PENGARUH KEGIATAN BANDUNG SUPERMAL TERHADAP
KINERJA PELAYANAN JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO
oleh :
HENDRA WIJAYANTO 1.06.04.015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
vi
1.1 Latar Belakang ………
1.2 Rumusan Masalah ………...
1.3 Tujuan dan Sasaran ……….
1.4 Ruang Lingkup ………....
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ……….... 1.4.2 Ruang Lingkup Materi ………...
1.5 Metodologi Penelitian ……….
1.5.1 Variabel Penelitian ………. 1.5.2 Metode Pengumpulan Data ………
1.5.3 Metode Analisis ……….
1.5.4 Kerangka Pemikiran ………...
TINJAUAN TEORI
2.1 Sistem Transportasi ……….
2.1.1 Hubungan antara Sistem Transportasi dan Sistem Aktivitas ………. 2.1.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ……….
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3.1 Peran Jalan Jenderal Gatot Subroto dalam Lingkup Kota Bandung ………... 3.2 Karakteristik Sistem Jaringan Jalan Jenderal Gatot Subroto ………..
3.2.1 Pola Jaringan Jalan ………. 3.3 Karakteristik Sistem Aktivitas di Ruas Jalan Jenderal Gatot Subroto ……… 3.3.1 Sistem Aktivitas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……….. 3.3.2 Intensitas Aktivitas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………. 3.3.3 Intensitas Penggunaan Lahan di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………. 3.4 Tinjauan terhadap Bandung Supermal ………
vii
BAB IV
BAB V
3.4.1 Karakteristik Kegiatan Bandung Supermal ………... 3.4.2 Karakteristik Pergerakan Bandung Supermal pada Periode Pengamatan ….. 3.4.3 Intensitas Kegiatan Bandung Supermal ……….
ANALISIS PENGARUH KEGIATAN BANDUNG SUPERMAL TERHADAP KINERJA JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO
4.1 Karakteristik Lalu Lintas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………. 4.1.1 Volume Lalu Lintas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……… 4.1.2 Komposisi Tipe Kendaraan ……… 4.2 Kapasitas Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………. 4.2.1 Kapasitas Jalan di Persimpangan dengan Dari Lingkar Selatan ……… 4.2.2 Kapasitas Jalan di Persimpangan dengan Jalan Turangga ………. 4.2.3 Kapasitas Jalan di Pintu Keluar Masuk Bandung Supermal ……….. 4.2.4 Kapasitas Jalan di Persimpangan dengan Jalan Jenderal Ibrahim Adjie …... 4.3 Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……….. 4.3.1 Tingkat Pelayanan Jalan di Persimpangan dengan Lingkar Selatan ……….. 4.3.2 Tingkat Pelayanan Jalan di Persimpangan dengan Jalan Turangga ………... 4.3.3 Tingkat Pelayanan Jalan di Pintu Keluar Masuk Bandung Supermal ……...
4.3.4 Tingkat Pelayanan Jalan di Persimpangan dengan Jalan Jenderal Ibrahim
Adjie ………..
4.4 Analisis Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal di Jalan Jenderal Gatot Subroto.. 4.4.1 Analisis Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal terhadap Volume Lalu Lintas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……….. 4.4.2 Analisis Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal terhadap Kinerja Tingkat
Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto ………...
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan ……….
5.2 Rekomendasi ………..
5.3 Kelemahan Studi ……….
viii
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Matriks Rumusan Masalah, Sasaran dan Metode ………. Tabel II.1 Karakteristik Tingkat Pelayanan Jalan ……….
Tabel III.1 Jaringan Jalan di WP Karees ………
Tabel III.2 Desain Geometrik Jalan ………
Tabel III.3 Sistem Aktivitas di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……… Tabel III.4 Rincian Kegiatan Bandung Supermal ……… Tabel IV.1 Volume Pergerakan Pada Hari Senin ……… Tabel IV.2 Volume Pergerakan Pada Hari Jum’at ……….. Tabel IV.3 Volume Pergerakan Pada Hari Minggu ……… Tabel IV.4 Komposisi Kendaraan Pada Hari Senin ……… Tabel IV.5 Komposisi Kendaraan Pada Hari Jum’at ……….. Tabel IV.6 Komposisi Kendaraan Pada Hari Minggu ……… Tabel IV.7 Kriteria Tingkat Pelayanan Jalan ………. Tabel IV.8 Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Titik 1
(Persimpangan Lingkar Selatan) ………. Tabel IV.9 Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Titik 2
(Persimpangan Turangga) ……….……….. Tabel IV.10 Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Titik 3 (Pintu Keluar Masuk BSM) ……….. Tabel IV.11 Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Titik 4
(Persimpangan Jalan Jenderal Ibrahim Adjie) ……….. Tabel IV.12 Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal terhadap Volume Lalu Lintas …………. Tabel IV.13 Persentase Bangkitan dan Tarikan BSM terhadap Volume Lalu Lintas Sebelum dan Setelah BSM dengan Arah Pergerakan Lingkar Selatan-Binong ………….. Tabel IV.14 Persentase Bangkitan BSM dan sekitarnya terhadap Volume Lalulintas
Sebelum dan Setelah BSM dengan Arah Pergerakan Binong-Lingkar Selatan … Tabel IV.15 Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal terhadap Tingkat Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto dengan Pergerakan Lingkar Selatan-Binong ……… Tabel IV.16 Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal terhadap Tingkat Pelayanan Jalan Jenderal. Gatot Subroto dengan Pergerakan Binong-Lingkar Selatan ………….. Tabel V.1 Pengaruh Tarikan BSM terhadap Kinerja Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto (Lingkar Selatan-Binong) ………. Tabel V.2 Pengaruh Bangkitan BSM terhadap Kinerja Pelayanan Jalan
Jenderal Gatot Subroto (Lingkar Selatan-Binong) ……… Tabel V.3 Pengaruh Bangkitan BSM terhadap Kinerja Pelayanan Jalan
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian ………...
Gambar 1.2 Titik Pengamatan ………...
Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran ……….
Gambar 2.1 Hubungan Dasar Antara Transportasi dan Sistem Kegiatan ……….
Gambar 2.2 Sistem Transportasi Makro ……….………..
Gambar 2.3 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ……….……….. Gambar 2.4 Bangkitan dan Sebaran Pergerakan ………... Gambar 3.1 Kondisi Jalan yang Rusak di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……….. Gambar 3.2 Terminal Bayangan di Sekitar Bandung Supermal ………... Gambar 3.3 Kegiatan Komersil di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………. Gambar 3.4 Pemukiman Militer di Jalan Jenderal Gatot Subroto ……… Gambar 3.5 Aktivitas Pendidikan di Jalan Jenderal Gatot Subroto ………..
Gambar 3.6 Guna Lahan Tepi Jalan ………..
Gambar 3.7 Bandung Supermal ………
Gambar 4.1 Volume Pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Hari Senin ………… Gambar 4.2 Volume Pergerakan di Titik 1 pada Hari Senin ……… Gambar 4.3 Volume Pergerakan di Titik 2 pada Hari Senin ……… Gambar 4.4 Volume Pergerakan di Titik 3 pada Hari Senin ……… Gambar 4.5 Volume Pergerakan di Titik 4 pada Hari Senin ……… Gambar 4.6 Volume Pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Hari Jum’at ……… Gambar 4.7 Volume Pergerakan di Titik 1 pada Hari Jum’at ……….. Gambar 4.8 Volume Pergerakan di Titik 2 pada Hari Jum’at ……….. Gambar 4.9 Volume Pergerakan di Titik 3 pada Hari Jum’at ………. Gambar 4.10 Volume Pergerakan di Titik 4 pada Hari Jum’at ……….. Gambar 4.11 Volume Pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto pada Hari Minggu ……… Gambar 4.12 Volume Pergerakan di Titik 1 pada Hari Minggu ………. Gambar 4.13 Volume Pergerakan di Titik 2 pada Hari Minggu ………. Gambar 4.14 Volume Pergerakan di Titik 3 pada Hari Minggu ………. Gambar 4.15 Volume Pergerakan di Titik 4 pada Hari Minggu ………. Gambar 4.16 Komposisi Kendaraan Pada Hari Senin ……… Gambar 4.5 Komposisi Kendaraan Pada Hari Jum’at ……….. Gambar 4.17 Komposisi Kendaraan Pada Hari Minggu ………. Gambar 4.18 Arah Pergerakan di Sekitar BSM (Lingkar Selatan-Binong) ……… Gambar 4.19 Arah Pergerakan di Sekitar BSM (Binong-Lingkar Selatan) ……… Gambar 4.20 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Senin (Binong-Lingkar Selatan).. Gambar 4.21 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Jum’at (Binong-Lingkar Selatan). Gambar 4.22 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Minggu (Binong-Lingkar
Selatan) ………
Gambar 4.23 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Senin (Binong-Lingkar Selatan).. Gambar 4.24 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Jum’at (Binong-Lingkar Selatan). Gambar 4.25 Tingkat Pelayanan Jalan di Sekitar BSM Hari Minggu (Binong-Lingkar
14
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian
normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang
diharapkan dapat menjadi dasar pijakan dari penyusunan metodologi serta
pelaksanaan penyusunan laporan ini. Landasan teoretis dan normatif akan
menjaga koridor pelaksanaan penyusunan laporan sesuai logika ilmiah dan sesuai
dengan peraturan yang ada.
2.1 Sistem Transportasi
Dalam memahami sistem transportasi, terlebih dahulu melakukan
pemahaman mengenai sistem. Sistem merupakan gabungan dari beberapa
komponen yang saling berkaitan. Apabila salah satu komponen dari suatu sistem
tidak bekerja dengan baik, maka sistem tersebut tidak akan bekerja dengan
optimal.
Sedangkan transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke
tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat
berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2005). Hal serupa dikatakan oleh
Warpani (2002), dimana transportasi merupakan kegiatan perpindahan orang dan
barang dari suatu tempat (asal) ke tempat (tujuan) dengan menggunakan sarana
(kendaraan).
2.1.1 Hubungan antara Sistem Transportasi dan Sistem Aktivitas
Dalam sistem perkotaan, setiap tata guna lahan mempunyai beberapa ciri
dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaannya, yang
mengakibatkan lokasi berbagai kegiatan tidak berada dalam suatu kawasan,
sehingga orang harus melakukan perjalanan untuk dapat melaksanakan
kegiatannya. Akibatnya muncul berbagai pergerakan yang menggunakan jaringan
transportasi. Pergerakan yang terjadi ini akan menimbulkan berbagai mcam
15
Dengan demikian dapat dikatakan fungsi dasar transportasi kota adalah
menghubungkan pemukiman, tempat kerja, dan hiburan serta menghubungkan
konsumen dengan produsen. Sehingga dalam proses perencanaan suatu kota harus
dikaitkan dengan sistem perangkutan itu sendiri sebagai bagian dari kesatuan
sistem kota.
Sistem transportasi suatu kota merupakan komponen utama struktur sosial,
ekonomi, fisik suatu wilayah kota, dan merupakan determinasi aktivitas, struktur
kota, lahan terbangun. Sehingga aktivitas yang menghidupkan antar kota
tergantung fasilitas transportasi yang menghubungkan antar aktivitas tersebut.
Sistem transportasi di suatu kota berkaitan erat dengan sistem sosial
ekonominya, sehingga kinerja sistem transportasi akan mempengaruhi bagaimana
perkembangan dan perubahan perikehidupan sosial ekonomi populasinya,
demikian pula sebaliknya. Hubungan tersebut disampaikan pada Gambar 2.1. Sistem pada Gambar 2.1 dapat didefinisikan dalam 3 variabel dasar, yakni: T (sistem transportasi), A (sistem kegiatan, yakni pola kegiatan ekonomi
dan sosial), dan F (pola lalulintas di dalam sistem transportasi, misalnya:
asal-tujuan, rute dan volume lalulintas). Hubungan diantara ketiga variabel tersebut
didefinisikan dalam 3 angka (1, 2, dan 3) pada Gambar 2.1 yang masing-masing menyatakan:
1. Pola arus lalulintas di dalam sistem transportasi ditentukan baik oleh
sistem transportasi maupun sistem kegiatan,
2. Pola lalulintas eksisting akan mendorong adanya perubahan dalam sistem
aktivitas dari waktu ke waktu: melalui pola penyediaan pelayanan
transportasi dan melalui sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyediakan
pelayanan tersebut,
3. Pola lalulintas eksisting juga akan mendorong adanya perubahan dalam
sistem transportasi dari waktu ke waktu: sebagai respon terhadap arus
lalulintas eksisting atau yang diprediksi maka pemerintah dan/atau
operator angkutan akan mengembangkan pelayanan transportasi baru
16
Gambar 2.1
Hubungan Dasar Antara Transportasi dan Sistem Kegiatan
Hubungan interaktif antara ketiga sistem (T, A, F) akan berlangsung
sepanjang waktu. Permasalahan umumnya disebabkan oleh gangguan kelancaran
interaksi diantara sistem, misalnya: keterlambatan atau ketidaktepatan antisipasi
sistem transportasi untuk mengikuti perkembangan sistem aktivitas, dan
sebaliknya.
Tamin (2000) menerjemahkan hubungan antar sistem tersebut dalam
konsep transportasi makro sebagaimana disampaikan pada Gambar 2.2. Sistem transportasi makro (menyeluruh) yang merupakan pendekatan dari beberapa
sistem yang masing-masing sistem saling terkait dan saling mempengaruhi,
diantaranya :
1. Sistem Transportasi
2. Sistem Aktivitas
3. Sistem Lalu Lintas
4. Sistem Kelembagaan Sistem Transportasi
T
Arus
F
Sistem Kegiatan
17
Sumber : Tamin, 2000
Gambar 2.2
Sistem Transportasi Makro
Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan.
Pergerakan itu sendiri terjadi karena perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap
daerah. Setiap daerah memiliki sistem aktivitas atau tata guna lahan yang berbeda
yang tentunya dapat menimbulkan bangkitan pergerakan dan akan menimbulkan
tarikan pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan.
Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang
terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain.
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat
pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi
oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan
jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Sistem aktivitas merupakan
pengaturan pemanfaatan lahan di suatu lingkup wilayah untuk kegiatan-kegiatan
tertentu, dalam hal ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan perdagangan,
perindustrian, pemukiman dan pendidikan.
Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut
membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda
transportasi tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan
sistem transportasi yang meliputi sistem jaringan jalan raya, terminal bus, stasiun
kereta api, dan pelabuhan laut. Sistem Kelembagaan
Sistem Aktivitas
Sistem Transportasi
18
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan
pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau
orang (pejalan kaki). Suatu sistem lalu lintas yang aman, cepat, nyaman, murah,
handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika pergerakan tersebut
diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik. Masalah yang
dihadapi dalam perlalulintasan adalah kemacetan. Kemacetan ini terjadi karena
kebutuhan akan trasnportasi lebih besar daripada prasarana transportasi yang
tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sistem aktivitas, sistem transportasi, dan sistem lalu lintas akan saling
mempengaruhi (Gambar 2.2). Perubahan pola sistem aktivitas akan mempengaruhi sistem transportasi melalui perubahan pada tingkat pelayanan
sistem lalu lintas. Begitu pula perubahan pola sistem transportasi akan dapat
mempengaruhi sistem aktivitas melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas
dari sistem lalu lintas tersebut.
Dalam usaha untuk menjamin terwujudnya sistem pergerakan yang aman,
nyaman, lancar, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat sistem
kelembagaan yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah
dan swasta yang terlibat secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui
peraturan yag secara tidak langsung memerlukan sistem penegakan hukum yang
baik pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan
masyarakat berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi.
2.1.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Bangkitan pergerakan adalah tahapan permodelan yang memberikan
jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona (Tamin, 2000). Jadi
bangkitan pergerakan mencakup dua jenis pergerakan yaitu pergerakan yang
meninggalkan dan yang menuju suatu lokasi. Tahapan permodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang dihasilkan/ditarik oleh suatu zona atau
19
Tarikan pergerakan adalah tahapan permodelan yang memperkirakan
jumlah pergerakan yang dihasilkan/ditarik oleh suatu zona atau tata guna lahan
tersebut. Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat secara diagram pada Gambar 2.3
Pergerakan yang
menuju dari zona i
Pergerakan yang
menuju dari zona d
Sumber : Tamin, 2000
Gambar 2.3
Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Hasil dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah
kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau
kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari
(atau satu jam) untuk mendapat bangkitan dan tarikan pergerakan.
Sebaran Pergerakan (Trip Distribution) yaitu jumlah pergerakan yang
dibangkitkan dari suatu zona asal atau yang tertarik ke zona tujuan yang akan
disebarkan pada tiap zona asal dan zona tujuannya sehingga membentuk suatu
pola pergerakan.
Sebaran pergerakan menghasilkan jumlah arus
lalu lintas yang bergerak dari suatu zona ke
zona lainnya.
Sumber : Tamin, 2000
Gambar 2.4
Bangkitan dan Sebaran Pergerakan
i d
20
2.2 Kinerja Jalan
Kinerja jalan dapat diukur dengan menggunakan arus lalu lintas dan waktu
tempuh, kapasitas jalan, volume jalan, Volume Capacity Ratio, dan Level of
Service.
2.2.1 Arus Lalu Lintas dan Waktu Tempuh
Besarnya waktu tempuh pada suatu ruas jalan sangat tergantung dari
besarnya arus dan kapasitas ruas jalan tersebut. Hubungan antara arus dengan
waktu tempuh adalah jika arus bertambah maka waktu tempuh akan bertambah
(Tamin, 2000). Hal ini sebenarnya merupakan konsep dasar teori antrian yang
menyatakan bahwa tundaan yang terjadi pada tingkat kedatangan dan tingkat
pelayanan yang tersebar secara acak.
Konsep dasar antrian dalam waktu pelayanan merujuk pada waktu
minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk melalui suatu ruas jalan sesuai
dengan tingkat pelayanan jalan yang ada. Waktu pelayanan adalah waktu tempuh
yang dibutuhkan ketika kondisi arus bebas (tidak ada kendaraan lain pada ruas
jalan), sehingga tundaan antrian dapat dipertimbangkan sebagai pertambahan
waktu tempuh akibat adanya kendaraan lain. Dimana waktu tempuh dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Waktu Tempuh = Waktu Pelayanan + Tundaan
2.2.2 Kapasitas Jalan
Arus Lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus
lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, semakin tinggi waktu tempuh yang
dibutuhkan. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan disebut
kapasitas ruas jalan tersebut (Tamin, 2000).
Dengan kata lain kapasitas suatu jalan dapat berdefinisi jumlah kendaraaan
maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Kapasitas ruas
jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan atau dalam Satuan Mobil
Penumpang (smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh atau
21
akan menyebabkan penambahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan
dengan penambahan kendaraan pada saat arus tinggi. Jika arus lalu lintas
mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat
apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain
atau bergerak sangat lamban.
Persamaan untuk menghitung kapasitas jalan daerah perkotaan adalah
sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Keterangan :
C : Kapasitas (smp/jam)
Co : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan
FCsp : Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
FCsf : Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping
FCcs : Faktor koreksi kapasitas akibat jumlah penduduk
2.2.3 Volume Capacity Ratio
Merupakan perbandingan antara volume yang melintas (smp) dengan
kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (smp). Besarnya volume lalu lintas
diperoleh berdasarkan survey yang dilakukan di ruas jalan, sedangkan besarnya
kapasitas diperoleh dari lingkungan ruas jalan dan survey geometrik yang
meliputi potongan melintang, persimpangan, alinyamen horizontal, dan alinyamen
vertikal. Selanjutnya dihitung berdasarkan model yang di kembangkan oleh
Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM).
Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan sebagai
berikut :
VCR =V/C
Keterangan :
VCR = Volume kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan)
V = Volume lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
22
2.2.4 Tingkat Pelayanan Jalan
Analisis tingkat pelayanan jalan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar tingkat permasalahan jaringan jalan raya yang ada, dengan melihat tingkat
pelayanan jaringan jalan tersebut. Penilaian didasarkan dengan mengukur tingkat
kecepatan rata-rata kendaraan dan perbandingan antara volume lalu-lintas dan
kapasitas pada suatu jaringan jalan tertentu.
Pengertian tingkat pelayanan suatu jaringan jalan adalah suatu bentuk
penilaian terhadap kondisi arus pergerakan kendaraan pada waktu melewati ruas
jalan. Tingkat pelayanan jalan merupakan ukuran kuantitatif berdasarkan hasil
ukuran kuantitatif yang penilaiannya bergantung pada beberapa faktor :
1. Kecepatan atau waktu perjalanan, seperti hambatan atau halangan
lalu-lintas,
2. Kebebasan melakukan manuver,
3. Keamanan,
4. Kenyamanan mengendarai (pengemudian), dan
5. Biaya operasi kendaraan (ekonomi) yang melalui suatu jalan raya dalam
kondisi arus lalu-lintas tertentu.
Tingkat pelayanan ditentukan dalam skala interval atau karakteristik yang
terdiri dari enam tingkat, yaitu sebagaimana di tunjukkan dalam tabel berikut ini :
Tabel II.1
Karakteristik Tingkat Pelayanan Jalan Tingkat
Pelayanan Karakteristik Nilai
A Kondisi arus beban yang kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang di inginkan tanpa hambatan 0,00-0,20
B
Arus stabil tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh lalu-lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan
0,21-0,44
C Arus stabil, akan tetapi kecepatan dan gerak kendaraan
dikendalikan 0,45-0,74
D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih di kendalikan, V/C
masih dapat di tolerir 0,75-0,84
E Volume lalu-lintas mendekati atau berada pada kapasitas, arus
tidak stabil, kecepatan terkadang terhenti 0,85-1,00
F Arus dipaksakan atau macet, kecepatan rendah volume dibawah kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan-hambatan besar
23
2.2.5 Jaringan Prasarana Jalan
Perundangan mengenai penyelenggaraan prasarana jalan yang terakhir
ditetapkan adalah UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Jalan menurut UU No.38
Tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan
penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta
lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar
tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, membentuk
dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan
keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan
sasaran pembangunan nasional.
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder.
1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
24
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal. Dalam sistem jaringan jalan
primer, jalan kabupaten merupakan jalan yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal.
Sedangkan dalam sistem jaringan jalan sekunder, jalan kabupaten
merupakan jalan yang terdapat dalam wilayah kabupaten, dan jalan
strategis kabupaten.
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
25
Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan
ruang pengawasan jalan.
1. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
2. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
di luar ruang manfaat jalan.
3. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik
95
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab 5 merupakan kesimpulan dan rekomendasi terhadap hasil kajian yang telah
dilakukan. Kesimpulan diperoleh dari hasil inventarisasi dan analisis pengaruh
kegiatan Bandung Supermal terhadap kinerja pelayanan Jalan Jenderal Gatot
Subroto. Sedangkan rekomendasi merupakan tahapan selanjutnya yang diusulkan
sebagai follow up terhadap hasil kajian ini.
5.1 Kesimpulan
Dari studi yang telah dilakukan ini dapat ditarik kesimpulan untuk
merangkum kajian-kajian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang dapat diambil
sebagai berikut :
1. Pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan Bandung Supermal terhadap
volume lalu lintas di Jalan Jenderal Gatot Subroto dapat diklasifikasikan
kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
Tarikan pergerakan yang diakibatkan oleh kegiatan Bandung Supermal
dengan arah pergerakan Lingkar Selatan-Binong.
Bangkitan pergerakan yang diakibatkan oleh kegiatan Bandung Supermal
dengan arah pergerakan Lingkar Selatan-Binong.
Bangkitan pergerakan yang diakibatkan oleh kegiatan Bandung Supermal
dengan arah pergerakan Binong-Lingkar Selatan.
2. Perbandingan tingkat pelayanan jalan dan persentase tarikan Bandung
Supermal tersebut membuktikan bahwa keberadaan Bandung Supermal
memiliki pengaruh yang sangat kuat, sehingga berpotensi menurunkan tingkat
pelayanan jalan terutama pada hari libur seperti hari Minggu pada periode
siang hari (11.00-14.00) dan sore hari (16.00-19.00). Hari Minggu merupakan
hari yang memiliki kontribusi terbesar terhadap volume lalu lintas dan tingkat
pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto dibandingkan dengan hari-hari
96
menginformasikan seberapa besar kontribusi keberadaan Bandung Supermal
terhadap tingginya tingkat pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto dan
kontribusi keberadaan Bandung Supermal terhadap kinerja pelayanan Jalan
Jenderal Gatot Subroto.
Tabel V.1
Pengaruh Tarikan BSM terhadap
Kinerja Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto (Lingkar Selatan-Binong)
Periode % Tarikan BSM
terhadap Volume Lalu Lintas
LOS
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Tabel V.2
Pengaruh Bangkitan BSM terhadap
Kinerja Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto (Lingkar Selatan-Binong)
Periode % Bangkitan BSM
terhadap Volume Lalu Lintas
LOS
97
Tabel V.3
Pengaruh Bangkitan BSM terhadap
Kinerja Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto (Binong-Lingkar Selatan)
Periode % Bangkitan BSM
terhadap Volume Lalu Lintas
LOS
Sumber : Hasil Analisis, 2009
3. Aktivitas masyarakat di Jalan Jenderal Gatot Subroto selain Bandung
Supermal yang memiliki peran yang cukup besar terhadap kinerja pelayanan
Jalan Jenderal Gatot Subroto yaitu kawasan pemukiman yang terdapat di
Turangga dan keberadaan Pasar Binong.
5.2 Rekomendasi
Berikut ini rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan temuan-temuan
yang diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu :
1. Melihat semakin tingginya pergerakan kendaraan terutama dengan
keberadaan roda dua (motor) dan kendaraan roda empat (mobil) sedangkan
kapasitas jalan semakin berkurang, sudah sepatutnya Kota Bandung
mengantisipasi tingginya pergerakaan dan berkurangnya kapasitas jalan
dengan mengadakan angkutan transportasi massal. Angkutan transportasi
massal yang cukup dapat mengurangi tingginya pergerakan di Kota Bandung
adalah dengan penambahan dan memfungsikan kembali jalur-jalur KA di
Kota Bandung, terutama di jalur Jalan yang melewati Jalan Jenderal Gatot
Subroto yang kini berada pada kondisi tidak aktif.
2. Dengan peran yang dimiliki oleh Jalan Jenderal Gatot Subroto yang melayani
98
dan tingginya aktivitas di jalan tersebut terutama dengan keberadaan Bandung
Supermal, tentunya Jalan Jenderal Gatot Subroto harus mengalami
peningkatan fungsi jalan (kolektor sekunder) untuk dapat melayani
pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto.
3. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai traffic counting dalam menangani
kemacetan di Jalan Jenderal Gatot Subroto sehingga dapat meningkatkan
tingkat pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto.
4. Adanya kajian mengenai pergerakan bus pemandu moda dengan trayek
Bandara Soekarno Hatta-Bandung Supermal yang mampu menghasilkan
pergerakan.
5.3 Kelemahan Studi
Berikut ini kelemahan-kelemahan studi dalam kajian pengaruh kegiatan
Bandung Supermal terhadap kinerja pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto,
yaitu:
1 Studi tidak melihat karakteristik pergerakan yang berdasarkan
aktivitas-aktivitas masyarakat selain Bandung Supermal di Jalan Jenderal Gatot
Subroto.
2 Studi tidak melihat asal-tujuan pergerakan di Jalan Jenderal Gatot Subroto,
hanya melihat kegaiatan Bandung Supermal.
3 Studi tidak detil dalam menganalisis volume lalu lintas di Jalan Jenderal
Gatot Subroto.
4 Studi tidak melihat pergerakan yang dihasilkan oleh pemandu moda di Jalan
Jenderal Gatot Subroto dengan trayek Bandara Soekarno Hatta-Bandung
Supermal.
5 Studi tidak melihat lingkup yang lebih besar yang mengkaji dalam lingkup
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH KEGIATAN BANDUNG SUPERMAL TERHADAP KINERJA PELAYANAN JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Strata I
Pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
oleh
HENDRA WIJAYANTO 1.06.04.015
Menyetujui
Bandung, Agustus 2009
Pembimbing
Romeiza Syafriharti, Ir., MT.
NIP. 4127 70 17 001
Mengetahui
Ketua Jurusan
Romeiza Syafriharti, Ir., MT.