• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Indikator Pembangunan Kota Medan Sebagai Kota Layak Huni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Indikator Pembangunan Kota Medan Sebagai Kota Layak Huni"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN KOTA MEDAN SEBAGAI KOTA LAYAK HUNI

1. KATA PENGANTAR

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang sedang saya

lakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (FEB USU), maka

saya melakukan penelitian dengan judul ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN

KOTA MEDAN SEBAGAI KOTA LAYAK HUNI.

Adapun salah satu cara untuk mendapatkan data adalah dengan menyebarkan

kuesioner kepada responden. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan saudara/I sekalian

untuk mengisi kuesioner ini sebagai data yang akan dipergunakan dalam penelitian. Atas

kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(2)

II. IDENTITAS RESPONDEN

Untuk bagian B digunakan skala berikut ini untuk menunjukkan sejauh mana anda setuju atau tidak setuju :

STS TS N S SS

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

B. Pendapat Responden Tentang Kota Medan. Berikan tanda (√) pada jawaban yang paling anda anggap sesuai.

NO Pernyataan SS S N TS STS

1 Memiliki kawasan hijau pertamanan kota yang baik

2 Memiliki kawasan hijau rekreasi kota yang memadai

3 Memiliki kawasan hijau untuk kegiatan olahraga yang memadai 4 Memiliki kawasan hijau perkarangan

dikawasan perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri 5 Tersedianya angkutan umum yang baik

dan terawat

(3)

8 Arus lalu lintas di kota medan tertib dan aman

9 Kota medan sudah bebas dari masalah sampah

10 Sudah memiliki ketersediaan air bersih yang baik untuk konsumsi masyarakat

11 Kota medan memiliki lingkungan yang aman dan terjaga dengan baik 12 Kota medan memiliki udara yang

bersih dan terbebas dari polusi 13 Memiliki rumah sakit dan pusat

pelayanan kesehatan yang memadai 14 Jarak ke pelayanan kesehatan mudah

di akses dari tempat tinggal

15 Memiliki pelayanan kesehatan yang baik

16 Pusat pelayanan kesehatan sudah memiliki alat pengobatan yang lengkap serta memiliki obat-obatan yang memadai

17 Fasilitas pendidikan sudah tersedia dengan baik

18 Lokasi pendidikan mudah diakses, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum

19 Memiliki sistem pendidikan yang baik

20 Tidak adanya kesulitan bagi masyarakat dalam memasuki dunia pendidikan

21 Kota medan merupakan kota yang nyaman dan layak untuk di huni 22 Kota medan sudah teridentifikasi

sebagai koya layak huni

23 Prilaku masyarakat di kota medan sudah mencerminkan masyarakat yang peduli akan kota yang bersih dan layak huni

24 Kebijakan pemerintah sudah berhasil memecahkan masalah pembangunan di kota medan

(4)
(5)

Tabel Reabilitas

Lampiran 3. Output Analisis Linier Berganda

ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 323.805 5 64.761 11.158 .000a

Residual 545.585 94 5.804

Total 869.390 99

a. Predictors: (Constant), X5, X2, X1, X4, X3 b. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Interval for B Correlations

Collinearity a. Dependent Variable: Y

Cronbach's Alpha N of Items

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

72 1 4 2 2 9

6.Variabel Kota Layak Huni (Y)

(19)
(20)
(21)

91 4 4 2 2 5 17

92 2 2 2 2 5 13

93 3 3 2 2 5 15

94 4 4 2 2 5 17

95 4 3 2 2 5 16

96 2 2 2 2 5 13

97 3 2 4 2 5 16

98 3 3 2 2 5 15

99 4 4 4 4 5 21

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang Edisi

Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

BadanPusatStatistikProvinsi Sumatera Utara. 2016. Medan dalam Angka.

Denpasar

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2015

Budiharjo, Prof. Ir. Eko. 1999. Pendekatan Sistem Dalam Tata Ruang dan

Pembangunan Daerah Untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Christy Vidiyanti, ItaRohainah, dan Nurfadhilah Aslim. “Kota Impian: Perspektif

Keinginan Masyarakat”, Jurnal Mahasiswa Magister, Sekolah Arsitektur,

Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK)

Gina Nawangwulan dan Ridwan Sutriadi. “Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni

(Liveable City) Kota Balikpapan”, Jurnal Sekolah Arsitektur,

Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Marzuki, Drs. Mei, 2000. Metodologi Riset. cetakan ketujuh. Yogyakarta:

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 6

“Teori dan indikator pembangunan”, diakses dari

10.20 19/06/2016)

(23)

21/07/2016)

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang Analisis Indikator Pembangunan Kota Medan sebagai

Kota Layak Huni ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan

Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu

menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku

yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau

organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut

pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Medan.

3.3 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan adalah suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi

kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi

sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan

menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik

secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak

(25)

2. Liveable City adalah gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang

nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang

dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana,

tata ruang) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi).

3.4 Skala Pengukuran Variabel

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert,

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian

indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item

instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item

instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif

sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

Sangat setuju = 5

Setuju = 4

Netral = 3

Tidak setuju = 2

Sangat tidak setuju = 1

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam

(26)

3.5 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kota

Medan.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian 3.6.1 Populasi

Sugiyono (2011 : 90) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dapat berupa manusia, hewan,

tumbuhan, benda atau objek maupun kejadian yang terdapat dalam suatu daerah

tertentu yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

masyarakat Kota Medan.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random

sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak

dan dimana tiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama

untuk terpilih menjadi sampel. (Sugiyono, 2011 : 93)

Dalam pengambilan sampel maka jumlahnya harus representatif sehingga

hasilnya dapat digeneralisasi. Oleh karena itu, pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :

(27)

Keterangan :

N = besar sampel

N = jumlah masyarakat Kota Medan

E = nilai kritis atau persen ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan sampel. sampel yang masih dapat ditolerir (tolerance degree of

error sampling) yaitu 10%

Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut, maka :

� = � 1 +��2

� = 2.210.624 1 + 2.210.624 (0,1)2

� = 99,99 (����������������� 100)

Dari perhitungan di atas, didapatkan 100 orang responden. Dimana

diketahui jumlah penduduk kota medan pada tahun 2015 sebanyak 2.210.624 jiwa

(BPS, 2015). Dengan mengikuti perhitungan diatas hasilnya adalah 99,99. Maka

jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini digenapkan menjadi 100 orang

responden.

Penentuan sampel dilakukan dengan cara Accidental Sampling, yaitu teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan

bertemu dan dipandang orang tersebut cocok dan dapat dijadikan sebagai sumber

(28)

3.7 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer, adalah data yang dihimpun secara langsung dari sumbernya dan

diolah sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk dimanfaatkan (Ruslan,

2006:138). Data primer diperoleh dengan cara memberikan kuesioner kepada

masyarakat yang bertempat tinggal di kota Medan.

2. Data sekunder

Data sekunder, adalah data peneitian yang diperoleh secara tidak langsung

melalui media perantara (dihasilkan pihak lain) atau digunakan oleh lembaga

lainnya yang bukan merupakan pengolahnya, tetapi dimanfaatkan dalam suatu

penelitian tertentu (Ruslan, 2006:138). Seperti data perusahaan, jurnal,

buku-buku pendukung, penelusuran internet dan lainnya.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kuisioner

Kuisioner berarti suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan

topik tertentu diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud untuk

memperoleh data. Dengan metode kuisioner dapat diperoleh informasi lebih

banyak dalam waktu yang relatif pendek dan dengan biaya yang lebih

(29)

2. Observasi

Metode observasi lebih spesifik daripada metode pengumpulan data

lainnya, seperti wawancara atau kuisioner. Metode ini digunakan oleh

peneliti jika penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,

gejala – gejala alam dan sebagainya. Metode observasi diperlukan untuk

membantu responden untuk menjawab pertanyaan yang dirasanya kurang

mampu dijawab sehingga responden mempersilakan peneliti untuk

melihatnya sendiri.

3. Studi Kepustakaan

Dengan metode studi kepustakaan, peneliti mencatat dan mengumpulkan

data atau literatur yang berkaitan dengan penelitian ini yang berasal dari buku

– buku, artikel, tulisan – tulisan ilmiah, koran, jurnal, dan sebagainya.

3.9 Uji Validitas Dan Reliabilitas 3.9.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian

antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data

(Sinulingga, 2011:192). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan bantuan program Microsoft Excel dan SPSS.

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

1. Jika r hitung > r tabel , maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid

(30)

3.9.2 Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali dan Koncoro (dalam Ginting dan Situmorang, 2008:179)

butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas akan ditentukan

reliabilitasnya dengan kriteria sebagai berikut:

1. Menurut Ghozali jika nilai Cronbach's Alpha> 0.60 maka pertanyaan reliabel.

2. Menurut Kuncoro jika nilai Cronbach's Alpha> 0.80 makapertanyaan reliabel.

3.10 Metode Analisis Data 3.10.1 Metode Analisis Deskriptif

Menurut Sinulingga (2011:241), menyatakan definisi metode deskriptif

ialah suatu teknik analisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan situasi objek penelitian apa adanya tanpa bermaksud mengambil

kesimpulan tertentu berdasarkan semua data yang telah terkumpul.

3.10.2 Analisis Linear Berganda

Analisis berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel independen (X) yang terdiri dari kondisi RTH (X1), transportasi(X2) ,

lingkungan(X3), kesehatan(X4), dan pendidikan(X5) terhadap variabel dependen

(Y) yaitu kota yang layak huni.

Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah :

Y’ = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+b5X5+e

Keterangan:

Y’ = Kota layak huni

a = Intercept

(31)

b2 =Koefisien regresi transportasi

X2 = Transportasi

b3 =Koefisien regresi lingkungan

X3 = Lingkungan

b4 =Koefisien regresi kesehatan

X4 =Kesehatan

b5 =Koefisien regresi pendidikan

X5 =Pendidikan

e = standard error

3.10.3 Pengajuan Asumsi Klasik 3.10.3.1 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah situasi dimana terdapat korelasi atau hubungan

linier antar variabel – variabel bebas satu sama lain sehingga variabel – variabel

bebas tersebut tidak bersifat ortogonal. Variabel – variabel bebas yang bersifat

ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya

sama dengan nol. Tujuan uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel – variabel bebasnya. Jika

terjadi korelasi antar variabel bebas berarti variabel tersebut tidak ortogonal.

Dasar pengambilan keputusan uji multikolonieritas :

Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,01 maka terjadi multikolonieritas.

(32)

3.10.3.2 Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas model

regresi yang baik adalah Homokedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan

analisis grafik dan varian tak bersyarat. Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang

telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar

pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika

tidak terjadi Heteroskedastisitas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang

membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian

menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas.

3.10.4 Pengujian Hipotesis

3.10.4.1 Uji Serentak/Simultan (Uji F)

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak,

digunakan statistik F (uji F). Jika Fhitung <Ftabel, maka Ho diterima atau Ha ditolak,

sedamgkan Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika tingkat signifikan

dibawah 0,005 maka Hoditolak dan Ha diterima.

Model hipotesis yang digunakan dalam uji F hitung ini adalah:

H0 : b1, b2, b3, b4, b5 = 0, artinya secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh yang

(33)

berupa RTH ( Ruang Terbuka Hijau), transportasi,

lingkungan, kesehatan dan pendidikan terhadap kota yang

layak huni (Y).

H0 : b1, b2, b3, b4, b5 ≠ 0, artinya secara bersama-sama terdapat pengaruh yang

positif dari variabel independen (X1,X2,X3,X4, danX5) yaitu

berupa RTH ( Ruang Terbuka Hijau), transportasi,

lingkungan, kesehatan dan pendidikan terhadap kota yang

layak huni (Y).

Nilai Fhitung dapat diperoleh dangan menggunakan software SPSS. Selanjutnya

nilai Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel dengan tingkat

kesalahan (α=5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k), (k-1).

Kriteria pengambilan keputusannya adalah:

H0 diterima jika Fhitung< Ftabelpada α = 5%

H0 ditolak jika Fhitung> Ftabelpada α = 5%

3.10.4.2 Uji Parsial (Uji-t)

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak

digunakan statistik t (uji-t).Jika thitung< ttabel, maka H0 diterima atau Ha ditolak,

sedangkan jika thitung> ttabel, maka H0 ditolak atau Ha diterima. Jika tingkat

signifikan dibawah 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Uji-t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh antara variabel X

dan Y, apakah RTH (Ruang Terbuka Hijau) (X1), transportasi (X2), lingkungan

(X3), kesehatan (X4), pendidikan (X5), terhadap kota yang layak huni (Y) secara

(34)

variabel dependen dapat dilihat dari probabilitas variabel independen

dibandingkan dengan tingkat kesalahannya (α). Jika probabilitas variabel

independen lebih besar dari tingkat kesalahannya (α) maka variabel independen

tidak berpengaruh, tetapi jika probabilitas variabel independen lebih kecil dari

tingkat kesalahannya (α) maka variabel independen tersebut berpengaruh terhadap

variabel dependen.

Model pengujiannya adalah:

Ho : bi = 0

Artinya variabel independen yaitu berupa RTH, transportasi, lingkungan,

kesehatan dan pendidikan, secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap kota

yang layak huni (Y).

Ho : bi ≠ 0

Artinya variabel independen yaitu berupa RTH, transposrtasi, lingkungan,

kesehatan dan pendidikan, secara parsial berpengaruh positif terhadap kota yang

layak huni.

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima jika thitung < ttabel pada a=5%

Ho ditolak jika thitung > ttabel pada a=5%

3.11 Pengolahan Data

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis

Kota Medan memiliki luas 265,10 km2 (10,240 mil²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil,

tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Kecamatan Medan Kota

merupakan bagian dari wilayah pemerintahan kota medan. Tipe kecamatan Medan

Kota adalah kecamatan di bidang jasa/perdagangan dan pariwisata. secara

ekonomi merupakan bagian dari wilayah pusat perekonomian masyarakat

perkotaan dan sebagian pemukiman penduduk. secara administratif, batas

wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Batas Wilayah kota Medan

Sumber : SKPD Medan Kota 2015

Utara Berbatasan dengan Medan Area/Kec. Medan Timur

Selatan Berbatasan dengan Kec. Medan Amplas

Barat Berbatasan dengan Kec. Medan Denai/Kec. Medan

Area

(36)

4.1.2 Kepadatan Penduduk

Provinsi Sumatera Utara memiliki luas wilayah 71.680,68 km2. Pada tahun 2015 jumlah penduduk untuk wilayah Sumatera Utara mencapai 13.937.797 jiwa

dengan kepadatan penduduk sebesar 191 jiwa/km2. Berdasarkan Tabel 3, wilayah terluas di Provinsi Sumatera Utara berada di Kota Medan sebesar 265,00 km2, dengan jumlah penduduk 2.210.624 jiwa.

Tabel 4.2

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Utara 2015

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2)

Mandailing Natal 6.134,00 430.894 70

Tapanuli Selatan 6.030,47 275.098 46

Tapanuli Tengah 2.188,00 350.017 160

Tapanuli Utara 3.791,64 293.399 77

Toba Samosir 2.328,89 179.704 77

Labuhanbatu 2.156,02 462.191 214

Asahan 3.702,21 706.283 191

Simalungun 4.369,00 849.405 194

Dairi 1.927,80 279.090 145

Karo 2.127,00 389.591 183

Deli Serdang 2.241,68 2.029.308 905

Langkat 6.262,00 1.013385 162

Nias Selatan 1.825,20 308.281 169

Humbang Hasundutan 2.335,33 182.991 78

Pakpak Bharat 1.218,30 45.516 37

Samosir 2.069,05 123.789 60

Serdang Bedagai 1.900,22 608.691 320

Batu bara 922,20 400.803 435

Padang Lawas Utara 3.918,05 252.589 64

Padang Lawas 3.892,74 258.003 66

Labuhanbatu Selatan 3.596,00 313.884 87

Labuhanbatu Utara 3.570,98 351.097 98

(37)

Sibolga 41,31 86.519 2.094

Tanjungbalai 107,83 167.012 1.549

Pematangsiantar 55,66 247.411 4.445

Tebing Tinggi 31,00 156.815 5.059

Medan 265,00 2.210.624 8.342

Binjai 59,19 264.687 4.472

Padangsidempuan 114,66 209.796 1.830

Gunungsitoli 280,78 135.995 484

Sumatera Utara 72981,23 13.937.797 191

Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka, Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2015

Perkembangan penduduk untuk wilayah Sumatera Utara dapat dilihat dari

jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan Tabel

4, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk tertinggi untuk wilayah Sumatera Utara

terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 6.983.245 jiwa, sedangkan jumlah

laki-laki sebesar 6.954.552 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi berada pada golongan

umur 0-4 tahun sebesar 1.566.036 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 796.736

jiwa dan perempuan 769.300 jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk terendah

terdapat pada golongan umur 60-64 tahun sebesar 384.925 jiwa dengan jumlah

laki-laki 186.921 jiwa dan perempuan 198.004 jiwa.

Tabel 4.3

(38)

60 – 64 186.921 198.004 384.925

65+ 240.805 319.632 560.437

Jumlah/Total 6.954.552 6.983.245 1.3937.797

Sumber: Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2015

4.1.3 Transportasi

Kota Medan memiliki 3 jenis transportasi, yaitu darat, laut dan udara. untuk

di darat Medan memiliki angkutan umum yang biasa disebut dengan sudako.

dimana terminal sudako tersebut terbagi atas 3 terminal, yaitu terminal sambu,

pinang baris, dan amplas. selain itu transportasi darat lainnya adalah kereta api.

Kereta api menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut,

Belawan di sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing

Tinggi-Kisaran, Tanjung balai-Rantau Prapat di tenggara. Jalan Tol Belmera

menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Pada akhir tahun

2015, sistem Bus Rapid Transit Trans Mebidang telah beroperasi di kota Medan,

kota Binjai, dan kabupaten Deli Sedang. Transportasi lainnya yang berada di kota

Medan yaitu transpostasi laut. Dimana pelabuhan Belawan terletak di bagian utara

kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa.

Layanan kapal feri menghubungkan Belawan dengan Penang di Malaysia. selain

itu Medan juga mempunyai transportasi udara berupa Bandar Udara Internasional

Polonia yang terletak tepat di jantung kota, dahulunya menghubungkan Medan

dengan kota-kota besar lainnya di dalam dan di luar Indonesia. Operasional

Polonia dihentikan dan dipindahkan ke Bandar Udara Internasional Kuala Namu

di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

(39)

4.1.4 Kesehatan

Kegiatan kesehatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di

kecamatan Medan Kota di dukung oleh potensi fasilitas sarana kesehatan sebagai

berikut :

Tabel 4.4

Jumlah Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2011-2013

(40)

4.1.5 Pendidikan

Kegiatan dalam meningkatkan pendidikan masyarakat di kecamatan Medan Kota di dukung oleh potensi fasilitas sarana pendidikan sebagai berikut :

Tabel 4.5

Jumlah Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Jumlah Satuan

PAUD 3 unit

TK 18 unit

SD Negeri/Swasta 45 unit

SLTP Negeri/Swasta 26 unit

SLTA Negeri/Swasta 22 unit

SLTA Kejuruan Negeri/Swasta 11 unit Perguruan Tinggi

Negeri/Swasta

9 unit

Jumlah 134 unit

Sumber: SKPD Medan Kota 2015

Dari data sarana pendidikan diatas, kecamatan Medan Kota telah memenuhi

kebutuhan masyarakat pada semua jenjang pendidikan.

4.2 Hasil Penelitian

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Responden

merupakan penduduk yang bertempat tinggal di kota medan. Hasil penelitian

didapatkan melalui pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data

dimaksud meliputi karakteristik responden dan apa saja indikator kota yang layak

huni di Kota Medan.

4.2.1 Data Karakteristik Responden

Dari hasil pengumpulan data melalui kuisioner yang dijawab atau diisi

(41)

4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh data

distribusi karakteristik responden berdasarkan umur yang akan disajikan pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.6

Data Karakteristik Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah

Sesuai data pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur

responden berumur 20-29 tahun sebanyak 32 orang atau 32% dan berumur 60-69

tahun sebanyak orang atau 6 % ( usia tidak produktif). Hal ini menunjukkan

bahwa pada umumnya masyarakat di daerah Kota Medan berada pada usia

berkisar antara 20-29 tahun yaitu sebanyak 32 responden.

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh distribusi data

karakteristik responden berdasarkan data pendidikan yang didapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)

1 SMA/Sederajat 12 12

2 D3/S1 67 67

(42)

Total 100 100 Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

berpendidikan D3/S1 sebanyak 67 orang atau 67% dan diikuti yang berpendidikan

S2 sebanyak 21 orang atau 21%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Medan berada pada

tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan

masyarakat yang dominan pada tingkat D3/S1.

4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian 100 orang masyarakat Kota Medan yang

menjadi sampel penelitian, maka diperoleh data tentang pendidikan responden

yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Pendidikan Jumlah

Resonden

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang paling banyak

bertempat tinggal di Kota Medan paling banyak berprofesi PNS/BUMN yaitu 45

orang atau 45%. Kemudian yang berprofesi sebagai Mahasiswa sebanyak 20

(43)

4.3 Hasil Pengolahan Data

4.3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Nilai r tabel dengan ketentuan N = 100 dan tingkat signifikansi sebesar

5% , maka angka yang diperoleh = 0.195. Tabel 4.9 merupakan hasil pengolahan

dari survei yang telah dilakukan kepada 100 responden.

Tabel 4.9

(44)

Dari tabel diatas maka dapat dilihat terdapat pertanyaan yang tidak

valid.Dikatakan tidak valid karena r-hitung < r-tabel, dimana nilai r-tabel yaitu

0,195. Adapun pertanyaan yang tidak valid terdiri dari pertanyaan (25) dengan

nilai r-hitung < r-tabel yaitu (0,007) < (0,195).

Maka perlu dilakukan pengujian ulang sehingga diperoleh hasil yang

valid, dengan membuang pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid sebagai

indikator dalam penelitian. Sehingga diperoleh hasil pada tabel 4.9 dapat dilihat

bahwa nilai r-hitung > r-tabel (0,195), maka dapat dikatakan bahwa indikator

yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan valid.

Tabel 4.10 Uji Reliabilitas

Cronbach's Alpha N of Items

.920 25

Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel 4.10 pada 25 pernyataan dengan tingkat signifikansi 5%

diketahui bahwa koefisien alpha (Cronbach's Alpha) adalah sebesar 0,920 ini

berarti 0,920> 0,60 dan 0,920> 0,80 sehingga dapat dinyatakan bahwa kuesioner

tersebut telah reliabel dan dapat disebarkan kepada responden untuk dijadikan

sebagai instrumen penelitian.

4.3.2 Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun hasil estimasi yang

(45)

Tabel 4.11

Hasil Regresi Linier Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil regresi sebagai berikut:

Y= 9,365 + 0,110X1 + 0,251X2 + 0,287X3 + 0,287X4 – 0,052X5

Berdasarkan model regresi diatas maka dapat dilihat bahwa nilai variabel RTH

(X1) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni (Y), variabel transportasi

(X2) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni(Y), variabel

lingkungan(X3) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni(Y), variabel

kesehatan(X4) berpengaruh positif terhadap kota yang layak huni (Y), variabel

pendidikan(X5) berpengaruh negatif terhadap kota yang layak huni.

4.3.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.3.1 Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah keadaan dimana variabel independen dalam

persamaan regresi punya korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain.

Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variabel VIF ( variance inflation factor)

dan nilai tolerance 5%. Dasar pengambilan keputusan uji multikolinieritas:

(46)

- Jika nilai VIF <5 atau nilai tolerance > 0,1 maka tidak terjadi

multikolonieritas.

Table 4.12 Uji Multikolinieritas

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

.815 1.227

.597 1.676

.497 2.010

.605 1.652

.815 1.227

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut: variabel RTH memiliki nilai VIF sebesar 1,227<5 dan nilai

tolerance sebesar 0,815> 0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas. Variabel

transportasi memiliki nilai VIF sebesar 1,676<5 dan nilai tolerance sebesar

0,597> 0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolineritas. Variabel lingkungan

memiliki nilai VIF sebesar 2,010<5 dan nilai tolerance sebesar 0,497> 0,01

dinyatakan tidak terjadi multikolineritas.Variabel kesehatan memiliki nilai VIF

sebesar 1,652<5 dan nilai tolerance sebesar 0,605>0,01 dinyatakan tidak terjadi

multikolineritas. Variabel pendidikan memiliki nilai VIF sebesar 1,227<5 dan

nilai tolerance sebesar 0,815>0,01 dinyatakan tidak terjadi multikolineritas.

4.3.3.2Heteroskedastisitas

Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi

terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

(47)

Table 4.13 Uji Heterokedastisitas

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

RTH (X1) sebesar 0,001 artinya terjadi heteroskedastisitas pada variabel kondisi

objek wisata. Transportasi(X2) sebesar 0,194 artinya tidak terjadi

heteroskedastisitas pada variabel transportasi, variabel lingkungan(X3) sebesar

0,870 artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel lingkungan, variabel

kesehatan(X4) sebesar 0.012 artinya tidak terjadi heterokedastisitas pada variabel

kesehatan, variabel pendidikan (X5) sebesar 0,336 artinya tidak terjadi

heterokedastisitas pada variabel pendidikan.

4.3.4 Pengujian Hipotesis 4.3.4.1 Uji F ( Simultan)

Uji f digunakan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada

pengaruh dari variabel bebas. Adapun hasil estimasi sebagai berikut:

Tabel 4.14 Uji F

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 323.805 5 64.761 11.158 .000a

Residual 545.585 94 5.804

(48)

a. Dependent Variable: Y

b. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3

Berdasarkan hasil estimasi maka dapat disimpulkan bahwa variabel

RTH(X1), transportasi(X2), lingkungan(X3), kesehatan(X4), dan pendidikan(X5)

secara bersamaan berpengaruh terhadap kota yang layak huni pada tingkat

kepercayaan 95% atau dengan alpha 5%. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig sebesar

0,000<0,05.

4.3.4.2 Uji t (Parsial)

Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel

independen (X) terhadap variabel dependen (Y) secara masing-masing. Dimana

uji parsial akan dapat menerangkan nilai X1 terhadap Y, nilai X2 terhadap Y, nilai

X3 terhadap Y, nilai X4 terhadap Y, dan nilai X5 terhadap Y dengan tingkat

kepercayaan 0,05 atau dengan alpha 5%.

Tabel 4.15 Uji Parsial Variabel

Koefisien

t-hitung t-tabel prob Keterangan X1(RTH) 0,307 3,325 1,985 0,001 Signifikan X2(Transportasi) 0,085 1,309 1,985 0,194 Tidak Signifikan X3(Lingkungan) 0,018 0,164 1,985 0,870 Tidak Signifikan

X4(Kesehatan) 0,319 2,565 1,985 0,012 Signifikan X5(Pendidikan) -0,126 -0,967 1,985 0,336 Tidak Signifikan

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai

berikut: variabel RTH tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap kota

(49)

belum maksimalnya jumlah RTH yang ada dikota Medan. Menurut UU Tata

Ruang No.26 tahun 2007 telah mengamanatkan bahwa perkotaan harus memiliki

luas RTH (Ruang Terbuka Hijau) sedikitnya 30% dari wilayah perkotaan untuk

pengamanan kawasan lindung perkotaan, pengendalian pencemaran, dan

kerusakan tanah, air dan udara. Sedangkan RTH yang ada di kota Medan masih

10% (koran sindo 2016), sehingga mengakibatkan RTH di kota Medan belum

berpengaruh terhadap indikator kota layak huni.

Variabel transportasi berpengaruh tidak signifikan secara positif terhadap

kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung > t-tabel yaitu 1,309>1,985 dengan

nilai signifikan sebesar 0,870 > 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan transportasi sebanyak 1% maka

hal ini akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas transportasi maka peningkatan kota

yang layak huni akan semakin tinggi.

Variabel lingkungan tidak berpengaruh signifikan secara positif terhadap

kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung < t-tabel yaitu 0,164<1,985 dengan

nilai signifikan sebesar 0,870>0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan lingkungan sebanyak 1% maka

hal ini belum akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka

dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan maka peningkatan

kota yang layak huni belum tentu akan semakin tinggi.

Variabel kesehatan berpengaruh signifikan secara positif terhadap kota

(50)

signifikan sebesar 0,012<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan kesehatan sebanyak 1% maka hal

ini akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%. Maka dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas kesehatan maka peningkatan kota

yang layak huni tentu akan semakin tinggi.

Variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan secara negatif terhadap

kota yang layak huni, dengan nilai t-hitung < t-tabel yaitu -0,967>1,985 dengan

nilai signifikan sebesar 0,336<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendidikan sebanyak 1% maka

hal ini belum tentu akan mempengaruhi peningkatan kota layak huni sebesar 5%.

Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas pendidikan maka

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap kota yang layak huni. Naiknya

kualitas RTH belum tentu akan meningkatkan kota Medan sebagai

kota layak huni dikarenakan RTH yang ada di kota Medan masih

sangat sedikit yakni sekitar 10%.

2. Kondisi transportasi memiliki pengaruh positif tetapi tidak

signifikan terhadap kota yang layak huni. Naiknya kualitas

transportasi akan meningkatkan kota Medan sebagai kota yang

layak huni.

3. Kondisi lingkungan memiliki pengaruh positif tidak signifikan

terhadap kota yang layak huni. Naiknya kualitas lingkungan akan

meningkatkan kota Medan sebagai kota yang layak huni.

4. Kondisi kesehatan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

kota yang layak huni. Naiknya kualitas kesehatan akan

meningkatkan kota Medan menjadi kota yang layak huni.

5. Kondisi pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

kota yang layak huni. Naiknya kualitas pendidikan belum tentu

(52)

5.2Saran

1. Pemerintah kota Medan harus lebih memperbanyak jumlah Ruang Terbuka

Hijau yang ada di kota Medan, yaitu dengan membuka lahan hijau seperti

hutan kota yang dapat di tanami dengan berbagai pohon seperti mahoni,

beringin dan lain-lain.

2. Pemerintah kota Medan harus lebih meningkatkan kualitas transportasi di

kota Medan agar dapat mempermudah masyarakat melakukan aktivitas

sehari-hari. Yaitu dengan cara menambah armada bus trans mebidang,

memperbaiki halte-halte sesuai dengan kegunaannya, dan meningkatkan

pemakaian angkutan umum daripada angkutan pribadi guna mengurangi

kemacetan.

3. Masyarakat kota Medan harus menjaga dan mencerminkan masyarakat

yang peduli akan lingkungan kota yang bersih dan layak huni,yaitu dengan

membuang sampah pada tempatnya, membersihkan area selokan guna

mengurangi luapan air agar tidak terjadi banjir.

4. Pemerintah kota Medan harus lebih peduli dalam masalah kesehatan baik

dalam fasilitas dan pelayanan agar kesehatan masyarakat kota Medan lebih

terjamin.

5. Pemerintah kota Medan harus lebih meningkatkan lagi kualitas pendidikan

kota Medan, yaitu dengan menambahkan fasilitas-fasilitas seperti ruang

kelas, perpustakaan, kelengkapan alat belajar mengajar seperti papan tulis,

buku, proyektor, dan sebagainya baik di setiap unit sekolah maupun

(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kota

Menurut Bintarto (1987), “kota dalam tinjauan geografi adalah suatu

bentang budaya yang di timbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami. Dengan

gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan

yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah

dibelakangnya”. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat

dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik, administratif, sosial dan fungsional.

Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk

kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Sedangkan menurut John Brickerhoff

Jackson (1984), bahwa “kota adalah suatu tempat tinggal manusia yang

merupakan manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh

berbagai unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau”. Pembangunan

(development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial,

seperti politik, ekonomi, infrastuktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,

kelembagaan dan budaya (Alexander 1994).

2.1.2 Pengertian Pembangunan

Pada umumnya pembangunan diartikan sebagai upaya meningkatkan

kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari

kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh rakyat. Pembangunan merupakan

(54)

bertambah besar jumlahnya, maka kebutuhannya pun bertambah jumlahnya,

jenisnya, dan kualitasnya, seiring dengan perkembangan kemajuan peradaban

manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pendekatan pembangunan

yang dilakukan dapat secara mikro, tetapi dapat pula secara makro. Pendekatan

secara makro adalah melihat secara besar, yaitu menekankan pada agregat

pendapatan, investasi, inflasi, peredaran uang dan kebijakan moneter (keuangan),

kebijakan fiskal (perpajakan), dan perdagangan luar negeri. Sedangkan

pendekatan mikro membahas berbagai masalah yang lebih kecil skopnya,

misalnya permintaan dan penawaran individual, biaya produksi dan harga pasar

atau perilaku seseorang atau suatu perusahaan. Ada pula pendekatan

pembangunan yang menekankan pada kegiatan yang dilakukan secara sektoral

misalnya sektor pertanian, perindustrian, pertambangan, konstruksi/bangunan,

perdagangan, transportasi, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lainnya

(Adisasmita, 2010). Lebih berkembang lagi, pendekatan pembangunan

memberikan penekanan pada kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada

lingkup regional (pada wilayah provinsi atau kabupaten). Lebih maju lagi yaitu

memfokuskan pada unit perencanaan atau ruang pembangunan yang lebih

terfokuskan pada lokasi tertentu atau lebih sempit lagi, yaitu pada lokasi di mana

kegiatan yang dimaksudkan akan diletakkan, maka diterapkanlah pendekatan

spasial (tata ruang), misalnya Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota

(RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), tata ruang pedesaan, tata ruang

(55)

Pembangunan yang menerapkan pendekatan kawasan dilihat dari segi luas

wilayah perencanaannya mungkin saja lebih kecil dan mungkin pula lebih besar

dari suatu wilayah kabupaten, tetapi harus memiliki fungsi tertentu, dengan

demikian diharapkan tingkat keberhasilan dalam pencapaian sasaran

pembangunannya akan lebih tinggi, karena fungsinya tertentu maka sasaran dan

tujuan pembangunannya relatif lebih terfokus. Dari segi konsep pembangunan

wilayah (regional development concept), pendekatan kawasan dan pembangunan

kawasan telah diterapkan secara luas. Sebagai salah satu kota terbesar di

Indonesia dengan urutan terbesar ketiga, setelah Kota Jakarta dan Surabaya, Kota

medan bisa menjadi kota teladan bagi kota-kota lainnya. Kota Medan

sesungguhnya telah memiliki ketersediaan infrastruktur dan utilitas kota yang

semakin memadai. Namun harus diakui juga, pemanfaatannya masih harus

ditingkatkan guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.

Setidaknya ada tujuh variabel utama dalam penentuan daftar indeks kota

ternyaman (Most Liveable City index), yakni fisik kota, kualitas lingkungan,

transportasi, aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi dan sosial. Berpedoman pada

tujuh variabel itulah Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) menetapkan 25

kriteria penentuan sebuah kota yang layak mendapat predikat Liveable City.

Ke-25 kriteria tersebut antara lain kualitas penataan kota, jumlah ruang terbuka,

perlindungan bangunan bersejarah, kualitas kebersihan lingkungan, tingkat

pencemaran lingkungan, ketersediaan angkutan umum, kualitas kondisi jalan, dan

kualitas fasilitas pejalan kaki. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas

(56)

ketersediaan energi listrik, ketersediaan air bersih, dan kualitas air bersih. Kriteria

berikutnya adalah kualitas jaringan telekomunikasi, interaksi hubungan antar

penduduk, informasi pelayanan publik, dan ketetsediaan fasilitas kaum difabel.

Portes mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial

dan budaya pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk

memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. sedangkan Ginanjar

Kartasamita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai

“suatu proses ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara

terencana”. Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya

pemikiran yang mengidentifikasikan pembangunan dengan perkembangan,

pembangunan dengan modernisasi dan industrialisai, bahkan pembangunan

dengan westernisasi.seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan,

dimana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi,

secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal

tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing

mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip

kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang

merefleksikan perubahan (Riyandi dan Bratakusumah, 2005). Transformasi dalam

struktur ekonomi, misalnya dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan

produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap

pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan

menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan

(57)

melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses

terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan,

air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan

politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, disamping adanya

perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari

penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional

menjadi organisasi modern dan nasional. Dengan demikian, proses pembangunan

terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik,

yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group).

Maka penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),

pertumbuhan dan diversifikasi.

2.1.3 Indikator Pembangunan

Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda-beda untuk

setiap negara. Di negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan

pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik

masuk desa, layanan kesehatan pedesaan dan harga makanan pokok yang rebdah.

Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,

indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier

(Tikcson,2005). Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh

lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan per kapita (GNP atau PDB), struktur

perekonomian, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Di samping itu terdapat pula dua

indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi

(58)

Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini akan disajikan ringkasan Deddy

T. Tikson (2005) terhadap kelima indikator tersebut :

1. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan

salah satu indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk

mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator

ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga

dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

2. Struktur Ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan

mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas

sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita,

kontribusi sektor manufaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional

akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat

upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan

diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain

pihak, kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin

menurun.

3. Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang

bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi

dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama

(59)

4. Angka Tabungan

Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap industrialisasi

memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan faktor utama

dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris pada umumnya

Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi

industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha

ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

5. Indeks Kualitas Hidup

IKH atau Physical Qualty of Life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. indeks ini dibuat indikator

makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan

masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya pendapatan

nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh

peningkatan kesejahteraan sosial.

6. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

The United Nation Development Program (UNDP) telah membuat

indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator

yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah

pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP,

pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya

manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai

sebuah proses yang bertujuan mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat

(60)

sumber daya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan

peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.

2.1.4 Liveable City

Kota layak huni atau Liveable city adalah dimana masyarakat dapat hidup

dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), “kota

yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat

kota dan aman bagi seluruh masyarakat”. menurut Evan (2002), konsep Liveable

city digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai

peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk

realisasinya. Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Liveable City harus

mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota-kota

yang menjadikan kotanya sebagai kota yang layak huni dan nyaman bagi

masyarakat kota. Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Liveable City

adalah tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat, fasilitas umum dan

sosial, ruang dan tempat publik, aman, mendukung fungsi ekonomi, sosial dan

budaya, serta sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Menurut

Douglass (2002), dalam Liveable City dapat dikatakan bertumpu pada empat pilar,

yaitu: (1) meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan

masyarakat, (2) penyediaan lapangan pekerjaan, (3) lingkungan yang aman dan

bersih untuk kesehatan, kesejahteraan dan untuk mempertahankan pertumbuhan

ekonomi, dan (4) good governence.

(61)

1. Fisik Kota : Tata ruang, arsitektur, RTH, ciri dan karakter budaya lokal.

2. Kualitas Lingkungan : Kebersihan kota dan tingkat pencemaran.

3. Transportasi-Aksesibilitas : Angkutan umum, kualitas jalan, waktu tempuh ke

tempat aktivitas, pedestrian.

4. Fasilitas : Fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, rekreasi, taman kota.

5. Utilitas : Air bersih, listrik, komunikasi

6. Ekonomi : Tingkat pendapatan, biaya hidup, ramah investasi.

7. Sosial : Ruang publik, ruang kreatif, interaksi sosial, kriminalitas, tingkat

kesetaraan warga kota, partisipasi warga, dukungan terhadap orang tua,

penyandang cacat, dan wanita hamil.

8. Birokrasi dan Pemerintahan : Leadership yang kuat, dukungan kebijakan,

kepastian hukum, akuntabilitas pemerintah, tingkat penerapan rencana kota,

dukungan program pembangunan, dukungan pembiayaan.

2.1.5 Tata Ruang

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Baik

yang direncanakan (lingkungan buatan) maupun yang tidak direncanakan

(lingkungan alamiah). Tata ruang yang direncanakan misalnya kawasan

pemukiman, daerah industri, kompleks perkantoran dan perdagangan, serta tempat

rekreasi. Tata ruang yang tidak direncanakan meliputi antara lain wilayah aliran

sungai, danau, suaka alam, gua, gunung, dan perbukitan. Perencanaan tata ruang

dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat. peran serta masyarakat

merupakan faktor yang sangat penting karena pada akhirnya hasil penataan ruang

(62)

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa tercapainya

pemanfaatan ruang yang berkualitas dimaksudkan untuk:

a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas bebudi luhur, dan sejahtera.

b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

c. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara

berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia.

d. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi

dampak negatif terhadap lingkungan.

e. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Proses dan prosedur perencanaan tata ruang dilaksanakan secara terpisah dan

terpadu, dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

a. Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,

sosial budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta fungsi

pertahanan keamanan.

b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu

wilayah perencanaan.

c. Perumusan perencaan tata ruang.

(63)

2.2 Teori - Teori Perkembangan Kota

2.2.1 Teori Konsentris (The Consentric Theory)

Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus,1999), atas dasar studi

kasusnya mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya “sesuai kota yang besar

mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya.

Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua

bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang

dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah

pusat kegiatan sebagai intinya”.

Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti

suatu pola konsentris ini adalah sebagai berikut:

a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB)

Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah

ini terdapat bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial,

ekonomi, politik dan budaya. Contohnya: Daerah pertokoan, perkantoran,

gedung kesenian, bank, dan lainnya.

b. Daerah Peralihan

Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan pemduduk kurang mampu

dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari

pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari

tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan

industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.

(64)

Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini.

Kondisi perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan. Hal ini

disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal disini adalah dari

golongan pekerja kelas rendah.

d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya

Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding

dengan penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik

ditinjau dari pemukimannya maupun dari perekonomiannya.

e. Daerah Penglaju

Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup

daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan

perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan,

kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan

merupakan pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian

penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang pertanian.

2.2.2 Teori Sektor

Teori sektor ini dikemukakan oleh Humor Hoyt (Yunus,1991 & 1999),

dinyatakan bahwa perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota,

berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh

sektor-sektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya

kenyataan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat variasi sewa tanah atau

sewa rumah yang besar. Belum tentu suatu tempat yang mempunyai jarak yang

(65)

sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB akan

mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu dan

bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat

dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada

daerah yang lebih jauh dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh

faktor transportasi, komunikasi, dan segala aspek-aspek yang lainnya.

2.2.3 Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua

geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam

wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam

teori Burgess dan Hoyt. Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi

bentuk yang kompleks. bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya

nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan.

nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang

funfsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.

Nukleus kota dapat berupa kampus perguruam tinggi, Bandar udara,

kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. keuntungan ekonomi

menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok

sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang

berdekatan dengan sarana transportasi. perumahan baru mencari lokasi yang

berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan. Harris dan Ullman

berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh

(66)

tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris

dan sektoral.

2.2.4 Teori Pertumbuhan Kota

Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah leburan dari bangunan dan

penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian

berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada

dua macam yaitu geometri dan organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang

didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.

• Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad

pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk

geometrik.

• Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota

metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan

bermacam-macam kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota

akan memliliki bentuk semaunya yang kemudian disebut dengan organik

pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan

memiliki pola yang tidak teratur dan non-geometrik.

2.3 Morfologi Kota

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu

kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih

luas, menurut Gallion dalam buku “The Urban Pattern” disebutkan bahwa

(67)

dikota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada jaringan

transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh

sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.

Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala

perubahan cukup besar) dalam lingkungan termasuk di dalamnya perubahan

penggunaan lahan secara organik, terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu:

1. Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.

2. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan

dimulai dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan

yang melatar belakanginya.

3. Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang

berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif

dan berkesinambungan.

4. Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem

nilai) yang ada dalam populasi pendukung.

5. Faktor-faktor penyebab perubahan lainnya adalah vision (kesan), optimalnya

kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan dengan fungsi-fungsi yang

mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi

tampak pada kawasan (Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design,

(68)

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dapat

dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No .

Nama, Tahun,

Judul Metode Analisis Hasil

1. Ita Rohainah,

Dapat diketahui bahwa kota yang diinginkan oleh masyarakat setidaknya memiliki lima aspek besar yang harus dipenuhi, yaitu aspek arsitektur, kualitas city di Kota Balikpapan mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dari 42 indikator konsep liveable city dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9

(69)

3 Muhammad kenyamanan kota, hal ini diketahui bahwa

bertambahnya kriteria tidak nyaman dari 8 kriteria di tahun 2009 menjadi 14 kriteria saat ini. Kriteria yang berpengaruh pada penentuan kondisi kenyamanan kota adalah kualitas penataan kota, karena terjadi penurunan jumlah ruang terbuka hijau di perkotaan; penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada kondisi dan kebersihan lingkungan kota;

(70)

2.5Kerangka Konseptual

Lennard (1997, IAP 2008)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

X1 : RTH (Ruang Terbuka Hijau)

Y : Kota Layak Huni

X3 : Lingkungan

X4 : Kesehatan X2 : Transportasi

(71)

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut :

1. RTH berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota Medan.

2. Transportasi berpangaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota

Medan.

3. Lingkungan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota

Medan.

4. Kesehatan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota

Medan.

5. Pendidikan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota

(72)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil,

tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan

terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.

Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada

ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut (Medan, wikipedia 2015).

Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan

tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia,

serta menjadi pusat kegiatan pertumbuhan dan penggerak pembangunan di

Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga menjadi pusat sosial dan budaya

masyarakat sebagai daya tarik tujuan migrasi penduduk dari berbagai daerah di

Sumatera bagian utara, dari suku bangsa dari berbagai negara. Kota Medan

diharapkan akan menjadi yang terdepan dalam menyambut terbentuknya

masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2009-2015 cenderung

mengalami peningkatan. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan

Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk

(73)

Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan

Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur.

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk di kota Medan tahun 2009-2015

Sumber: Kota Medan Wikipedia 2015

Semakin tingginya tingkat laju pertumbuhan penduduk Kota Medan, maka

akan semakin besar pula lahan yang diperlukan untuk ditinggali. Kemajuan Kota

Medan tidak terlepas dari tuntutan persaingan global, pelaksanaan demokrasi, dan

penyelenggaraan otonomi daerah. Persaingan global menuntut Kota Medan

berkembang menjadi kota yang mempunyai lingkungan yang kondusif untuk

meningkatkan produktivitas dan kreativitas; serta memiliki daya tarik dan daya

saing yang kuat. Pelaksanaan demokrasi menuntut pengelolaan Kota Medan

menjadi tempat yang nyaman dan aman, serta memberikan peluang bagi

penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar warga Kota Medan. .

Pembangunan kota pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia pada

dasarnya telah tercantum dalam UUD 1945 dan sudah dijamin oleh pemerintah.

Namun dalam kesejahteraan masyarakat terdapat banyak kendala dalam

Tahun Penduduk

2009 2.121.053

2010 2.109.339

2012 2.122.804

2013 2.123.210

Gambar

Tabel Validitas
Tabel Reabilitas
Tabel 4.1 Batas Wilayah kota Medan
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dijadikan area permukiman dan berbagai fasilitas lain. Letak geografis juga sangat mempengaruhi keadaan lingkungan

Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan

Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan

Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Di Kota Depok .Jakarta

Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non- hijau telah

Bentuk Kebijakan Pengembangan Taman sebagai Pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Jambi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi yaitu kebijakan dalam bentuk roof

Latar belakang masalah penelitian ini bahwa sebagian besar Kota Banjar adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) namun hanya Alun-alun ini yang merupakan satu- satunya