• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservatif pada Bakso Daging dengan Penyimpanan Dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservatif pada Bakso Daging dengan Penyimpanan Dingin"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI BAKTERI

ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF

PADA BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

DWI PARAMITASARI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

DWI PARAMITASARI. D14204032. 2009. Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservatif pada Bakso Daging dengan Penyimpanan Dingin. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini., M.Si Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief., SPt., M.Si

Daging merupakan salah satu hasil ternak yang bernilai gizi tinggi, sekaligus media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Produk olahan daging yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan relatif murah adalah bakso. Salah satu cara yang umum digunakan oleh produsen bakso untuk memperpanjang daya simpan produknya adalah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet ini berasal dari bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida dan hasil metabolisme lain yang dapat memberikan pengaruh positif bagi yang mengkonsumsi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba yang diisolasi dari Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai pengawet alami pada bakso daging sapi yang disimpan pada suhu dingin. Penelitian ini berlangsung sejak bulan November 2007 sampai bulan Mei 2008 dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pengawet alami yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri Lactobacillus fermentum 2B4. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah penggunaan substrat antimikroba yaitu pada konsentrasi 0, 50 dan 100%. Faktor kedua adalah penyimpanan pada hari ke-2 dan 4.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa substrat antimikroba dari Lactobacillus fermentum 2B4 mempunyai daya hambat yang baik terhadap pertumbuhan mikroba terutama E. coli. Aktivitas substrat antimikroba mulai menghambat E. coli pada konsentrasi 50%.

(3)

ABSTRACT

Application of Substrat Antimicrobial From Lactid Acid Bacteria as Biopreservative on Beef Bakso at Low Temperature

Paramitasari, D., H. Nuraini and I. I. Arief

Meetball (bakso) is a popular meat product in Indonesia. As other meat products, beef bakso has short shelf life at ambient temperature. The objective of this research were observed the effect of antimicrobial substrat as natural preservative on beef bakso at low temperature., which was isolated from Lactobacillus fermentum 2B4. The complete randomize design two factors was used to analyzed the effect of antimicrobial substrat to physical quality of beef bakso. Beef bakso with antimicrobial substrat 50% at 2 and 4 days preservation showed strong activity in inhibit growth of E. coli populations (P<0.05)

Key word: beef, meat ball, substrat antimicrobials, microbiologic quality

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 18 Mei 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sucipto dan Ibu Tutik Murya.

Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Mojotengah I. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Kedamean dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2004 di SMU Darul Ulum Jombang. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan IPB, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) dan aktif di beberapa kepanitiaan.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi ini di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Daging merupakan salah satu hasil ternak yang bernilai gizi tinggi, sekaligus media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, salah satu cara untuk mencegah agar daging tidak rusak adalah dengan cara pengolahan. Salah satu jenis pengolahan daging yang umum sekarang ini adalah bakso. Bakso dalam penelitian ini ditambahkan dengan substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri asam laktat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa bakso yang ditambahkan dengan substrat antimikroba ini mempunyai daya simpan yang lebih lama.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun demikian semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Pebruari 2009

(6)

DAFTAR ISI

Sodium tripolifosfat (STPP) ... 6

Mikrobiologi Daging... 6

(7)

Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) ... 15

Plate Count Agar (PCA)... 15

Vogel Johnson Agar (VJA) ... 15

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi ... 16

Rancangan Percobaan ... 17

Perlakuan ... 17

Peubah yang diamati ... 18

Uji Kualitas Fisik Substrat Antimikroba... 18

Total Asam Tertitrasi... 18

Nilai pH Substrat Antimikroba ... 18

Uji Kualitas Fisik Daging Sapi ... 18

Nilai pH Daging Sapi ... 18

Daya Mengikat air ... 19

Uji Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi ... 19

Perhitungan Total mikroba ... 19

Perhitungan Escherichia coli... 20

Perhitungan Staphylococcus aureus ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Nilai Kualitas Fisik Substrat Antimikroba... 21

Nilai Kualitas Fisik Daging Segar... 22

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi... 23

Nilai pH Bakso Daging Sapi ... 23

Uji Mikrobiologi Bakso Daging Sapi... ... 25

Jumlah Populasi Awal Total Mikroba, E. coli dan S. aureus... 25

Pengaruh Perlakuan pada Jumlah Total mikroba ... 26

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan E. coli... 28

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan S. aureus... 30

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995... 3

2. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging ... 7

3. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi Substrat Antimikroba ... 21

4. Nilai pH dan Daya Mengikat Air Daging Segar ... 22

5. Aplikasi Substrat Antimikroba terhadap Nilai pH pada Bakso Daging Sapi... 24

6. Total mikroba, E. coli dan S . aureus terhadap Bakso Daging Sapi tanpa Penambahan Substrat Antimikroba... 25

7. Pengaruh Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Total mikroba... 27

8. Pengaruh Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Pertumbuhan E. coli... 28

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pengaruh pH terhadap Daya Mengikat Air ... 13 2. Tahapan Aplikasi Penggunaan Substrat Antimikroba pada Bakso

Daging Sapi ... 16 3. Histogram Substrat Antimikroba terhadap Total mikroba selama

Penyimpanan ... 28 4. Histogram Substrat Antimikroba terhadap E. coli selama

Penyimpanan ... 29 5. Histogram Substrat Antimikroba terhadap S. aureus selama

Penyimpanan ... 31

(10)

Nomor Halaman

1. Analisis Keragaman pH pada Bakso Daging Sapi ... 39

2. Uji Lanjut Tukey pH pada Bakso Daging Sapi terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba ... 39

3. Analisis Keragaman Total mikrobapada Bakso daging Sapi ... 39

4. Analisis Keragaman E. coli pada Bakso daging Sapi... 40

5. Analisis Keragaman S. aureus pada Bakso daging Sapi... 40

6. Uji Lanjut Tukey S. aureus terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba ... 40

7. Uji Lanjut Tukey S. aureus terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba pada Lama Simpan ... 40

(11)

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI BAKTERI

ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF

PADA BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

DWI PARAMITASARI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

DWI PARAMITASARI. D14204032. 2009. Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservatif pada Bakso Daging dengan Penyimpanan Dingin. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini., M.Si Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief., SPt., M.Si

Daging merupakan salah satu hasil ternak yang bernilai gizi tinggi, sekaligus media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Produk olahan daging yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan relatif murah adalah bakso. Salah satu cara yang umum digunakan oleh produsen bakso untuk memperpanjang daya simpan produknya adalah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet ini berasal dari bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida dan hasil metabolisme lain yang dapat memberikan pengaruh positif bagi yang mengkonsumsi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba yang diisolasi dari Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai pengawet alami pada bakso daging sapi yang disimpan pada suhu dingin. Penelitian ini berlangsung sejak bulan November 2007 sampai bulan Mei 2008 dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pengawet alami yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri Lactobacillus fermentum 2B4. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah penggunaan substrat antimikroba yaitu pada konsentrasi 0, 50 dan 100%. Faktor kedua adalah penyimpanan pada hari ke-2 dan 4.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa substrat antimikroba dari Lactobacillus fermentum 2B4 mempunyai daya hambat yang baik terhadap pertumbuhan mikroba terutama E. coli. Aktivitas substrat antimikroba mulai menghambat E. coli pada konsentrasi 50%.

(13)

ABSTRACT

Application of Substrat Antimicrobial From Lactid Acid Bacteria as Biopreservative on Beef Bakso at Low Temperature

Paramitasari, D., H. Nuraini and I. I. Arief

Meetball (bakso) is a popular meat product in Indonesia. As other meat products, beef bakso has short shelf life at ambient temperature. The objective of this research were observed the effect of antimicrobial substrat as natural preservative on beef bakso at low temperature., which was isolated from Lactobacillus fermentum 2B4. The complete randomize design two factors was used to analyzed the effect of antimicrobial substrat to physical quality of beef bakso. Beef bakso with antimicrobial substrat 50% at 2 and 4 days preservation showed strong activity in inhibit growth of E. coli populations (P<0.05)

Key word: beef, meat ball, substrat antimicrobials, microbiologic quality

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 18 Mei 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sucipto dan Ibu Tutik Murya.

Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Mojotengah I. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Kedamean dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2004 di SMU Darul Ulum Jombang. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan IPB, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) dan aktif di beberapa kepanitiaan.

(15)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi ini di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Daging merupakan salah satu hasil ternak yang bernilai gizi tinggi, sekaligus media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, salah satu cara untuk mencegah agar daging tidak rusak adalah dengan cara pengolahan. Salah satu jenis pengolahan daging yang umum sekarang ini adalah bakso. Bakso dalam penelitian ini ditambahkan dengan substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri asam laktat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa bakso yang ditambahkan dengan substrat antimikroba ini mempunyai daya simpan yang lebih lama.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun demikian semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Pebruari 2009

(16)

DAFTAR ISI

Sodium tripolifosfat (STPP) ... 6

Mikrobiologi Daging... 6

(17)

Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) ... 15

Plate Count Agar (PCA)... 15

Vogel Johnson Agar (VJA) ... 15

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi ... 16

Rancangan Percobaan ... 17

Perlakuan ... 17

Peubah yang diamati ... 18

Uji Kualitas Fisik Substrat Antimikroba... 18

Total Asam Tertitrasi... 18

Nilai pH Substrat Antimikroba ... 18

Uji Kualitas Fisik Daging Sapi ... 18

Nilai pH Daging Sapi ... 18

Daya Mengikat air ... 19

Uji Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi ... 19

Perhitungan Total mikroba ... 19

Perhitungan Escherichia coli... 20

Perhitungan Staphylococcus aureus ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Nilai Kualitas Fisik Substrat Antimikroba... 21

Nilai Kualitas Fisik Daging Segar... 22

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi... 23

Nilai pH Bakso Daging Sapi ... 23

Uji Mikrobiologi Bakso Daging Sapi... ... 25

Jumlah Populasi Awal Total Mikroba, E. coli dan S. aureus... 25

Pengaruh Perlakuan pada Jumlah Total mikroba ... 26

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan E. coli... 28

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan S. aureus... 30

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995... 3

2. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging ... 7

3. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi Substrat Antimikroba ... 21

4. Nilai pH dan Daya Mengikat Air Daging Segar ... 22

5. Aplikasi Substrat Antimikroba terhadap Nilai pH pada Bakso Daging Sapi... 24

6. Total mikroba, E. coli dan S . aureus terhadap Bakso Daging Sapi tanpa Penambahan Substrat Antimikroba... 25

7. Pengaruh Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Total mikroba... 27

8. Pengaruh Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Pertumbuhan E. coli... 28

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pengaruh pH terhadap Daya Mengikat Air ... 13 2. Tahapan Aplikasi Penggunaan Substrat Antimikroba pada Bakso

Daging Sapi ... 16 3. Histogram Substrat Antimikroba terhadap Total mikroba selama

Penyimpanan ... 28 4. Histogram Substrat Antimikroba terhadap E. coli selama

Penyimpanan ... 29 5. Histogram Substrat Antimikroba terhadap S. aureus selama

Penyimpanan ... 31

(20)

Nomor Halaman

1. Analisis Keragaman pH pada Bakso Daging Sapi ... 39

2. Uji Lanjut Tukey pH pada Bakso Daging Sapi terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba ... 39

3. Analisis Keragaman Total mikrobapada Bakso daging Sapi ... 39

4. Analisis Keragaman E. coli pada Bakso daging Sapi... 40

5. Analisis Keragaman S. aureus pada Bakso daging Sapi... 40

6. Uji Lanjut Tukey S. aureus terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba ... 40

7. Uji Lanjut Tukey S. aureus terhadap Konsentrasi Substrat Antimikroba pada Lama Simpan ... 40

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso merupakan salah satu produk pangan hasil pengolahan daging yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia dan relatif murah. Pengolahan daging memiliki banyak nilai tambah, antara lain memperpanjang umur simpan, mudah dikonsumsi serta mempunyai rasa dan aroma yang dapat disesuaikan. Bakso yang banyak dikonsumsi adalah jenis bakso daging sapi. Salah satu cara yang umum digunakan oleh produsen bakso untuk memperpanjang daya awet produknya adalah dengan penambahan bahan pengawet. Masyarakat saat ini lebih menyukai penggunaan pengawet alami karena pertimbangan faktor keamanan pangan.

Ada beberapa bahan pengawet yang mempunyai sifat antimikroba dan telah dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu lama tanpa efek yang merugikan kesehatan manusia. Senyawa tersebut merupakan komponen alami yang disebut biopreservatif, yang berasal dari bahan pangan hewani maupun bahan pangan nabati. Diantara senyawa-senyawa tersebut adalah metabolit antimikroba dari bakteri asam laktat (BAL) yang biasa digunakan untuk menghasilkan makanan fermentasi. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida dan hasil metabolisme lain yang dapat memberikan pengaruh positif bagi yang mengkonsumsi. Substrat antimikroba telah umum digunakan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri gram positif sehingga dapat meningkatkan keamanan dan daya tahan makanan. Substrat antimikroba juga digunakan sebagai biopreservatif baik pada pakan maupun bahan pangan karena kemampuannya menghambat bakteri perusak dan patogen, juga karena tidak adanya residu yang menimbulkan efek negatif.

(22)

laktat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus fermentum 2B4. Lactobacillus fermentum bersifat heterofermentatif yang memiliki ciri-ciri yaitu menghasilkan asam laktat sebesar 50% dari glukosa, menghasilkan CO2 dan etanol, tidak mempunyai enzim aldolase, mempunyai fosfoketolase, berbentuk panjang dan pendek (Surono, 2004).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba yang diisolasi dari Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai pengawet alami pada bakso daging sapi yang disimpan pada suhu dingin.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging sapi menurut Standar Nasional Indonesia 01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka sapi, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat waktu dipotong. Daging segar adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah mengalami proses pemotongan tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya (Aberle et al., 2001). Secara umum daging terbentuk dari beberapa unsur pokok seperti air, protein, lemak dan abu. Komposisi ini tergantung dari jenis ternak, kondisi ternak, jenis potongan karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan cara pengepakan. Komponen terbesar dari daging sapi adalah air (65%-80%) kemudian protein yang merupakan komponen terbesar dari berat kering (16%-22%), lemak (1,3%-13%), karbohidrat (0,5%-1,3%) dan mineral (1%) (Winarno,1997).

Bakso

Menurut SNI 01-3818-1995 bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan syarat mutu bakso daging sapi.

Tabel 1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

(24)

serta lemusir (Purnomo, 1990). Bakso mempunyai kandungan nutrisi cukup baik karena terbuat dari daging sapi yang kadar proteinnya 20-22% dan kadar lemak 4,8% (Varnam dan Sutherland, 1995).

Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan. Pada proses penggilingan daging, perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan pada proses penggilingan, karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan emulsi adalah di bawah 20oC. Suhu diatas 20oC menyebabkan denaturasi protein sehingga emulsi akan pecah. Pembentukan dalam adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin pencetak bakso. Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak terpisah dari sistim emulsi. Hal ini disebabkan lemak mengembang dan protein mengkerut secara mendadak sehingga matrik protein pecah dan lemak keluar dari campuran (Anshori, 2002). Menurut Sinaga (1988), bakso yang dijual di pasar lebih banyak mengandung mikroba koliform dibandingkan dengan bakso yang dijual di supermarket. Bakteri koliform didefinisikan sebagai semua bakteri basili Gram negatif baik aerobik maupun aerobik fakultatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan laktosa menghasilkan gas pada suhu 35oC selama 48 jam (Benwart, 1989).

Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk membuat bakso. Menurut Sunarlim (1992) bahan pengisi yang digunakan pada produksi emulsi daging bertujuan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris, memperbaiki flavor dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi dan protein yang rendah. Hal ini menyebabkan bahan pengisi memiliki kemampuan mengikat air yang baik, tetapi tidak dapat mengelmusikan lemak.Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Kandungan komposisi kimia tepung tapioka terdiri atas kadar air 13,12%, kadar protein 0,13%, kadar lemak 0,04%, kadar abu 0,16% dan kadar karbohidrat 86,55% (Pandisurya, 1983).

(25)

Es Batu

Menurut SNI 01-3839-1995 es batu adalah massa padat yang merupakan hasil pembekuan air minum. Es batu merupakan air yang berada dalam fase padat (kristal) yang diperoleh dari hasil pendinginan dan pembekuan air. Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul H2O (HOH) yang tersusun sedemikian rupa sehingga 1 atom H terletak di satu sisi antara sepasang atom oksigen molekul-molekul air lainnnya. Tujuan penambahan es batu atau air es dalam pembentukan emulsi daging diantaranya adalah 1) memudahkan ekstraksi protein serabut otot , 2) melarutkan dan menyebarkan garam secara merata pada seluruh bagian massa adonan, 3) mempertahankan suhu adonan supaya tetap rendah akibat pemanasan mekanis, 4) membantu pembentukan emulsi (Kramlich et al.,1973). Makin banyak es yang ditambahkan ke dalam adonan maka semakin tinggi kadar air bakso dan penambahan es berpengaruh juga pada tekstur bakso yang dihasilkan (Purnomo, 1990).

Garam (NaCl)

Garam digunakan sebagai bahan pembuatan bakso. Garam berfungsi sebagai pemberi citarasa, mengekstraksi miofibrial dan untuk meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat mikroorganisme pembusuk (Cross dan Overby, 1998). Menurut Ockerman (1983), garam yang ditambahkan pada daging dapat mengakibatkan semakin tinggi daya mengikat air (DMA). Hal ini disebabkan garam dapat memperluas ruang antar filamen dalam protein miofibril sehingga terjadi pengembangan diameter miofibril. Ion yang berperan adalah ion CI-, kemudian ion CI- akan berikatan dengan filamen bermuatan positif dan menyebabkan filamen protein bermuatan negatif, sehingga penolakan antar filamen menjadi lebih luas dan air yang tertahan menjadi lebih banyak sehingga daya mengikat air meningkat. Pemberian garam sebaiknya dilakukan secepat mungkin ketika daging masih segar dan belum mengalami proses rigor, pada keadaan tersebut pH masih di atas 5,5 sehingga ikatan aktomiosin belum terbentuk dan aktin maupun miosin mudah diekstraksi (Sunarlim, 1992).

(26)

Sodium Tripolifosfat (STPP)

Sodium Tripolifosfat (STPP) merupakan tipe fosfat yang umum digunakan dalam pengolahan daging karena cukup aktif dan harganya murah. Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5% (Cross dan Overby, 1998). STPP memiliki fungsi untuk meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi dan kemampuan emulsi. Jika nilai pH semakin mendekati titik isoelekterik protein, maka daya mengikat air akan makin rendah. Penambahan STPP dapat meningkatkan pH sehingga akan diperoleh daya mengikat air yang semakin tinggi (Ockerman, 1983).

Mikrobiologi Daging

Jumlah dan jenis mikroorganisme dapat menentukan mutu mikrobiologi yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah mikroorganisme patogenik yang terdapat didalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanan (Buckle et al., 1987).

Mikroorganisme yang hidup di dalam permukaan daging adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Streptococcus, Sarcina, Leuconostoc, Lactobacillus,

Flavobacterium, Proteus, Bacillus, Clostridium, Eschericia, dan Salmonella (Frazier et al., 1988). Mikroorganisme yang mengkontaminasi pangan yang bersumber dari pekerja antara lain Salmonella, Shigella, Eschericia coli, Bacillus protetus, Staphylococcus albus, dan Staphylococcus aureus (Lawrie, 1979).

Lawrie (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging dibagi dua kelompok, yaitu: (1) faktor intrinsik antara lain nilai nutrisi daging, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat dan (2) faktor ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif, oksigen dan kondisi daging. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 yang mensyaratkan batas maksimum cemaran mikroba seperti tercantum pada Tabel 2.

(27)

Tabel 2. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/gr) Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram

(**) dalam satuan kualitatif

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1987). Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroba perusak atau pembusuk karena : (1) mempunyai kadar air yang tinggi (68 – 75 %); (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen (asam amino); (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan (gula); (4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme (unsur-unsur C, O, N, P, S dan unsur-unsur makro serta mikro seperti Mg, Ca, Fe, Co dan Cu) dan (5) mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme yaitu 5,3 – 6,5 (Soeparno, 1998).

Aktivitas mikroorganisme juga dipengaruhi oleh kondisi fisik daging, seperti besar kecilnya karkas, potongan karkas atau daging, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan pengolahan. Penggilingan daging akan memperbesar kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (Forest et al., 1975), karena area permukaan menjadi lebih besar, nutrient dan air lebih siap tersedia, penetrasi dan pemanfaatan oksigen akan lebih besar, kontak dengan alat yang menjadi sumber kontaminasi dan distribusi mikroorganisme yang lebih merata ke seluruh bagian daging selama pengolahan (Soeparno, 1998).

(28)

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat baik sebagai satu-satunya produk maupun sebagai produk utama disamping produk lain pada metabolisme karbohidrat (Surono, 2004). Bakteri ini termasuk dalam bakteri Gram positif yang pada umumnya tidak berspora yang berbentuk batang atau basil maupun kokus, tidak memiliki sitokrom yang bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O2 (Salminen, 1998).

Menurut Pelczar dan Chan (1986) bakteri asam laktat diklasifikasikan berdasarkan morfologi, cara fermentasi glukosa, suhu pertumbuhan yang berbeda, bentuk produksi asam laktat yang dihasilkan, kemampuannya untuk tumbuh pada konsentrasi garam yang tinggi serta ketahanannya terhadap asam dan alkali yang berbeda-beda. Bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan zat yang dihasilkan yaitu heterofermentatif dan homofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif contohnya adalah Streptococcus, Pediococcus, Lactococcus, Enterecoccus dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri heterofermentatif misalnya Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri heterofermentatif menghasilkan kira-kira 50% asam laktat dari glukosa, menghasilkan CO2 dan etanol, tidak mempunyai enzim aldolase, mempunyai fosfoketolase, berbentuk panjang dan pendek. Bakteri yang bersifat homofermentatif menghasilkan asam laktat sebesar > 85% dari glukosa, tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai fosfoketolase (Surono, 2004).

Peranan bakteri asam laktat dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan daripada merugikan. Bakteri asam laktat yang aktif dalam fermentasi makanan, akan memberikan daya simpan produk yang lebih lama dibandingkan tanpa bakteri asam laktat. Daya simpan produk ini disebabkan oleh asam laktat dan senyawa asam lain yang diproduksi sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Senyawa tersebut disebut juga antimikroba yang dapat menghambat bakteri pembusuk maupun patogen pada makanan (Tahara et al., 1996). Menurut Doores (1993), asam laktat dengan konsentrasi 1-1,25% yang disemprotkan terhadap karkas sapi muda diikuti dengan pengemasan vakum dapat menurunkan jumlah mikroba setelah penyimpanan selama 14 hari pada suhu 2oC. Metode lain dari pengawetan asam laktat adalah pencelupan.

(29)

Jumlah mikroba dari kulit unggas yang telah dicelupkan selama 15 detik pada 19oC dalam 2% pada pH 2,2 turun dari 5,2 menjadi 3,7 log CFU/g (Doores, 1993).

Antimikroba

Antimikroba adalah suatu senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup termasuk struktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme. Berdasarkan perbedaan sensitivitas terhadap mikroba, antimikroba dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu antimikroba berspektrum luas, artinya antimikroba tersebut menghambat sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kelompok kedua yaitu berspektrum sempit, artinya antimikroba tersebut hanya mampu menghambat mikroba tertentu saja (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu:

1.Mengganggu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

2. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

3. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsunagan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

(30)

menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif). 4. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak mutu genetik sehingga menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

Secara umum produksi antimikroba pada bakteri asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya fase pertumbuhan, pH media, suhu inkubasi dan konsentarsi NaCl. Suatu preservatif yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan produk daging harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) tidak mengubah flavor, bau, tekstur bahan makanan, (2) aman bagi konsumen yang efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu, (3) preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat dikenali secara pasti, serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan, (4) kualitas bahan makanan harus tidak merugikan konsumen, dan (5) ekonomis (Soeparno, 1998).

Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida merupakan oksidator dan antibakteri. Fungsi dari hidrogen peroksida sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuannya untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sel mikroba. Kemampuan bakterisidal tergantung pada pH, konsentrasi, suhu, waktu serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tetentu spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap hidrogen peroksida, diikuti denan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap hidrogen peroksida adalah bakteri gram negatif (Branen et al., 1990)

Bakteri Patogen

Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan. Bakteri patogen ini dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan penyebab infeksi. Intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh bakteri patogen yang berkembang di dalam bahan makanan dan menghasilkan toksin, sedangkan infeksi yaitu bakteri yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan. Salah satu penyebab

(31)

pembusukan dan patogen tular makanan yaitu adanya Staphylococcus aureus dan beberapa spesies Bacillus (Buckle et al., 1987).

Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan Gram yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberikan respon berwarna biru jika dilakukan uji pewarnaan Gram sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon berwarna merah (Suriawiria, 2005). Kelompok bakteri Gram positif diantaranya adalah S. aureus sedangkan bakteri Gram negatif diantaranya adalah E. coli dan S. typhimurium.

Komariah et al (1996) melaporkan bahwa daging yang beredar di pasaran baik tradisional maupun supermaket sudah tercemar mikroba yaitu jumlah total mikroba daging di pasar Bogor sebesar 5,74x1010 CFU/g dan untuk pasar Anyar sebesar 2,57x1011 CFU/g, jumlah koliform sebesar 7,9x104 CFU/g, E. coli sebesar 3,0x104 CFU/g dan Salmonella terbukti positif pada daging yang dijual di pasar tradisional. Kualitas daging di supermarket jumlah total mikroba sebesar 3,48x108 CFU/g, jumlah koliform sebesar 7,7x104 CFU/g, E. coli 2,9x104 CFU/g dan Salmonella juga terbukti positif.

Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40oC dengan suhu optimum 37oC. Nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5. Escherichia coli disebut juga koliform fekal karena ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992).

Escherichia coli ditemukan dalam usus manusia dan hewan. Beberapa galur merupakan patogen terhadap manusia dan hewan yang terlibat dalam penyakit yang menular melalui makanan (Ray, 1996).

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk kokus dengan penataan berpasangan dan bergerombol. Mikroba ini bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili non motil, tidak membentuk spora dan fermentatif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri ini

(32)

mempunyai beberapa galur yang membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. S. aureus membutuhkan aw optimal 0,990-0,995 dan memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-38oC (Jay, 2000).

Sifat Fisik Daging

Nilai pH Daging

Nilai pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang terdisioasi dalam larutan. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman dari suatu produk, semakin rendah pH maka keasaman dari suatu produk, akan semakin tinggi (Frobisher et al., 1974). Nilai pH daging tidak dapat diukur segera setelah pemotongan (biasanya dalam waktu 45 menit) untuk mengetahui penurunan pH awal. Pengukuran selanjutnya biasanya dilakukan setidak-tidaknya 24 jam untuk mengetahui pH akhir dari daging/karkas (Soeparno, 1998). Perubahan pH sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan. Nilai pH akhir yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh yang berarti dalam mutu daging. Daging dengan pH normal sekitar 5,5 menyebabkan daging berwarna merah muda yang cerah yang disukai oleh konsumen, flavor yang lebih disukai dan stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan akibat mikroorganisme (Buckle et al., 1987).

Nilai pH daging yang tinggi (diatas pH normal) menyebabkan struktur daging menjadi padat dengan warna merah sampai ungu tua, rasanya kurang enak dan merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan pH daging yang rendah (dibawah pH normal) menyebabkan daging menjadi basah dan pucat serta memiliki tekstur yang lunak (Aberle et al., 2001).

Daya Mengikat Air

Daya mengikat air oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Pengaruh luar tersebut meliputi pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1998). Daya mengikat air juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas bakso yang dihasilkan. Daya mengikat air dapat mempengaruhi tekstur, juiceness, susut masak dan rendemen bakso (Sunarlim,1992).

(33)

4,5 5,0 5,5 6,0 pH daging

Gambar 1. Pengaruh pH terhadap Daya Mengikat Air

Menurut Soeparno (1998), daya mengikat air dipengaruhi oleh pH. Daya mengikat air rendah pada pH titik isoelektrik protein yaitu antara 5-5,1. Daya mengikat air akan meningkat pada pH yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging.

Pertumbuhan Bakteri

Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan dapat ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang bersifat patogenik yang terdapat di dalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung dengan bahan pangan dan kondisi penyimpanannya. Kurva pertumbuhan merupakan gambaran dari pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga terhenti mengadakan kegiatan. Secara umum pertumbuhan bakteri pada daging dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu : 1) fase lag, 2) fase pertumbuhan logaritmik (fase eksponensial), 3) fase konstan (Stationary), dan 5) fase pertumbuhan yang menurun atau fase kematian. Pertumbuhan mikroba pada daging menyebabkan kerusakan daging yang luas sebelum penyimpanan (Buckle et al., 1987).

Daya Mengikat Air

(34)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak pada bulan November 2007 sampai bulan Mei 2008.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi (diambil dari Rumah Potong Hewan Dinas Peternakan Kota Bogor), bawang putih, lada, garam, Sodium tripolifosfat (STPP), es batu dan tepung tapioka. Media yang digunakan adalah), de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B), yeast ekstrak, Eosin Methyl Blue agar (EMBA), Plate Count Agar (PCA), kalium tellurit 1%, NaCl fisiologis dan aquades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet volumetrik, pipet 5 ml, mikropipet, tabung reaksi, inkubator, pH meter, ose, kertas saring, jangka sorong, penggaris, autoclaf, bunsen, aluminium foil, oven, tabung ependorf, termometer bimetal, Sentrifuge dan refrigerator.

Metode

Produksi Antimikroba

(35)

Pembuatan Bakso Daging Sapi

Bakso dibuat dengan menggunakan daging sapi sebanyak 100 gram yang digiling dengan menggunakan food cutter hingga hancur. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung tapioka 20%, STPP 1%, garam 3,2%, lada 0,5%, bawang putih 1% dan es batu secukupnya. Bahan-bahan yang sudah dicampur tersebut dicetak menjadi bulatan-bulatan kemudian bulatan-bulatan bakso dimasukkan ke dalam air hangat, setelah mulai mengembang bakso direbus hingga matang selama + 10-15 menit.

Persiapan Media Pertumbuhan Bakteri

Eosin Methylen BlueAgar (EMBA)

Eosin Methylen BlueAgar (EMBA) merupakan media tumbuh yang digunakan untuk menghitung jumlah E.coli yang terdapat pada bakso daging sapi. Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Eosin Methylen BlueAgar (EMBA) sebanyak 36 gram dalam satu liter aquades dan dipanaskan di atas kompor. Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Plate Count Agar (PCA)

Plate Count Agar (PCA) merupakan media tumbuh yang digunakan untuk menghitung jumlah total bakteri yang terdapat pada bakso daging. Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Plate Count Agar (PCA) sebanyak 23,5 gram dalam satu liter aquades dan dipanaskan di atas kompor. Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Vogel Johnson Agar (VJA)

Vogel Johnson Agar (VJA) merupakan media umbuh yang digunakan untuk menghitung jumlah Staphylococcus aureus yang terdapat pada bakso daging. Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Vogel Johnson Agar (VJA) sebanyak 60 gram dalam satu liter aquades dan dipanaskan di atas kompor. Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media yang sudah steril ditambahkan dengan kalium tellurit 1% yang sudah disterilkan sebanyak 20 ml.

(36)

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi

Bakso daging sapi sebanyak 100 gram dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam 6 kantong plastik (HDPE) yang steril masing-masing 16,7 g, masing-masing plastik ditambahkan substrat antimikroba sebanyak 10 ml. Konsentrasi yang digunakan adalah 50% antimikroba dan 50% aquades steril serta 100% substrat antimikroba. Kantong plastik diikat dan bakso daging sapi terendam selama 30 menit. Setelah 30 menit masing-masing bakso daging diangkat dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril kemudian bakso daging tersebut disimpan ke dalam refrigerator kemudian dilakukan pengujian yaitu meliputi Total mikroba, E. coli dan S. aureus dengan selang waktu 2 dan 4 hari. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Aplikasi Penggunaan Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi

Bakso daging direndam dengan substrat antimikroba selama 30 menit pada konsentrasi 50% dan 100% dengan plastik steril, sebagai kontrol: Bakso daging tidak direndam ke dalam substrat antimikroba

Penyimpanan pada refrigerator bersuhu 4-7ºC

Bakso Daging

Pengamatan dilakukan pada hari ke- 2 dan 4

(37)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah substrat antomikroba dengan konsentrasi 0%, 50% dan 100%. Faktor kedua adalah lama penyimpanan yaitu 2 dan 4 hari pada suhu dingin (4-7oC). Untuk perlakuan kontrol digunakan bakso yang tidak diberi substrat antimikroba.

Model statistik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1995) adalah sebagai berikut: Yijk = µ + i + j + ( ) ij + ε ijk

Keterangan:

Yijk = respon pengaruh lama penambahan substrat antimikroba ke-i dan lama penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k

µ = nilai tengah populasi

i = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1) j = pengaruh lama penyimpanan ke-j (faktor 2)

( ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2

ε ijk = galat percobaan pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i, pengaruh lama penyimpanan ke-j dan ulangan ke-k

i = konsentrasi 0% (kontrol), 50% dan 100% k = ulangan (1, 2 dan 3)

Untuk menganalisis data hasil penelitian ini digunakan Minitab 13. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkannya nilai yang berbeda nyata pada taraf perlakuan. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995).

Perlakuan

Perlakuan pada penelitian ini adalah perendaman substrat antimikroba dengan taraf sebagai berikut:

Perlakuan 1 : sebagai kontrol adalah bakso yang tidak mendapat perlakuan perendaman substrat antimikroba

Perlakuan 2 : 50% Substrat antimikroba + 50% aquadest steril Perlakuan 3 : 100% Substrat antimikroba

(38)

Bakso daging sapi yang mendapat perlakuan tersebut disimpan selama 4 hari dengan pengamatan pada hari ke 2 dan 4.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah uji kualitas daging (nilai pH dan daya mengikat air), uji kualitas substrat antimikroba (nilai pH dan Total asam tertitrasi), nilai pH pada bakso daging sapi yang diberi substrat antimikroba dan uji kualitas mikrobiologi bakso daging sapi (perhitungan Total mikroba, S. aureus dan E. coli).

Uji Kualitas Fisik Substrat Antimikroba

Total Asam Tertitrasi (DSN, 1992)

Substrat antimikroba sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilasi. Sampel yang sudah diencerkan sebanyak 5 ml dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes fenolftalein 1%. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Total asam tertitrasi diasumsikan sebagai total asam laktat.

ml 0,1 N NaOH X 0,009 X 100 Total asam laktat (%) =

ml sampel

Nilai pH Substrat Antimikroba (DSN, 1992)

Nilai pH dapat diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi pada pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan pH meter ke dalam substrat antimikroba hingga batas yang ditunjukkan pada pH meter dan didapatkan angka pada pH meter yang menunjukkan besarnya pH substrat antimikroba.

Uji Kualitas Fisik Daging Sapi

Nilai pH Daging Sapi (DSN, 1992)

Nilai pH daging dapat diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi pada pH 7 dan pH 4. Sampel daging sebanyak 100 g disiapkan, kemudian pH meter ditusukkan ke dalam daging hingga batas yang

(39)

ditunjukkan pada pH meter dan didapatkan angka pada pH meter yang menunjukkan besarnya nilai pH daging.

Daya Mengikat Air (Hamm, 1972 dalam Soeparno, 1998)

Daya mengikat air daging deangan cara menghitung jumlah mgH2O pada

Kemudian dikonversikan ke dalam persentase air bebas dengan rumus sebagai berikut: Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi pada pH 7 dan pH 4. Sampel bakso daging sebanyak 100 g disiapkan dan dihancurkan, kemudian pH meter dimasukan ke dalam bakso daging sapi hingga batas yang ditunjukkan pada pH meter dan didapatkan angka pada pH meter yang menunjukkan besarnya nilai pH daging.

Uji Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi

Perhitungan Total mikroba (APHA, 1992)

Bakso daging sebanyak 5 g digiling kemudian dilarutkan ke dalam 90 ml NaCl fisiologis sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh (P-1). Sampel yang telah diencerkan dipipet secara aseptik untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 -7

. Kemudian sebanyak masing-masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P-2 sampai P-7) dipupukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media Plate Count Agar (PCA). Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni yang

(40)

tumbuh dihitung sebagai jumlah total mikroba pada sampel bakso daging. Cara penghitungan koloni adalah sebagai berikut :

∑ Total Mikroba= rata-rata ∑ koloni x faktor pengencer

Perhitungan E. coli (APHA, 1992)

Bakso daging sebanyak 5 g digiling kemudian dilarutkan ke dalam 90 ml NaCl fisiologis sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh (P-1). Sampel yang telah diencerkan dipipet secara aseptik untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 -5

. Kemudian sebanyak masing-masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P-2 sampai P-5) dipupukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) padat, kemudian diratakan dengan hockey stick steril. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24-48 jam, Koloni yang tumbuh dihitung sebagai jumlah E. coli pada sampel bakso daging. Cara penghitungan koloni:

E. coli = rata-rata ∑ koloni x faktor pengencer

Perhitungan Staphylococcus aureus (APHA, 1992)

Bakso daging sebanyak 5 g digiling kemudian dilarutkan ke dalam 90 ml NaCl fisiologis sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh (P-1). Sampel yang telah diencerkan dipipet secara aseptik untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 -5

. Kemudian sebanyak masing-masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P-2 sampai P-5) dipupukkan ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangi dengan media Vogel Johnson Agar (VJA) yang ditambah dengan kalium tellurit 1%.lebih kurang 12 ml dan dihomogenkan dengan cara cawan diputar membentuk angka 8. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24-48 jam, Koloni Staphylococcus aureus berwarna hitam dikelilingi kuning. Cara penghitungan koloni:

Staphylococcus aureus = rata-rata ∑ koloni x faktor pengencer

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Kualitas Fisik Substrat Antimikroba

Hasil pengujian kualitas fisik substrat antimikroba disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3.Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi Substrat Antimkroba

Peubah Nilai

pH 4,3

Total Asam Tertitrasi (%) 0,27

Substrat antimikroba yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil penyaringan dari bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus fermentum 2B4 (Widiasih, 2008). Menurut Surono (2004) Lactobacillus fermentum merupakan salah satu bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif yaitu bakteri yang melibatkan jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase dalam metabolisme. Bakteri ini berbentuk batang panjang dan pendek dengan karakteristik menghasilkan kira-kira 50% asam laktat dari glukosa. Selain itu, bakteri ini juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat, senyawa citarasa dan manitol serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase.

Nilai pH pada substrat antimikroba yaitu 4,3. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa nilai pH yang dihasilkan oleh substrat antimiroba memiliki tingkat asam yang tinggi, tidak berbeda jauh dengan penelitian Widiasih (2008) yaitu 4,1. Keasaman pada substrat antimikroba disebabkan adanya bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk memetabolisme glikogen menjadi asam laktat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Varnam dan Sutherland (1995) yang menyatakan bahwa pembentukan asam laktat tergantung pada tingkat aktivitas antimikroba yang digunakan. Jumlah asam laktat yang terbentuk dipengaruhi oleh jumlah karbohidrat yang tersedia, semakin tinggi jumlah karbohidrat maka asam laktat yang terbentuk akan semakin banyak (Hui et al., 2001)

(42)

total asam tertitrasi dan pH pada bahan pangan akan mempengaruhi kualitas bahan pangan tersebut. Nilai pH dan total asam tertitrasi dipengaruhi oleh asam laktat dan asam organik sebagai hasil metabolisme starter terhadap karbohidrat daging. Nilai total asam tertitrasi (TAT) biasanya berbanding terbalik dengan nilai pH, semakin tinggi nilai total asam tertitrasi maka semakin rendah nilai pH atau sebaliknya.

Nilai total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 3 yaitu 0,27%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Widiasih (2008) yaitu 0,33%. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan kecepatan sentrifugasi, pada penelitian Widiasih (2008) proses sentrifugasi yaitu 10000 rpm selama 20 menit. Pada penelitian ini hanya menggunakan kecepatan sentrifugasi 6000 rpm selama 20 menit, hal ini menunjukkan bahwa asam-asam organik dapat diekstraksi lebih banyak pada kecepatan sentrifugasi 10000 rpm.

Nilai Kualitas Daging segar

Penilaian kualitas fisik daging segar ini meliputi pH, daya mengikat air dan total mikroba daging segar. Nilai pH merupakan nilai penting dalam menentukan kualitas daging maupun produk olahannya. Nilai pH daging tidak dapat diukur segera setelah pemotongan (biasanya dalam waktu 45 menit) untuk mengetahui penurunan pH awal. Pengukuran biasanya dilakukan setidak-tidaknya 24 jam untuk mengetahui pH akhir dari daging atau karkas (Soeparno, 1998). Hasil penilaian kualitas daging segar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penilaian Kualitas pada Daging Segar

Peubah Nilai

Nilai pH daging 5,6 ± 1,1

Persentase Air Bebas (%) 18,7 ± 3,7

Total mikroba (log cfu/g) 7,1 ± 1,1

Besarnya nilai pH dapat digunakan untuk menentukan suatu produk daging bersifat asam, netral dan basa. Nilai pH normal pada daging segar menurut SNI 01-3947-1995 yaitu 5,3-5,8. Pada penelitian ini nilai pH yang dihasilkan yaitu 5,6 + 1,1. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor yang dapat mempengaruhi laju dan besarnya penurunan nilai pH post mortem yaitu faktor intrinsik yang meliputi spesies, tipe otot dan glikogen otot. Sedangkan faktor ekstrinsik antara lain suhu lingkungan, perlakuan dan stres sebelum pemotongan (Soeparno, 1998).

(43)

Pengukuran daya mengikat air dilakukan dengan pengukuran area basah yang dihasilkan ketika daging ditekan dengan beban tertentu. Area basah terbentuk karena adanya pelepasan H2O dari daging. Nilai daya mengikat air dihitung berdasarkan persentase H2O yang keluar dari daging. Semakin kecil persentase H2O maka daya mengikat air semakin besar. Persentase air bebas dari daging segar yang digunakan untuk penelitian adalah 18,7±3,7%, maka daging segar pada penelitian ini mempunyai daya mengikat air yang cukup besar. Besarnya nilai daya mengikat air dapat dipengaruhi perlakuan pada saat pemotongan dan metode pemasakan. Nilai daya mengikat air sangat rendah juga dapat disebabkan adanya penurunan pH pada titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat akses muatan positif yang

mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberikan lebih banyak ruang untuk molekul-molekul air.

Nilai total mikroba daging segar pada penelitian ini di atas standar yang ditetapkan SNI. Banyaknya mikroba pada daging disebabkan oleh tempat pemotongan daging kurang higienis dan disebabkan adanya kontaminasi juga dapat berasal tanah disekitarnya, kulit (kotoran pada kulit), isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang digunakan selama proses pemotongan, kotoran, udara dan pekerja (Soeparno, 1998).

Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi

Nilai pH Bakso Daging

Salah satu cara untuk memperpanjang daya simpan suatu produk daging adalah dengan cara daging tersebut diolah menjadi bakso. Bakso daging tersebut juga dapat menggunakan bahan pengawet seperti pemberian substrat antimikroba. Hasil penggunaan substrat antimikroba terhadap nilai pH bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 5.

(44)

Tabel 5. Pengaruh Substrat Antimikroba terhadap Nilai pH Bakso Daging Sapi Keterangan: Huruf superskript yang beda pada baris yang sama memiliki perbedaan yang

nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 5 didapatkan bahwa nilai pH bakso daging dipengaruhi (P<0,05) oleh pemberian substrat antimikroba, semakin besar konsentrasi substrat antimikroba maka semakin rendah nilai pH. Hal ini disebabkan substrat antimikroba mengandung asam organik, diasetil dan menghasilkan H2O2. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari turunnya nilai pH dan juga bentuk tidak terdisosiasi dari molekul asam organik. Sebagaimana diketahui bahwa pH eksternal yang rendah mengakibatkan asidifikasi sel sitoplasma, sementara asam yang tidak terdisosiasi akan melumpuhkan elektrokimia proton gradient atau dengan mengubah permeabilitas sel membran yang akan mengganggu sistem transport substrat. Sedangkan H2O2 bertindak sebagai prekursor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal sperti senyawa radikal superoksida (O2-) dan hidroksil (OH-) yang dapat merusak DNA (Surono, 2004).

Nilai pH yang rendah tidak dipegaruhi oleh lamanya penyimpanan karena asam organik tidak mengubah kandungan substrat antimikroba pada bakso daging sapi. Asam organik pada substrat antimikroba dipengaruhi oleh jenis strain dan jumlah asam laktat yang digunakan. Nilai pH yang rendah pada bakso daging sapi dapat mengganggu stabilitas homeostasis dan rusaknya membran sel. Nilai pH yang rendah menyebabkan terjadinya penguraian dan kerusakan membran sel. Asam laktat yang terbentuk akan masuk ke dalam sel bakteri sehingga terjadi pelepasan ion positif dan negatif di dalam sel yang tidak dapat keluar melalui membran sel (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

(45)

Uji Mikrobiologi Bakso Daging Sapi

Jumlah Populasi Awal Total Mikroba, E. coli, dan S. aureus

Jumlah populasi awal total mikroba, E. coli dan S. aureus pada bakso daging sapi tanpa perlakuan penambahan substrat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Total mikroba, E. coli dan S. aureus pada Bakso Daging Sapi

Pada Tabel 6 terlihat bahwa jumlah populasi awal total mikroba, E. coli dan S. aureus melebihi jumlah cemaran mikroba maksimum pada bakso daging sapi menurut SNI 01-3818. Jumlah populasi mikroba awal dari daging yang digunakan untuk membuat bakso sudah cukup tinggi yaitu 7,6±1,1 log cfu/g. Proses perebusan dalam pembuatan bakso tidak mampu menurunkan populasi bakteri dalam bakso daging sapi. Menurut Lawrie (1979) Bakteri yang berasal dari daging segar antara lain Salmonella, Shigella,Escherisia coli, Bacillus proteus, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, Clostridium walchii, Bacillus cereus dan Streptococcus.

Total mikroba pada bakso daging sapi perlakuan kontrol meningkat pada penyimpanan hari ke-2. Hal ini disebabkan mikroba pada bakso daging sapi mengalami fase pertumbuhan awal, dimana pada fase tersebut sel mulai membelah walaupun dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai pada tahap penyesuaian diri (Fardiaz, 1992). Peningkatan total mikroba pada bakso daging sapi disebabkan adanya faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme diantaranya adalah suhu, pH, air, oksigen dan adanya suplai makanan. Pada penyimpanan hari ke-4 total mikroba pada bakso daging sapi mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan mikroba yang terdapat dalam bakso daging sapi mengalami fase pertumbuhan lambat dimana fase ini pertumbuhan populasi diperlambat karena zat nutrisi dalam medium sudah berkurang. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. Banyaknya mikroba

(46)

dalam bakso daging sapi disebabkan bakteri yang ada di dalam tidak hanya berasal dari satu spesies, melainkan dari bermacam-macam spesies, ada yang tahan pada suhu dingin atau suhu panas. Salah satu bakteri yang hidup pada suhu dingin yaitu bakteri psichrophilic seperti Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus (Soeparno, 1994). Clostridium mampu memetabolisme asam-asam amino secara enzimatik (deaminasi oksidatif dan reduktif ) menjadi amonia, asam keton dan asam lemak reaksi ini sering disebut reaksi Sticklard. Bentuk degradasi asam-asam amino yang berupa dekarboksilasi akan menghasilkan CO2 dan amina, misalnya tirosin menjadi tiramin, ornitin menjadi putresin, dan lisin menjadi kadaverin. Enzim bakteri lain dapat memecah tritofan idol, sistein dan metionin menjadi H2S dan merkaptan, konversi arginin menjadi ornitin, CO2 dan amonia dan degradasi dari histidin. Senyawa volatil tersebut juga terbentuk selama proses degradasi asam-asam amino.

Jumlah populasi E. coli pada bakso daging sapi mengalami peningkatan pada penyimpanan H-2 dan H-4. Hal ini dapat disebabkan pH, media dan yang cocok untuk pertumbuhan E. coli.

Jumlah populasi S. aureus pada hari ke-0 sebesar 2,8 log cfu/g. Banyaknya jumlah S. aureus disebabkan dari kontaminasi silang, selain itu juga S. aureus mengalami fase adaptasi dimana S. aureus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah pada fase ini mungkin tetap, tetapi kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya (Fardiaz, 1992). Pada hari ke-2 S. aureus mengalami peningkatan populasi dan jumlah populasi S. aureus mengalami penurunan pada hari ke-4. Penurunan tersebut disebabkan S. aureus mengalami fase menuju kematian dimana pada fase tersebut populasi bakteri mulai menurun yang disebabkan nutrien yang didalam medium dan energi cadangan di dalam sel habis, kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis bakteri.

Pengaruh Perlakuan pada Jumlah Total mikroba

Penilaian kualitas bakso daging sapi salah satunya dapat ditentukan oleh jumlah mikroba yang mengkontaminasinya. Hasil pengamatan aplikasi subtrat antimikroba terhadap total mikroba bakso daging sapi disajikan pada Tabel 7.

(47)

Tabel 7. Pengaruh Substrat Antimikroba terhadap Total Mikroba Bakso Daging Sapi

Perlakuan Lama

Simpan (Hari)

0% 50% 100%

Rataan

(log10 cfu/g)

2 8,9±0,5 7,9±0,8 8,6±0,9 8,5±0,7

4 8,5±0,5 9,0±0,2 8,0±1,5 8,5±0,7

Rataan 8,3±0,5 8,4±0,5 8,3±1,2

Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian substrat antimikroba dan lama simpan tidak mempengaruhi jumlah total mikroba yang terdapat pada bakso. Menurut Fardiaz (1992) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen dan potensi oksidasi reduksi.

Pada penelitian ini jumlah total mikroba pada bakso daging sapi menunjukkan trend yang flukuatif, mungkin dikarenakan kondisi awal daging yang sudah terkontaminasi dan efektifitas substrat antimikroba yang relatif rendah. Pada gambar berikut ditunjukkan perkembangan pertumbuhan mikroba dari bakso daging sapi yang mendapat perlakuan.

Gambar 3. Histogram Aktivitas Substrat Antimikroba terhadap Total Mikroba dengan Lama Simpan 2 dan 4 Hari

(48)

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan E. coli

Keberadaan E. coli merupakan salah satu indikator sanitasi buruk dalam proses produksi pangan. Hasil pengamatan aplikasi subtrat anti mikroba terhadap jumlah E. coli bakso daging sapi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Substrat Antimikroba dan lama simpan terhadap Pertumbuhan E. coli

Perlakuan Lama Simpan

(Hari) 0% 50% 100%

Rataan (log10 cfu/g)

2 3,0±0,0 3,0±0,0 3,0±0,0 3,0±0,0

4 3,2±0,4 3,0±0,0 2,8±0,1 3,0±0,2

Rataan 3,0±0,3 3,0±0,0 2,9±0,1

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli pada bakso daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Pada Gambar 4 diperlihatkan kondisi pertumbuhan E. coli pada bakso penelitian. Gambaran tersebut bahwa pemberian substrat antimikroba mulai menunjukkan daya menghambatnya pada konsentrasi 50% dan proses penghambatan terlihat pada konsentrasi 100% dengan penyimpanan 4 hari.

(49)

Gambar 4. Histogram Aktivitas Substrat Antimikroba terhadap E. coli dengan lama simpan 2 dan 4 hari

E. coli termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif memiliki lapisan membran luar yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida (11-22%). Lipida tersebut membentuk struktur yang khas yang disebut lipopolisakarida (LPS). Fungsi dari LPS adalah sebagai penahan yang berarti bahwa LPS akan menahan enzim yang terletak di luar lapisan peptidoglikan sehingga tidak akan meninggalkan sel, sebagai penahan yang bersifat impermeabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, LPS bersifat toksin yang merupakan bagian dari sel dan hanya dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo, 1992).

Proses penghambatan E. coli juga dipengaruhi oleh pH yang rendah. Nilai pH rendah disebabkan substrat antimikroba dapat menghasilkan diasetil. Diasetil lebih efektif menghambat bakteri Gram negatif dibandingkan dengan Gram positif. Diasetil juga dapat mengintervensi arginin pada Gram negatif, dimana Gram negatif

dapat dihambat oleh 200 µg/ml diasetil, sedangkan bakteri Gram positif memerlukan

300 µg/ml dan E. coli membutuhkan pH optimum 6-7 untuk pertumbuhan (Lay dan

Hastowo, 1992). Hasil dari metabolisme E. coli adalah gas H2 dan CO2, dimanaCO2 memiliki efek antimikroba ganda yang menciptakan kondisi aerobik dan bersifat antibakteri karena menghambat dekarboksilasi enzimatik dan akumulasi CO2 dalam lipid bilayer membran yang akan berakibat terganggunya permeabilitas membran.

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995
Tabel 2. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/gr)
Gambar 1. Pengaruh pH terhadap Daya Mengikat Air
Gambar 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, di dalam makalah ini kami juga melampirkan data perhitungan sesuai dengan yang kami dapatkan dari sumber yang ada yaitu beberapa hasil laporan Tugas

Dapatan kajian tinjauan ini menunjukkan usaha penerapan model MOFPEB ini diterima oleh para pelajar linguistik bahasa Melayu di USM berdasarkan tahap persetujuan

Kurikulum Pendidikan Khas bermatlamat untuk menyediakan ilmu pengetahuan dan kemahiran melalui proses pengajaran dan pembelajaran yang fleksibel untuk memenuhi

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendiskripsikan: 1) Implementasi pendidikan ramah anak di SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta, 2) Upaya untuk

Dengan rahmat dan izin Allah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Berdasarkan Ketinggian di

buku panduan, brosur, leaflet), dan melalui forum sosialisasi langsung (pertemuan, rapat) serta media elektronik lainnya seperti radio. Visi dan Misi Program Pasca Sarjana Magister

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum dari hakim yang tercantum dalam Putusan Nomor dapat diketahui bahwa pertimbangan- pertimbangan hukum dari hakim Pengadilan

Untuk menyelesaikan masalah diatas dibutuhkanlah sebuah sistem yang terintegrasi antara pasien dan dokter sehingga pasien dapat melakukan reservasi secara online dan