ALBERT
SEKO
INSTIT
TH CHRIS
OLAH PA
TUT PERT
BOG
20
STIAN NA
ASCASAR
TANIAN B
GOR
011
ANLOHY
RJANA
BOGOR
Dengan ini, saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Model
Pengembangan Perikanan Pelagis di Perairan Maluku“ adalah benar merupakan karya
saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain, telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini
Bogor Februari 2011
Alberth Christian Nanlohy
NIM C461070011
ALBERTH CHRISTIAN NANLOHY
NIM: C461070011
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
ALBERTH CHRISTIAN, NANLOHY. Development of Fisheries Pelagic Model
in Maluku Waters.
Supervised by MULYONO S. BASKORO, BUDHI H.
ISKANDAR, DOMU SIMBOLON.
Pelagic fish resources are potential enough in Maluku so the development of
fisheries in this area is a strategic effort. Based on this consideration, this research
was conducted. The objective of the research is to establish a conceptual
development of fisheries pelagic model in Maluku waters. The analysis of potential
resource showed that exploitation rate and utilization rate a pelagic fishery in Maluku
water has not been maximum yet. Analysis based on CCRF evaluation criteria
showed that pole and line fishing unit became the main alternative gear for the
development of sustainable and environmentally safety fisheries in spite of pole and
line, surface gill net, and trawler. Analysis of scoring method based on biology,
technic, social and economy showed that pole and line (743.87) got the priority to be
developed followed by pole and line (57.83), surface gill net (16.73) and purse seine
(10.78). Analysis of AHP displayed that optimum allocation of fishing gear included
purse seine (257), beach seine (260), boat lift net (1419), pole and line (1457), troll
line (40940) and surface gillnet (30000). Compared to actual allocation, there will be
a decrease in purse seine (15), beach seine (175) and boat lift net (240).
It was proposed to develop a kite from fiber glass for pole and line fishing boat
as long as 2.75 m, with boat dimension of length 15.26, width 3.64, and height 2.672
m. The pole and line used circle-shaped hook No. 1 (No. 1000-1500). The propose
pole and line boat dimension was l x b x d = 8.50 x 1.85 x 0.72 m using wood or
fiberglass as main material, engine (2 x 15 HP or 1 x 40 HP), carosenne fuel, using
compass and lifejacket. The use of styrofoam in modification of pole and line boat
deck aimed to produce skipjack loin which was an export commodity.
Fishing technology using a kite line pole made method could save exploitation
cost. Modification and construction of pole and line boat that was proposed to be
developed was 20.7 m long, 3.1 m wide, 2.20 m high, using four units of 40 HP
motor boat. Technology design of wings at trawler boat was very helpful in fishing
process.
Analysis of strategic environment (LINSTRA) on fisheries development in
Maluku showed that cooperation between the government, community, and
enterpreneur is required for the successfull policy implementation in the region, to
support the development of fishing gear in Maluku.
Keywords: pelagic fisheries, technology, skipjack loin, winch technology,
conceptual model
ALBERTH CHRISTIAN NANLOHY. Model Pengembangan Perikanan Pelagis di
Perairan Maluku. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO, BUDHI
H.ISKANDAR, DOMU SIMBOLON.
Sumberdaya ikan pelagis cukup potensial di Maluku sehingga pengembangan perikanannya merupakan upaya strategis. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model pengembangan perikanan pelagis dan desain alat tangkap di perairan Maluku.
Metode analisis data untuk menentukan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Maluku dilakukan dengan menggunakan analisis aspek biologi sesuai pendekatan Gordon Schaefer. Metode analisis data untuk mendapatkan jenis armada penangkapan yang mempunyai keragaan ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi dilakukan dengan menggunakan metode skoring. Metode analisis data untuk menyeleksi unit penangkapan ikan tertentu sesuai aspek keberlanjutan dan aspek ramah lingkungan mengacu pada CCRF. Untuk mengkaji jumlah alokasi optimal alat tangkap dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Maluku dilakukan dengan teknik
linear goal programming (LGP). Strategi kebijakan perikanan tangkap di Maluku dirumuskan dengan menggunakan analisis lingkungan strategi (LINSTRA). Metode deskriptif digunakan untuk memodifikasi prototipe alat penangkapan ikan di perairan Maluku. Analisis data untuk menentukan prioritas pengembangan unit penangkapan ikan di perairan Maluku dilakukan dengan menggunakan metode SWOT dan AHP mengacu pada Saaty (1991).
Analisis potensi sumberdaya menunjukkan tingkat pemanfaatan ikan pelagis kecil adalah ikan tembang 86,58%, selar 59,10%, teri 58,61%, layang 56,87 %, kembung 45,72%, komu 23,81%. Tingkat pengupayaan ikan pelagis kecil adalah ikan teri 79,79%, tembang 75,60%, kembung 55,45%, selar 47,01%, komu 54,06%, dan layang 45,50%. Tingkat pemanfaatan ikan tuna 51,10%, tongkol 22,23%, cakalang 13,03%, tenggiri papan 2,12%, layur 2,00%, dan tenggiri 0,88%, dengan tingkat pengupayaan adalah ikan tenggiri 89,98%, layur 30,12%, tongkol 24,16%, tuna 21,69%, tenggiri papan 19,36%, dan cakalang 14,21%.
Hasil analisis berdasarkan kriteria penilaian CCRF
menunjukkan bahwa unit penangkapan pancing tonda menjadi opsi pengembangan
utama disamping huhate, jaring insang permukaan, dan pukat cincin berdasarkan
aspek keberlanjutan dan aspek ramah lingkungan.
yang telah bersedia meninggalkan alat tangkap tersebut.
Diusulkan untuk dikembangkan modifikasi joran pancing dari
fiberglass
pada
kapal huhate dengan panjang 2,75 m sedangkan ukuran panjang kapal 15,26; lebar
3,64; dan tinggi 2,62 meter, sedangkan pancing tonda menggunakan mata kail tipe
kail
circle-shaped
No.1 (Nomor 1000-1500). Kapal pancing tonda yang diusulkan
untuk dikembangkan berukuran (p x l x d = 8,50 x 1,85 x 0,72 m) menggunakan
bahan utama kayu susun atau
fibreglass
, mesin (2 x 15 HP atau 1 x 40 HP), bahan
bakar kerosene, serta menggunakan kompas dan
lift jacket
. Modifikasi penggunaan
bahan
styrofoam
pada palka kapal huhate bertujuan untuk menghasilkan produk
skipjack loin
yang merupakan produk ekspor.
Teknologi penangkapan dengan menggunakan metode layang-layang
mempunyai beberapa kelebihan antara lain: (1) menghemat BBM 30-50%, (2)
konstruksi layang-layang terdiri dari bambu dan plastik dengan ukuran tinggi 1 meter,
lebar 0,75 meter serta diameter bambu 1 cm, (3) biaya eksploitasi kecil. Modifikasi
konstruksi kapal pukat cincin yang diusulkan pengembangannya adalah berukuran
panjang 20,7 meter, lebar 3,1 meter, tinggi geladak 2,20 meter dan tinggi garis muat
0,45 meter, dengan menggunakan tenaga penggerak mesin motor tempel berkekuatan
40 HP sebanyak 4 buah. Modifikasi
winch
pada kapal pukat cincin mempunyai
keuntungan antara lain: (1) membantu nelayan pada saat penarikan jaring sehingga
dapat mempercepat proses operasi penangkapan, (2) lebih efektif.
Perumusan strategi pengembangan perikanan tangkap didasarkan pada
pendekatan analisis lingkungan strategis (LINSTRA) terhadap informasi status
sumberdaya ikan, dan alokasi unit penangkapan. Strategi-SO (2,90) meliputi
pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada kapal ikan,
penerapan CCRF segera dilaksanakan agar sumberdaya tetap lestari, Strategi-ST
(1,85) menerapkan aturan batas penangkapan sesuai dengan fungsi alat tangkap,
menetapkan tempat pemasangan rumpon yang sesuai, memaksimalkan potensi
sumberdaya dan penentuan tempat galangan kapal perikanan pada desa nelayan
produktif, Strategi-WO (1,65) peningkatan investasi dari luar daerah untuk
peningkatan usaha perikanan skala kecil, menyediakan
cold storage
dan pengadaan
teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan, Strategi-WT (1,20) menerapkan
adanya
basic desain
pada armada kapal perikanan yang akan dibangun, modifikasi
alat tangkap, teknologi tepat guna dan menerapkan ukuran mata jaring yang selektif.
Diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha
dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang berlaku di daerah dalam
menunjang pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku.
© Hak cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Judul disertasi : Model Pengembangan Perikanan Pelagis di Perairan Maluku
Nama : Alberth Christian Nanlohy
NIM : C 461070011
Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap.
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro. M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Budhi H. Iskandar. M.Si Dr.Ir. Domu Simbolon. M.Si
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Teknologi Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto. M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah.M,Agr.Sc
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala berkat karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
disertasi ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Doktor pada Program
Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini merupakan hasil penelitian dengan judul “Model Pengembangan
Perikanan Pelagis di Perairan Maluku”.
memberi teladan yang baik kepada penulis. Teman-teman mahasiswa/i PERMAMA
(Persekutuan Mahasiswa Maluku), teman-teman kost Perwira 12 yang selalu
bersama. Ucapan terima kasih yang sama juga kepada teman-teman seangkatan
2007,Yopi Novita, Meliansari, Mohamad Sharial Ramang, Danial Sultan, Karnan,
Joyce Kumaat dan teman-teman lain Yan Manalu, Plagelmo Seran, Chateriin Paulus
yang selalu memberikan dorongan serta motivasi. Terakhir, paling utama dan khusus
secara tulus penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada istriku tersayang
Ellen Pudinaung SE, dan ketiga anak tercinta: Brandon Billy Mario, Benjamin
Frangklin, Denaya Ketsy Nanlohy, serta saudara-saudaraku Renny ,Hilda, Barbalina,
Donny Nanlohy, yang selama ini menjadi sumber inspirasi dan memberi semangat
bagi penulis. Untuk kalian semua inilah persembahan yang tak ternilai dan sekaligus
sebagai motivasi hidup. Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat, pemerintah maupun peneliti yang peduli terhadap pengembangan
perikanan tangkap di Provinsi Maluku. Menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari
kesempurnaan maka penulis berharap agar penelitian lain dapat
menyempurnakannya. Terima kasih.
Bogor, Februari 2011
Penulis dilahirkan di Kota Ambon, Provinsi Maluku pada tanggal 29 Juli
1962 dari pasangan Benonie Nanlohy dan Maria Nitalessy. Penulis adalah anak kedua
dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri I Lateri tahun
1968, tamat tahun 1974, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lateri 1974,
tamat tahun 1977, dan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) tahun 1977, tamat
tahun 1980. Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh pada tahun 1981 pada Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Pattimura Ambon dan tamat pada tahun 1987. Pada Tahun 1991 penulis diangkat
menjadi staf pengajar pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan Universitas Pattimura Ambon. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan studi
Magiter Sains (S2) pada jurusan Ilmu Perairan, Universitas Sam Ratulangi Manado
dan disponsori oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) dengan tesis
berjudul: “Perbandingan Karakterstik Teknis Kapal
Pole and Line
Buatan Bitung dan
Ambon”.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan Doktor (S3) pada Institut
Pertanian Bogor pada jurusan Teknologi Perikanan Tangkap (TPT) dengan bantuan
biaya dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) dengan status tugas belajar.
Disamping sebagai dosen, penulis juga aktif pada Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat Universitas Pattimura, melakukan penelitian di bidang perikanan pada
Lembaga Penelitian Universitas Pattimura, dan Pemerintah Provinsi Maluku.
Pengembangan model teknologi penangkapan ikan terkait dengan sumberdaya
perikanan tangkap khususnya perikanan pelagis di perairan Maluku merupakan
informasi penting dalam pengelolaan sumberdaya. Modifikasi teknologi joran
pancing dari
fibreglass
, modifikasi palka, modifikasi kapal huhate, dan kapal pukat
cincin merupakan modifikasi yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan hasil
tangkapan nelayan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...
v
DAFTAR TABEL ...
viii
DAFTAR GAMBAR ...
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...
xvi
DAFTAR ISTILAH ...
xvii
1 PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar belakang ...
1
1.2 Perumusan masalah ...
11
1.3 Tujuan penelitian ...
13
1.4 Manfaat penelitian ...
13
1.5 Kerangka pemikiran ...
14
2 TINJAUAN PUSTAKA ...
19
2.1 Unit penangkapan ikan ...
19
2.1.1 Alat tangkap ...
19
2.1.1.1 Alat tangkap ikan pelagis kecil ...
20
(1) Pukat cincin (
purse seine
) ...
20
(2) Bagan (
liftnet
) ...
21
(3) Pukat pantai (
beach seine
) ...
22
2.1.1.2 Alat tangkap ikan pelagis besar...
23
(1) Jaring insang permukaan (
drift gillnet
) ...
23
(2) Huhate (
pole and line
) ...
24
(3) Pancing tonda (
troll line
) ...
25
2.1.1.3 Perahu/kapal penangkap ikan ...
27
2.1.1.4 Nelayan ...
29
2.2 Produksi perikanan ...
30
2.3 Pengembangan usaha perikanan tangkap ...
33
2.4 Teknologi penangkapan ikan tepat guna ...
38
2.5
Code of Conduct for Responsible Fisheries
(CCRF) ...
39
2.6 Teori system ...
42
2.7 Analisis SWOT ...
42
2.8
Analytical Hierarchy Process
(AHP) ...
42
2.9
Linear Goal Programming
(LGP) ...
43
2.10 Kondisi umum perairan Maluku ...
44
3. METODOLOGI PENELITIAN ...
51
3.1
Tempat dan waktu penelitian ...
51
3.2 Metode pengumpulan data penelitian ...
52
3.2.1 Pengumpulan data aspek tepat guna ...
53
3.2.2 Pengumpulan data aspek penangkapan bertanggung jawab
sesuai CCRF ...
54
3.3 Analisis Data ...
54
3.3.1 Analisis potensi sumberdaya ikan ...
55
3.3.2 Teknologi penangkapan ikan tepat guna ...
57
(1) Aspek biologi ...
58
(2) Aspek teknis . ...
59
(3) Aspek sosial ...
61
(4) Aspek ekonomis ...
62
3.3.3 Analisis aspek berkelanjutan ...
63
3.3.4 Analisis aspek ramah lingkungan ...
64
3.3.5 Alokasi unit penangkapan ikan ...
65
3.3.6 Modifikasi prototipe unit penangkapan ikan ...
68
3.3.7 Strategi pengembangan perikanan tangkap ...
69
3.3.7.1 Analisis SWOT ...
69
3.3.7.2 Analisis hierarki proses (AHP) ...
72
3.3.8 Analisis diskriptif antar faktor-faktor yang berpengaruh
dalam pengembangan perikanan pelagis ...
74
4 HASIL ...
77
4.1 Status pemanfaatan sumberdaya ikan ...
77
4.1.1 Produksi ikan pelagis kecil ...
80
4.1.2 Produksi ikan pelagis besar ...
78
4.1.3 Tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan ...
84
4.2 Teknologi penangkapan tepat guna . ...
85
4.2.1 Penilaian dan standardisasi aspek biologi ...
85
4.2.2 Penilaian dan standardisasi aspek teknis ...
86
4.2.3 Penilaian dan standardisasi aspek sosial ...
87
4.2.4 Penilaian dan standardisasi aspek ekonomi ...
89
4.3 Aspek berkelanjutan ...
90
4.4 Aspek ramah lingkungan ... 92
4.5 Opsi pengembangan unit penangkapan ikan pilihan ... 93
4.6 Alokasi unit penangkapan ikan di perairan Maluku ...
94
4.7 Modifikasi prototipe alat tangkap di perairan Maluku ...
103
4.7.1 Alat tangkap huhate (
pole and line
) ... 103
4.7.1.1 Joran pancing huhate ...
103
4.7.1.2 Kapal huhate ... 105
4.7.1.3 Modifikasi palka kapal huhate yang diusulkan
pengembangannya ...
109
4.7.2 Alat tangkap pancing tonda (
troll line
) ...
111
4.7.2.2 Kapal pancing tonda ...
114
4.7.2.3 Modifikasi
cool box
kapal pancing tonda ...
118
4.7.2.4 Teknologi penangkapan ikan tuna dengan
menggunakan metode “layang-layang” ...
123
4.7.3 Alat tangkap pukat cincin ...
127
4.7.3.1 Kapal pukat cincin ...
127
4.7.3.2 Modifikasi palka kapal pukat cincin ...
132
4.7.3.3 Modifikasi
winch
kapal pukat cincin ...
135
4.8 Strategi pengembangan teknologi perikanan tangkap ...
138
5 PEMBAHASAN ...
151
5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya
di Maluku ... 151
5.2 Teknologi penangkapan tepat guna dan alokasi unit penangkapan
optimum. … ... 157
5.2.1 Seleksi pemilihan teknologi penangkapan berdasarkan
aspek biologi ...
158
5.2.2 Seleksi pemilihan teknologi penangkapan berdasarkan
aspek teknis ...
159
5.2.3 Seleksi pemilihan teknologi penangkapan berdasarkan
aspek sosial ... 161
5.2.4 Seleksi pemilihan teknologi penangkapan berdasarkan
aspek ekonomi ...
162
5.2.5 Seleksi pemilihan teknologi penangkapan ikan
berdasarkan penilaian gabungan aspek biologi, teknis,
sosial dan ekonomi ...
163
5.2.6 Aspek berkelanjutan berdasarkan CCRF ...
165
5.2.7 Aspek ramah lingkungan berdasarkan CCRF ...
167
5.3 Kendala pengembangan perikanan tangkap di Maluku ...
175
5.4 Strategi pengembangan perikanan pelagis di Maluku ... 178
5.4.1 Kriteria dan sasaran pengembangan perikanan pelagis …. 184
5.4.2 Faktor kepentingan pembatas (
limiting factor
)
dalam upaya pengembangan perikanan pelagis
di perairan Maluku ... ... 190
5.5 Kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Maluku………. 206
5.6 Peluang pengembangan perikanan pelagis di Maluku………. 209
5.7 Model konseptual perikanan pelagis di Maluku ………... 220
6 KESIMPULAN DAN SARAN ...
231
6.1 Kesimpulan ...
231
6.2 Saran ...
231
DAFTAR PUSTAKA ...
233
Halaman
1 Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia ...
7
2 Kerangka pemikiran penelitian ...
16
3 Diagram alir penelitian ...
17
4 Kapal pukat cincin (
purse seine
) di Maluku ...
21
5 Bagan rakit (
raft liftnet
) dan bagan perahu (
boat liftnet
). ...
22
6 Alat tangkap pukat pantai (
beach seine
) ...
23
7 Kapal huhate dengan sistem motor tempel (
rurehe
) ...
24
8 Kapal huhate yang beroperasi di perairan Maluku ...
25
9
Kapal pancing tonda yang beroperasi di perairan Maluku ...
26
10 Umpan buatan menyerupai (1) ikan tongkol, (2) ikan layang,
(3) ikan terbang, (4) cumi-cumi ...
27
11 Sistem agribisnis perikanan tangkap ...
38
12 Daerah penangkapan ikan umpan di Kabupaten Pulau Buru, Seram
Bagian Barat, Maluku Tengah dan Kota Ambon ...
46
13 Pusat-pusat perikanan huhate di Provinsi Maluku ...
46
14 Daerah penangkapan kapal huhate di utara Laut Banda dan Laut Seram .
47
15 Pusat-pusat usaha perikanan pancing tonda di Pulau Buru,
Kota Ambon, Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, dan Seram
Bagian Timur ...
48
16 Daerah penangkapan dari unit-unit pancing tonda di Laut Banda dan
Laut Seram ... ...
49
17 Lokasi penelitian
...
51
18 Grafik kurva lestari ikan selar ...
77
19 Grafik kurva lestari ikan layang ...
78
20 Grafik kurva lestari ikan tembang ...
78
21 Grafik kurva lestari ikan teri ...
79
25 Grafik kurva lestari ikan tenggiri ...
81
26 Grafik kurva lestari ikan tenggiri papan ...
82
27 Grafik kurva lestari ikan tongkol ...
82
28 Grafik kurva lestari ikan cakalang ...
83
29 Grafik kurva lestari ikan layur ...
83
30 Joran pancing huhate saat ini ...
104
31 Modifikasi joran pancing yang akan dikembangkan pada kapal huhate
104
32 Desain kapal huhate (pandangan samping) saat ini ...
107
33 Desain kapal huhate (pandangan atas) saat ini ...
34 Kapal huhate (pandangan dari samping) yang akan dikembangkan ...
107
35 Kapal huhate (pandangan atas) yang akan dikembangkan ...
108
36 Desain palka kapal huhate saat ini ...
110
37 Modifikasi palka yang akan dikembangkan pada kapal huhate ...
109
38 Desain pancing tonda yang dioperasikan nelayan saat ini
di perairan Maluku ...
113
39 Modifikasi pancing tonda yang diusulkan untuk dikembangkan
menangkap ikan tuna di perairan Maluku ...
113
40 Desain kapal pancing tonda (pandangan samping) saat ini di Maluku ...
115
41 Desain kapal pancing tonda (pandangan atas) saat ini di Maluku ……… 115
42 Bentuk dan dimensi utama
prototype
kapal tonda sistem
outboard
engine
yang diusulkan untuk dikembangkan ...
117
43 Desain
cool box
kapal pancing tonda ...
118
44 Kerangka
cool box
...
120
45 Penutup dinding palka dengan tripleks ...
122
46 Pemasangan
stryrofoam
...
122
47 Pelapisan
fiberglass
bagian dalam ...
122
48
Coll box
yang sudah siap dipergunakan ...
123
51 Penangkapan ikan tuna saat ini ... 126
52 Desain kapal pukat cincin saat ini ...
129
53 Modifikasi kapal pukat cincin (pandangan dari samping) yang diusulkan
untuk dikembangkan ...
130
54 Modifikasi kapal pukat cincin (pandangan dari atas) yang diusulkan
untuk dikembangkan ...
130
55 Kondisi palka kapal pukat cincin saat ini ...
133
56 Modifikasi palka yang diusulkan pengembangannya pada kapal
pukat cincin ...
133
57 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat
pelingkaran alat tangkap pukat cincin ...
135
58 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat
penarikan tali kolor alat tangkap pukat cincin ... 136
59 Desain
winch
yang dioperasikan pada kapal pukat cincin ... 137
(a) Tampak samping desain
winch
...
137
(b) Tampak atas desain
winch
... 137
60 Struktur hierarki model pengembangan perikanan pelagis di Maluku ... 187
61 Hasil hierarki model pengembangan perikanan pelagis di perairan
Maluku pada setiap kriteria ... 188
62 Posisi kriteria pengembangan pada level kedua (setelah
goal
) pada
aplikasi Progam AHP
. ...189
63
Rasio kepentingan kriteria dalam upaya pengembangan perikanan
pelagis di perairan Maluku (
insconsistency
0,05)... 190
64 Pembatas yang berkepentingan dengan perhatian pada nelayan ... 191
65 Rasio kepentingan pembatas sesuai dengan perhatian pada nelayan
dalam upaya pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku
(
inconsistency
0,05) ... …
193
68 Pembatas yang berkepentingan dengan perhatian pada selektivitas
alat tangkap (SAT) ... 196
69 Rasio kepentingan pembatas sesuai dengan perhatian pada
selektifitas alat tangkap dalam upaya pengembangan perikanan
pelagis di perairan Maluku (
inconsistency
0,05) ... ...
197
70 Pembatas yang berkepentingan dengan perhatian pada
penyerapan tenaga kerja... ....
197
71 Rasio kepentingan pembatas sesuai dengan perhatian pada
penyerapan tenaga kerja dalam upaya pengembangan perikanan
pelagis di perairan Maluku (
inconsistency
0,05) ... 198
72 Pembatas yang berkepentingan dengan perhatian pada pendapatan
asli daerah ... 199
73 Rasio kepentingan pembatas sesuai dengan perhatian pada
pendapatan asli daerah dalam upaya pengembangan perikanan
pelagis di perairan Maluku (
inconsistency
0,08) ... 200
74 Pembatas yang berkepentingan dengan perhatian pada BBM... 201
75 Rasio kepentingan pembatas sesuai dengan perhatian pada
bahan bakar minyak dalam upaya pengembangan perikanan
pelagis di perairan Maluku (
inconsistency
0,04) ... 202
76 Urutan prioritas pengembangan terhadap ketiga alternatif
alat penangkapan ikan di perairan Maluku (
incosistency
0,06) ... …. 203
77 Perbandingan alat tangkap huhate dengan alat tangkap pancing tonda
untuk semua kriteria ... ...
204
78 Perbandingan alat tangkap huhate dengan jaring insang untuk semua
Kriteria
... 205
Hal
1
Hasil analisis
maximum sustainable yield
(MSY) dan
effort
optimal
sumberdaya ikan pelagis kecil ... 247
2
Hasil analisis
maximum sustainable yield
(MSY) dan
effort
optimal
sumberdaya ikan pelagis besar ... 259
3
Penentuan fungsi persamaan dari analisis LGP
dengan LINDO
untuk alokasi optimal alat tangkap sumberdaya ikan pelagis kecil ... 271
4
Penentuan fungsi persamaan dari analisis LGP
dengan LINDO
untuk alokasi optimal alat tangkap sumberdaya ikan pelagis besar ... 273
6
7
1
Perhitungan hasil tangkapan (
catch
) per upaya penangkapan (
effort
)
masing-masing
alat tangkap ikan pelagis kecil di perairan
Maluku……... 232
2
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis kecil dengan menggunakan
alat tangkap pukat cincin
……… 237
3
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis kecil dengan menggunakan
alat tangkap pukat pantai
……… 238
4 Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis kecil dengan menggunakan alat
tangkap
bagan
………
239
5
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis kecil
………... 240
6
Perhitungan standarisasi upaya penangkapan alat tangkap ikan pelagis kecil
……… 241
7
Perhitungan analisis Anova untuk mengetahui
Intercept
(a), dan
Slope
(b)
pada
upaya penangkapan optimum dan
Maximum Sustainable Yield
ikan pelagis
kecil… 242
8
Perhitungan hasil tangkapan (
catch
) per upaya penangkapan (
effort
)
masing-masing
………..
244
10
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis besar dengan menggunakan alat
tangkap
pancing tonda
………... 245
11
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis besar dengan menggunakan alat
tangkap
jaring insang permukaan
……….. 246
12
Perhitungan MSY dan f
optikan pelagis besar
……….. 247
13
Perhitungan standarisasi upaya penangkapan alat tangkap ikan pelagis besar
……… 248
14
Perhitungan analisis Anova untuk mengetahui
Intercept
(a), dan
Slope
(b)
pada
upaya penangkapan optimum dan
Maximum Sustainable Yield
ikan pelagis besar
... 249
15
Perhitungan upaya penangkapan optimum, Maximum Sustainable Yield
(MSY),
CPUE optimum, tingkat pengupayaan (
effort
) dan tingkat pemanfaatan
ikan
pelagis
kecil
... 250
16
Perhitungan upaya penangkapan optimum, Maximum Sustainable Yield
(MSY),
CPUE optimum, tingkat pengupayaan (
effort
) dan tingkat pemanfaatan
ikan
pelagis
besar
... 251
19
Hasil Analisis
Linear Programming
alokasi unit penangkapan ikan di
perairan
Maluku
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Potensi JBT di Laut Banda ...
3
2
Potensi JBT di Laut Seram dan Teluk Tomini ...
4
3
Potensi JBT di Laut Arafura ...
5
4
Luas wilayah perairan pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi
Maluku hingga 12 mil laut ...
6
5
Perkembangan alat tangkap di Provinsi Maluku tahun 1998-2007 ...
20
6
Jumlah perahu/kapal perikanan menurut jenis ukuran di Maluku
tahun 1998 – 2007 ...
29
7
Perkembangan nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di
Provinsi Maluku tahun 2002-2006 ...
30
8
Produksi hasil perikanan laut menurut jenis ikan di Maluku tahun
2003 - 2007 ...
32
9 Produksi perikanan laut menurut komoditi non ikan pada Kabupaten/
Kota tahun 2007 ...
32
10 Musim penangkapan cakalang di Perairan Utara Laut Banda dan
Maluku Tengah ...
48
20
Skor kriteria selektivitas teknologi penangkapan ikan ...
60
21
Skor kriteria tingkat penggunaan teknologi ...
61
22
Skor kriteria penilaian dan penerimaan masyarakat terhadap alat
tangkap baru ...
61
23
Skor tingkat pendidikan ...
61
24
Ada tidaknya konflik antar nelayan ...
61
25
Skor kriteria pengalaman kerja sebagai nelayan ...
62
26
Skor kriteria jumlah tenaga kerja ...
62
27
Skor kriteria pendapatan nelayan ...
62
28
Skor kriteria penerimaan kotor per trip/alat tangkap ...
62
29
Skor kriteria penerimaan kotor per jam operasi/alat tangkap ...
62
30
Skor kriteria penerimaan kotor per alat tangkap/bulan ...
63
31
Skor kriteria penerimaan kotor per alat tangkap/tahun ...
63
32
Skor kriteria penerimaan kotor per tenaga kerja per hari ...
63
33
Kriteria dan skor analisis aspek berkelanjutan unit penangkapan ikan
di perairan Maluku ...
64
34 Kriteria dan skor analisis ramah lingkungan unit penangkapan ikan ...
65
35 Model matrik analisis SWOT . ...
72
36 Skala perbandingan berpasangan berdasarkan taraf relatif pentingnya ...
73
37 Nilai
random consistency index
(
RI
) untuk jumlah elemen (n) 1
sampai dengan 10 ...
74
38 Produksi aktual, tingkat MSY, tingkat pemanfaatan,
effort
aktual,
effort optimal
, dan tingkat pengupayaan ikan pelagis kecil di
perairan Maluku ...
84
39 Produksi aktual, tingkat MSY, tingkat pemanfaatan,
effort
aktual,
effort
optimal, serta tingkat pengupayaan ikan pelagis besar di
perairan Maluku ...
84
40 Standardisasi aspek biologi unit penangkapan ikan
di
Perairan
Maluku
...
86
41 Standardisasi aspek teknis unit penangkapan ikan di Perairan
42 Standardisasi aspek sosial unit penangkapan ikan di Perairan Maluku . .. 88
43 Standardisasi aspek ekonomi unit penangkapan ikan di Perairan
Maluku ...
89
44 Rangkuman standarisasi penilaian aspek biologi, aspek teknis,
aspek sosial, aspek ekonomi unit penangkapan ikan di Perairan Maluku .. 90
45 Hasil seleksi unit penangkapan ikan yang berkelanjutan ...
91
46 Hasil seleksi unit penangkapan ikan berdasarkan aspek ramah
lingkungan ...
92
47 Hasil seleksi unit penangkapan ikan yang layak dikembangkan di
Maluku ...
93
48 Alokasi alat tangkap dan solusi optimal perikanan pelagis dan
desain alat tangkap di Perairan Maluku ...
102
49 Spesifikasi modifikasi joran pancing saat ini dan arahan
penyempurnaannya yang akan dikembangkan ...
103
50 Perbandingan karakteristik joran pancing bambu dan joran pancing
fiberglass…
……….. 105
51 Perbandingan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh joran pancing
bambu dan joran pancing
fiberglass ...
106
52 Spesifikasi kapal huhate saat ini dan modifikasi baru yang akan
dikembangkan
...
110
53 Spesifikasi modifikasi palka kapal huhate saat ini dan arahan
Penyempurnaannya ...
111
54 Spesifikasi modifikasi alat tangkap pancing tonda ...
112
55 Perbandingan keunggulan alat pancing tonda saat ini dan modifikasi
yang diusulkan untuk dikembangkan ... 113
56 Spesifikasi dan kondisi positif yang diharapkan kapal pancing tonda
di perairan Maluku ...
116
57 Perbandingan desain
cool box
saat ini dan modifikasi yang diusulkan
untuk dikembangkan di perairan Maluku ...
119
59 Bahan pembuatan
cool box
pada kapal pancing tonda ...
122
60 Perbandingan teknik pengoperasian pancing tonda saat ini dan
teknik penggunaan layang-layang ...
126
61 Spesifikasi kapal pukat cincin dan arahan penyempurnaannya ...
128
62 Kebutuhan material kayu untuk pembuatan 1 (satu) unit kapal
pukat cincin ...
131
63 Kebutuhan alat dan bahan lainnya untuk pembuatan kapal
pukat
cincin
...
132
64 Perbandingan penggunaan
winch
dan tanpa menggunakan
winch
dalam operasi penangkapan dengan alat tangkap pukat cincin ...
137
65 Matrik faktor strategi
Internal
pengembangan perikanan pelagis .... ... 144
66 Matrik faktor strategi
Eksternal
pengembangan perikanan pelagis. . ..
145
67 Strategi pengembangan perikanan pelagis dan di perairan Maluku ... .
146
68 Prioritas strategi pengembangan perikanan pelagis di Maluku ...
147
69
Perbandingan pemanfaatan ikan pelagis kecil tahun 2007 dan
pengupayaan pada kondisi aktual, estimasi MSY, F
optdan
CCRF (80%) ...
155
.
70
Perbandingan pemanfaatan ikan pelagis besar tahun 2007 dan
pengupayaan pada kondisi aktual, estimasi MSY, F
optdan
CCRF (80%) ...
155
71 Usulan alokasi optimal dari unit-unit penangkapan terpilih yang
dikembangkan di perairan Maluku...
206
72 Matriks pengembangan teknologi tepat guna perikanan tangkap
ABK
: Anak Buah Kapal
AHP : Analisis pendukung pengambilan keputusan
dalam perencanaan pembangunan, alokasi
sumberdaya, penentuan bobot, serta prioritas
strategi/kebijakan.
Unit penangkapan ikan
: Suatu kesatuan teknis dalam suatu operasi
penangkapan yang terdiri dari kapal, nelayan dan
alat tangkap
By-catch
: Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian
dari hasil tangkapan yang didapat pada saat
operasi penangkapan dan bukan dari tujuan
utama penangkapan (non target spesies)
Cool box
: Tempat penyimpanan hasil tangkapan pada kapal
yang telah dilapisi
styrofoam
dan ditambahkan es
sehingga berfungsi untuk menjaga mutu hasil
tangkapan
CCRF (
Code of Conduct for
: Kode tindak perikanan bertanggung jawab yang
Responsible Fisheries
) menjadi acuan dari FAO
CPUE (
Catch per Unit Effort
) : Jumlah atau berat hasil tangkapan per upaya
penangkapan, digunakan sebagai indeks
kelimpahan relatif
Fishing ground
: Daerah penangkapan ikan
Fishing base
: Pangkalan kapal perikanan
FKPPS : Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan
Sumberdaya Ikan
GPS
:
Global Positioning System
yang merupakan suatu
alat navigasi pada kapal yang digunakan untuk
menentukan posisi kapal
IPTEK
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Illegal fishing
: Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
tanpa memiliki ijin yang berlaku di suatu wilayah
/daerah
Inconsistency
: Merupakan parameter yang digunakan dalam
teknik AHP untuk memeriksa apakah
perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan
konsekuen atau tidak
Jaring bobo
: Nama lokal untuk alat tangkap pukat cincin
(
purse seine
) di Maluku
LGP
:
Linear Goal Programming
MSY
:
Maksimum Sustainable Yield
Over fishing
: Suatu kondisi dimana jumlah ikan hasil
tangkapan melebihi jumlah stok ikan yang
tersedia
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PTM
: Perahu Tanpa Motor
PMT
: Perahu Motor Tempel
Prototype
: Suatu rancangan baru yang dibuat untuk
menggantikan bentuk aslinya
Perikanan tangkap
: Kegiatan untuk memperoleh ikan di suatu
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
Pengembangan
: Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang
kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang
menuju pada suatu kemajuan
PPI
: Pangkalan Pendaratan Ikan
RTP
: Rumah Tangga Perikanan
Real transfer of technology
: Suatu perubahan yang terjadi dalam teknologi
SIUP
: Surat Ijin Usaha Perikanan
SIKPI
: Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan
Stakeholder
: Pihak-pihak yang berkepentingan atau terkait
pada suatu kegiatan (pemangku kepentingan)
SWOT
:
Strength Weaknness Oportunity and Threat
Skipjack loin
: Komoditi cakalang yang merupakan produk untuk
ekspor
TPI
: Tempat Pelelangan Ikan
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun,
dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan
tahun 2004 tercatat 4.320.241 ton per tahun (DKP RI 2006). Angka-angka
tersebut menunjukkan tingkat pemanfaatan pada tahun 2004 telah mencapai
76,5% per tahun. Berdasarkan tatalaksana untuk Perikanan yang
Bertanggung-jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF) yang diterbitkan oleh
FAO, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch, TAC)
adalah sebesar 80% dari Maximum Sustainable Yield, (MSY) (FAO 1995).
Mengacu pada TAC tersebut, maka produksi minimum lestari di perairan
Indonesia yang diperbolehkan dapat diestimasi adalah sekitar 5,12 juta ton per
tahun.
Provinsi kepulauan adalah sebuah provinsi yang seluruhnya terdiri dari satu
atau lebih gugus pulau laut, diantara gugus pulau yang secara alamiah
berhubungan antara satu dengan yang lain sedemikian erat sehingga merupakan
satu kesatuan geografis, ekonomi, politik, sosial budaya serta pertahanan
keamanan. Maluku termasuk diantara tujuh provinsi yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai Provinsi kepulauan selain, Sulawesi Utara, Bangka Belitung,
Riau, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kebijakan modernisasi perikanan rakyat melalui pengembangan kapal
motor dan perbaikan teknologi alat penangkapan ikan telah dilakukan sejak tahun
1967. Modernisasi menurut Choliq (1996) diacu oleh Masyahoro (2004),
perkembangan produksi perikanan laut sebesar 4,19% per tahun. Ciri khas
perikanan Indonesia adalah dominasi perikanan rakyat, artisanal dan skala kecil.
Dari satu sisi, ciri ini adalah kekuatan dimana rakyat dalam jumlah besar dapat
ikut serta dan terlibat dalam kegiatan ekonomi. Dari sisi lain, ciri ini adalah
kelemahan yang menunjukkan ketidakmampuan Indonesia dalam memanfaatkan
potensi sumberdaya ikan yang dimilikinya. Indonesia memiliki sekitar 600.000
Perahu Tanpa Motor (PTM), (223.831 buah), 28% armada perikanan yang
menggunakan Perahu Motor Tempel (PMT) (156.388 buah) sedangkan sisanya
adalah sekitar 29% atau 127.000 unit adalah Kapal Motor (KM) (Nikijuluw
2008).
Besarnya perkiraan potensi sumberdaya ikan di seluruh perairan Indonesia
adalah sekitar 4.391.589 ton per tahun dan perairan ZEE Indonesia 2.323.780 ton/
tahun. Potensi sumberdaya ikan pelagis di Ambon mencapai 236.100 ton/tahun,
nilai itu terdiri dari ikan pelagis besar 104.100 ton/tahun dan ikan pelagis kecil
132.000 ton/tahun. Melihat realitas di atas maka sebenarnya Maluku adalah salah
satu provinsi yang mempunyai sektor perikanan dan kelautan yang menimpah, hal
ini merupakan kekayaan bagi pengembangan pembangunan.
www.easycomputing.com.
Sampai saat ini penyediaan data potensi sumberdaya perikanan dan kelautan
secara berkesinambungan di Indonesia termasuk Maluku masih merupakan
permasalahan,hal ini disebabkan oleh belum terfokusnya kegiatan pengkajian stok
ikan secara nasional, apalagi regional dan lokal. Secara nasional, laut di provinsi
Maluku memiliki peranan penting dan strategis bagi kegiatan perikanan laut
nasional, hal ini disebabkan karena sekitar 25% potensi perikanan tangkap
Indonesia berada di wilayah perairan laut provinsi Maluku. Potensi tersebut
menyebar di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu : WPP Laut Banda,
WPP Laut Arafura dan WPP Laut Seram sampai Teluk Tomini, yang secara
kumulatif mengandung potensi sumberdaya ikan sebesar 1,640 juta ton/tahun.
Dari keseluruhan potensi sumberdaya ikan seperti disebutkan diatas tingkat
pemanfaatannya baru mencapai sekitar 42%(DKP RI 2006).
Pada tahun 2001 Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan
Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Pengembangan Oceanologi LIPI melakukan suatu riset dan pengkajian
terhadap kelimpahan stok ikan di perairan Indonesia. Pengkajian yang dilakukan
diseluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, dan untuk Laut Banda
Tabel 1 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JBT) di Laut Banda
No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Banda
Potensi (ton) JBT (ton)
1 Pelagis besar 104.100 83.300
Tuna Cakalang Paruh panjang Tongkol Tenggiri
21.200 38.400 4.500 22.200 17.800
17.000 30.700 3.600 17.800 14.200
2 Pelagis kecil 132.000 105.600
3 Demersal 9.300 7.400
4 Udang
Penaeid Udang karang
400 -- 400
300 -- 300
5 Cumi-cumi 100 100
6 Ikan karang 2.500 2.000
TOTAL 248.400 198.700
7 Ikan hias 226.100 180.900
Sumber : DKP Maluku 2007.
Hasil kajian tersebut juga menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas lebih
tangkap (over fishing) di WPP Laut Banda terutama jenis ikan pelagis kecil, ikan
demersal dan cumi–cumi, sehingga peluang pengembangan di WPP Laut Banda
hanya dapat dilakukan pada sumberdaya perikanan pelagis besar sedangkan
sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi–cumi sudah menunjukkan
tingkat pemanfaatan yang tinggi atau melampaui potensi lestari. Pengkajian
potensi sumberdaya ikan di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini menunjukkan
tingkat pemanfaatan yang baik kecuali komoditas udang penaeid yang telah
melampaui kapasitas atau telah terjadi over fishing sehingga perlu dibatasi
aktifitas penangkapannya. Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang dilakukan oleh daerah memang terdapat keuntungan, tetapi juga
sekaligus menjadi beban dan tanggung jawab daerah dalam pengendalian dan
pengolahannya, seperti: over eksploitasi, degradasi lingkungan, pencemaran dan
keamanan maupun keselamatan pelayaran.
Dampak negatif akan timbul, apabila Pemerintah Daerah tidak memiliki
persepsi yang tepat terhadap pemanfaatan sumberdaya dan perikanan. Artinya
sumberdaya kelautan dan perikanan tidak semata-mata untuk dieksplotasi tetapi
juga harus diperhatikan kelestariannya yang tujuannya bukan hanya untuk
meningkatkan PAD, tetapi yang penting adalah untuk kesejahteraan nelayan.
Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan Teluk
Tabel 2 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JBT) di Laut Seram dan Teluk Tomini
No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Seram dan Teluk Tomini Potensi (ton) JBT (ton)
1 Pelagis besar 106.000 85.300
Tuna Cakalang Paruh panjang Tongkol Tenggiri
19.900 55.500 3.700 15.000 12.500
15.900 44.000 3.000 12.000 10.000
2 Pelagis kecil 378.800 303.000
3 Demersal 83.800 67.000
4 Udang
Penaeid Udang karang
1.200 900 300
900 700 200
5 Cumi-cumi 7.100 5.700
6 Ikan karang 9.500 7.600
TOTAL 587.000 469.500
7 Ikan hias 270.400 216.300
Sumber: DKP Maluku 2007
Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan
Teluk Tomini ini adalah 587.000 ton/tahun (DKP Maluku 2007). Sedangkan WPP
Laut Arafura pengkajian yang dilakukan menunjukkan adanya ketersediaan
potensi sumberdaya ikan sebesar 792.100 ton/tahun (Tabel 3). Berdasarkan hasil
kajian tersebut dapat dilihat bahwa hanya terdapat peluang untuk pengembangan
penangkapan ikan pelagis kecil, sedang untuk sumberdaya ikan lainnya telah
mendekati tingkat kejenuhan sehingga memerlukan tindakan pengelolaan secara
terbatas.
Kegiatan penangkapan ikan di laut akhir-akhir ini semakin berkembang
dengan ditandai dengan berkembangnya jumlah kapal serta semakin jauhnya
daerah operasi penangkapan, namun juga banyak kapal ikan baik berbendera
Indonesia maupun asing yang melakukan pelanggaran dalam aktifitas mereka
dalam melakukan operasi penangkapan di perairan Maluku. Aktifitas yang
dilakukan oleh armada asing maupun nelayan dari Maluku sangat merugikan
nelayan setempat dengan kemampuan teknologi yang terbatas. Kondisi laut di
perairan wilayah timur khususnya di perairan Maluku dan sekitarnya memiliki
potensi kekayaan besar serta merupakan jalur lalu-lintas kapal-kapal internasional
sehingga berpeluang besar terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hukum di laut
Tabel 3 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JBT) di Laut Arafura
No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Arafura Potensi (ton) JBT (ton)
1 Pelagis besar 50.900 40.700
Tuna Cakalang Paruh panjang Tongkol Tenggiri
9.000 17.500
3.400 15.400
5.600
7.200 14.000
2.700 12.300
4.500
2 Pelagis kecil 468.700 375.000
3 Demersal 246.800 197.400
4 Udang
Penaeid Udang karang
21.500 21.400 100
17.200 17.200 100
5 Cumi-cumi 3.400 2.700
6 Ikan karang 800 600
TOTAL 792.100 633.600
7 Ikan hias 9.200 7.400
Sumber: DKP Maluku 2007
Sebagai provinsi kepulauan dengan tiga kawasan laut pulau yang juga
sekaligus sebagai WPP, aktifitas usaha penangkapan ikan telah dilaksanakan di
ketiga WPP dimaksud dan produksi yang dihasilkan dari usaha penangkapan ikan
tahun 2006 adalah sebesar 484.401,2 ton. Jumlah ini baru 29,5% dibanding
potensi sumberdaya ikan yang tersedia namun karena ketiga WPP tersebut
dikelola juga oleh Provinsi lain.
Daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia, terkait dengan wilayah
pengelolaan perikanan yang dinyatakan dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP). Wilayah pengelolaan perikanan laut Indonesia tersebut menurut
kesepakatan Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan Sumberdaya Ikan
(FKPPS)-Direktorat Jenderal Perikanan, sebanyak 11 Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP), yaitu : (571) Selat Malaka, Laut Andaman, (572) Samudera
Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda, (573) Samudera Hindia Selatan Jawa
hingga Nusa Tenggara, (711) Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Cina Selatan,
(712) Laut Jawa, (713) Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali, (714)
Laut Banda, (715) Laut Aru, Laut Arafura, Laut Timor, (716) Laut Maluku, Teluk
Tomini dan Laut Seram, (717) Laut Sulawesi, Laut Halmahera, dan (718)
Samudera Pasific (Komnasjiskanlut, 2008). Perairan provinsi Maluku mencakup
Sumber: KO
Berd
laut dan p
maka luas
Tabel 4, d
pada kabu
Tabel 4 L m
No.
1. Kota A 2. Kabupa 3. Kabupa 4. Kabupa 5. Kabupa
Sumber: Da Keterangan: Mur dalam per sumberday biota laut) mengarah OMNASJISKA Gambar 1 dasarkan ba provinsi yai
s perairan pr
dikemukaka upaten/kota Luas peraira mil laut Kab Ambon aten Maluku aten Buru aten Maluku aten Maluku ata Dan Informa
*) Sebelum pem
rdiyanto (20
rikanan tang
ya perikana
) dan sumbe
pada pene
ANLUT (2008
1 Peta wilay
atas wilayah
itu 4 sampa
rovinsi Mal
an luas per
di Provinsi
an pada seti
bupaten
u Tengah*)
u Tenggara*) u Tenggara B
asi Spasial Sum mekaran kabup
007) menga
gkap sangat
an yang m
erdaya man
emuan (ino 8)
yah pengelo
h pengelolaa
ai 12 mil la
luku pada w
rairan yang Maluku. iap kabupat Barat mberdaya Perika aten atakan bahw t berkaitan meliputi sum nusia. Penge
ovasi) yang
olaan perika
an oleh kab
aut, diukur
wilayah ini a
merupakan
ten/kota di p
L 0-4 mil 1.268,7 16.254,0 3.743,0 15.364,0 17.740,0 anan dan Kelau
wa arah peng
dengan pen mberdaya al embangan t menghasil anan (WPP) bupaten/kota
r dari batas
adalah 152.9
n daerah pe
provinsi M
Luas peraira 4-12 m 3.859 31.281 7.261 19.659 36.520 utan Provinsi M
gembangan nyelenggara lam (ekosis teknologi pe lkan modifi ) Indonesia.
a yaitu 0 –
s surut tere
950,2 km2.
enangkapan
Maluku hingg
an (km2)
serta alat dan bahan yang ramah lingkungan (tidak merusak habitat, sumberdaya
ikan, efektif, efisien, praktis serta memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan
nelayan)
Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi Maluku bertujuan
untuk: 1) memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan
berkelanjutan, 2) meningkatkan penerimaan devisa bagi negara dari ekspor
perikanan dan kelautan, 3) meningkatkan kesejahteraan nelayan, 4) meningkatkan
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan, 5) meningkatkan
kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6) meningkatkan penyerapan
tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7) menurunkan tingkat pelanggaran
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (DKP Maluku 2005).
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perikanan dan kelautan
Maluku sampai tahun 2008 yang adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan armada
penangkapan sebesar 39.881 buah yang terdiri dari PTM 37.349 buah, PMT 1.773
buah, dan KM 759 buah, 2) penyerapan nelayan perikanan tangkap sebesar
121.791 orang, 3) produksi perikanan tangkap minimal sebesar 441.172 ton, 4)
ekspor produksi perikanan minimal 338.599 ton, 5) PAD minimal mencapai Rp
11,4 milyar, 6) meminimalisir tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya
kelautan dan perikanan (DKP Maluku, 2005).
Armada perikanan tangkap yang terdapat di Maluku masih bersifat
tradisional, hal ini disebabkan karena :1) daerah penangkapan (fishing ground)
dekat dengan pantai; 2) keterbatasan dana dari nelayan untuk membuat kapal
penangkapan; 3) sumberdaya manusia rendah. Teknologi mendesain kapal
penangkapan pada daerah ini juga masih bersifat tradisional karena mereka masih
mengandalkan kemampuan untuk merancang kapal yang diturunkan secara
turun-temurun.
Hasil tangkapan utama yang didapatkan dari perairan Maluku adalah jenis
ikan pelagis kecil dan pelagis besar serta demersal. Jika ukuran dan dimensi
teknologi berubah, maka secara langsung berdampak pada jumlah, jenis, dan
ukuran ikan yang tertangkap. Teknologi penangkapan yang dipergunakan di
Maluku sebagian besar masih mempergunakan teknologi sederhana, karena masih
seharusnya dikelola oleh nelayan setempat tidak dapat dilakukan secara optimal
mengingat keterbatasan jumlah alat tangkap, perahu, dan teknologi yang
digunakan masih tradisional, akibatnya sumberdaya ikan yang ada banyak
dimanfaatkan oleh nelayan dari luar daerah maupun dari negara lain.
Penguasaan dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan produk
adalah merupakan persyaratan utama untuk membangun suatu industri nasional
yang berkelanjutan dan kompetitif sebab itu, pemerintah Indonesia merumuskan
empat langkah transfer teknologi menurut BPIS (1989), antara lain:
(1) Memanfaatkan teknologi yang ada untuk menghasilkan produk yang tersedia
di pasaran dengan menggunakan lisensi teknologi
(2) Mengintegrasikan teknologi yang ada untuk mendesain dan menghasilkan
produk baru
(3) Mengembangkan teknologi untuk menciptakan teknologi baru yang
diarahkan pada hasil desain dan produk masa depan
(4) Melaksanakan riset dasar skala besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Permodelan adalah terjemahan bebas dari istilah modelling dan dari
terminologi penelitian operasional didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau
abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual (Eriyanto, 1988). Selanjutnya
dikatakan pula bahwa model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung
maupun tidak langsung secara kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh
karena itu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek
dari realitas yang sedang dikaji.
Rau dan Wooten (1980) memandang bahwa model merupakan suatu
penampakan dari suatu sistem yang sebenarnya. Model-model suatu ekosistem
umumnya lebih sederhana dari kondisi yang sebenarnya. Proses kegiatan yang
menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah
”modelling”.
Nasenda dan Anwar (1985) menyatakan bahwa penggunaan modelling
memiliki tujuan antara lain:
1) Menganalisa dan mengidentifikasi pola hubungan antara input-output
2) Menyusun suatu bentuk strategi optimal dalam sistem pengendaliannya
3) Mengidentifikasi kondisi-kondisi mana suatu alternatif kebijakan dapat
diterima.
Menurut Siswosudarmo et al. (2001), model dinamik adalah kumpulan dari
variabel-variabel yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya
dalam suatu perubahan kurun waktu yang tidak ditentukan. Selanjutnya dikatakan
pula bahwa setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata
atau besaran yang dibuat sendiri dan dapat mewakili nilai numerik serta sudah
merupakan bagian dari dirinya.
Pengembangan sub sektor perikanan tangkap yang baik dan ideal harus
dilakukan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan kebutuhan
optimal dari setiap komponen atau sub-sistemnya. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan sub sektor perikanan tangkap di perairan Maluku tersebut secara
optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas dan komprehensip.
Selanjutnya, berdasarkan pola yang diperoleh ini diharapkan dapat dirumuskan
suatu model untuk pengembangan perikanan tangkap yang optimal agar
pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan
prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Sumberdaya ikan di perairan Maluku merupakan aset yang harus
dimanfaatkan secara bijaksana. Meskipun sumberdaya tersebut bersifat dapat
pulih (renewable), namun tingkat kecepatan pemulihannya dapat saja tidak
seimbang dengan laju pemanfaatannya. Untuk itu, dalam memanfaatkan sumber
daya tersebut perlu dikaji faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadapnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut terutama adalah aktivitas
penangkapan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai macam
alat penangkapan ikan.
Armada perikanan tangkap di Maluku pada tahun 2007 didominasi oleh
perahu tanpa motor (PTM) sebanyak 39.124 unit; perahu motor tempel (PMT)
3781 unit; kapal motor (KM) < 5GT 533 unit; 10-20 GT 276 unit; 30-50 GT 34
unit; 50-100 GT 16 unit, serta >200 GT sebanyak 20 unit (DKP Maluku 2007).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pengembangan perikanan
geografis Provinsi Maluku yang sebagian besar wilayahnya adalah laut
mengandung kekayaan sumberdaya hayati laut yang cukup banyak, baik dari
keanekaragamannya maupun jumlahnya hingga saat ini belum dimanfaatkan
secara maksimal karena kondisi armada perikanan yang masih didominasi oleh
perahu tanpa motor.
Teknologi alat penangkapan ikan telah mengalami perkembangan dan
menjadi penting seiring dengan meningkatnya kegiatan dan usaha manusia dalam
memajukkan industri perikanan di bidang usaha penangkapan ikan. Setiap
pengoperasian unit penangkapan ikan akan berdampak baik terhadap sumberdaya
ikan yang ditangkap maupun lingkungannya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh
mana dampaknya dan bagaimana meminimalkan dampaknya.
Praktisi teknologi penangkapan ikan sudah memulai mengembangkan alat
tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan modifikasi atau membuat
rancangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Disamping teknologi itu sendiri,
adalah penting bagi pemanfaatan sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan
penangkapan ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi
pemanfaatan ikan. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek
kondisi sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang-undangan,
dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang
diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan
lingkungannya.
Perairan Maluku memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan
pelagis kecil dan besar yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya
masih belum optimal. Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi
Maluku bertujuan untuk: 1) memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan
secara optimal dan berkelanjutan, 2) meningkatkan penerimaan devisa bagi
negara dari ekspor perikanan dan kelautan, 3) meningkatkan kesejahteraan
nelayan, 4) meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan,
5) meningkatkan kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6)
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7) menurunkan
tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (DKP
Upaya pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku membutuhkan
identifikasi permasalahaan serta pemecahannya. Hal ini dapat dilakukan melalui
proses pendekatan penyusunan model pengembangan perikanan pelagis yang
merupakan salah satu dasar pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Maluku.
1.2 Perumusan Masalah
Sumberdaya perikanan tangkap di perairan Maluku memiliki potensi yang
cukup besar namun pemanfatannya belum dilakukan secara optimal. Hal ini
berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia dan kemampuan manejerial yang
relatif rendah, keterbatasan modal sehingga menyebabkan produktifitas nelayan
dan produktifitas alat tangkap rendah. Agar pelaksanaan pengembangan perikanan
pelagis di perairan ini dapat berjalan efektif, efisien, dan berkelanjutan, maka
perlu dilakukan kajian tentang model pengembangan perikanan pelagis dan desain
alat tangkap yang lebih komprehensif. Hal ini penting dilakukan agar pemanfaatan
sumberdaya dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Teknologi yang dipergunakan pada armada perikanan tangkap yang ada di
Maluku sangat bervariasi, hal ini tergantung pada alat tangkap serta
penggunaannya. Tangkai pancing (joran) yang digunakan pada penangkapan
dengan alat tangkap huhate terbuat dari bambu, tetapi sekarang ini bambu sulit
ditemukan di alam akibat pembangunan yang terus dilakukan oleh manusia. Palka
sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan pada kapal penangkapan ikan belum
dibuat secara baik sehingga hasil tangkapan sulit untuk diekspor, padahal
permintaan skipjack loin sangat dibutuhkan di pasaran internasional.
Teknologi penangkapan dengan alat tangkap pancing tonda perlu
diperbaharui mengingat permintaan ikan tuna dipasaran internasional cukup
tinggi. Teknologi yang digunakan pada alat tangkap pukat cincin (purse seine)
belum efektif sehingga sering terjadi kegagalan pada saat operasi penangkapan.
Armada pole and line yang beroperasi di perairan Maluku masih belum
menggunakan teknologi yang lebih modern untuk menemukan gerombolan ikan
seperti Global Possition System (GPS), radar, dan lain-lain, dan masih
menggunakan cara-cara tradisional untuk menemukan gerombolan ikan. Alat
baik dan efisien sesuai dengan ukuran kapal/perahu yang gunakan untuk
menyimpan hasil tangkapan.
Berkaitan dengan program pemerintah bidang perikanan tangkap khususnya
di Provinsi Maluku, model pengembangan perikanan pelagis di perairan ini
menghadapi kendala dan permasalahaan utama yang perlu dianalisis dan dijawab.
Secara spesifik permasalahaan pokok dalam pengembangan perikanan pelagis di
perairan Maluku adalah:
(1) Bagaimana teknologi alat perikanan tangkap di Provinsi Maluku
(2) Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perikanan pelagis di
Maluku
(3) Bagaimana fasilitas-fasilitas pendukung perikanan tangkap.
Berdasarkan potensi sumberdaya ikan serta armada perikanan tangkap yang
ada diharapkan akan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang dapat
menguntungkan bagi pembangunan perekonomian di daerah Maluku, namun
masih terdapat beberapa kendala dalam permasalahaan perikanan tangkap yang
antara lain : 1) terbatasnya armada penangkapan, 2) rendahnya penguasaan
teknologi, 3) jangkauan operasi penangkapan ikan dekat dengan pantai, 4)
sumberdaya manusia terbatas, 5) kurang kemiteraan, 6) pendapatan nelayan
rendah, 7) kurangnya modal, 8) implementasi kebijakan-kebijakan dari
pemerintah kurang tepat sasaran, dan 9) desain teknologi alat tangkap sederhana.
Memperhatikan permasalahaan yang dihadapi maka pembangunan
perikanan tangkap di Maluku perlu ditingkatkan mengingat sektor perikanan
merupakan primadona di ibu kota seribu pulau ini karena ini adalah merupakan
bagian integral untuk meningkatkan perekonomian pendapatan daerah (PAD)
secara terpadu dan tepat sasaran. Salah satu cara atau strategi yang sangat penting
dilakukan adalah dengan membuat model pengembangan perikanan pelagis di
daerah ini. Pada prinsipnya model pengembangan perikanan pelagis di perairan
Maluku memerlukan suatu acuan yang komprehensif dan jelas, oleh karena itu
maka penulis merasa sangat penting untuk meneliti sehingga sumberdaya
perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan permasalahaan yang ada, maka perlu dilakukan pengkajian
pelagis kecil maupun besar di perairan Maluku sudah melebihi batas MSY atau
belum?, 2) jenis teknologi penangkapan tepat guna yang bagaimana yang tepat
dikembangkan dalam perikanan pelagis, 3) apakah jenis dan jumlah alat tangkap
ikan pelagis sudah optimal?, 4) apakah penggunaan teknologi dalam penangkapan
ikan pelagis dengan kapal huhate, pancing tonda, pukat cincin perlu diganti?, 5)
apakah strategi pengembangan perikanan pelagis sudah baik?, dan 6) apakah
model pengembangan perikanan pelagis sudah ada?.
Berdasarkan uraian di atas, pendugaan terhadap potensi sumberdaya ikan
pelagis seperti tingkat pemanfaatan dan potensi lestari perlu dilakukan. Unit
penangkapan ikan pelagis perlu dievaluasi berdasarkan pertimbangan berbagai
aspek seperti aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Evaluasi tersebut
diperlukan untuk menentukan unit penangkapan ikan unggulan. Dengan
diketahuinya besar potensi sumberdaya, unit penangkapan tepat guna dan
alokasinya maka model pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku
dapat diformulasikan dan disesuaikan dengan kondisi setempat.
1.3 Tujuan Penelitian
(1) Mengkaji tingka