• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perwilayahan Pembangunan Dan Investasi Di Provinsi Bengkulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perwilayahan Pembangunan Dan Investasi Di Provinsi Bengkulu"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERWILAYAHAN PEMBANGUNAN DAN

INVESTASI DI PROVINSI BENGKULU

YANA TATIANA

NRP H162100151

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di Provinsi Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Yana Tatiana

(4)
(5)

RINGKASAN

YANA TATIANA. Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di Provinsi Bengkulu. Ketua Komisi Pembimbing MUHAMMAD FIRDAUS, HERMANTO J. SIREGAR DAN HIMAWAN HARIYOGA sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Provinsi Bengkulu adalah Provinsi yang ada di wilayah Indonesia Bagian Barat tepatnya di pulau Sumatera. Provinsi ini mengalami ketertinggalan dalam Pembangunan dibandingkan Provinsi lain di Pulau sumatera. Salah satu penyebab ketertinggalan provinsi ini adalah karena rendahnya kemampuan pembiayaan pembangunan yang berasal dari investasi. Minat investor di wilayah ini relatif rendah. Share pertanian terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu masih relatif besar yaitu 38.34 persen, Hal ini menandakan masih belum berkembangnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi ini.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Kondisi di Provinsi Bengkulu dalam kaitannya dengan struktur ekonomi, pola pertumbuhan dan penentuan sektor unggulan, dalam kaitan antar wilayah. (2). Iklim investasi yang ada di Provinsi, sekaligus perbaikan iklim investasi dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan daya tarik daerah. (3). Faktor-faktor penentu yang menjadi daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi Bengkulu. (4). Sektor yang dapat mendorong percerpatan pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan usaha peningkatan investasi. Penelitian. Metode untuk perkembangan pembangunan di Provinsi Bengkulu dianalisis denga menggunakan Tipologi Klassen, Location Quation (LQ), Shiftshare, dan Kapasitas Fiskal. Metode untuk model faktor penentu iklim investasi menggunakan metode analisis regresi logistik. Metode untuk model faktor penentu investasi dianalisis dengan menggunakan metode regresi Panel. Variabel yang dipergunakan dalam analisis iklim investasi dengan regresi logistik meliputi akses lahan, infrastruktur daerah, Perizinan, Peraturan daerah, dan Biaya Transaksi. Analisis regresi logistic menggunakan data primer. Data yang diperoleh berasal kuesioner yang disebarkan kepada 33 responden yaitu PMA, PMDN dan usaha kecil yang ada di Propinsi Bengkulu. Variabel yang dipergunakan dalam analisis investasi industry adalah Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) perkapita, Infrastruktur jalan, infrastruktur listrik, infrastruktur air bersih, share pertanian terhadap PDRB, dan share pertambangan terhadap PDRB. Data yang dipergunakan dalam analisis regresi panel adalah data sekunder periode 2010-2013 berasal dari Biro Pusat Statistik Provinsi Bengkulu, Departemen perindustrian dan Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

(6)

sektor Konstruksi. Walaupun menjadi sektor basis, dari ketiga sektor tersebut hanya sektor konstruksi yang pertumbuhan maju atau cepat, sedangkan sektor lain pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan dengan kondisi di Provinsi Bengkulu. Hasil analisis data primer dengan mengunakan regresi logit memberikan hasil secara signifikan adanya pengaruh yang signifikan antara akses lahan, infrastruktur daerah, Perizinan, Peraturan daerah dan Biaya transaksi terhadap iklim investasi di Provinsi Bengkulu (chi square 29.029 dengan P value 0.00). Sedangkan secara parsial yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan. dari seluruh faktor tersebut, hanya faktor perizinan saja (P value 0.116). Diantara seluruh faktor yang berpengaruh signifikan, faktor yang paling dominan pergerakannya dalam mendorong iklim investasi adalah akses lahan. Sedangkan faktor terlemah peranannya dalam menciptakan iklim investasi adalah Peraturan Daerah. Berdasarkan hasil tabulasi data diketahui bahwa kondisi akses lahan, infrastruktur daerah, perizinan, Peraturan daerah dan Biaya transaksi masih belum memadai. Hasil analis data sekunder dengan menggunakan analisis Regresi panel untuk mengetahui faktor penentu investasi industry total, industry pertanian, dan bukan pertanian memberikan hasil analisis adanya pengaruh yang signifikan antara PDRB perkapita, Infrastruktur jalan, pangsa pertanian pada PDRB, dan pangsa pertambangan pada PDRB terhadap investasi industri pertanian. Investasi industry bukan pertanian di Provinsi Bengkulu hanya dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja terdidik. Sedangkan hasil analisis faktor yang menentukan investasi industri total adalah PDRB, infrastruktur jalan, pangsa pertanian terhadap PDRB dan pangsa Pertambangan terhadap PDRB.

(7)

SUMMARY

YANA TATIANA.Analysis on Zoning Development and Investment in the Province of Bengkulu. Chairman of the supervising commission MUHAMMAD FIRDAUS, HERMANTO J. SIREGAR AND HIMAWAN HARIYOGA as a member of the supervising commission.

Bengkulu is a province in Western Indonesia precisely on the island of Sumatra. The province is lagging behind in development compared to other provinces in Sumatra Island. One cause of this provincial backwardness is due to low capability in development financing which originated from the investment. Investor interest in the region is relatively low. Share of agriculture to the PDRB (GDP) in the Province of Bengkulu is still relatively large of 38.34 percent. This indicates that the economic growth in this province is still undeveloped.

The aims of this study were: (1). The conditions in Bengkulu Province in relation to the economic structure, growth patterns, and the determination of the leading sector, in terms of inter-regional; (2). The investment climate in the province, as well as improving the investment climate in relation to the effort to improve the attractiveness of the area; (3). The determining factors which were the main attraction of investors to invest in the Province of Bengkulu; (4). The sectors that can accelerate economic growth in relation with efforts to increase investment. Research. Methods for development progress in Bengkulu Province were analyzed using Klassen Typology, Location quation (LQ), Shiftshare, and Fiscal Capacity. Methods to model the determinants of the investment climate used Logistic Regression analysis. Method to model the determinants of investment was analyzed using Panel Regression Method. Variables that used in the analysis of the investment climate by Logistic Regression included access to land, local infrastructure, licensing, local regulations, and transaction fees. Logistic Regression analysis used primary data. The data were obtained from questionnaires which distributed to 33 respondents, i.e.: PMA, PMDN, and existing small businesses in the Province of Bengkulu. The variables used in the analysis of industrial investment were the Gross Regional Domestic Product (GDP/PDRB) per capita, road infrastructure, electricity infrastructure, clean water infrastructure, the share of agriculture towards PDRB, and the share of mining towards PDRB. The data used in the Panel Regression analysis were secondary data in the periode of 2010-2013 that originated from Central Bureau of Statistics Bengkulu Province, the Ministry of Industry and Trade, and Capital Investment Coordinating Board (BKPM).

(8)

sector basis, of these three sectors, only the construction sector which grow rapidly, whereas the other sectors, the growth was relatively slow compared to the conditions in the Province of Bengkulu. The results of the primary data analysis using Logistic Regression showed that there was a significant influence between access to land, local infrastructure, licensing, local regulations, and transaction fee towards the investment climate in the Province of Bengkulu (chi-square 29.029 with P-value 0.00). Partially, a factor which did not have a significant influence on all of these factors was only licensing factor (P-value 0.116). Among all the factors that had a significant influence, the most dominant factor in encouraging investment climate was access to land, while the weakest factor role in creating the investment climate was local regulations. Based on the results of Tabulation, known that the conditions of access to land, local infrastructure, licensing, local regulations, and transaction fees were still inadequate. The results of secondary data analysts using Panel Regression analysis to know the determinants factors of the total industrial investment, the agricultural industry, and the non-agricultural industry, provides the results of the analysis that there were a significant influence between PDRB per capita, road infrastructure, the share of agriculture in PDRB, and the share of mining in PDRB towards the investment of agricultural industry. Non-agricultural industrial investment in the Province of Bengkulu only influenced by the quality of educated labor, while the analysis results of the factors that determine the total industrial investment were PDRB, road infrastructure, the share of agriculture towards PDRB, and the share of mining towards PDRB.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

ANALISIS PERWILAYAHAN PEMBANGUNAN DAN

INVESTASI DI PROVINSI BENGKULU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc, Ph.D

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.

Penguji pada Sidang Promosi :1. Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc, Ph.D

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di Provinsi Bengkulu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D, Prof Dr Ir Hermanto J. Siregar M.Ec dan Bapak Dr Ir Himawan Hariyoga M.Sc, selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selalu Ketua Program Studi dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. Selaku sekretaris program studi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc, Ph.D dan Prof Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. atas waktu dan masukan-masukan serta koreksinya sejak ujian tertutup hingga sidang Promosi.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Azzahra Bapak Drs. Syamsu A. Makka, Dekan Fakultas Ekonomi, Bapak Dr. Tamrin Lanori, SE, M.Si. yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB. Bapak Drs. Khairil Anwar M.Si dari Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu, Bapak Merwan Tabrani, SE Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Tommy Irawan, SE, M.Si Biro Pengelolaan Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, Bapak Pauzan. S.Sos, M.Si Dinas Pertanian Bapak Hendarsyah, S.I.P M.Si Kepala Bagian Humas dan Protokol Provinsi Bengkulu, Bapak Agung Tridjatmiko, SH Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu . Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tuaku Tamran Sahar dan Zurniar, Suamiku Ahmad Najamudin, anak-anakku Tegar dan Gemilang Muhammad Perkasa, keluarga besarku dan teman-teman PWD 2010, atas segala doa, Pengertian , dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(16)
(17)

i

1.3. Tujuan Penelitian ………..

1.4. Manfaat Penelitian ………

1.5. Ruang lingkup Penelitian ……….. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Ekonomi wilayah….………

2.2. Wilayah ………

2.3. Pembangunan ………

2.4. Teori Pembangunan Daerah ………

2.5. Pertumbuhan ekonomi ………

2.6. Investasi……….

3.1. Lokasi Penelitian ………

3.2. Metode Analisis ……….……

3.3. Data dan metode Pengumpulan data ……….………… 3.4. Populasi dan sampel ………..…… 3.5. Definisi Operasional………,,,……… 3.6. Metode Pengolahan data……….. BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI BENGKULU

4.1. Perkembangan struktur ekonomi 4.2. Perwilayahan Pembangunan

(18)

ii

5.1.5. Biaya transaksi………

5.2. Hasil analisis faktor penentu iklim investasi di Provinsi Bengkulu.. BAB VI. FAKTOR PENENTU INVESTASI……… 6.1. Hasil ananalisis faktor penentu investasi industri pertanian di

Provinsi Bengkulu……….. 6.2. Analisis faktor penentu investasi industri bukan pertanian di

Provinsi Bengkulu……….. 6.3. Hasil analisis faktor penentu invertasi industri di Provinsi

Bengkulu………. 6.4. Implikasi kebijakan ……...……… BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan……….. 7.2. Saran……….

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(19)

iii

DAFTAR TABEL

1 Pemeringkatan ikim usaha ………... 7

2 Jumlah PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu periode 2009-2010……… 8

3 Penelitian Terdahulu………... 28

4 Penentuan Nilai Skore ………... 36

5 Jumlah Usaha besar Swasta dan BUMD………. 37

6 Populasi dan sampel………... 37

7 Variabel model Regresi logit……….. 42

8 Variabel model Regresi Panel………. 44

9 10 Kabupaten induk dan pemekaran……… Kultur, Kendala masyarakat wilayah kabupaten/kota…….... 45 52 11 Hasil analisis sektor basis dan pertumbuhan sektoral………. 56

12 13 Tipologi Klassen sektor perekonomian seluruh kabupaten/kota……… Peta Kapasitas fiscal………... 60 64 14 Uji validitas dan reliabilitas………... 67

15 Kendala dalam aktivitas investasi……….. 76

16 Hasil analisis iklim investasi………. 78

17 Realisasi investasi PMA dan PMDN ……… 82 18

19 20

Faktor penentu investasi industri pertanian………. Faktor penentu investasi industri bukan pertanian………. Faktor penentuan investasi industri………..

83 87 88

(20)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 PDRB provinsi se-Indonesia………. 1

2 Share sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan jasa seluruh provinsi di Indonesia………. 2

3 PDRB kabupaten/kota………... 5

4 PDRB berdasarkan penggunaan………... 6

5 Ekspor batubara dan cangkang sawit……….. 6

6 Konsep wilayah……… 12

7 Output, konsumsi dan investasi……… 22

8 9 Kaitan investasi pemerintah dan swasta……….. Kerangka Pemikiran……… 24 32 10 Peta administrasi ………. 34

11 Model analisis shiftshare……….. 40

12 Laju pertumbuhan seluruh kabupaten/kota di Bengkulu………. 47 13

14 15

PDRB perkapita seluruh kabupaten/kota……… Sebaran PDRB perkapita seluruh provinsi se-Indonesia…….. Tipolologi kLassen kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu……

48

Sebaran tingkat PDRB dan jumlah penduduk seluruh kabupaten/kota……… Persentase penduduk berusaha 15 tahun keatas bekerja menurut lapangan usaha………. Derajat desentralisasi fiscal seluruh kabupaten/kota……… PAD dan tingkat kemiskinan……… Opini investor tentang akses lahan……….. Opini investor tentang infrastruktur daerah ….………. Kualitas infrastruktrur jalan……….. Opini investor tentang perizinan ….……… Opini investor tentang Peraturan daerah ….……….. Opini investor tentang biaya transaksi ….……….

(21)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reformasi sistem pemerintahan yang terjadi saat ini telah memberikan angin segar bagi perubahan kebijakan pembangunan wilayah terutama kebijakan pembangunan daerah. Reformasi ini menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi pembangunan daerah dari pembangunan yang berorientasi sektoral menuju pengembangan wilayah. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan intersektoral, interspasial, serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah.

Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan yang berkesinambungan selaras dengan intensitas dan aktifitas masyarakat dan Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah.

Keberhasilan pembangunan menuntut penyediaan sumber daya yang memadai. Kondisi pembangunan suatu wilayah dengan keterbatasan sumber daya mengakibatkan harus difokuskannya pembangunan pada sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Penentuan sektor prioritas pembangunan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembangunan yang berbasis pembangunan wilayah (Ramdani, 2003).

Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi daerah/wilayah, tidak terkecuali Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu di tingkat nasional memiliki tingkat Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) pada peringkat 5 terbawah setelah Provinsi Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Sulawesi Barat. Diantara Provinsi se- sumatera, Bengkulu memiliki tingkat PDRB dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terendah (Gambar1)

(22)

PDRB adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Rendahnya tingkat PDRB Provinsi Bengkulu dibandingkan provinsi lain di Indonesia mengindikasikan masih tertinggalnya proses Pembangunan di Provinsi Bengkulu.

Proses pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi mencakup pergeseran secara perlahan-lahan dari aktivitas pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa (Todaro 2000:122). Proses pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sedang berkembang akan tercermin dari pergeseran sektor ekonominya, yaitu peran sektor pertanian dalam PDB atau PDRB akan mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non pertanian akan meningkat. Beberapa provinsi yang telah lebih maju perekonomiannya memiliki share pertanian yang rendah, sedangkan share dari sektor industri pengolahan terus meningkat. (gambar 2)

Sumber : Statistik Indonesia 2014

Gambar 2 Share sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan dan jasa seluruh provinsi di Indonesia tahun 2013 (persen)

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa diantara seluruh provinsi yang ada di Indonesia, provinsi Maluku Utara, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Bengkulu memiliki tingkat PDRB terendah. Kelima provinsi ini memiliki kesamaan yaitu share pertanian pada PDRB yang relatif besar melebihi sektor lain. (gambar 2).

(23)

dibandingkan share industri pengolahan pada PDRB (gambar 2). Atas dasar itu dapat dinyatakan bahwa salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan perubahan struktur ekonomi dari dominasi sektor pertanian menjadi industri pengolahan. Aktivitas industri pengolahan lebih mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan sektor pertanian, khususnya pertanian tradisional.

Provinsi Sumatera Utara dan Riau adalah dua Provinsi di Sumatera yang memiliki peringkat PDRB tertinggi. Share pertanian di kedua provinsi ini relatif besar mencapai 20 persen. Selain pertanian, share sektor pertambangan dan industri pengolahan pun di kedua provinsi ini relatif tinggi mencapai 20 persen. Keunggulan di sektor primer juga diikuti keunggulan lain yaitu infrastruktur yang berkualitas dan posisi strategis yaitu berada di jalur lintas utama Pulau Sumatera. Adapun kondisi yang terjadi di Provinsi Bengkulu adalah kualitas infrastruktur jalan, bandara maupun pelabuhan yang kurang memadai dan terbatasnya jalur transportasi. Hasil pemetaan wilayah yang dilakukan oleh Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memperlihatkan bahwa letak Provinsi Bengkulu relatif terisolir dibandingkan Provinsi lain yang ada di Pulau Sumatera yaitu tidak berada di jalur lintasan utama.

Keberhasilan pembangunan, membutuhkan dukungan modal fisik maupun non fisik. Modal pembangunan tersebut dapat bersumber dari tabungan masyarakat, investasi pemerintah maupun swasta, pinjaman dari dalam dan luar negeri, maupun hibah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akan terjadi jika didukung oleh pertumbuhan investasi. Usaha untuk meningkatkan investasi bukanlah hal yang mudah. Persaingan antar daerah yang semakin tajam dalam menarik investasi menuntut kemampuan Pemerintah Daerah untuk mempersiapkan daerahnya sehingga mampu menarik investasi ke daerahnya.

Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tarik investasinya sangat tergantung dari kebijakan yang berkaitan dengan investasi, Selain itu kemampuan daerah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relative terhadap daerah lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia dan infrastruktur fisik dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan (KPPOD, 2003).

Peningkatan daya saing daerah adalah salah satu faktor pengembangan (ekonomi) wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi menjadikan Pemerintah Daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan ekonomi di daerah, sumberdaya manusia, dan iklim usaha yang dapat menarik modal dan investasi, peran aktif swasta dan masyarakat melalui koordinasi secara terus menerus dengan seluruh stakeholder pembangunan baik di daerah maupun pusat. Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dan katalisator bagi tumbuhnya minat investasi di wilayahnya.

(24)

yang masih sangat tergantung pada sektor primer, belanja pelayanan publik yang cukup besar, kondisi geografis yang kurang menguntungkan dan kurang menarik minat dunia usaha.

Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bengkulu dibandingkan Provinsi-Provinsi lain yang ada di Indonesia, mengindikasikan perlunya kebijakan Pemerintah yang mampu menciptakan iklim usaha yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitasnya.

1.2.Rumusan Masalah

Bengkulu merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang dibentuk Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1968. Terletak di sebelah barat pegunungan Bukit Barisan dengan luas wilayah ± 1.978.870 Ha atau 19.788,7 Km2. Wilayah bagian timur dari Provinsi ini berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur sedangkan bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan. Kondisi wilayah mempengaruhi pola pendapatan dari masyarakat. Penduduk Provinsi Bengkulu beraglomerasi disekitar daerah bagian tengah dan pantai Barat sepanjang Provinsi, sementara bagian pedalaman merupakan kelompok-kelompok kecil dan terpencar-pencar.

Fenomena kebijakan pembangunan saat ini adalah menentukan daerah-daerah yang memiliki keunggulan wilayah sebagai pusat pertumbuhan. Kebijakan ini disatu sisi dapat mendorong percepatan pembangunan wilayah, tetapi disisi lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terserapnya sumberdaya pembangunan ke daerah pusat pertumbuhan akibatnya kegiatan ekonomi terkonsetrasi di daerah perkotaan sehingga trickle down effect yang diharapkan menjadi tidak tercipta.

Provinsi Bengkulu terdiri dari 9 (sembilan) kabupaten dan 1(satu) kota. Diantara seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong memiliki tingkat PDRB tertinggi. Aktivitas perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga terjadi di kota Bengkulu. Laju pertumbuhan yang melampaui kabupaten lain disebabkan oleh keunggulan di sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa. Tingginya PDRB di Kota Bengkulu dapat diasumsikan terpusatnya aktivitas ekonomi di wilayah ini. Dengan kata lain, Kota Bengkulu menjadi pusat pertumbuhan. Sedangkan wilayah lain hanya menjadi wilayah penyangga. Sektor perekonomian di Provinsi ini sangat didominasi oleh pertanian dan perdagangan. Share pertanian masih sangat dominan peranannya di seluruh kabupaten, hanya Kota Bengkulu yang memiliki share pertanian pada PDRB lebih kecil daripada sektor perdagangan.

(25)

Sumber : Bengkulu dalam Angka 2013

Gambar 3 PDRB atas dasar harga konstan seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu (juta rupiah)

Kota Bengkulu sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Bengkulu digerakkan oleh sektor perdagangan, hotel dan jasa. Sehingga dapat dikatakan kota Bengkulu bergerak sebagai kota jasa. Kabupaten Rejang Lebong selain penggerak utama perekonomian wilayahnya adalah sektor pertanian, juga memiliki share perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB yang relatif besar dibandingkan kabupaten lain. Dengan demikian dapat dinyatakan sektor pertanian juga dapat menjadi pendorong pertumbuhan jika didukung oleh aktivitas perdagangan dan jasa.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi wilayah didasari oleh Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB). Jika dilakukan penghitungan PDRB atas dasar penggunaan yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap brutto, inventori stock dan ekspor netto. Kondisi yang terjadi di propinsi Bengkulu adalah dominasi konsumsi rumah tangga sedangkan pembentukan modal tetap brutto (PMTB) relatif rendah. Sedangkan secara teori, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan stabil dan berkelanjutan jika komponen utama pendorong pembangunan adalah investasi. Selain didominasi konsumsi rumah tangga, ekspor pun memiliki peranan yang relatif besar. Kontribusi ekspor terhadap PDRB Provinsi Bengkulu relatif tinggi dibandingkan pengeluaran lain, walaupun masih tetap dibawah pengeluaran konsumsi rumah tangga (gambar 4).

0,00 1000000,00 2000000,00 3000000,00 4000000,00 5000000,00 6000000,00 7000000,00 8000000,00

Seluma BS Kota BT Kphg RL LBG KAUR BU Muko

Jasa-jasa Keuangan, Real estate, dan Jasa Perusahaan

Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, hotel dan restoran

Bangunan Listrik, gas dan air bersih

(26)

Sumber : Bengkulu dalam angka 2013

Gambar 4 PDRB (ADHK) Provinsi Bengkulu berdasarkan penggunaan (juta rupiah).

Tingkat ekspor di provinsi ini relatif meningkat dalam rentang waktu 2010-2012. Walaupun aktivitas impornya pun mengalami kenaikan. Aktivitas ekspor di Provinsi Bengkulu ini masih sangat didominasi oleh Batubara sedangkan ekspor komoditi lain seperti karet dan cangkang sawit belum menonjol.

Sumber : Bengkulu dalam Angka 2014

Gambar 5 Ekspor Batubara dan cangkang sawit Provinsi Bengkulu

Aktivitas ekspor di Provinsi Bengkulu masih didominasi oleh ekspor antar propinsi yaitu mencapai 69 persen sedangkan ekspor antar Negara baru mencapai 31 persen. Aktivitas impor pun didominasi impor antar provinsi mencapai 99 persen. Selama tahun 2010-2013 terlihat bahwa aktivitas ekspor dan impor terus mengalami kenaikan. Kenaikan ekspor merupakan aktivitas positif dalam meningkatkan pendapatan daerah, tetapi kenaikan impor merupakan aktivitas negatif, sehingga dibutuhkan kebijakan dan pemahaman atas peningkatan impor tersebut.

Peningkatan nilai impor ini sejalan dengan nilai inventori stock yang negatif. Inventori stok disini diartikan sebagai persediaan hasil produksi di suatu wilayah sebagai kelebihan konsumsi masyarakat. Inventori stock negatif dapat diartikan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat atas produksi lokal sehingga

-1000000 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000

Konsumsi RT Konsumsi Nirlaba

Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal

Perubahan stock

Ekspor Impor

2010 2011 2012

96% 4%

96% 4%

Eksport

(27)

masih dibutuhkan impor dari provinsi lain. Untuk mengatasi masalah kurangnya penyediaan kebutuhan masyarakat maka dibutuhkan investasi yang mampu mendorong usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat misalnya melalui industri pengolahan bahan makanan dan kebutuhan non makanan.

Aktivitas investasi di suatu wilayah tidak terlepas dari iklim investasi yang ada di wilayah tersebut. Berdasarkan pemeringkatan iklim investasi dan pelayanan penanaman modal pada 33 Provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Provinsi Bengkulu masuk di peringkat 3 (tiga) terbawah setelah Papua barat dan Sulawesi Tenggara. Rendahnya peringkat iklim investasi dan penanaman modal di Provinsi Bengkulu meningindikasikan rendahnya fasilitas infrastruktur, akses lahan yang kurang mendukung dan keamanan berusaha yang belum terjamin. Kurang baiknya iklim investasi secara simultan membuat kinerja ekonomi daerah yang kurang maksimal dan sulit merangsang keterlibatan swasta sehingga perekonomian daerah relatif kurang.

Kondisi kelembagaan penanaman modal di Provinsi Bengkulu berdasarkan laporan dari KPPOD dinyatakan menempati urutan terbawah diantara 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Rendahnya penilaian terindikasi oleh rendahnya upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi untuk mempercepat proses perizinan dan persetujuan investasi sehingga realisasinya menjadi kurang maksimal. Pemerintah Provinsi Bengkulu dianggap tidak optimal dalam mengupayakan percepatan proses perizinan di tingkat Provinsi dan upaya pemerintah provinsi dalam berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten atau kota dalam percepatan proses perizinan dan investasi di tingkat kabupaten dirasakan kurang dan tidak optimal.

Buruknya kondisi iklim investasi dan kelembagaan penanaman modal semakin diperparah dengan data dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan Bengkulu berada pada urutan dua terbawah dalam mempromosikan investasi daerahnya. Berada di urutan bawah dalam penilaian aktivitas promosi daerah karena Pemerintah daerah dianggap tidak mampu memetakan potensi investasi daerah atau kalaupun ada data tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dari para pelaku usaha /investor (Tabel 1)

Tabel 1 Pemeringkatan iklim usaha Provinsi Bengkulu Tahun 2008 dalam skala nasional

Indeks Peringkat Skor

Keseluruhan iklim investasi daerah

Kelembagaan pelayanan penanaman modal Promosi investasi daerah

31 33 32

50,18 43,98 35,50 Sumber : KPPOD dan BKPM tahun 2008

(28)

ini erat kaitanya dengan usaha meningkatkan potensi investasi wilayah yang berujung pada tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan keberlanjutan.

Akibat dari buruknya iklim investasi yang ada di Provinsi Bengkulu mengakibatkan jumlah proyek penanaman modal dalam negeri dan asing yang telah disetujui Pemerintah menurut lokasi di Bengkulu dari tahun 2009 sampai dengan 2013 terlihat sangat rendah. Proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) hanya 8 (delapan) dengan modal yang ditanamkan sebesar Rp 170749.7 juta sedangkan penanaman Modal Asing (PMA) sebanyak 70 proyek dengan modal yang ditanamkan sebesar 121938.1 USD ribu.

Aktivitas penanaman modal asing di Provinsi Bengkulu didominasi oleh sektor industri makanan dengan bidang usaha minyak kelapa sawit (crude palm oil), sektor perkebunan dengan bidang usaha perkebunan kelapa sawit, kopi dan karet berikut pengolahan hasil perkebunan, dan sektor pertambangan dengan bidang usaha pertambangan umum dan gas alam. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) didominasi oleh sektor tanaman pangan dan perkebunan dengan bidang usaha perkebunan kelapa sawit dan industri makanan dengan bidang usaha industri minyak kasar dari nabati dan industri minyak goreng. Adapun rekapitulasi aktivitas PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu terlihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Jumlah PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu periode 2009-2013

No Lokasi PMA PMDN

Jumlah Nilai Investasi Jumlah Nilai Investasi 1. . Kota Bengkulu 10 7629.7 2 0

2. Seluma 7 18072.3 0 0

3. Bengkulu Selatan 2 1002.8 0 0

4. Kaur 2 2497.3 0 0

5. Bengkulu Tengah 0 0 0 0

6. Bengkulu Utara 28 92182.8 6 170.749

7. Mukomuko 3 0 0 0

8. Kepahiang 2 8.5 0 0

9. Lebong 3 4.8 0 0

10. Rejang Lebong 13 539.9 0 0 TOTAL 70 121937.1 8 170.749

Sumber : DATIN, BKPMD Bengkulu

Menurut laporan dari KPPOD, Perkembangan pembangunan daerah secara makro tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Secara kelembagaan, otonomi daerah memberikan tantangan perubahan kewenangan Provinsi dalam penanaman modal setelah otonomi daerah yang tidak sebesar masa sebelum otonomi daerah.

(29)

koordinator aktivitas ekonomi yang bersifat lintas kabupatan/kota termasuk didalamnya pelayanan di bidang investasi.

Pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekspor dan impor adalah indikator dari kinerja ekonomi daerah. Rendahnya tingkat PDRB di Provinsi Bengkulu dibandingkan dengan Provinsi se-sumatera, ditambah lagi rendahnya pertumbuhan investasi dan tingginya impor maka dapat dinyatakan bahwa kinerja ekonomi Provinsi Bengkulu rendah/buruk.

Semua kegiatan yang dilakukan dalam proses pembangunan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya, melalui peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah Provinsi Bengkulu. Untuk mampu meningkatkan aktivitas ekonomi ini, maka diperlukan sumber daya pembangunan yang memadai baik yang bersumber dari dalam maupun luar wilayah tersebut. Atas dasar hal tersebut maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimana struktur ekonomi dan pola pertumbuhan di masing-masing Kabupaten/Kota, sektor apa yang menjadi unggulan, serta bagaimana keterkaitan antar sektor tersebut di Provinsi Bengkulu ?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu berkembangnya iklim investasi yang kondusif di Provinsi Bengkulu?

3. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu investasi di Provinsi Bengkulu ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan yanng ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis:

1. Kondisi di Provinsi Bengkulu dalam kaitannya dengan struktur ekonomi, pola pertumbuhan dan penentuan sektor unggulan, dalam kaitan antar wilayah.

2. Iklim investasi yang ada di Provinsi, sekaligus perbaikan iklim investasi dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan daya tarik daerah.

3. Faktor-faktor penentu yang menjadi daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi Bengkulu

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pemerintah Provinsi Bengkulu dan para pelaku ekonomi yang terlibat di Provinsi ini dalam menganalisis pencapaian tingkat pembangunan, sektor-sektor penggerak perekonomian, dalam kaitannya dengan usaha peningkatan investasi wilayah. Usaha peningkatan investasi dilakukan dengan mencari faktor penentu iklim investasi wilayah dan faktor penentu investasi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian :

(30)

pembangunan sekaligus membahas hal-hal yang berkaitan dengan struktur dan pola pertumbuhan ekonomi, sektor dan sub sektor ekonomi unggulan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Penelitian ini juga menganalisis potensi dan daya saing masing-masing wilayah, sekaligus faktor yang mempengaruh terciptanya iklim investasi yang kondusif. Usaha peningkatan investasi menjadi tujuan utama penelitian ini. Untuk itu dilakukan analisis faktor-faktor yang menjadi penentu bertumbuhnya investasi di Provinsi Bengkulu.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Ekonomi Wilayah.

Argumen dasar dari ilmu ekonomi wilayah adalah adanya wilayah/daerah yang memiliki keunggulan utama karena adanya kepemilikan sumber daya alam maupun fasilitas transportasi seperti sungai dan pelabuhan sehingga menjadi pusat dari kegiatan ekonomi. Namun pada kenyataannya banyak wilayah yang tidak memiliki keunggulan tersebut tetap berkembang menjadi pusat-pusat ekonomi. Hal ini yang mendasari munculnya teori Ekonomi Regional Baru. Teori ini dipopulerkan oleh Paul Krugman pada tahun 1991. Model Krugman didasarkan pada model Dixit dan Stiglitz’s (1977) tentang diferensiasi produk dan menawarkan formalisasi melingkar Myrdal dan kumulatif sebab-akibat. Dilatarbelakangi pada aglomerasi yang tidak selalu menghasilkan seimbangan. Hal ini karena, di bawah aglomerasi, sebagian besar barang yang dijual di wilayah pinggiran (pheriphery) harus dikirim dari wilayah pusat dan dengan demikian harga kemungkinan menjadi tinggi. Pada gilirannya, hal ini menguntungkan bagi perusahaan yang berlokasi di wilayah pinggiran. Ketika biaya perdagangan tinggi, penyebaran manufaktur dinyatakan dalam keseimbangan yang unik dalam model Krugman. Di sisi lain, ketika biaya perdagangan rendah, permintaan di daerah pinggiran dapat dilayani dengan biaya rendah dan terjadi aglomerasi.

Selain membahas adanya aglomerasi yang mengakibatkan kenaikan hasil dan biaya transportasi, teori ini juga menekankan pada hubungan antara perusahaan dan pemasok, serta antara perusahaan dan konsumen. Dalam teori ini diilustrasikan adanya skala peningkatan hasil cenderung mendorong terjadi konsentrasi geografis dari masing-masing produksi. Ketika biaya transportasi berperan, lokasi yang menarik adalah lokasi yang terdekat dengan pasar dan pemasok, sedangkan hal lain dianggap sama.

(31)

Aglomerasi ini diperkuat oleh kekuatan sentrifugal, yaitu konsentrasi kegiatan produktif di suatu wilayah akan mendorong kenaikan harga sewa lahan dan rumah, dan juga dapat menyebabkan masalah lingkungan.

Unsur-unsur di dalam model ekonomi Regional baru adalah : (1). Keuntungan dari konsentrasi yang tidak tergantung pada alam, dominasi dari suatu daerah dianggap sebagai suatu proses self reinforcing. (2). Kondisi keseimbangan untuk masing-masing kondisi berbeda. Interaksi akan terjadi antar pasar, antara perusahaan dengan pemasok dan pelanggan, dan penekanan pada peran ganda dari pekerja sebagai faktor produksi dan konsumen. (3). Kekuatan sentripetal yang cenderung melemahkan akan diimbangi oleh kekuatan sentrifugal. (4). Tidak terjadi eksternalitas ekonomi yang ada hanyalah interaksi antara biaya transportasi, skala hasil yang meningkat, dan mobilitas faktor.

2.2. Wilayah

Menurut Isard (1975) dalam Rustiadi (2009), pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tetentu. Menurutnya wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya sedemikian rupa.

Wilayah mengacu pada pengertian geografis, yaitu sebagai suatu unit gegrafis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu sama lainn. Secara geografis, wilayah dapat didefinisikan sebagau unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) di mana komponen-komponennya memiliki arti di dalam pendeskripsian perencanaan dan pengelolaan sumber daya pembangunan. Tidak ada batasan

spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful”

untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Murty (2000) mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, provinsi, distrik (kabupaten) dan perdesaan. Tapi suatu wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan suatu kesatuan ekonomi, politik, sosial, administrasi, iklim hingga geografis sesuai dengan pembangunan atau kajian.

Rustiadi (2009) menyatakan kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yaitu : (1). wilayah homogen (uniform), (2). wilayah sistem/fungsional, (3). Wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).

Adapun yang dimaksud dengan wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi oleh faktor dominan yang bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah sebagai suatu sistem dilandasi oleh pemikiran sebagai suatu entitas yang terdiri atas komponen-komponen yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan.

(32)

kompleks memiliki jumlah/kelompok unsur penyusun serta struktur yang lebih rumit. Sistem ekologi, sosial, dan dan ekonomi termasuk di dalam sistem ini. Wilayah Perencanaan/pengelolaan tidak terlalu struktural melainkan sebagai unit koordinasi atau pengelolaan yang terfokus pada tujuan dan penyelesaian masalah tertentu, seperti kawasan DAS, Free trade Zone dan lain-lain.

Gambar berikut mendeskripsikan sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai konsep-konsep wilayah :

Sumber : Rustiadi (2009)

Gambar 6 Konsep wilayah

Analisis kebijakan perwilayah seringkali digunakan untuk mengetahui dasar penetapan sistem perwilayahan dalam perencanaan pembangunan. Analisis ini dilakukan dengan menelaah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan analisis kebijakan perwilayahan dapat diketahui tujuan pembangunan wilayah, dasar hukum dan indikator yang digunakan dalam menentukan wilayah pembangunan dan merumuskan kebijaksanaan tata ruang wilayah.

wilayah

homogen

Sistem/fungsi

Perencanaan /pengelolaan

Sistem sederhana

Sistem Kompleks

Nodal

Desa-Kota

Budidaya-Lindung

Sistem ekonomi

Sistem eko-logi

Sistem Sosial Politik

Wil Perencanaan Khusus

(33)

2.3. Pembangunan

Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin (melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional) demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik (Todaro dan Stephen, 2006). Tiga tujuan inti pembangunan sebagai berikut :

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan serta perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya memperbaiki kesejahteraan materi melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap seseorang atau bangsa-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Menurut Rustiadi (2009), secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Alternatif yang sah disini diartikan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku atau dalam tatanan kelembagaan atau budaya yang dapat diterima. Dengan kata lain proses pembangunan adalah proses memanusiakan manusia.

UNDP mendefinisikan pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a

process of enlarging people’s choice), dalam hal ini penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir.

(34)

2.4. Teori Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional sebagai usaha yang terencana dalam meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga dapat tercipta suatu kemampuan yang andal dan professional dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna tepat dan berhasil meningkatkan kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatan bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. Pembangunan daerah juga merupakan upaya dalam memberdayakan masyarakat daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat dan harga diri, sesuai dengan tujuan inti dari pembangunan (Todaro dan Stephen, 2006).

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral yaitu pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah dengan menyesuaikan kondisi dan potensi daerah tersebut. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahannya yaitu keberhasilan pembangunan daerah ditentukan dengan kepemerintahan daerah yang berjalan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka memantapkan otonomi daerah yang dinamis dan serasi serta bertanggung jawab.

Pembangunan daerah merupakan penjabaran dari pembangunan nasional, maka kinerja pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan pusat hingga ke satuan pemerintahan daerah terkecil yaitu pada tingkat kabupaten/kota. Tanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Keselarasan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sangat penting dalam mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas (Ambardi dan Socia, 2002).

Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainable) (Anwar (2001). Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor untuk menjadi pendorong utama (prime

mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda.

(35)

tahun terakhir dan kemungkinan prospek sektor ekonomi di masa yang akan datang. Kedua, Sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang, walaupun belum mempunyai daya saing yang baik.

Pembangunan ekonomi akan optimal bila didasarkan pada keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Secara umum, keunggulan komparatif kebih menekankan pada kepemilikan sumber daya ekonomi, social, politik dan kelembagaan suatu daerah seperti : kepemilikan sumber daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur dan lain-lain. Sementara keunggulan kompetitif (competitive advantage) lebih menekankan pada efisiensi pengelolaan sumber daya terkait dengan produksi, konsumsi maupun distribusi. Pada aspek produksi keunggulan atau daya saing wilayah dapat dikaji dengan melihat sejauh mana wilayah itu miliki sektor basis atau keunggulan dalam penciptaan nilai tambah (basic sector) dan keunggulan dalam penyerapan tenaga kerja dengan produktivitas tinggi (basic employment).

Sektor basis suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang (Rustiadi, 2009;180).

Dalam sektor ekonomi tersebut terdapat sektor-sektor yang menjadi unggulan, yang merupakan sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar pada perkembangan perekonomian suatu wilayah dikarenakan mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu. Selanjutnya keunggulan ini berkembang melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Ambardi dan Socia, 2002).

Sektor unggulan merupakan sektor yang bisa menjadi motor penggerak pembangunan suatu daerah, yang didasarkan pada kriteria tertentu yaitu :

1. Sektor unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Artinya sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran. 2. Sektor unggulan mempunyai dampak keterkaitan yang kuat baik

keterkaitan ke depan maupun ke belakang, dan dengan sektor unggulan lain atau pun dengan sektor ekonomi lainnya.

3. Sektor unggulan mampu bersaing dengan sektor yang sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan internasional, baik dalam harga produk sektor tersebut, biaya produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya. 4. Sektor unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain, baik

dalam pasar maupun pemasukkan bahan baku.

5. Sektor unggulan memiliki tehnologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi tehnologi.

(36)

7. Sektor unggulan biasanya bisa bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Berdasarkan pada basis ekonomi, perekonomian suatu wilayah terbagi atas dua, yaitu sektor basis dan sektor non basis yang apabila dikaitkan dengan sektor unggulan maka sektor basis termasuk dari salah satu kriteria sektor unggulan. Sektor basis itu sendiri adalah kegiatan-kegiatan yang mampu mengekspor barang dan jasa keluar batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian wilayah tersebut.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional.

Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik. Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.

Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang sehingga mampu member pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui

output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah

(37)

modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

Tingkat pencapaian tujuan pembangunan wilayah menurut Rustiadi (2009) dapat diketahui dari indikator kinerja. Indikator kinerja disini merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Salah satu indikator kinerja pembangunan wilayah yang dipergunakan adalah indikator berdasarkan tujuan pembangunan dengan indikator operasional meliputi (1). Pendapatan wilayah diukur berdasarkan PDRB, PDRB Perkapita dan Pertumbuhan PDRB, (2). Kelayakan finansial/Ekonomi berdasarkan NPV, BC ratio, IRR, dan BEP, (3). Spesialisasi, keunggulan Komperatif atau Kompetitif dengan menggunakan metode LQ, dan Shift and Share analysis, (4). Produksi-produksi utama.

Pembangunan atau pengembangan wilayah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu baik antar sektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan dari daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata. Pengembangan wilayah memerlukan strategi untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam tingkat pertumbuhan yang akan mendorong perdagangan antardaerah yang semakin efisiensi dan intensif sehingga merangsang timbulnya spesialisasi daerah. Spesialisasi daerah tersebut akan membuka kesempatan untuk berkembang bagi masing-masing daerah untuk memperkokoh perekonomiannya (Hadjirosa, 1982). Salah satu strategi pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsepsi perwilayahan pembangunan.

Konsep perwilayahan pembangunan merupakan salah satu bentuk kebijaksanaan wilayah yang dilakukan dalam mengurangi kesenjangan antarwilayah melalui pemanfaatan kekuatan yang dimiliki oleh daerah-daerah pemusatan dalam membangkitkan pertumbuhan dan menjalarkan ke daerah belakangnya (Sapoetro 2004).

2.5. Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999 ; Blakely E. J, 1989). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Lincolin Arsyad, 1999).

(38)

pembangunan mengandung unsur dinamis, perubahan, atau perkembangan. Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu syarat utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi disuatu negara/daerah. Secara teori, pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari sisi penawaran agregat (aggregate supply) maupun sisi permintaan agregat

(aggregate demand).

Berdasarkan model pertumbuhan Sollow dalam Romer (2006) diasumsikan terdapat empat (4) variabel yang menjadi input dan output dalam suatu proses produksi yaitu output (Y). Modal/kapital (K), tenaga kerja/labor (L) dan pengetahuan atau efektivitas tenaga kerja (A). adapun fungsi dari variabel tersebut adalah :

Y(t) = F (K(t). A(t), L(t)) dimana t adalah waktu

Secara lebih spesifik fungsi produksi dinyatakan sebagai fungsi Cobb-Douglas berikut :

, 0 < α < 1

Perkembangan fungsi produksi menunjukkanbahwa pertumbuhan ekonomi di suatu negara/daerah tidak lagi hanya dipengaruhi oleh faktor kapital dan tenaga kerja saja, tetapi juga terdapat faktor lainnya seperti teknologi juga telah menjadi faktor penentu dalam pembentukan output (Romer,2006).

Sementara itu, dari sisi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi bersumber dari empat komponen pembentuk GDP (Z), yaitu konsumsi masyarakat (C), pembentukan modal atau investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor neto (ekspor dikurangkan dengan impor, X-M), atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Blanchard, 2008) :

Y = C + I + G + (X-M)

Konsumsi dipengaruhi oleh disposible income (Yd) dengan arah

perubahan positif (+) terhadap tingkat konsumsi, investasi dapat bersifat konstan maupun sebagai fungsi dari tingkat bunga, dengan arah perubahan negatif (-), Pengeluaran pemerintah (G) merupakan salah satu instrumen dari kebijakan fiskal. Sedangkan ekspor netto menurut Mankiw (2007) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor netto menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik. Perubahan pendapatan nasional dari satu periode (tahun) ke periode (tahun) berikutnya akan menggambarkan besarnya pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah. Pertumbuhan ekonomi tersebut biasanya disajikan dalam bentuk perubahan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebuah daerah.

Formulasi tingkat pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah sebagai berikut :

dimana :

(39)

Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural sendiri merupakan perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan dan jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di Negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri . Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi penyerapan tenaga kerja, produksi perdagangan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan social melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1986).

Pola Pertumbuhan dapat dilihat dari dua sisi yaitu : 1. Dilihat dari Permintaan Domestik.

Apabila dilihat dari permintaan domestik akan terjadi penurunan permintaan terhadap konsumsi bahan makanan karena dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang-barang non kebutuhan pangan, peningkatan investasi dan peningkatan anggaran belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dalam struktur Pendapatan Domestik Brutto (PDB). Disektor perdagangan internasional terjadi juga perubahan yaitu peningkatan nilai ekspor dan impor. Sepanjang perubahan struktural ini berlangsung terjadi peningkatan pangsa ekspor komoditas hasil produksi

2. Dilihat dari tenaga kerja

Apabila dilihat dari sisi tenaga kerja ini akan terjadi proses perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian di desa menuju sektor industri di perkotaan, meski pergeseran ini masih tertinggal (lag) dibandingkan proses perubahan struktural itu sendiri. Dengan keberadaan lag inilah maka sektor pertanian akan berperan penting dalam peningkatan penyediaan tenaga kerja baik dari awal maupun akhir dari proses transformasi perubahan struktural tersebut. Struktur ekonomi daerah berdampak pada peningkatan sektor-sektor perekonomian lainnya yang saling berkaitan. Suatu daerah dapat dikatakan maju apabila ditunjang dari segi pengetahuan masyarakat yang tinggi, adanya sumber daya manusia yang mempunyai potensi besar guna tercapainya kemajuan pembangunan daerah. Aspek penting lain dari perubahan struktural adalah sisi ketenagakerjaan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui 2 (dua) proses transformasi dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi (Clark dalam Ketut 2001).

Menurut Sumitro (1994), pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses pembangunan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan hasil pendapatan. Perbedaan pertumbuhan ekonomi akan membawa masing-masing daerah membentuk suatu pola pertumbuhan dimana data digolongkan dalam klasifikasi tertentu untuk mengetahui potensi relatif perekonomian suatu daerah.

(40)

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi

Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin peralatan dan bahan baku akan meningkatkan persediaan modal fisik suatu negara (yaitu total nilai riil atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal ini akan memungkinkan terjadinya peningkatan output dimasa mendatang.

Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur” ekonomi dan sosial. Dimana kesemuanya ini dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi. Akumulasi modal dapat menambah sumber daya baru atau meningkatkan kualitas sumber daya yang sudah ada. Untuk mencapai semua itu maka harus ada pertukaran antara konsumsi sekarang dan konsumsi mendatang. Artinya pihak-pihak pelaku investasi harus bersedia mengorbankan atau mengurangi konsumsi mereka pada saat sekarang demi memperoleh konsumsi yang lebih baik dikemudian hari.

2.6. Investasi

Investasi merupakan kombinasi antara tingkat permintaan untuk berinvestasi dari perusahaan dengan tabungan (saving) dari rumah tangga (Romer 2006). Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal bagi perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang.

Menurut McMeer (2003) dalam Bank Indonesia (2007), investasi dalam pengertian konsepsional merupakan hasil dari sebuah proses yang bersifat multi dimensional. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu fungsi dari investasi dalam artian penanaman modal atau faktor ekonomi yang paling esensial dan mudah diukur secara kuantitatif. Akan tetapi pada kenyataannya, seorang investor yang akan menanamkan modalnya pada suatu bidang usaha tertentu akan selalu memperhatikan faktor-faktor keamanan lingkungan, kepastian hukum, status lahan investasi dan dukungan pemerintah (Bachri, 2004) dalam Wati (2008).

(41)

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Sedangkan pengertian penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah kegiatan menanamkan modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanam modal disini adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri maupun asing. Modal menurut UU No.25 tahun 2007 adalah asset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang memiliki nilai ekonomis.

Terdapat banyak faktor penentu dalam melakukan investasi, yaitu

investasi yang memberikan keuntungan tambahan kepada perusahaan melalui

penjualan produknya di pasar domestik dan suku bunga yang merupakan harga atau biaya yang harus dibayar dalam meminjamkan uang untuk suatu periode tertentu dan ekspetasi keuntungan. Dengan demikian para investor melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang dilakukan. Pertimbangan tersebut adalah sepenuhnya merupakan pertimbangan-pertimbangan investasi yang terkait secara langsung dengan faktor-faktor ekonomi. Selain kegiatan pertimbangan faktor ekonomi tersebut, pelaku usaha juga mempertimbangkan masalah faktor non-ekonomi, seperti masalah jaminan keamanan, stabilitas politik, penegakkan hukum, sosial budaya, dan masalah ketenagakerjaan yang merupakan faktor penentu utama dalam menentukan keberhasilan investasi.

Investasi adalah bagian dari pendapatan nasional brutto (PNB) dari sisi pengeluaran yang merupakan aktivitas pembelian barang-barang untuk penggunaan di masa depan. Investasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika persediaan menurun maka investasi persediaan menaik) (Mankiw 2007).

Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru, yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran. Dengan demikian, terjadinya penambahan output dan pendapatan baru pada faktor produksi tersebut akan menambah output nasional sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu bagian yang seringkali menjadi faktor dalam berbagai teori pembangunan, di mana investasi merupakan penggerak atau akselerator pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Menurut Todaro (2000) investasi atau penanaman modal sebagai bagian dari total pendapatan nasional (national income) atau pengeluaran nasional (national expenditure) yang secara khusus diperuntukkan memproduksi barang-barang kapital atau modal pada suatu periode tertentu.

Gambar

Gambar berikut mendeskripsikan sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai
Gambar 8  Keterkaitan investasi pemerintah dan swasta
Tabel 3   Penelitian Terdahulu
Gambar  9   Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

U prvoj je cjelini opisan model linearnog utjecaja koji sluˇ zi za analizu i predikciju difuzije informacija u mreˇ zi. Za taj je model dana motivacija, zatim formalan opis modela, a

Dari hasil penelitian juga dapat dilihat besarnya sudut lereng maksimal yang menunjukkan lereng tersebut masih dalam kondisi aman dalam berbagai kondisi tanah baik kondisi tanah

Kasus seperti yang dijelaskan di atas tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, dan sangat dibutuhkan penanganan yang gesit dan cepat, karena hal itu untuk mengantisipasi

Object: dalam scene terdapat dua orang yang berbeda kebudayaan sedang duduk bersama yang ditandai dari cara makan seorang wanita berkulit putih dan bermata

Berlangsungnya pendidikan sebagai salah satu upaya mengembangkan potensi peserta didik dengan berbagai kegiatan perlu dukungan dari berbagai pihak, salah satunya

Pada pembahasan ini dijabarkan tentang kesalahan penggunaan kata penghubung “ 和 ” dan “ 跟 ” berdasarkan hasil data yang telah dianalisis sebelumnya meliputi

Hasil dari penelitian ini: 1 Peran guru IPS dalam meningkatkan moral siswa dapat membentuk dan membangun sikap siswa kearah yang lebih baik dengan memberikan pembiasaan-pembiasaan