• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suami Melarang Isteri Bekerja Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang PKDRT dan Perspektif Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suami Melarang Isteri Bekerja Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang PKDRT dan Perspektif Hukum Islam"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004 TENTANG PKDRT

DAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

PENULIS: LINA DAMAYANTI NIM. 1112044200014

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Lina Damayanti, NIM 1112044200014, SUAMI MELARANG ISTERI BEKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG No.23 TAHUN 2004 DAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Konsentrasi Hukum Keluarga. Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal As-Syakhsiyyah). Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1438 H/2016 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Undang-undang No,23 Tahun 2004 tentang PKDRT yang berasaskan kesetaraan gender menurut persperktif Hukum Islam. Serta mengetahui hukum wanita bekerja diluar rumah menurut perspektif hukum Islam. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penulis melakukan penelitian dengan cara teknik study kepustakaan (library research). Setelah memperoleh data dari berbagai sumber, kemudian penulis analisa dengan menggunakan metode analisis kualitatatif

Kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis tulis adalah dalam undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT berasaskan kesetaraan gender tidak adanya tumpang tindih antara laki-laki dan perempuan keduanya merupakan satu kesetaraan dan tidak boleh dibeda-bedakan. Namun dalam Islam kedudukan laki-laki memang dilebihkan satu derajat karena laki-laki secara fitrahnya Allah menganugerahi laki-laki kekuatan jasmani untuk berusaha dalam menghadapi persoalan, dan juga laki-laki mempunyai tanggung jawab finansial dalam keluarga sebagai kepala rumah tangga. Dalam hal lain Islam tidak melarang wanita bekerja diluar rumah, Islam justru menjunjung tinggi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain persoalan isteri bekerja di ranah publik seharusnya tidak ada diskriminasi anatara laki-laki dan prempuann. Selain tidak melalaikan kewajibannya dan tidak keluar dari jalur syariat yang sudah ditetapkan Islam

Kata Kunci, KDRT, Wanita Bekerja.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa rintangan dan hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbeda-beda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang diberikan oleh keluarga dan teman-teman penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vi

telah banyak memberi arahan, motivasi, serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Bapak Dr. H. A Juaini Syukri, Lc, MA selaku penguji I dan Bapak Mara Sutan Rambe, S.HI, MH selaku penguji II yang telah membimbing penulis serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai harganya, dan seluruh staff dan karyawan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bagian tata usaha Fakultas Syariah yang telah memberikan pelayanan yang terbaik.

6. Khusus teruntuk Ayahanda (Bpk. Sumaryono dan Ibu (alm) Tumiarni,) Ibu Indriyani Subiah dan mba Kasmiati yang telah memberikan motivasi serta arahan yang tak pernah jenuh serta tiada henti mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan. Dan terimakasih juga kepada adik saya Aji Prasetyo, Aurelia Putri Ramadhani, dan Yunita Rahmawati yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(8)

vii

8. Kepada sahabat seperjuangan program studi Islamic Family Law 2012 yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

9. Dan semua pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah kita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan, semoga setiap bantuan, do’a, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT dan menjadi catatan kebaikan di akhirat kelak.

Jakarta : 12 September 2016 M 11 Dzulhijjah 1437 H

(9)

vii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEBIMBING ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodelogi Penelitian ... 7

E. Review Studi Terdahulu ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KDRT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004 A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 14

B. Macam-macam KDRT ... 23

C. Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 27

D. Sanksi Bagi Pelaku KDRT ... 30

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI MENURUT HUKUM ISLAM A. Hak dan Kewajiban Suami ... 34

(10)

viii

BAB IV ANALISIS

A. Larangan Suami Terhadap Isteri Yang Bekerja Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang PKDRT .. 51 B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Isteri Yang Bekerja

Di luar Rumah ... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu diantara lembaga pendidikan formal, ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra-putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadi/kepribadian sang putra putri itu sendiri. 1

Keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan antara ketentraman(sakinah ), penuh rasa cinta (Mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari isteri yang patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling membina silahturahim dan tolong menolong. Hal ini dapat tercapai apabila masing masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak dan kewajibannya.2

Membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami isteri sangatlah sulit. Keluarga yang bisa mencapai kebahagian dan kesejahteraan inilah yang disebut dengan keluarga sakinah.

1

Ahmad Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah)

(Jakarta : Raja Grafindo Persada). h 16. 2

(12)

2

Kata sakinah itu sendiri menurut bahasa berarti tenang, atau tentram. Dengan demikian, keluarga sakinah berarti keluarga yang tenang atau keluarga yang tentram. Sebuah keluarga bahagia, sejahtera lahir dan batin, hidup cinta mencintai dan kasih mengasihi, dimana suami bisa membahagiakan isteri dan sebaliknya isteri membahagiakan suami.

Dan keduanya mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Selain itu keluarga sakinah juga mempu menjalin persaudaraan yang harmonis dengan sanak famili dan hidup rukun dalam bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Itulah wujud keluarga sakinah yang diamanatkan Allah SWT kepada hambanya. Salah satu kunci terjalinnya keluarga sakinah yaitu menjalankan hak dan kewajiban masing-masing.

Yang dimaksud dengan hak disini adalah apa saja yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan suami isteri dalam rumah tangga suami mempunyai hak dan begitu pula isteri mempunyai hak. Dibalik itu suami mempunyai beberapa kewajiban dan isteripun juga mempunyai beberapa kewajiban.3

Adanya hak dan kewajiban antara suami dan isteri dalam kehidupan rumah tangga itu dapat dilihat dalam beberapa ayat al-Qur’an dan beberapa hadis Nabi. Contoh dalam al-Qur’an dalam surat al-Baqoroh (2) ayat 228 :



) 

رق لا

228 :2

/

)

3

(13)

3

Artinya : Bagi isteri ada hak-hak berimbang dengan kewajiban-kewajibannya secara mak’ruf dan bagi suami setingkat lebih dari isteri. (Qs. Al-Baqarah 228)

Adapun kewajiban suami terhadap isterinya dapat dibagi kepada dua bagian.

a. Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafkah b. Kewajiban yang tidak bersifat materi

Kewajiban suami yang merupakan hak bagi isteri yang tidak bersifat materi adalah mempergauli isterinya dengan baik. Dan suami harus menjaga ucapan dan perbuatannya jangan sampai merusak atau menyakiti perasaan isterinya.4

Kewajiban Isteri terhadap suaminya yang merupakan hak suami dari isterinya tidak ada yang berbentuk materi secara langsung. Yang ada adalah kewajiban dalam bentuk nonmateri, kewajiban yang bersifat nonmateri itu adalah menggauli secara layak sesuai dengan kodratnya, memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya dan memberikan rasa cints dan kasih sayang kepada suaminya dalam batas-batas yang berada dalam kemampuannya, dan taat dan patuh kepada suaminya selama suaminya tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan maksiat.kewajiban mematuhi suami ini dapat dilihat dari isyarat firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 34.

Mematuhi suami disini mengandung arti mengukuti apa yang disuruhnya dan menghentikan apa-apa yang dilarangnnya, selama suruhan dan larangannya tidak menyalahi ketentuan agama. Dalam Kompilasi Hukum

4

(14)

4

Islam (KHI) disebutkan dalam pasal 79 ayat 1 bahwa suami adalah kepala keluarga dan Isteri Ibu rumah tangga. Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.5

Dalam pasal 9 ayat 2 menyebutkan bahwa penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang bekerja yang layak didalam atau diluar rumah, sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.6

Berbeda dengan apa yang dicantum dalam Al-quran surat An-nisa karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”. Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, sehubungan dengan daya dan tenaga yang diberikan Allah kepada golongan laki-laki melebihi perempuan, disamping kelebihan kemampuannya untuk memberi

5

Kompilasi Hukum Islam (KHI) (Bandung : Fokusindo Mandiri, 2013) .h 36. 6

(15)

5

nafkah dari hartanya. Maka perempuan baik-baik adalah yang ta’at kepada Allah dan mematuhi suaminya, serta memelihara rahasia hubungan intim persuami-isterian sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah.7

Kemudian dalam UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 34 ayat 2: Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Hal ini sangat berdasar pada Alquran surat An-nisa ayat 34 dan dalam Kompilasi Hukum Islam

Bagaimana kaitan kedudukan suami sebagai keluarga dalam Undang-undang PKDRT . Berdasarkan uraian tersebut penulis merasa ada pasal dalam UU PKDRT yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yakni yang terdapat dalam Alquran. Penulis merasa tergugah untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi yang akan dilaksanakan dengan judul “Suami

Melarang Isteri Bekerja Tinjauan Atas Undang-undang No.23 Tahun

2004 Tentang PKDRT Dari perspektif Hukum Islam.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi dalam masalah ini adalah :

a. Apa saja Hak suami sebagai kepala keluarga menurut hukum Islam ? b. Bagaimana bentuk kekerasan dalam rumah tangga menurut Islam ?

c. Apakah perbuatan suami melarang Isteri bekerja diluar rumah termasuk perbuatan KDRT menurut Undang-undang No.23 Tahun 2004 ?

7

Bachtiar Surin, Adz-Zikraa (Terjamaah dan Tafsir Al-Qur’an). (Bandung :

(16)

6

C. Pembatasan Masalah

Dalam Undang-undang No.23 tentang PKDRT pasal 9 ayat 2 disebutkan penelantaraan juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergatungan ekonomi, dengan cara membatasi atau melarang bekerja yang dibawah kendali orang tersebut.

Dalam undang undang tersebut bertentangan dengan hukum Islam surat An-nisa ayat 34 dan Undang-undang Perkawinan yang didalamnya terdapat pasal yang mengatakan bahwa suami adalah kepala rumah tangga dan Isteri ibu rumah tangga.

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatsai masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini penulis hanya akan membahas pasal yang bermasalah dalam Undang-undang KDRT, diantaranya pasal 9 ayat 2 dalam Undang-undang KDRT .

D. Rumusan masalah

Agar pembahasan tidak terlalu melebar, maka penulis merinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Apakah suami melarang Isteri bekerja dapat disebut sebagai bentuk PKDRT menurut Undang-undang No.23 Tahun 2004 ?

(17)

7

E. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penulisan yang dilakukan adalah untuk :

a. Untuk mengetahui apakah perbuatan suami melarang Isteri bekerja disebut sebagai perbuatan PKDRT menurut Undang-undang No.23 tahun 2004.

b. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap suami yang melarang Isteri bekerja dikategorikan sebagai bentuk kekeradan Dalam Rumah Tangga

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai suami melarang Isteri bekerja bisa disebut KDRT dalam Undang-undang PKDRT b. Memberikan pengetahuan yang jelas Tentang tinjauan hukum Islam

meneganai pelarangan Isteri bekerja dikategorikan sebagai bentuk kekerasan KDRT

(18)

8

3. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa aspek metode penelitian yang akan digunakan yaitu :

a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pedekatan yuridis normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya.8 Dengan pendekatan ini dilakukan pengkajian perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentran penelitian ini.9

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yakni proses penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang yang dijadikan sumber informasi dan perilaku yang diamati10, untuk penganalisaan data secara non-statistik.

c. Sumber data dan Kriteria Data Penelitian

1. Bahan hukum Primer yaitu: bahan-bahan hukum yang mengikat dalam buku ini adalah Undang-Undang No.23 tahun 2004 tentang PKDRT dan Hukum Islam.

8

Roni Hanitijo soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jarimetri Jakarta :

Ghalia Indonesia,1990),h 11. 9

Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta :

banyumedia,2008) h. 292 dan 302 10

(19)

9

2. Sumber Sekunder yaitu : berupa buku-buku, makalah, seminar, jurnal-jurnal, laporan penilitian, artikel, majalah, situs, testimony, koran maupun blog.

3. Bahan hukum tersier yaitu : bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga sekunder. 11 hukum penelitian ini meliputi Kamus Hukum dan Kamu Besar Bahasa Indonesia

d.Teknik Pengumpulan Data

Setelah memperoleh data-data dari berbgai sumber, maka penulis akan mengolah data dengan menggunakan teknik studi kepustakaan (library research) yaitu pengidentifikasian secara sistematis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek, dan masalah penelitian yang akan dilakukan.12

e.Metode Analisis Data

Tahap terakhir dalam sebuah penelitian setelah data dikumpulkan adalah analisis data. Tahapan tersebut dilakukan dengan menganalisis data yang telah terkumpul memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah dalam kekedudukan suami menurut Undang-undang PKDRT, dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan dalam penelitian.

11

Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif ( jakarta :

banyumedia,2008) hl. 295 dan 296 12

Fahmi muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,

(20)

10

Sedangkan kesimpulan ditarik dari metode induktif, yaitu dengan menghimpun data dari konsep-konsep Al-qur’an dan Hadist, serta ditunjang dalam perundang-undangan yang telah diberlakukan.

F. Review Studi Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengambillnya

untuk dijadikan sebuah perbandingan dengan skripsi yang akan ditulis diantaranya :

No Nama Penulis/judul/Tahun Substansi Pembeda

(21)

11

Islam dan Undang-undang

PKDRT 2. Hanafiah Ahmad, Judul :

Penanganan Isteri Nusyuz dalam Hukum Islam Perbandingan Dengan Undang-undang No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 3. Judul : Relevansi Undang-undang

No.23 tahun 2004 Tentang penghapusan Kekerasan Dalam

(22)

12

Rumah Tangga sebagai payung Hukum perkara perceraian dengan Pandangan Hukum Islam Tentang Ta’dib. Fakultas Syariah

(23)

13

BAB I, Pendahuluan,Mengenai uraian masalah tekhnis penulisan yakni : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metode penelitian, Riview Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.

BAB II, Pengertian Kekerasan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Pandangan Islam, Kekerasaan Dalam Rumah Tangga Menurut UU.No.23 tahun 2004 Tentang PKDRT, Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan, Sanksi-sanksi Kekerasan Terhadap Perempuan.

BAB III, Hak dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Hukum Islam, Hak dan Kewajiban Suami, Hak dan Kewajiban Isteri

BAB IV, Larangan Suami Terhadap Istri Yang Bekerja Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Pandangan Hukum Islam Terhadap Isteri Yang Bekerja.

(24)

14

BAB II

KDRT Menurut Undang-Undang N0.23 Tahun 2004

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tannga

Kekerasan secara terminologis dapat diartikan sebagai perihal yang bersifat (berciri) keras atau perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya seseorang1. Kekerasan adalah bertindak dengan menggunakan cara-cara yang tidak patut dan menggunakan kekuatan fisik yang melanggar hukum yang melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.2

Dalam Kamus hukum istilah geweldpleding yang berasal dari kata geweld yang berarti paksaan atau ancaman dengan kekerasan sedangkan geweldpleding bermakna perbuatan dengan kekerasan terhadap diri seseorag atau barang.3

Makhluk Tuhan yang berjenis kelamin perempuan bisa dikatakan rentan terhadap semua bentuk kekerasan, karena posisinya yang lemah (atau dengan sengaja dilemahkan), baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.

1

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka : Jakarta,1994), h. 485

2

Abdurahman Wahid dkk, Islam Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LkiS, 1987) h. 141

3

(25)

Mula-mula pengertian kekerasan dapat kita jumpai pada pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi : “ membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Dari pengertian kekerasan tersebut, beberapa pakar mengungkapkan arti kekerasan. Menurut Dra.Mufidah ch., kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat terhadap orang atau sejumlah orang yang berposisi lemah. Berdasarkan kekuatannya baik fisik maupun nonfisik superior dengan kesengajaan untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah menjadi objek kekerasan.4

Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related-violence.

Di Indonesia, sebelumnya dikenal dengan istilah emansipasi perempuan, yang konotasinya mirip dengan istilah gender, yaitu perjuangan menuntut persamaan hak-hak kaum perempuan dengan kaum pria dalam kehidupan bermasyarakat.5 Bentuk kejahatan bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di dalam lingkup rumah tangga.6.

Pandangan ketidaksetaraan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional

4

Mufidah ch, Paradigma Gender, cet II, (Malang : IB Bayu Media, 2004), h. 146 5

Hasbi Indra, Potret Perempuan Shalehah, (Penamadani : Jakarta, 2005 ) h. 238 6

(26)

16

atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi isu penting dalam beberapa dekade terakhir ini, dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya kasus KDRT di dunia dan buruknya efek yang ditimbulkan terhadap perempuan dan anak-anak.

KDRT adalah suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi setiap individu yang mempumyai hak asasi. Menurut pasal 1 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.7

Sebagai sebuah negara yang menjadikan hukum sebagai panglima, negara wajib melindungi setiap warga negaranya dari segala bentuk kekerasan dan pelanggaran hak-haknya, seperti yang diamanatkan pasal 28 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 beserta perubahannya dalam pasal 28G (1) UUD 1945 menyatakan ‘’bahwa

setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatanm,

7

(27)

martabat dan harta benda yang dibawah kekuasannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari rasa ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.’’ Pasal 28H (2) UUD 1945 menyatakan ‘’ setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan’’. Selain menjadi tanggung jawab negara,

hal tersebut juga menjadi kewajiban masyarakat untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Hak laki-laki dan hak prempuan sebagai manusia tentunya sama, begitu dengan kewajiban yang harus diembannya masing-masing. Setiap manusia baik laki-laki dan perempuan pada akhirnya memperoleh imbalan yang sesuai dengan perbuatannya masing-masing. Maka, laki-laki dan perempuan memiliki hak-hak asasi yang sama, begitupun dengan kewajibannya.8

Artinya KDRT tidak dapat ditolelir dan di abaikan begitu saja, kasus ini perlu diselesaikan pertama, melalui kekuatan Undang-undang, kedua, pendekatan hukum, ketiga, pendekatan ekonomi dan keempat, pendekatan disiplin Ilmu.9

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah pola pemaksaan kehendak atas seseorang terhadap pasangannya dengan menggunakan serangan dan ancaman termasuk penyiksaan secara fisik, mental/emosional, seksual, dan juga penguasaan secara ekonomis. Kekerasan terhadap

8

(28)

18

perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.10 Dampak KDRT secara fisik dapat menyebabkan kecacatan yang tetap dan juga kematian yang berdampak pada psikologis dan sosial dari istri.11

Disahkannya Undang-undang Nomer 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan moment sejarah bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi kaum perempuan dan kelompok masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual dan psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.12

10

Zaitunah Subhan, Mengagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan. (Jakarta : El-kahfi, 2008 ), h. 341

11 Dewi, Nisa Risa, ‘’

Kekerasan dalam rumah’’, jurnal diakses pada tanggal 1

Maret 2016 dari http://eprints.unsri.ac.id/1301/ 12

Kumpiady widen, Gender, Kemiskinan (Kdrt). (Jakarta: Mihdada Rahma

(29)

Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi suami, isteri dan anak. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang yang bekerja dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Dalam pasal 9 ayat 2 PKDRT menjelaskan tentang kekerasan dalam penelantaran Rumah tangga bagi orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Dari penjelasan Undang-undang di atas dapat dipahami bahwa tindakan seseorang baru dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga jika tindakan tersebut menimbulkan kesengsaraan, penderitaan, baik secara fisik, seksual, psikologis, maupun ekonomi, serta dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dalam lingkup rumah tangga.

Di Indonesia, secara legal formal ketentuan UU PKDRT diberlakukan sejak tahun 2004, misi Undang-undang ini adalah sebagai upaya, bagi penghapusan KDRT. Dengan adanya ketentuan ini, berarti negara bisa berupaya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban akibat KDRT.

(30)

20

tangga. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.13

Persoalan kekerasan terhadap perempuan dan KDRT adalah permasalahan Gender. Gender secara etimologi berarti jenis kelamin. Gender adalah hasil konstruksi sosial-budaya yang membedakan peran prempuan dan laki-laki baik dalam keluarga maupun dalam dalam masyarakat. Perbedaan posisi prempuan dan laki-laki akibat konsep gender tersebut, ternyata menciptakan ketidakadilan dalam bentuk subordinasi, dominasi, diskriminasi yang merupakan sumber atau akar utama munculnya tindakan kekerasan terhadap Perempuan.14

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis. Termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik dalam kehidupan publik maupun kehidupan pribadi.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melanggar. Menghambat, meniadakan kenikmatan, dan pengabdian hak asasi perempuan atas dasar gender. Tindakan tersebut mengakibatkan kerugian dan penderitaan terhadap perempuan dalam hidupnya baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Termasuk didalamnya ancaman, paksaan, atau perampasan

13

Nursyahid HN 5 ( lima ) Undang-Undang Republik Indonesia ,(Jakarta : Panca

Usaha,2007), h. 32-33. 14

(31)

kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara.15

Beberapa faktor mendukung dan memungkinkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk prostitusi dan perdagangan perempuan antara lain :

1. Tidak adanya pilihan lain akibat kemiskinan dan pengangguran

2. Lemahnya posisi perempuan akibat kultur dan struktur budaya patriarki; 3. Lemahnya komitmen dan kebijakan negara untuk mencegah dan

menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, termasuk perdagangan dan prostitusi

4. Banyaknya praktik kolusi antara jaringan pelaku dengan aparat negara, termasuk aparat keamanan.

Dalam Fikih, Islam menetang kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami kepada istrinya. Baik kekerasan fisik, psikis, sesksual maupun ekonomi (penelataran rumah tangga). hal ini didukung oleh Maqasid al-shariah, khususnya hfz al-nafs ( anti kekerasan fisik dan psikis ), hifz al-nasl (anti kekerasan seksual), hifz al-mal (anti kekerasan ekonomi ). Namun demikian, terdapat perbedaan prinsipil antara fikih Islam dengan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004. Pertama, istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT) dari Undang-undang No.23 Tahun 2004, tidak dikenal dalam hukum Islam. Hukum Islam hanya mengenal istilah tindak pidana ( jarimah), dalam kaitan ini kekerasan dalam rumah tangga termasuk jarimah

15

Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan. (Sewon Bantul : Pustaka

(32)

22

ta’zir. Kedua, konsep marital rape dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun

2004 hanya diterima hukum Islam jika berkaitan dengan hubungan seksual yang dipaksakan suami pada isteri haid, nifas, atau memaksakan anal seks, terutama istri dijual paksa sebagai pelacur untuk kepentingan suami sebagai kekerasan seksual. Ketiga, pukulan suami untuk mendidik isteri yang nuzyuz menurut Fikih Islam bukanlah kekerasan fisik seperti yang dianut dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004, Fikih Islam mengklasifikasikan pukulan suami sebagai kekerasakan fisik, jika mengarah kepada penganiayaan kepada isteri yang nuzyus, atau memukul isteri yang tidak nuzyus. Keempat, Fikih Islam membolehkan isteri mengambil nafkah sendiri dari harta suami tanpa sepengetahuan suaminya, sedangkan Undang-undang RI No.23 Tahun 2004 tidak mengatur ketentuan itu. Kelima. Kekerasan dalam rumah tangga pada Undang-undang RI. No 23 Tahun 2004 didasarkan kepada empat asas yaitu : Penghormatan hak asasi manusia, Keadilan dan kesetaraan gender Nondiskriminasi dan Perlindungan korban. Sedangkan hukum Islam menyoroti kekerasan dalam rumah tangga tanpa berdasarkan wahyu yang bertumpu pada maqasid al-shari’ah terutama hifz nafs, hifz nasl, hifz al-mal.16

Faktor utama kekerasan yang dominan pada kaum perempuan adanya ketidakadilan gender yang menuntut hak dan kesetaraan peran kaum pria. Dalam hal ini, feminis Muslim mengajukan konsep kesetaraan sebagai jawaban terhadap problem ketidaksetaraan gender tersebut. Asghar, salah satu

16

(33)

diantaranya, mengajukan konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur’an yang menurutnya mengisyaratkan dua hal : pertama, pengertian yang umum, harus ada penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik, seperti kesetaraan hak untuk memiliki atau mengatur harta miliknya, tanpa campur tangan pihak lain, kesetaraan hak untuk memilih atau menjalani cara hidup, dan kesetaraan hak dalam tanggung jawab dan kebeasan.17

a) Macam-Macam KDRT

Seperti yang telah dipaparkan di atas, secara umum kekerasan terhadap prempuan diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu : kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Seseorang perempuan bisa mengalami kekerasan fisik atau psikologis atau bisa juga mengalami kedua bentuk kekerasan ini secara bersama.

Pengertian klasifikasi tersebut yaitu : pertama kekerasan fisik, adalah segala perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh atau anggota badan, dan atau menyebabkan kematian, baik dilakukan dengan menggunakan alat atau tanpa alat. Biasanya perilaku ini bertujuan untuk mengotrol, memperlemah, bahkan menyakiti pihak lain. Kedua, kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan atau ucapan yang

17

(34)

24

mengakibatkan ketakutan atau hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan perasaan tidak berdaya pada korban.18

Meski tindakan kekerasan baik bentuk fisik maupun nonfisik, keduanya menyebabkan implikasi yang serius bagi kesehatan fisik dan mental seseorang. Demikian juga kekerasan bukanlah salah satu fenomena kriminal semata, melainkan terkait dengan persoalan hukum, etika-moral, kesehatan, serta sosial budaya, politik, dan latar belakang seseorang.19

Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap prempuan yang tertuang dalam Deklarasi penghapusan terhadap prempuan (Declaration on the Elimination of Violence Againts Women ) yang diadopsi Majelis PBB tahun 1993 pada pasal 2 adalah tindakan kekerasan secara fisik,seksual, dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan penyalahgunaan seksual atas anak-anak prempuan dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan maskawin (mahar), perkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik kekejaman tradisional lain terhadap perempuan diluar hubungan suami-istri, serta kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi. 20

Dari berbagai kasus yang pernah terjadi di Indonesia, bentuk bentuk KDRT dapat dikelompokan menjadi berikut ini.21

18

Faishol Adib dan Farid Muttaqin, Panduan Untuk Pendamping Perempuan

Korban Kekerasan Berbasis Pesantren, (Jakarta : Puan Amal Hayati, 2005 ) h. 12-13 19

Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, h.13. 20

Fathul Djannah dkk, Kekerasan Terhadap Istri,cet II (Yogyakarta : LkiS,2007), h.12

21

Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif

(35)

1. Kekerasan Fisik

a. Pembunuhan :

1. Suami terhadap istri atau sebaliknya; 2. Ayah terhadap anak atau sebaliknya;

3. Ibu terhadap anak atau sebaliknya ( termasuk pembunuhan bayi oleh ibu)

4. Adik terhadap kakak, kemenakan, ipar, atau sebaliknya; 5. Anggota keluarga terhadap pembantu

b. Penganiayaan :

1. Suami terhadap istri atau sebaliknya; 2. Ayah terhadap anak atau sebaliknya;

3. Ibu terhadap anak atau sebaliknya ( termasuk pembunuhan bayi oleh ibu);

4. Adik terhadap kakak, kemenakan, ipar, atau sebaliknya; 5. Anggota keluarga terhadap pembantu

c. Kekerasan perkosaan

1. Ayah terhadap anak perempuan; ayah kandung atau ayah tiri dan anak kandung maupun anak tiri;

2. Suami terhadap adik/kakak ipar; 3. Kakak ipar terhadap adik;

4. Suami / anggota keluarga laki-laki terhadap pembantu rumah tangga; 2. Kekerasan Nonfisik/psikis/Emosional, seperti :

(36)

26

b. Komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan dan melukai harga diri pihak istri;

c. Melarang istri bergaul

d. Ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri ke orang tua; e. Akan menceraikan

f. Memisahkan istri dari anak-anaknya. 3. Kekerasan Seksual

a. Mengisolasi istri dari kebutuhan batinya

b. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau disetujui oleh istri;

c. Pemaksaan hubungan seksual ketika istri tidak menghendaki, istri sedang sakit atau sedang menstruasi

d. Memaksa istri menjadi pelacur dan sebagainya.

4. Kekerasan Ekonomi

a. Tidak memberi nafkah pada istri;

b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis untuk mengontrol kehidupan istri;

c. Membiarkan istri bekerja untuk kemudia penghasilannya dikuasai oleh suami.

Bentuk bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan menurut Undang-undang No.23 tahun 2004 tentang PKDRT: a. Kekerasan Fisik yaitu, perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

(37)

meninju, menampar, menendang, mendorong, melempar sesuatu, menjambak rambut, mencekik, dan penggunaan senjata tajam.

b. Kekerasan Psikis yaitu, perbuatan yang bersifat verbal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya mengejek, mencela, menghina, memaki dengan kata-kata kotor, mengancam akan menyiksa, membawa pergi anak-anak, dan akan membunuh, melarang berhubungan dengan keluarga atau dengan kawan dekat, atau melakukan intimidasi bahkan isolasi.

c. Kekerasan Seksual yaitu, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang, yang menetap dalam lingkup rumah tangga, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu, misalnya pemerkosaan.

(38)

28

b) Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga

Perilaku menyimpang dapat dikategorikan dalam bentuk kejahatan. Untuk mengetahui faktor pendorong atau penyebab seseorang melakukan kejahatan, kita tinjau hal-hal yang terdapat dalam hal krimonologi. Menurut Sutherland dan Cressey, Kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Yang termask dalam ruang lingkupnya adalah proses pembuatan perundang-undangan dan reaksi-reaksi terhadap pelanggaran tersebut.22

Peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga itu diantaranya dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor internal dan faktor eksternal. Secara internal, KDRT dapat terjadi sebagai akibat dari semakin lemahnya kemampuan adaptasi setiap anggota keluarga diantara sesamanya, sehingga setiap anggota keluarga yang memiliki kekuasaan dan kekuatan cenderung bertindak deterministik dan eksploitatif terhadap anggota keluarga yang lemah.

Secara eksternal, KDRT muncul sebagai akibat dari intervensi lingkungan diluar keluarga yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sikap anggota keluarga, terutama orangtua atau kepala keluarga, yang terwujud dalam perlakuan eksploitatif terhadap anggota keluarga yang sering kali ditampakkan dalam pemberian hukuman fisik dan psikis yang traumatik baik kepada anaknya, maupun pasangannya.

22

Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif

(39)

Menurut Farha Ciecik mengidentifikasi faktor penyebab KDRT ini sebagai berikut: pertama, adanya ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan baik dirumah tangga maupun dilingkungan publik. Kedua, ketergantungan istri terhadap suami secara penuh, terutama untuk masalah ekonomi, yang menjadikan istri berada dibawah kendali suami. Ketiga, sikap kebanyakan masyarakat terhadap KDRT yang cenderung abai dan mengangapnya sebagai persoalan internal sebuah keluarga. Keempat, pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama. 23

Konsep-konsep agama cenderung disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kekerasan. Misalnya konsep nuzyu, seringkali digunakan sebagai dasar kewenangan suami melakukan pemukulan terhadap istri. Kemudian konsep kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga yang seringkali dimaknai sebagai ketundukan istri terhadap kehendak suami dan sebagai pembenar adanya dominasi suami dalam rumah tangga.

Adapun faktor lain yang memicu terjadinya KDRT adalah adanyan budaya patriarki yang masih kuat sehingga laki-laki dianggap paling dominan baik didalam keluarga maupun lingkungan sekitar, himpitan ekonomi keluarga, himpitan masalah kota besar yang mendorong stress, kondisi lingkungan dan pekerjaan yang berat mendorong tingginya tempramental orang.

23

(40)

30

Menurut zastrow dan Browker pada tahun 1984 menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi agresi, dan teori kontrol.24

Ada beberapa faktor yang sering dipandang sebagai pemicu KDRT, yaitu25 :

a) Problem atau pertengkaran masalah keuangan seringkali dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan di antara suami istri. Gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap bulan, sering menimbulkan pertengkaran, apalagi kalau pencari nafkah yang utama adalah suami. Dapat juga pertengkaran timbul ketika suami kehilangan pekerjaan. Ditambah lagi adanya tuntutan biaya hidup yang tinggi, memicu pertengkaran yang seringkali berakibat terjadinya tindak kekerasan.

b) Cemburu karena isteri bekerja dan memiliki penghasilan dan kedudukan yang lebih tinggi daripada suaminya.

c) Problem atau kelainan seksual seperti impotensi, hiperseks, frigid dan sadisme seksual

d) Pengaruh miras, narkoba dan perjudian dan hutang

e) Pertengkaran tentang anak ketidakserasian cara pandang terhadap pendidikan anak.

24

Rohmat Wahab, Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Psikologis dan Edukatif. artikel diakses pada tanggal 4 Maret 2016 dari http ://staff.uny.ac.id

25

(41)

c) Sanksi Bagi Pelaku KDRT

Sanksi bagi pelaku KDRT menurut undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT terdapat dalam Bab VIII ketentuan pidana pasal 44 yang berbunyi :

1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ( lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15000.000,00 ( lima belas juta rupiah).

2) Dalam hal perbuatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan jorban mendapat jatuh sakit atau luks berat, dipidana penjara paling lama 10 ( sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 ( tiga puluh juta rupiah).

3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengakibatkan matinya korban. Dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp.45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-sehari, dipidana dengan penjara paling lama 4(empat) bulan atau denda paling banyak Rp.5000.000,00 ( lima juta rupiah).

Pasal 45

1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 9000.000,00 ( sembilan juta rupiah).

2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimasud pada ayat 1 (satu) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.3000.000,00 ( tiga juta rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 47

(1)Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(42)

32

(43)

34

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM ISLAM

A. Hak dan Kewajiban Suami

Pengertian hak secara umum adalah suatu ketentuan yang mutlak untuk kita dan penggunaanya tergantung kepada kita sendiri, danapa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain.Sedangkan menurut etimologi hak berarti menetapkan, keadilan lawan dari kezaliman, kebenaran lawan dari kebatilan.

Hak disini adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah tanggung jawab menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).

Suami isteri sebenarnya mempunyai tanggung jawab moril dan matteril. Masing-masing suami isteri harus mengetahui kewajibannya disamping haknya. Sebab, banyak manusia yang hanya tau haknya saja, tetapi menggabaikan kewajibannya.1 Masing-masing suami isteri mempunyai hak atas yang lainnya. Hal ini berarti, bila isteri mempunyai hak dari suaminya, maka suaminya mempunyai kewajiban atas isterinya. Demikian juga sebaliknya suami mempunyai kewajiban atasi sterinya. Hak tidak dapat dipenuhi apabila tidak ada yang menunaikan kewajiban

1

(44)

35

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana’’ (Al-Baqarah : 228 ).

Ayat ini menyatakan bahwa perempuan memiliki hak sebagaimana hak laki-laki yang harus ditunaikan perempuan. Begitu perempuan dituntut pada sesuatu, laki-laki pun menghadapi tututan serupa. Dasar yang ditetapkan Islam terkait interaksi antara suami dan isteri serta penataan kehidupan diantara keduanya adalah dasar yang lebih berkaitan dengan fitrah dan tabiat manusia. Sebab, laki-laki lebih mampu dalam melakukan aktivitas, kerja keras, dan usaha untuk mendapatkan penghasilan di luar rumah.

Derajat atau tingkatan yang dimaksud yaitu kepemimpinan suami dalam rumah tangganya atau kelebihan suami dalam beberapa hak yang harus dia peroleh. Diantara hak-hak tersebut yaitu hak dicintai, hak disayangi dan dikasihi, hak berdandan dan menikmati hubungan seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami oleh masing-masing.2

Seorang suami memiliki hak-hak yang merupakan kewajiban bagi isterinya. Dalam konteks ini yang akan dikemukakan adalah kewajiban isteri untuk taat kepada suami. Dasar dari kewajiban seorang isteri ini terkait

2

Zaitunah Subhann, Al-Qur’an dan Perempuan ( Menuju Kesetaraan Gender dalam

(45)

dengan peran kepemimpinan dalam keluarga yang diberikan kepada suami berdasarkan Firman Allah dalam Al-Qur;an surat An-nisa(4) ayat 34 :

Artinya : ‘’kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepadala Allah dan memelihara diri mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nuzyusny, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.’’ (QS. Surat An-Nisa ayat :34).

Menurut Hamka hal yang sama dikemukakan ayat tersebut bukanlah perintah, sehingga laki-laki wajib memimpin perempuan, dan lau tidak dipimpin berdosa. Akan tetapi ayat tersebut bersifat pengkhabaran yakni menyatakan hal yang sewajarnya, dan tidak mungkin begitu. Ayat tersebut menyatakan bahwa laki-laki dilebihkan Allah daripada perempuan. Laki-laki kuat tubuhnya, tegap badanya sedang perempuan lemah.3

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Jawi dalam kitab “Uqud al-Lujjain fi Bayani Huqud az-Zaujain” berpendapat

bahwa kaum laki-laki sebagai pemimpin kaum perempuan, maksudnya suami harus menguasai dan mengurus keperluan isteri, termasuk mendidik budi

3

Hamka, Kedudukan Perempuan dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983).

(46)

37

pekerti mereka. Allah SWT melebihkan kaum laki-laki atas kaum perempuan (isteri) dalam pernikahan, seperti maskawin dan nafkah.4

Sementara perempuan lebih mampu dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangga, mendidik anak, menyediakan berbagai faktor yang dapat menciptakan kenyamanan rumah tangga, dan ketentraman lingkungan keluarga. Oleh karena itu laki-laki dibebani hal-hal yang sesuai dengannya, dan perempuan dibebani hal-hal yang sesuai dengan tabiatnya.5

Hak-hak mereka dibagi menjadi dua kategori, hak bersama antara suami dan isteri serta hak setiap individu, dalam arti apa yang menjadi hak isteri tidak bisa menjadi hak suami dan begitu juga sebaliknya.

1. Hak Suami Atas Isteri

Diantara beberapa hak suami terhadap isterinya, yang paling pokok adalah6 :

a. Ditaatidalamhal-hal yang tidak maksiat

Kewajiban taat kepada suami hanya dalam hal-hal yang dibenarkan agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allahswt. Jika suami memerintahkan isteri untuk berbuat maksiat, maka ia harus menolaknya. Diantara ketaatan isteri kepada suami adalah tidak keluar rumah kecuali dengan izinnya.

b. Isteri menjaga dirinya sendiri dan harta suami

4

Muhammad Nawawi, Syarh ‘Uqud al-Lujjain (Keluarga Sakinah) alih Bahasa M.

Ali Chasan Umar. (Semarang : Karya Toha Putra, 1994),h. 29. 5

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 3. cet II ( Jakarta : Cakrawala Publishing, 2011) cet II h. 468.

6

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. cet I

(47)

Dalam Al-Qur’anAllah SWT. Menjelaskan bahwa isteri harus bisa menjaga dirinya, baik ketika berada didepan maupun dibelakang suaminya, dan ini merupakan salah satu ciri isteri yang sholihah.



Artinya : ‘’Sebab itu maka perempuan yang shaleh, ialah yangtaat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memeliharannya.’’ (Qs. Al-Nisa [4] : 34)

Maksud memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya dalam ayat tersebut adalah isteri dapat menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada dan tidak berbuat maksiat khianat kepadanya, baik mengenal diri maupun harta bendanya. Inilah merupakan kewajiban tertinggi bagi seorang isteri terhadap suami.7

c. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan

Nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana.8 Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Furqan [25] ayat 67 :

كلٰذ نيب ناكو اورتقي ملو اوفرسي مل اوقفنأ اذإ نيذلاو

Penjagaan isteri terhadap perilaku ini dianggap sebagai jihad dijalan Allah. Ibnu Abbas ra, meriwayatkan bahwa seorang perempuan datang

7

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fikih Munakahat (Bandung :Pustaka Setia 1999 ),h. 161.

8

Departemen Agama RI, Modul Keluarga Sakinah , (Jakarta : Dirjen Bimas dan

(48)

39

kepada Rasulullah Saw. Lantas berkata, wahai Rasulullah, aku ini utusan kaum perempuan untuk menemuimu. Ketentuan jihad ini ditetapkan oleh Allah swt. Bagi kaum laki-laki; jika mereka ditimpa musibah kekalahan maka mereka mendapat pahala, dan jika mereka terbunuh maka mereka hidup di sisi Allah mereka dan mendapat Rezki, sementara kami kaum prempuan menopang mereka, lantas apa bagian kami dari itu ? Rasulullah saw, bersabda,’’sampaikan kepada perempuan yang kamu temui bahwa kepaAllah

kepada suami dan pengakuan terhadap haknya setara dengan itu, dan sedikit diantara kalian yang melakukannya.

2. Kewajiban Suami Terhadap Isteri

Kewajiban suami terhadap isteri mencakup kewajiban materi berupa kebendaan dan kewajiban nonmateri yang bukan berupa kebendaan.Sesuai dengan penghasilannya, suami mempunyai kewajiban terhadap isteri yaitu memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak dan biaya pendidikan bagi anak.9

Islam mewajibkan suami terhadap isterinya memberikan hak-hak yang harus dipenuhinya sebagai hak isteri. Hak suami tercermin dalam ketaatanya, menghormati keinginannya, dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan nikmat sebagaimana yang diinginkan.10 Kewajiban suami yang hakiki dan benar-benar menjadi tanggung jawab yang besar yang harus dipikul

9

Tihami dan Sohari Sahrani, fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. h.161. 10

Ali yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam.cet I

(49)

dipundaknya adalah kewajiban memberi nafkah kepada isteri dan anak-anaknya baik isterinya berasal dari keluarga kaya apalagi berasal dari keluarga miskin.11 Terdapat dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) : 233

Artinya : ‘’ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.’’ ( Qs.Al-Baqoroh [2] :233)

Menurut Syafi’i, nafkah yang harus diberikan itu ditentukan menurut

kemampuan suaminya. Kalau suaminya seorang yang kaya raya maka nafkah yang harus diberikan kepada isterinya harus mengikuti kebuAllah hidup yang biasa dikonsumsi orang-orang kaya pada umumnya. Kalau suaminya termasuk orang miskin maka nafkah yang harus diterima isterinya sesuai dengan kebuAllah sehari-hari orang miskin.

11

(50)

41

Kewajiban suami terhadap Isteri menurut Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam pasal 80 :

1. Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami-isteri bersama

2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya. 3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama dan bangsa

4. Sesuai dengan penghasilan suami menanggung : a. Nafkah, Kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;

b. Biaya rumah tangga biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak

5.Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isteri

6.Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b

7.Kewajiban suami sebagaimana dimaksud gugur apabila isteri nusyuz.

B. Hak Dan Kewajiban Isteri

Dalam kehidupan berumah tangga, suami isteri mempunyai hak masing-masing yang harus dijunjung tinggi dan dipenuhi. Rasulullah SAW telah memberikan gambaran dan penjelasan yang konkret tentang hal tersebut.

(51)

yang telah disamakan dalam hak dan kewajiban, sebab setiap tambahan hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam kewajiban.12

Dari Hakim bin Muawiyah RadhiyAllahu Anhu, dari ayahnya, Ia bercerita, aku pernah bertanya,’’ Ya Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami ?Beliau menjawab.’’ Hendaknya engkau memberikan

makan kepadanya jika kamu makan, memberikan pakaian jika kamu memakainy, dan janganlah memukul wajahnya, menjelek-jelekan, dan tidak mengasingkan kecuali didalam rumah.’’(HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah).13

Hak perempuan terbagi menjadi dua hal : hak-hak materil, seperti Mahar dan Nafkah. Mahar merupakan hak-hak isteri yang harus dipenuhi oleh seorang suami, Ibnu Arabi rahimahullah mengatakan bahwa nikah adalah akad yang tak tergantikan, akad antara dua pasang setiap salah sorang dari keduanya menunjukkan pendampingnya, dan memberikan manfaat bagi pendampingnya sebagai pengganti manfaat yang lain. Mahar merupakan kewajiban tambahan yang Allah SWT berikan kepada seseorang suami ketika menjadikannya dalam pernikahan sebuah kedudukan.14

Mahar bukan merupakan harga bagi perempuan, tetapi itu adalah ketentuan dan isyarat untuk memuliakan dan membahagiakannya. Allah SWT berfirman :

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, Cet.V, (Jakarta : Pustaka Al-kautsar 2006) . h. 166.

14

(52)

43

Artinya : ‘’ Berikanlah maskawin (Mahar) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya’’. (QA.An-Nisa’ (4) : 4)

Makna kata an-nihlah dalam ayat diatas, adalah pemberian dan hadiah. Ia bukan merupakan imbalan yang diberikan laki-laki karena boleh menikmati perempuan, sebagaimana persepsi yang telah berkembang disebagian masyarakat. Sebenarnya dalam hukum sipil juga kita dapatkan bahwa perempuan harus menyerahkan sebagian hartanya kepada laki-laki. Namun, fitrah Allah telah menjadikan perempuan sebagai pihak penerima, bukan pihak yang harus memberi.15

Penganut Mazhab Hanafi menetapkan batas minimal mahar adalah sepuluh dirham. Sementara penganut Mazhab Maliki menetapkan tiga dirham, tapi penetapan ini tidak berdasar pada dalil yang layak dijadikan sebagai landasan, tidak pula hujjah yang dapat diperhitungkan.16

Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat bahwasannya tidak ada ketentuan terkait besaran nafkah, dan bahwasannya suami berkewajiban memikul kebutuhan isteri secukupnya yang terdiri dari makan, lauk pauk yang dikonsumsi untuk menopang hidup sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara umum. Mazhab Syafi’i tidak mengaitkan pendapat besaran

nafkah denganbatas kecukupan. Mereka mengaitkan nafkah ditetapakn berdasarkan ketentuan syariat.

15

Yusuf Al-Qardawi, Panduan Fiqih Perempuan,cet I (Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004,)h. 151.

16

(53)

1. Hak Isteri Atas Suami

a. Bergaul dengan Isteri dengan baik dan patut.

Kewajiban pertama yang harus dipenuhi suami terhadap isterinya adalah memuliakannya, mempergulinya dengan baik, melakukan iteraksi secara wajar, dan memberikan apa yang dapat diberikan kepadanya untuk membuat hatinya tenang.17

Dalam hidup berumah tangga, banyaknya hal yang harus diperhatikan oleh seorang suami. Isteri memerlukan biaya hidup untuk makan, pakaian dan rumah tempat tinggal, disamping keperluan keperluan lainnya. Namun, hendaknya tuntutan hak atas suami, disesuaikan dengan kemampuan suami. Mengenai hal ini diperintahkan oleh Allah. Sebagaiman firman-Nya :

ۡرك ءاسنل ْا ثرت أ ۡمكل لحي ال ْا نماء ي ل ا يأي

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa : 19)

Ayat ini turun sebagai respon dari tadisi buruk yang berkembang saat itu, yaitu seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, menjadi hak walinya baik untuk dinikahi dengan orang lain maupun dinikahi sendiri.

17

(54)

45

Namun secara umum ayat ini turun berkenaan dengan perintah mempergauli isteri dengan baik dan tidak menyusahkan.

Kata asyara dengan kata jadinya seluruhnya ada 27 kali, sedangkan yang menunjukan arti keluarga adalah istilah asyirah. Sementara perintah mu’asyarah, mengikuti pola mufa’alah pada mulanya berarti muhasabah atau

pertemanan/ pergaulaun. Dari sinilah mu’asyarah dimaknai dengan mempergauli, bahkanpihak lain yang dipergauli tersebut ada hubungan perkawinan (isteri), kekerabatan (saudara), atau orang lain tetapi sudah sangat kenal. Sedangkan istilah ma’ruf yang disebutkan dalam beberapa konteks di

(55)

dipahami sebagai larangan untuk mempergauli isteri dengan pergaulan yag buruk jika ditemukan hal-hal yang buruk 18

Diantara bentuk permuliaan terhadap isteri adalah dengan mengangkat martabatnya dan menghindari tindakan-tindakan yang menyakitina hingga sekalipun dengan kata-kata yang kasar.

b. Mendidik sopan santun

Seorang suami hendaknya memperhatikan perilaku isterinya, supaya berlaku sopan santun terutama dalam pergaulan sehari-hari, baik dalam rumah tangga dan anggota msyarakat lainnya. Sebagai pendidik suami harus memperlihatkan sikapnya yang baik untuk dicontoh isterinya. Sebab sebagaimana mungkin seorang suami dapat mendidik isterinya sedangkan dia sendiri tidak berlaku sopan santun dalam pergaulan sehari-sehari. Sedangkan suami harus tau kedudukan dalam rumah tangga sebagai pemimpin keluarga.

c. Suami dilarang membuka rahasia isterinya.

Seorang suami berkewajiban menjaga nama baik isterinya. Tidak boleh menceritakan kepada orang lain aib dan kekurangan isterinya. Seorang suami akan hilang harga dirinya dan turun martabatnya, sekiranya sempat membeberkan kekurangan isterinya kepada orang lain.19

18

Lajanah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik. cet I (Jakarta :

Kamil Pustaka, 2014) h. 47 19

(56)

47

2. Kewajiban Isteri terhadap Suami

a. Kewajiban isteri terhadap suami yaitu bersikap taat dan patuh terhadap suami.

Dalam segala sesuatunya selama tidak merupakan hal yang dilarang Allah.Memelihara kepentingan suami berkaitan dengan kehormatan dirinya, menghindari dari segala sesuatu yang akan menyakiti hati suami seperti bersikap angkuh, menampakkan wajah cemberut atau penampilan buruk lainnya.

Kewajiban hakiki yang harus dijalankan oleh seorang isteri terhadap suaminya adalah melayani dan mematuhi suaminya dalam hal yang berhubungan dengan sebuah ‘’ kedekatan keluarga antara suami dan isteri,

sehingga suami benar-benar terhibur dan hatinya selalu bahagia memiliki isteri yang dapat dipertanggung jawabkan20

b. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh norma agama dan asusila.

Sebagaiman dalam firman Allah didalam surat An-nisa ayat 34 :



Referensi

Dokumen terkait

Rendemen yang tinggi pada pelarut metanol diduga karena keong kowoe mengandung lebih banyak senyawa aktif yang bersifat polar.. Salamah

Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor/ pemilik dana, kreditur, saat dan ketidakpastian dalam penerimaan kas dimasa depan atas

Terjadi perubahan warna bercak hiperpigmentasikekocklatan pada kulit di daerah tonjolan maksila dan dahi, khususnya pada wanita hamil berkulit hitam akibat peningkatan

Kami menghimbau dengan bapak ibu guru untuk memgunakan metode- metode yang menjadikan kelas itu menjadi suasana aktif dalam interaksi sehingga murit itu menjadi

Melalui penelitian pengembangan ini telah dihasilkan produk berupa perangkat pembelajaran matematika yang mengacu pada kurikulum 2013 berbasis problem based learning pada materi

Luas tanah 10.441 M2 dan luas bangunan 4075 M2 yang terdiri ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang perpustakaan ruang laboratorium, ruang

Selain itu terdapat Museum Bali yang menyimpan salah satu bagian dari gamelan Selonding (Widiana, 2012). Namun usaha tersebut mengalami kendala karena terbatasnya

agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Korban bullying menunjukkan fungsi sosial