Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN KOTA MEDAN SEBAGAI KOTA LAYAK HUNI
1. KATA PENGANTAR
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang sedang saya
lakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (FEB USU), maka
saya melakukan penelitian dengan judul ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN
KOTA MEDAN SEBAGAI KOTA LAYAK HUNI.
Adapun salah satu cara untuk mendapatkan data adalah dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan saudara/I sekalian
untuk mengisi kuesioner ini sebagai data yang akan dipergunakan dalam penelitian. Atas
kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
II. IDENTITAS RESPONDEN
Untuk bagian B digunakan skala berikut ini untuk menunjukkan sejauh mana anda setuju atau tidak setuju :
STS TS N S SS
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
B. Pendapat Responden Tentang Kota Medan. Berikan tanda (√) pada jawaban yang paling anda anggap sesuai.
NO Pernyataan SS S N TS STS
1 Memiliki kawasan hijau pertamanan kota yang baik
2 Memiliki kawasan hijau rekreasi kota yang memadai
3 Memiliki kawasan hijau untuk kegiatan olahraga yang memadai 4 Memiliki kawasan hijau perkarangan
dikawasan perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri 5 Tersedianya angkutan umum yang baik
dan terawat
8 Arus lalu lintas di kota medan tertib dan aman
9 Kota medan sudah bebas dari masalah sampah
10 Sudah memiliki ketersediaan air bersih yang baik untuk konsumsi masyarakat
11 Kota medan memiliki lingkungan yang aman dan terjaga dengan baik 12 Kota medan memiliki udara yang
bersih dan terbebas dari polusi 13 Memiliki rumah sakit dan pusat
pelayanan kesehatan yang memadai 14 Jarak ke pelayanan kesehatan mudah
di akses dari tempat tinggal
15 Memiliki pelayanan kesehatan yang baik
16 Pusat pelayanan kesehatan sudah memiliki alat pengobatan yang lengkap serta memiliki obat-obatan yang memadai
17 Fasilitas pendidikan sudah tersedia dengan baik
18 Lokasi pendidikan mudah diakses, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum
19 Memiliki sistem pendidikan yang baik
20 Tidak adanya kesulitan bagi masyarakat dalam memasuki dunia pendidikan
21 Kota medan merupakan kota yang nyaman dan layak untuk di huni 22 Kota medan sudah teridentifikasi
sebagai koya layak huni
23 Prilaku masyarakat di kota medan sudah mencerminkan masyarakat yang peduli akan kota yang bersih dan layak huni
24 Kebijakan pemerintah sudah berhasil memecahkan masalah pembangunan di kota medan
Tabel Reabilitas
Lampiran 3. Output Analisis Linier Berganda
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 323.805 5 64.761 11.158 .000a
Residual 545.585 94 5.804
Total 869.390 99
a. Predictors: (Constant), X5, X2, X1, X4, X3 b. Dependent Variable: Y
Coefficientsa
Interval for B Correlations
Collinearity a. Dependent Variable: Y
Cronbach's Alpha N of Items
72 1 4 2 2 9
6.Variabel Kota Layak Huni (Y)
91 4 4 2 2 5 17
92 2 2 2 2 5 13
93 3 3 2 2 5 15
94 4 4 2 2 5 17
95 4 3 2 2 5 16
96 2 2 2 2 5 13
97 3 2 4 2 5 16
98 3 3 2 2 5 15
99 4 4 4 4 5 21
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
BadanPusatStatistikProvinsi Sumatera Utara. 2016. Medan dalam Angka.
Denpasar
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2015
Budiharjo, Prof. Ir. Eko. 1999. Pendekatan Sistem Dalam Tata Ruang dan
Pembangunan Daerah Untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Christy Vidiyanti, ItaRohainah, dan Nurfadhilah Aslim. “Kota Impian: Perspektif
Keinginan Masyarakat”, Jurnal Mahasiswa Magister, Sekolah Arsitektur,
Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK)
Gina Nawangwulan dan Ridwan Sutriadi. “Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni
(Liveable City) Kota Balikpapan”, Jurnal Sekolah Arsitektur,
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Marzuki, Drs. Mei, 2000. Metodologi Riset. cetakan ketujuh. Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 6
“Teori dan indikator pembangunan”, diakses dari
10.20 19/06/2016)
21/07/2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang Analisis Indikator Pembangunan Kota Medan sebagai
Kota Layak Huni ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan
Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu
menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku
yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau
organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut
pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Medan.
3.3 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan adalah suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi
kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi
sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan
menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak
2. Liveable City adalah gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang
nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang
dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana,
tata ruang) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi).
3.4 Skala Pengukuran Variabel
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert,
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item
instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:
Sangat setuju = 5
Setuju = 4
Netral = 3
Tidak setuju = 2
Sangat tidak setuju = 1
Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam
3.5 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kota
Medan.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian 3.6.1 Populasi
Sugiyono (2011 : 90) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dapat berupa manusia, hewan,
tumbuhan, benda atau objek maupun kejadian yang terdapat dalam suatu daerah
tertentu yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat Kota Medan.
3.6.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random
sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak
dan dimana tiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama
untuk terpilih menjadi sampel. (Sugiyono, 2011 : 93)
Dalam pengambilan sampel maka jumlahnya harus representatif sehingga
hasilnya dapat digeneralisasi. Oleh karena itu, pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :
Keterangan :
N = besar sampel
N = jumlah masyarakat Kota Medan
E = nilai kritis atau persen ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel. sampel yang masih dapat ditolerir (tolerance degree of
error sampling) yaitu 10%
Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut, maka :
� = � 1 +��2
� = 2.210.624 1 + 2.210.624 (0,1)2
� = 99,99 (����������������� 100)
Dari perhitungan di atas, didapatkan 100 orang responden. Dimana
diketahui jumlah penduduk kota medan pada tahun 2015 sebanyak 2.210.624 jiwa
(BPS, 2015). Dengan mengikuti perhitungan diatas hasilnya adalah 99,99. Maka
jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini digenapkan menjadi 100 orang
responden.
Penentuan sampel dilakukan dengan cara Accidental Sampling, yaitu teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dan dipandang orang tersebut cocok dan dapat dijadikan sebagai sumber
3.7 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer
Data primer, adalah data yang dihimpun secara langsung dari sumbernya dan
diolah sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk dimanfaatkan (Ruslan,
2006:138). Data primer diperoleh dengan cara memberikan kuesioner kepada
masyarakat yang bertempat tinggal di kota Medan.
2. Data sekunder
Data sekunder, adalah data peneitian yang diperoleh secara tidak langsung
melalui media perantara (dihasilkan pihak lain) atau digunakan oleh lembaga
lainnya yang bukan merupakan pengolahnya, tetapi dimanfaatkan dalam suatu
penelitian tertentu (Ruslan, 2006:138). Seperti data perusahaan, jurnal,
buku-buku pendukung, penelusuran internet dan lainnya.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kuisioner
Kuisioner berarti suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan
topik tertentu diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud untuk
memperoleh data. Dengan metode kuisioner dapat diperoleh informasi lebih
banyak dalam waktu yang relatif pendek dan dengan biaya yang lebih
2. Observasi
Metode observasi lebih spesifik daripada metode pengumpulan data
lainnya, seperti wawancara atau kuisioner. Metode ini digunakan oleh
peneliti jika penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala – gejala alam dan sebagainya. Metode observasi diperlukan untuk
membantu responden untuk menjawab pertanyaan yang dirasanya kurang
mampu dijawab sehingga responden mempersilakan peneliti untuk
melihatnya sendiri.
3. Studi Kepustakaan
Dengan metode studi kepustakaan, peneliti mencatat dan mengumpulkan
data atau literatur yang berkaitan dengan penelitian ini yang berasal dari buku
– buku, artikel, tulisan – tulisan ilmiah, koran, jurnal, dan sebagainya.
3.9 Uji Validitas Dan Reliabilitas 3.9.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian
antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data
(Sinulingga, 2011:192). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan program Microsoft Excel dan SPSS.
Kriteria pengambilan keputusan adalah :
1. Jika r hitung > r tabel , maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid
3.9.2 Uji Reliabilitas
Menurut Ghozali dan Koncoro (dalam Ginting dan Situmorang, 2008:179)
butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas akan ditentukan
reliabilitasnya dengan kriteria sebagai berikut:
1. Menurut Ghozali jika nilai Cronbach's Alpha> 0.60 maka pertanyaan reliabel.
2. Menurut Kuncoro jika nilai Cronbach's Alpha> 0.80 makapertanyaan reliabel.
3.10 Metode Analisis Data 3.10.1 Metode Analisis Deskriptif
Menurut Sinulingga (2011:241), menyatakan definisi metode deskriptif
ialah suatu teknik analisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan situasi objek penelitian apa adanya tanpa bermaksud mengambil
kesimpulan tertentu berdasarkan semua data yang telah terkumpul.
3.10.2 Analisis Linear Berganda
Analisis berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel independen (X) yang terdiri dari kondisi RTH (X1), transportasi(X2) ,
lingkungan(X3), kesehatan(X4), dan pendidikan(X5) terhadap variabel dependen
(Y) yaitu kota yang layak huni.
Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah :
Y’ = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+b5X5+e
Keterangan:
Y’ = Kota layak huni
a = Intercept
b2 =Koefisien regresi transportasi
X2 = Transportasi
b3 =Koefisien regresi lingkungan
X3 = Lingkungan
b4 =Koefisien regresi kesehatan
X4 =Kesehatan
b5 =Koefisien regresi pendidikan
X5 =Pendidikan
e = standard error
3.10.3 Pengajuan Asumsi Klasik 3.10.3.1 Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah situasi dimana terdapat korelasi atau hubungan
linier antar variabel – variabel bebas satu sama lain sehingga variabel – variabel
bebas tersebut tidak bersifat ortogonal. Variabel – variabel bebas yang bersifat
ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya
sama dengan nol. Tujuan uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel – variabel bebasnya. Jika
terjadi korelasi antar variabel bebas berarti variabel tersebut tidak ortogonal.
Dasar pengambilan keputusan uji multikolonieritas :
Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,01 maka terjadi multikolonieritas.
3.10.3.2 Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas model
regresi yang baik adalah Homokedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan
analisis grafik dan varian tak bersyarat. Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang
telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar
pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika
tidak terjadi Heteroskedastisitas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang
membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas.
3.10.4 Pengujian Hipotesis
3.10.4.1 Uji Serentak/Simultan (Uji F)
Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak,
digunakan statistik F (uji F). Jika Fhitung <Ftabel, maka Ho diterima atau Ha ditolak,
sedamgkan Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika tingkat signifikan
dibawah 0,005 maka Hoditolak dan Ha diterima.
Model hipotesis yang digunakan dalam uji F hitung ini adalah:
H0 : b1, b2, b3, b4, b5 = 0, artinya secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh yang
berupa RTH ( Ruang Terbuka Hijau), transportasi,
lingkungan, kesehatan dan pendidikan terhadap kota yang
layak huni (Y).
H0 : b1, b2, b3, b4, b5 ≠ 0, artinya secara bersama-sama terdapat pengaruh yang
positif dari variabel independen (X1,X2,X3,X4, danX5) yaitu
berupa RTH ( Ruang Terbuka Hijau), transportasi,
lingkungan, kesehatan dan pendidikan terhadap kota yang
layak huni (Y).
Nilai Fhitung dapat diperoleh dangan menggunakan software SPSS. Selanjutnya
nilai Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel dengan tingkat
kesalahan (α=5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k), (k-1).
Kriteria pengambilan keputusannya adalah:
H0 diterima jika Fhitung< Ftabelpada α = 5%
H0 ditolak jika Fhitung> Ftabelpada α = 5%
3.10.4.2 Uji Parsial (Uji-t)
Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak
digunakan statistik t (uji-t).Jika thitung< ttabel, maka H0 diterima atau Ha ditolak,
sedangkan jika thitung> ttabel, maka H0 ditolak atau Ha diterima. Jika tingkat
signifikan dibawah 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Uji-t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh antara variabel X
dan Y, apakah RTH (Ruang Terbuka Hijau) (X1), transportasi (X2), lingkungan
(X3), kesehatan (X4), pendidikan (X5), terhadap kota yang layak huni (Y) secara
variabel dependen dapat dilihat dari probabilitas variabel independen
dibandingkan dengan tingkat kesalahannya (α). Jika probabilitas variabel
independen lebih besar dari tingkat kesalahannya (α) maka variabel independen
tidak berpengaruh, tetapi jika probabilitas variabel independen lebih kecil dari
tingkat kesalahannya (α) maka variabel independen tersebut berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Model pengujiannya adalah:
Ho : bi = 0
Artinya variabel independen yaitu berupa RTH, transportasi, lingkungan,
kesehatan dan pendidikan, secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap kota
yang layak huni (Y).
Ho : bi ≠ 0
Artinya variabel independen yaitu berupa RTH, transposrtasi, lingkungan,
kesehatan dan pendidikan, secara parsial berpengaruh positif terhadap kota yang
layak huni.
Kriteria pengambilan keputusan :
Ho diterima jika thitung < ttabel pada a=5%
Ho ditolak jika thitung > ttabel pada a=5%
3.11 Pengolahan Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis
Kota Medan memiliki luas 265,10 km2 (10,240 mil²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil,
tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Kecamatan Medan Kota
merupakan bagian dari wilayah pemerintahan kota medan. Tipe kecamatan Medan
Kota adalah kecamatan di bidang jasa/perdagangan dan pariwisata. secara
ekonomi merupakan bagian dari wilayah pusat perekonomian masyarakat
perkotaan dan sebagian pemukiman penduduk. secara administratif, batas
wilayah Medan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Batas Wilayah kota Medan
Sumber : SKPD Medan Kota 2015
Utara Berbatasan dengan Medan Area/Kec. Medan Timur
Selatan Berbatasan dengan Kec. Medan Amplas
Barat Berbatasan dengan Kec. Medan Denai/Kec. Medan
Area
4.1.2 Kepadatan Penduduk
Provinsi Sumatera Utara memiliki luas wilayah 71.680,68 km2. Pada tahun 2015 jumlah penduduk untuk wilayah Sumatera Utara mencapai 13.937.797 jiwa
dengan kepadatan penduduk sebesar 191 jiwa/km2. Berdasarkan Tabel 3, wilayah terluas di Provinsi Sumatera Utara berada di Kota Medan sebesar 265,00 km2, dengan jumlah penduduk 2.210.624 jiwa.
Tabel 4.2
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Utara 2015
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2)
Mandailing Natal 6.134,00 430.894 70
Tapanuli Selatan 6.030,47 275.098 46
Tapanuli Tengah 2.188,00 350.017 160
Tapanuli Utara 3.791,64 293.399 77
Toba Samosir 2.328,89 179.704 77
Labuhanbatu 2.156,02 462.191 214
Asahan 3.702,21 706.283 191
Simalungun 4.369,00 849.405 194
Dairi 1.927,80 279.090 145
Karo 2.127,00 389.591 183
Deli Serdang 2.241,68 2.029.308 905
Langkat 6.262,00 1.013385 162
Nias Selatan 1.825,20 308.281 169
Humbang Hasundutan 2.335,33 182.991 78
Pakpak Bharat 1.218,30 45.516 37
Samosir 2.069,05 123.789 60
Serdang Bedagai 1.900,22 608.691 320
Batu bara 922,20 400.803 435
Padang Lawas Utara 3.918,05 252.589 64
Padang Lawas 3.892,74 258.003 66
Labuhanbatu Selatan 3.596,00 313.884 87
Labuhanbatu Utara 3.570,98 351.097 98
Sibolga 41,31 86.519 2.094
Tanjungbalai 107,83 167.012 1.549
Pematangsiantar 55,66 247.411 4.445
Tebing Tinggi 31,00 156.815 5.059
Medan 265,00 2.210.624 8.342
Binjai 59,19 264.687 4.472
Padangsidempuan 114,66 209.796 1.830
Gunungsitoli 280,78 135.995 484
Sumatera Utara 72981,23 13.937.797 191
Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka, Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2015
Perkembangan penduduk untuk wilayah Sumatera Utara dapat dilihat dari
jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan Tabel
4, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk tertinggi untuk wilayah Sumatera Utara
terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 6.983.245 jiwa, sedangkan jumlah
laki-laki sebesar 6.954.552 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi berada pada golongan
umur 0-4 tahun sebesar 1.566.036 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 796.736
jiwa dan perempuan 769.300 jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk terendah
terdapat pada golongan umur 60-64 tahun sebesar 384.925 jiwa dengan jumlah
laki-laki 186.921 jiwa dan perempuan 198.004 jiwa.
Tabel 4.3
60 – 64 186.921 198.004 384.925
65+ 240.805 319.632 560.437
Jumlah/Total 6.954.552 6.983.245 1.3937.797
Sumber: Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2015
4.1.3 Transportasi
Kota Medan memiliki 3 jenis transportasi, yaitu darat, laut dan udara. untuk
di darat Medan memiliki angkutan umum yang biasa disebut dengan sudako.
dimana terminal sudako tersebut terbagi atas 3 terminal, yaitu terminal sambu,
pinang baris, dan amplas. selain itu transportasi darat lainnya adalah kereta api.
Kereta api menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut,
Belawan di sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing
Tinggi-Kisaran, Tanjung balai-Rantau Prapat di tenggara. Jalan Tol Belmera
menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Pada akhir tahun
2015, sistem Bus Rapid Transit Trans Mebidang telah beroperasi di kota Medan,
kota Binjai, dan kabupaten Deli Sedang. Transportasi lainnya yang berada di kota
Medan yaitu transpostasi laut. Dimana pelabuhan Belawan terletak di bagian utara
kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa.
Layanan kapal feri menghubungkan Belawan dengan Penang di Malaysia. selain
itu Medan juga mempunyai transportasi udara berupa Bandar Udara Internasional
Polonia yang terletak tepat di jantung kota, dahulunya menghubungkan Medan
dengan kota-kota besar lainnya di dalam dan di luar Indonesia. Operasional
Polonia dihentikan dan dipindahkan ke Bandar Udara Internasional Kuala Namu
di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang
4.1.4 Kesehatan
Kegiatan kesehatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di
kecamatan Medan Kota di dukung oleh potensi fasilitas sarana kesehatan sebagai
berikut :
Tabel 4.4
Jumlah Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2011-2013
4.1.5 Pendidikan
Kegiatan dalam meningkatkan pendidikan masyarakat di kecamatan Medan Kota di dukung oleh potensi fasilitas sarana pendidikan sebagai berikut :
Tabel 4.5
Jumlah Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Jumlah Satuan
PAUD 3 unit
TK 18 unit
SD Negeri/Swasta 45 unit
SLTP Negeri/Swasta 26 unit
SLTA Negeri/Swasta 22 unit
SLTA Kejuruan Negeri/Swasta 11 unit Perguruan Tinggi
Negeri/Swasta
9 unit
Jumlah 134 unit
Sumber: SKPD Medan Kota 2015
Dari data sarana pendidikan diatas, kecamatan Medan Kota telah memenuhi
kebutuhan masyarakat pada semua jenjang pendidikan.
4.2 Hasil Penelitian
Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Responden
merupakan penduduk yang bertempat tinggal di kota medan. Hasil penelitian
didapatkan melalui pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data
dimaksud meliputi karakteristik responden dan apa saja indikator kota yang layak
huni di Kota Medan.
4.2.1 Data Karakteristik Responden
Dari hasil pengumpulan data melalui kuisioner yang dijawab atau diisi
4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh data
distribusi karakteristik responden berdasarkan umur yang akan disajikan pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.6
Data Karakteristik Berdasarkan Umur
No Umur Jumlah
Sesuai data pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur
responden berumur 20-29 tahun sebanyak 32 orang atau 32% dan berumur 60-69
tahun sebanyak orang atau 6 % ( usia tidak produktif). Hal ini menunjukkan
bahwa pada umumnya masyarakat di daerah Kota Medan berada pada usia
berkisar antara 20-29 tahun yaitu sebanyak 32 responden.
4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh distribusi data
karakteristik responden berdasarkan data pendidikan yang didapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
1 SMA/Sederajat 12 12
2 D3/S1 67 67
Total 100 100 Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
berpendidikan D3/S1 sebanyak 67 orang atau 67% dan diikuti yang berpendidikan
S2 sebanyak 21 orang atau 21%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Medan berada pada
tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan
masyarakat yang dominan pada tingkat D3/S1.
4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian 100 orang masyarakat Kota Medan yang
menjadi sampel penelitian, maka diperoleh data tentang pendidikan responden
yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Pendidikan Jumlah
Resonden
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang paling banyak
bertempat tinggal di Kota Medan paling banyak berprofesi PNS/BUMN yaitu 45
orang atau 45%. Kemudian yang berprofesi sebagai Mahasiswa sebanyak 20
4.3 Hasil Pengolahan Data
4.3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Nilai r tabel dengan ketentuan N = 100 dan tingkat signifikansi sebesar
5% , maka angka yang diperoleh = 0.195. Tabel 4.9 merupakan hasil pengolahan
dari survei yang telah dilakukan kepada 100 responden.
Tabel 4.9
Dari tabel diatas maka dapat dilihat terdapat pertanyaan yang tidak
valid.Dikatakan tidak valid karena r-hitung < r-tabel, dimana nilai r-tabel yaitu
0,195. Adapun pertanyaan yang tidak valid terdiri dari pertanyaan (25) dengan
nilai r-hitung < r-tabel yaitu (0,007) < (0,195).
Maka perlu dilakukan pengujian ulang sehingga diperoleh hasil yang
valid, dengan membuang pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid sebagai
indikator dalam penelitian. Sehingga diperoleh hasil pada tabel 4.9 dapat dilihat
bahwa nilai r-hitung > r-tabel (0,195), maka dapat dikatakan bahwa indikator
yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan valid.
Tabel 4.10 Uji Reliabilitas
Cronbach's Alpha N of Items
.920 25
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.10 pada 25 pernyataan dengan tingkat signifikansi 5%
diketahui bahwa koefisien alpha (Cronbach's Alpha) adalah sebesar 0,920 ini
berarti 0,920> 0,60 dan 0,920> 0,80 sehingga dapat dinyatakan bahwa kuesioner
tersebut telah reliabel dan dapat disebarkan kepada responden untuk dijadikan
sebagai instrumen penelitian.
4.3.2 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun hasil estimasi yang
Tabel 4.11
Hasil Regresi Linier Berganda
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil regresi sebagai berikut:
Y= 9,365 + 0,110X1 + 0,251X2 + 0,287X3 + 0,287X4 – 0,052X5
Berdasarkan model regresi diatas maka dapat dilihat bahwa nilai variabel RTH
(X1) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni (Y), variabel transportasi
(X2) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni(Y), variabel
lingkungan(X3) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni(Y), variabel
kesehatan(X4) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni (Y), variabel
pendidikan(X5) berpengaruh negatif terhadap kota yang layak huni.
4.3.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.3.1 Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah keadaan dimana variabel independen dalam
persamaan regresi punya korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain.
Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variabel VIF ( variance inflation factor)
dan nilai tolerance 5%. Dasar pengambilan keputusan uji multikolinieritas:
- Jika nilai VIF <5 atau nilai tolerance > 0,1 maka tidak terjadi
multikolonieritas.
Table 4.12 Uji Multikolinieritas
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
.815 1.227
.597 1.676
.497 2.010
.605 1.652
.815 1.227
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: variabel RTH memiliki nilai VIF sebesar 1,227<5 dan nilai
tolerance sebesar 0,815> 0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas. Variabel
transportasi memiliki nilai VIF sebesar 1,676<5 dan nilai tolerance sebesar
0,597> 0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolineritas. Variabel lingkungan
memiliki nilai VIF sebesar 2,010<5 dan nilai tolerance sebesar 0,497> 0,01
dinyatakan tidak terjadi multikolineritas.Variabel kesehatan memiliki nilai VIF
sebesar 1,652<5 dan nilai tolerance sebesar 0,605>0,01 dinyatakan tidak terjadi
multikolineritas. Variabel pendidikan memiliki nilai VIF sebesar 1,227<5 dan
nilai tolerance sebesar 0,815>0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolineritas.
4.3.3.2Heteroskedastisitas
Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
Table 4.13 Uji Heterokedastisitas
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
RTH (X1) sebesar 0,001 artinya terjadi heteroskedastisitas pada variabel kondisi
objek wisata. Transportasi(X2) sebesar 0,194 artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas pada variabel transportasi, variabel lingkungan(X3) sebesar
0,870 artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel lingkungan, variabel
kesehatan(X4) sebesar 0.012 artinya tidak terjadi heterokedastisitas pada variabel
kesehatan, variabel pendidikan (X5) sebesar 0,336 artinya tidak terjadi
heterokedastisitas pada variabel pendidikan.
4.3.4 Pengujian Hipotesis 4.3.4.1 Uji F ( Simultan)
Uji f digunakan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada
pengaruh dari variabel bebas. Adapun hasil estimasi sebagai berikut:
Tabel 4.14 Uji F
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 323.805 5 64.761 11.158 .000a
Residual 545.585 94 5.804
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
Berdasarkan hasil estimasi maka dapat disimpulkan bahwa variabel
RTH(X1), transportasi(X2), lingkungan(X3), kesehatan(X4), dan pendidikan(X5)
secara bersamaan berpengaruh terhadap kota yang layak huni pada tingkat
kepercayaan 95% atau dengan alpha 5%. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig sebesar
0,000<0,05.
4.3.4.2 Uji t (Parsial)
Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y) secara masing-masing. Dimana
uji parsial akan dapat menerangkan nilai X1 terhadap Y, nilai X2 terhadap Y, nilai
X3 terhadap Y, nilai X4 terhadap Y, dan nilai X5 terhadap Y dengan tingkat
kepercayaan 0,05 atau dengan alpha 5%.
Tabel 4.15 Uji Parsial Variabel
Koefisien
t-hitung t-tabel prob Keterangan X1(RTH) 0,307 3,325 1,985 0,001 Signifikan X2(Transportasi) 0,085 1,309 1,985 0,194 Tidak Signifikan X3(Lingkungan) 0,018 0,164 1,985 0,870 Tidak Signifikan
X4(Kesehatan) 0,319 2,565 1,985 0,012 Signifikan X5(Pendidikan) -0,126 -0,967 1,985 0,336 Tidak Signifikan
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai
berikut: variabel RTH tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap kota
belum maksimalnya jumlah RTH yang ada dikota Medan. Menurut UU Tata
Ruang No.26 tahun 2007 telah mengamanatkan bahwa perkotaan harus memiliki
luas RTH (Ruang Terbuka Hijau) sedikitnya 30% dari wilayah perkotaan untuk
pengamanan kawasan lindung perkotaan, pengendalian pencemaran, dan
kerusakan tanah, air dan udara. Sedangkan RTH yang ada di kota Medan masih
10% (koran sindo 2016), sehingga mengakibatkan RTH di kota Medan belum
berpengaruh terhadap indikator kota layak huni.
Variabel transportasi berpengaruh tidak signifikan secara positif terhadap
kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung > t-tabel yaitu 1,309>1,985 dengan
nilai signifikan sebesar 0,870 > 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan transportasi sebanyak 1% maka
hal ini akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas transportasi maka peningkatan kota
yang layak huni akan semakin tinggi.
Variabel lingkungan tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap
kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung < t-tabel yaitu 0,164<1,985 dengan
nilai signifikan sebesar 0,870>0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan lingkungan sebanyak 1% maka
hal ini belum akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan maka peningkatan
kota yang layak huni belum tentu akan semakin tinggi.
Variabel kesehatan berpengaruh signifikan secara positif terhadap kota
signifikan sebesar 0,012<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan kesehatan sebanyak 1% maka hal
ini akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas kesehatan maka peningkatan kota
yang layak huni tentu akan semakin tinggi.
Variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan secara negatif terhadap
kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung < t-tabel yaitu -0,967>1,985 dengan
nilai signifikan sebesar 0,336<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendidikan sebanyak 1% maka
hal ini belum tentu akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%.
Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas pendidikan maka
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kota yang layak huni. Naiknya
kualitas RTH belum tentu akan meningkatkan kota Medan sebagai
kota layak huni dikarenakan RTH yang ada di kota Medan masih
sangat sedikit yakni sekitar 10%.
2. Kondisi transportasi memiliki pengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap kota yang layak huni. Naiknya kualitas
transportasi akan meningkatkan kota Medan sebagai kota yang
layak huni.
3. Kondisi lingkungan memiliki pengaruh positif tidak signifikan
terhadap kota yang layak huni. Naiknya kualitas lingkungan akan
meningkatkan kota Medan sebagai kota yang layak huni.
4. Kondisi kesehatan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
kota yang layak huni. Naiknya kualitas kesehatan akan
meningkatkan kota Medan menjadi kota yang layak huni.
5. Kondisi pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
kota yang layak huni. Naiknya kualitas pendidikan belum tentu
5.2Saran
1. Pemerintah kota Medan harus lebih memperbanyak jumlah Ruang Terbuka
Hijau yang ada di kota Medan, yaitu dengan membuka lahan hijau seperti
hutan kota yang dapat di tanami dengan berbagai pohon seperti mahoni,
beringin dan lain-lain.
2. Pemerintah kota Medan harus lebih meningkatkan kualitas transportasi di
kota Medan agar dapat mempermudah masyarakat melakukan aktivitas
sehari-hari. Yaitu dengan cara menambah armada bus trans mebidang,
memperbaiki halte-halte sesuai dengan kegunaannya, dan meningkatkan
pemakaian angkutan umum daripada angkutan pribadi guna mengurangi
kemacetan.
3. Masyarakat kota Medan harus menjaga dan mencerminkan masyarakat
yang peduli akan lingkungan kota yang bersih dan layak huni,yaitu dengan
membuang sampah pada tempatnya, membersihkan area selokan guna
mengurangi luapan air agar tidak terjadi banjir.
4. Pemerintah kota Medan harus lebih peduli dalam masalah kesehatan baik
dalam fasilitas dan pelayanan agar kesehatan masyarakat kota Medan lebih
terjamin.
5. Pemerintah kota Medan harus lebih meningkatkan lagi kualitas pendidikan
kota Medan, yaitu dengan menambahkan fasilitas-fasilitas seperti ruang
kelas, perpustakaan, kelengkapan alat belajar mengajar seperti papan tulis,
buku, proyektor, dan sebagainya baik di setiap unit sekolah maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kota
Menurut Bintarto (1987), “kota dalam tinjauan geografi adalah suatu
bentang budaya yang di timbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami. Dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
dibelakangnya”. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat
dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik, administratif, sosial dan fungsional.
Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk
kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Sedangkan menurut John Brickerhoff
Jackson (1984), bahwa “kota adalah suatu tempat tinggal manusia yang
merupakan manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh
berbagai unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau”. Pembangunan
(development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial,
seperti politik, ekonomi, infrastuktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan dan budaya (Alexander 1994).
2.1.2 Pengertian Pembangunan
Pada umumnya pembangunan diartikan sebagai upaya meningkatkan
kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari
kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh rakyat. Pembangunan merupakan
bertambah besar jumlahnya, maka kebutuhannya pun bertambah jumlahnya,
jenisnya, dan kualitasnya, seiring dengan perkembangan kemajuan peradaban
manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pendekatan pembangunan
yang dilakukan dapat secara mikro, tetapi dapat pula secara makro. Pendekatan
secara makro adalah melihat secara besar, yaitu menekankan pada agregat
pendapatan, investasi, inflasi, peredaran uang dan kebijakan moneter (keuangan),
kebijakan fiskal (perpajakan), dan perdagangan luar negeri. Sedangkan
pendekatan mikro membahas berbagai masalah yang lebih kecil skopnya,
misalnya permintaan dan penawaran individual, biaya produksi dan harga pasar
atau perilaku seseorang atau suatu perusahaan. Ada pula pendekatan
pembangunan yang menekankan pada kegiatan yang dilakukan secara sektoral
misalnya sektor pertanian, perindustrian, pertambangan, konstruksi/bangunan,
perdagangan, transportasi, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lainnya
(Adisasmita, 2010). Lebih berkembang lagi, pendekatan pembangunan
memberikan penekanan pada kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada
lingkup regional (pada wilayah provinsi atau kabupaten). Lebih maju lagi yaitu
memfokuskan pada unit perencanaan atau ruang pembangunan yang lebih
terfokuskan pada lokasi tertentu atau lebih sempit lagi, yaitu pada lokasi di mana
kegiatan yang dimaksudkan akan diletakkan, maka diterapkanlah pendekatan
spasial (tata ruang), misalnya Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota
(RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), tata ruang pedesaan, tata ruang
Pembangunan yang menerapkan pendekatan kawasan dilihat dari segi luas
wilayah perencanaannya mungkin saja lebih kecil dan mungkin pula lebih besar
dari suatu wilayah kabupaten, tetapi harus memiliki fungsi tertentu, dengan
demikian diharapkan tingkat keberhasilan dalam pencapaian sasaran
pembangunannya akan lebih tinggi, karena fungsinya tertentu maka sasaran dan
tujuan pembangunannya relatif lebih terfokus. Dari segi konsep pembangunan
wilayah (regional development concept), pendekatan kawasan dan pembangunan
kawasan telah diterapkan secara luas. Sebagai salah satu kota terbesar di
Indonesia dengan urutan terbesar ketiga, setelah Kota Jakarta dan Surabaya, Kota
medan bisa menjadi kota teladan bagi kota-kota lainnya. Kota Medan
sesungguhnya telah memiliki ketersediaan infrastruktur dan utilitas kota yang
semakin memadai. Namun harus diakui juga, pemanfaatannya masih harus
ditingkatkan guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Setidaknya ada tujuh variabel utama dalam penentuan daftar indeks kota
ternyaman (Most Liveable City index), yakni fisik kota, kualitas lingkungan,
transportasi, aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi dan sosial. Berpedoman pada
tujuh variabel itulah Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) menetapkan 25
kriteria penentuan sebuah kota yang layak mendapat predikat Liveable City.
Ke-25 kriteria tersebut antara lain kualitas penataan kota, jumlah ruang terbuka,
perlindungan bangunan bersejarah, kualitas kebersihan lingkungan, tingkat
pencemaran lingkungan, ketersediaan angkutan umum, kualitas kondisi jalan, dan
kualitas fasilitas pejalan kaki. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas
ketersediaan energi listrik, ketersediaan air bersih, dan kualitas air bersih. Kriteria
berikutnya adalah kualitas jaringan telekomunikasi, interaksi hubungan antar
penduduk, informasi pelayanan publik, dan ketetsediaan fasilitas kaum difabel.
Portes mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. sedangkan Ginanjar
Kartasamita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”. Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya
pemikiran yang mengidentifikasikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisai, bahkan pembangunan
dengan westernisasi.seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan,
dimana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi,
secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal
tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing
mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip
kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang
merefleksikan perubahan (Riyandi dan Bratakusumah, 2005). Transformasi dalam
struktur ekonomi, misalnya dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan
produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap
pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan
menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan
melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses
terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan,
air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, disamping adanya
perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari
penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional
menjadi organisasi modern dan nasional. Dengan demikian, proses pembangunan
terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik,
yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group).
Maka penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
2.1.3 Indikator Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda-beda untuk
setiap negara. Di negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan
pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik
masuk desa, layanan kesehatan pedesaan dan harga makanan pokok yang rebdah.
Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,
indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier
(Tikcson,2005). Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh
lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan per kapita (GNP atau PDB), struktur
perekonomian, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Di samping itu terdapat pula dua
indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi
Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini akan disajikan ringkasan Deddy
T. Tikson (2005) terhadap kelima indikator tersebut :
1. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan
salah satu indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator
ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga
dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
2. Struktur Ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan
mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas
sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita,
kontribusi sektor manufaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional
akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat
upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan
diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain
pihak, kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin
menurun.
3. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang
bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi
dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama
4. Angka Tabungan
Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap industrialisasi
memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan faktor utama
dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris pada umumnya
Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi
industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha
ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.
5. Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of Life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. indeks ini dibuat indikator
makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan
masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya pendapatan
nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh
peningkatan kesejahteraan sosial.
6. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
The United Nation Development Program (UNDP) telah membuat
indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator
yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah
pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP,
pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya
manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai
sebuah proses yang bertujuan mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat
sumber daya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan
peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
2.1.4 Liveable City
Kota layak huni atau Liveable city adalah dimana masyarakat dapat hidup
dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), “kota
yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat
kota dan aman bagi seluruh masyarakat”. menurut Evan (2002), konsep Liveable
city digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai
peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk
realisasinya. Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Liveable City harus
mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota-kota
yang menjadikan kotanya sebagai kota yang layak huni dan nyaman bagi
masyarakat kota. Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Liveable City
adalah tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat, fasilitas umum dan
sosial, ruang dan tempat publik, aman, mendukung fungsi ekonomi, sosial dan
budaya, serta sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Menurut
Douglass (2002), dalam Liveable City dapat dikatakan bertumpu pada empat pilar,
yaitu: (1) meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan
masyarakat, (2) penyediaan lapangan pekerjaan, (3) lingkungan yang aman dan
bersih untuk kesehatan, kesejahteraan dan untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonomi, dan (4) good governence.
1. Fisik Kota : Tata ruang, arsitektur, RTH, ciri dan karakter budaya lokal.
2. Kualitas Lingkungan : Kebersihan kota dan tingkat pencemaran.
3. Transportasi-Aksesibilitas : Angkutan umum, kualitas jalan, waktu tempuh ke
tempat aktivitas, pedestrian.
4. Fasilitas : Fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, rekreasi, taman kota.
5. Utilitas : Air bersih, listrik, komunikasi
6. Ekonomi : Tingkat pendapatan, biaya hidup, ramah investasi.
7. Sosial : Ruang publik, ruang kreatif, interaksi sosial, kriminalitas, tingkat
kesetaraan warga kota, partisipasi warga, dukungan terhadap orang tua,
penyandang cacat, dan wanita hamil.
8. Birokrasi dan Pemerintahan : Leadership yang kuat, dukungan kebijakan,
kepastian hukum, akuntabilitas pemerintah, tingkat penerapan rencana kota,
dukungan program pembangunan, dukungan pembiayaan.
2.1.5 Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Baik
yang direncanakan (lingkungan buatan) maupun yang tidak direncanakan
(lingkungan alamiah). Tata ruang yang direncanakan misalnya kawasan
pemukiman, daerah industri, kompleks perkantoran dan perdagangan, serta tempat
rekreasi. Tata ruang yang tidak direncanakan meliputi antara lain wilayah aliran
sungai, danau, suaka alam, gua, gunung, dan perbukitan. Perencanaan tata ruang
dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat. peran serta masyarakat
merupakan faktor yang sangat penting karena pada akhirnya hasil penataan ruang
Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa tercapainya
pemanfaatan ruang yang berkualitas dimaksudkan untuk:
a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas bebudi luhur, dan sejahtera.
b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.
c. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara
berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
d. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan.
e. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Proses dan prosedur perencanaan tata ruang dilaksanakan secara terpisah dan
terpadu, dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
a. Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,
sosial budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta fungsi
pertahanan keamanan.
b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu
wilayah perencanaan.
c. Perumusan perencaan tata ruang.
2.2 Teori - Teori Perkembangan Kota
2.2.1 Teori Konsentris (The Consentric Theory)
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus,1999), atas dasar studi
kasusnya mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya “sesuai kota yang besar
mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya.
Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua
bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang
dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah
pusat kegiatan sebagai intinya”.
Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti
suatu pola konsentris ini adalah sebagai berikut:
a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB)
Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah
ini terdapat bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Contohnya: Daerah pertokoan, perkantoran,
gedung kesenian, bank, dan lainnya.
b. Daerah Peralihan
Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan pemduduk kurang mampu
dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari
pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari
tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan
industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.
Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini.
Kondisi perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan. Hal ini
disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal disini adalah dari
golongan pekerja kelas rendah.
d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya
Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding
dengan penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik
ditinjau dari pemukimannya maupun dari perekonomiannya.
e. Daerah Penglaju
Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup
daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan,
kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan
merupakan pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian
penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
2.2.2 Teori Sektor
Teori sektor ini dikemukakan oleh Humor Hoyt (Yunus,1991 & 1999),
dinyatakan bahwa perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota,
berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh
sektor-sektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya
kenyataan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat variasi sewa tanah atau
sewa rumah yang besar. Belum tentu suatu tempat yang mempunyai jarak yang
sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB akan
mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu dan
bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat
dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada
daerah yang lebih jauh dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh
faktor transportasi, komunikasi, dan segala aspek-aspek yang lainnya.
2.2.3 Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua
geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam
wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam
teori Burgess dan Hoyt. Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi
bentuk yang kompleks. bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya
nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan.
nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang
funfsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruam tinggi, Bandar udara,
kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. keuntungan ekonomi
menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok
sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang
berdekatan dengan sarana transportasi. perumahan baru mencari lokasi yang
berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan. Harris dan Ullman
berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh
tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris
dan sektoral.
2.2.4 Teori Pertumbuhan Kota
Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah leburan dari bangunan dan
penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian
berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada
dua macam yaitu geometri dan organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang
didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.
• Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad
pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk
geometrik.
• Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota
metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan
bermacam-macam kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota
akan memliliki bentuk semaunya yang kemudian disebut dengan organik
pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan
memiliki pola yang tidak teratur dan non-geometrik.
2.3 Morfologi Kota
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu
kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih
luas, menurut Gallion dalam buku “The Urban Pattern” disebutkan bahwa
dikota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada jaringan
transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh
sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.
Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala
perubahan cukup besar) dalam lingkungan termasuk di dalamnya perubahan
penggunaan lahan secara organik, terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu:
1. Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.
2. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan
dimulai dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan
yang melatar belakanginya.
3. Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang
berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif
dan berkesinambungan.
4. Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem
nilai) yang ada dalam populasi pendukung.
5. Faktor-faktor penyebab perubahan lainnya adalah vision (kesan), optimalnya
kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan dengan fungsi-fungsi yang
mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi
tampak pada kawasan (Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design,
2.4 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No .
Nama, Tahun,
Judul Metode Analisis Hasil
1. Ita Rohainah,
Dapat diketahui bahwa kota yang diinginkan oleh masyarakat setidaknya memiliki lima aspek besar yang harus dipenuhi, yaitu aspek arsitektur, kualitas city di Kota Balikpapan mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dari 42 indikator konsep liveable city dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9
3 Muhammad kenyamanan kota, hal ini diketahui bahwa
bertambahnya kriteria tidak nyaman dari 8 kriteria di tahun 2009 menjadi 14 kriteria saat ini. Kriteria yang berpengaruh pada penentuan kondisi kenyamanan kota adalah kualitas penataan kota, karena terjadi penurunan jumlah ruang terbuka hijau di perkotaan; penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada kondisi dan kebersihan lingkungan kota;
2.5Kerangka Konseptual
Lennard (1997, IAP 2008)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
X1 : RTH (Ruang Terbuka Hijau)
Y : Kota Layak Huni
X3 : Lingkungan
X4 : Kesehatan X2 : Transportasi
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
1. RTH berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota Medan.
2. Transportasi berpangaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.
3. Lingkungan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.
4. Kesehatan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.
5. Pendidikan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil,
tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan
terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.
Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada
ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut (Medan, wikipedia 2015).
Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan
tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia,
serta menjadi pusat kegiatan pertumbuhan dan penggerak pembangunan di
Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga menjadi pusat sosial dan budaya
masyarakat sebagai daya tarik tujuan migrasi penduduk dari berbagai daerah di
Sumatera bagian utara, dari suku bangsa dari berbagai negara. Kota Medan
diharapkan akan menjadi yang terdepan dalam menyambut terbentuknya
masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2009-2015 cenderung
mengalami peningkatan. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan
Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk
Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan
Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk di kota Medan tahun 2009-2015
Sumber: Kota Medan Wikipedia 2015
Semakin tingginya tingkat laju pertumbuhan penduduk Kota Medan, maka
akan semakin besar pula lahan yang diperlukan untuk ditinggali. Kemajuan Kota
Medan tidak terlepas dari tuntutan persaingan global, pelaksanaan demokrasi, dan
penyelenggaraan otonomi daerah. Persaingan global menuntut Kota Medan
berkembang menjadi kota yang mempunyai lingkungan yang kondusif untuk
meningkatkan produktivitas dan kreativitas; serta memiliki daya tarik dan daya
saing yang kuat. Pelaksanaan demokrasi menuntut pengelolaan Kota Medan
menjadi tempat yang nyaman dan aman, serta memberikan peluang bagi
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar warga Kota Medan. .
Pembangunan kota pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia pada
dasarnya telah tercantum dalam UUD 1945 dan sudah dijamin oleh pemerintah.
Namun dalam kesejahteraan masyarakat terdapat banyak kendala dalam
Tahun Penduduk
2009 2.121.053
2010 2.109.339
2012 2.122.804
2013 2.123.210