PERKEMBANGAN AKAR BIBIT
Rhizophora mucronata
Lamk
PADA BERBAGAI INTENSITAS NAUNGAN
SKRIPSI
Oleh:
WAHYUNAL YURISWAN 101201086
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA TARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Perkembangan Akar Bibit Rhizophora Mucronata Lamk Pada Berbagai Intensitas Naungan
Nama : Wahyunal Yuriswan NIM : 101201086
Minat : Budidaya Hutan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D
Ketua Anggota
Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si
Mengetahui,
ABSTRACT
WAHYUNAL YURISWAN: Root development of Rhizophora mucronata Lamk In Different Shade intensity. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
The reduced area of mangrove forests due to various pressures required rehabilitation activities throughout the damaged area mangrove forests. Rhizophora mucronata is one of the plants in the mangrove ecosystem that has stilt roots so that able to withstand the brunt of the ocean waves. It is need to provide R. mucronata seedlings in mangrove rehabilitation. This study aims to determine the best shade intensity for seedling root growth R. mucronata. This research was conducted in the seedling location of Jaring Halus Village sub- district Secanggang and Laboratory of Forest Soil Biology , Soil Departement, Agriculture Faculty, University of North Sumatera during 3 months i.e Oktober-January 2014. This research use the Completely random design (GRD) with 5 treatment i.e 0% of shading, 25% of shading, 50% of shading, 75% of shading, and 100% of shading for 15 replication. The results showed 0% shade intensity has better growing number of secondary roots and primary root length than the other shade intensity. In this study also estimated the spacing of R. mucronata seedlings is better at 3 x 2 meters based on the results of root length density.
ABSTRAK
WAHYUNAL YURISWAN : Perkembangan Akar Bibit Rhizophora Mucronata
Lamk Pada Berbagai Intensitas Naungan. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Menurunnya luasan hutan mangrove karena berbagai tekanan yang ada mengharuskan kegiatan rehabilitasi dilakukan diseluruh daerah hutan mangrove yang rusak. Rhizopora mucronata merupakan salah satu tumbuhan di ekosistem mangrove yang memiliki akar tunjang sehingga jenis ini mampu bertahan dari terjangan ombak laut. Hal ini membuat perlunya pembibitan jenis R. mucronata
dalam rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan menentukan intensitas naungan terbaik untuk pertumbuhan akar bibit R. mucronata. Penelitian dilakukan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang dan di Laboratorium Biologi Tanah Hutan, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Januari 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan, yaitu intensitas naungan (0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%) yang diulang sebanyak 10 sehingga diperoleh 50 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukaan intensitas naungan 0% memiliki pertumbuhan jumlah akar sekunder dan panjang akar primer yang lebih baik dari pada intensitas naungan lainnya. Dalam penelitian ini juga telah diestimasi jarak tanam bibit R. mucronata yang baik adalah 3 x 2 meter berdasarkan hasil kerapatan panjang akar.
Kata kunci: Akar, Intensitas Naungan, Perkembangan, Rhizophora Mucronata
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sebuah desa atau tapatnya Natal, 16 Agustus 1992 dari pasangan bapak Ir. Niswan dan Ibu Yuridawati. Penulis merupakan anak pertama dari 5 bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 067248 Negeri Medan dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 43 Medan dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Medan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 juga penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-SPMB
Penulis juga aktif dalam kegiatan organisai baik di dalam maupun di luar kampus yaitu: sebagai anggota Badan Kenaziran Mushollah Kehutanan USU tahun 2012-2013, ketua kreativitas Rain Fores Community tahun 2011-2013, anggota Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS), ketua PSDM Inkubator Sains USU 2013-2014, anggota Koalisi Pemuda Hijau Indoneisa (KOPHI) 2011-2012, Penulis juga menjadi asisten Geodesi dan Kartografi tahun 2012-2013, koordinator asisten Praktikum Dendrologi tahun 2013-2014, asisten Ekologi Hutan tahun 2012-2014, asisten Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2012-2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mengkaruniakan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perkembangan Akar Bibit Rhizophora Mucronata Lamk Pada Berbagai Intensitas Naungan”. Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Ir. Niswan dan Ibu Yuridawati, yang selalu memberikan kasih sayangnya yang tak terbatas, dukungan moril serta materil kepada penulis. Semua hal yang kedua orang tua penulis berikan merupakan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk segala hal yang diberikan kepada penulis, tanpa kedua orang tua penulis skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan.
2. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini.
3. Seluruh masyarakat Desa Jaring Halus khususnya Bapak Muktamar Laia selaku kepala desa, Bapak Misnan, Bapak Jai, dan Bapak Taufik yang telah banyak membantu dalam pembuatan pembibitan di lokasi penelitian.
5. Rekan – rekan seperjuangan Ferry Aulia Hawari, Muhaimin Zikri, Yohanes Ginting dan Ardiansyah Muda beserta seluruh anggota Rain Forest Community dalam membantu kegiatan pembibitan. Serta Dita Sari Prabuningrum dalam membantu pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
6. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga kedepannya skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.
Medan, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kondisi tanah dan Iklim Jaring Halus ... 13
Alat dan bahan ... 13
Metode Penelitian ... 13
Prosedur Penelitian ... 14
Parameter yang Diamati ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase hidup bibit R. mucronata ... 19
Mortalitas bibit R. mucronata ... 20
Jumlah akar bibit R. mucronata ... 21
Diameter akar utama bibit R. mucronata ... 23
Panjang akar utamadan akar primer bibit R. mucronata ... 23
Biomassa akar pada bibit R. mucronata ... 25
Luas permukaan akar utama pada bibit R. mucronata ... 26
Kerapatan panjang akar bibit R. mucronata ... 26
Dimeter bibit R. mucronata ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Karakteristik benih matang... ... ...15
2. Pertumbuhan diameter akar utama... ... ...23
3. Pertambahan panjang akar utama dan akar primer bibit R. mucronata...24
4. Biomassa akar bibit R. mucronata.. ... ...25
5. Luas permukaan akar utama bibit R. mucronata......26
6. Kerapatan panjang akar bibit R. mucronata... ... ...26
7. Estimasi jarak tanam bibit R. mucronata...27
8. Pertumbuhan diameter bibit R. mucronata.........28
9. Pertambahan tinggi bibit R.mucronata... ... ...28
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 4
2. Sistem perakaran pada tanaman (Raodan Ito, 1998) ... 11
3. Peta lokasi pembibitan Rhizophora mucronata ... 12
4. Layout persemaian ... 15
5. Sistem perakaran pada bibit R. mucronata selama 12 MST... 19
6. Persentase hidup bibit R. mucronata terhadap intensitas naungan ... 20
7. Mortalitas bibit R. mucronata terhadap intensitas naungan ... 21
8. Jumlah akar utama, akar primer dan akar sekunder bibitR. mucronata terhadap intensitas naungan ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Intensitas naungan 0% ulangan 1 ...40
2. Intensitas naungan 0% ulangan 2... ... ...41
3. Intensitas naungan 0% ulangan 3...43
4. Intensitas naungan 0% ulangan 4. ... ...45
5. Intensitas naungan 0% ulangan 5 ...46
6. Intensitas naungan 0% ulangan 6... ... ...47
7. Intensitas naungan 0% ulangan 7...48
8. Intensitas naungan 0% ulangan 8. ... ...49
9. Intensitas naungan 0% ulangan 9...50
10. Intensitas naungan 0% ulangan 10. ... ...51
11. Intensitas naungan 25% ulangan 1 ...53
12. Intensitas naungan 25% ulangan 2... ... ...54
13. Intensitas naungan 25% ulangan 3...55
14. Intensitas naungan 25% ulangan 4. ... ...56
15. Intensitas naungan 25% ulangan 5 ...57
16. Intensitas naungan 25% ulangan 6... ... ...58
17. Intensitas naungan 25% ulangan 7...60
18. Intensitas naungan 25% ulangan 8. ... ...61
19. Intensitas naungan 25% ulangan 9...62
20. Intensitas Naungan 25% ulangan 10. ... ...64
21. Intensitas naungan 50% ulangan 1 ...65
23. Intensitas naungan 50% ulangan 3...68
24. Intensitas naungan 50% ulangan 4. ... ...69
25. Intensitas naungan 50% ulangan 5 ...70
26. Intensitas naungan 50% ulangan 6... ... ...71
27. Intensitas naungan 50% ulangan 7...73
28. Intensitas naungan 50% ulangan 8. ... ...74
29. Intensitas naungan 50% ulangan 9...75
30. Intensitas naungan 50% ulangan 10. ... ...76
31. Intensitas naungan 75% ulangan 1 ...77
32. Intensitas naungan 75% ulangan 2... ... ...78
33. Intensitas naungan 75% ulangan 3...79
34. Intensitas naungan 75% ulangan 4. ... ...80
35. Intensitas naungan 75% ulangan 5 ...81
36. Intensitas naungan 75% ulangan 6... ... ...82
37. Intensitas naungan 75% ulangan 7...83
38. Intensitas naungan 75% ulangan 8. ... ...84
39. Intensitas naungan 75% ulangan 9...85
40. Intensitas Naungan 75% ulangan 10. ... ...86
41. Intensitas naungan 100% ulangan 1 ...87
42. Intensitas naungan 100% ulangan 2... ... ...87
43. Intensitas naungan 100% ulangan 3...88
44. Intensitas naungan 100% ulangan 4. ... ...89
45. Intensitas naungan 100% ulangan 5 ...90
47. Intensitas naungan 100% ulangan 7...92
48. Intensitas naungan 100% ulangan 8. ... ...93
49. Intensitas naungan 100% ulangan 9...94
50. Intensitas Naungan 100% ulangan 10. ... ...95
51. Diameter akar utama... ... ...96
52. Tabel ANOVA diameter akar utama SPSS 17...96
53. Tabel uji DMRT taraf 5% diameter akar utama SPSS 17. ... ...96
54. Panjang akar utama...96
55. Tabel ANOVA panjang akar utama SPSS 17. ... ...96
56. Tabel uji DMRT taraf 5% panjang akar utama SPSS 17 ...97
57. Jumlah akar utama... ...97
58. Tabel ANOVA jumlah akar utama SPSS 17...97
59. Tabel uji DMRT taraf 5% jumlah akar utama SPSS 17...97
60. Jumlah akar primer ...98
61. Tabel ANOVA jumlah akar primer SPSS 17...98
62. Tabel uji DMRT taraf 5% jumlah akar primer SPSS 17...98
63. Panjang akar primer. ... ...98
64. Tabel ANOVA panjang akar primer SPSS 17...98
65. Tabel uji DMRT taraf 5% panjang akar primer SPSS 17. ... ...99
66. Jumlah akar sekunder... ... ...99
67. Tabel ANOVA jumlah akar sekunder SPSS 17...99
68. Tabel uji DMRT taraf 5% jumlah akar primer SPSS 17. ... ...99
69. Biomassa akar...99
71. Tabel uji DMRT taraf 5% biomassa akar SPSS 17 ... 100
72. Luas Permukaan akar... ... ... 100
73. Tabel ANOVA luas permukaan akar SPSS 17... 100
74. Tabel uji DMRT taraf 5% luas permukaan akar SPSS 17... 100
75. Kerapatan panjang akar ...101
76. Tabel ANOVA kerapatan panjang akar SPSS 17... 101
77. Tabel uji DMRT taraf 5% kerapatan panjang akar SPSS 17... 101
78. Dimeter bibit. ... ... 101
79. Tabel ANOVA dimeter bibit SPSS 17... 101
80. Tabel uji DMRT taraf 5% diameter bibit SPSS 17...102
78. Tinggi bibit...102
79. Tabel ANOVA tinggi bibit SPSS 17...102
80. Tabel uji DMRT taraf 5% tinggi bibit SPSS 17... 102
81. Pemilihan lokasi pembibitan...103
82. Pembuatan media... ... .... 103
83. Pembuatan naungan ... 103
84. Pembibitan yang sudah siap...103
85. Pengukuran dan penandaan diameter dan panjang bibit... 103
86. Bibit R.mucronata pada naungan 25% ... 103
87. Bibit R.mucronata pada intensitas 0%...103
88. Pemanenan bibit... 103
89. Akar bibit R.mucronata pada intensitas 0%. ... ...104
90. Akar bibit R.mucronata pada intensitas 25%...104
92. Akar bibit R.mucronata pada intensitas 75%... ... ... 115
93. Akar bibit R.mucronata pada intensitas 100%...115
94. Penghitungan jumlah akar. ... ... .115
95. Pengukuran diameter akar utama...115
96. Pengukuran panjang akar ke tali. ... ... 115
ABSTRACT
WAHYUNAL YURISWAN: Root development of Rhizophora mucronata Lamk In Different Shade intensity. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
The reduced area of mangrove forests due to various pressures required rehabilitation activities throughout the damaged area mangrove forests. Rhizophora mucronata is one of the plants in the mangrove ecosystem that has stilt roots so that able to withstand the brunt of the ocean waves. It is need to provide R. mucronata seedlings in mangrove rehabilitation. This study aims to determine the best shade intensity for seedling root growth R. mucronata. This research was conducted in the seedling location of Jaring Halus Village sub- district Secanggang and Laboratory of Forest Soil Biology , Soil Departement, Agriculture Faculty, University of North Sumatera during 3 months i.e Oktober-January 2014. This research use the Completely random design (GRD) with 5 treatment i.e 0% of shading, 25% of shading, 50% of shading, 75% of shading, and 100% of shading for 15 replication. The results showed 0% shade intensity has better growing number of secondary roots and primary root length than the other shade intensity. In this study also estimated the spacing of R. mucronata seedlings is better at 3 x 2 meters based on the results of root length density.
ABSTRAK
WAHYUNAL YURISWAN : Perkembangan Akar Bibit Rhizophora Mucronata
Lamk Pada Berbagai Intensitas Naungan. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Menurunnya luasan hutan mangrove karena berbagai tekanan yang ada mengharuskan kegiatan rehabilitasi dilakukan diseluruh daerah hutan mangrove yang rusak. Rhizopora mucronata merupakan salah satu tumbuhan di ekosistem mangrove yang memiliki akar tunjang sehingga jenis ini mampu bertahan dari terjangan ombak laut. Hal ini membuat perlunya pembibitan jenis R. mucronata
dalam rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan menentukan intensitas naungan terbaik untuk pertumbuhan akar bibit R. mucronata. Penelitian dilakukan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang dan di Laboratorium Biologi Tanah Hutan, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Januari 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan, yaitu intensitas naungan (0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%) yang diulang sebanyak 10 sehingga diperoleh 50 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukaan intensitas naungan 0% memiliki pertumbuhan jumlah akar sekunder dan panjang akar primer yang lebih baik dari pada intensitas naungan lainnya. Dalam penelitian ini juga telah diestimasi jarak tanam bibit R. mucronata yang baik adalah 3 x 2 meter berdasarkan hasil kerapatan panjang akar.
Kata kunci: Akar, Intensitas Naungan, Perkembangan, Rhizophora Mucronata
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau. Pada umumnya formasi tanaman di dominasi oleh jenis-jenis tanaman bakau. Oleh karena itu istilah bakau digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rhizophora. Sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut (Harahab, 2010).
Dari keseluruhan mangrove di dunia, Indonesia memiliki luasan terluas (3,189 juta hektar), diikuti oleh Brazil (1,300 juta hektar), Australia (0,991 juta hektar), dan Mexico (0,77 juta hektar). Luas mangrove Indonesia diperkirakan sekitar 20.9% dari total mengrove dunia (Spalding dkk, 2010). Tahun 1982, luas ekosistem mangrove mencapai 4,25 juta hektar, namun terus mengalami penurunan karena tekanan pembangunan dan faktor antropogenik lainnya.
Menurunnya luasan hutan mangrove karena berbagai tekanan yang ada mengharuskan kegiatan rehabilitasi dilakukan diseluruh daerah hutan mangrove yang rusak. Perencanaan yang tepat dan penggunaan bibit yang baik dapat meningkatkan keberhasilan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. R. mucronatamerupakan salah satu jenis yang diminati dalam kegiatan rehabilitasi karena kemampuannya dalam beradaptasi di kondisi salinitas yang cukup tinggi.
dengan kualitas unggul dari pertumbuhan tinggi dan jumlah daun.Naungan dengan intensitas 25% meningkatkan pertumbuhan diameter dari R.mucronata
(Adres, 2011).
Ruang tumbuh terbagi ke dalam dua bagian yaitu ruang di atas tanah dan ruang di bawah tanah. Pengaturan ruang di atas tanah dimaksudkan agar tajuk berkembang secara optimal, dan bertujuan untuk menurunkan persaingan intensitas cahaya matahari. Tindakan silvikultur yang sesuai untuk itu adalah pemangkasan dan penjarangan. Pengaturan ruang di bawah tanah dimaksudkan agar akar berkembang secara optimal dan mengurangi persaingan hara dan air serta memberikan ruang penyebaran akar dalam tanah. Tindakan silvikultur yang sesuai adalah pengaturan lebar jarak tanam dan bentuk lubang tanam. Lebar jarak tanam ditentukan berdasarkan kecepatan pemanjangan akar, sedangkan bentuk lubang tanam ditentukan berdasarkan struktur akar(Rusdiana dkk, 2000).
Akar merupakan tempat masuknya hara yang diserap oleh tanaman termasuk juga R. mucronata. Akar menyerap hara dan menyalurkannya ke daun untuk diproses menjadi energi melalui fotosistesis. Penelitian terhadap perakaran pada tumbuhan mangrove, terkhusus pertumbuhan akar pada jenis R. mucronata
masih sedikit. Dengan adanya data pertumbuhan akar maka akan dapat dibuat estimasi jarak tanam yang baik sehingga tidak terjadi perebutan hara dan dapat memberikan ruang bagi pertumbuhan akar.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penelitian yang berjudul perkembangan akar bibit R. mucronata Lamk pada berbagai intensitas naungan yang bertujuan untuk mendapatkan data pertumbuhan akar R.mucronata
intensitas naungan terbaik pada pembibitan dan jarak tanam terbaik pada penanaman R.mucronata.
Kerangka Pemikiran
R. mucronata merupakan salah satu tumbuhan di ekosistem mangrove yang memiliki akar tunjang dari beberapa di antaranya. Besarnya propagul dan daya tahan terhadap terjangan ombak menjadikan jenis ini sebagai salah satu jenis yang sering digunakan dalam rehabilitasi lahan mangrove. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian pengaruh naungan terhadap pertumbuhan propagul R. mucronata. Penelitian sebelumnya mencari intensitas naungan terbaik terhadap pertumbuhan R. mucronata. Penelitian sebelumnya hanya berfokus kepada pertumbuhan R. mucronata bagian atas tanah (tinggi, diameter, jumlah daun dan luah daun). Penelitian lanjutan ini untuk mengembangkan penelitian terhadap naungan yang berfokus kepada pertumbuhan
R. mucronata bagian bawah tanah yaitu akar. Dengan diketahui perkembangan akar pada setiap intensitas naungan maka dapat direkomendasikan intensitas
naungan dan jarak tanam yang baik untuk pembibitan dan penanaman
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan Penelitian
Menentukan intensitas naungan terbaik untuk pertumbuhan akar bibit
Rhizopora mucronata Lamk Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan pertumbuhan akar R. muronata diberbagai intensitas naungan
2. Intensitas naungan 50% berpengaruh paling baik untuk pertumbuhan akar bibit R. mucronata Lamk.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi intensitas naungan terbaik pada pembibitan di persemaian R.mucronata berdasarkan pertumbuhan akar
2. Menjadi referensi bagi masyarakat dalam menentukan jarak tanam terbaik untuk penanaman jenis R.mucronata .
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan mangrove
Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut
merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru.
Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat
lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan memperlambat arus,
sementara vegetasi secara keseluruhan dapat memerangkap sedimen
(Davies dan Claridge, 1993 dan Othman, 1994).
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada
daerah terbuka,daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai
hampir tawar, sertadaerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.
a) Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan
(1980)menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatera Selatan, di zona ini
didominasioleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul
dipengaruhi olehair laut. van Steenis (1958) melaporkan bahwa S. alba dan A.
alba merupakanjenis-jenis ko-dominan pada areal pantai yang sangat tergenang
ini. Komiyama, dkk(1988) menemukan bahwa di Halmahera, Maluku, di zona ini
didominasi oleh S.alba. Komposisi floristik dari komunitas di zona terbuka sangat
bergantung padasubstratnya. S. alba cenderung untuk mendominasi daerah
berpasir, sementaraAvicennia marina dan Rhizophora mucronata cenderung untuk
demikian, Sonneratiaakan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya
kaya akan bahan organik(Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993).
b) Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Di zona
inibiasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Namun, Samingan (1980)
menemukandi Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis
penting lainnyayang ditemukan di Karang Agung adalah B. gymnorrhiza,
Excoecariaagallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis.
c) Mangrove payau
Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar.
Dizona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di
KarangAgung, komunitas N. fruticans terdapat pada jalur yang sempit di
sepanjangsebagian besar sungai. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan
tegakanN.fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera
sp, Glutarenghas, Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum. Ke arah
pantai,campuran komunitas Sonneratia - Nypa lebih sering ditemukan. Di
sebagianbesar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut
SungaiBarito di Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai Singkil di Aceh,
Sonneratiacaseolaris lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir
tawar(Giesen & van Balen, 1991).
d) Mangrove daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang
jalurhijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada
Lumnitzeraracemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Kantor Menteri
NegaraLingkungan Hidup, 1993). Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih
tinggidibandingkan dengan zona lainnya.
Rhizophora mucronata
Nama Lokal : Bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap,
bakau merah, jankar, lenggayong, belukap, lolaro. Merupakan Pohon dengan
ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batangmemiliki diameter
hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah
horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian
bawah. R. mucronata lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir.
Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai
pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh
dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang
dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis
tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan
terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga
menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah
naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal
tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang
kemudian melindungi mereka(Rusila dkk,1999).
Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut
merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru.
Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur,pohonnya
keseluruhan dapat memerangkap sedimen (Davies and Claridge, 1993 dan
Othman, 1994).
Naungan
Untuk R. mucronata, R. aiculata dan C. tagal perlu naungan yang hanya menerima 50% cahaya matahari. Untuk X. granatum, B.gymnorrhiza, A. marina
dan S. alba perlu nungan yang hanya menerima 70% cahayamatahari. Sebaiknya naungan yang berupa jaring pelatik juga dipasang disemua sisinya. Satu bulan sebelum bibit siapditanamdilapangan, bibit dimantapkan dengan membuka naungan (Khazali, 1999).Biomassa total tertinggi adalah bibit dengan intensitas naungan 75% sebesar 0.813 gram sedangkan biomassa terendah adalah bibit dengan intensitas naungan 0% sebesar 0.529 gram (Adres, 2011).
Perakaran
tunjang, karena selain berfungsi sebagai penyerap bahan makanan dari tanah dan air tampak berfungsi juga sebagai penunjang (Sukardjo, 1984).
Menurut Hidayat (1995), pembentukan akar lateral dimulai dengan pembelahan periklinal yang terjadi pada beberapa sel perisikel. Sel yang dihasilkan membelah lagi secara periklinal atau antiklinal sehingga terjadi himpunan sel. Pada waktu primordium akar bertambah panjang, korteks ditembus sehingga akar lateral muncul di permukaan akar induknya.
Mangrove tumbuh selaras dengan penam-bahan lahan. Tetapi ada dua pendapat yang saling berlawanan mengenai peranan mang-rove dan proses penambahan lahan. van Steenis (1958) berpendapat bahwa perakaran mangrove yang khas tidak berfungsi sebagai penahan lumpur dan faktor utama penambahan lahan, tetapi sistem perakaran berkembang mengikuti penimbunan lumpur. Sebaliknya Davis (1940) mengatakan bahwa perakaran mangrove berperan sebagai penahan lumpur, sehingga sistem perakaran mangrove berperan dalam perluasan lahan.
banyak akar samping yang panjang dan berfungsi sebagai jangkar (Sukardjo, 1984).
Gambar 2. Sistem perakaran pada tanaman (Rao dan Ito, 1998)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelititan ini dilaksanakan dari Oktober – Januari 2014 di Persemaian Mangrove untuk Program Rehabilitasi Hutan Mangrove Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten langkat, Sumatera Utara. Kegiatan Pengovenan akar dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Hutan, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Kondisi Geografis Desa
Gambar 3. Peta lokasi pembibitan Rhizophora mucronata
Desa Jaring Halus terletak diantara 98’ 33.30” – 98’ 34,30” LU, dan 3’57,00” – 3’56,00” BT. Yang berbatasan dengan:
- Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Selatan berbatasan dengan Desa Secanggang
- Timur berbatasan dengan Desa Selotong/ Kuala Selotong
Kondisi Tanah dan Iklim Desa Jaring Halus
Tanah di Desa jaring Halus Merupakan Tanah pasir laut. Keadaan iklim ditadai dengan curah hujan yang bervariasi antara 2000-35000 mm/tahun. Rata-rata curah hujan perbulan adalah 142,59 mm/bulan dengan Rata-rata-Rata-rata hujan 10 hari per bulan. Dengan demikinan sebagian besar lahan di Desa Jaring Halus tidak cocok untuk lahan pertanian pangan hanya bisa ditumbuhi hutan mangrove.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah jangka sorong, kamera, meteran, Parang,oven, timbangan, Software Excel.Bahan yang digunakan adalah propagul Rizhophora mucronata Lamk dengan ukuran panjang ≥5 0 cm, paranet 100%, 50%, 75%, 25%, polybag 10x15cm, kain sering, tanah lumpur disekitar lokasi persemaian, tali plastik, label, alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 10 ulangan sehingga didapat 50 unit percobaan. Metode analisa yang digunakan adalah sidik ragam ANOVA dengan uji lanjut untuk menentukan nilai yang berpengaruh maupun yang tidak dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Model linier yang digunakan adalah:
Yij = μ + τi +
ɛ
ijKeterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan intensitas naungan ke-i.
τi = Pengaruh perlakuan intensitas naungan ke-i
ɛ
ij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan intensitas naungan ke-iPerlakuan yang digunakan adalah : N0 = Tanpa naungan (0 %)
N1 = Paranet dengan intensitas naungan 25 % N2 = Paranet dengan intensitas naungan 50% N3 = Paranet dengan intensitas naungan 75%
N4 = Paranet dengan intensitas naungan 100% (kontrol) Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri atas beberapa tahap yaitu : 1. Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu, membuat batasan dari jangkauan kambing. Lokasi persemaian yang dipilih diusahakan mendapatkan air pasang lebih kurang 20 kali/bulan agar tidak dilakukan kegiatan penyiraman bibit.
2. Pembangunan tempat dan bedeng persemaian
Gambar 4 .Layout Persemaian
3. Persiapan media , pengumpulan benih dan penanaman di polibag
Media yang digunakan untuk pertumbuhan R. mucronata adalah lumpur disekitar persemaian yang telah dikompositkan. Dipilih 10 titik dari sekitar persemaian kemudian diambil tanah sedalam 0-20cm sebanyak 2 kg. Tanah yang dikumpulkan diaduk menjadi satu untuk dapat digunakan pada 50 polibag berukuran 10cm x 15cm. Benih propagul yang sudah jatuh dikumpulkan dari hutan Desa Jaring Halus dan diseleksi benih yang sehat, segar, tanpa hama dan penyakit dan belum berakar. Penanaman dilakukan ketika air laut surut sehingga memudahkan dalam penandaan. Dibuat lubang menggunakan bambu sedalam 7cm dan dimasukkan popagul yang telah diseleksi.
Tabel 1. Karakteristik benih matang
Spesies Ukuran Warna dan Ciri Lainnya
R. mucronata ± 50 cm panjangnya Warna kotiledon berubah dari hijau muda menjadi
Kuning R. apiculata ± 20 cm panjangnya
± 14 mm diameternya
Warna kotiledon berubah dari merah menjadi
Kuningan
Parameter yang Diamati
Pengamatan dilakukan diawal sebelum penanaman dan diakhir penelitian dengan parameter yang diamati adalah :
1. Persentase Hidup (%)
Persentase hidup dihitung dengan membandingkan antara jumlah bibit yang hidup dan jumlah biibit yang ditanam pada awal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian (Yusmaini dan Suharsi, 2008)
Persentase Hidup (%) =Jumlah Bibit yang Hidup Jumlah Propagul yang Ditanam
x 100%
2. Mortalitas (%)
Kematian bibit dihitung dengan membandingkan antara jumlah bibit yang mati dan jumlah biibit yang ditanam pada awal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian
Mortalitas (%) =Jumlah Bibit yang Mati Jumlah Propagul yang Ditanam
x 100%
3. Jumlah akar
Perhitungan jumlah akar dilakukan secara manual dengan menggunakan
counteryang dilakukan setelah pemanenan bibit R.mucronata. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem perakaran (tingkat percabangan) menurut klasifikasi Rao dan Ito (1998), yang terdiri dari :
4. Panjang akar
Pengukuranpanjang akar dilakukan secara manual dengan menggunakan
mistar dan benang. Pengukuran panjang dilakukan setelah pemanenan bibit
R.mucronata. Panjang akar diukur berdasarkan kedudukan akar pada sistem perakaran (tingkat percabangan) menurut klasifikasi Rao dan Ito (1998).
5. Diameter akar
Pengukuran diameter dilakukan setelah pemanenan bibit
R.mucronata,dimana akar dapat memberikan informasi penting hubungannya dengan ukuran pori tanah dan potensial penetrasi akar (Bohm, 1979). Pengukuran diameter akar dilakukan pada setiap tipe percabangan menurut dengan menggunakan kaliperyang dilakukan setelah pemanenan bibit R.mucronata(Rao dan Ito,1998)
6. Biomassa akar
Penghitunganbiomassa akar dilakukan setelah pemanenan bibit R. mucronata, yang terlebih dahulu akar dioven pada suhu 105°C selama 20 jam (Schuurman and Goedewaagen, 1971). Akar yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui biomassa akarnya.
Biomassa akar (g) = Berat awal – Berat kering oven Berat kering oven
x 100%
7. Luas permukaan akar
Luas permukaan akar (cm2)= 1 3
x
π
xr
xl
Ket: π = 3,14
r = Diameter akar l = Panjang akar 8. Kerapatan panjang akar
Perhitungan kerapatan panjang akar dilakukan setelah pengukuran panjang akar bibit R.mucronata.Kerapatan panjang akar (root length density) dihitung untuk mengetahui kerapatan penyebaran akar dalam tanah. Nilainya diperoleh dari perbandingan antara total panjang akar dengan volume tanah dalam polybagnya. Nilai perhitungan panjang akar dapat dijadikan acuan standard dalam estimasi jarak tanam yang diambil dari nilai rata-rata kerapatan akar bibit R. mucronata
Kerapatan panjang akar (cm) =
Volume Tanah dalam Polybag Total Panjang akar____
8. Diameter bibit (cm)
Pengukuran diameter bibit dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada awal pembibitan dan diakhir pengamatan setelah pemanenan. Diameter diukur pada panjang 15 cm dari pangkal bawah bibit Rhizophora muronata.
9. Tinggi bibit (cm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sistem perakaran pada bibit Rhizophora mucronata baik tap root, primary root dan secondary root disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 .Sistem perakaran pada bibit R.mucronata pada 12 Minggu Setelah Tanam
Berdasarkan Gambar 5 tidak ditemukan akar tersier pada bibit
R. mucronata setelah pemanenan. Perakaran yang dapat ditemui adalah akar utama, akar primer dan akar sekunder.
Persentase hidup bibit R. mucronata
Dari hasil pengamatan bibit R. mucronata dengan perlakuan intensitas naungan yang diberikan memiliki keberhasilan hidup 100% terdapat pada setiap
ulangan selama 12 Minggu Setelah Tanam (STM). Persentase hidup bibit
0
Gambar 6. Persentase hidup 50 bibitR. mucronata terhadap intensitas naungan Dari Gambar 6 dapat dilihat tidak adanya perbedaan persentase hidup bibit
R.mucronata atau dengan kata lain seluruh bibit yang ditanam di setiap intensitas naungan hidup dan memiliki penyebaran persen hidup yang sama.
Mortalitas bibit R. mucronata
Kematian bibit R.mucronata dalam perlakuan intensitas naungan yang diberikan tidak terlihat atau memiliki mortalitas 0%. Grafik mortalitas bibit
R.mucronata disajikan pada Gambar 7.
0% 25% 50% 75% 100%
Dalam penghitungan jumlah akar pada masing-masing ulangan ditemukan akar utama, akar primer dan akar sekunder. Sedangkan akar tersier tidak ditemukan pada setiap ulangan. Perbandingan antara jumlah akar utama, primer dan sekunder pada bibit R.mucronata dengan masing-masing intensitas naungan
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Jumlah akar utama, akar primer dan akar sekunder bibit R. mucronata
terhadap intensitas naungan
135,6 akar sekunder.Intensitas naungan yang diberikan pada bibit R.mucronata
tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah akar utama dan akar primer. Pertumbuhan yang merata pada akar utama dan akar primer dapat dilihat dari uji DMRT pada taraf 5%. Untuk akar sekunder intensitas naungan pada bibit
R.mucronata memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah akar sekunder dimana tidak meratanya pertumbuhan jumlah akar sekunder. Dari hasil uji DMRT pada taraf 5% didapatkan intensitas naungan 0% memiliki nilai yang terbaik untuk pertumbuhan akar sekunder.
Diameter akar utama bibit R. mucronata
Pengukuran diameter akar utama pada bibit R.mucronata didapatkan rata-rata diameter terbesar pada intensitas naungan 100% yaitu 2,97cm dan pada intensitas naungan 50% rata-rata diameter akar utama memiliki nilai paling kecil yaitu 2,46cm. Penyebaran diameter telah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pertumbuhan diameter akar utama.
Perlakuan Diameter akar
Intensitas Naungan 0% 2,65a
Intensitas Naungan 25% 2,52a Intensitas Naungan 50% 2,46a Intensitas Naungan 75% 2,47a Intensitas Naungan 100% 2,97a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
0% 25% 50% 75% 100%
Panjang akar utama dan akar primer bibit R. mucronata
Perbandingan panjang akar utama dan akar primer disajikan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Panjang akar utama dan akar primer bibit R. mucronata terhadap intensitas naungan
Tabel 3. Pertambahan panjang akar utama dan akar primer bibit R.mucronata
Perlakuan Panjang akar (cm)
Akar utama Akar primer Intensitas Naungan 0% 6,53a 2.07b
Intensitas Naungan 25% 7,11ab 1.65ab
Intensitas Naungan 50% 6,41ab 1.41ab
Intensitas Naungan 75% 4,20ab 1.20a
Intensitas Naungan 100% 8,35b 1.62ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa intensitas naungan yang diberikan pada bibir R.mucronata baik pada panjang akar utama maupun diameter akar utama tidak memiliki pengaruh nyata. Pertubuhan yang sama atau merata dimasing-masing intensita snaungan yang ada dapat dilihat dari uji DMRT pada taraf 5% tabel 3. Nilai dai uji DMRT tersebut memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara intensitas naungan satu dengan lainnya.
Biomassa akar pada bibit R. mucronata
Biomassa akar bibit R.mucronata pada 12 MST memiliki nilai yang berbeda-beda. Intensitas naungan yang diberikan memberikan perbedaan biomassa pada masing-masing perlakuan. Biomassa tertinggi terdapat pada intensitas naungan 25% yaitu sebesar 13,10g. Sedangkan biomassa terendah berada pada intensitas naungan 75% yaitu sebesar 9,79g. Penyebaran biomassa total pada bibit R.mucronata untuk masing-masing intensitas telah disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Biomassa akar bibit R.mucronata.
Perlakuan Biomassa akar (g)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa biomassa total yang didapatkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau memiliki penyebaran yang merata. Hasil uji DMRT pada taraf 5% memperlihatkan bahwa penyebaran berat biomassa pada masing-masing intesitas memiliki nilai yang hampir sama atau dapat dikatakan bahwa intesitas naungan terhadap biomassa tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Luas permukaan akar utama pada bibit R. mucronata
Hasil perhitungan untuk luas permukaan akar utama pada bibitR.mucronata didapatkan intensitas naungan 100% memiliki nilai rata-rata yang tertinggi sebesar 300.25cm2 dan intensitas naungan 0% memiliki nilai rata-rata terkecil. Penyebaran nilai rata-rata-rata-rata luas permukaan akar utama pada bibit
R.mucranata telah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas permukaan akar utama bibit R.mucronata.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa penyebaran luas permukaan pada masing-masing perlakuan yang ada memiliki nilai yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Hasil uji DMRT pada taraf 5% pada luas permukaan akar utama terhadap bibit R. mucronata memperlihatkan bahwa tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Kerapatan panjang akar bibit R. mucronata
Hasil perhitungan untuk panjang akar pada bibit R.mucronata didapatkan intensitas naungan 100% memiliki nilai rata-rata yang tertinggi sebesar 169.57 cm
dan intensitas naungan 0% memiliki nilai rata-rata terkecil sebesar 133.42cm. Penyebaran nilai rata-rata luas permukaan akar utama pada bibit R.mucranata
telah disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kerapatan panjang akar bibit R.mucronata.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa Kerapatan panjang akar pada masing-masing perlakuan yang ada memiliki nilai yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Hasil uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan kerapatan panjang akar terhadap bibit R. mucronata tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Kerapatan panjang akar juga dapat dijadikan salah satu standard dalam estimasi jarak tanam pada saat penanaman. Estimasi jarak tanam di sajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Estimasi jarak tanam bibit R.mucronata.
Pada hasil perhitungan estimasi jarak tanam pada bibit R.mucranata
didapatkan jarak 3x2 m untuk jarak minimal dalam penanaman. Estimasi jarak ini didapatkan dari nilai kerapatan panjang akar perbulannya dan diestimasikan dalam kurun waktu 1 tahun.
Perlakuan Kerapatan panjang akar (cm) Intensitas Naungan 0% 133.42a
Intensitas Naungan 25% 147.87a Intensitas Naungan 50% 155.24a Intensitas Naungan 75% 161.18a Intensitas Naungan 100% 169.57a
Kerapatan panjang akar Pertumbuhan selama 4 MST Pertumbuhan selama 1 tahun (cm)
Dimeter bibit R. mucronata
Pertumbuhan diameter bibit R.mucronata dengan intensitas naungan 50% memiliki nilai rata-rata terbesar yaitu 0,620cm pada masa 12 MST. Intensitas naungan 0% memiliki nilai rata-rata pertumbuhan diameter terkecil yaitu 0.5040cm. Penyebaran diameter bibit R.mucronata pada masing-masing perlakuan telah disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pertumbuhan diameter bibit R. mucronata.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pertumuhan diameter bibit pada masing-masing perlakuan yang ada memiliki nilai yang berbeda antara satu dengan lainnya dimana terdapat perbedaan tumbuh yang signifikan. Dapat dilihat bahwa intensitas naungan 50% memberikan pengeruh pertumbuhan diameter bibit
R.mucronata yang terbaik. Hasil uji DMRT pada taraf 5% pada pertumbuhan diamater terhadap bibit R. mucronata memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Tinggi bibit R. mucronata
Pertambahan tinggi bibit R.mucronata dengan intensitas naungan 50% memiliki nilai rata-rata pertambahan terbesar yaitu 19,17cm pada masa 12 MST. Intensitas naungan 0% memiliki nilai rata-rata pertambahan tinggi terkecil yaitu 9.36cm. Penyebaran pertambahan tinggi bibit R.mucronata pada masing-masing perlakuan telah disajikan pada Tabel 9.
Perlakuan Diameter bibit R.mucronata (cm)
Intensitas Naungan 0% 0.5040a
Intensitas Naungan 25% 0.6070c
Intensitas Naungan 50% 0.6270c
Intensitas Naungan 75% 0.5810bc
Tabel 9. Pertambahan tinggi bibit R.mucronata
Perlakuan Tinggi bibit R.mucronata (cm)
Intensitas Naungan 0% 9.36a
Intensitas Naungan 25% 14.19b
Intensitas Naungan 50% 19.17c
Intensitas Naungan 75% 12.98b
Intensitas Naungan 100% 12.90b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Dari Tabel 9 terlihat bahwa pertambahan tinggi bibit pada masing-masing perlakuan yang ada memiliki nilai yang berbeda antara satu dengan lainnya dimana terdapat perbedaan tumbuh yang signifikan. Dapat dilihat bahwa intensitas naungan 50% memberikan pengaruh pertambahan tinggi bibit
R.mucronata yang terbaik. Hasil uji DMRT pada taraf 5% pada pertambahan tinggi terhadap bibit R. mucronata memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Tabel 10. Parameter yang diamati pada perlakuan intensitas naungan bibit
R.mucronata
Keterangan : Parameter yang di checklist (√) memiliki nilai rata-rata tertinggi dan perbedaan yang nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5% dari setiap perlakuan yang diberikan
rata-rata tertinggi jumlah akar sekunder dan panjang akar primer diperoleh pada intensitas naungan 0%, sedangkan pertumbuhan bibit terbaik pada intensitas naungan 50% (Tabel 10)
Pembahasan
Dari hasil pengamatan persen hidup dan mortalitas pada bibit R.mucronata
memiliki perbedaan yang signifikan dimana persen hidup bibit R.mucronata
mencapai 100% dengan mortalitas 0% atau kematian bibit tidak terjadi. Hal ini menggambarkan bahwa daya tahan bibit yang tinggi R.mucronata terhadap berbagai intensitas naungan. Bibit R.mucronata dapat bertahan dan tumbuh baik disetiap perlakuan intensitas naungan walau terdapat perbedaan cahaya yang masuk kedalam naungan selam 12 MST. Tempat tumbuh jenis R.mucronata yang sering dijumpai di pasang tinggi pada bagian dalam hutan mangrove mengakibatkan sulitnya cahaya yang masuk kedalam dasar hutan, namun
R.mucronata tetap tumbuh baik.
intensitas naungan 100% uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan pertumbuhan akar sekunder yang jauh lebih sedikit sebanyak 135,6 akar sekunder.Hal ini sesuai dengan studi Kramer dan Kozlowski (1960) bahwa keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.
Studi tersebut juga didukung oleh penelitian Gorat (2010) ukuran bibit R. mucronata 60cm memiliki cadangan makanan yang banyak untuk menunjang pertumbuhannya, naik untuk pertumbuhan plumula dan radikula. Perbedaan yang signifikan pada akar sekunder dimana terjadi perbedaan jumlah akar sekunder pada masing-masing perlakuan dimungkinkan karena cadangan makanan yang telah habis sehingga untuk pertumbuhan akar sekunder menggunakan hasil dari fotosintesis. Hal ini sesuai dengan laporan Marschner (1995) bahwa cahaya dan suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit di persemaian.
Pada pengukuran diameter dan panjang akar utama pada bibit
tidak goyang jika diterpa ombak dan lebih memiliki potensial mendapatkan unsur hara yang lebih banyak untuk pertumbuhan .
Panjang akar primer pada uji DMRT pada taraf 5% terlihat perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan.Intensitas Naungan 0% menunjukkan nilai panjang yang maksimal pada panjang akar primer sebesar 2.07cm dan memiliki nilai rata-rata pertumbuhan terkecil pada intensitas naungan 75% sebesar 1.20cm.Biomassa akar yang tertinggi berada pada intensitas naungan 25% dengan rata-rata biomassa yang diperoleh sebesar 13,10 gram dan yang terendah berada pada intensitas naungan naungan 25% 9,79gram. Tingginya biomassa akar pada intensitas naungan 25% dikarenakan jumlah cahaya yang masuk kedalam naungan optimal untuk proses fotosintesis sehingga nilai dari biomassa akarnya meningkat. Hasil ini didukung oleh studi Tohari dkk (2004) bahwa besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering. Uji DMRT pada taraf 5% memperlihatkan bahwa biomassa akar pada setiap perlakuan tersebar merata atau tidak berbeda jauh sehingga intesitas naungan yang diberikan selama 12 MST tidak berpengaruh terhadap biomassa akar bibit
R.mucronata.
bersaing merebut unsur-hara menjadi lebih besar dikarenakan luas bidang kontaknya kepada partikel-partikel tanah lebih besar. Bibit R.mucronata pada intensitas naungan 100% dapat lebih bersaing ketika ditanam dilokasi penanaman karna memiliki luas permukaan akar yang lebih tinggi. Luas permukaan akar penting untuk ke ketahui karena berhubungan dalam mengetahui seberapa besar akar dalam menyerap air dan unsur hara.
Hasil ini sesuai dengan laporan Baluska (1995) bahwa akar berfungsi menyerap air dan nutrisi dari tanah–tanah disekitar tanaman, sistem akar yang baik adalah kunci untuk menghasilkan tanaman yang baik, rasio akar dan pucuk adalah suatu metode pengukuran yang membantu kita untuk mendata tingkat kesuburan tanah. Hasil uji DMRT pada taraf 5% pada luas permukaan akar utama terhadap bibit R. mucronata memperlihatkan bahwa tidak berbeda nyata luas permukaan akar antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya atau dengan kata lain perlakuan yang diberikan yaitu intensitas naungan tidak memberikan respon yang berbeda antara luas permukaan akar bibit R.mucronata.
Hasil perhitungan kerapatan panjang akar pada bibit
bertahan. Nilai rata-rata total kerapatan panjang akar hasil uji DMRT pada taraf 5% bibit R.mucronata memperlihatkan bahwa tidak berbeda nyata kerapatan panjang akar antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Pada hasil pengukuran pertumbuhan tinggi bibit R.mucronata intensitas naungan 50% menghasilkan nilai pertumbuhan rata-rata tertinggi sebesar 19,17cm dan terendah pada intensitas naungan 0% sebesar 9,36 cm. Sedangkan untuk pengukuran diameter bibit R.mucronata juga memiliki nilai yang berbanding lurus dengan panjang bibit R.mucronata dimana nilai rata-rata tertinggi berada pada intensitas naungan 50% sebesar 0.627cm dengan nilai rata-rata terendah pada intensitas naungan 0% sebesar 0.504cm. Hasil uji DMRT pada taraf 5% di kedua parameter tersebut juga menunjukaan pertumbuhan yang berbeda di setiap perlakuan yang diberikan.
Petumbuahan bagian atas bibit R.mucronata seperti diameter dan tinggi dengan bagian pertumbuhan bagian bawah seperti panjang akar primer dan jumlah akar sekunder menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbanding lurus dimana perlakuan yang berbeda menghasilkan pertumbuhan yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan dengan penelitian Gorat (2010) bahwa keberhasilan pembibitan bibit R.mucronata diperngaruhi oleh faktor seperti ketersediaan air, kandungan cadangan makanan (karbohidrat) dalam jaringan sel dan hormon endogen didalam jaringan stek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan pertumbuhan panjang akar primer dan jumlah akar sekunder pada uji DMRT taraf 5% dimana intensitas naungan 0% memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari pada intensitas naungan lainnya.
2. Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan yang signifikan dalam parameter persen hidup, mortalitas, jumlah akar utama, jumlah akar primer, diameter akar utama, panjang akar utama, panjang akar primer, biomassa, luas permukaan akar, kerapatan panjang akar terhadap perlakuan intensitas naungan
3. Estimasi jarak tanam minimal yang diperoleh dari studi kerapatan panjang akar adalah 3 x 2 meter.
4. Pertumbuhan akar berbanding terbalik terhadap tinggi dan diameter bibit berdasarkan uji DMRT taraf 5% dimana pertumbuhan terbaik untuk tinggi dan diameter bibit R. mucronatapada intensitas naungan 50%
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adres, L. 2011. Pertumbuhan bibit Rhizophora mucronata Lamk pada Berbagai Intensitas Naungan. USU press . Medan
Baluska, F. 1995. Structure and Function of Roots. Kluwer Academic. Dordrecht. The Netherlands.
Bohm. W., 1979. Methods of Studying Root Systems. Springer - Verlag Berlin Heidelberg New York. Ecological Studies 33.
Davies, J. & G. Claridge. 1993. Wetland Benefits. The Potential for Wetlands toSupport and Maintain Development. Asian Wetland Bureau, InternationalWaterfowl & Wetlands Research Bureau, Wetlands for the America’s, 45 hal.
Davis Jr. J.H. 1940. The ecology and geo-logic role of mangrove in Florida.
Carne-gie Inst. Wash Publ. 517 : 303 – 412 de HAAN.
Giesen, W. & B. van Balen. 1991. Several Short Surveys of Sumatran
Wetlands.Notes and Observations. Laporan Proyek PHPA/AWB Sumatra Wetlands No.26, 98 hal.
Gorat, J. 2010. Pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata Lamk dari berbagai ukuran. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Harahab, N. 2010. Penilaian ekonomi ekosistem hutan mangrove dan aplikasinya dalam perencanaan wilayah pesisir. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Ed. 1 Cet. 3. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Hidayat, N. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Ganesa Exact. Bandung
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1993. Pengelolaan Ekosistem Hutan
Mangrove. Prosiding Lokakarya Pemantapan Strategi Pengelolaan LingkunganWilayah Pesisir dan Lautan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.Kapal Kerinci, 11-13 September 1993, 47 hal.
Khazali, M.1999. Panduan teknis penanaman mangrove bersama masyarakat. Wetlands International. Bogor
Kremer, D. J. dan T. T Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees, dalam Pengkajian penerapan teknik budidaya Rhizophora mucronata dengan stek hipokotil, Mulyani, N., C. Kusmana. dan Supriyanto. 1999. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 5 : 57-65.
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants, dalam Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii BL.), Delvian. 2006. Peronema Forestry Science Journal. 2 : 10-15.
Othman, M.A. 1994. Value of Mangroves in Coastal Protection.
Hydrobiologia,285: 277-282.
Poedjirahajoe. 2006. Klasifikasi Lahan Potensil untuk Rehabilitasi Mang-rove di Pantai Utara Jawa Tengah. Disertasi. Universitas Gajah Mada. Yokyakarta. Rao, T.P. and Ito, O. 1998. Differences in root system morphology and root
respiration to nitrogen uptake among six crop sciences. Japan Agriculture Research Quarterly 32:97-103
Robinson, J. C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238 p. Rusdiana O, Fakuara Y, Kusmana C, Hidayat Y. 2000. Respon pertumbuhan akar tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) terhadap kepadatan dan kandungan air tanah podsolik merah kuning. JManaj Hut Trop XI (2): 43-53.
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Samingan, M.T. 1980. Notes on the Vegetation of the Tidal Areas of South
Sumatra, Indonesia, with Special Reference to Karang Agung. Dalam International SocialTropical Ecology, Kuala Lumpur. Hal. 1107-1112.
Schuurman, J.J., and M.A. J.Goedewaagen. 1971. Methods for the Examination of Root Systems and Roots. Wageningen. The Netherlands.
Spalding, M., Kainuma, M., and Collins L. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
Sukardjo,S. 1984. Ekosistem mangrove. Oseana. Volume IX (4) : 102-115.
Tohari, Libria, dan W. Endang, S. 2004. Pengaruh intensitas cahaya dan kadar daminosida terhadap iklim mikro dan pertumbuhan tanaman. Ilmu Pertanian II(2) : 33-42.
Tabel 1. Intensitas Naungan 0% ualangan 1.
Akar Taproot Diameter Panjang Jenis Akar Panjang VI
Panjang V Panjang IV Panjang III Panjang II
Panjang 1 Jumlah
1 2 11,6 Primer 12 55 76 143
2 3 14 Primer 15 3 5 23
3 3 3 Primer 4 4 3 2 7
Sekunder 350
4 4 3,5 Primer 2 4 10 184 200
5 2 3,2 Primer 3 5 2 10
6 2 2 Primer 2 2 1 18 23
7 3 6,5 Primer 6 19 25
8 2 6,1 Primer 12 5 19 36
9 3 2,3 Primer 4 3 7
Sekunder 200
10 2,3 3,7 Primer 6 21 27
11 4 3,4 Primer 0
12 3 7,2 Primer 15 30 255 300 13 1,7 2,3 Primer 7 10 17 14 0,2 3,2 Primer 40 40
15 2 3,1 Primer 6 39 45
16 2,3 2,5 Primer 6 5 29 40
Sekunder 300
17 2,5 3,7 Primer 8 6 1 15
Sekunder 37
19 3,2 6,3 Primer 6 7 10 16 39
Sekunder 60
20 3 3,7 Primer 5 10 15
21 2 3,2 Primer 12 8 20
4,2 Primer 2 10 12
22 1,7 2,5 Primer 3 6 9
23 3 1,6 Primer 6 3 6 15
Sekunder 37
24 1,7 2 Primer 10 17 27
25 4 4 Primer 6 4 7 17
26 3 4,1 Primer 7 2 10 19
27 4 3,1 Primer 12 4 15 31 28 2,7 9 Primer 16 20 164 200
Sekunder 150
29 2,8 2 Primer 8 3 5 7 23
30 3,2 3,1 Primer 2 3 10 15
Sekunder 30
31 2,5 2,3 Primer 5 3 8
32 1,1 7,1 Primer 15 8 23 33 2,1 2,7 Primer 3 12 15
34 1,8 2 Primer 5 2 5 12
35 1,9 2,5 Primer 6 12 9 27 36 1,2 2,6 Primer 3 8 11
sekunder 80
Tabel 3. Intensitas Naungan 0% ualangan 3 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
6 2,4 10,1 primer 2 3 14 7 26
sekunder 20
7 3,2 10,6 primer 12 25 41 78
sekunder 27
8 3,3 5,2 primer 2 7 31 12 52
sekunder 201
9 3,3 9,2 primer 72 15 70 157
sekunder 15
10 4,2 3,7 primer 2 23 12 37
sekunder 57
11 4,3 5,6 primer 1 4 40 45
sekunder 236
12 1,9 1,1 primer 3 3 15 21
sekunder 74
13 2,3 3,2 primer 2 15 24 41
sekunder 137
14 4,7 5,9 primer 25 32 57
sekunder 68
15 2,1 2,3 primer 1 2 1 15 11 30
sekunder 85
16 2 7,3 primer 2 18 30 50
sekunder 33
17 2,3 4,2 primer 2 19 21
sekunder 28
19 2,2 1,6 primer 4 1 12 17
sekunder 73
20 2,5 2,7 primer 1 2 3 11 17
sekunder 47
21 1,3 5,7 primer 8 40 48 22 1,7 2,1 primer 4 22 12 38
sekunder 36
23 2,1 2,7 primer 4 7 25 36
sekunder 114
24 1,8 3,9 primer 2 17 19 25 2,8 2,3 primer 12 12 26 1,3 2,7 primer 2 15 9 26 27 1,5 2,1 primer 18 21 39 28 1,3 3,7 primer 42 42 29 2,2 1,2 primer 1 3 2 10 16
sekunder 38
30 2,2 3,1 primer 1 7 13 11 32
sekunder 2 17
.
Tabel 4. Intensitas Naungan 0% ualangan 4 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
Panjang
VI Panjang V Panjang IV Panjang III
Panjang II
Panjang
1 3,1 15,7 primer 47 12 5 64 2 2,3 5,1 primer 3 72 102 54 231
sekunder 112
3 2 10,3 primer 27 12 39 4 2 5,6 primer 1 23 17 51 92
sekunder 12
5 2,3 8,7 primer 26 15 41
sekunder 5
6 2,8 4,1 primer 53 13 51 117 7 3,5 6,3 primer 22 41 2 65
sekunder 22
8 3,2 5,1 primer 1 15 74 90 9 3,4 6,3 primer 1 2 18 29 50
sekunder 29
10 1,9 8,1 primer 15 21 36 11 1,1 10,2 primer 21 17 38 12 3,7 6,6 primer 1 25 12 7 45
sekunder 19
13 2,2 12,4 primer 2 20 7 11 40
sekunder 72
14 2,9 2,3 primer 1 2 2 5 15 14 39
sekunder 32
15 3,2 6,1 primer 2 44 79 125
sekunder 46
17 1,8 7,3 primer 2 19 21
Tabel 5. Intensitas Naungan 0% ulangan 5 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
9 4 3,2 primer 1 5 19 25
Tabel 6. Intensitas Naungan 0% ulangan 6 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
sekunder 23 2 3,2 5,7 primer 2 1 7 5 28 43
sekunder 79
3 2,1 11,2 primer 5 15 7 29 56
sekunder 136
4 4,3 12,7 primer 26 7 115 148
sekunder 67
5 1,8 3,6 primer 2 19 4 25
sekunder 17
6 2,1 9,8 primer 56 9 65 7 2,3 5,1 primer 2 11 5 18 8 1,8 3,7 primer 8 2 32 42 9 1,9 4,2 primer 2 15 17
sekunder 24
10 2,3 12,7 primer 97 12 109 11 2,2 3,8 primer 7 2 17 26
sekunder 11 186
12 1,3 6,6 primer 3 27 19 49 13 2,7 3,4 primer 3 14 9 26
sekunder 170
14 1,2 3,7 primer 7 2 71 80
sekunder 49
Tabel 7. Intensitas Naungan 0% ulangan 7
VI II 1
1 5,2 14,7 primer 5 26 39 70
sekunder 11
2 5,4 11,3 primer 4 5 20 29
sekunder 142
3 3,8 9,7 primer 4 62 11 77
sekunder 32
4 2,7 11,2 primer 4 15 17 36
sekunder 40
5 3,2 12,3 primer 2 18 7 27
sekunder 163
6 1,2 10,3 primer 2 15 17 7 3,3 4,8 primer 1 2 2 5 14 24
sekunder 115
8 2,7 11,9 primer 1 3 28 8 40
sekunder 34 34
9 3,5 5,8 primer 10 19 51 80
sekunder 67
10 4,7 4,6 primer 0
11 3,8 3,6 primer 2 7 83 92
sekunder 150
12 3,2 5,6 primer 4 28 23 55
sekunder 64 64
13 2,9 7,5 primer 12
15 3,2 8,7 primer 32 28 14 57 131
Tabel 8. Intensitas Naungan 0% ulangan 8 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
8 3,2 8,9 Primer 2 15 43 60
Tabel 9. Intensitas Naungan 0% ulangan 9 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
6 4,8 17,3 primer 5 35 17 57
Tabel 10. Intensitas Naungan 0% ulangan 10 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
sekunder 46 4 1,2 7,1 primer 18 18 5 2,1 4,3 primer 3 11 51 65
sekunder 93
6 2,6 4,2 primer 1 34 77 112
sekunder 168
7 1,5 10,3 primer 65 65 8 2,2 3,1 primer 4 15 19
sekunder 9
9 3,2 1,9 primer 1 1 3 18 23
sekunder 217
10 1,9 1,9 primer 5 15 20
sekunder 24
11 3,6 4,9 primer 4 3 62 12 81
sekunder 157
12 2,7 3,6 primer 1 12 7 20
sekunder 35
13 1,2 5,9 primer 1 18 5 24
sekunder 31
14 2,1 2,6 primer 9 9
15 3,1 2,8 primer 1 17 18
sekunder 2
16 1,8 2 primer 1 3 7 11
sekunder 39
18 3,6 3,1 primer 9 12 9 30
sekunder 2 67 69
Tabel 11. Intensitas Naungan 25% ulangan 1 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
Panjang
VI Panjang V Panjang IV Panjang III
Panjang II
Panjang
1 Jumlah 1 3,6 23,2 primer 3 14 27 19 63
sekunder 75
2 3,5 10,1 primer 15 20 7 4 46
sekunder 18
3 2,3 7,2 primer 2 28 11 41
sekunder 19
4 2,7 12,1 primer 4 59 63
sekunder 8
5 2 5,2 primer 5 29 34
6 3,2 4,6 primer 31 14 45 7 2,9 7,4 primer 36 29 65
sekunder 28
8 2,1 5,6 primer 2 38 20 60
sekunder 4
9 1,2 7,1 primer 2 10 8 20 10 2,3 5,6 primer 1 3 35 12 19 70
11 3,6 6,8 primer 7 22 6 35
Tabel 12. Intensitas Naungan 25% ulangan 2 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar
sekunder 32
Tabel 13. Intensitas Naungan 25% ulangan 3 Akar Taproot Diameter Panjang JenisAkar