• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, Dan Self-Esteem Terhadap Prestasi Akademik Remaja Di Wilayah Perdesaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, Dan Self-Esteem Terhadap Prestasi Akademik Remaja Di Wilayah Perdesaan."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH, KECERDASAN

SOSIAL, DAN

SELF-ESTEEM

TERHADAP PRESTASI

AKADEMIK REMAJA DI WILAYAH PERDESAAN

MIRANTI RAHMATIKA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

1

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, dan Self-esteem terhadap Prestasi Akademik Siswa SMA di Wilayah Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Miranti Rahmatika

(4)
(5)

1

1

ABSTRAK

MIRANTI RAHMATIKA. Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, dan Self-Esteem terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan. Dibimbing oleh NETI HERNAWATI.

Pencapaian remaja untuk meraih prestasi akademik merupakan hasil dari interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial dan self-esteem terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Responden dalam penelitian ini berjumlah 150 siswa SMA di wilayah Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dan penarikan contoh dilakukan dengan cara proportional random sampling. Hasil uji regresi menunjukan bahwa kecerdasan sosial dan self-esteem tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik. Jenis kelamin dan lingkungan sekolah ditemukan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik. Sebalikmya, pendapatan per kapita keluarga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik remaja perdesaan.

Kata kunci: lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem, prestasi akademik, remaja, perdesaan.

ABSTRACT

MIRANTI RAHMATIKA. The Influence of School Environment, Social Intellegence, and Self-Esteem toward Academic Achievement of Rural School Student. Supervised by NETI HERNAWATI.

(6)
(7)

1

1

Skripsi

sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH, KECERDASAN

SOSIAL, DAN

SELF-ESTEEM

TERHADAP PRESTASI

AKADEMIK REMAJA DI WILAYAH PERDESAAN

MIRANTI RAHMATIKA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya sehingga usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, dan Self-Esteem, terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, yakni:

1. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Prof Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc.

2. Neti Hernawati, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, membantu, memberikan saran dan kritik kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.

3. Alfiasari, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan kemudahan dalam proses bimbingan akademik selama penulis belajar di Ilmu Keluarga dan Konsumen.

4. Ir. Retnaningsih M.Si. dan Dr. Ir. Dwi Hastuti M.Sc. selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji sidang atas saran, arahan, dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan sidang skripsi.

5. Pihak Sekolah Menengah Atas yang telah memperkenankan para siswa menjadi responden dalam penelitian ini.

6. Yuana Zahra, Mega Citrandini, dan Trisya Novyanis selaku rekan sebimbingan dalam penelitian ini yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama penelitian ini berlangsung.

7. Bapak Miharja dan Ibu Tri Mahasiswanti selaku orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, kasih sayang serta doa kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

8. Nurul Amalina Ramadhanti dan Muhammad Farhan Aufar selaku adik penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulisan skripsi ini.

9. Teuku Ghaisa Aufa, Satrah, Elsa Yuliana, Afromalika, Sifna Audia, Sita Putri, Putri Eksanika, Resturesky Rachmanya, Tiara Aprillia, Nindya Dewinta, Adella Diningtyas, Citra Swietenia, Fikra Sufi, Sheilla Norsyabani, Mega Silviana, Ais Puspa, Safira Widanti, Nurjanah Purnama, Nunky Ajeng dan teman-teman IKK 48 atas dukungan semangat selama penulisan skripsi ini. 10. Seluruh pihak yang terkait yang belum disebutkan namanya yang telah

memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di Indonesia.

(10)

4

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

KERANGKA BERPIKIR 6

METODE PENELITIAN 9

Desain, Waktu, dan Tempat 9

Teknik Penarikan Contoh 9

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 10

Pengolahan dan Analisis Data 11

Definisi Operasional 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Hasil 14

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 14

Karakteristik Remaja 14

Karakteristik Keluarga 15

Lingkungan Sekolah 17

Kecerdasan Sosial 18

Self-Esteem 19

Prestasi Akademik 20

Hubungan Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, Self-esteem, dan Prestasi Akademik 20 Pengaruh Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, dan Self-Esteem tehadap Prestasi Akademik 22

Pembahasan 23

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(11)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran contoh menurut usia dan jenis kelamin 14 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia ayah dan ibu 15 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga 15 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 16 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua 16

6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 17

7 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan sekolah 17 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori kecerdasan sosial 18 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori self-esteem 19 10 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik 20 11 Koefisiensi korelasi antara karakteristik remaja dan keluarga dengan

lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem dan prestasi

akademik. 21

12 Koefisiensi korelasi antara lingkungan sekolah, kecerdasan sosial,

self-esteem dan prestasi akademik. 21

13 Pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem tehadap prestasi akademik 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Berpikir Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial,

dan Self-Esteem terhadap Prestasi Akademik 8

(12)
(13)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Sektor pendidikan diharapkan dapat mengembangkan generasi penerus bangsa sehingga menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Di Indonesia sendiri, kualitas SDM termasuk dalam peringkat yang terbilang rendah. Menurut hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) tahun 2014 tentang Indeks Pengembangan Manusia menunjukan bahwa Indonesia menduduki peringkat 108 dari 187 negara di dunia yang diteliti. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia merupakan cerminan dari kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah.

Fenomena kesenjangan kualitas pendidikan antara desa-kota menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Menurut Wahyono (2010) ketimpangan kualitas pendidikan secara sosio-antropologis dapat dilihat dari aspek struktural dan kultural. Kemunculan fenomena tersebut secara struktural disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mendasarkan diri pada pandangan dikotomi desa-kota dalam melihat berbagai persoalan sosial, termasuk persoalan pendidikan. Secara kultural, ketidakberhasilan pendidikan di daerah perdesaan dalam melakukan transformasi budaya ke arah nilai-nilai masyarakat kota menyebabkan kesenjangan kualitas pendidikan antara desa-kota tetap terjadi. Kesenjangan kualitas pendidikan dapat disebabkan oleh ketersediaan guru profesional yang belum merata, ketimpangan sarana prasarana sekolah, hingga ketimpangan status sosial ekonomi masyarakat Indonesia sendiri yang kian melebar.

Pendidikan nasional yang bermutu salah satunya dapat dilihat dari keluarannya (output) yang bermutu. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia salah satunya melalui perbaikan sistem evaluasi. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu. Kemudian dari hasil berlajar siswa dapat diketahui prestasi akademik yang dicapai siswa.

(14)

2

Remaja yang berhasil memahami dirinya akan menemukan jati diri dan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya, jika dia gagal maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan. Remaja yang mengalami kebingungan akan cenderung kurang dapat menyesuaikan diri terhadap diri sendiri maupun orang lain (Yusuf 2012).

Prestasi dalam bidang akademik merupakan salah satu cara remaja membentuk identitas dirinya. Pembentukan identitas diri seorang remaja dilandasi oleh rasa tanggung jawab untuk menghadapi kehidupan yang mulai disadarinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar remaja secara umum ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor objektif atau lingkungan yang mempengaruhi remaja untuk mencapai prestasi akademik seperti persepsi terhadap lingkungan sekolah. Faktor internal merupakan faktor subjektif atau yang berasal dari dalam diri remaja, seperti kecerdasan sosial dan self-esteem.

Sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan kapasitas intelektual yang dimiliki oleh remaja. Remaja menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga sekolah diharapkan dapat menyediakan lingkungan pembelajaran yang layak dan memadai bagi siswanya (Lawrence & Vimala 2012). Namun kesenjangan kondisi sekolah Indonesia antara desa dan kota masih jelas terlihat. Kesenjangan ini disebabkan oleh berbagai kendala baik keterbatasan dana, kendala geografis (akses), sarana belum memadai dan kualitas tenaga pengajar yang masih rendah dibandingkan dengan sekolah yang ada di kota. Rendahnya kualitas pengajar sekolah di wilayah perdesaan akan berimbas pada metode pembelajaran, aktivitas belajar-mengajar, hingga berdampak pada prestasi akademik siswanya. Guru dan teman sebaya yang mendukung, peraturan di sekolah yang adil, serta hubungan antara sekolah dan orang tua yang baik akan membentuk persepsi positif siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Persepsi siswa yang positif terhadap lingkungan pembelajarannya tersebut akan memacu semangat siswa untuk mengapai prestasi akademiknya.

Pencapaian prestasi pada remaja merupakan suatu hal yang ditumbuhkan, dikembangkan, dan hasil dari mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan (Gunarsa & Gunarsa 2000). Interaksi remaja dengan lingkungannya di sekolah terjadi secara berulang. Hal tersebut memungkinkan remaja untuk menghadapi masalah terkait dengan atmosfer sekolah, teman sebaya, pengaruh grup dan lain sebagainya. Lingkungan yang tidak sehat dapat menyebabkan perilaku sosial remaja menyimpang, sehingga remaja dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial merupakan salah satu elemen untuk mencapai kecerdasan sosialnya. Hasil penelitian Shah dan Sharma (2012) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan siswa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya dengan kecerdasan sosial. Siswa yang peduli dengan prioritasnya untuk memenuhi harapan orangtua dan harapan sosialnya adalah siswa yang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah dengan baik.

(15)

3 dievaluasi berdasarkan pola-pola budaya setempat, nilai-nilai kelas sosial, dan berdasarkan nilai-nilai peran jenis. Perbedaan nilai, kondisi sosial dan demografi antara desa dan kota akan menimbulkan pengaruh tertentu terhadap keadaan penduduknya, termasuk remajanya. Remaja di pedesaan dan perkotaan mempunyai beberapa perbedaan karena pengaruh lingkungannya. Menurut Soekanto dalam Untari (2012), masyarakat kota lebih mementingkan individu sedangkan masyarakat desa lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa remaja perdesaan memiliki rasa kepekaan sosial yang lebih baik dari remaja di perkotaan.

Pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial yang efektif merupakan salah satu dimensi dari kecerdasan sosial remaja. Dalam hal tersebut, self-esteem turut menentukan perilaku dan keberhasilan remaja dalam membina suatu hubungan sosial. Self-esteem adalah keseluruhan cara yang dipergunakan seseorang untuk mengevaluasi dirinya (Santrock 2003). Menurut Cohen dalam Hapsari (2005) remaja yang memiliki self esteem yang tinggi cenderung lebih percaya diri dibandingkan orang yang mempunyai self esteem yang rendah. Setiap remaja memiliki tingkatan self-esteem yang berbeda yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut Dubois et al. (2002) lingkungan memiliki peran penting dalam menentukan self-esteem remaja. Hasil penelitian Markstrom, Marshall, dan Tyron (2000) menemukan bahwa remaja perdesaan lebih cenderung terisolasi dan lebih sedikit fasilitas pendidikan, rekreasi, dan pelayanan kesehatan. Hal ini mengindikasi bahwa remaja di wilayah perdesaan lebih memiliki self-esteem yang lebih rendah. Self-esteem yang berada didalam diri remaja akan menciptakan suatu motivasi yang baik yang dapat meningkatkan pencapaian prestasi akademiknya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka jelas lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem berperan dalam menunjang prestasi akademik anak. Mengingat pentingnya prestasi akademik bagi perkembangan kepribadian anak, maka penting untuk meneliti pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi akademik remaja.

Perumusan Masalah

(16)

4

perkotaan. Hal tersebut tidak lain karena pelaksanaan sistem pendidikan masing-masing wilayah di Indonesia yang masih belum merata.

Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang berbatasan dengan ibukota negara, yang turut merasakan dampak positif dan negatif pembangunan yang ada di DKI Jakarta. Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 5 111 768 jiwa (Pusdalisbang 2013). Jumlah penduduk yang banyak akan meningkatkan jumlah penduduk yang membutuhkan pendidikan. Namun, angka partisipasi sekolah pada jenjang sekolah menengah Kabupaten Bogor masih rendah yaitu 57.18 persen berada dibawah angka nasional 63.84 persen (BPS 2013). Rendahnya kualitas pendidikan di Kabupaten Bogor juga terlihat dari nilai rata-rata hasil Ujian Nasional (UN) Kabupaten Bogor yaitu 58.46, berada dibawah nilai rata-rata UN Kota Bogor yaitu sebesar 70.25 (Kemendiknas 2015). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Mongi (2014) yang menunjukan bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan nilai rata-rata UN mata pelajaran IPA terendah di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 77.55. Hasil penelitian yang sama menunjukan bahwa Kabupaten Bogor mempunyai nilai akreditasi yang rendah dalam hal isi (89.01), proses (84.22), kompetensi kelulusan (76.50), tenaga pendidikan (78.36), sarana dan prasarana (71.09), pengelolaan (86.52), pembiayaan (87.41), dan penilaian (83.59). Fakta-fakta tersebut dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada remaja di Kabupaten Bogor.

Pencapaian prestasi akademik pada remaja adalah salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan oleh suatu bangsa. Remaja yang memiliki keinginan untuk berprestasi merupakan modal suatu bangsa untuk menghasilkan sumberdaya yang berkualitas. Pencapaian remaja untuk meraih prestasi akademik merupakan hasil dari interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) dan faktor yang berasal dari diri sendiri (internal).

(17)

5 Di sekolah siswa dapat terpacu untuk meningkatkan prestasi akademiknya, atau juga dapat menurunkan prestasi akademiknya. Hal tersebut bergantung pada persepsi siswa terhadap lingkungan sekolahnya. Siswa yang tidak menyukai lingkungan sekolah akan cenderung jatuh secara akademik, meniru perilaku yang menyimpang, dan mengalami penurunan kualitas hidup (Samdal et al. 1998). Hasil penelitian penelitian Bhatti dan Qazi (2011) menunjukan bahwa hubungan antara guru dan murid serta lingkungan sekolah yang kondusif memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Angus, Prater, dan Busch (2009) menunjukan bahwa siswa mencapai nilai yang lebih tinggi dalam ujian dikarenakan lingkungan pembelajaran sekolah yang sehat.

Kecerdasan sosial memiliki peranan penting bagi remaja untuk dapat berhasil dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis (Mengawangi 2007). Remaja yang telah mencapai kecerdasan sosialnya adalah remaja yang mampu berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial. Remaja yang tidak berhasil mencapai kecerdasan sosialnya akan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, tidak bahagia, tidak menyukai diri sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa remaja yang tidak berhasil mencapai kecerdasan sosialnya akan cenderung memiliki sikap penghargaan diri (self-esteem) yang rendah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Wulandari (2009) dan Nurhayati (2011) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kecerdasan sosial dengan self-esteem.

Self-esteem turut menentukan perilaku dan keberhasilan remaja dalam bidang akademik. Remaja yang memiliki self-esteem yang rendah akan sulit untuk menyesuaikan diri dan cenderung menarik diri dalam pergaulan serta mudah dipengaruhi oleh orang lain. Hal tersebut yang dapat menyebabkan remaja kesulitan untuk berprestasi dalam bidang akademik.

Beberapa penelitian kontemporer mengenai remaja dan kegiatan belajar cenderung menunjukan hasil yang bervariasi. Hal ini menarik bagi peneliti untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik siswa SMA, khususnya di wilayah perdesaan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan, yaitu: (1) bagaimana karakteristik remaja dan keluarga remaja? (2) bagaimana hubungan lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem dengan pencapaian prestasi akademik siswa SMA? (3) bagaimana pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik siswa SMA apabila diteliti secara bersama-sama?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

(18)

6

Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi karakteristik remaja dan keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem dan prestasi akademik siswa.

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem dengan prestasi akademik siswa.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik siswa.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharap dapat berguna untuk memberikan informasi tentang pengaruh lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik anak. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi orang tua dalam melakukan praktek pengasuhan dan pengarahan dalam hal akademik. Bagi pemerintah hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk membuat kebijakan. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu di bidang ilmu perkembangan anak dan keluarga.

KERANGKA BERPIKIR

Prestasi akademik dan kegiatan belajar mengajar adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan belajar mengajar adalah proses, sedangkan prestasi akademik merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar. Prestasi akademik dapat diartikan sebagai penguasaan siswa terhadap suatu pengetahuan atau keterampilan tertentu. Prestasi akademik yang dicapai antar siswa berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang melatar belakanginya untuk mencapai prestasi akademik tersebut. Secara garis besar faktor-faktor prestasi akademik siswa dibagi kedalam dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

(19)

7 Makrosistem meliputi kebudayaan dimana remaja hidup, seperti pola perilaku, keyakinan, dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan masyarakat.

Sekolah merupakan institusi pendidikan formal dengan program yang sistemik untuk melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada siswa agar berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Menurut Santrock (2003) sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan remaja, baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun cara berperilaku. Hal ini dikarenakan sekolah berfungsi sebagai pengganti peran keluarga dan guru sebagai pengganti peran orangtua. Havighurst dalam Yusuf (2012) berpendapat bahwa sekolah juga memiliki peranan penting dalam membantu remaja untuk mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal tersebut, sekolah diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai perkembangannya. Siswa yang merasa puas dengan lingkungan pembelajarannya di sekolah akan menghasilkan persepsi yang positif mengenai sekolah. Siswa yang berpandangan positif mengenai sekolah akan lebih termotivasi dengan baik dalam menerima ilmu sehingga diduga prestasi belajarnya pun lebih baik.

Tugas perkembangan remaja salah satunya menyangkut aspek kecerdasan dalam berinteraksi sosial. Keseluruhan sekolah sebagai sistem sosial khusus bisa menjadi faktor positif bagi perkembangan sosial remaja (Gunarsa & Gunarsa 2000). Kecerdasan sosial berhubungan erat dengan usia dan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Goleman 2007). Sekolah berperan penting dalam perkembangan remaja karena mereka menghabiskan banyak waktunya disekolah. Sekolah merupakan institusi yang berkontribusi dalam memberikan pendidikan dan sosialisasi untuk dapat mengembangkan kepribadian remaja. Penyesuaian diri yang optimal terhadap lingkungan pembelajaran dapat menjadi pelopor untuk memaksimalkan pencapaian akademik siswa (Shah & Sharma 2012).

Keadaan sosial ekonomi keluarga turut menentukan kemampuan orang tua dalam menunjang perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan keluarga dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial (Yusuf 2012). Hasil penelitian Anand, Kunwar, dan Kumar (2014) menemukan bahwa kecerdasan sosial remaja dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pekerjaan ayah, dan besar keluarga.

Remaja yang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah akan cenderung memiliki rasa percaya diri. Menurut Lindenfield (2004) untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri, seseorang perlu menjalin hubungan dengan orang lain. Self-esteem dapat dibentuk dan dibina yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan keluarga dan jenis kelamin (Monks 2004). Perbedaan jenis kelamin mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pola pikir, cara berpikir, dan bertindak antara laki-laki dan perempuan.

(20)

8

sulit untuk menyesuaikan diri dan cendrung menarik diri dalam pergaulan serta kesulitan untuk berprestasi.

Karakteristik remaja yakni usia dan jenis kelamin juga menjadi variabel yang diuji dalam penelitian ini. Perbedaan jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan fisiologi dan mempengaruhi perbedaan psikologis dalam belajar. Hasil penelitian Salami (2013) menunjukan bahwa perempuan lebih rajin bertanya kepada pengajar jika mengalami kesulitan terkait pelajarannya dibandingkan laki-laki. Hal tersebut yang memungkinkan perempuan lebih memahami pelajaran dan memiliki nilai akademik yang lebih baik dari laki-laki. Selain itu, karakteristik keluarga seperti pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga diduga dapat mempengaruhi prestasi akademik remaja. Keluarga bertanggung jawab menyediakan dana untuk kebutuhan pendidikan anak. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi maka akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran, yang berimbas pada prestasi akademiknya. Kerangka pemikiran operasional pengaruh lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik tersaji pada Gambar 1.

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Pengaruh antarvariabel

Prestasi Akademik Kematangan

Sosial

Self-esteem

Karakteristik Remaja:

Usia Jenis Kelamin

Karakteristik Keluarga: Usia Orang Tua

Lama Pendidikan Orang tua

Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Keluarga Besar Keluarga

Lingkungan Sekolah

(21)

9

9

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan topik penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Remaja di Wilayah Perdesaan” dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study. Lokasi penelitian ini adalah dua Sekolah Menengah Akhir (SMA) yang berada di Kabupaten Bogor bagian barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara memilih dua SMA dari sepuluh SMA Negeri dengan jumlah siswa terbanyak menurut data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2015.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Negeri di wilayah Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMA X dan SMA Y. Penarikan contoh didasarkan atas pertimbangan bahwa kelas XI telah memiliki pengalaman belajar di SMA lebih lama dibandingkan siswa kelas X, namun tidak disibukan dengan Ujian Akhir Nasional seperti kelas XII. Selain itu, siswa kelas XI sudah terbagi berdasarkan jurusan bidang IPA dan IPS.

(22)

10

10

Gambar 2 Kerangka pengambilan sampling

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik self report dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh remaja setelah mendapat penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer meliputi karakteristik remaja (jenis kelamin dan usia), karakteristik keluarga (usia orangtua, lama pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, besar keluarga), lingkungan nonfisik sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem. Data sekunder terdiri atas prestasi akademik yang diperoleh dari pihak sekolah dalam bentuk nilai rapor siswa satu semester terakhir.

Variabel persepsi siswa terhadap lingkungan sekolah dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen lingkungan sekolah yang dikembangkan oleh Utami (2014) mengacu beberapa teori yakni konsep Berns dan Erickson (2001) terkait metode pembelajaran, konsep Clark (1998) faktor-faktor lingkungan nonfisik sekolah, konsep Wubbles dan Levy terkait interaksi guru kepada siswa, konsep Evertson dan Emmer dalam Santrock (2011) tentang aturan yang berlaku di sekolah, yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Pengukuran variabel ini terdiri dari 64 butir pernyataan dengan 41 pernyataan untuk dimensi proses pembelajaran di sekolah, 10 pernyataan untuk dimensi interaksi sekolah dengan orang tua, dan 13 pernyataan untuk dimensi peraturan dan sanksi di sekolah. Pertanyaan dijawab dengan menggunakan skala yang meliputi SS =

(23)

11 Sangat Sesuai; S = Sesuai; TS = Tidak Sesuai; dan STS = Sangat Tidak Sesuai. Reliabilitas dari instrumen lingkungan sekolah adalah sebesar 0,872.

Kecerdasan sosial diukur dengan menggunakan alat ukur yang dimodifikasi dari instrumen pengukuran kecerdasan sosial Wulandari (2009) yang diadopsi dari teori kecerdasan sosial Goleman (2007) yang terdiri dari 20 item pernyataan yang termasuk ke dalam dimensi kesadaran sosial dan 23 item pernyataan yang termasuk ke dalam dimensi keterampilan sosial. Pertanyaan dijawab dengan menggunakan skala SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS= Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju. Hasil reabilitas instrumen kecerdasan sosial ini sebesar 0,835.

Self-esteem siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Novariandhini (2011) yang mengacu pada Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form. Variabel ini terdiri atas 14 pertanyaan dengan skala 1-4 dengan STS = Sangat Tidak Setuju, TS = Tidak Setuju, S = Setuju, dan SS = Sangat Setuju. Reabilitas instrumen ini adalah sebesar 0,867.

Variabel prestasi akademik dilihat dari rata-rata nilai rapor dari seluruh mata pelajaran pada semester terakhir. Skala penilaian prestasi akademik siswa menggunakan rentang angka dan huruf yaitu 4,00 – 1.00. Prestasi akademik siswa dikategorikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A tahun 2013 yaitu sangat baik (3.51-4.00), baik (3.00-3.49), cukup (2.50-2.99), dan kurang (≤ 2.49).

Pengolahan dan Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengambilan data untuk pengujian kuesioner, pengambilan data primer, cleaning data, scoring data, entry data, dan analisis data. Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan melalui program software Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensia.

Data karakteristik remaja yang dikumpulkan terdiri atas usia dan jenis kelamin. Data karakteristik keluarga terdiri atas usia orangtua, lama pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Pendapatan keluarga dikonversikan menjadi pendapatan per kapita yang kemudian dikategorikan menggunakan indikator garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2014. Sistem skoring yang dilakukan untuk persepsi lingkungan sekolah, kecerdasan sosial dan self-esteem menggunakan rumus:

Keterangan:

Indeks = skor anak yang sudah di indeks

Skor anak = skor yang diperoleh anak berdasarkan pengukuran Skor maksimal = skor maksimal pada instrumen

(24)

12

Pengategorian variabel lingkungan sekolah menggunakan skor indeks dengan cut off point baik (>80), cukup (60-80), dan kurang (<60). Pengkategorian variabel kecerdasan sosial menggunakan cut off point matang (>80), cukup matang (60-80), dan kurang matang (<60). Kategori self-esteem dibagi menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan cut off point tinggi (>80), sedang (60-80), dan rendah (<60). Prestasi akademik remaja dikelompokan ke dalam empat kategori yaitu sangat baik (3.51-4.00), baik (3.00-3.49), cukup (2.50-2.99), dan kurang (≤ 2.49).

Analisis deskriptif yang dilakukan adalah nilai minimal, nilai maksimal, mean, standar deviasi, serta frekuensi. Analisis inferensia yang akan dilakukan adalah uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti. Selain itu, uji regresi linier berganda dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik. Bentuk persamaan untuk menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik adalah sebagai berikut:

Y = α + 1X1 + 1D1+ βXβ + γXγ + 4X4 + 5X5 + 6X6+ 7X7 + 8X8 + 9X9 + 10X10 +ε

Keterangan:

Y : Prestasi akademik α : Konstanta regresi

1, β,…, 8 : Koefisien regresi

1 : Koefisien dummy

X1 : Usia contoh

D1 : Jenis kelamin (laki-laki= 0; perempuan= 1)

X2 : Usia ayah

X3 : Usia ibu

X4 : Lama pendidikan ayah X5 : Lama pendidikan ibu X6 : Besar keluarga X7 : Pendapatan keluarga X8 : Lingkungan sekolah X9 : Kecerdasan sosial X10 : Self-esteem

ε : Galat

Definisi Operasional

Karakteristik Remaja adalah ciri khas remaja yang terdiri dari usia dan jenis kelamin.

Jenis Kelamin adalah jenis kelamin remaja dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

(25)

13

Karakteristik Keluarga adalah ciri khas keluarga remaja yang terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga.

Usia Orang tua adalah lama hidup ayah dan ibu remaja saat pengambilan data.

Pendidikan Orang tua adalah lama pendidikan formal yang ditempuh baik ayah maupun ibu remaja yang dihitung dalam satuan tahun.

Pekerjaan Orang tua adalah jenis pekerjaan orang tua remaja yang dilakukan untuk mencari nafkah keluarga.

Pendapatan per Kapita adalah jumlah pendapatan keluarga yang diterima oleh orang tua ataupun anggota keluarga lain yang sudah bekerja dibagi jumlah anggota keluarga per bulannya.

Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga remaja dalam satu keluarga inti (orang tua dan anak).

Lingkungan sekolah adalah persepsi remaja terhadap lingkungan pembelajaran yang ada di sekolah meliputi proses pembelajaran, interaksi sekolah dengan orang tua, peraturan, dan ketentuan siswa saat sedang menjalani proses belajar di sekolahnya.

Proses pembelajaran di sekolah adalah seluruh interaksi dan aktivitas yang dialami remaja selama pembelajaran di sekolah

Interaksi sekolah dengan orang tua adalah interaksi yang terjalin antara guru dengan orang tua yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang diterima remaja selama di sekolah.

Peraturan dan sanksi sekolah adalah seperangkat aturan, prosedur, dan hukuman yang diberlakukan bagi remaja di sekolah demi menjaga efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar dan mengajar di sekolah.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda, terdiri dari dimensi kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat menyadari dan merasakan pikiran diri sendiri dan orang lain sehingga dapat menempatkan diri di dalam suatu lingkungan sosial.

Keterampilan sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk menjalankan interaksi yang efektif dengan orang lain.

Self-esteem adalah penilaian atau evaluasi secara umum remaja terhadap dirinya sendiri.

(26)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua sekolah menengah atas Kabupaten Bogor bagian barat, yaitu SMA X dan SMA Y. Kedua sekolah merupakan sekolah negeri yang berakreditasi A. Kedua sekolah juga memiliki siswa yang sudah terbagi berdasarkan bidang studi yaitu IPA dan IPS.

Lokasi penelitian pertama adalah SMA X yang berjarak sekitar 75 km ke pusat Kabupaten Bogor. Akses menuju SMA X hanya dapat ditempuh dari satu arah saja, karena masih terhambat oleh jalan yang rusak dan kendaraan yang masih jarang. Kondisi sarana prasarana yang dimiliki oleh SMAX pada umumnya dalam kondisi baik, hanya terdapat beberapa kerusakan berat di Laboratorium IPA. Sarana dan prasarana SMA ini terdiri dari 25 ruang kelas, ruang BK, laboratorium biologi, laboratorium TIK, ruang multi media, ruang guru, ruang tata usaha, dan ruang perpustakaan. Kekurangan dari SMA ini adalah belum tersedianya laboratorium bahasa. laboratorium IPA, laboratorium TIK, laboratorium Bahasa, ruang UKS, ruang guru, perpustakaan, dan ruang tata usaha.

Karakteristik Remaja

Masa remaja sering diartikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir keseluruhan responden berada pada kategori remaja akhir (Papalia, Olds, & Fieldman 2008). Usia tertinggi responden adalah 18 tahun dan usia terendah adalah 15 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 16.71 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden laki-laki dan perempuan berbeda yaitu 50 responden laki-laki dan 82 responden perempuan. Sebaran contoh menurut usia dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 1.

(27)

15

Karakteristik Keluarga

Menurut teori struktural fungsional, keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait antar anggota keluarga di dalamnya. Setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Megawangi 1999). Karakteristik keluarga terdiri atas usia ayah dan ibu, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga.

Usia orang tua dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut (Santrock 2007). Hasil penelitian menunjukan bahwa usia ayah contoh berkisar antara 32-69 tahun, sedangkan usia ibu contoh dalam penelitian ini berkisar antara 29-59 tahun. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar usia ayah dan ibu contoh termasuk dalam kategori dewasa madya yakni sebanyak 80.3 persen dan 53 persen.

Tabel 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia ayah dan ibu

Usia (tahun) Ayah Ibu

n % n %

Dewasa muda (20-40 tahun) 22 16.7 61 46.3

Dewasa madya (41-65 tahun) 106 80.3 70 53.0

Dewasa lanjut (>65) 1 0.7 0 0.0

Almarhum 3 2.3 1 0.7

Total 132 100.0 132 100.0

Rata – rata ± Std 47.6 ± 6.8 42.7 ± 6.9

Min – Max 32–69 29-59

Pendapatan keluarga pada penelitian ini dikonversikan kedalam pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan jumlah pendapatan ayah, ibu, dan anggota keluarga lain yang sudah bekerja per bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Pendapatan per kapita tersebut kemudian dimasukan kedalam kategori kemiskinan yang diambil berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2014 yaitu sebesar Rp 285 706. Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh berada pada kisaran Rp 548 206. Sebanyak 62.9 persen contoh pada penelitian ini berasal dari keluarga tidak miskin atau berada di atas garis kemiskinan, sisanya sebanyak 31.7 persen termasuk dalam kategori miskin.

Tabel 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan per kapita

Pendapatan (Rp/kap/bl) n %

Miskin 49 37.1

Tidak miskin 83 62.9

Total 132 100.0

Rata-rata ± std 548206 ± 512359.06

(28)

16

Lama pendidikan orangtua akan mempengaruhi cara orang tua menanamkan sikap, nilai hidup, minat, serta kepribadian anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum ayah menempuh pendidikan formal yang lebih lama dibandingkan ibu. rata-rata lama pendidikan ayah contoh adalah 9.17 tahun (std= 3.679), sementara ibu lebih rendah yaitu 8.44 tahun (std= 3.653). Lebih dari separuh ayah (55%) dan ibu (59%) menempuh pendidikan selama 6 tahun. Pendidikan terendah ayah dan ibu adalah tidak bersekolah yang mana jumlah ayah sebanyak 1 orang dan jumlah ibu sebanyak 5 orang. Lama pendidikan tertinggi yang dicapai ayah ibu contoh adalah perguruan tinggi yaitu 12.2 persen pada ayah dan 7.6 persen pada ibu. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan orang tua

Lama Pendidikan Ayah Ibu

n % n %

0 tahun 1 0.7 5 3.8

≤6 tahun 55 41.7 59 44.7

7-9 tahun 24 18.2 23 17.4

9-12 tahun 36 27.3 35 26.5

>12 tahun 16 12.1 10 7.6

Total 132 100.0 132 100.0

Rata-rata ± std 9.17±3.679 8.44±3.653

Min-maks 0-18 0-16

Hasil penelitian berdasarkan pekerjaan ayah contoh memperlihatkan bahwa terdapat 4 orang ayah berstatus tidak bekerja. Proporsi terbesar pekerjaan ayah adalah wiraswasta (31.1%), diikuti profesi ayah sebagai buruh (28.0%), dan pedagang (12.1%). Sementara itu, lebih dari separuh ibu dari contoh (78.8%) adalah ibu rumah tangga/ tidak bekerja. Profesi lain ibu sebesar 9.1 persen sebagai pedagang, 6.1 persen sebagai wiraswasta, dan 3.8 persen bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil serta profesi lainnya. Tabel 5 memperlihatkan lebih jelas sebaran ayah dan ibu berdasarkan jenis pekerjaan.

Tabel 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua

Jenis Pekerjaan Ayah Ibu

n % n %

Petani 5 3.8 0 0.0

Wiraswasta 41 31.1 8 6.1

Pegawai swasta 9 6.8 0 0.0

PNS 15 11.4 5 3.8

Pedagang 16 12.1 12 9.1

Buruh 37 28.0 0 0.0

Tidak bekerja 4 3.0 104 78.8

Lainnya 5 3.8 3 2.3

Total 132 100.0 132 100.0

(29)

17 yang tinggal dalam satu rumah. Menurut kategori Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (1998) kategori keluarga kecil berjumlah kurang atau sama dengan 4 orang, kategori keluarga sedang bejumlah 5-7 orang, dan kategori keluarga besar berjumlah lebih dari 7 orang. Sebagian besar (60.6%) contoh termasuk ke dalam tipe keluarga sedang. Rata-rata besar keluarga pada penelitian ini adalah 5.705 dengan jumlah anggota terkecil yaitu 2 orang hingga terbesar yaitu 11 orang. Data selengkapnya tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluaga n %

Upaya sekolah dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa akan berjalan dengan baik jika sekolah tersebut dapat menciptakan iklim atau suasana pembelajaran yang sehat, efektif dan kondusif. Siswa yang merasa nyaman dengan lingkungan sekolah akan memiliki persepsi yang positif mengenai sekolah. Persepsi positif terhadap lingkungan sekolahnya akan membantu siswa memahami materi pelajaran dengan baik sehingga prestasi belajarnya pun lebih baik. Hasil uji deskriptif pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh remaja (68.9%) mempersepsikan lingkungan sekolah termasuk dalam kategori cukup dengan nilai rata-rata indeks lingkungan sekolah secara keseluruhan adalah 64.42. Secara keseluruhan persepsi remaja pada capaian kualitas lingkungan sekolah penelitian ini tidak terlalu tinggi.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan sekolah Kategori

Min-maks 39.83-91.86 26.67-93.33 38.46-79.48 39.06-86.45 Rataan ± std 67.44±7.26 58.13±12.64 59.73±7.73 64.42 ± 7.26

(30)

18

kategori cukup yaitu 78 persen dengan nilai rataan indeks sebesar 67.44. Sebagian besar remaja merasa bahwa proses pembelajaran di sekolah dapat membantu mereka mengetahui kemajuan belajarnya selama ini. Sebanyak 50 persen remaja perdesaan dalam penelitian ini mempersepsikan kerjasama antara pihak sekolah dengan orang tua sudah terjalin dengan baik, namun komunikasi yang terjalin antara pihak sekolah dengan orang tua contoh masih kurang (55.3%). Sementara itu, dimensi peraturan dan sanksi sekolah dipersepsikan oleh 53.8 persen sebagai dimensi kurang, dan tidak seorang siswa pun yang mempersepsikan dimensi tersebut pada kategori tinggi. Hal tersebut terlihat dari jawaban 65.2 persen contoh, yang berpendapat guru kurang cepat atau tanggap dalam hal menegur siswa yang melanggar aturan. Hal ini sejalan dengan penelitian Utami (2014), yang menemukan bahwa juga menemukan bahwa siswa masih menganggap bahwa peraturan dan sanksi yang diterapkan sekolah di wilayah perdesaan masih kurang.

Kecerdasan Sosial

Kecerdasan sosial berkaitan erat dengan cara seseorang untuk menyesuaikan diri dengan orang lain termasuk norma-norma kelompok, moral, dan tradisi orang lain. Menurut Raj dalam Wulandari (2009) mendefinisikan kecerdasan sosial sebagai tingkat kecakapan dan kesadaran sosial yang telah dicapai individu terhadap norma tertentu. Tabel 8 memperlihatkan sebagian besar remaja dalam penelitian ini (79.5%) memiliki kecerdasan sosial yang dalam kategori cukup matang. Artinya, sebagian besar remaja perdesaan dalam penelitian ini sudah memiliki kemampuan yang cukup dalam berempati, mendengarkan orang lain, peduli, dan bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori kecerdasan sosial Kategori

Kesadaran Sosial Keterampilan Sosial

Total

n % N % n %

Kurang matang (<60) 21 15.9 22 16.7 17 12.9

Cukup matang (60-80) 99 75.0 91 68.9 105 79.5

Matang (>80) 12 9.1 10 14.4 10 7.6

Total 132 100.0 132 100.0 132 100.0

Min-maks 51.67-88.33 50.72-98.55 52.71-93.79 Rataan ± std 68.85±7.76 69.08±9.20 68.97±7.62

(31)

19 remaja menyenangi kebersamaan dengan teman dan bersedia menerima kesepakatan rapat bersama teman walaupun tidak sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar remaja dalam penelitian ini sudah memiliki kemampuan mendengarkan dan pengertian sosial yang cukup baik, meskipun masih terbatas pada lingkungan pertemanan.

Dimensi lain dari kecerdasan sosial adalah keterampilan sosial. Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu bergerak dan menjalankan interaksi yang efektif dengan orang lain. Hasil penelitian pada dimensi keterampilan sosial menunjukan bahwa lebih dari separuh remaja (68.9%) memiliki keterampilan sosial pada kategori cukup. Hal ini bermakna sebagian besar remaja pada penelitian ini telah melakukan tindakan sosial yang cukup baik dan sesuai terhadap lingkungannya. Sebagian besar remaja merasa bahwa mereka mampu mendengarkan keluh kesah teman, senang berada dalam situasi sosial, membantu teman yang membutuhkan bantuan, dan berupaya memahami orang lain. Selain itu, tidak ada seorang remaja penelitian ini yang menjawab kurang setuju atau sangat tidak setuju pada item pertanyaan “saya berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan”. Artinya bahwa remaja perdesaan dalam penelitian ini memiliki rasa tolong menolong dan kepekaan sosial yang baik.

Self-Esteem

Remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa ini remaja mulai mempunyai kesadaran yang mendalam mengenai diri (self). Remaja mulai meyakini adanya kemauan, potensi dan cita-cita yang dimilikinya. Kesadaran remaja yang mendalam mengenai diri ini membuat remaja mampu melakukan penilaian atau evaluasi terhadap diri yang disebut self-esteem (Santrock 2003). Self-esteem remaja pada penelitian ini menunjukan bahwa lebih dari separuh (57.6%) remaja memiliki self-esteem pada kategori sedang. Sebanyak 35.6 persen remaja yang memiliki self-esteem kategori rendah. Sisanya adalah remaja yang memiliki self-esteem kategori tinggi yaitu 6.8%. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori self-esteem

Self-Esteem n %

Rendah(<60) 47 35.6

Sedang (60-80) 76 57.6

Tinggi (>80) 9 6.8

Total 132 100.0

Rata-rata±std 64.41±10.48

Min-maks 35.7-90.4

(32)

20

self-esteem nya rendah mereka merasa gagal, tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, merasa tidak diperhatikan oleh orang lain dan lebih baik tidak memiliki tanggung jawab untuk orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Emler (2001) bahwa individu yang memliki self-esteem yang rendah memiliki masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Prestasi Akademik

Prestasi akademik merupakan hasil penilaian yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu dan tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar (Sobur 2006). Menurut Suryabrata (2005) penilaian hasil belajar tersebut betujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang kemudian dirumuskan dalam bentuk angka. Tabel 10 menunjukan bahwa hampir seluruh remaja pada penelitian ini (92.4%) memiliki prestasi akademik dalam kategori baik. Sisanya memiliki prestasi akademik cukup (7.4%). Rata-rata nilai prestasi akademik penelitian ini adalah sebesar 3.20, dengan nilai terendah 2.82 dan tertinggi 3.49.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik

Prestasi Akademik n %

Kurang (≤ 2.49) 0 0.0

Cukup (2.50-2.99) 10 7.6

Baik (3.00-3.49) 122 92.4

Sangat Baik (3.50-4.00) 0 0.0

Total 132 100.0

Rata-rata±std 3.20 ± 0.150

Min-maks 2.82-3.49

Hubungan Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, Self-esteem, dan Prestasi Akademik.

(33)

21 menunjukan bahwa semakin besar pendapatan keluarga, maka berpeluang mengakibatkan prestasi akademik remaja perdesaan menjadi kurang optimal. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Koefisiensi korelasi antara karakteristik remaja dan keluarga dengan lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem dan prestasi akademik.

Hubungan Antarvariabel Lingkungan sekolah

Pendapatan keluarga 0.096 0.088 0.009 -0.236**

Keterangan:

*=signifikan pada p<0.05; **=signifikan pada 0.01

Hasil uji hubungan memperlihatkan bahwa variabel lingkungan sekolah memiliki hubungan dengan kecerdasan sosial (r= 0.221; p<0.05) dan self-esteem (r= 0.292; p<0.01). Artinya semakin baik lingkungan sekolah maka semakin tinggi kecerdasan sosial dan self-esteem remaja. Variabel kecerdasan sosial dan self-esteem memiliki hubungan positif signifikan antara keduanya (r= 0.543; p<0.01). Hal ini bermakna bahwa semakin baik kemampuan remaja berdaptasi dengan lingkungan sosialnya maka self-esteem remaja akan lebih tinggi. Hasil berikutnya menunjukan hubungan antara lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem dan prestasi akademik. Terlihat bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara prestasi akademik dengan variabel lingkungan sekolah (r=0.213; p<0.05) dan self-esteem (r= 0.256; p<0.01). Artinya, semakin baik lingkungan sekolah dan semakin tinggi self-esteem yang dimiliki remaja maka semakin tinggi prestasi akademiknya. Variabel kecerdasan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik remaja. Hasil selengkapnya tertera dalam Tabel 12.

Tabel 12 Koefisiensi korelasi antara lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self- esteem dan prestasi akademik.

Hubungan Antarvariabel Kecerdasan Sosial

Self-esteem Prestasi Akademik

Lingkungan sekolah 0.221* 0.292** 0.213*

Kecerdasan sosial 1.000 0.543** 0.149

Self-esteem 0.543** 1.000 0.256**

Keterangan:

(34)

22

Pengaruh Karakteristik Individu, Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Kecerdasan Sosial, dan Self-Esteem terhadap Prestasi Akademik

Hasil uji regresi linier pada Tabel 13 menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah sebesar 0.182. Artinya, sebanyak 18.2 persen prestasi akademik dipengaruhi oleh variabel yang digunakan dalam pengujian, sementara sebanyak 81.8 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang ada pada model regresi ini. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik pada penelitian ini adalah jenis kelamin, pendapatan keluarga dan lingkungan sekolah. Jenis kelamin (B=0.085) memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap prestasi akademik. Artinya, remaja perempuan akan cenderung menaikan prestasi belajarnya sebesar 0.276 poin. Pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang negatif nyata terhadap prestasi akademik (β= -7.331E-8). Hal ini bermakna bahwa setiap peningkatan satu rupiah pendapatan maka akan menurunkan prestasi akademik sebesar -7.331E-8. Berbeda dengan itu, variabel lingkungan sekolah memiliki pengaruh positif terhadap prestasi akademik remaja (β= 0.154). Artinya, setiap kenaikan satu skor kualitas lingkungan sekolah akan menaikan prestasi akademik siswa sebesar 0.154 poin. Sementara itu, hasil uji pengaruh pada variabel lama pendidikan ibu, besar keluarga, kecerdasan sosial dan self-esteem tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan.

Tabel 13 Pengaruh karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, self-esteem terhadap prestasi akademik

Pendapatan keluarga -7.331E-8 -0.250 0.013**

Lingkungan Sekolah 0.003 0.154 0.067*

Kecerdasan sosial 0.001 0.027 0.778

Self-esteem 0.002 0.153 0.121

(35)

23

Pembahasan

Masa remaja bukan hanya sebagai tahapan yang penting dalam siklus kehidupan, tetapi juga sebagai periode membentuk kepribadian. Perkembangan remaja berfokus pada pembentukan identitas atau jati diri. Menurut Erikson (Santrock 2003) masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity vs role confusion” yaitu perasaan atau kesadaran tentang jati dirinya. Perkembangan identitas pada remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan, peran-peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi (Cobb 2001). Apabila remaja gagal dalam pembentukan jati dirinya maka mereka akan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan sehingga mereka akan mengalami kerancuan peran (role confusion). Erikson memandang pengalaman hidup remaja berada dalam keadaan moratorium, yaitu suatu periode saat remaja diharapkan mampu mempersiapkan dirinya untuk mempersiapkan masa depan dan mampu mengenali identitas dirinya. Salah satu cara remaja membentuk identitas dirinya adalah melalui pencapaian prestasi di bidang akademik.

Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu motif yang berperan penting pada remaja. Hal ini di dikarenakan kebutuhan berprestasi yang tinggi akan mendorong remaja untuk berfokus pada pencapaian prestasi. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004) prestasi akademik yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari internal individu itu sendiri dan lingkungan disekitarnya. Proses pencapaian prestasi akademik pada penelitian ini digambarkan oleh karakteristik individu, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, kecerdasan sosial, dan self-esteem.

Beberapa studi penelitian menemukan bahwa perbedaan gender berpengaruh tehadap prestasi belajar (Jacobs et al. 2002; Linver et al. 2002; Salami 2013). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis kelamin berpengaruh tehadap prestasi akademik, dimana contoh perempuan cenderung menaikan prestasi akademiknya lebih besar daripada contoh laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Joshi dan Srivastava (2009) yang menemukan bahwa prestasi akademik remaja perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Martono et al. (2009) perempuan lebih berprestasi daripada laki-laki dikarenakan perempuan lebih termotivasi dan bekerja lebih rajin daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan sekolah, kepercayaan diri perempuan lebih bagus daripada laki, dan perempuan lebih suka membaca dibandingkan laki-laki.

(36)

24

murid, untuk memantau pembelajaran siswanya dirumah. Komunikasi yang terjalin antaraa sekolah dan orang tua juga dapat memberikan gambaran pada orang tua terkait perkembangan pendidikan anaknya. Selain itu, menurut Henson & Eller (1999) sekolah yang baik adalah sekolah yang memiliki peraturan dan disiplin yang adil dan jelas. Tidak ada toleransi terhadap pelanggaran yang terjadi. Meski demikian tetap menghindari kekerasan, penerapan disiplin dilakukan dengan tegas dan adil. Peraturan dan sanksi sekolah diberlakukan untuk mendisiplinkan dan mendidik siswa agar dapat mengubah perilaku siswa yang salah menjadi perilaku baik yang sesuai dengan norma. Terciptanya sikap disiplin belajar di sekolah akan mendukung proses kegiatan belajar mengajar yang ada, sehingga siswa akan dapat memperoleh prestasi yang baik.

Suasana lingkungan sekolah yang dirasakan oleh remaja merupakan hasil interaksi antara remaja dengan dengan semua faktor pendukung pembelajaran yang ada di sekolah. Siswa yang merasa nyaman dengan lingkungan sekolah akan memiliki persepsi yang positif mengenai sekolah, sehingga dapat memahami materi pelajaran dengan baik sehingga prestasi belajarnya pun lebih baik. Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan nonfisik sekolah berpengaruh terhadap prestasi akademik remaja di perdesaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wang dan Holcombe (2012) bahwa persepsi yang positif terhadap lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja, afeksi, dan keterkaitan kognisi di sekolah, yang kemudian mempengaruhi pencapaian prestasi akademiknya. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa siswa yang dengan nilai akademik yang tinggi saat ujian adalah siswa yang berasal dari lingkungan sekolah yang sehat (Angus, Prater, & Busch 2009).

Berdasarkan model perkembangan lingkungan Bronfrenbrenner, sekolah termasuk kedalam sistem mikro yang dapat mempengaruhi perkembangan individu (Cobb 2001). Sekolah merupakan sistem terdekat yang secara langsung berinteraksi dengan remaja sehingga yang dapat mempengaruhi perilaku sosial mereka. Menurut Asrori (2004) melalui lingkungan sekolah siswa belajar membina hubungan dengan teman-teman sekolahnya yang dapat dari beragam keluarga dengan warna sosial yang beragam. Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan sekolah memiliki hubungan yang nyata postif dengan kecerdasan sosial remaja. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Shah dan Sharma (2012) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah. Hal ini mengindikasi bahwa kualitas lingkungan sekolah yang baik dapat membantu remaja perdesaan dalam mengoptimalkan kecerdasan sosialnya.

(37)

25 menyesuaikan diri dengan baik, tentunya akan melewati masa remajanya dengan lancar dan diharapkan ada perkembangan kearah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima oleh lingkungannya.

Kecerdasan sosial digunakan untuk mengukur perkembangan kompetensi individu dalam menjalin hubungan interpersonal, perilaku yang sesuai, dan penyelesaian masalah sosial. Menurut Fatimah (2006) semakin dewasa dan bertambah usia seseorang, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks. Hal tersebut menunut individu untuk memiliki keterampilan sosial yang lebih baik seiring dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian menunjukan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecerdasan sosial. Hal ini dikarena usia remaja dalam penelitian ini berada pada kelompok usia yang sama yaitu remaja usia akhir, sehingga usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecerdasan sosial remaja wilayah perdesaan. Karakteristik Individu lainnya yakni jenis kelamin, juga ditemukan tidak memiliki hubungan dengan kecerdasan sosial remaja di wilayah perdesaan. Hal ini diduga karena remaja dalam penelitian ini berada dalam suatu lingkungan sosial yang sama, sehingga kecerdasan sosial dengan jenis kelamin tidak berhubungan.

Karakteristik keluarga juga dapat menjadi faktor penentu dalam mengukur perkembangan sosial anak. Menurut Yusuf (2012) proses perlakuan keluarga dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial dapat membantu perkembangan sosial anak. Namun, hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik keluarga tidak memiliki hubungan signifikan dengan kecerdasan sosial anak. Hal ini diduga terdapat variabel moderator yang dapat menjembatani antara kedua variabel tersebut, yakni pengasuhan. Hasil penelitian Alfiasari, Latifah, & Wulandari (2011) menemukan bahwa kecerdasan sosial berhubungan positif dengan pengasuhan otoritatif dan berhubungan negatif dengan pengasuhan otoriter. Hal ini di perkuat dengan pendapat Goleman (2007) yang menyatakan bahwa perbedaan dalam kepekaan empati ada kaitannya dengan bagaimana orang tua menerapkan disiplin pada anak-anak.

Kemampuan seseorang dalam bekerjasama dan berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya dapat membantu seseorang dalam mencapai prestasi akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan prestasi akademik remaja (Puar & Thukar 2012; Bordhan 2015). Berbeda dengan itu, hasil penelitian menunjukan bahwa kecerdasan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik. Hasil penelitan ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2006) dan Nurhayati (2011) yang menemukan bahwa kecerdasan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik. Hasil uji pengaruh juga menunjukan bahwa kecerdasan sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Menurut Franky & Chamundeswary (2014) kesuksesan siswa dalam mencapai prestasi akademiknya bukan bergantung kepada bagaimana cara orang tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungannya, melainkan bagaimana orang tersebut mengerti untuk mengembangkan dan menggunakan kemampuannya secara maksimal.

(38)

26

(reflected appraisal) dan perbandingan sosial (social comparison). Bedasarkan teori tersebut, self-esteem tidak hanya mengenai penilaian terhadap diri sendiri, namun juga bagian dari konsekuensi seseorang dari hasil membandingkan dengan orang lain. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecerdasan sosial memiliki hubungan positif dengan self-esteem. Individu mulai menyadari bahwa dirinya berharga ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Remaja dengan self-esteem yang tinggi adalah remaja aktif, dapat mengekspresikan diri dengan baik, berhasil dalam bidang akademik dan dalam mengadakan hubungan sosial. Selain itu, self-esteem yang sehat dapat dibentuk dan dibina oleh beberapa faktor pendukung, salah satunya melalui pembimbingan di sekolah. Hasil penelitian menunjukan lingkungan sekolah mempunyai hubungan positif signifikan dengan self-esteem. Pembinaan yang dilakukan di sekolah adalah untuk melahirkan pribadi yang mandiri, proaktif, berakhlak mulia serta mengembangkan rasa percaya diri siswanya (Rohayati 2014). Siswa yang pemalu tidak dapat berpartisipasi dan proses pembelajaran secara aktif, sehingga siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di sekolah, baik secara akademik maupun sosial (Miraei 2005).

Sebuah studi menemukan bahwa self-esteem remaja laki-laki lebih tinggi daripada remaja perempuan (Joshi & Srivastava 2009). Namun hasil penelitian menunjukan karakteristik remaja tidak memiliki hubungan signifikan dengan self-esteem. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Baldwin dan Hoffman dalam Santrock (2007) menyatakan bahwa harga diri berkaitan dengan jenis kelamin dan usia remaja, dimana harga diri perempuan lebih rendah dibandingkan harga diri laki-laki hampir di sepanjang masa hidup dan harga diri remaja meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, karakteristik keluarga juga turut menentukan self-esteem remaja. Menurut Santrock (2009) remaja yang berasal dari keluarga yang berkecukupan cenderung mempunyai self-esteem yang tinggi sebab mereka lebih dapat diterima oleh teman sebayanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik keluarga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-esteem. Hal ini diduga terdapat variabel perantara yaitu gaya pengasuhan antara karakteristik keluarga dan self-esteem. Gaya pengasuhan dipengaruhi langsung oleh karakteristik keluarga dan self-esteem berhubungan positif signifikan dengan gaya pengasuhan authoritative (Wulandari 2009).

(39)

27 Slameto (2010) berpendapat bahwa keadaan ekonomi suatu keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Siswa yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, mereka juga membutuhkan fasilitas yang menunjang untuk belajar. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai dana yang cukup. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Nuraisiyah (2011) menemukan bahwa pendapatan orang tua memiliki pengaruh positif dengan prestasi akademik anak. Namun, penelitian ini menunjukan hasil yang agak berbeda bahwa pendapatan keluarga memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap prestasi belajar. Artinya, semakin besar pendapatan keluarga, maka akan menurunkan prestasi akademik anak. Temuan ini mengindikasikan bahwa dalam memenuhi kebutuhan keluarga, orang tua seringkali sibuk untuk mencari nafkah, sehingga perhatian dan pengawasan orang tua terhadap pendidikan anaknya sangat kurang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Santrock (2003) yang menyatakan bahwa pencapaian orang tua (kaya/sukses) tidak lantas menumbuhkan motivasi remaja untuk belajar dan mencapai kesuksesan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja dalam penelitian ini mempersepsikan lingkungan sekolah termasuk dalam kategori cukup. Proporsi terbanyak capaian kecerdasan remaja termasuk dalam kategori cukup matang. Sebagain besar self-esteem remaja perdesaan pada penelitian ini masih belum optimal, yakni masih masuk dalam kategori sedang. Berdasarkan sebaran data, prestasi akademik remaja penelitian ini berada dalam kategori baik dan cukup.

Hasil uji regresi linier berganda menunjukan bahwa setiap terjadi peningkatan pendapatan per kapita keluarga maka akan menurunkan prestasi akademik remaja. Persepsi positif siswa terhadap lingkungan nonfisik sekolah ditemukan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi akademik remaja. Selain itu, jenis kelamin ditemukan berpengaruh terhadap prestasi akademik remaja perdesaan, dimana remaja perempuan cenderung prestasi akademik yang lebih tinggi. Kecerdasan sosial dan self-esteem ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik remaja.

Saran

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir Pengaruh Lingkungan Sekolah, Kecerdasan
Gambar 2 Kerangka pengambilan sampling
Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin
Tabel 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan orang tua
+5

Referensi

Dokumen terkait

Rambang sudah memiliki strategi bisnis yang didukung dengan teknologi informasi, untuk mencapai tujuan visi misi.. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi

industri tekstil dalam mengelola air limbahnya masih banyak yang melakukannya.. dengan cara pendekatan pengolahan limbah yang sudah terbentuk yaitu

Kegiatan LDBI ini diikuti oelh perwakilan peserta didik terbaik dari 34 provinsi yang ada Indonesia, dimana setiap tim akan terdiri dari 3 orang peserta didik SMA.. Sehubungan

Suatu informasi rahasia adalah suatu informasi yang tidak terbuka untuk umum, dalam arti kata orang luar, dan bersifat tidak rahasia bagi mereka yang terlibat

Sudut pitch adalah salah satu factor penting dalam desain Turbin Angin Darius Tipe H sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Hiren dan Napitulu [3-4], namun sudut pitch yang

Di Volksraad Budi Utomo bersama-sama dengan Sarekat Islam, Insulinde dan ISDV membentuk berdiri badan Radicals Concentratie pada tanggal 16 November 1918, yang

Membaca akta permohonan banding yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Agama Maninjau, yang menyatakan bahwa pada hari Selasa, tanggal 12 Agustus 2014 pihak

Dalam mewujudkan Pemberdayaan sektor pertanian Chambers (1987) dalam (Oni S.Prijono.1996;59) menyebutkan dengan pembangunan yang mulai dari belakang atau proses