TATACARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
O L E H
NAMA : TRI ELWINA HANDAYANI HALOHO NIM : 102600024
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “TATA
CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”.
Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk menambah salah satu syarat guna
menyelesaikan Program Studi DIII Administrasi Perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya
kepada kedua orangtua saya Bapak Drs. Lurbin Haloho dan Mama yang tercinta
Renny Simarmata yang telah memberi dukungan materil dan moral serta doa yang
dipanjatkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Progam DIII
4. Seluruh Dosen Pengajar Prodip DIII Administrasi Perpajakan FISIP USU
yang telah memberi ilmu dan wawasannya selama penulis mengikuti
perkuliahan
5. Seluruh staf dan pegawai di DIII Administrasi Perpajakan FISIP USU
6. Bapak Roni, selaku Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Medan Barat
sebagai Supervisor Lapangan yang telah memberikan bantuan selama penulis
melakukan Riset di KPP Pratama Medan Barat
7. Bapak Tri Jaya, sebagai Account Representative (AR) dan seluruh pegawai
yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan Riset di KPP
Pratama Medan Barat.
8. Beloved Brother ever, Bang Ivan Haloho, Amd yang telah memberi
dukungan materil dan moral serta yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk
lebih semangat dalam mencapai cita-cita dan Adik Zhendro Haloho yang
turut mendoakan penulis.
11.Beloved Feri Sinaga dan Sahabat-sahabatku : Nanda Sinaga, Popi Purba,
Emil Sinaga untuk setiap keperdulian, bantuan, semangat dan doa.
12.Motivator terbaikku Bang Benny S. Purba, S.Kom untuk setiap doa dan
semangat serta menjadi inspirasi bagi penulis untuk lebih semangat dalam
mencapai cita-cita.
13.Semua orang yang telah membantu, mendukung, mendoakan hingga tugas
akhir ini dapat selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatassan penulis. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua.
Medan, Juli 2013
Penulis
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1
B. Tujuan dan Manfaat ... 2
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)... 2
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 3
C. Uraian Teoritis ... 4
1. Definisi dan Fungsi Pajak ... 4
2. Jenis Pajak ... 6
3. Asas Pemungutan Pajak ... 7
4. Sistem Pemungutan Pajak ... 8
5. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ... 8
6. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai ... 9
7. Objek Pajak Pertambahan Nilai ... 9
8. Tarif Pajak Pertambahan Nilai ... 10
B. Struktur Oraganisasi KPP Pratama Medan Barat... 21
C. Deskripsi Tugas ... 23
1. Sub Bagian Umum ... 23
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) ... 24
3. Seksi Pelayanan ... 24
4. Seksi Penagihan ... 24
5. Seksi Pemeriksaan ... 24
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan ... 25
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi ... 25
8. Kelompok Jabatan Fungsional ... 25
BAB III GAMBARAN DATA ... 27
A. Pengertian Pajak ... 27
1. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH ... 27
2. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani ... 28
B. Sejarah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 28
C. Subjek PPN ... 31
1. Pengusaha Kena Pajak ... 31
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak ... 32
(SPT Masa PPN) ... 38
H. Batas Pelaporan PPN ... 39
I. Tata Cara Pelaporan oleh Bendaharawan ... 40
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 42
A. Kewajiban Menyampaikan SPT ... 42
B. Data statistik Wajib Pajak (WP) melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ... 43
C. Kendala-Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan PPN ... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 49
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur sejahtera, aman dan merata
yang merupakan bagian dari tujuan luhur Negara Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dapat dicapai melalui pembangunan
nasional yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata
diseluruh tanah air. Untuk dapat membiayai pelaksanaan pembangunan nasional
tersebut secara mandiri, salah satu alternatif yang sangat potensial adalah melalui
peran serta masyarakat berupa pembayaran pajak. Di Indonesia ada berbagai macam
jenis pajak yang diberlakukan, salah satunya yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
didalam negeri (dalam Pabean) baik itu berupa konsumsi barang maupun konsumsi
jasa. Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan hanya terhadap pertambahan nilai saja
dan dipungut beberapa kali pada mata rantai jalur perusahaan. Pajak Pertambahan
Nilai ini timbul karena digunakan faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan
dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau
pemberian pelayannan jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan, dan
merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Adapun yang merupakan bukti pembayaran pajak ini disebut dengan Faktur
Pajak. Faktur Pajak ini kemudian direkap dalam SPT Masa PPN, kemudian SPT
Masa PPN ini harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
didaerah tempat Wajib Pajak terdaftar sebagai tanda pemenuhan kewajiban sebagai
Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), masih banyak masyarakat/wajib pajak yang tidak mengerti bagaimana tata
cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hal inilah yang menjadi acuan dan dasar pemikiran penulis dalam melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), dengan maksud agar penulis mengerti
tentang “TATA CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”
B. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :
Untuk mengetahui tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1 Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya tentang
tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Agar dapat mempraktikkan teori-teori yang telah diperoleh
selama masa perkuliahan dalam kegiatan selama pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri khususnya tentang PPN.
c. Agar dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam
bidang perpajakan maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
d. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia
kerja dengan dibekali keahlian keterampilan dan pengalaman
yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri.
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat
a. Meningkatkan kerjasama yang baik antara pihak Universitas
Perpajakan FISIP USU dengan Instansi Pemerintah khususnya
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat
b. Memberikan uji nyata atas ilmu yang telah disampaikan selama
di perkuliahan.
c. Dapat memperkenalkan serta mempromosikan sumber daya
manusia yang ada di Universitas Sumatera Utara khususnya
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
a. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Medan Barat dengan pihak Universitas khususnya
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
b. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan dari
Perguruan Tinggi menyangkut penanganan masalah Perpajakan.
C. URAIAN TEORITIS
1. Definisi dan Fungsi Pajak 1.1Definisi Pajak
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yaitu:
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar :
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
2. Sifatnya dapat dipaksakan;
3. Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak;
4. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara baik pemerintah
pusat maupun daerah;
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat
umum.
1.2Fungsi Pajak
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair), pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial
2. Jenis Pajak
2.1Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak (WP) dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan
Nilai.
2.2Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjek pajaknya. Contohnya Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contohnya
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2.3Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas dua yaitu Pajak Provinsi (Pajak Kendaraan
Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan Pajak
Kabupaten/Kota (Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan).
3. Asas Pemungutan Pajak
3.1 Asas Domisili/ Tempat Tinggal
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib
Pajak Dalam Negeri.
3.2 Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian
Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
3.3 Asas Kebangsan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini
diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di
4. Sistem Pemungutan Pajak
4.1 Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
4.2 Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
4.3 Withholding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak.
(Waluyo,2009:17)
5. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
didalam negeri (dalam pabean) baik itu berupa konsumsi barang atau
6. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Adapun dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai antara lain :
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547, 567 s.d 570 tentang Pajak
Pertambahan Nilai.
7. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai antara lain :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
b. Impor BKP
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam daerah pabean yang dilakukan
oleh PKP
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam
daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
8. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tarif yang dikenakan atas objek pajak adalah 10%. Berdasarkan
pertimbangan perkembangan perekonomian dan/atau peningkatan
kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang untuk
mengubah tarif PPN menjadi minimal 5% dan maksimal 15% dengan tetap
memakai prinsip tarif tunggal perubahan tarif tersebut, dikemukakan oleh
pemerintah DPR dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Namun, sejak UU PPN efektif diberlakukan tanggal 1 April 2009, tarif PPN
tetap 10%.
Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Pajak Pertambahan
Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas Konsumsi Barang Kena Pajak
didalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor
atau Konsumsi diluar Daerah Pabean, dikenakan pajak PPN dengan tarif
0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti Pembebasan dari pengenaan PPN
dengan demikian, Pajak Masukan telah dibayar dari barang yang diekspor
tetap dapat dikreditkan. PPN terutang dihitung dengan mengalihkan tarif
9. Tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tata cara pelaporan pajak pertambahan nilai, berdasarkan Pasal 8 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 :
a. Secara langsung,
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
c. Dengan cara lain, yaitu :
1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
pengiriman surat, atau
2) E-filing melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi
Secara lebih spesifik, Pasal 4 Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor
PER-146/PJ./2006 tanggal 29 September 2006 menetapkan bahwa
penyampaian SPT Masa PPn dapat disampaikan dengan cara :
a. Manual, yaitu SPT Induk disampaikan dalam bentuk Formulir kertas
(hardcopy), sedangkan lampiran boleh disampaikan dalam bentuk
Formulir kertas atau media elektronik, yang pelaksanaannya adalah :
1) Disampaikan langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau
KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan),
setempat, atau
2) Disampaikan melalui Kantor Pos secra tercatat atau melalui
perusahaan Jasa ekspedisi atau melalui perusahaan Jasa Kurir,
b. Elektronik yaitu E-filing melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi
SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT yang disampaikan harus
lengkap dengan lampiran-lampirannya yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jendral Pajak, jika SPT yang disampaikan tidak lengkap, SPT tersebut
dianggap tidak pernah disampaikan dan apabila tanggal jatuh tempo
pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada
hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. Tidak menyampaikan SPT Masa
PPn, berdasarkan Pasal 7 UU KUP dapat dikenakan saksi Administrasi
berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah) (Sukarji,
Untung, 2009:613).
D. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
(PKLM)
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini adalah mengetahui tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor
E. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai dengan
metode yang digunakan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, penulis melakukan penentuan tempat Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkan bahan untuk
Universitas Sumatera Utarapembuatan proposal dan konsultasi dengan
pihak dosen yang bersangkutan.
2. Studi Literatur
Merupakan dasar teori yang mendukung laporan ini menyangkut masalah
yang dibahas yang berasal dari buku-buku, peraturan
perundang-undangan perpajakan, artikel ilmiah, catatan-catatan maupun bahasa
tertulis yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri
3. Observasi Lapangan
Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung secara
langsung terhadap masalah yang dibahas dan meninjau secara langsung
terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja
4. Pengumpulan data
Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yaitu:
a. Data Primer: Data yang bersumber dari pihak-pihak yang terkait
dengan penulisan tugas akhir
b. Data Sekunder: Data yang bersumber dari refrensi lain seperti
buku, internet dan lain-lain.
5. Analisa Data dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan
menganalisa dan mengevaluasi data dan kemudian akan dipresentasikan
secara objektif, jelas dan sistematis.
F. METODE PENGUMPULAN DATA
Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data yang digunakan ialah sebagai
berikut:
1. Daftar Wawancara (Interview Guide) Yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai yang dianggap
mampu memberikan data dan informasi tentang tata cara pelaporan Pajak
3. Daftar Dokumentasi (Optional) Yaitu dengan mengumpulkan dokumen
atau informasi yang berhubungan dengan tata cara pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini disusun oleh penulis dalam lima
bab. Adapun rincian dari tiap-tiap bab seperti terlihat di bawah ini:
BAB I PENDHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan gambaran umum tentang penulisan
Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi latar belakang
penyusunan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan metode Praktik
Kerja Lapangan Mandiri, serta metode pengumpulan data dan
sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI
Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat mengenai lokasi
Praktik Kerja Lapangan Mandiri, struktur organisasi, uraian tugas
pokok dan fungsi dari tiap-tiap seksi di Kantor Pelayanan Pajak
BAB III GAMBARAN DATA
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Ketentuan Peraturan
Perundang-udangan Perpajakan yang berkaitan dengan objek serta
Subjek PPN, Tata Cara Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh dan
mengevaluasi data yang telah diterima selama proses Praktik Kerja
Lapangan Mandiri ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian pada
bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga akan memberikan saran yang
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
A.Sejarah Singkat Lokasi Praktik kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak disebut Kantor Inspeksi Pajak. Kantor
Inspeksi Pajak Medan terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di JL. Suka mulia No. 17A.
2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di JL. Diponegoro No. 3 A.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.276/KMK.01/1989 tanggal 25
Maret 1989 tentang organisasi dan tata usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor
Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April
1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara di ganti namanya Menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Medan Utara.
Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.443/PMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat di
pecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari
2002. Pada saat itu wilayah kinerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat meliputi:
1. Kecamatan Medan Barat
2. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kecamatan Medan Sunngal
PENG-04/WPJ.01/2008 tanggal 26 Mei 2008 dari kanwil Direktorat Jendral
Pajak Sumatera Utara I, kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dan Kantor Pelayanan Pajak Medan
Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008. Masa ini lebih dikenal dengan sebutan
masa reformasi pajak. Dan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Barat adalah Kecamatan Medan Barat yang terdiri dari 6 kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Glugur Kota
2. Kelurahan Kesawan
3. Keluraha Pulo Brayan Kota
4. Kelurahan Karang Berombak
5. Kelurahan Sei Agul
6. Kelurahan Silalas
Wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Waskon I Glugur Kota
Waskon II Kesawan
Waskon III Pulo Brayan Kota Karang Berombak
Waskon IV Sei Agul
1. KPP Madya Medan
2. KPP Pratama Medan Barat
3. KPP Pratama Medan Petisah
4. KPP Pratama Binjai
5. KPP Pratama Medan Belawan
6. KPP Pratama Medan Kota
7. KPP Pratama Medan Timur
8. KPP Pratama Medan Polonia
9. KPP Pratama Lubuk Pakam
Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat adalah menjadi
pengelola keuangan dan kekayaan negara bertaraf internasional yang dipercaya dan
dibanggakan masyarakat, serta instrumental bagi proses transformasi bangsa menuju
masyarakat adil, makmur dan berperadaban tinggi.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat juga memiliki 5 misi yaitu:
1. Di bidang Fiskal
Mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan serta
mengelola kekayaan dan utang negara secara hati-hati (prudent),
bertanggung jawab dan trasparan.
2. Di bidang Ekonomi
Mengatasi masalah-masalah ekonomi serta proaktif senantiasa
yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang
dicita-citakan konstitusi.
3. Di bidang Politik
Mendorong proses demokrasi fiskal dan ekonomi.
4. Di bidang Sosial Budaya
Mengembangkan masyarakat finansial yang berbudaya dan modern.
5. Di bidang Kelembagaan
Memeperbaharui diri (self reinventing) sesuai dengan aspirasi
masyarakat dan perkembangan mutakhir teknologi keuangan serta
administrasi publik, serta pembenahan pembangunan kelembagaan
dibidang keuangan yang baik dan kuat yang akan memberikan
dukungan dan pedoman pelaksana yang rasional dan adil, dengan
didukung oleh pelaksana yang potensial dan mempunyai integritas yang
tinggi.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat mempunyai tugas melaksanakan
penyuluhan, pelayanan, dan pengawas Wajib Pajak dibidang Pajak Pengahasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak
1. Penetapan dan Penerbitan produk hukum perpajakan.
2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.
3. Penyuluhan perpajakan.
4. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.
5. Pelaksanaan ekstensifikasi.
6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
10. Pelaksanaan intensifikasi.
11. Pembetulan ketetapan pajak.
12. Pelaksanaan administrasi Kantor.
B. Struktur Oraganisasi KPP Pratama Medan Barat
Struktur oraganisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur
tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar kerja dapat dilaksanakan
dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang maksimal. Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Barat dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat terdiri atas sebealas seksi yang
masing-masing seksi dipimpin oleh kepala seksi. Struktur oraganisasi yang ada di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat digambarakan sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
11. Kelompok Jabatan Fungsional.
Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak
Struktur Oraganisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Sumber: Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
C. Deskripsi Tugas
Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
Mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha,
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan i-SISMOP dan SIG, serta penyampaian laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan
Mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regristrasi perpajakan Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
4. Seksi Penagihan
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan angsuran dan tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Mempunyai tugas melakukan tugas pengamatan potensi perpajakan,
pendataan objek pajak dan subjek pajak, pembentukan dan
pemuktakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang
ekstensifikasi.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Masing-masing mempunyai tugas pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan
konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, melakukan
rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi,
usulan pembetulan ketetapan pajak, dan melakukan evaluasi hasil
banding.
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku:
a. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional
yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahlian.
b. Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional
senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
c. Jumlah jabatan fungsional tersebut ditentukan berdasrkan kebutuhan
dan beban kerja.
d. Jenis dan jenjang jabatan diatur sesuai dengan peraturan
BAB III
GAMBARAN DATA
A. Pengertian Pajak
Ditinjau dari sejarahnya masalah pajak ini sudah ada sejak dahulu, walaupun
pada saat itu belum dinamakan pajak namun, masih merupakan pemberian yang
masih bersifat sukarela dari rakyat kepada pemerintah. Perkembangan selanjutnya
pemberian itu menjadi yang bersifat wajib dan ditetapkan secara sepihak oleh Negara.
Dengan kata lain, pajak yang semula merupakan pemberian berubah menjadi
pungutan, hal ini wajar karena Negara membutuhkan dana yang cukup besar untuk
membiayai pengeluaran rutin Negara dan dana pembangunan nasional demi
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pajak merupakan penerimaan Negara yang penting. Membayar pajak adalah
kewajiban setiap warga Negara. Besarnya pajak ditetapkan undang-undang atau
didalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) yang mengatakan segala penerimaan pajak
berdasarkan undang-undang. Definisi pajak bermacam-macam namun, demikian
berbagai tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama antara lain:
1. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. (Waluyo, 2009:3)
2. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani
Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan
yang gunanya adalah untuk membiayaipengeluaran-pengeluaran umum.
Berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan. (Sukarji, Untung, 2009:1)
B. Sejarah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang telah menjalani sejarah dalam waktu
yang panjang sejak dari penemuannya hingga diterapkan dilapangan. Pengenaan
pajak yang didasarkan atas Nilai Tambah ini pertama kali ditemukan oleh
industriawan Jerman yang duduk sebagai anggota The Reichtag bernama Carl
Freodrich Von Siemens.
Siemens mengemukakan agar Sistem Pajak Penjualan yang berlaku
direformasi dengan sistem pengenaan pajak atas pertambahan nilai dalam sistem
Selanjutnya Prof. Carl S Shoup, seorang yang duduk dalam komisi Perpajakan
untuk Jepang telah mengusulkan pula mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) di Jepang pada tahun 1949, dimana pajak dihitung dari jumlah yang terdiri dari
pengeluaran yang dilakukan untuk pembayaran upah, bunga, modal, dan sewa,
demikian juga atas laba usaha. Namun, usul-usul itu tersebut juga belum dapat
dilaksanakan saat itu.
Dari berbagai gagasan tersebut, dengan didasarkan atas berbagai penelitian
dan kajian yang mendiam maka Negara yang pertama kali menerapkan PPN ini
dalam perpajakannya adalah Perancis pada tahun 1954. PPN ini diterapkan dengan
sistem yang mudah dan sederhana, hingga kini masih dipergunakan. Adapun sasaran
pengenaan PPN ini diperancis pada mulanya adalah atas impor barang jalur produksi
(manufaktur) juga jalur distribusi sampai kepada tingkat pedagang besar (whole
saler).
Sistem PPN yang cepat merambah penerapannya diberbagai Negara Eropa,
Amerika, Asia dan Afrika pada hakekatnya adalah pajak penjualan yang dikenakan
akibat adanya terjadi transaksi atas nilai tambahnya. Sehingga kalaupun suatu Negara
menerapkan sistem PPN, umumnya Negara tersebut sebelumnya telah menerapkan
system pajak penjualan seperti juga halnya Indonesia.
Di Indonesia Dasar Hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPNBM) adalah Undang-Undang No. 42
tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (
PPNBM).
Sifat kumulatif pada Pajak Penjualan 1951 direformasi dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang mewah, yaitu pada saat Reformasi system
perpajakan nasional. Karena pertimbangan kesiapan dan pelaksanaannya, maka
secara efektif PPN dan PPNBM berlaku per 1 April 1985. Ditinjau dari
pengelompokannya, PPN ini termasuk Non-Commulative Multi Stage Sales Tax.
Non-commulative berarti mekanisme pemungutan PPN dikenakannya pada nilai
tambah dari barang kena pajak dan jasa kena pajak. Dengan Undang-Undang No. 11
Tahun 1994 yang diberlakukan per Januari 1995 PPN dan PPNBM mengalami
perubahan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (
PPNBM) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (didalam
daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Oleh karena itu barang
yang tidak dikonsumsi didalam Daerah Pabean (diekspor), dikenakan pajak dengan
tarif 0% (nol persen). Sebaliknya, atas impor barang dikenakan pajak yang sama
C. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subjek Pajak maksudnya adalah Subjek Hukum Pajak. Untuk dapat
dilaksanakan suatu objek pajak harus ada pihak yang diberi tanggung jawab untuk
melaksanakan objek pajak tersebut, oleh karena itu Subjek Pajak adalah pihak yang
diberikan hak dan kewajiban dibidang perpajakan atau suatu objek pajak.
Dari ketentuan dalam pasal 4 UU No. 7 Tahun 1983, diubah dengan UU No.
11 Tahun1994, dan terakhir diubah dengan UU No. 18 Tahun 2000, dan UU PPN No.
42 Tahun 2009 yang disebut dengan UU PPN dapat diketahui bahwa subjek PPN
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pengusaha Kena Pajak
Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN harus Pengusaha
Kena Pajak adalah huruf a, huruf c, dan huruf f, Undang-undang
PPN.
Dari pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa:
- Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/
atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN adalah
Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN)
- Yang dapat mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang
dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4
huruf f UU PPN)
- Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang
dikenakan PPN adalah pengusaha kena pajak (Pasal 2 ayat 2
PP No. 50 Tahun 1994)
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi yang
bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) pun dapat menjadi Subjek
PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, d dan huruf e
serta pasal 16C Undang-Undang PPN.
Berdasarkan pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa yang dapat
dikenakan PPN :
- Siapa pun yang mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)
- Siapa pun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP)
tidak dan/ atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean
dan di dalam daerah pabean
- Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan
perusahaan dan pekerjaannya.
D. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
c. Peyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah
pabean didalam dan didalam daerah pabean.
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean dan didalam
daerah pabean.
f. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP)
g. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP), dan
h. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak.
E. Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN),
dan diatur juga dalam SE-98/PJ/2010 maka mulai 1 Januari 2011 atau mulai SPT
Masa PPN untuk Masa Januari 2011 akan dikenai 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN,
yaitu:
a. SPT Masa PPN 1111
b. SPT Masa PPN 1111 DM
Peruntukan masing-masing SPT Masa PPN tersebut adalah :
a. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan
mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal). Petuntuk
pengisian SPT Masa PPN 1111 dan bentuk formulirnya dapat dilihat di
lampiran PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian
serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN).
b. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang
menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan;
Petuntuk pengisian SPT Masa PPN 1111 DM dan bentuk formulirnya
dapat dilihat di lampiran PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata
Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi PKP yang menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.
c. Sedangkan SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh
PemungutPPN.
a) Manual, yaitu:
- Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas
penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima
tanda bukti penerimaan; atau
- Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau
perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti
pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan
tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.
b) Elektronik (e-Filing), yaitu :
Melalui sistem online yang real time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata cara
penyampaiannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara
Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan
Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa
2) Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN secara manual dapat
dilakukan untuk SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard
copy) atau dalam bentuk media elektronik.
3) Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk media
elektronik, Induk SPT Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk
formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara
manual.
4) Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan secara e-Filing, Induk SPT
Masa PPN tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir
kertas (hard copy).
Cara penyampaian SPT Masa PPN
Manual
e-Filing
SPT dalam bentuk kertas (hardcopy)
Induk SPT dalam bentuk kertas, lampiran dalam bentuk media elektronik
Melalui system Online yang real time melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (Aplication Service Provider)
[image:43.612.80.570.428.627.2]Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak
perubahan Per-44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian
serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN) yang akan diberlakukan untuk pengisian dan pelaporan
SPT Masa PPN mulai Masa Juni 2013 dengan ini disampaikan hal-hal
sebagai berikut:
Kriteria Wajib e-SPT
1. Setiap Pengusaha Kena Pajak Wajib Badan Menyampaikan SPT
Masa PPN dalam bentuk elektronik;
2. Pengusaha Kena Pajak orang pribadi yang:
- melaporkan lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur
Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
denganFaktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada
salah satu dalam lampiran SPT dalam 1 (satu) masa pajak; atau
- jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu)
Masa Pajak Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) atau lebih,
Kriteria Tidak Wajib e-SPT (dapat memilih)
1. melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur
Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
denganFaktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah
satu dalam lampiran SPT dalam 1 (satu) masa pajak; atau
2. jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu) Masa
Pajak kurang dari Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah),
dapat memilih menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk formulir
kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik.
G. Tempat Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Tempat dimana Wajib Pajak melaporkan SPT Masa PPNnya adalah :
a. KPP (Kantor Pelayanan Pajak );
b. KP2KP (Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan); atau
H. Batas Pelaporan PPN
Bagi wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut harus
melaporkan dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai, untuk masa
pajak yang telah ditentukan sebagai berikut :
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung sendiri oleh pengusaha
Kena Pajak, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan pada
kantor pelayanan pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT,
dan SPT yang telah dilunasi segera dilaporkan ke kantor pelayanan pajak
yang menerbitkan.
c. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pemungutnya dilakukan oleh :
- Bendaharawan pemerintah harus melaporkan selambat-lambatnya
14 hari setelah masa pajak berakhir.
- Selain bendaharawan pemerintah dilaporkan selambat-lambatnya
20 hari setelah masa pajak berakhir.
- Direktorat Jendral Bea Cukai atas impor harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu
d. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, maka
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dihitung sendiri oleh penghasilan kena
pajak harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada
Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
I. Tata Cara Pelaporan oleh Bendaharawan
a. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Atas Barang Mewah
yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah harus dilaporkan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Bendaharawan terdaftar paling
lambat 14 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan.
b. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Masa (SPT Masa Pemungut PPN/ 1107 PUT) yang
dibuat dalam rangkap 3 yang masing-masing diperuntukkan sebagai
berikut :
- Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak Lembar ke-3 untuk
Kepala kantor Pelayanan Pajak setempat
- Lembar ke-2, untuk Kantor Perbendaharawan dan Kas
c. Bila Bank pemerintah atau Bank Pembangunan daerah bertindak
sebagai kasir dari Bendaharawan Pemerintah (Proyek Inpres) maka
Faktur Pajak dan surat Setoran Pajak (SSP) Ditentukan ke Bank yang
bersangkutan melalui Bendaharawan yang diwajibkan untuk
memungut dan melaporkan adalah Bank yang bersangkutan.
d. Apabila dalam satu bulan tidak ada pemungutan, penyetoran laporan
tetap dibuat dengan mempergunakan Laporan Nihil.
e. Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut
misalnya disebabkan harga jual tidak lebih dari Rp. 1.000.000 atau
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah dilaporkan
dengan mengisi catatan pada bagian yang kosong pada Formulir
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
A. Kewajiban Menyampaikan SPT
Kewajiban melaporkan Pajak yang terutang dalam Pasal 3A ayat (1)
Undang-Undang PPN 1984 merupakan refleksi dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP yang
menentukan : “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah dan
menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau dikukuhkan.”
Kata “dikukuhkan” memberikan indikasi bahwa kewajiban ini juga dibebankan
kepada pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP selain yang terdaftar sebagai
Wajib Pajak sehingga memperoleh NPWP. Dalam memori penjelasan pasal ini
ditegaskan fungsi SPT bagi PKP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN yang sebenarnya terutang, dan
untuk melaporkan tentang :
1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak keluaran
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut dan disetorkan.
SPT harus disampaikan tepat waktu dan dengan lengkap, artinya disertai
Lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak. Apabila
SPT yang disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah
disampaikan .
B. Data statistik Wajib Pajak (WP) melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Jumlah Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Medan Barat dari Januari-Desember untuk 2 (dua) tahun terakhir, tahun pajak 2011
Tabel 1
Lapor SPT Masa PPN
No. Masa
Pajak
2011 2012
SPT Masa PPN Masuk SPT Masa PPN Masuk
1 Januari 1,066 1,096
2 Februari 1,072 1,096
3 Maret 1,080 1,087
4 April 1,078 1,095
5 Mei 1,102 1,108
6 Juni 1,085 1,073
7 Juli 1,106 966
8 Agustus 1,127 898
9 September 1,103 883
10 Oktober 1,114 898
11 November 1,118 857
12 Desember 1,149 695
Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
1. Tahun Pajak 2011
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT
Masa PPN dibulan Januari adalah sebanyak 1.066 SPT, dibulan Februari 1.072
SPT, dibulan 1.080 SPT, dibulan April 1.078 SPT, dibulan Mei 1.102 SPT,
dibulan Juni 1.085 SPT, dibulan Juli 1.106 SPT, dibulan Agustus 1.127 SPT,
dibulan September 1.103 SPT, dibulan Oktober 1.114 SPT, dibulan November
Data Grafik 1
Diketahui bahwa mulai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember mengalami
peningkatan Wajib Pajak dalam hal melaporkan SPT Masa PPN, walaupun
terkadang ada penurunan, tetapi dapat kita lihat dari data grafik dibulan Desember
mengalami peningkatan yang signifikan.
2. Tahun Pajak 2012
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT
Masa PPN dibulan Januari adalah sebanyak 1.096 SPT, dibulan Februari 1.096
SPT, dibulan 1.087 SPT, dibulan April 1.095 SPT, dibulan Mei 1.108 SPT,
dibulan Juni 1.073 SPT, dibulan Juli 966 SPT, dibulan Agustus 898 SPT, dibulan
September 883 SPT, dibulan Oktober 898 SPT, dibulan November 857 SPT, dan
terakhir dibulan Desember sebanyak 695 SPT.
1.020 1.040 1.060 1.080 1.100 1.120 1.140 1.160 Ja n u a ri F eb ru a ri M a ret Apr il M e i Juni Ju li Agus tus S ep tem b er O ktob e r N o v em b er D es em b er
Data Grafik 2
Diketahui bahwa mulai Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April
Wajib Pajak masih stabil, tidak mengalami penurunan atau peningkatan dalam
melaporkan SPT Masa PPN. Masa Mei sampai dengan desember semakin
menurun, dibulan oktober kembali meningkat, tetapi dibulan November sampai
Desember Wajib Pajak dalam hal melaporkan SPT Masa PPN semakin menurun.
C. Kendala-Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan PPN
Faktor-faktor yang menjadi hambatan Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan
-200 400 600 800 1.000 1.200 Ja n u a ri F eb ru a ri M a ret Apr il M e i Juni Ju li Agus tus S ep tem b er O ktob e r N o v em b er D es em b er
2. Masyarakat juga tidak merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak,
sehingga masih banyak penerimaan SPT yang masih kurang bayar dari jumlah
pajak terutang.
3. Peraturan perundang-undangan yang selalu berubah, sehingga WP kesulitan
dalam melakukan kewajibannya
Adapun usaha yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan
Barat dalam menghadapi kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat agar mereka
mengerti bagaimana tata cara pembayaran dan pelaporan PPN baik
penyampaian SPT secara manual atau e-filing (elektronik) sehingga dalam
pelaksanaan kewajiban tersebut, kesalahan ataupun kekeliruan dalam
pengisian SPT bisa diminimalkan.
2. Adanya informasi atau pemberitahuan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
baik melalui spanduk, prosedur dan internet tentang batas waktu pembayaran
dan pelaporan SPT sehingga masyarakat atau wajib pajak tidak lupa akan
kewajibannya untuk melaporkan PPN yang terutang.
3. Diberikan buku petunjuk pembayaran dan pelaporan PPN kepada Wajib
Pajak, sehingga Wajib Pajak tersebut bisa memahami pengisian dan
penyampaian SPT baik penyampaian SPT secara manual atau e-filing
(elektronik).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang ditulis pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Cara pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN adalah :
SPT Masa PPN dapat disampaikan oleh WP/PKP dengan cara:
1) Manual, yaitu:
- Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas
penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti
penerimaan; atau
- Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan
jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman surat
tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT,
sepanjang SPT tersebut lengkap.
2) Elektronik (e-Filing), yaitu :
Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing)
Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan
perubahan/penggantinya.
2. Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN secara manual dapat dilakukan
untuk SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam
bentuk media elektronik.
3. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk media elektronik,
Induk SPT Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas
(hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara manual.
4. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan secara e-Filing, Induk SPT Masa
PPN tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas
(hard copy).
B. Saran
a. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat lebih
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat
b. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dapat
memberikan informasi yang jelas tentang tata cara pelaporan serta tata cara
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan perubahan peraturan
c. Perlunya penyempurnaan sistem informasi tentang perpajakan agar informasi
tersebut lebih ditaati oleh wajib pajak.
d. Direktur Jendral Pajak (DJP) harus lebih tegas untuk menerapkan sanksi
administrasi dan sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya, khususnya dalam membayar dan melaporkan Pajak
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Sukardji, Untung, 2009. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta Sukardji, Untung, 2010. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta
Agung, Mulyo, 2011. Perpajakan Seri PPN dan PPNBM : Teori dan Aplikasi Edisi Ketiga-Jakarta :Penerbit Mitra Wacana Media
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan