• Tidak ada hasil yang ditemukan

Factors Related to Hemoglobin Level of School Age Children in Palasari 02 Elementary School, Cijeruk Sub District, Bogor District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Factors Related to Hemoglobin Level of School Age Children in Palasari 02 Elementary School, Cijeruk Sub District, Bogor District"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

KARTIKA WINDYANINGRUM

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

KARTIKA WINDYANINGRUM. Factors Related to Hemoglobin Level of School Age Children in Palasari 02 Elementary School, Cijeruk Sub District, Bogor District. Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK

Various nutritional problems are suffered by some communities in Indonesia, one of which is anemia. This research was conducted to analyze the factors related to the hemoglobin level of school age children in Palasari 02 elementary school, Cijeruk sub district, Bogor District. Cross sectional study was used in this research. The selection of sample was conducted purposively. Total samples were 82 children. Data collection was processed by Microsoft Excel 2007 and analyzed using Statistical Program for Social Science (SPSS) 17.0 for Windows. The results of this research showed that 96.3% of total sample suffered anemia. Meanwhile the results of bivariate analysis showed that mothers’ education and nutritional knowledge of sample had negative relationship with the hemoglobin level of sample (p<0.05).

(3)

Hemoglobin Anak Usia Sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor

.

Dibimbing oleh M. RIZAL M. DAMANIK.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin pada anak usia sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khusus yaitu: (1) mengidentifikasi status anemia contoh; (2) mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan contoh; (3) mengidentifikasi kebiasaan makan dan jajan contoh; (4) mengidentifikasi konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C) contoh; (5) mengidentifikasi infeksi kecacingan pada contoh; (6) mengidentifikasi morbiditas pada contoh; dan (7) menganalisis faktor-faktor yan berhubungan dengan kadar hemoglobin contoh.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study dan menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program yang berjudul “Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Anak Sekolah melalui Peningkatan Mutu dan Keamanan Makanan Jajanan Kantin”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011-April 2012. Contoh penelitian ini adalah siswa siswi sekolah dasar kelas 3, 4, dan 5 di SDN Palasari 02 pada rentang usia 7-12 tahun (Usia Anak Sekolah) dengan pertimbangan pada usia tersebut anak sudah lancar membaca dan menulis serta lebih mudah untuk diwawancarai dan diberi instruksi dalam pengisian kuesioner. Selain itu tidak dipilihnya contoh dari kelas 6, dikarenakan siswa kelas 6 sedang mempersiapkan Ujian Nasional. Contoh yang diteliti sebanyak 82 anak. Data yang diambil meliputi: status anemia, karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan uang saku), pengetahuan gizi dan kesehatan, kebiasaan makan dan jajan, morbiditas, serta konsumsi pangan siswa. Status anemia contoh diketahui dari kadar hemoglobin (Hb) darah menggunakan HB meter. Status infeksi kecacingan diperoleh dari pemeriksaan feses. Data sekunder mengenai keadaan umum sekolah dan karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha Sekolah. Data sekunder mengenai program kesehatan UPTD Puskesmas Cijeruk diperoleh melalui informasi lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha Puskesmas dan tenaga puskesmas yang melakukan pemeriksaan kesehatan di SDN Palasari 02. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Microsoft Excel dan SPSS version 17.0 for Windows. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Pearson dan uji korelasi Spearman.

Sebagian besar contoh (96.3%) termasuk kategori anemia. Rata-rata kadar Hb contoh yang mengalami anemia adalah 9.6±1.0 g/dl. Sebanyak 3.7% termasuk kategori normal dengan rata-rata nilai kadar Hb adalah 12.2±0.3 g/dl. Sebagian besar contoh yang anemia (84.8%) termasuk ke dalam kategori anemia tingkat sedang. Contoh yang mengalami anemia tingkat ringan adalah sebanyak 11.4% dari total contoh yang mengalami anemia. Sedangkan contoh yang mengalami anemia tingkat berat adalah 3.8% dari total contoh yang mengalami anemia.

(4)

dan sebanyak 28.0% contoh berada pada usia 11 tahun. Sebagian besar uang saku contoh (91.5%) berada pada kategori rendah atau ≤Rp.3000. Sebanyak 7.3% memiliki uang saku sebesar 3001-5001 rupiah. Uang saku yang termasuk

kategori tinggi atau ≥Rp.5002 hanya 1.2% dari total contoh. Mayoritas contoh memiliki pengetahuan gizi kurang dengan persentase sebesar 86.4% dan sisanya memilliki pengetahuan gizi sedang (13.4%). Rata-rata nilai pengetahuan gizi contoh adalah 45.4±11.5.

Sebagian besar tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh dalam penelitian ini adalah pada jenjang SD atau sederajat, yaitu sebesar 51.2% dan 53.7%. Sebesar 26.8% ayah bekerja sebagai buruh, sebagai pedagang kecil sebesar 20.7%. Tidak ada ayah contoh yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI dan pensiunan. Terdapat 4.9% ayah contoh yang tidak bekerja. Sebanyak 1.2% ayah contoh bekerja sebagai nelayan dan peternak serta sebanyak 9.8% ayah contoh bekerja sebagai petani. Mayoritas ibu contoh tidak bekerja (84.1%). Terdapat 1.2% ibu contoh yang bekerja sebagai peternak, wiraswasta, buruh, dan pensiunan. Sebanyak 7.3% ibu contoh bekerja sebagai pedagang kecil dan sebanyak 3.7% termasuk dalam kategori lainnya. Masih terdapat ayah contoh yang tidak memiliki pendapatan, yaitu sebanyak 4.9%. Mayoritas pendapatan ayah contoh berada pada kategori <Rp.1.000.000 (57.3%). Sebanyak 32.9% ayah contoh memiliki pendapatan antara Rp.1.000.0000-Rp.2.000.000 dan sebanyak 4.9% memiliki pendapatan >Rp.2.000.000. Mayoritas ibu contoh tidak memiliki pendapatan. Sebanyak 14.6% ibu memiliki pendapatan <Rp.1.000.000 dan sebanyak 2.4% memiliki pendapatan antara Rp.1000.000-Rp.2.000.0000.

Sebanyak 32.9% contoh menyatakan selalu sarapan, 45.1% menyatakan kadang-kadang sarapan, dan sisanya sebanyak 22% menyatakan jarang sarapan. Menu sarapan contoh mayoritas adalah nasi+lauk pauk dengan persentase sebesar 61%. Sebanyak 12.2% contoh menu sarapannya berupa mie dan sebanyak 3.7% berupa roti. Sisanya sebanyak 23.2% contoh menyatakan sarapan berupa nasi uduk/nasi goreng. Sebanyak 4.9% contoh memiliki frekuensi makan dalam sehari adalah satu kali. Mayoritas frekuensi makan contoh dalam sehari adalah tiga kali, yaitu sebesar 50%. Sisanya sebanyak 31.7% contoh memiliki frekuensi makan dua kali dan sebanyak 13.4% memiliki frekuensi makan lebih dari tiga kali dalam sehari. Sebesar 50% contoh menyatakan selalu jajan, sebanyak 12.2% contoh menyatakan kadang-kadang, dan sebesar 37.8% menyatakan jarang jajan. Dalam sehari konsumsi air putih contoh adalah 22% sebanyak delapan gelas, 30.5% contoh menyatakan mengonsumsi lima gelas air putih, 29.3% tiga gelas, dan sisanya sebanyak 18.3% mengonsumsi air putih kurang dari tiga gelas. Lebih dari separuh contoh biasa minum air putih dibandingkan dengan minum susu, teh manis ataupun minuman lainnya.

(5)

KARTIKA WINDYANINGRUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin Anak Usia Sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor

Nama : Kartika Windyaningrum

NIM : I14080039

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

NIP 19640731 199003 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin Anak Usia Sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor

”.

Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluarganya, para sahabatnya, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku dosen pemandu seminar sekaligus penguji skripsi atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis. 3. Reisi Nurdiani, SP, M.Si yang telah membantu penulis memperoleh data

sekunder untuk penelitian ini.

4. Bapak, mama, adik, mbah serta keluarga penulis atas semangat, cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

5. Saskia Piscesa, S.Gz yang terlibat dalam tim penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program dan membantu penulis dalam memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini

6. Kepala Sekolah serta guru-guru di SDN Palasari 02 yang telah memberikan izin, sarana, dan kesempatan bagi penulis sehingga proses penelitian berjalan dengan lancar.

7. Adik-adik kelas 3, 4, dan 5 SDN Palasari 02 yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

8. Pihak puskesmas (Bu Helen dan kepala tata usaha) atas informasi mengenai program puskesmas yang dilakukan di SDN Palasari 02, serta mba Amah yang telah memberi informasi mengenai pemeriksaan kadar Hb yang dilakukan terhadap siswa dan siswi SDN Palasari 02.

(8)

10. Ka Mute, ka Okta, ka Guntari, dan ka Ghaida atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini.

11. Euis, Desi erfi, dan Dyan fajar yang telah membantu peneliti selama penelitian berlangsung.

12. Teman-teman wisma Hikmatunnisa atas semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada peneliti.

13. Civitas Departemen Gizi Masyarakat : tim dosen, tata usaha, karyawan, fotokopian, perpustakaan.

14. Euis, Novitri, Ilma, dan Indah yang telah menjadi pembahas di dalam seminar hasil penelitian ini.

15. Teman-teman Gizi Masyarakat 45 dan teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tidak lupa penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan selama penyusunan skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 19 Maret 1990, dari bapak Karsido dan Ibu Rumiati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Pagi pada tahun 2000. Pendidikan menengah pertama dilanjutkan penulis di SMP Negeri 90 Jakarta hingga tahun 2005. Pendidikan menengah atas ditempuh oleh penulis di SMA Negeri 21 Jakarta hingga tahun 2008. Penulis melanjutkan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, penulis mendapatkan dana beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008-2009 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009-2012.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 4

Tujuan Umum ... 4

Tujuan Khusus ... 4

Hipotesis ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Karakteristik Contoh ... 5

Anak Usia Sekolah ... 5

Jenis Kelamin ... 5

Uang Saku ... 6

Karakteristik Orang Tua Contoh ... 6

Pendidikan Orang Tua ... 6

Pekerjaan Orang Tua ... 6

Hemoglobin ... 6

Metode Penilaian Kadar Hemoglobin ... 8

Anemia ... 9

Anemia Gizi ... 10

Kebiasaan Makan dan Jajan ... 11

Konsumsi Pangan ... 12

Penilaian Konsumsi Pangan ... 12

Kecukupan Gizi ... 13

Angka Kecukupan Gizi ... 13

Energi ... 13

Protein ... 14

Vitamin A ... 14

(11)

Besi (Fe) ... 16

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan ... 16

Metode Pemeriksaan Infeksi Cacing ... 17

Infeksi Kecacingan ... 17

Status Kesehatan ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

METODE PENELITIAN ... 21

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 21

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 28

Karakteristik Contoh Penelitian ... 30

Jenis Kelamin ... 30

Usia ... 30

Uang Saku ... 31

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan ... 31

Karakteristik Orang Tua ... 33

Pendidikan Orang Tua ... 33

Pekerjaan Orang Tua ... 34

Pendapatan Orang Tua ... 34

Kebiasaan Makan dan Jajan ... 36

Kebiasaan Makan ... 36

Frekuensi Makan ... 38

Kebiasaan Jajan ... 38

Kebiasaan Minum ... 39

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 39

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi ... 40

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Protein ... 41

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Vitamin A ... 42

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Vitamin C ... 42

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) ... 43

(12)

Morbiditas ... 45

Jenis Penyakit yang Diderita ... 46

Lama Hari Sakit ... 46

Status Anemia ... 47

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin ... 48

Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Kadar Hemoglobin 49 Hubungan antara Karakteristik Orang Tua dengan Kadar Hemoglobin ... 50

Hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Kesehatan dengan Kadar Hemoglobin ... 54

Hubungan antara Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Kadar Hemoglobin ... 55

Hubungan antara Infeksi Kecacingan dengan Kadar Hemoglobin 57 Hubungan antara Morbiditas dengan Kadar Hemoglobin ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki

dewasa, anak-anak, dan ibu hamil ... 9

2 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia ... 9

3 Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-12 tahun ... 13

4 Cara pengkategorian variabel-variabel penelitian ... 26

5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 30

6 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 30

7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku... 31

8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ... 32

9 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan kesehatan yang dijawab benar oleh contoh ... 32

10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua ... 33

11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua ... 35

12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua... 35

13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan ... 36

14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan... 38

15 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan jajan ... 38

16 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum ... 39

17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi ... 40

18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein ... 41

19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A ... 42

20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ... 43

21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi ... 43

22 Sebaran contoh berdasarkan infeksi kecacingan ... 44

23 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit ... 45

24 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita ... 46

25 Sebaran contoh berdasarkan lama hari sakit ... 47

26 Sebaran contoh berdasarkan status anemia ... 47

27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat keparahan anemia ... 48

(14)

29 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan usia ... 49 30 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan uang saku ... 50 31 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan pendidikan

ayah ... 51 32 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan pendidikan

ibu ... 51 33 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan status pekerjaan

orang tua ... 53 34 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan pendapatan

orang tua ... 53 35 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan pengetahuan gizi 54 36 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan tingkat kecukupan 55 37 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan tingkat kecukupan 56 38 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan infeksi kecacingan 57 39 Rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan kejadian sakit dan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data Hb dan konsumsi zat gizi ... 65

2 Data Hb dan tingkat kecukupan zat gizi ... 66

3 Hasil analisis korelasi beberapa variabel dengan kadar hemoglobin . 68 4 Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin ... 69

5 Hasil pemeriksaan infeksi kecacingan ... 70

6 Prosedur pemeriksaan infeksi kecacingan ... 72

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya manusia atau SDM merupakan kunci pembangunan bangsa. Banyak faktor yang menentukan kualitas SDM, salah satunya adalah faktor gizi masyarakat sebagai cerminan keadaan gizi individu. Rendahnya kualitas gizi masyarakat mengakibatkan rendahnya kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta produktivitas kerja. Upaya mewujudkan manusia Indonesia berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaan manusia sejak usia dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

Menurut Syarief (1997) periode usia sekolah merupakan bagian dari tahapan dalam siklus hidup manusia yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pada periode ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara kognitif, motorik, dan emosional. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas asupan zat gizi yang diberikan dalam makanan. Periode usia sekolah menurut RSCM dan PERSAGI (1994) adalah usia 7-12 tahun. Kesehatan dan daya tahan fisik merupakan unsur kualitas SDM yang pokok, karena tanpa itu manusia tidak mungkin mampu berpikir dan bekerja produktif.

Angka kecukupan zat besi yang dianjurkan untuk anak usia 7-9 tahun

adalah sebesar 10 mg, remaja laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 13 mg, dan

remaja perempuan usia 10-12 tahun adalah sebesar 20 mg. Namun sebagian

besar anak usia sekolah dasar di Indonesia kurang mendapatkan asupan

makanan yang mengandung zat besi. Kondisi tersebut berdampak pada

ancaman penyakit seperti anemia. Anak-anak dengan jumlah konsumsi zat besi

di bawah kebutuhan cenderung mengalami anemia yang dapat mengakibatkan

sulit konsentrasi, mudah lelah, dan lesu. Berdasarkan survei Bagian Gizi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), konsumsi daging dan ikan

pada anak-anak sekolah hanya 10-16% dari porsi makan sehari-hari. Kebutuhan

anak akan zat besi menjadi penting karena dapat membantu metabolisme

energi, meningkatkan konsentrasi dan berperan dalam sistem kekebalan tubuh.

(Bardosono 2011). Besi hem hanya merupakan bagian kecil dari besi yang

(18)

2

Indonesia, namun yang dapat diabsorpsi dapat mencapai 25% sedangkan non

hem hanya 5%) (Almatsier 2006).

Anemia karena kekurangan zat besi dapat terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih didominasi pangan nabati, seperti serealia dan kacang-kacangan sebagai sumber zat besi yang sulit diserap oleh tubuh. Sedangkan bahan pangan hewani seperti daging yang diketahui sebagai sumber zat besi yang baik, jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan, hal ini dikarenakan rendahnya daya beli masyarakat terhadap pangan hewani.

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan makannya (Suhardjo 1989). Konsumsi pangan yang buruk akan mendorong terjadinya masalah anemia pada anak karena secara langsung asupan gizi juga berkurang. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, karakteristik anak seperti usia, uang saku dan pengetahuan gizi juga mempengaruhi konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Konsumsi pangan mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi. Kecukupan zat gizi akan menunjukkan defisiensi atau tidaknya seseorang terhadap zat gizi yang akan menentukan kecenderungan seseorang menderita penyakit akibat defisiensi zat gizi seperti anemia. Di samping itu, keadaan tertentu seperti kebutuhan yang meningkat pada waktu pertumbuhan, kehamilan, mengidap penyakit seperti TBC dan malaria, kehilangan darah, kekurangan zat gizi lainnya, dan kecacingan akan memperberat anemianya (Depkes 1998). Kontribusi energi dari protein hewani terhadap total energi di Indonesia relatif rendah yaitu 4% (Hardinsyah et al. 2001) di dalam Hardinsyah dan Tambunan (2004), yang menurut FAO RAPA (1989) sebaiknya sekitar 15% dari total energi.

(19)

lebih tinggi di atas prevalensi anemia pada kelompok anak-anak secara nasional yaitu sebesar 12.8% (Depkes 2008). Anemia defisiensi zat besi merupakan kelainan gizi yang sering ditemukan di dunia. Sebanyak 4-5 milyar penduduk dunia, atau 66-80% dari populasi penduduk dunia mengalami defisiensi zat besi dan 2 milyar penduduk mengalami anemia, terutama karena defisiensi zat besi. Di negara berkembang keadaan ini semakin diperparah oleh penyakit malaria serta infeksi cacing (Vijayaraghavan 2008).

Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor. Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Cijeruk antara lain rumah bersalin atau BKIA, puskesmas, puskesmas pembantu, praktek dokter, dukun khitan atau sunat, dukun bayi, dan pelayanan keluarga berencana serta posyandu. Salah satu desa yang berada pada Kecamatan Cijeruk adalah Desa Palasari.

SDN Palasari 02 merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di Desa Palasari. Lokasi SDN Palasari 02 berada dekat dengan UPTD Puskesmas Cijeruk, sehingga memudahkan pihak puskesmas dan pihak sekolah dalam memantau kesehatan siswa. Terdapat berbagai program kesehatan yang dilakukan pihak puskesmas terhadap siswa SDN Palasari, seperti pemeriksaan status gizi, pemeriksaan tes kesegaran jasmani, pemberian obat cacing pada siswa kelas satu dan enam, kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), dan pemeriksaan mengenai keluhan penyakit pada siswa. Namun terdapat beberapa program kesehatan yang belum pernah dilakukan oleh Puskesmas Cijeruk terhadap siswa SDN Palasari 02, diantaranya adalah pemeriksaan mengenai kadar hemoglobin siswa untuk mengetahui status anemia dan pemeriksaan feses untuk mengetahui infeksi kecacingan.

(20)

4

dengan kadar hemoglobin anak usia sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin anak usia sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi status anemia contoh

2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan contoh. 3. Mengidentifikasi kebiasaan makan dan jajan contoh.

4. Mengidentifikasi konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C) contoh.

5. Mengidentifikasi infeksi kecacingan pada contoh. 6. Mengidentifikasi morbiditas pada contoh

7. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin contoh.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi dengan kadar hemoglobin contoh.

2. Terdapat hubungan antara morbiditas dan infeksi kecacingan dengan kadar hemoglobin contoh

Kegunaan Penelitian

(21)

Anak Usia Sekolah

Menurut RSCM dan PERSAGI (1994), dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan, anak dikelompokkan menjadi usia prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun), dan remaja (13-18 tahun). Soetardjo (2011) mengelompokkan anak berdasarkan usia menjadi tiga golongan yaitu: usia 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun. Usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun disebut sebagai usia pra-sekolah, sedangkan usia 7-9 tahun sebagai usia sekolah. Laju pertumbuhan pada ketiga kelompok anak ini menurun dibandingkan dengan laju pertumbuhan cepat pada waktu bayi. Selama masa ini, anak memperoleh keterampilan yang memungkinkannya untuk makan secara bebas dan mengembangkan kesukaan makannya sendiri. Perkembangan keterampilan otot membuat aktivitas fisiknya meningkat.

Anak usia sekolah berusaha mengembangkan kebebasan dan membentuk nilai-nilai pribadi. Perbedaan antar anak antara lain tampak pada kecepatan tumbuh, pola aktivitas, kebutuhan gizi, perkembangan kepribadian, dan asupan makanan (Soetardjo 2011).

Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran dan komposisi tubuh, pola aktivitas, dan kecepatan tumbuh. Ketersediaan dan diterimanya makanan oleh anak tidak hanya ditentukan oleh pilihan makanan orang tua, tetapi juga oleh keadaan lingkungan pada waktu makan, pengaruh teman sebaya, iklan, dan pengalaman anak tentang makanan sebelumnya (Soetardjo 2011).

Jenis Kelamin

Jumlah penderita anemia lebih banyak wanita dibanding pria. Beberapa alasan wanita lebih banyak terkena anemia yaitu 1) Pada umumnya masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani, sehingga masih banyak yang menderita anemia; 2) Wanita lebih jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing; 3) Mengalami haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria (Depkes 1998).

Uang Saku

(22)

6

mengalokasikan uang sakunya untuk keperluan membeli makanan jajanan (68%). Terdapat hubungan yang positif dan signifikan (p<0.01) antara alokasi uang saku untuk membeli jajanan dengan jumlah jenis makanan yang dibeli siswa.

Karakteristik Orang Tua Contoh Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989).

Pekerjaan Orang Tua

Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar (Engel et al 1994 diacu dalam Lusiana 2008). Pekerjaan kepala keluarga berpengaruh terhadap status kesehatan keluarga (Sukarni 1994).

Hemoglobin

Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Hemoglobin yang mewakili lebih dari 95% dari protein pada sel darah merah, mengandung 60% besi tubuh. (Brody 1994). Setiap molekul hemoglobin merupakan konjugasi dari protein (globin) dan empat molekul hem (Gibson 2005).

Nilai hemoglobin darah merupakan salah satu indikator paling umum yang digunakan untuk mengetahui anemia gizi besi. Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut. Hemoglobin merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat defisiensi besi karena murah, mudah untuk dilakukan, dan cepat. Tetapi, kadar hemoglobin juga dipengaruhi oleh faktor lain selain defisiensi besi. Nilai Hb yang rendah mungkin juga disebabkan oleh kekurangan protein atau vitamin B6 (Almatsier 2006).

(23)

besi yang dikonsumsi dari bahan pangan sedikit maka produktivitas hemoglobin akan menurun (Depkes 1998).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah anak sekolah adalah:

a. Variasi biologis individu

Variasi biologis individu akan mempengaruhi kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin cenderung lebih rendah pada saat sore hari dibanding pagi hari (Gibson 2005).

b. Umur dan jenis kelamin

Umur dan jenis kelamin adalah faktor penting yang menentukan kadar hemoglobin. Nilai median hemoglobin naik selama 10 tahun pada masa kanak-kanak selanjutnya akan meningkat pada masa pubertas. Perbedaan kadar hemoglobin pada jenis kelamin yang berbeda jelas nyata pada usia enam bulan. Anak laki-laki mempunyai kadar hemoglobin lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan (Gibson 2005). Pada studi yang dilakukan terhadap anak dan remaja yang memiliki keterbelakangan mental juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara jenis kelamin dan usia terhadap anemia yang digambarkan pada model regresi dengan nilai (OR=0.63, 95% CI=0.41–0.95) untuk jenis kelamin, dan (OR=3.21, 95% CI=1.77–5.82) untuk usia (Lin et al. 2010).

c. Ras atau bangsa

Ras atau bangsa diketahui mempengaruhi kadar hemoglobin. Individu dari keturunan Afrika mempunyai nilai hemoglobin 5-10 g/dl lebih rendah dari keturunan Kaukasian dengan mengabaikan umur, pendapatan, dan defisiensi besi (Gibson 2005).

d. Keberadaan seseorang dari permukaan laut (ketinggian)

Seseorang yang berada pada ketinggian tertentu membangkitkan respon penyesuaian diri untuk menurunkan tekanan darah parsial oksigen dan mengurangi saturasi oksigen dalam darah. Hal ini terlihat nyata pada ketinggian di atas 1000 meter. Kadar hematokrit dan hemoglobin seseorang meningkat secara berangsur-angsur pada ketinggian yang semakin tinggi (Gibson 2005).

e. Anemia defisiensi besi

(24)

8

kadar hemoglobin bukan pemeriksaan yang sensitif pada tahapan ini (Arisman 2004; Gibson 2005). Pada anemia defisiensi zat besi yang berat, konsentrasi hemoglobin <7 g/dl (Vijayaraghavan 2008).

f. Defisiensi mikronutrien lain

Beberapa defisiensi mikronutrien seperti vitamin A, B6, B12, Riboflavin, asam folat, dan tembaga (Cu) dihubungkan dengan penurunan kadar hemoglobin dan terjadinya anemia (Gibson 2005).

g. Infeksi parasit

Infeksi parasit seperti Plasmodium falciparum menyebabkan kadar hemoglobin rendah dengan pecahnya eritrosit dan tertekannya produksi eritrosit (Gibson 2005).

h. Berbagai status penyakit

Berbagai status penyakit dapat memepengaruhi kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin rendah timbul pada infeksi kronik dan peradangan. Status penyakit kronik ini meliputi HIV-AIDS, hemoglobinopathies dan infeksi karena Schistosomiasis, Trichuriasis, dan Ascaris (Gibson 2005).

Metode Penilaian Kadar Hemoglobin

Penentuan prevalensi anemia dalam suatu populasi melalui pengukuran kadar hemoglobin dalam darah relatif sederhana dan tidak mahal. Metode ini merupakan metode laboratorium terbaik untuk menentukan kadar hemoglobin secara kuantitatif (WHO 2001).

Terdapat beberapa metode pemeriksaan kadar hemoglobin yang umum digunakan, diantaranya adalah metode cyanmethemoglobin dan hemocue. Metode cyanmethemoglobin adalah metode pengambilan darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan pada metode hemocue darah diambil dari pembuluh kapiler.

(25)

Anemia

Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbeda-beda untuk kelompok usia dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh Depkes (2008) dari hasil Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 dan tercantum pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki dewasa, anak-anak, dan ibu hamil

Anemia adalah suatu kondisi terjadinya defisiensi dalam ukuran atau jumlah sel darah merah atau jumlah molekul hemoglobin yang dikandungnya, sehingga membatasi terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel darah dan jaringan-jaringan tubuh (Stopler 2004). Berdasarkan WHO (2011) kadar hemoglobin yang merupakan indikator status anemia dan tingkat keparahan anemia dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia

Kelompok

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah dan kandungan hemoglobin di dalamnya. Berdasarkan ukuran sel darah merah, yaitu anemia makrositik, mikrositik, dan normositik. Sedangkan anemia berdasarkan kandungan hemoglobin di dalamnya, yaitu anemia hipokromik dan normokromik. Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah dan jumlah hemoglobin yang terkandung bertambah. Sebaliknya pada anemia mikrositik, ukuran sel darah merah mengecil. Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak mengalami perubahan. Sedangkan anemia hipokromik terjadi karena kandungan hemoglobin dalam sel tiap sel darah merah berkurang, sehingga warna sel darah merah pucat. Sementara pada anemia normokromik, kandungan hemoglobin normal (Stopler 2004).

(26)

10

balita, anak-anak dan remaja terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Pada ibu hamil, anemia terjadi karena adanya peningkatan volume plasma darah. Pada ibu menyusui, anemia dapat terjadi karena kebutuhan yang meningkat (FAO 2001).

Anemia mikrositik-hipokromik, biasanya terjadi karena kekurangan zat besi, penyakit kronis tingkat lanjut, atau keracunan timbal. Anemia normositik- normokromik biasanya karena penyakit kronis fase awal atau perdarahan akut. Anemia makrositik biasanya karena kekurangan vitamin B12. Berdasarkan hasil Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 menyatakan bahwa jenis anemia terbanyak pada orang dewasa dan anak-anak adalah anemia mikrositik hipokromik (60,2%). Jika dibandingkan antara anak-anak dan dewasa, anemia mikrositik hipokromik ini lebih besar proporsinya pada anak-anak (Depkes 2008).

Anemia Gizi

Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman 2004). Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membran sel darah merah (Almatsier 2006). Anemia gizi tersebut berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi (Arisman 2004). Anemia gizi yang umum terjadi di Indonesia adalah karena defisiensi besi (Almatsier 2006).

Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara sedang berkembang dibandingkan dengan negara yang sudah maju. Sebesar 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan 3800 juta orang di negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman 2004).

(27)

pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan proses keganasan, (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman 2004). Ketidaknormalan genetik dan keracunan obat dapat menyebabkan anemia (Stopler 2004).

Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi terakhir dari defisiensi besi yang telah berlangsung lama, gejala-gejala yang muncul mencerminkan kegagalan fungsi sistem-sistem tubuh (Stopler 2004). Tanda dan gejala anemia defisiensi besi yang umum terjadi diantaranya: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardi, sesak napas. Kepucatan dapat diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra (Arisman 2004). Anemia defisiensi zat besi yang kronis pada anak-anak dapat menimbulkan perubahan perilaku dan dapat mengganggu fungsi kognitif, anak tidak dapat berkonsentrasi pada waktu yang lama dan terlihat menutup diri (Vijayaraghavan 2008).

Kebiasaan Makan dan Jajan

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan merupakan hasil interaksi antar beberapa peubah dan terbentuk sejak kecil. Menurut Sanjur (1982), kebiasaan makan mencakup empat komponen: konsumsi pangan, preferensi terhadap makanan, ideologi (pengetahuan) terhadap makanan dan sosial budaya pangan. Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial.

Kebiasaan makan pada anak usia sekolah tergantung pada kehidupan sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat dan Alimul 2004).

(28)

12

Aspek negatif dari jajan yang terlalu sering yaitu dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah (Khomsan 2002).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pangan sebagai sumber berbagai zat gizi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari

(Kusharto dan Sa’diyyah 2007).

Penilaiaan Konsumsi Pangan

Menurut Gibson (2005) penilaian konsumsi pangan individu dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penilaian secara kuantitatif terdiri atas food record dan recall. Metode kuantitatif didisain untuk mengukur kuantitas konsumsi pangan individu selama periode satu hari. Penambahan jumlah hari yang diukur akan dapat memperkirakan kebiasaan intake individu.

Metode kuantitatif yang sering digunakan dalam penilaian konsumsi pangan individu salah satunya adalah metode mengingat kembali atau recall 24 jam. Prinsip metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa et al. 2001). Menurut Kusharto dan Sa’diyyah (2007), pada metode recall ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat.

(29)

(4) membutuhkan tenaga yang terampil dalam menggunakan alat-alat bantu, (5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan penelitian (Supariasa et al. 2001).

Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu, seperti kehamilan dan menyusui (Riyadi 2006). Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, kecukupan zat gizi anak yang berusia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-12 tahun adalah disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3 Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-12 tahun.

Kategori umur Rahayuningsih 2004; dKartono & Soekatri 2004)

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi, dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (IOM 2002) diacu dalam Hardinsyah dan Victor (2004).

(30)

14

Protein

Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekspresi genetik, neurotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan. Komposisi dan jumlah asam amino esensial ini dalam suatu protein pangan turut menentukan mutu protein dari suatu jenis pangan. Mutu protein juga ditentukan oleh daya cerna protein. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka semakin tinggi mutu proteinnya (Gibney, Vorster, & Kok 2002) diacu dalam Hardinsyah dan Tambunan (2004). Pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. Di Indonesia kontribusi energi dari protein hewani terhadap total energi relatif rendah yaitu 4% (Hardinsyah et al. 2001) di dalam Hardinsyah dan Tambunan (2004), yang menurut FAO RAPA (1989) sebaiknya sekitar 15% dari total energi. Apabila terjadi defisiensi protein, maka akan menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi termasuk besi (Almatsier 2006).

Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber yang berasal dari pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya (tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya). Protein yang berasal dari pangan hewani mengandung 40% besi hem dan 60% besi nonhem. Protein yang berasal dari bahan pangan hewani mempunyai faktor yang membantu penyerapan zat besi, mutu cerna (digestibility) dan daya manfaat (utilizable) yang tinggi dibandingkan dengan protein nabati (Almatsier 2006).

Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Dalam makanan vitamin A biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu: retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Vitamin A berperan dalam pembentukan sel darah merah melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2006).

(31)

dengan kemampuan vitamin A melawan infeksi, akan terjadi penurunan derajat infeksi. Akibatnya sintesis retinol binding protein dan transferin kembali normal. Kondisi ini memungkinkan besi retinol yang semula terjebak di tempat penyimpanan dapat dimobilisasi kembali. Dengan menghilangnya infeksi, besi yang semula ditahan makrofag akan dilepas kembali ke sirkulasi dan diangkut transferin untuk kepentingan eritropoeisis (Turnham 1993) diacu dalam Zarianis (2006).

Vitamin A berperan dalam memobilisasi cadangan besi di dalam tubuh untuk dapat mensintesa hemoglobin. Status vitamin A yang buruk berhubungan dengan perubahan metabolisme besi pada kasus kekurangan besi. (Gillespie, 1998) diacu dalam Zarianis (2006). Beberapa penelitian membuktikan bahwa vitamin A mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kadar hemoglobin. Pemberian suplemen vitamin A 110 mg pada anak yang kekurangan vitamin A (retinol <0,60 μmol/L) dapat meningkatkan hemoglobin dan transferrin saturasi (Bloem 1990) diacu dalam Zarianis (2006).

Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega. Margarin biasanya diperkaya dengan vitamin A. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, dan jeruk. Minyak kelapa sawit yang berwarna merah kaya akan karoten (Almatsier 2006).

Vitamin C

(32)

16

2006). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2006).

Besi (Fe)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi memiliki beberapa fungi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Zat besi merupakan komponen penting dalam Hb darah, mioglobin, sitokrom, dan enzim katalase dan peroksidase. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan (Almatsier 2006).

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi nonheme. Menurunnya keasaman lambung karena berbagai sebab, misalnya konsumsi antasida berlebihan, dapat menghambat penyerapan besi. Vitamin C dan asam organik merupakan pemacu penyerapan besi nonheme, sedangkan fitat, polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi nonheme (Gallagher 2004).

Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi nonheme dalam makanan nabati. Besi heme hanya merupakan bagian kecil dari besi yang diperoleh dari makanan (kurang lebih 5% dari besi total makanan), terutama di Indonesia, namun yang dapat diabsorpsi dapat mencapai 25% sedangkan nonheme hanya 5%. Agar dapat diabsorpsi, besi nonheme di dalam usus halus harus berada dalam bentuk terlarut. Besi nonheme diionisasi oleh asam lambung, direduksi menjadi bentuk fero dan dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula, dan asam amino yang mengandung sulfur (Almatsier 2006).

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan

(33)

penglihatan, pendengaran, penciuman rasa, dan melalui kulit. Pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden dalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo 2003). Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman responden tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan (Khomsan 2000). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1992 di dalam Sukandar 2007).

Pengetahuan kesehatan merupakan hasil investasi dari pendidikan kesehatan dalam jangka pendek. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil investasi jangka menengah dan selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap peningkatan indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan kesehatan (Notoatmojo 1993).

Infeksi Kecacingan

(34)

18

(1987) diacu dalam Par’I (1999) menyatakan bahwa akibat infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang menyerang anak mengakibatkan menurunnya status gizi berdasarkan indikator BB/U, penurunan penyerapan laktosa dalam usus, menurunnya kadar vitamin A dalam plasma dan pendeknya waktu transit makanan dalam usus. Akibat infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale) mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi zat gizi besi.

Ascaris lumbricoides atau cacing gelang memiliki panjang 10-15 cm dan biasanya bermukim dalam usus halus. Sekitar 25% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi cacing ini, terutama di negara tropis (70-90%). Cacing betina mengeluarkan telur dalam jumlah yang sangat banyak, sampai 200.000 telur sehari yang dikeluarkan dalam tinja. Penularan terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larvanya yang berkembang dalam usus halus. Larva ini menembus dinding usus melalui hati kemudian ke paru-paru. Setelah mencapai tenggorokan, lalu larva ditelan untuk kemudian berkembang biak menjadi cacing dewasa di usus halus. Obat pilihan pertama adalah mebendazol, albendazol, dan pirantel. Seringkali kur harus diulang dengan kur kedua, karena tidak semua cacing atau telurnya dapat dimusnahkan pada tahap pertama. Anggota keluarga juga mungkin merupakan pembawa kista dan sebaiknya juga diobati. Albendazol (Eskazole) adalah derivat karbamat dari benzimidazol, berspektrum luas terhadap Ascaris, Oxyuris, Taenia, Ancylostoma, Strongyloides, dan Trichiuris. Terutama dianjurkan pada echinococciosis (cacing pita anjing). Di dalam hati zat ini segera diubah menjadi sulfoksidanya, yang diekskresikan melalui empedu dan urin. Efek sampingnya berupa gangguan lambung dan usus, demam, rontok rambut, dan exanthema (Tjay dan Rahardja 2007).

Status Kesehatan

(35)

hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan usia dan salah satunya adalah anak usia sekolah. Anemia gizi yang umum terjadi di Indonesia adalah karena defisiensi besi (Almatsier 2006). Nilai hemoglobin darah merupakan salah satu indikator paling umum yang digunakan untuk mengetahui anemia gizi besi. Keadaan tertentu seperti mengidap penyakit TBC dan malaria, kehilangan darah, kekurangan zat gizi lainnya, dan kecacingan akan memperberat anemianya (Depkes 1998).

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan makannya (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan (food habit) dan jajan berhubungan dengan pola konsumsi pangan contoh. Kebiasaan makan yang baik mendorong terpenuhinya kebutuhan gizi dimana pada kebiasaan makan yang baik, konsumsi pangan akan baik dan memenuhi kebutuhan gizi.

Karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, serta pengetahuan gizi dan kesehatan mempengaruhi pola konsumsi pangan secara langsung, baik dalam frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan. Anak usia sekolah merupakan masa dimana anak sudah dapat memilih makanan yang ia sukai dan kebutuhan energi mereka lebih besar dibandingkan dengan anak usia pra-sekolah. Uang saku contoh mempengaruhi daya beli contoh terhadap pangan, sehingga uang saku berhubungan dengan pola konsumsi pangan contoh dalam hal frekuensi, jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi dan kesehatan contoh yang baik dapat menuntun seseorang dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi Suhardjo (1989), sehingga hal ini juga mempengaruhi pola konsumsi pangan contoh.

(36)

20

(37)

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program yang berjudul “Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Anak Sekolah melalui Peningkatan Mutu dan Keamanan Makanan Jajanan Kantin”. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses peneliti, lokasi SDN Palasari 02 dekat dengan sarana kesehatan UPTD Puskesmas Cijeruk, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin pada siswa SDN Palasari 02. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan April 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus Lemeshow & David (1997) dengan perhitungan sebagai berikut:

[(Z1-α)2 x (pxq)]

n ≥ --- d2

n ≥ [(1.96)2 x (0.188 x 0.812)] ---

(0.1)2 n ≥ 59

Keterangan:

n = jumlah contoh

α = derajat kepercayaan (0.05)

p = proporsi (prevalensi anemia di Provinsi Jawa Barat pada kelompok usia anak dan remaja yang berusia 5-14 tahun menurut Riskesdas 2007 sebesar 18.8%)

q = 1-p

d = presisi (10%)

(38)

22

sudah lancar membaca dan menulis serta lebih mudah untuk diwawancarai dan diberi instruksi dalam pengisian kuesioner. Selain itu tidak dipilihnya contoh dari kelas 6, dikarenakan siswa kelas 6 sedang mempersiapkan Ujian Nasional. Penarikan contoh dilakukan secara purposive yaitu siswa siswi kelas 3, 4, dan 5. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas 3, 4, dan 5 SDN Palasari 02 serta bersedia mengikuti penelitian dari awal hingga akhir. Kriteria eksklusi adalah siswa yang keluar atau pindah dari SDN Palasari 02 ke sekolah lain dan siswa siswi yang tidak melengkapi data. Populasi siswa siswi kelas 3, 4, dan 5 SDN Palasari 02 pada tahun ajaran 2011/2012 berjumlah 104 anak. Jumlah siswa-siswi kelas 3, 4, dan 5 yang mengikuti kegiatan pada saat pengambilan baseline data berjumlah seratus anak. Terdapat satu anak yang keluar atau pindah sekolah dan 21 anak tidak melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga didapatkan 82 anak yang dijadikan contoh dalam penelitian ini.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan adalah baseline data pada penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program. Baseline data tersebut diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner dimana siswa kelas 3, 4, dan 5 dikumpulkan dalam ruang kelas masing-masing untuk diberikan instruksi dalam pengisian kuesioner kemudian siswa diminta untuk mengisi kuesioner. Data yang diambil meliputi: status anemia, karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan uang saku), pengetahuan gizi dan kesehatan, kebiasaan makan dan jajan, morbiditas, serta konsumsi pangan siswa. Status anemia contoh diketahui dari kadar hemoglobin (Hb) darah berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia darah di laboratorium puskesmas kecamatan Cijeruk yang dilakukan oleh tenaga puskesmas menggunakan instruction manual automatic electric hemoglobin meter (HB meter).

(39)

dimasukkan dalam pot/kantong plastik sekitar 100 mg (sebesar kelereng). Spesimen tersebut segera diperiksa pada hari tersebut sebab kalau tidak segera diperiksa, telur cacing akan rusak atau menjadi larva (Forum Koordinasi Pusat Program Pembinaan Anak dan Remaja 1996). Bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan menggunakan metode ini adalah lidi berukuran 5 cm, gelas objek, gelas tutup, larutan eosin 2%. Cara kerja pemeriksaan menggunakan metode ini yaitu: (1) ambillah tinja dengan lidi sebesar kacang merah, (2) tetesilah dengan larutan eosin 2%, (3) ratakan dengan lidi, (4) tutuplah dengan gelas tutup, (5) periksalah dengan mikroskop dengan perbesaran 100 x, (6) (objektif 10 kali, okuler 10 kali), bila diperlukan dapat dibesarkan menjadi 10 x 45 kali.

Data sekunder mengenai keadaan umum sekolah dan karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha Sekolah. Data yang dibutuhkan meliputi lokasi sekolah, jumlah siswa, fasilitas sekolah. Data sekunder mengenai program kesehatan UPTD Puskesmas Cijeruk diperoleh melalui informasi lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha Puskesmas dan tenaga puskesmas yang melakukan pemeriksaan kesehatan di SDN Palasari 02.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar kelengkapannya sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data meliputi beberapa tahap yaitu pengeditan, pengkodean, pengentrian dan analisis. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis, kemudian dilakukan pengolahan data dengan sistem komputerisasi menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 17.0 for windows. Data meliputi status anemia, karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan uang saku), pengetahuan gizi dan kesehatan, kebiasaan makan dan jajan, morbiditas dan infeksi kecacingan, serta konsumsi pangan siswa.

(40)

24

dibagi dengan jumlah kelas yang akan dikategorikan (Sugiyono 2011). Berdasarkan sebaran data diperoleh kategori uang saku yang terdiri dari: 1)

Rendah (≤Rp 3000/hari), 2) Sedang (Rp 3001-Rp 5001/hari), 3) Tinggi (≥Rp 5002/hari).

Data pengetahuan gizi dan kesehatan contoh diperoleh dengan menilai jawaban yang diberikan contoh terhadap 25 pertanyaan meliputi pengetahuan tentang zat-zat gizi secara umum, fungsi zat gizi, akibat defisiensi dan kelebihan zat gizi dan perilaku sehat. Setiap jawaban yang sesuai diberikan skor 1, sedangkan setiap jawaban yang tidak sesuai diberikan skor 0. Pengetahuan gizi dan kesehatan contoh dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh. Skor maksimum dari keseluruhan pertanyaan adalah 25, sedangkan skor minimum adalah 0. Total jawaban yang benar dipersentasikan terhadap jumlah skor maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga kriteria. Khomsan (2000) mengelompokkan tingkat pengetahuan gizi menjadi tiga kriteria yaitu 1) kurang dengan skor <60%, 2) sedang dengan skor 60-80%, dan 3) baik jika skor >80%.

Data kebiasaan makan dan jajan contoh terdiri dari 19 pertanyaan yang meliputi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Data kebiasaan makan dan jajan contoh ini kemudian dijelaskan secara deskriptif. Data infeksi kecacingan diperoleh dari hasil pemeriksaan ada atau tidaknya telur cacing pada feses yang diperiksa di laboratorium kesehatan daerah. Hasil pemeriksaan infeksi kecacingan dinyatakan ke dalam dua kategori, yaitu positif dan negatif. Data morbiditas diukur dari kejadian sakit dalam satu bulan terakhir, yang meliputi jenis penyakit dan lama hari sakit.

Data konsumsi pangan diperoleh melalui Food Recall 1x24 jam yang dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (gram), zat besi (mg), vitamin C (mg), dan vitamin A (RE), menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Konversi dihitung menggunakan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994) sebagai berikut:

Kgij = Kandungan zat gizi dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

(41)

energi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual dengan kecukupan zat gizi berdasarkan (WNPG 2004). Adapun rumus untuk menghitung tingkat kecukupan gizi (TKG) menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) adalah sebagai berikut:

TKGi= (Ki/ AKGi) X 100% Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan gizi i (%)

Ki = Konsumsi zat gizi i (sesuai satuannya)

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan (sesuai satuannya) (WNPG 2004) Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) penilaian angka kecukupan zat gizi (energi dan protein) individu diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:

AKE usia 7-9 tahun = (88.5-61.9U)+26.7Ba(1.31)+903TBa+20 AKE pria dan wanita usia 10-12 tahun = (88.5-61.9U)+26.7Ba(1.31)+903TBa+25 AKPi usia 7-9 tahun pria dan wanita usia 10-12 tahun = (Ba/Bs) x AKPI

Keterangan:

AKEi = Angka kecukupan energi (kkal/hari) Ba = Berat badan aktual sehat (Kg)

Bs = Berat badan rata-rata (Kg) yang tercantum dalam WNPG 2004 U = Usia contoh (tahun)

TBa = Tinggi badan aktual contoh (kg) AKPi = Angka kecukupan protein (g)

AKPI = Angka kecukupan protein (g) yang tercantum dalam WNPG 2004 Angka kecukupan vitamin A, vitamin C, dan zat besi juga diacu dalam WNPG tahun 2004.

(42)

26

Jenis analisis disesuaikan dengan jenis datanya. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui apakah data yang ada terdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang akan dianalisis terdistribusi normal (p>0.05), maka uji korelasi yang digunakan adalah Pearson. Sedangkan apabila data yang akan dianalisis tidak terdistribusi normal (p<0.05), maka uji korelasi yang digunakan adalah Spearman.

Tabel 4 Cara pengkategorian variabel-variabel penelitian

Jenis kelamin 1. Perempuan Ketentuan

Peneliti

Contoh adalah siswa siswi sekolah dasar kelas 3, 4, dan 5 di SDN Palasari 02 Kecamtan Cijeruk Kabupaten Bogor.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh pada saat penelitian dilakukan dan dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

(43)

Karakteristik contoh adalah kondisi pribadi contoh meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku per hari.

Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua.

Kebiasaan makan dan jajan adalah tindakan makan dan jajan contoh yang telah dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya, menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari 19 pertanyaan berupa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.

Konsumsi pangan adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi contoh dan diperoleh melalui recall 1x24 jam Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah skor pengetahuan contoh tentang hal

yang berhubungan dengan gizi dan kesehatan yang diukur dengan menjumlahkan seluruh jawaban yang benar dari 25 pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner.

Status anemia adalah status anemia contoh yang meliputi 1) anemia dan 2) tidak anemia yang ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin contoh. Jika anemia kemudian dikategorikan lagi menjadi anemia: 1a) ringan, 1b) sedang, dan 1c) berat.

Status kesehatan adalah kondisi kesehatan contoh dilihat dari ada tidaknya contoh yang sakit selama satu bulan terakhir, meliputi jenis penyakit dan lama hari sakit.

Tingkat kecukupan adalah persentasi konsumsi zat gizi (energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C) aktual contoh dibandingkan kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan WNPG 2004 untuk anak usia 7-9 tahun, pria dan wanita usia 10-12 tahun yang dinyatakan dalam %.

Uang saku adalah jumlah uang yang diberikan oleh orang tua contoh per hari, kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan sebaran contoh.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor. Terdapat sembilan desa di Kecamatan Cijeruk, yaitu: desa Palasari, Sukaharja, Tajur halang, Tanjung sari, Cipicung, Cipelang, Cibalung, Cijeruk, dan Warung menteng.

Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Cijeruk antara lain rumah bersalin atau BKIA, puskesmas, puskesmas pembantu, praktek dokter, dukun khitan atau sunat, dukun bayi, dan pelayanan keluarga berencana serta posyandu. Sarana kesehatan yang paling berperan penting adalah posyandu. Posyandu dilakukan satu kali dalam satu bulan. Jumlah posyandu yang terdapat di setiap desa berbeda dan tergantung dari jumlah penduduk yang ada di desa tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk, khususnya balita maka jumlah posyandu semakin banyak. Desa Cipicung adalah desa yang memiliki jumlah posyandu terbanyak dalam kecamatan Cijeruk. Desa Palasari memiliki sembilan posyandu. Kegiatan yang dilakukan di posyandu diantaranya penimbangan berat badan balita, pemberian imunisasi pada bayi usia 0-9 bulan, pemberian imunisasi bagi ibu hamil, serta pemberian vitamin A.

Desa Palasari merupakan desa yang terletak di kaki gunung salak dengan total luas wilayah 425 Ha. Desa Palasari berjarak 15 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 24 km dari ibu kota kabupaten, 99 km dari ibu kota provinsi, dan dari ibu kota Negara berjarak 65 km. Desa Palasari dibatasi oleh beberapa desa, diantaranya sebelah utara dibatasi oleh desa Pamoyanan, sebelah selatan desa Tanjung sari, sebelah barat desa Cipicung, dan sebelah timur dibatasi oleh desa Mulyaharja.

(45)

SDN Palasari 02 adalah sekolah dengan akreditasi B. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan SDN Palasari 02 berjumlah delapan orang, terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru yang masing-masing bertanggung jawab terhadap satu kelas atau disebut juga sebagai wali kelas, guru agama, dan satu orang guru olah raga yanag merangkap sekaligus sebagai wali kelas. Ijazah tertinggi dari pendidik dan tenaga kependidikan terdiri dari S1 sebanyak dua orang, DIII satu orang, DII satu orang, SMK dua orang, dan SMU berjumlah dua orang. Jumlah keseluruhan murid di sekolah ini adalah 225 murid yang terdiri dari 48 murid kelas 1, sebanyak 37 murid berada pada kelas 2, kelas 3 sebanyak 38 murid, 36 murid berada pada kelas 4, sebanyak 29 murid adalah kelas 5, dan sisanya sebanyak 37 murid merupakan kelas 6.

Sarana dan prasarana sekolah terdiri dari ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang UKS, jamban, dan laboratorium bahasa. Ruang kelas berjumlah enam kelas dengan kapasitas maksimum 40 orang. Ruang perpustakaan terdiri dari buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi , dan sumber belajar lain. Ruang UKS terdiri dari peralatan P3K, termometer badan, dan timbangan badan. Jamban di sekolah ini berjumlah dua dengan luas 6.25 m2/jamban.

(46)

30

infeksi saluran pernafasan atas 10 siswa, penyakit kulit sebanyak 2 siswa, serta penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan sebanyak 2 siswa. Kegiatan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) dilakukan pada bulan agustus untuk imunisasi campak dan bulan november untuk imunisasi DT/TT. Kegiatan pengukuran tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS) dilakukan setiap lima tahun sekali.

Karakteristik Contoh Penelitian Jenis Kelamin

Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah yang terdiri dari siswa dan siswi kelas 3, 4, dan 5 dengan proporsi yang berbeda pada setiap kelas. Secara keseluruhan, jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 37 siswa atau 45.1% dari total contoh keseluruhan. Sedangkan, contoh dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 45 siswi atau 54.9% dari total contoh keseluruhan.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 37 45.1

Perempuan 45 54.9

Total 82 100

Usia

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................
Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar
Tabel 4 Cara pengkategorian variabel-variabel penelitian
Tabel 9 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan kesehatan yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemahaman terhadap bahasa dalam rangka transfers pesan yang akan disampaikan penutur, tidak hanya menggunakan faktor- faktor yang ada dalam bahasa, melainkan juga faktor-faktor

c) Dari 8 siswa terdapat 2-4 siswa.. yang tidak mendengarkan materi ragam gerak, urutan gerak, dan ketepatan gerak dengan musik sehingga siswa tidak mampu mendemonstrasikan

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PEMASANGAN IUD PADA MAHASISWA D III KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN. CITRA

Hubungan Kadar Hormon Tiroid Dengan Mortalitas Pada Anak Sakit

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi polimorfisme rs4820268 gen TMPRSS6 yang kemungkinan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada ibu

Kredit macet yang terjadi pada koperasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dari pihak koperasi artinya dalam melakukan analisisnya, pihak bagian kredit kurang

Pengertian lain dari Negara adalah Pengorganisasian masarakat yang Berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama karena hak Negara untuk menghukum orang yang bersalah

Beberapa formula yang tersedia diantaranya, yaitu rasio likuiditas yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek,