• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bundling Esia Dan Minat Beli (Studi Korelasional Strategi Bundling Esia Terhadap Minat Beli Mahasiswa USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Bundling Esia Dan Minat Beli (Studi Korelasional Strategi Bundling Esia Terhadap Minat Beli Mahasiswa USU)"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BUNDLING ESIA DAN MINAT BELI

(Studi Korelasional Strategi Bundling Esia Terhadap

Minat Beli Mahasiswa USU)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1)

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

DIAJUKAN :

O

L

E

H

MUSTAFA

060922005

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI (EKSTENSION)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : MUSTAFA

Nim : 060922005

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : STRATEGI BUNDLING ESIA DAN MINAT BELI

(Studi Korelasional Strategi Bundling Esia Terhadap Minat

Beli Mahasiswa USU)

Medan, September 2008

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Dra. Dewi Kurniawati, M.Si

NIP. 131.837.036 NIP.131.654.104

Drs. Amir Purba, M.A

Dekan FISIP USU,

NIP.131.757.010

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh strategi bundling Esia terhadap minat beli mahasiswa USU di Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode korelasional yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti sejauh mana variasi pada suatu variabel berhubungan dengan variasi variabel lainnya.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7.788 orang mahasiswa angkatan 2005-2006. Berhubung populasinya > 500 orang, maka teknik penarikan sampel penulis menggunakan rumus Taro Yamane sehingga tercapailah 99 orang mahasiswa yang dijadikan responden. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling, accidental sampling dan stratified proporsional random sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, antara lain melalui data sekunder yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data-data dari literatur serta sumber bacaan yang dianggap relevan dan mendukung penelitian ini. Sedangkan data primer yaitu data yang diperoleh melalui pemberian sejumlah pertanyaan kepada responden berupa kuesioner. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang, dan uji hipotesa menggunakan rumus korelasi

produk moment (Pearson Product Moment Correlation). Hasil uji hipotesa

menunjukkan 0,552.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini, guna melengkapi

syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Universitas Sumatera Utara. Adapun

judul skripsi ini mengenai “Strategi Bundling Esia dan Minat Beli”

Skripsi ini merupakan masterpiece (maha karya) kedua setelah

sebelumnya penulis menamatkan kuliah di jurusan bahasa Inggris USU (D-III).

Banyak hal yang dikorbankan baik tenaga, waktu, materi bahkan perasaan demi

kesempurnaan skripsi ini. Ditengah-tengah jadwal yang padat serta liburan yang

tak sempat dijalani, penulis berusaha maksimal menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya.

Penulis sadar dalam penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh

pihak-pihak tertentu baik berupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan, oleh

karenanya penulis pada kesempatan ini menyampaikan ribuan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah

membalas orang-orang yang berbuat baik dan menolong saudaranya. Terima

kasih saya ucapkan kepada :

1. Prof. Dr.M.Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara .

2. Drs. Amir Purba, MA, Selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi

(5)

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati.MSi, Selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar

memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini, terima kasih

untuk segala nasehat dan saran-saran yang diberikan untuk penulis.

4. Bapak Drs.Mukti Sitompul, Selaku dosen wali.

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis

selama ini.

6. Ayahanda tercinta H.Syahrial (alm), moga engkau bangga padaku, serta

Ibunda Hj.Siti Hajar yang telah membesarkan diriku dengan cucuran keringat

dan air mata.

7. Keluargaku (big family) yaitu K’Na, K’Yus, K’Er, K’Mar, K’Nur, K’Ana (six

sisters), serta abangku M.Syukursyah yang telah memberikan dukungan baik

moral serta materil selama ini.

8. Terima kasih juga buat Asri Martha Ningrum Manurung yang telah

memberikan warna hidupku selama ini, makasih atas kebersamaannya selama

ini. Andai saja aku mengenalmu dari dulu, tentu banyak cerita yang akan

terjadi.

9. Untuk staf jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara : Kak Icut, Kak Ros, Kak Nur, Maya, Goi, Rotua

yang ikut memperlancar pengerjaan skripsi.

10. Buat teman-temanku yang dekat dan selalu menemani jurusan Ilmu

Komunikasi Ekstension ’06 : Bobby, 3, Koche, Ijal, Molen, Tina, Rotua, Ine

(6)

Terima kasih banyak untuk semua bantuan dan dukungan yang telah

diberikan dari semua pihak, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

kontribusi yang cukup berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 8 September 2008 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 5

I.3. Pembatasan Masalah ... 5

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

I.4.1 Tujuan Penelitian ... 5

I.4.2 Manfaat Penelitian ... 6

I.5. Kerangka Teori ... 6

I.5.1. Komunikasidan Pemasaran ... 6

I.5.2. Merek dan Ekuitas Merek ... 8

I.5.3. Iklan di Media ... 9

I.5.4. Teori AIDDA ... 10

I.5.5. Teknologi Komunikasi ... 12

I.5.6. Teori Minat Beli... 13

I.6. Kerangka Konsep ... 14

I.7. Model Teoritis... 15

I.8. Operasionalisasi Variabel ... 15

I.9. Definisi Operasional ... 16

I.10. Hipotesa ... 19

I.11. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi dan Pemasaran ... 21

II.1.1. Pengertian Komunikasi ... 21

II.1.1.1. Proses Komunikasi ... 22

II.1.1.2. Unsur-Unsur Komunikasi ... 24

II.I.2. Pengertian Pemasaran ... 25

II.2. Merek dan Ekuitas Merek ... 28

II.2.1. Pengertian Merek ... 28

II.2.2. Pengertian Ekuitas Merek... 34

II.3. Iklan di Media... 38

II.3.1. Pengertian Iklan ... 38

II.3.2. Fungsi Iklan ... 39

II.3.3. Sifat Iklan ... 40

II.3.4. Jenis-Jenis Iklan... 41

(8)

II.3.6. Media Iklan ... 42

II.3.6.1. Media Cetak... 43

II.3.6.2. Media Elektronik ... 45

II.4. Teori AIDDA... 47

II.5. Teknologi Komunikasi ... 49

II.5.1. Revolusi Komunikasi ... 49

II.5.2. Sejarah Telepon ... 50

II.5.3. GSM ... 51

II.5.4. CDMA ... 52

II.6 Minat Beli ... 54

II.6.1. Perilaku Konsumen ... 54

II.6.2. Motivasi ... 56

II.6.3. Gaya Hidup (Life Style) ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 60

III.1.1 Universitas Sumatera Utara... 60

III.1.1 Sejarah Universitas Sumatera Utara 60 III.1.1.2. Visi, Misi, dan Tujuan ... 63

III.1.1.3. Program Transformasi USU Menjadi BHMN……….. 64

III.1.1.4 Infrastruktur USU ... 73

III.1.1.5. Struktur Organisasi……….. 75

III.1.2. Esia……….. 80

III.1.2.1. Sejarah Esia………. . 80

III.1.2.2. Teknologi dan Izin Operasi…………. . 80

III.1.2.3. Coverage………. . 80

III.1.2.4. Bundling Esia………. .. 81

III.2. Waktu Penelitian... ... 83

III.3 Lokasi Penelitian ... 84

III.4 Populasi dan Sampel ... 85

III.3.1. Populasi ... 85

III.3.2. Sampel ... 85

III.5 Metode Penelitian... 88

III.6 Teknik Pengambilan Sampling ... 89

III.7 Teknik Pengumpulan Data ... 90

III.8 Teknik Analisa Data ... 90

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 94

IV.1.1. Tahap Awal ... 94

IV.1.2. Pengumpulan Data ... 95

IV.2. Proses Pengolahan Data ... 95

IV.2.1. Penomoran Kuesioner ... 95

IV.2.2. Editing ... 95

(9)

IV.2.4. Inventarisasi Variabel ... 96

IV.2.5. Tabulasi Data ... 96

IV.3. Analisa Tabel Tunggal ... 96

IV.3.1. Karakteristik Responden ... 96

IV.3.2. Strategi Bundling Esia... 106

IV.3.3. Minat Beli ... 121

IV.4. Analisa Tabel Silang ... 130

IV.5. Uji Hipotesa ... 136

IV.6. Pembahasan ... 138

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 141

V.2. Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

- Biodata

- Lembar Bimbingan

- Kuesioner

- Tabel FC

- Surat Penelitian

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Operasional Variabel ... 16

Tabel 2 Teori AIDDA ... 48

Tabel 3 Infrastruktur Universitas Sumatera Utara ... 74

Tabel 4 Hape Esia Baru ... 81

Tabel 5 Hape Esia Warna... 82

Tabel 6 Hape Esia Ngoceh……… .. 83

Tabel 7 Jumlah Sampel Mahasiswa USU ... 88

Tabel 8 Usia Responden ... 97

Tabel 9 Jenis Kelamin Responden ... 97

Tabel 10 Nama Fakultas ... 98

Tabel 11 Jumlah Uang Saku Per Bulan ... 99

Tabel 12 Operator GSM dan/atau CDMA Yang Digunakan Responden…. 100

Tabel 12a Kartu Halo ... 100

Tabel 12b Kartu Simpati ... 100

Tabel 12c Kartu As ... 101

Tabel 12d Kartu Matrix ... 101

Tabel 12e Kartu Mentari ... 102

Tabel 12f Kartu IM3 ... 102

Tabel 12g Kartu Starone ... 102

Tabel 12h Kartu Bebas ... 103

Tabel 12i Kartu Jempol ... 103

Tabel 12j Kartu Fren ... 104

Tabel 12k Kartu Esia ... 104

Tabel 12l Kartu Flexy ... 105

Tabel 12m Kartu Three ... 105

Tabel 13 Pernah atau Tidaknya Responden Mendengar/Melihat Bundling Esia ... 106

Tabel 14 Frekuensi Melihat/Mendengar Iklan Esia Dalam Sehari ... 107

Tabel 15 Mengerti atau Tidak Responden Dengan Isi Pesan Esia ... 108

Tabel 16 Ketertarikan Responden Terhadap Tagline “Untung Pake Esia”.. 108

Tabel 17 Tahu Atau Tidaknya Responden Terhadap Media Yang Digunakan BTel (Esia) Dalam Mempromosikan Iklannya ... 109

Tabel 18 Media Apa Saja Yang Pernah Didengar/Dilihat Oleh Responden. 110 Tabel 18a Radio ... 110

Tabel 18b Spanduk ... 111

Tabel 18c Billboard ... 111

Tabel 18d Televisi ... 112

Tabel 18e Brosur ... 113

Tabel 18f Koran ... 114

Tabel 18g Majalah ... 114

Tabel 18h Internet ... 115

Tabel 19 Ketepatan Penggunaan Media Tersebut ... 116

Tabel 20 Kepercayaan Terhadap Isi Pesan Iklannya ... 116

(11)

Tabel 22 Kemampuan Responden Mencerna Isi Pesan Iklan ... 118

Tabel 23 Kualitas Jaringan Esia ... 118

Tabel 24 Tampilan Bentuk (style) HP Esia ... 119

Tabel 25 Harga Bundling Esia ... 120

Tabel 26 Kelengkapan Fitur HP Esia ... 120

Tabel 27 Tingkat Perhatian Saat Melihat/Mendengar Iklan Esia ... 122

Tabel 28 Setuju Atau Tidak Responden Jika HP Esia Dikatakan Merek Telpon CDMA ... 122

Tabel 29 Perhatian Terhadap Produk Esia Yang Ditawarkan Esia Dalam Membeli ... 123

Tabel 30 Terbantu Atau Tidaknya Dalam Pemilikan HP CDMA Karena Adanya Bundling Esia ... 124

Tabel 31 Ketertarikan Terhadap Produk Esia ... 125

Tabel 32 Keyakinan Bahwa Produk Esia Dapat Memenuhi Kebutuhan ... 125

Tabel 33 Keputusan Untuk Membeli Produk HP Esia Setelah Memiliki Hasrat ... 126

Tabel 34 Termotivasi Atau Tidaknya Pembelian Karena Pengaruh Iklan .... 127

Tabel 35 Membuat Keputusan Membeli Karena Pengaruh Dari Teman ... 127

Tabel 36 Setelah Membuat Keputusan Membeli Selanjutnya Membantu Untuk Melakukan Tindakan Pembelian ... 128

Tabel 37 Anggapan Tentang Komunikasi Dengan Tarif Murah Terpenuhi . 129 Tabel 38 Perasaan Setelah Melakukan Tindakan Pembelian HP Esia ... 130

Tabel 39 Frekuensi Melihat/Mendengar Iklan Esia Dalam Sehari dengan Tingkat Perhatian Saat Melihat/Mendengar Iklan Esia ... 131

Tabel 40 Keefektifan Penggunaan Media Cetak dan Media Elektronik Dalam Menyampaikan Isi Pesan Iklan dengan Termotivasi Untuk Membeli Karena Pengaruh Iklan ... 133

Tabel 41 Harga Bundling Esia Dengan Ketertarikan Terhadap Produk Esia ... 135

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Teoritis ... 15

Gambar 2 Manfaat Yang Diharapkan ... 57

Gambar 3 Strategi Pencapaian Tujuan Transformasi ... 68

Gambar 4 Bagan Struktur Organisasi Makro USU-BHMN ... 77

Gambar 5 Bagan Struktur Organisasi Fakultas ... 78

Gambar 6 Bagan Struktur Organisasi Unsur Pelaksana... 79

(13)

LAMPIRAN

1. Biodata 2. Kuesioner

3. Tabel Fotron Cobol 4. Surat Penelitian

5. Surat Keterangan Penelitian

(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh strategi bundling Esia terhadap minat beli mahasiswa USU di Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode korelasional yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti sejauh mana variasi pada suatu variabel berhubungan dengan variasi variabel lainnya.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7.788 orang mahasiswa angkatan 2005-2006. Berhubung populasinya > 500 orang, maka teknik penarikan sampel penulis menggunakan rumus Taro Yamane sehingga tercapailah 99 orang mahasiswa yang dijadikan responden. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling, accidental sampling dan stratified proporsional random sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, antara lain melalui data sekunder yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data-data dari literatur serta sumber bacaan yang dianggap relevan dan mendukung penelitian ini. Sedangkan data primer yaitu data yang diperoleh melalui pemberian sejumlah pertanyaan kepada responden berupa kuesioner. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang, dan uji hipotesa menggunakan rumus korelasi

produk moment (Pearson Product Moment Correlation). Hasil uji hipotesa

menunjukkan 0,552.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu unsur terpenting dalam perjalanan setiap peradaban adalah

kemajuan teknologi, terutama teknologi komunikasi. Tidak bisa dibayangkan

bagaimana teknologi komunikasi telah mengubah kehidupan manusia, apalagi

yang namanya telpon seluler. Hampir setiap orang saat ini telah memiliki dan

menggunakan handphone dalam aktivitas komunikasi.

Bisnis penyediaan layanan telekomunikasi bergerak atau nirkabel, kini

berada pada persimpangan jalan sebagai akibat tekanan persaingan yang begitu

sengit untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dalam mempertahankan

dan meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Persaingan yang timbul sebagai akibat

banyaknya operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang melibatkan

diri dengan penawaran harga dan tarif (pulsa) murah kepada konsumennya,

mengarahkan para operator penyedia layanan telekomunikasi tersebut berjuang

untuk mempertahankan kelangsungan bisnis mereka dalam jumlah margin

keuntungan yang kurang menarik atau kecil bila hanya mengandalkan tarif murah

tersebut sebagai satu-satunya strategi dalam merebut pasar. Padahal pasar

telekomunikasi nirkabel di Indonesia pada masa kini, dari segi demografi dan

potensi pasar, belumlah jenuh.

Para operator penyedia layanan jasa telekomunikasi nirkabel menghadapi

kesulitan dalam mengembangkan bisnis layanan mereka ketika pasar sangat

(16)

cepat dan mudah beralih ke penyedia layanan lainnya. Oleh karena itu, para

operator layanan telekomunikasi nirkabel melakukan tindakan dan inisiatif dalam

berbagai cara melalui inovasi-inovasi yang dihasilkan sebagai fokus utama dalam

layanan untuk dapat mempertahankan keberadaannya di pasar yang begitu

kompetitif ini.

Memiliki lebih dari satu ponsel dewasa ini merupakan hal yang lumrah.

Umumnya, setiap orang memiliki satu ponsel GSM (Global System for Mobile

Communication) dan satu lagi ponsel CDMA (Code Division Multiple Access).

Faktor biaya kerap menjadi alasan konsumen menggunakannya.

Industri seluler Indonesia memang unik. Operator GSM lebih dulu

berkembang, yang memungkinkan pengguna (konsumen) berkomunikasi di mana

saja sejauh masih dalam jangkauan jaringan operator, kebutuhan akan fleksibilitas

tersebut serta fitur-fitur yang menarik untuk komunikasi data membuat ponsel

menjadi perangkat wajib.

Sejak tahun 2007, bermunculan operator CDMA. Kecuali Fren, jaringan

seluler ini diposisikan sebagai fixed wireless. Artinya sama dengan telepon biasa

(fixed line), terutama dalam hal tarif yang lebih murah ketimbang GSM. Namun

tidak terpaku oleh kabel, alias bisa dibawa-bawa layaknya ponsel. Hanya saja

berbeda dengan ponsel GSM, jangkauan ponsel CDMA terbatas pada wilayah

operasinya saja.

Pengguna telepon seluler yang semakin selektif dan pandai memilih

produk ataupun layanan yang dibutuhkan, dipastikan akan membuat persaingan

menjadi semakin ketat. Dengan demikian, setiap operator dituntut untuk dapat

(17)

hadirnya para pemain baru yang mendapat lisensi 3G akan membuat persaingan

semakin menarik dan menantang. Bahkan persaingan yang semakin ketat dengan

mengikutkan para pemain CDMA untuk bersaing dengan pemain GSM.

Esia sebagai pendobrak pasar menerapkan strategi bundling untuk menarik

pasar. Strategi bundling maksudnya kartu perdana dan ponselnya dijual

bersamaan dalam bentuk satu kemasan (bundle). Secara teknis, Esia berada pada

frekuensi 800 Mhz.

Pada bulan September 2003, pertama kalinya Esia diluncurkan. Esia

merupakan operator yang menggunakan teknologi baru CDMA 2000 1x yang

dengan fasilitas layanan Fixed Wireless Access dan Limited Mobility. Esia

diluncurkan untuk salah satu solusi berkomunikasi secara hemat karena tarif Esia

relatif lebih murah dibandingkan operator lainnya.

Pada September 2007, Esia meluncurkan strategi bundling yang mampu

menarik konsumen. Tingginya animo konsumen terhadap produk ini ternyata

karena faktor harga. Dengan harga Rp. 199.000 (belum termasuk PPN), berarti

Esia merupakan ponsel baru termurah yang pernah diluncurkan di Indonesia.

Tidak hanya itu, dengan harga yang sangat miring tersebut, konsumen tak cuma

mendapat ponsel yang sudah dilengkapi SIM card Esia, tapi masih mendapatkan

bonus talk-time selama 1.000 menit. Namun produknya tak berbeda jauh dengan

ponsel yang keluar pada akhir 1990-an atau awal tahun 2000-an. Jangankan fitur

push e-mail, layanan akses internet pun tak ada dalam ponsel ini.

HP Esia merupakan hasil kolaborasi antara Bakrie Telecom (BTel) dengan

Huawei, vendor ponsel asal China. Menurut Erick Meijer, Wakil Dirut BT,

(18)

memperoleh akses terhadap layanan telekomunikasi. Pasalnya, dari riset yang

dilakukan, terungkap bahwa salah satu hambatan yang dihadapi konsumen untuk

mendapatkan akses terhadap telekomunikasi adalah faktor harga (SWA

26/XXIII/6-17 Desember 2007).

Strategi bundling memang menjadi salah satu andalan Bakrie Telecom.

Sebelumnya, operator yang bernama PT. Ratelindo ini menempuh pula strategi

seperti kebanyakan pemain lain, yaitu hanya menjual kartu. Namun hasilnya

kurang maksimal. Pasalnya, vendor ponsel tidak banyak mendatangkan ponsel

CDMA dan harganya sangat mahal. Maka, Bakrie Telecom mengambil inisiatif

mengadakan ponsel sendiri, agar pasokan ponsel CDMA yang ada di pasar bisa

meningkat dan tentunya penjualan vendor ini pun meningkat. Selain itu dengan

strategi ini, Bakrie Telecom juga mengharapkan agar harga ponsel CDMA dapat

ditekan menjadi lebih murah.

USU merupakan salah satu universitas ternama di Sumatera Utara. Setiap

tahunnya mencetak ribuan bahkan puluhan ribu alumni. Bahkan setiap tahunnya

banyak siswa yang mendaftar dan ingin menjadi mahasiswa USU. Mahasiswa

USU yang begitu dinamis dan kompleks menjadi sasaran target bagi setiap vendor

telekomunikasi dalam melebarkan sayapnya. Karena sifat mahasiswa yang begitu

mobile (selalu bergerak) tentu membutuhkan suatu alat komunikasi dalam

menunjang aktivitasnya. Tak jarang pula mahasiswa memiliki lebih dari satu HP

demi kelancaran komunikasi sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap mahasiswa USU mengenai strategi bundling Esia dan minat

(19)

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dikemukakan perumusan masalah (research question) adalah sebagai

berikut:

“Sejauh manakah hubungan strategi bundling Esia dan minat beli di kalangan mahasiswa USU?”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari salah pengertian dan memperjelas masalah yang

dibahas dalam penelitian, maka peneliti merasa perlu melakukan pembatasan

masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Penelitian ini berfokus pada strategi bundling Esia.

b. Objek penelitian merupakan mahasiswa USU program S1 angkatan

2005-2006.

c. Penelitian dilakukan mulai bulan April - Juni 2008

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui tentang daya tarik strategi bundling Esia.

b. Untuk mengetahui minat beli mahasiswa terhadap produk Esia.

c. Untuk mengetahui sebaran penggunaan HP GSM dan CDMA pada

(20)

I.4.2 Manfaat Penelitian

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan bagi yang

menginginkannya.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

bidang teknologi informasi.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan terutama vendor telekomunikasi.

I.5 Kerangka Teori

Kerangka teori digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau

persoalan yang timbul. Kerangka teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1989 :

47).

Teori-teori yang dianggap relevan dengan masalah penelitian ini adalah:

komunikasi dan pemasaran, merek dan ekuitas merek, iklan di media, teori

AIDDA, teknologi komunikasi dan teori minat beli.

I.5.1 Komunikasi dan Pemasaran

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication yang berasal

dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari communis yang berarti sama.

(21)

orang lain, berarti kita sedang mengadakan kesamaan makna dengan orang

tersebut (Effendy, 2005 : 9).

Everett Kleinjan menyatakan bahwa komunikasi adalah bagian kekal dari

kehidupan manusia seperti halnya bernapas, sepanjang manusia ingin hidup maka

ia perlu berkomunikasi (Everett Kleinjan dalam Hafied Canggara, 1998 : 1).

Menurut Philip Kotler (2002 : 4), pemasaran merupakan proses sosial

individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran yang bebas atas produk dan jasa

yang bernilai dengan orang lain.

Menurut Sunarto (2006: 4), pemasaran adalah proses sosial yang di

dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang

bernilai dengan pihak lain.

Berdasarkan definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai

“seni menjual produk”. Peter Drucker, ahli teori manajemen bahwa orang dapat

mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi,

tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan. Tujuan pemasaran adalah

untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk

atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri.

Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang yang siap untuk membeli

semua yang dibutuhkan, selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu

(22)

I.5.2 Merek dan Ekuitas Merek

Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti

sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa

dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, dengan demikian

membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor

(Aaker, 1997 : 9).

Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan

dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai

yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para

pelanggan perusahaan (Aaker, 1997 : 22-23).

Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, keduanya mesti

berhubungan dngan nama atau simbol sebuah merek. Walau begitu, keduanya bisa

dikelompokkan ke dalam 5 kategori (Aaker, 1997: 23), yaitu :

1. Loyalitas merek (Brand Loyalty)

2. Kesadaran merek (Brand Awareness)

3. Kesan kualitas (Perceived Quality)

4. Asosiasi-asosiasi merek (Brand Association)

5. Aset-aset merek lainnya (Other Proprietary Brand Assets)

Empat elemen brand equity di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan

elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang kelima secara

(23)

Bagi perusahaan, ekuitas merek memiliki potensi untuk menambah nilai

dengan cara yaitu :

1. Ekuitas merek dapat memperkuatkan program memikat para konsumen

baru, atau merangkul kembali konsumen lama.

2. Empat dimensi ekuitas merek yang terakhir dapat menguatkan loyalitas

merek. Persepsi kualitas, asosiasi merek dan nama yang terkenal dapat

memberikan alasan untuk membeli dan dapat mempengaruhi kepuasan

penggunaan.

3. Ekuitas merek memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan menjual

produk pada harga optimum (premium pricing) dan mengurangi

ketergantungan pada promosi.

4. Ekuitas merek dapat memberikan landasan pertumbuhan dengan

melakukan perluasan merek.

5. Ekuitas merek dapat memberikan dorongan bagi saluran distribusi.

I.5.3 Iklan di Media

Kleppner (Liliweri, 1992 : 17-18) menyatakan bahwa iklan atau

advertising berasal dari bahasa Latin, advere berarti mengoperkan pikiran dan

gagasan kepada pihak lain. Spriegel mengemukakan bahwa iklan adalah setiap

penyampaian informasi tentang barang ataupun gagasan yang menggunakan

(24)

Rhenald Khasali (1992 : 23) membedakan 2 pengertian media iklan yang

digunakan, yaitu :

1. Media lini atas (above the line media), merupakan bentuk media primer

yang terdiri dari: radio, surat kabar, majalah, papan luar (billboard) dan

televisi.

2. Media lini bawah (below the line media), merupakan bentuk media

sekunder yang terdiri dari: pameran, leaf leat, brosur, poster dan stiker.

I.5.4. Teori AIDDA

Teori AIDDA disebut A-A Procedure atau from attention to action

procedure, yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Menurut Effendi (1999: 89)

AIDDA adalah akronim dari kata-kata Attention (perhatian), Interest (minat),

Desire (hasrat), Decision (keputusan) dan Action (tindakan/kegiatan).

Konsep AIDDA ini adalah proses psikologis dari diri khalayak.

Berdasarkan konsep AIDDA agar khalayak membaca dan melakukan action apa

yang dianjurkan pihak penyusun berita atau tajuk artikel, maka pertama-tama

mereka harus dibangkitkan perhatiannya (attention).

Sebuah iklan akan memberikan efek bagi responden yang mendengarkan,

atau menyaksikan sebuah iklan. Adapun efek sebuah iklan menurut Frank Jefkins

(1996: 234-235) adalah:

a. Perhatian (Attention)

Kecuali suatu iklan berhasil memenangkan perhatian, memecahkan

perhatian pembaca dari berita editorial atau iklan lain, iklan yang dihasilkan tidak

(25)

dengan memanfaatkan posisi dalam publikasi, atau dengan memanfaatkan ukuran

atau bentuk iklan itu diletakkan pada posisi yang tepat.

b. Ketertarikan (Interest)

Tidak ada suatu patokan tertentu dalam penggunaan perangkat kreatif ini

guna membuat orang tertarik pada iklan kecuali iklan itu juga berhasil meraih rasa

ketertarikan mereka.

c. Keinginan (Desire)

Pembaca harus dibuat dari sekedar merasa tertarik dan terpikat, mereka

harus didorong untuk menginginkan produk atau jasa yang diiklankan.

d. Keyakinan (Decision)

Iklan akan sangat bagus bila mampu menciptakan keinginan untuk

membeli, memiliki atau menikmati produk atau jasa yang diiklankan. Namun juga

perlu menciptakan iklan yang mampu memunculkan keyakinan bahwa memang

layak untuk melakukan pembelian dan hal itu akan memberikan kepuasan

sebagaimana yang mereka inginkan.

e. Tindakan (Action)

Iklan mampu menimbulkan respon. Iklan cetak bersifat statis dan tidak

mudah untuk membuat pembaca untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan

yang diinginkan.

Pada pentahapan ini mengandung maksud bahwa komunikasi itu

hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention). Dalam hal ini

(26)

Oleh karena itu, iklan harus mempergunakan trik-trik khusus untuk menimbulkan

perhatian calon pembeli (Jefkins, 1996 : 82), seperti :

1. Menggunakan headline yang mengarah.

2. Menggunakan slogan yang mudah diingat.

3. Menonjolkan selling point suatu produk.

4. Menggunakan huruf tebal.

I.5.5 Teknologi Komunikasi

Teknologi komunikasi oleh Rogers, dirumuskan sebagai peralatan

perangkat keras, struktur-struktur organisasional dan nilai-nilai sosial dimana

individu mengumpulkan, mengolah dan saling bertukar informasi dengan individu

lain. Sedangkan menurut Ely, teknologi informasi mencakup sistem-sistem

komunikasi seperti satelit, siaran langsung, kabel interaktif dua arah, penyiaran

bertenaga rendah (low power broadcasting), komputer (termasuk personal

komputer dan komputer genggam) dan televisi (termasuk video disk dan video

tape cassette) (Nasution, 1989 : 5).

Martin (dalam Bungin, 2006 : 30) mendefinisikan teknologi informasi

tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat

lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan

juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. Lucas (2000)

juga menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang

(27)

I.5.6 Teori Minat Beli

Effendy mengungkapkan minat adalah kelanjutan perhatian yang

merupakan titik tolak kelanjutan timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan yang

diharapkan (1998 : 10). Lebih lanjut Effendy mengemukakan bahwa minat

muncul karena adanya stimulus motif yang menimbulkan motivasi. Motif adalah

kondisi seseorang yang mendorong seseorang untuk mencari sesuatu kepuasan

atau mencapai tujuan. Sedangkan motivasi adalah kegiatan yang memberikan

dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil tindakan yang

dikehendaki.

Minat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

a. Perhatian terhadap stimulus.

b. Mengerti atau tidaknya audiens terhadap stimulus.

c. Penerimaan terhadap stimulus itu serta frekuensi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa minat iru adalah suatu

keadaan dalam individu yang mampu mengarahkan perhatiannya terhadap objek

tertentu yang mampu mendorong seseorang untuk cenderung mencari objek yang

disenangi.

Sedangkan menurut Franses Co M. Nicosia (Engel, 1994 : 30), seorang

konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli produk ataupun jasa

dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu :

1. Faktor luar, yaitu faktor lingkungan tempat tinggal yang dipengaruhi

konsumen. Misalnya, karena dorongan teman, mengikuti orang lain yang

(28)

2. Faktor dalam, yaitu pemikiran aatau kejiwaan dari dalam diri konsumen

itu sendiri yang bersifat rasional.

I.6 Kerangka Konsep

Di dalam suatu penelitian terdapat beberapa variabel yang harus ditetapkan

dengan jelas oleh seorang peneliti sebelum memulai pengumpulan data.

Penentuan aspek-aspek atau faktor-faktor di dalam setiap variabel itu, berarti

semakin mudah menetapkan data yang akan dikumpulkan (Nawawi, 2001 : 56).

Dalam penelitian ini ditetapkan konsep dalam kelompok-kelompok

variable-variabel sebagai berikut :

a.Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang

menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau

unsur yang lain. Dalam penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel bebas

yaitu strategi bundling Esia.

b.Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada

atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas. Dalam

penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel terikat yaitu minat beli.

c.Variabel Antara (Intervening Variable)

Variabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol akan

tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas. Dalam

penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel antara yaitu karakteristik

(29)

I.7 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan

dibentuk suatu model teoritis sebagai berikut :

±

Gbr. 1 Model Teoritis

X : variabel bebas Keterangan :

Y : variabel terikat

Z : variabel antara

± : kuat-lemahnya hubungan

I.8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan,

variabel-variabel teoritis tersebut sebagai acuan untuk memecahkan masalah.

Agar variabel-variabel teoritis lebih jelas penggunaannya, maka dioperasikan

sebagai berikut :

Variabel Bebas (x) Strategi Bundling Esia

Variabel Terikat (y) Minat Beli

(30)
[image:30.595.110.518.110.591.2]

Tabel 1. Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (x)

Strategi Bundling Esia

1. Iklan

2. Bahan pertimbangan konsumen

a. Harga

b. Fitur

c. Kualitas Jaringan

2. Variabel Terikat (y)

Minat Beli

1. Perhatian (Attention)

2. Ketertarikan (Interest)

3. Keinginan (Desire)

4. Keyakinan (Decision)

5. Tindakan (Action)

3. Variabel Antara (z)

Karakteristik Responden

1. Usia

2. Fakultas

3. Jenis kelamin

4. Uang saku

5. Menggunakan HP GSM

dan/atau CDMA

I.9 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberikan cara

mengukur variabel penelitian. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel

(31)

1. Variabel Bebas (strategi bundling Esia), terdiri dari :

Strategi bundling yaitu suatu sistem penjualan dimana handphone dan

kartu (simcard) dijual secara bersamaan dalam satu paket/kemasan (bundling).

Strategi bundling dalam penelitian ini yaitu cara penjualan HP Esia yang meliputi:

a. Iklan

Menurut The American Marketing Association (AMA), iklan adalah setiap

bentuk pembayaran terhadap suatu proses penyampaian dan perkenalan ide-ide,

gagasan dan layanan yang bersifat non personal atas tanggungan sponsor tertentu

(Liliweri, 1992 : 21).

Iklan sebagai informasi pertama yang diterima konsumen terhadap suatu produk

tertentu.

b. Bahan pertimbangan

Banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi para konsumen dalam

membeli produk terutama handphone. Konsumen selalu mempertimbangkan

harga, fitur, kualitas jaringan sebelum membeli produk tersebut.

2. Variabel Terikat (minat beli), terdiri dari :

Minat adalah kelanjutan perhatian yang merupakan titik tolak kelanjutan

timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan yang diharapkan (Effendy, 1998 : 10).

Dalam penelitian ini difokuskan kepada minat beli dimana konsumen berusaha

untuk membeli sesuatu barang/jasa yang ia inginkan.

(32)

Konsumen memperhatikan setiap produk yang keluar. Perhatian konsumen

dapat diraih dengan memanfaatkan iklan yang terus-menerus, baik dari segi

frekuensi penayangan maupun peletakan billboard yang strategis.

b. Ketertarikan (Interest)

Tidak ada suatu patokan tertentu dalam penggunaan perangkat kreatif ini

guna membuat orang tertarik pada suatu produk kecuali bahasa komunikasi yang

persuasif dan juga pengemasan (packaging) yang menarik.

c. Keinginan (Desire)

Konsumen harus dibuat lebih dari sekedar merasa tertarik, mereka juga

harus didorong untuk menginginkan produk Esia.

d. Keyakinan (Decision)

Suatu produk sudah sangat bagus bila mampu menciptakan keinginan

konsumen untuk membeli, memiliki atau menikmati produk Esia. Namun perlu

juga menciptakan kesadaran yang mampu memunculkan keyakinan bahwa produk

Esia memang layak untuk dibeli dan hal itu akan memberikan kepuasan

sebagaimana yang mereka inginkan.

e. Tindakan (Action)

Bagaimana strategi bundling ini mampu menimbulkan respon konsumen

untuk segera membeli produk Esia.

3. Variabel Antara (karakteristik responden), terdiri dari :

a. Usia, yaitu umur responden.

b. Fakultas, yaitu tempat mahasiswa mengambil jurusan.

(33)

d. Uang saku, yaitu uang yang diberikan oleh orang tua atau wali.

e. Menggunakan HP GSM dan/atau CDMA.

I.10 Hipotesa

Hipotesa dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap

pemecahan permasalahan melalui data yang terkumpul (Singarimbun, 1995 : 36).

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang

akan dipertanyakan. Dan ciri-ciri hipotesis yang baik adalah :

• Harus sesuai dengan teori dalam bidang yang diteliti.

• Harus mempunyai konsistensi secara logis.

• Usahakan bersifat ringkas agar mudah dipahami.

• Harus dapat diuji.

• Harus dapat dihubungkan dengan teknik riset yang ada (Kriyantono, 2006 :

30-31)

Adapun hipotesis yang diajukan terhadap rumusan masalah diatas yaitu :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara strategi bundling Esia terhadap minat

beli mahasiswa USU.

Ha : Terdapat hubungan antara strategi bundling Esia terhadap minat beli

mahasiswa USU.

I.11. Sistematika Penulisan

Sistematika Laporan Penelitian nantinya akan terdiri dari 5 bab sesuai

(34)

BAB I, berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, model

teoritis, operasionalisasi variabel, defenisi operasional, hipotesis, sistematika

penulisan.

BAB II, berisikan tentang landasan teori yang terdiri dari ruang lingkup dan pengertian komunikasi dan pemasaran, merek dan ekuitas merek, iklan di

media, teori AIDDA, teknologi komunikasi dan teori minat beli.

BAB III, berisikan tentang metodologi penelitian yang terdiri deskripsi lokasi penelitian, waktu penelitian populasi dan sampel, metode penelitian, teknik

pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV, membahas tentang hasil dan pembahasan yang terdiri dari analisa tabel tunggal yang memaparkan data-data yang diperoleh selama

penelitian dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan dengan analisa tabel silang melalui

metode korelasional dan akhirnya pengujian hipotesa.

(35)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi dan Pemasaran II.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication, berasal dari

bahasa Latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti

sama-sama disini adalah sama makna.

Menurut Carl l. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis

untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta

pembentukan pendapat dan sikap (a systematic attempt to formulate in rigorous

fashion the principles by which information is transmited and opinions and

attitudes are formed) (Effendy, 2005 : 10).

Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi

ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga

pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude)

yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang

amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian

komunikasinya sendiri, Hovland (Soenarjo, 1995 : 143) mengatakan bahwa

komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang memindahkan perangsang yang

biasanya berupa lambang kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain

(36)

Menurut Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of

Communication in Society (Komala, 2004 : 34), mengatakan bahwa cara terbaik

untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut :

a. Who (siapa): Komunikator (communicator, source, sender), yaitu orang yang

menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa, bisa perorangan atau

mewakili suatu lembaga organisasi, maupun instansi.

b. Says what (apa yang dikatakan): pesan (message), yaitu pernyataan umum,

dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap.

c. In which channel (melalui saluran apa): media komunikasi atau saluran yang

digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi.

d. To whom (kepada siapa): komunikan atau audience yang menjadi sasaran

komunikasi. Kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan

masalah penerima pesan.

e. With what effect (dengan efek apa): hasil yang dicapai dari usaha penyampaian

pernyataan.

Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi merupakan proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.

II.1.1.1 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran

atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

(37)

benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,

kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan

secara sekunder.

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan

atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(symbol) sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat,

gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu

“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas

karena hanya bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada

orang lain. Apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal

yang konkret maupun yang abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang

terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang

akan datang.

2. Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media

kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang menggunakan

media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai

sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,

telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan banyak lagi

(38)

Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan sambungan dari

komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam

menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi,

komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan

digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan sebagai hasil pilihan dari

sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan mengenai siapa komunikan

yang akan dituju. Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu

menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass

media) dan media nirmassa (non-massa media) (Effendy, 2005 : 16-17).

II.1.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Adapun unsur-unsur dalam berkomunikasi yaitu :

(1) Sender: komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau

sejumlah orang.

(2) Encoding: penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk

lambang.

(3) Message: pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang

disampaikan oleh komunikator.

(4) Media: saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada

komunikan.

(5) Decoding: pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan

makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

(39)

(7) Response: tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa

pesan.

(8) Feedback: umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan

atau disampaikan kepada komunikator.

(9) Noise: gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai

akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan

yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Model komunikasi di atas menegaskan faktor-faktor kunci dalam

komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikannya

sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi

pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya

mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang

efisien dalam mencapai khalayak sasaran (Effendy, 2005 : 18-19).

II.1.2 Pengertian Pemasaran

Menurut The American Marketing Association (AMA), pemasaran

merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi

dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang

mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi (Marketing is the process of

planning and executing the conception, pricing, promotion and distribution of

ideas, goods and services to create exchanges that satisfy individual and

organizational goals) (Lamb, Hair, McDaniel, 2001 : 6).

Banyak ahli sepakat bahwa konsep inti pemasaran adalah pertukaran

(40)

pertukaran yaitu bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan satu individu dengan

individu yang lainnya merupakan pertukaran. Tidak ada individu yang

mendapatkan sesuatu tanpa memberikan sesuatu baik langsung ataupun tidak

langsung. Alasan terjadinya pertukaran adalah untuk memuaskan kebutuhan.

Sutisna dalam bukunya Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran

(2002) menyatakan, komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk

menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai

perbedaan produk di pasar. Kegiatan komunikasi pemasaran merupakan rangkaian

kegiatan untuk mewujudkan suatu produk, jasa, ide dengan menggunakan bauran

pemasaran (promotion mix) yaitu: iklan (advertising), penjualan tatap muka

(personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat

dan publisitas (public relations & publicity), serta pemasaran langsung (direct

marketing) (Kotler, 2006 : 126-130).

Komunikasi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi

pemasar. Tanpa komunikasi, konsumen maupun masyarakat secara keseluruhan

tidak akan mengetahui keberadaan produk di pasar.

Model komunikasi pemasaran meliputi sumber (sender, source). Pertama

kali pesan komunikasi datang dari sumber. Dalam pemasaran sumber berarti pihak

yang mengirim pesan pemasaran kepada konsumen. Pihak yang mengirim pesan

tentu saja pemasar. Proses selanjutnya yaitu pemasar menentukan bagaimana

pesan itu disusun agar bisa dipahami dan direspon secara positif oleh penerima,

dalam hal ini konsumen. Pada proses tersebut ditentukan pula jenis komunikasi

apa yang akan digunakan apakah pesan akan disampaikan melalui iklan, personal

(41)

keseluruhan proses dari perancangan pesan sampai penentuan jenis promosi yang

akan dipakai yang disebut proses encoding.

Proses selanjutnya yaitu menyampaikan pesan melalui media. Pesan juga

dirancang dalam bentuk iklan, maka pesan harus disampaikan dalam bentuk

media cetak akan berbeda bentuk dan strukturnya dengan pesan yang disampaikan

dalam media elektronik. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan

media.

Pesan yang disampaikan melalui media akan ditangkap oleh penerima.

Ketika pesan diterima, penerima akan memberikan respons terhadap pesan yang

disampaikan. Respons yang diberi bisa positif, negatif atau netral. Respon positif

tentu saja adalah respons yang diharapkan oleh pengirim pesan. Respons positif

identik dengan adanya keserasian antara harapan pengirim pesan dengan

tanggapan penerima pesan. Dengan kata lain, pesan yang dirancang direspon

sesuai dengan keinginan perancang pesan. Proses memberikan respons dan

menginterpretasikan pesan yang diterima disebut dengan proses decoding. Proses

decoding berarti penerima pesan memberi interpretasi atas pesan yang diterima.

Proses decoding ini akan dilanjutkan dengan tindakan konsumen sebagai

penerima. Jika pesan yang sampai diterima secara positif, maka hal ini akan

memberikan pengaruh positif pada sikap dan perilaku konsumen. Sikap positif

konsumen terhadap suatu produk akan mendorong konsumen untuk melakukan

tindakan pembelian. Tentu saja tidak semua sikap positif diakhiri dengan

pembelian, karena dibatasi oleh kemampuan daya beli. Sedangkan sikap negatif

terhadap produk akan menghalangi konsumen untuk melakukan tindakan

(42)

Proses terakhir yaitu umpan balik (feedback) atas pesan yang dikirimkan.

Pesan mengevaluasi apakah pesan yang disampaikan sesuai harapan, artinya

mendapat respons dan tindakan yang positif dari konsumen, atau pesan tidak

sampai secara efektif. Hal ini dapat dilihat melalui pembelian produk.

II.2 Merek dan Ekuitas Merek II.2.1 Pengertian Merek

Kotler (dalam Simamora, 2002 : 3) menyatakan merek adalah nama, tanda,

simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk

mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu

penjual dari barang dan layanan penjual lain.

Keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun

publik. Bagi pembeli, merek bermanfaat untuk menceritakan mutu dan membantu

memberi perhatian terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi

mereka.

Bagi masyarakat, merek bermanfaat dalam tiga hal yaitu :

a. Pertama, pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan

lebih konsisten.

b. Kedua, meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan

informasi tentang produk dan tempat membelinya.

c. Ketiga, meningkatkan inovasi-inovasi produk baru karena produsen terdorong

(43)

Bagi penjual, merek bermanfaat dalam empat hal yaitu :

a. Memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah

yang timbul.

b. Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk.

c. Memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan

menguntungkan.

d. Membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

Menurut Kartajaya (dalam Simamora, 2002 : 4-5), cara perusahaan

memandang merek berbeda-beda dari satu perusahaan ke perusahaan lain,

tergantung perkembangan pemasaran perusahaan. Apapun bentuknya, pemasaran

yang dilakukan perusahaan-perusahaan dapat digolongkan ke dalam lima tipe,

yaitu :

1. No Marketing

Pada saat pesaing tidak ada, alias perusahaan memonopoli pasar, maka

perusahaan tidak perlu melakukan pemasaran (no marketing). Konsumen pasti

mencari produk karena tidak ada pilihan. Bagi perusahaan demikian, merek

cukuplah sekadar nama (just a name).

2. Mass Marketing

Jika perusahaan sudah memiliki pesaing, tetapi pesaing yang lebih lemah.

Perusahaan masih dominan menguasai sebagian besar pasar dengan

melakukan pemasaran massal (mass marketing). Ada kebutuhan agar produk

dikenali konsumen, apalagi perusahaan dominan selalu mengklaim produknya

lebih baik (the better one). Sehingga merek diperlukan, namun peranannya

(44)

3. Segmented Marketing

Pada saat persaingan sudah ketat, bukan saatnya lagi bagi perusahaan

untuk menggunakan pemasaran massal. Pasar harus disegmentasi, lalu

dipilihlah segmen tertentu sebagai sasaran. Dalam segmented marketing,

perusahaan perlu menancapkan citra yang baik tentang mereknya. Oleh karena

itu, merek diperlukan sebagai jangkar asosiasi (brand association). Tanpa

merek tidak mungkin membentuk asosiasi.

4. Niche Marketing

Kalau persaingan bertambah ketat lagi, perusahaan tidak bisa lagi

mengandalkan segmen, melainkan ceruk pasar (niche marketing). Ceruk pasar

adalah bagian pasar yang ukurannya lebih kecil, tetapi memiliki perilaku yang

khas. Mereka adalah sekelompok kecil pembeli yang kebutuhannya tidak mau

dipenuhi oleh produk umum. Oleh karena itu, perusahaan perlu menciptakan

kesan bahwa mereknya berkualitas. Jadi, merek adalah persepsi kualitas

(perceived quality).

5. Individualized Marketing

Pada puncak persaingan, bagi perusahaan, bicara merek adalah bicara

loyalitas (brand loyalty). Karena pesaing sangat banyak dan mempunyai taktik

pemasaran yang hebat, ditambah konsumen juga tidak mau dipandang sebagai

pembeli saja, maka kunci keberhasilan bisnis adalah kemitraan dengan

konsumen. Hal itu bisa diperoleh dengan adanya hubungan timbal balik yang

setia antara perusahaan dan konsumen yang bisa dicapai melalui

(45)

Para ahli perilaku konsumen sepakat bahwa pemilihan merek berawal dari

munculnya kebutuhan dalam diri konsumen. Lalu, berdasarkan informasi yang

tersedia, konsumen melakukan evaluasi dan berikutnya memilih merek yang

paling sesuai.

Menurut Hawkins, Best dan Coney (dalam Simamora, 2002 : 8)

mengatakan bahwa berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, pada dasarnya

pengambilan keputusan bisa dibagi dua, yaitu :

a. Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk (attribute-based

choice)

Pengambilan keputusan melalui cara ini memerlukan pengetahuan tentang

apa atribut suatu produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut.

Asumsinya, keputusan diambil secara rasional dengan mengevaluasi

atribut-atribut yang dipertimbangkan.

b. Pengambilan keputusan berdasarkan sikap (attitude-based choice)

Pengambilan keputusan berdasarkan sikap mengasumsikan bahwa

keputusan diambil berdasarkan kesan umum, intuisi maupun perasaan.

Pengambilan keputusan seperti ini bisa terjadi pada produk yang belum

dikenal atau tidak sempat dievaluasi oleh konsumen.

Aaker (1997) (dalam Simamora, 2002 : 9) mengatakan, konsumen akan

memilih merek yang memberikan nilai pelanggan (customer value) tertinggi.

Andaikan merek dan harga memiliki berat, lalu letakkan merek ditangan kanan

dan harga di tangan kiri. Mana yang lebih berat?

Kalau sama berat, merek tidak memberikan nilai pelanggan. Kalau merek lebih

(46)

pelanggan. Kalau harga lebih berat, berarti nilai pelanggan negatif. Konsumen

akan memilih produk yang memberikan nilai pelanggan tertinggi.

Kotler berpendapat bahwa produklah yang harus disesuaikan dengan

kebutuhan dan keinginan konsumen. Ini terjadi saat ketergantungan konsumen

terhadap merek rendah.

Aaker (dalam Simamora, 2002 : 14-16) mengatakan ada tiga nilai yang

dijanjikan sebuah merek, yaitu :

1. Nilai Fungsional

Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang

diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional

kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan

oleh produk atau layanan kepada konsumen.

Misalnya :- Karena diproses dengan dua kali penyaringan, Filma adalah

minyak goreng paling jernih.

- Esia merupakan HP CDMA yang termurah di Indonesia.

2. Nilai Emosional

Kalau konsumen mengalami perasaan positif (positive feeling) pada saat

membeli atau menggunakan suatu merek, maka merek tersebut memberikan

nilai emosional. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan,

yaitu perasaan positif apa yang akan dialami konsumen pada saat membeli

produk.

Misalnya : - Kuat dan berani kalau minum M-150

(47)

3. Nilai Ekspresi Diri

Aaker (1997 : 101) mengakui bahwa nilai ekspresi diri merupakan bagian

dari nilai emosi. Kalau nilai emosional berkaitan dengan perasaan positif

(misalnya nyaman, bahagia, bangga), maka ekspresi diri berbicara tentang

“bagaimana saya di mata orang lain, maupun diri saya sendiri”.

Misalnya : - Kelas atas diekspresikan oleh Mercedez Benz

Merek itu ada kalau sudah ada dalam pikiran konsumen. Dengan kata lain

merek itu ada kalau sudah dikenal atau diketahui. Dengan sendirinya, merek yang

belum dikenal dapat dianggap tidak ada, walaupun produknya ada. Untuk itu

diperlukan imej (citra) merek. Imej adalah persepsi yang relatif konsisten dalam

jangka panjang (enduring perception). Tidak mudah membentuk imej, tetapi

sekali terbentuk tidak mudah pula mengubahnya.

Agar posisi merek kuat, tentu ia harus dikenal dulu. Ini merupakan

langkah awal. Tempatkanlah merek dalam pikiran konsumen. Pada langkah awal

ini, keberadaan merek dalam pikiran terbatas pada pengenalan merek (brand

awareness). Pada tingkat pengenalan paling rendah, dimana hanya sekadar tahu

keberadaan merek, konsumen belum dapat membentuk gambaran (persepsi)

tentang merek.

Pengenalan merek menjadi landasan terbentuknya asosiasi merek (Aaker,

1997). Proses asosiasi adalah suatu bentuk pengorganisasian stimulus guna

membentuk persepsi. Secara sederhana, setiap orang berusaha mempermudah

(48)

II.2.2 Pengertian Ekuitas Merek

Ekuitas merek adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang

berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau

mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan

atau para pelanggan perusahaan (Aaker, 1997 : 22-23). Agar aset dan liabilitas

mendasari ekuitas merek, keduanya mesti berhubungan dengan nama atau simbol

sebuah merek. Jika nama dan simbol merek diubah, beberapa atau semua aset atau

liabilitas bias dipengaruhi dan mengalami kerugian, kendati beberapa diantaranya

mungkin sudah dialihkan ke nama dan simbol baru. Aset dan liabilitas yang

mendasari dasar ekuitas merek akan berbeda antara satu konteks dengan konteks

lainnya.

Srinivasan dan Park (dalam Simamora, 2002 : 47) membuat konsepsi yang

memungkinkan ekuitas merek negatif, nol ataupun positif. Menurut mereka, pada

produk-produk bermerek terdapat dua jenis nilai, yaitu :

a. Pertama, nilai objektif, yaitu nilai berdasarkan realitas. Ini merupakan nilai

yang tidak terkontaminasi oleh segala hal yang berkaitan dengan merek.

Memang dapat diterima bahwa setiap produk memiliki nilai objektif.

b. Kedua, nilai total produk dengan merek. Ekuitas merek adalah selisih

antara nilai total produk (dengan merek) dikurangi nilai objektifnya.

Dengan demikian, dimungkinkan nilai ekuitas merek yang positif, nol dan

negatif.

Hana dan Wozniak (dalam Simamora, 2002 : 49) juga melihat ekuitas

(49)

memberikan nilai tambah. Kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi kalau

justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas merek.

Sebuah agen iklan global ternama, Young & Rubicam (Y & R) (dalam

Simamora, 2002 : 51), mengembangkan metode untuk mengukur ekuitas merek

yang dinamakan Brand Asset Valuator, yaitu :

1. Diferensiasi (differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda (distinctive)

suatu merek di banding merek lain.

2. Relevansi (relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen. Sejauh

mana arti merek dan cocok dengan konsumen.

3. Kebanggaan (esteem), ukuran tentang apakah merek memperoleh

penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya.

4. Pengetahuan (knowledge), yaitu ukuran tentang pemahaman mengenai

merek.

Corrie Goerne, dalam Peter dan Olson (dalam Simamora, 2002 : 55),

memberikan empat pendekatan ekuitas merek, yang sebenarnya merupakan

bagian loyalitas merek. Sama seperti Aaker, Goerne juga menempatkan loyalitas

sebagai indikator ekuitas merek. Adapun keempat pendekatan itu adalah sebagai

berikut :

1. Substitutability. Kalau konsumen sulit beralih ke merek lain, walaupun

mereka dirangsang untuk melakukannya, itu merupakan pertanda ekuitas

merek yang tinggi.

2. Repeat Purchase Rate. Perhatikan persentase konsumen yang membeli

merek pada waktu yang lalu dan akan membeli merek itu lagi pada masa

(50)

3. Concentration. Kalau pasar terkonsentrasi, berarti para pemasar telah

membangun yang ekuitas yang tinggi pada mereknya.

4. Demand Elasticity. Kalau konsumen menempatkan nilai yang tinggi pada

sebuah merek, akan merespon penurunan harga merek itu secara antusias,

tetapi tidak bereaksi pada penurunan harga pesaing.

Menurut David A. Aaker (1997 : 23), ekuitas merek (brand equity) dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :

1. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Loyalitas merek dari kelompok pelanggan seringkali merupakan inti dari

ekuitas merek. Apabila para pelanggan tidak tertarik pada merek dan membeli

karena karakteristik produknya, harga, dan kenyamanan dengan sedikit

memperdulikan merek maka berarti kemungkinan ekuitas mereknya kecil.

Sebaliknya, apabila para pelanggan melanjutkan untuk membeli hal tersebut

kendati dihadapkan pada para kompetitor yang menawarkan karakeristik

produk besar dalam merek tersebut dan barangkali juga dalam simbol dan

slogannya.

2. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari

kategori produk tertentu. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum

(continuum ranging) dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu

dikenal, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya

(51)

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi kualitas (perceived quality) dapat didefinisikan sebagai persepsi

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau

jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan (Durianto,

Sugiarto & Tony Sitinjak, 2004 : 96).

Karena perceived quality merupakan persesi dari pelanggan maka perceived

quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan

melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki

kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.

4. Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek (brand association) adalah segala kesan yang muncul di

benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek

(Durianto, Sugiarto & Tony Sitinjak, 2004 : 69).

Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam

persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi

merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang

disebut brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.

5. Aset-Aset Merek Lainnya (Other Propietary Brand Assets)

Kategori kelima ini mewakili beberapa aset hak milik lain seperti paten,

cap dagang (trademark) dan saluran hubungan. Asset-aset merek akan sangat

bernilai jika aset-aset itu menghalangi atau mencegah para kompetitor

(52)

II.3 Iklan di Media II.3.1 Pengertian Iklan

Wright dalam Liliweri (1992 : 20-21) mengemukakan bahwa iklan

merupakan suatu proses yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai

alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta

gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang

persuasif.

Pengertian yang diajukan Wright ini mengandung dua makna, yaitu :

a. Iklan dipandang sebagai alat pemasaran.

b. Iklan dalam pengertian proses komunikasi yang persuasif.

Namun keduanya tetap mengandung arti yang sama yaitu kegiatan menjual

barang, jasa, ide dan gagasan kepada pihak khalayak.

Iklan menurut AMA (American Marketing Association) (Kurniawati, 2005

: 2) mendefinisikan bahwa iklan adalah setiap bentuk penyajian dan promosi

mengenai gagasan, barang atau jasa kepada khalayak (non personal) oleh sponsor

yang jelas, dan untuk itu dikenakan bayaran.

Menurut Philip Kotler (1987 : 273), periklanan adalah semua bentuk

penyajian non-personal, promosi ide-ide, promosi barang, produk atau jasa yang

dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar.

II.3.2 Fungsi Iklan

Terence A. Shimp (2003 : 357-362) menyatakan ada lima fungsi dari

(53)

1. Informing (Memberi Informasi)

Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru,

mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi

penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk komunikasi

yang efektif, berkemampuan menjangkau khalayak luas dengan biaya per kontak

yang relatif rendah, periklanan memfasilitasi pengenalan (introduction)

merek-merek baru, meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek-merek-merek-merek yang telah

ada dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (Top Of Mind

Awareness) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk yang

matang. Periklanan menampilkan peran informasi bernilai lainnya baik untuk

merek yang diiklankan maupun konsumennya dengan mengajarkan

manfaat-manfaat baru dari merek yang telah ada.

2. Persuading (Membujuk)

Iklan yang efektif akan mampu membujuk (persuasi) pelanggan untuk

mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Terkadang persuasi berbentuk

mempengaruhi permintaan primer, yakni menciptakan permintaan bagi

keseluruhan kategori produk. Lebih sering, iklan berupaya untuk membangun

permintaan sekunder, permintaan bagi merek perusahaan yang spesifik.

3. Reminding (Mengingatkan)

Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para

konsumen. Saat keputusan muncul, yang berhubungan dengan produk yang

diiklankan, dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek pengiklan

(54)

Periklanan yang efe

Gambar

Tabel 1. Operasional Variabel
Tabel 2. Teori AIDDA
Gambar 2 Manfaat yang Diharapkan
Tabel 2. Teori AIDDA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH PAJAK.. TOTAL LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN

The aim of this study was to determine the changes in carotid artery intima-media thickness as measured by B-mode ultrasound in postmenopausal women receiving hormone

[r]

A recent report from South Africa demonstrated that high doses of atorvastatin (amorphous type, 80 mg / day) was effective in suppressing cholesterol synthesis and keeping LDL-C

Hamka No 2A, Air Tawar Timur, Padang Utara, Air Tawar Tim., Padang Utara, Kota Padang, Sumatera

The purpose here was to examine the effect of hyper- tension and other risk factors on the diameters of the aorta and the common iliac and common femoral arteries in a

Website E-Learning Belajar Bahasa Mandarin ini dibuat untuk mempermudah anak-anak tingkat Taman Kanak-kanak dalam mempelajari bahasa Mandarin yang saat ini sudah dijadikan