksanaan Penilaian a. Waktu dan tempat

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit dengan penambahan tepung wortel hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Juni 2012.

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biskuit dari penambahan tepung wortel dengan variasi perbandingan 5%, 15% dan 25% dari jumlah tepung terigu yang digunakan. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

(52)

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam.

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992) :

% = x 100

Keterangan :

% = skor presentase

(53)

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis

Untuk mengubah dat skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi

= 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah

= 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = x 100%

= x 100% = 100%

(54)

= x 100% = 33,3%

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah

= 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria

= 66,7% : 3 = 22,2% ≈ 22%

[image:54.612.107.529.448.507.2]

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan criteria kesukaan sebagai berikut :

Table 3.3. Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan

Presentase (%) Criteria kesukaan

78 - 100 Suka

56 – 7,99 Kurang suka

34 – 55,99 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biscuit yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biscuit dengan berbagai perlakuan jumlah penambahan tepung wortel, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu :

(55)

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama.

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan rumus sebagai berikut :

Uji analisis varians (anova), dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap (Rahayu, 1998).

Tabel 3.4 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah

kuadrat Kuadrat Tengah

F Hitung

F tabel *) 5

% 1%

Perlakuan r-1=V1 JKP

Galat (rt-1)-(r-1)=V2 JKG Type

equation here.

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan : F : Uji-F

r : jumlah perakuan t : jumlah Panelis rumus :

1. Derajat Bebas (db)

(56)

b. db galat =(rt-1)-(r-1) c. db total = (rt-1) 2. Factor Koreksi (FK)

factor koreksi =

3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total = ∑Yij2 – FK b. Jumlah Kuadrat Perlakuan =

c. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat Total (KT)

a. KT Perlakuan =

b. KT galat =

5. F Hitung

F Hitung =

Bandingkan F.hitung dengan F. table

Lihat table F, dimana : pembilang = db perlakuan, penyebut = db galat Bila F.Hitung > F.Tabel = H0 di tolak, Ha diterima

Bila F.Hitung < F.Tabel = H0 diterima, Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5%

Bila F.Hitung > F. Tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).

(57)

KT Galat

Jumlah Kelompok

berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Biskuitdengan Penambahan Tepung Wortel

Pada penelitian ini telah dilakukan tiga perlakuan yang berbeda dengan penambahan tepung wortel maka dihasilkan juga biskuit dengan kandungan zat gizi yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan penghintungan zat gizi yang terkandung di dalamnya yang dapat dilihat pada table 4.1 dibawah ini :

Table 4.1 Kandungan zat gizi biskuit per 100 gr

o. Zat Gizi

Kandungan Gizi Biskuit dengan

Penambahan Tepung Wortel

5%

Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel

15%

Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel

25%

1 Energi (kkal) 498,6 498,6 469,1

2 Karbohidrat (gr) 69,6 66,2 62,7

3 Protein (gr) 7,15 7,11 7,04

4 Lemak (gr) 21,5 21,5 21,5

5 Serat (gr) 7,54 8,78 10,1

6 Vitamin A (RE) 909,2 925,9 942,7

(59)

dan 0,04 (gr) pada 15% dan 0,07(gr) pada 25%. Kadar energy, karbohidrat dan protein yang rendah disebabkan karena kadar yang rendah pada tepung wortel menjadikan kandungan tersebut pada biskuit juga rendah.

[image:59.612.113.530.265.419.2]

Pada penelitian yang telah dilakukan peneliti membuat biskuit dengan ukuran diameter ± 3 cm. Perbedaan ketiga biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.2 berikut ini:

Gambar 4.1. Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel Tabel 4.2. Karakteristik Biskuitdengan Penambahan Tepung Wortel

Karakteristik Biskuit

A0 A1 A2

Rasa Khas biskuit Khas wortel Khas wortel

Aroma Khas biskuit Beraroma wortel Beraroma wortel

Warna Kuning Kuning Kuning kecoklatan

Tekstur Renyah Renyah Agak keras

Keterangan :

A0 : Penambahan tepung wortel 5%

A1 : Penambahan tepung wortel 15%

A2 : Penambahan tepung wortel 25%

4.2. Deskriptif Panelis

A1 A2

(60)

Panelis adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah, baik dari jalur SLTA maupun jalur Ekstensi. Panelis terdiri dari 15 orang perempuan dan 15 orang laki-laki. Umur panelis berkisar antara 18 - 41 tahun. Pada saat diminta tanggapan /penilaiannya, secara visual panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai dan dalam keadaan emosional yang stabil.

4.3. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi

[image:60.612.106.527.413.500.2]

Hasil analisis organoleptik rasa biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.3. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit

Rasa Penambahan Tepung Wortel

Kriteria Skor 5% 15% 25%

Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 3 27 81 90,0 18 54 60,0 5 15 16,7

Kurang Suka 2 2 4 0,4 11 22 24,4 17 34 37,8

Tidak Suka 1 1 1 1,1 1 1 1,1 8 8 8,9

Total 30 86 91,5 30 77 85,5 30 57 63,4

(61)
[image:61.612.108.521.224.299.2]

besar panelis menyukai rasa biskuit 5% dan biskuit 15% dengan kriteria kesukaan adalah suka.

Tabel 4.4. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Sumber

Keragaman

db JK KT F

Hitung

Ftabel Keterangan 0,05

Perlakuan 2 14,67 7,335 23,66 3,11 FHi > FTabel

Galat 87 27,53 0,32

Total 89 42,2

Keterangan: db : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat total

Berdasarkan analisa sidik ragam seperti terlihat pada tabel 4.3, bahwa ada perbedaan hasil penilaian terhadap rasa biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% dengan nilai Fhitung 23,66 ternyata lebih besar dari Ftabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung wortel dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara ketiga perlakuan tersebut (biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25%), maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel di bawah ini :

Tabel 4.5. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa

Perlakuan A2 A1 A0 Rata-rata

A1 – A2 = 2,57 – 1,9 = 0,67 > 0,288 A0 – A2 = 2,87 – 1,9 = 0,97 > 0,304 A0 – A1 = 2,87 – 2,57 = 0,3 > 0,288

(62)

Jadi A0 ≠A1

Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil table 4.5. di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit A0 (5%), A1 (15%), dan A2 (25%) tidak ada yang sama. Dapat dilihat juga bahwa rasa biskuit A0 (5%) lebih disukai daripada rasa biskuit A1 (15%) dan A2 (25%) karena rasa biskuit A0 (5%) mempunyai penilaian yang paling tinggi yaitu 2,87.

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi

Hasil analisa organoleptik aroma biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel

Aroma Penambahan Tepung Wortel

Kriteria Skor 5% 15% 25%

Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 3 21 63 70,0 14 42 46,7 10 30 33,3

Kurang Suka 2 9 18 20,0 16 32 35,6 17 34 37,8

Tidak Suka 1 0 0 0 0 0 0 3 3 3,3

Total 30 81 90,0 30 74 82,3 30 67 74,4

(63)
[image:63.612.106.518.89.207.2]

Tabel 4.7. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Sumber

Keragaman

db JK KT F

Hitung

Ftabel Keterangan 0,05

Perlakuan 2 3,73 1,865 6,02 3,11 FHi > FTabel

Galat 87 26,57 0,31

Total 89 30,3

Keterangan: db : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat total

Berdasarkan analisa sidik ragam seperti terlihat pada tabel 4.7 bahwa ada perbedaan hasil penilaian terhadap aroma biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% dengan nilai Fhitung 6,02 ternyata lebih besar dari Ftabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung wortel dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara ketiga perlakuan tersebut (biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25%), maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel di bawah ini :

Tabel 4.8. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma

Perlakuan A2 A0 A1 Rata-rata

A0 – A2 = 2,47 – 2,2 = 0,3 > 0,28 A1 – A2 = 2,7 – 2,2 = 0,5 > 0,295 A1 – A0 = 2,7 – 2,47 = 0,2 < 0,28

[image:63.612.107.514.520.609.2]
(64)

bahwa rasa biskuit A2 (25%) kurang disukai dibandingkan dengan rasa biskuit A0 (5%) dan biskuit A1 (15%).

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Wortel dengan Berbagai Variasi

[image:64.612.105.526.321.408.2]

Hasil analisa organoleptik warna biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini:

Tabel 4.9. Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit Dengan Penambahan Tepung Wortel

Warna Penambahan tepung wortel

Kriteria Skor 5% 15% 25%

Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 3 24 72 80,0 9 27 30,0 2 6 6,7

Kurang Suka 2 6 12 13,3 19 38 42,2 15 30 33,3

Tidak Suka 1 0 0 0 2 2 2,2 13 13 14,4

Total 30 84 93,3 30 67 74,4 30 49 54,4

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat di lihat dari total skor ketiga perlakuan dalam uji organoleptik terhadap warna, biskuit dengan penambahan tepung wortel 5% memiliki total skor tertinggi yaitu 84 (93,3%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit dengan penambahan tepung wortel 25% yaitu 49 (54,4%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna biskuit 5%.

Tabel 4.10. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Sumber

Keragaman

db JK KT F

Hitung

Ftabel Keterangan 0,05

Perlakuan 2 19,27 9,635 33,22 3,11 FHi > FTabel

Galat 87 24,83 0,29

[image:64.612.105.518.628.703.2]
(65)

Keterangan: db : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat total

[image:65.612.107.514.403.476.2]

Berdasarkan analisa sidik ragam seperti terlihat pada tabel 4.10, bahwa ada perbedaan hasil penilaian terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% dengan nilai Fhitung 33,22 ternyata lebih besar dari Ftabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepug wortel dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara ketiga perlakuan tersebut (biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25%), maka dilan

Gambar

Table 2.1. Kandungan Gizi Wortel Dalam tiap 100 gram
Table 2.2. Kandungan Zat Gizi Tepung Wortel
Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Substitusi Wortel Parut Pada Biskuit Wortel Ditinjau Dari Kadar Beta Karoten Dan Daya Terima.. Fakultas Ilmu

Kesimpulan dari penelitian ini adalah substitusi tepung ikan tongkol memberikan pengaruh secara nyata terhadap kadar protein, tingkat kekerasan dan daya terima

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit.. Hasil uji tingkat kekerasan

pada tepung berpengaruh pada kekerasan biskuit, semakin tinggi kadar. protein semakin keras tekstur biskuit karena sifat hidrofilik pada

Warna dari biskuit tepung labu kuning ini adalah kuning keruh, dan aromanya khas biskuit labu kuning artinya aroma dari telur tersebut sangat dominan, demikian

Penambahan tepung sorghum yang semakin tinggi menyebabkan warna mi menjadi putih agak gelap dan muncul bintik hitam, aroma khas mi, rasa sedikit sepat, dan tekstur kurang

Subtitusi tepung mocaf secara mandiri tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aroma serabi Solo wortel yang ditunjukan dengan nilai Fhitung 0,031 dengan taraf

Hasil uji daya terima pada nugget ikan gabus dari parameter warna 82% dan tekstur 90% yaitu pada produk P1 tanpa penambahan wortel, untuk parameter aroma paling disukai pada P2 wortel