• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Kemasan Dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas Ipb 9

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Kemasan Dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas Ipb 9"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

1

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

DESAIN KEMASAN DAN PERLAKUAN

PEMATANGAN BUATAN PADA SISTEM DISTRIBUSI

PEPAYA (

Carica papaya

L.) VARIETAS IPB 9

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Kemasan dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.) Varietas IPB 9 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Mohammad Iqwal Tawakal

(4)

RINGKASAN

MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL. Desain Kemasan dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.) Varietas IPB 9. Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan SUTRISNO.

Pepaya sebagai buah klimakterik dipanen dan didistribusikan dalam kondisi belum matang dengan tingkat ketuaan yang bervariasi. Kemasan sebagai wadah pada proses distribusi adalah penting untuk melindungi pepaya dari kerusakan mekanis, sedangkan pematangan saat sampai di tujuan perlu dilakukan untuk menghasilkan pepaya yang siap dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk merancang desain kemasan transportasi papaya untuk mengurangi kerusakan selama pengangkutan dan menganalisis respon perlakuan pematangan buatan pada papaya sehingga dapat menentukan jadwal penjualan yang tepat.

Penelitian dimulai dari pemanenan, sortasi, pencucian, hot water treatment

untuk menghambat perkembangan antraknosa, pengemasan dengan kemasan hasil rancangan, simulasi transportasi, penyimpanan pada suhu 15 oC dan perlakuan pematangan buatan. Parameter mutu pascapanen yang diamati terdiri dari tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, warna, kekerasan, dan total padatan terlarut. Pepaya yang digunakan adalah var IPB-9 dengan tingkat kematangan 60 % (semburat 1), berat 1.271 ± 0.05 kg, diameter 10.01 ± 0.41 cm, panjang 23.87 ± 0.57 cm. Kemasan tipe RSC (Regular Slotted Container) dari bahan karton gelombang flute BC dirancang untuk transportasi dan distribusi pepaya dengan jumlah per kemasan 12 buah yang ditata dalam dua posisi yaitu tegak dan miring 30o. Pepaya dikemas menggunakan kemasan primer berupa foam net dan foam net+plastik wrapping. Sebagai kontrol, pepaya tidak diberi tambahan kemasan primer. Pepaya dalam kemasan ditransportasikan menggunakan meja simulator dengan frekuensi 2.701 ± 0.45 Hz, amplitudo 2.614 ± 0.88 cm (setara 90.44 km) dan diukur tingkat kerusakan mekanisnya. Sistem distribusi dan pemasaran yang dirancang pasca transportasi adalah pepaya disimpan pada suhu 15 oC dan dikeluarkan untuk dimatangkan dengan perlakuan ethephon 250 dan 750 ppm setelah 1, 2 dan 3 minggu penyimpanan.

Dimensi kemasan hasil rancangan untuk posisi tegak (P1) adalah 460 x 340 x 240 mm dan untuk posisi miring (P2) 600 x 340 x 230 mm dengan kekuatan tekan (compression force) masing-masing sebesar 8871.50 N/m2 dan 7979.82 N/m2. Pasca transportasi, kerusakan mekanis yang terjadi pada pepaya yang diberi

foam net dengan posisi tegak 20.83 % dan posisi miring 12.5 %, sedang yang diberi foam net + plastik wraping sebesar 0% untuk posisi tegak maupun miring, sementara kerusakan pada pepaya kontrol mencapai 25 %. Kemasan primer berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis dengan kerusakan terendah menggunakan foam net + plastik wraping.

(5)

saat dikeluarkan dari ruang simpan sudah menguning warna kulitnya tetapi belum merata. Pematangan buatan yang baik untuk pepaya dalam kondisi tersebut adalah ethephon konsentrasi 250 ppm dengan hasil pada hari ke dua dapat dikonsumsi sebagai buah meja dengan lama simpan 4 hari pada suhu ruang. Pepaya yang disimpan 21 hari tidak dilakukan pematangan buatan karena sudah rusak dan tidak layak konsumsi.

(6)

SUMMARY

MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL. Packaging Design and Artificial Ripening Treatment for Papaya (Carica papaya L.) IPB 9 for Improvement of Papaya Distribution System. Supervised by EMMY DARMAWATI and SUTRISNO.

Papaya as a climacteric fruit are commontly harvested and distributed in an unripe state with various of maturities. Packaging in the distribution process is essential for protection from mechanical damage, while ripening is required to present the papaya for ready to consume. The objectives of this research were to design the transportation packaging for papaya, to analyze its performance by simulation transportation, and also to analyze the response of artificial ripening treatment for papaya in order to perform the best schedule of storage.

This study was started by harvesting, sorting, cleaning, hot water treatment, and transportation simulation, storage in refrigerator at 15 0C, artificial ripening treatment and storage at room temperature. Physical quality parameter determination were consist of weight loss, color, firmness, and total soluble solid. Papaya var IPB 9 (Calina) were harvested with maturity of 60%. Papayas were sorted and graded for 1.271 ± 0.05 kg of weight, 10.01 ± 0.41 cm of diameter, and 23.87 ± 0.57 cm of lenght. Each package contained 12 fruits (± 12 kg) with two positions, which were standing (P1) and sloping with 30degree (P2). Packaging was made from flute BC of corrugated board with type RSC (Regular Slotted Container). Additional treatments (foam net and plastic wrapping) were used as a primary packaging. Transportation simulation was conducted to evaluate the strength of packaging in protecting of papaya during the transportation process, using simulator table with 2.701 ± 0.45 Hz of frequency, 2.614 ± 0.88 cm of amplitude during as two hours. The transport simulation was done equal with 90.44 km for district class road. The designed distribution system was: after the transportation, papaya then stored at 15 0C for 1, 2 and 3 weeks and followed by ripening treatment using 250 and 750 ppm of ethepon.

The packaging dimension for standing position (P1) was 46 x 34 x 24 cm and sloping with 30degree (P2) was 60 x 34 x 23 cm with BC flute and RSC type. Packaging with standing position (P1) had a compression strength of 7979.82 N/m2, while 8871.50 N/m2 for packaging with sloping 30 degree. After transportation with simulator that equal with 90 km, the damage was found in both position (P1 and P2) but statistically, the position of papaya was no effect on mechanical damage. However, the using primary packaging was found significantly reduced the damage, where mechanical damaged of papaya in control package (without primary package) was 25%. Mechanical damage of papaya that used foam net was 20.83% for position P1, 12.5% for position P2, and it would be 0% for papaya that used foam net + plastics wrapping for both position P1 and P2.

(7)

of ripening and reached the optimum conditions for consumption after 4 days, with a possibility shelf life for 6 days at room temperature. The best artificial ripening treatment for papaya that had stored 14 days at 15 0C was by using 250 ppm of ethephon. The use of 250 ppm ethephon would make the best visually and smoothly yellow color of papaya‟s peel surface.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

DESAIN KEMASAN DAN PERLAKUAN PEMATANGAN

BUATAN PADA SISTEM DISTRIBUSI PEPAYA

(

Carica papaya

L.) VARIETAS IPB 9

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dengan Desain Kemasan dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.) Varietas IPB 9.

Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku komisi pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr sebagai dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan masukan dalam sidang tesis ini. Penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Bapak Ibu, Istri dan Anak-anak, Mertua, keluarga, dan teman-teman program studi Teknologi Pascapanen SPS IPB atas dukungan materiil dan moril yang tiada henti. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

(14)

DAFTAR ISI

Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi 20

Perubahan Fisiologis Pepaya Pada Penyimpanan Dingin Pasca Simulasi

Transportasi 22

Pematangan Buatan 26

Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 7 Hari Penyimpanan 26 Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 14 Hari Penyimpanan 29

SIMPULAN DAN SARAN 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 38

(15)

DAFTAR TABEL

Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah 17

Dimensi kemasan pepaya hasil perhitungan 18

Nilai efisiensi penggunaan pallet dan jumlah kemasan setiap lapisan 19

DAFTAR GAMBAR

Tipe kemasan karton untuk distribusi (A) RSC, (B) HTC, dan (C)

FTC (Peleg 1985) 5

Buah pepaya berdasarkan umur petik yang digunakan petani (A)

semburat 1 (B) semburat 2 10

Ilustrasi buah pepaya dalam posisi tegak 11

Ilustrasi buah pepaya dalam posisi miring 30 derajat 11

Diagram alir prosedur kerja penelitian 14

Desain kemasan hasil rancangan untuk posisi buah tegak 17 Desain kemasan hasil rancangan untuk posisi buah miring 30 derajat 18 Posisi buah pepaya dalam kemasan (a) tegak (b) miring 30 derajat 18 Pola penyusunan kemasan pada pallet (a) kemasan P1 pada dimensi

pallet 1165 x 1165 mm (b) kemasan P2 pada dimensi pallet 1000 x 1200 mm (c) kemasan P2 pada dimensi pallet 800 x 1200 mm 20 Kerusakan mekanis pepaya pasca simulasi transportasi (a) luka memar

(b) luka gores 21

Grafik kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi 21 Nilai susut bobot buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C 23 Nilai indeks warna buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C 24 Nilai kekerasan buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C 25 Nilai total padatan terlarut buah pepaya selama penyimpanan suhu 15

0

C 25

Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;

kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3) 26

Nilai warna indeks “L” (1) warna indeks “a” (2) warna indeks “b” (3) pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang

pasca pematangan buatan 27

Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 4;

kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3) 27

Nilai total padatan terlarut pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan 28 Nilai kekerasan pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan

pada suhu ruang pasca pematangan buatan 28

Nilai susut bobot pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan

pada suhu ruang pasca pematangan buatan 29

Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;

kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3) 29

Nilai warna indeks “L” (1) warna indeks “a” (2) warna indeks “b” (3) pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang

(16)

Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 2;

kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3) 31

Nilai total padatan terlarut pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan 31 Nilai kekerasan pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan

pada suhu ruang pasca pematangan buatan 32

Nilai susut bobot pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan

pada suhu ruang pasca pematangan buatan 32

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel dimensi dan berat buah pepaya 39

Perhitungan dimensi kemasan 40

Perhitungan ventilasi kemasan 42

Perhitungan total tumpukan kemasan 43

Optimasi penyusunan kemasan pada pallet 44

Perhitungan simulasi transportasi 45

Analisis sidik ragam dan uji Duncan kerusakan mekanis buah pepaya 47 Analisis sidik ragam dan uji Duncan susut bobot selama pematangan

Pematangan pepaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda setelah simulasi transportasi posisi buah tegak dan 1 minggu

penyimpanan dalam cold storage 15 0C 54

Pematangan pepaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda setelah simulasi transportasi posisi buah miring dan 1 minggu

penyimpanan dalam cold storage 15 0C 55

Pematangan papaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda setelah simulasi transportasi posisi buah tegak dan 2 minggu

penyimpanan dalam cold storage 15 0C 56

Pematangan papaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda setelah simulasi transportasi posisi buah miring dan 2 minggu

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya merupakan buah potensial yang diminati di banyak daerah tropis dunia termasuk Indonesia dan menjadi buah unggulan karena bermanfaat sebagai salah satu sumber vitamin, mineral dan antioksidan. Namun pepaya merupakan buah yang mudah rusak, terutama disebabkan oleh kelainan fisiologis, kerusakan mekanis, serta gangguan hama dan penyakit sehingga mengurangi daya simpan buah. Kerusakan mekanis pada pepaya disebabkan oleh kegiatan pengangkutan dan pendistribusian. Selama ini pepaya diangkut menggunakan keranjang bambu dari kebun menuju gudang penyimpanan, dan didistribusikan ke rumah kemasan atau pasar menggunakan bak terbuka dengan cara ditumpuk (bulky) lasung di dasar bak angkut. Beberapa rumah kemasan atau suplier telah menggunakan keranjang plastik (container) sebagai wadah untuk transportasi pepaya dengan tujuan pasar institusi atau pasar modern. Salah satu kelemahan dari kontainer adalah jarak pasar yang dijangkau terbatas karena kontainer plastik harus dibawa oleh penjual dalam keadaan kosong, sehingga menambah biaya distribusi.

Pengemasan merupakan bagian utama dalam kegiatan transportasi dan distribusi guna melindungi produk dari benturan, gesekan, serta guncangan sehingga memperkecil peluang terjadinya kerusakan mekanis pada produk. Kerusakan mekanis yang terjadi dalam proses transportasi dan distribusi akan mempercepat kerusakan fisiologis saat pepaya disimpan. Pada persaingan pasar global yang tinggi seperti pasar bebas ASEAN, kemasan juga memegang peran sangat penting dalam memberi nilai tambah untuk menarik dan memudahkan konsumen membelinya (FAO 2009). Sistem kemasan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pasar perlu dirancang untuk memberikan perlindungan yang optimal baik dari kerusakan mekanis maupun kerusakan fisiologis.

Pepaya sebagai buah klimaterik, umumnya dipanen pada saat kondisi tua dan didistribusikan dalam kondisi belum matang. Pedagang dan pemasok, membeli pepaya dari petani saat buah cukup tua tapi belum matang dengan tingkat ketuaan yang dipilih sesuai jangkauan pasar yang dituju. Untuk mempercepat kematangan, pengumpul atau pedagang melakukan pematangan buatan sebelum dibawa ke pasar. Secara komersial, pematangan buatan dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum. Untuk mempercepat proses pematangan dapat dilakukan dengan cara memberikan bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk menyeragamkan kemasakan buah adalah dari golongan etilen (C2H4). Ethephon yang berbahan aktif etilen, dapat digunakan

untuk menyeragamkan kemasakan buah sehingga pemanenan dapat dilakukan sekaligus, memperoleh kecerahan warna, menghindari rasa pahit pada saat buah berwarna merah dan dapat memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum pada saat yang terjadwal.

(18)

pematangan buatan yang sesuai dengan kondisi fisiologis buah saat dikeluarkan dari tempat penyimpanan.

Perumusan Masalah

Kerusakan mekanis pada proses distribusi pepaya masih tinggi karena belum digunakannya kemasan yang memadahi. Kualitas tampilan dan daya simpan buah pepaya akan cepat menurun setelah dipanen apabila tidak dilakukan perbaikan rancangan kemasan dan perlakuan pascapanen. Rancangan kemasan menggunakan bahan karton gelombang yang ditambah dengan kemasan pelindung (kemasan primer) berupa bantalan foam net dan plastik wrapping, serta pengaturan posisi pepaya dalam kemasan diharapkan mampu mengurangi kerusakan mekanis. Pepaya sebagai buah klimaterik dipanen dan didistribusikan dalam kondisi belum matang dengan tingkat ketuaan yang bervariasi perlu dilakukan pematangan buatan untuk menghasilkan buah dengan kematangan yang seragam dan untuk memperbaiki tampilan buah guna meningkatkan daya saing buah pepaya pada pasar domestik dan internasional.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk merancang system kemasan transportasi papaya berbahan karton gelombang guna mengurangi kerusakan mekanis dan menganalisis respon perlakuan pematangan buatan pada papaya pasca transportasi dan penyimpanan dingin. Secara khusus penelitian bertujuan untuk

1. Merancang sistem kemasan untuk transportasi pepaya berbahan karton gelombang yang dikombinasikan dengan kemasan primer berupa foam net dan plastik wrapping

2. Menganalisis kerusakan mekanis dan fisiologis pepaya pasca transportasi 3. Menganalisis perubahan mutu pepaya pasca transportasi yang disimpan di

suhu dingin (15 oC)

4. Mengkaji pengaruh pematangan buatan terhadap pepaya yang disimpan pada suhu dingin pasca transportasi terhadap perubahan mutu pasca pematangan buatan

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan dukungan teknologi pascapanen pada suatu kegiatan agroindustri yang bergerak dalam produk segar buah pepaya IPB 9, baik untuk kepentingan pasokan pasar dalam negeri maupun ekspor.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

langsung dijual karena tingkat kematangannya 60% atau semburat 1. Pasca tranportasi, pepaya disimpan pada suhu dingin (cold storage) untuk menjaga mutu sebelum siap jual. Sebelum dijual, pepaya dikeluarkan dari cold storage dan dilakukan pematangan buatan untuk mempercepat perubahan fisiologi pepaya siap dikonsumsi sebagai buah meja. Pematangan buatan juga ditujukan untuk membuat warna pepaya kuning merata sebagai salah satu daya tarik konsumen. Konsentrasi etephon sebagai bahan kimia untuk pematangan buatan dijadikan sebagai perlakuan dalam penelitian ini. Posisi buah dalam kemasan dan di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan. Hampir semua bagian pohon dapat dimanfaatkan. Buah pepaya lebih banyak dimanfaatkan karena mudah didapat dan lezat. Pepaya merupakan tanaman berumah satu sekaligus berumah dua dengan tiga jenis pohon, yaitu : pohon jantan, betina dan hermafrodit (Villegas 1992).

Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledone, ordo Caricales, family Caricaceae, genus Carica dan spesies Carica pepaya L. Buah pepaya termasuk dalam golongan buah sejati tunggal. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula tersusun dari satu atau banyak buah. Pepaya juga termasuk buah buni. Buah buni adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis seperti kulit, dan lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair. Biji-biji banyak terdapat dalam bagian yang lunak tersebut dan biji yang menempel pada daging buah (Pantastico 1989). Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan dapat dimakan. Buah mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Buah yang dihasilkan dari bunga betina berbentuk bulat, licin dan bertangkai pendek. Buah dari bunga hermaprodit berbentuk agak lonjong, berdaging tebal, berbiji banyak. Saat masak kulit buah berwarna kekuningan atau jingga (Villegas 1992).

Buah pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Buah pepaya kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah pepaya juga mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Kadar protein dalam buah pepaya tidak terlalu tinggi. Pepaya juga dapat mempercepat pencernaan karbohidrat dan lemak. Selain itu pepaya memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus (Villegas 1992). Nilai gizi buah pepaya setiap 100 g bobot segar antara lain: (1) Kalori 38, (2) Protein 0.6 g, (3) Vitamin A 2,500 SI, (4) Vitamin B1 0.02 mg, (5) Vitamin B2 0.02mg, (6) Niasin 0.10 mg, (7) Vitamin C 60 mg.

(20)

buah 9.2-9.5 cm. Kulit buah berwarna hijau lumut bertekstur mulus dan daging buah yang tebal berwarna jingga dengan tingkat kemanisan 10.1-11.2 °Briks. Bentuk buahnya silindris seperti peluru, bentuk pangkal buah agak kedalam, rata-rata kekerasan 0.823 mm/s dan mempunyai daya simpan lama yaitu lebih dari satu minggu (Pusat Kajian Buah-buahan Tropika 2009).

Penanganan Pascapanen Pepaya

Penanganan pascapanen adalah tahapan kegiatan yang sangat penting dilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangan konsumen. Penanganan pascapanen harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran, keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga dapat diterima konsumen dan dapat disimpan lebih lama.

Umumnya pepaya dipanen pada kondisi hijau tetapi sudah tua, tingkat ketuaan ini sangat dipengaruhi oleh tujuan pemasarannya. Karena pepaya termasuk buah tropis klimakterik maka masa simpannya dapat diperpanjang dengan cara menyimpannya pada kondisi hijau tetapi sudah tua. Pepaya yang dipanen pada kondisi yang sudah mendekati matang biasanya ditujukan untuk pasar lokal, sementara untuk pasar yang jauh, pepaya dipanen pada kondisi yang masih hijau tua. Tingkat ketuaan ini sangat berbeda untuk tiap varietas pepaya.

Setelah dipanen buah pepaya tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi, fotosintesis dan transpirasi. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pascapanen. Menurut Pantastico (1989), sebagian besar perubahan fisikokimia buah pascapanen berhubungan dengan respirasi seperti proses pemeraman, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah klimakterik, kenaikan pola respirasi buah pepaya dapat digunakan sebagai acuan untuk waktu simpan dan pemeraman. Buah pepaya mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis.

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komditas yang disimpan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi (Pantastico 1989). Peranan penyimpanan antara lain dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas hortikultura. Umur pemasaran pepaya dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi optimal untuk penyimpanan pepaya adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan cita rasa, tekstur dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya.

(21)

mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury). Buah-buahan tropika umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays 1991). Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal.

Kemasan

Menurut Hardenberg (1986) pengemasan untuk pengiriman dan penanganan memerlukan wadah-wadah yang dirancang dengan baik untuk melindungi barang dari getaran, kememaran dan berat wadah-wadah lain yang ditumpuk di atasnya. Pengisian yang padat dan rata tersebut memungkinkan wadah mempunyai kekuatan yang cukup ketika ditumpuk sehingga dapat melindungi isinya dalam keadaan penanganan yang bagaimanapun. Penambahan lubang ventilasi dilakukan untuk meminimalkan kerusakan akibat pengemasan yang terlalu padat dan akibat penumpukkan. Lubang ventilasi dalam kardus berfungsi untuk menghilangkan panas. Beberapa faktor harus diperhitungkan dalam perancangan agar diperoleh kemasan yang baik. Faktor tersebut adalah pola pengaturan posisi produk dalam kemasan, pemilihan dimensi kemasan dan flute yang sesuai dengan sifat buah dan kondisi selama pengangkutan.

Karton gelombang memiliki banyak tipe kemasan. Terdapat tiga tipe umum yang digunakan, yaitu Regular Slotted Container (RSC), Half Telescopic Container (HTC), dan Full Telescopic Container (FTC) Peleg (1985). Dari ketiga tipe tersebut RSC dan FTC paling banyak digunakan sebagai kemasan distribusi produk hortikultura yang ada di Indonesia. Bahan kemasan dari karton gelombang merupakan bahan kemasan hasil industri kertas sehingga jenis dan tipenya telah memiliki standar. Hal ini menyebabkan pemilihan bahan kemasan lebih mudah dibandingkan dengan kayu. Faktor yang menentukan ketebalan bahan karton gelombang adalah tipe flute. Tipe kemasan karton gelombang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tipe kemasan karton untuk distribusi (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC (Peleg 1985).

(22)

penyimpanan, dan distribusi serta memudahkan pengaturan dalam alat angkut. Bahan pengemas ini dapat dibuat dari peti kayu, peti karton, dan keranjang bambu.

Tindakan penggunaan foam net tidak dapat meningkatkan mutu akan tetapi berfungsi dalam menjaga mutu. Adanya pelindung pada produk menjadi mudah disimpan dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan selama transportasi sehingga dapat mempertahankan mutu serta dapat meningkatkan harga jual (Suyanti 2011).

Penggunaan plastik wrapping mampu untuk menahan laju penurunan mutu dan kehilangan air yang terlalu banyak akibat penguapan serta mengatur kebutuhan oksigen selama respirasi. Menurut Purwoko dan Magdalena (1999) perlakuan plastik merupakan perlakuan terbaik dalam memperpanjang umur simpan buah mangga varietas harum manis. Sedangkan Utama et al. (2006) menjelaskan bahwa pengemasan buah manggis secara individu menggunakan plastik film regang (strech) mampu memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah manggis. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan keberhasilan penggunaan plastik wrapping pada berbagai buah-buahan dalam memperbaiki penampilan kulit buah, memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah, menutup luka atau goresan kecil, mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan mempertahankan warna.

Pada pengangkutan dengan kendaraan terbuka tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak menyebabkan kerusakan mekanis (Kitinoja dan Kader 2003). Buah-buahan yang tidak disusun secara rapi dalam kemasan akan saling berbenturan dan terjadi gesekan antara buah jika mendapat gaya dinamis berupa guncangan dan getaran. Dalam pengemasan buah-buahan tersebut, penyusunan merupakan faktor yang penting. Menurut Satuhu (2004), perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari 30-50%. Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah dalam kemasan. Buah harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan. Untuk pengangkutan dengan truk, arah getaran yang dominan adalah arah vertikal sehingga buah di dalam kemasan disusun dengan arah vertical (Nugroho et al

2011).

Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komditas yang disimpan. Peranan penyimpaann antara lain dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas hortikultura. Selain itu penyimpanan juga dapat menghindarkan banjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayur-sayuran sepanjang tahun.

(23)

pengendalian suhu, sirkulasi udara, kelembaban dan komposisi atmosfir. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi (Pantastico 1989). Penyimpanan selain dilakukan pada suhu ruang bisa juga dilakukan di dalam lemari pendingin.

Penyimpanan dingin adalah penyimpanan di bawah 15 0C dan di atas titik beku. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, penurunan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins 1971). Apabila buah-buahan didinginkan, maka proses respirasi yang menyebabkan kehilangan CO2 dapat dikurangi, tetapi proses penguapan air justru

dapat menjadi cepat terutama bila kelembaban relatif udara di bawah keadaan optimal (85-90%).

Batas penurunan suhu penyimpanan buah-buahan dan sayuran adalah suhu yang merupakan awal terjadinya proses kerusakan akibat pendinginan (chilling injury) yang dapat menyebabkan kulit berwarna hitam. Suhu ini bervariasi antara satu produk dengan produk yang lain, bergantung pada jenisnya masing-masing

Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan suhu rendah yaitu di bawah suhu optimal yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah.

Chilling injury terjadi karena adanya kerusakan mitokondria sehingga produksi adenosin triposphat (ATP) menurun, terakumulasinya senyawa etilen yang akan merangsang sintesa lignin (penyebab mengerasnya jaringan daging buah), timbulnya rasa pahit akibat terakumulasinya senyawa penol, meningkatnya asam organik chlorogenat dan menurunnya vitamin C (Potter 1978). Tiap-tiap jenis buah-buahan mempunyai batas ketahanan tertentu pada suhu dingin. Buah buahan tropik umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays 1991).

Pepaya merupakan buah yang relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan buah-buahan lainnya karena mempunyai kulit yang tipis (Broto et al. 1994). Jagtiani et al. (1998) menyatakan buah pepaya sensitif terhadap suhu rendah, dan chilling injury terjadi pada suhu dibawah 7 0C. Gejala chilling injury

pada buah pepaya terjadi setelah 14 hari penyimpanan pada suhu 5 0C untuk buah hijau dan 21 hari untuk 60% buah menguning (Seymour et al. 1993). Pada buah pepaya ciri-ciri chilling injury adalah buah menjadi kehilangan flavour (rasa dan aroma) dan tampak keriput (Desroiser 1988).

Pematangan Buatan

Pematangan buatan diartikan sebagai suatu usaha mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami semata. Pematangan buatan dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan suatu buah yang matang optimum pada suatu periode yang terjadwal, dalam artian mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut. Secara komersial, pematangan buatan dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum (Mikasari 2004).

(24)

pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging buah rusak, sedangkan pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.

Metode lain untuk mempercepat pematangan adalah dengan memberikan etilen yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Etilen (C2H4) merupakan gas

hasil metabolisme aktif yang dikeluarkan oleh buah yang matang dan berfungsi sebagai pemicu (trigger) pematangan (Seymour et al. 1993). Pemberian etilen berpengaruh nyata terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak klimakterik. Kader (1989) menerangkan bahwa baik kelompok buah klimakterik maupun non klimakterik, akan memberikan respon terhadap pemberian etilen, walau efeknya berbeda. Pada buah-buahan klimakterik, konsentrasi etilen pada tingkat kritis buah tersebut akan mempercepat tercapainya puncak klimakterik, tanpa berpengaruh terhadap tingginya puncak klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya penyerapan O2. Pada buah non klimakterik, efek pemberian etilen

adalah menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan naiknya laju pematangan buah tersebut. Efek ini sangat erat kaitannya dengan konsentrasi etilen yang diberikan tetapi tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik tersebut.

Pantastico (1989) menyatakan bahwa pada buah-buahan klimakterik, etilen hanya menggeser sumbu waktu, tidak merubah bentuk kurva respirasi, dan tidak menimbulkan perubahan pada zat utama yang terkandung. Semakin besar konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, semakin cepat pemacuan respirasi. Pembentukan etilen terjadi pada saat praklimakterik dan meningkat konsentrasinya pada saat puncak klimakterik.

Buah yang dapat diperam ialah golongan buah klimakterik yaitu buah dengan pola respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak. Kematangan optimum buah, dimana buah memiliki kualitas rasa (eating quality) paling maksimal terjadi di sekitar puncak klimakterik (Sutrisno 1994).

Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah

Menurut Ahmad (2013) etilen (C2H4) dikenal sebagai gas yang mempunyai

fungsi dan kemampuan memicu proses pematangan dan meningkatkan kualits buah-buahan dengan cara mempercepat dan menyeragamkan proses pematangan

(25)

menambahkan bahwa kajian penyerap etilen dalam penyimpanan pepaya segar mendapatkan suhu optimum untuk pepaya yaitu 15 0C dengan umur simpan 10 hari. Ethephon yang berbahan aktif etilen telah banyak digunakan untuk menyeragamkan kematangan buah, memperoleh kecerahan warna, menghindari rasa pahit pada saat buah berwarna merah dan dapat memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang matang optimum pada saat yang terjadwal (Syska 2006; Singal et al. 2012). Pemberian ethephon pada buah memberikan warna yang lebih menarik dan seragam serta umur simpan lebih lama (Rahman et al. 2008). Penyemprotan atau pencelupan menggunakan ethrel pada pepaya varietas Taiwan Red Lady direkomendasikan dalam pematangan buatan (Bhawan 2009).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama dari bulan Desember 2015 – Maret 2016. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium berikut :

1. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

2. Laboratorium Siswadhi Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. 3. Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Teknologi Hasil

Hutan.

Bahan dan Alat

Buah pepaya IPB 9 (Calina) yang diambil langsung dari Kelompok Tani Tirta Mekar, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor sebagai pemasok eksportir dan pasar lokal, baik pasar induk maupun pasar institusi. Bahan kemasan yang dirancang adalah karton gelombang dengan tipe RSC (Regular Slotted Container) flute BC (fine and medium). Foam net dan plastik wrapping. Adapun bahan kimia lainnya yang digunakan adalah Ethephon 39 SL (39% w/w) dan air destilata.

Alat yang digunakan adalah simulator transportasi, universal tester machine

(UTM), cold storage, chromameter (Konica Minolta, CR-400, Jepang), rheometer

(35-12-208, Sun Scientific Co., Ltd., Jepang), refractometer (Atago, Jepang), timbangan digital (Mettler PM-4800), penggaris, jangka sorong, kamera digital dan bak stainless stell.

Rancangan Penelitian

(26)

dilakukan oleh petani (Gambar 2). Kemudian pepaya dilakukan tindakan tindakan disinfestasi hama/penyakit menggunakan metode Hot Water Treatment (HWT) pada suhu 54 0C selama 4 menit (Xueping et al. 2013). Pepaya dikemas menggunakan foam net dan plastik wrapping serta disusun dalam kemasan dengan posisi buah tegak dan miring 300 untuk kemudian ditransportasikan oleh pengepul atau kelompok tani menuju pasar tujuan (tradisional maupun institusi/supermarket).

A B

Gambar 2 Buah pepaya berdasarkan umur petik yang digunakan petani (A) semburat 1 (B) semburat 2

Prosedur Penelitian

Persiapan

Pepaya disortasi dan digrading dengan berat buah 1-1.3 kg, diameter 9.5-10.5 cm, dan panjang 23-24 cm. Pepaya dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran dengan cara dilap, kemudian dilakukan sortasi berdasarkan tampilan visual yaitu tanpa ada kerusakan fisik serta munculnya gejala hama dan penyakit. Jumlah buah yang digunakan sebanyak 144 buah.

Perancangan Kemasan

Perancangan kemasan diawali dengan pengukuran dimensi dan berat rata-rata buah pepaya dengan mengukur panjang dan diameter buah. Penentuan jumlah buah (N) dari kapasitas yang diinginkan (12 kg) menggunakan Persamaan (1).

N = Jb x Kk………..……….…………..…………..……….(1)

Dimana:

Jb = Jumlah buah dalam 1 kg (buah/kg)

Kk = Kapasitas kemasan (kg)

(27)

Untuk kemasan dengan susunan posisi buah tegak

Gambar 3 Ilustrasi buah pepaya dalam posisi tegak

P = 4[(2 x tnf) + (dp)] ...(2)

Dimana:

P = panjang kemasan (cm) tnf = tebal foam net (cm)

dp = diameter pepaya (cm)

L = 3[(2 x tnf) + (dp)]...(3)

Dimana:

L = lebar kemasan (cm) tnf = tebal foam net (cm)

dp = diameter pepaya (cm)

T = trp…...(4)

Dimana:

T = tinggi kemasan (cm)

Trp = tinggi rata-rata buah papaya (cm)

Untuk kemasan dengan susunan buah posisi miring 30derajat

Gambar 4 Ilustrasi buah pepaya dalam posisi miring 30 derajat

P = [BC + CE + EG + GI + IK] ...(5) Dimana:

P = panjang kemasan (cm) BC = Sin 300 x AC

AC = tinggi pepaya (cm) CE = EG = GI IK = Cos 300 x IJ

IJ = CD = [diameter pepaya + (2 x tebal foam net)] L = 3[(2 x tnf) + (dp)]...(6)

Dimana:

(28)

tnf = tebal foam net (cm) derajat, sedangkan sudut BCA, CED, EGF, GIH dan IJK adalah 60derajat.

Prototype kemasan dibuat setelah dimensi kemasan ditentukan dan kemudian diuji kekuatan tekannya (compression strength) menggunakan alat

instron universal testing mechine dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan kemasan.

Perhitungan jumlah tumpukan kemasan dilakukan dengan rumus

……….…………..………...…..(8) Dimana :

SF = beban aman maksimum P = kekuatan tekan (N/m2) f = nilai koefisien keselamatan

Jumlah tumpukan kemasan = ……….…....…(9)

Efisiensi penyusunan kemasan pada pallet dilakukan dengan rumus

……...(10)

Kemasan Primer

Percobaan penelitian ini pada buah pepaya menggunakan kemasan primer sebagai pelindung yaitu foam net dan plastik wrapping. Buah pepaya yang dikemas dengan kemasan primer tersebut diharapkan mempunyai tingkat kerusakan fisik minimal, memperpanjang umur simpan dan penampakan buah terbaik.

Simulasi Transportasi

(29)

Pengamatan dan Pengukuran Kerusakan Mekanis

Pasca simulasi transportasi dilakukan identifikasi kerusakan pada kemasan dan kerusakan mekanis pada buah, Pengamatan tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara visual pada penampakan buah pepaya. Parameter kerusakan pepaya adalah kulitnya terdapat luka gores, luka memar dan luka pecah dan dihitung dengan Persamaan 11. Buah papaya kemudian disimpan pada suhu 15 0C.

% rusak = ………...………..…..(11)

Penyimpanan dalam Cold Storage

Hasil sortasi/terbaik dan pepaya yang mengalami kerusakan mekanis tersebut disimpan pada suhu 15 0C. Selama 1 bulan penyimpanan setiap minggunya sebagian buah pepaya diamati dan diukur pengaruhnya dari proses pematangan buatan.

Pematangan Buatan

Pepaya yang digunakan untuk penelitian pematangan buatan adalah pepaya hasil sortasi dari perlakuan yang telah dijelaskan diatas. Sortasi dilakukan untuk memilih pepaya yang secara fisik tidak mengalami kerusakan mekanis pasca transportasi. Kerusakan mekanis yang teridentifikasi adalah luka memar, tergores dan adanya permukaan yang mengeluarkan getah. Pepaya yang secara fisik tidak rusak, dikembalikan ke dalam karton box dan disimpan pada suhu 15 oC.

(30)

Rancangan Kemasan

Pematangan Buatan

Gambar 5 Diagram alir prosedur kerja penelitian

Posisi Tegak Posisi Miring

Rancangan Kemasan

Pepaya IPB 9 Umur 4 bulan setelah

pembungaan, kematangan 60 %, bobot seragam 1-1.3 kg Tindakan HWT suhu 54 0C; 4 menit

- Ukuran buah

- Jumlah buah

- Dimensi kemasan RSC flute AB, A

- prototype

Foam net +

Wrapping Foam net Kontrol

Foam net +

Wrapping Foam net Kontrol

Simpan suhu ruang

Simpan suhu 15 0C Simulasi transportasi; 2 jam

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(31)

Prosedur Pengambilan Data

Susut Bobot

Masing-masing berat sampel di awal pengamatan (Wi) dan sampel selama penyimpanan (Wf) ditimbang. Penimbangan Wf dilakukan setiap kali pengamatan. Susut bobot (SB) dihitung dengan persamaan 12, hasil perhitungan dinyatakan dalam bentuk persentase susut bobot.

SB = x 100%... (12) Keterangan: Wi = bobot awal (gram)

Wf = bobot akhir (gram)

Warna

Pengukuran warna menggunakan chroma meter. Pengukuran dilakukan pada tiga titik tetap yang sudah ditandai. Data hasil pengukuran warna berupa nilai kecerahan (L), nilai kromatik merah hijau (a) dan nilai kromatik warna biru kuning (b).

Kekerasan

Alat yang digunakan adalah rheometer dengan ukuran probe silinder 5 mm. Setiap sampel ditekan dengan beban maksimal 10 kg, kedalaman 50 mm, kecepatan penekanan 30 mm/s. Beban penekanan maksimum yang terbaca pada alat merepresentasikan kekerasan sampel (kgf).

Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut menggunakan metode destruktif. Daging buah dihancurkan, lalu sari buah diteteskan pada sensor refractometer. Sebelum dan sesudah pengukuran sensor tersebut harus dalam kondisi bersih, untuk menghindari bias data. Total padatan terlarut dinyatakan dalam % brix.

Analisis Statistik

Penelitian tahap pertama yang berkaitan dengan rancangan kemasan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yakni berdasarkan posisi susunan pepaya yang terdiri dari posisi tegak (P1) dan miring (P2) buah pepaya dalam kemasan dengan 3 perlakuan. Perlakuan tersebut adalah penambahan kemasan primer yang terdiri dari N1 (Foam net+Plastik Wrapping), N2 (Foam net) dan kontrol tanpa kemasan primer.

Model linier pada RAK adalah seperti yang dikemukakan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2006).

Yij= µ + τi+ βj + εij... (13)

(32)

Yijk = Pengamatan pada perlakuan pelindung buah ke-i dalam kelompok posisi

buah dalam kemasan ke-j

µ = Nilai tengah umum (rata-rata) populasi τi = Pengaruh perlakuan pelindung buah ke-i

βj = Pengaruh kelompok posisi buah dalam kemasan ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan pelindung buah ke-i pada

kelompok posisi buah dalam kemasan ke-j

Data-data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan tabel sidik ragam Anova dan uji lanjut Duncan dengan taraf nyata 5% untuk mengetahui pengaruh posisi buah dan perlindungan lapisan buah terhadap mutu buah pepaya dan interaksinya.

Penelitian tahap kedua yang berkaitan dengan pematangan buatan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yakni berdasarkan kelompok posisi susunan pepaya tegak (P1) dan miring (P2) buah pepaya dalam kemasan dengan 2 faktor perlakuan. Faktor perlakuan tersebut adalah minggu penyimpanan, 1 minggu (H1) dan 2 minggu (H2) penyimpanan dalam cold storage setelah simulasi transportasi dan faktor perlakuan konsentrasi ethephon terdiri tanpa ethephon (kontrol), 250 ppm (T1) dan 750 ppm (T2).

Model linier pada RAK faktorial adalah seperti yang dikemukakan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2006).

Yijk= µ + αi+ βj + (αβ)ij + Tk +Σijk...(14)

Keterangan:

Yijk = Pengamatan pada kelompok percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ke-i dari faktor taraf konsentrasi ethephon dan perlakuan ke-j dari faktor minggu penyimpanan

µ = Nilai tengah umum (rata-rata) populasi

αi = Pengaruh faktor taraf konsentrasi ethephon taraf ke-i

βj = Pengaruh faktor minggu penyimpanan taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor taraf konsentrasi ethephon taraf ke-i dan faktor

minggu penyimpanan taraf ke-j

Σijk = Pengaruh galat percobaan dari percobaan kelompok ke-k, taraf

konsentrasi ethephon taraf ke-i dan faktor minggu penyimpanan ke-j Data-data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan tabel sidik ragam Anova dan uji lanjut Duncan dengan taraf nyata 5% untuk mengetahui pengaruh faktor minggu penyimpanan dan taraf konsentrasi ethephon terhadap mutu buah pepaya dan interaksinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Pepaya

(33)

tergantung buah papaya dan ukuran kemasan (Zhou et al. 2014). Hasil pengukuran dari 10 sampel buah pepaya untuk perancangan kemasan diperoleh data berat dan dimensi buah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah

No Data Pengukuran Rataan

1 Berat (kg) 1.271 ± 0.05

2 Diameter (cm) 10.01 ± 0.41

3 Tinggi (cm) 23.87 ± 0.57

Desain Kemasan Pepaya

Setelah informasi dimensi papaya yang dibutuhkan untuk membuat perancangan sudah didapatkan maka perancangan sudah dapat dimulai. Penambahan ventilasi di dalam kemasan pada perancangan ini dibuat dengan luasan maksimal 2 % dari total luas permukaan kemasan dan terletak di tengah-tengah sehingga udara lebih mudah mengalir ke luar. Bahan kemasan yang digunakan adalah karton bergelombang karena memiliki kemampuan terhadap getaran tekanan vertikal serta mudah diperoleh dan didaur ulang (Babic 2010 ; Campbell 2010). Tipe kemasan yang dirancang adalah RSC (Regular Slotted Container) menggunakan karton gelombang flute BC yang sering digunakan pada perdagangan internasional karena ekonomis dalam material dan mudah dibuat serta dibongkar pasang. Tipe ini juga dipilih karena digunakan secara luas untuk kemasan transportasi dan mudah dijumpai di pasaran dengan harga yang terjangkau serta masuk dalam standart kemasan transportasi tujuan ekspor (Qanytah dan Ambarsari 2011).

Dari informasi-informasi di atas seperti ukuran buah, jenis dan ketebalan bahan kemasan, tipe kemasan, maka diperoleh dimensi kemasan. Berdasarkan perhitungan dengan Persamaan 2 sampai 7, maka dihasilkan dimensi kemasan seperti pada Tabel 2 dan rancangan desain kemasan pada Gambar 6 dan 7.

(34)

Gambar 7 Desain kemasan hasil rancangan untuk posisi buah miring 30 derajat Setiap kemasan diberi perlakuan ventilasi pada masing-masing dimensi sebab penggunaan ventilasi pada produk hortikultura, seperti pepaya, sangat dibutuhkan agar tidak terjadi panas yang berlebihan di dalam kemasan yang dapat mengakibatkan pematangan yang terlalu cepat.

Penentuan luas penggunaan ventilasi juga mempertimbangkan kemungkinan penurunan kekuatan tekan akibat pemangkasan bagian kardus di bidang vertikal sebab semakin tinggi luasan ventilasi yang dipakai maka semakin menurun pula kekuatan tekan dari kemasan. Menurut Singh et al. (2008), penggunaan ventilasi dan hand hole sebesar 2% dari bidang vertikal kemasan dapat mengurangi kekuatan kardus sebesar 10% daripada kemasan tanpa ventilasi dan hand hole, oleh sebab itu penggunaan ventilasi lebih dari 2% tidak disarankan. Luas lubang ventilasi yang dipakai dalam perancangan adalah 2% dari total luasan dinding vertikal kemasan dan menggunakan hand hole. Berdasarkan perhitungan, maka pada kemasan posisi buah tegak, dimensi lubang ventilasi lingkaran sebesar 12.2 cm2 berjumlah 4 buah dan dimensi hand hole sebesar 28 cm2. Sedangkan pada kemasan posisi buah miring 300, dimensi lubang ventilasi lingkaran sebesar 14.62 cm2 berjumlah 4 buah dan dimensi hand hole sebesar 28 cm2.

Hasil desain kemasan dapat dilihat pada Gambar 8 dengan susunan posisi buah tegak (P1) dan susunan posisi buah miring 30 derajat (P2).

A B

Gambar 8 Posisi buah pepaya dalam kemasan (A) tegak (B) miring 30 derajat Uji kekuatan tekan sangat penting dilakukan pada kemasan karton untuk mengetahui kekuatan maksimum karton apabila ditumpuk pada saat pendistribusian menggunakan container dan saat penyimpanan di gudang. Penumpukan tersebut yang menyebabkan adanya tekanan dari atas sampai bawah

(35)

yang biasa disebut top to bottom compression. Selain itu, nilai kekuatan tekan dapat digunakan untuk menghitung jumlah tumpukan maksimum yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih desain kemasan yang sesuai untuk papaya. Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa kemasan dengan posisi susunan buah miring 30 derajat (P2) memiliki kekuatan tekan yang lebih tinggi daripada kemasan dengan posisi susunan buah tegak(P1).

Tabel 2 Dimensi kemasan pepaya hasil perhitungan Desain

Ukuran kemasan untuk produk yang diekspor perlu mempertimbangkan kemudahan terutama untuk komoditas buah yang proses bongkar muatnya selama distribusi menggunakan pallet dan forklift. Analisis efisiensi penggunaan areal

pallet dalam bongkar-muat produk perlu dilakukan untuk mengetahui ukuran kemasan yang paling efisien dalam distribusi produk. Tabel 3 memperlihatkan hasil perhitungan efisiensi muatan berdasarkan persentase areal pallet yang digunakan untuk memuat barang.

Hasil optimasi penyusunan kemasan terpilih pada penggunaan pallet berbagai ukuran standar ISO seperti terlihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kemasan P1 memiliki nilai efisiensi penggunaan luasan pallet tertinggi pada dimensi pallet

1165 x 1165 mm, sedangkan kemasan P2 nilai efisiensi luasannya tertinggi pada dimensi pallet 1000 x 1200 mm dan 800 x 1200 mm. Pola penyusunan kemasan dengan efisiensi tertinggi pada kemasan P1 dan P2 diperlihatkan pada Gambar 9. Dalam perdagangan ekspor impor pepaya efisiensi distribusi produk akan maksimal apabila negara produsen dan negara pengimpor menggunakan ukuran

pallet yang sama.

(36)

A B C

Gambar 9 Pola penyusunan kemasan pada pallet (A) kemasan P1 pada dimensi

pallet 1165 x 1165 mm (B) kemasan P2 pada dimensi pallet 1000 x 1200 mm (C) kemasan P2 pada dimensi pallet 800 x 1200 mm

Kesetaraan Simulasi

Simulasi transportasi digunakan untuk memperoleh gambaran data yang menggambarkan penurunan mutu fisik pepaya pasca transportasi. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi penggetaran berdasarkan kendaraan angkutan selama 2 jam dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan menggunakan meja simulator dapat dihitung dengan persamaan yang terdapat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa selama simulasi terjadi getaran secara vertikal dengan frekuensi rata sebesar 2.701 Hz dan amplitudo rata-rata sebesar 2.614 cm selama 2 jam yang setara dengan 90.44 km di jalan luar kota atau lebih kurang 1.507 jam perjalanan truk dengan kecepatan 60 km/jam. Dalam perhitungan nilai dari frekuensi, amplitudo dan lama simulasi sangat menentukan terhadap jarak yang ditempuh oleh angkutan pada keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut dapat mewakili kondisi pengiriman buah pepaya dari Kec. Rancabungur Kab. Bogor menuju pedagang-pedagang buah di pusat perbelanjaan buah segar Kota Bogor maupun di Jakarta pada keadaan sebenarnya. Dasar perbedaan antara jalan dalam dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding dengan luar kota, jalan buruk aspal dan jalan buruk batu. Dari hasil perhitungan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan simulasi diatas meja simulator pada penelitian yang akan datang. Misalkan pengangkutan akan dilaksanakan antar daerah yang masih ada di pulau Jawa maka simulasi tidak perlu dilakukan selama 8 jam, mungkin cukup dengan penggetaran selama 2 sampai 3 jam saja sudah mewakili kondisi pengangkutan di lapang (Darmawati 1994).

Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi

Pepaya akan mengalami pergeseran dan pergerakan di dalam kemasan akibat guncangan selama simulasi transportasi berlangsung, yang menyebabkan terjadinya pembebanan pada pepaya baik berupa tekanan, benturan ataupun gesekan. Dampaknya pepaya akan mengalami kerusakan mekanis akibat dari benturan antar buah dalam kemasan maupun antara buah dengan dinding kemasan. Produk hortikultura sangat rentan terhadap gaya statis dan dinamis

800 mm 1200 mm

1200 mm 1165 mm

(37)

selama penanganan distribusi sehingga kerusakan mekanis sering terjadi (Montero

et al. 2009). Akibat adanya benturan antar buah dan dinding kemasan, terlihat pasca simulasi kerusakan yang paling banyak terjadi adalah luka gores dan luka memar yang ditandai secara visual dengan adanya keluar getah pada permukaan kulit. Penampakan kerusakan luka pada buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 10. Permukaan kulit buah yang tipis menyebabkan mudah mengalami kerusakan mekanis selama kegiatan tranportasi (Workneh et al. 2012).

A B C

Gambar 10 Kerusakan mekanis pepaya pasca simulasi transportasi (A) luka memar (B) luka gores (C) luka gores pada posisi miring

Kerusakan tersebut paling banyak terdapat pada bagian pangkal buah, hal ini dikarenakan buah pepaya dalam posisi vertikal mendapat gaya tekan yang besar sehingga pangkal buah pepaya menerima pembebanan lebih besar dari bagian tengah dan ujung buah yang berada di atas. Namun demikian, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa posisi susunan buah dalam kemasan (P1 dan P2) tidak berpengaruh terhadap tingkat kerusakan mekanis buah pepaya.

Gambar 11 Grafik kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi

(38)

mampu mengurangi kerusakan mekanis dan mengurangi getaran selama pengangkutan buah (Eissa et al. 2012). Penelitian lain melaporkan bahwa pembungkusan pepaya menggunakan styrofoam net secara individual mampu mencegah terjadinya gesekan antar buah dan gesekan pepaya dengan kemasan (Sarananda et al. 2004). Sedangkan tingkat kerusakan mekanis paling rendah sebesar 0 % yaitu pada kemasan primer foam net +plastik wrapping. Pemberian plastik wrapping juga menyebabkan foam net tidak bergeser, mempertahankan produk tetap stabil dan saling menjaga (Bisha 2012 ; Wainer 2002). Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kemasan primer berpengaruh nyata terhadap penurunan kerusakan mekanis dan perlakuan terbaik penelitian berturut-turut foam net+plastik wrapping (N1), foam net (N2), dan tanpa penambahan kemasan primer.

Perubahan Fisiologis Pepaya Pada Penyimpanan Suhu Dingin Pasca Simulasi Transportasi

Pasca simulasi transportasi pepaya yang tidak mengalami kerusakan mekanis disimpan dalam cold storage dengan suhu 15 oC. Penyimpanan pada suhu dingin dilakukan untuk menjaga mutu pepaya sebelum siap dijual. Selama dalam penyimpanan, pepaya mengalami perubahan fisiologis seperti susut bobot, kekerasan, warna kulit, dan total padatan terlarut.

Perubahan Susut Bobot

Susut bobot dapat diartikan sebagai penurunan bobot produk akibat kehilangan kandungan air pada produk (Wills et a.l 1998). Menurut Znidarcic et al. (2010) penurunan berat setelah panen disebabkan oleh kehilangan air melalui proses transpirasi dan respirasi. Semakin lama waktu penyimpanan maka persentase susut bobot pepaya semakin meningkat. Susut bobot untuk dua perlakuan (kontrol dan kemasan primer foam net+plastik wrapping pada minggu pertama penyimpanan belum terlihat perbedaannya. Pada periode minggu ke dua (14 hari penyimpanan), susut bobot dari ke dua perlakuan mulai menunjukkan perbedaan dengan nilai susut bobot di hari ke 8 adalah 0.81 % untuk pepaya kelompok kontrol tanpa kemasan primer dan 0.52% untuk kelompok penggunaan kemasan primer foam net+plastik wrapping (Gambar 12). Hal ini dikarenakan kemasan plastik dapat berlaku sebagai penghalang uap dan mengurangi kehilangan air melalui pori-pori kulit buah pepaya. Sifat bahan pengemas yang mempunyai permeabilas terhadap uap air yang rendah dapat menekan keluarnya air ke lingkungan sehingga susut bobot akibat evaporasi dapat ditekan. Pengemasan dapat menekan jumlah susut bobot pepaya selama penyimpanan (Manolopoulou et al. 2010). Pemberian kemasan dan penyimpanan pada suhu rendah merupakan bagian dari penanganan pasca panen yang dapat diterapkan untuk menahan penurunan kandungan air pepaya yang sangat berpengaruh terhadap susut bobot pepaya.

(39)

Gambar 12 Persentase susut bobot buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C

Perubahan Warna

Nilai warna L, a dan b semua pepaya juga mengalami peningkatan selama dalam penyimpanan. Peningkatan nilai tersebut pada minggu pertama (1-7 hari) penyimpanan belum terlihat perbedaan antara kelompok perlakuan. Pada periode minggu ke dua penyimpanan, peningkatan nilai L, a dan b sudah menunjukkan perbedaan dari ke dua kelompok perlakuan. Nilai warna L, hue (a dan b) pada hari ke 14 untuk kelompok pepaya tanpa kemasan primer (kontrol) ditunjukkan Gambar 13 adalah 65.14, -70.98 (-6.76 dan 25.61) sedangkan untuk dengan kemasan primer (foam net+plastik wrapping) adalah 64.35, -75.03 (-8.08, dan 23.95). Nilai L yang tinggi menunjukkan kecerahan warna yang lebih baik, derajat

hue didefinisikan sebagai warna dominan dari campuran beberapa warna yaitu merah, kuning dan hijau, sedang peningkatan nilai a menuju positif mengindikasikan warna hijau berubah menuju merah dan nilai b yang menuju positif menujukkan ada perubahan menuju warna kuning. Nilai hue pada pepaya dengan kemasan foam net+plastik wrapping yang lebih rendah disebabkan dapat menjaga kehilangan air selama penyimpanan, penggunaan kemasan yang mempunyai permeabilitas terhadap air lebih tinggi, dapat mempengaruhi kecepatan perubahan warna selama penyimpanan (Sacharow dan Griffin 1980).

(40)

C

Gambar 13 Nilai indeks warna buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C

Perubahan Kekerasan

Nilai kekerasan daging buah mengalami penurunan. Penurunan kekerasan ini menunjukkan bahwa buah semakin lunak. Penurunan kekerasan pada periode minggu pertama (7 hari) penyimpanan untuk kedua kelompok perlakuan masih rendah, dan pada periode penyimpanan minggu ke 2 penurunan lebih tinggi terutama pada pepaya tanpa kemasan primer. Nilai kekerasan pepaya pada hari ke 7 penyimpanan adalah 6.35 kgf dan 6.72 kgf untuk kontrol dan kemasan primer

foam net+plastik wrapping, sedang pada hari ke 14 menjadi 3.13 kgf dan 3.28 kgf (Gambar 14). Semakin besar nilai penurunan kekerasan pepaya menandakan tekstur pepaya semakin lunak. Pelunakan ini dapat terjadi akibat perubahan komposisi dinding sel yang termasuk ke dalam salah satu mekanisme pelunakan yang biasa terjadi pada buah saat matang (Tucker 1993). Sifat kemasan plastik yang mampu menekan jumlah kehilangan air pepaya sehingga pepaya yang dikemas tidak menjadi kering/keriput yang dapat menyebabkan teksturnya jadi keras walaupun disimpan pada suhu dan kelembaban udara yang lebih rendah. Sedangkan pepaya tanpa kemasan primer atau kontrol akan mengalami penguapan air ke lingkungan. Wills et al. (1998) menyatakan ketika air menguap dari jaringan buah, tekanan turgor menurun dan sel-sel mulai menyusut serta rusak sehingga buah kehilangan kesegarannya.

0 5 10 15 20 25 30

0 2 4 6 8 10 12 14

b

lama penyimpanan (hari)

(41)

Gambar 14 Nilai kekerasan buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C

Perubahan Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut pepaya meningkat lebih tinggi pada minggu pertama penyimpanan dibanding dengan periode penyimpanan minggu ke dua. Peningkatan TPT yang tinggi di awal penyimpanan diduga karena suhu buah masih tinggi diawal penyimpanan.

Gambar 15 Nilai total padatan terlarut pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C Secara keseluruhan, sampai dengan hari ke 14 penyimpanan, tidak terlihat perbedaan yang nyata pada peningkatan total padatan terlarut pepaya kontrol maupun pepaya dengan kemasan primer foam net+plastik wrapping, namun terlihat bahwa penggunaan kemasan primer menghasilkan total padatan terlarut yang lebih rendah. Nilai total padatan terlarut pepaya pada hari ke 7 penyimpanan adalah 7.04 % brix dan 6.95 % brix untuk kontrol dan kemasan primer foam net+plastik wrapping, sedang pada hari ke 14 menjadi 8.08 % brix dan 8.03 % brix (Gambar 15). Total padatan terlarut akan meningkat dengan cepat ketika buah

(42)

mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan.

Pematangan Buatan

Pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya dengan tingkat kematangan 60% (semburat 1) yang masih belum siap untuk dikonsumsi sebagai buah meja. Pematangan buatan ditujukan untuk mempercepat proses pematangan pepaya yang kondisinya masih hijau dan untuk membuat perubahan warna kulit buah menjadi kuning merata. Buah pepaya yang digunakan dalam proses pematangan buatan merupakan pepaya yang telah disimpan 7 dan 14 hari dalam

cold storage bersuhu 15 oC. Kondisi pepaya pada periode penyimpanan tersebut memiliki penampakan visual yang baik dan segar pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan sehingga memungkinkan untuk dilakukan pematangan buatan. Pepaya yang disimpan sampai 21 hari tidak dilakukan pematangan karena membusuk sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 7 Hari Penyimpanan

Buah pepaya yang dikeluarkan dari cold storage setelah 7 hari penyimpanan pada suhu 15 oC mempunyai penampakan kulit buah berwarna hijau, daging buah berwarna jingga pucat dan tekstur buah yang masih keras sehingga belum layak dikonsumsi sebagai buah meja (Gambar 16).

A B C Gambar 16 Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;

kontrol (A) 250 ppm (B) 750 ppm (C)

(43)

ethephon konsentrasi 750 ppm sudah mengalami pembusukan dibandingkan dengan buah pepaya konsentrasi ethephon 250 ppm.

Komponen warna L, a dan b mengalami perubahan dengan pola yang sama, yaitu meningkat sampai dengan hari ke 4 dan menurun sampai hari ke 6 kemudian buah busuk di hari ke 8 (Gambar 17).

(1) (2)

(3)

Gambar 17 Nilai warna indeks “L” (1) warna indeks “a” (2) warna indeks “b” (3) pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan Gambar 18 Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 4;

(44)

Hilangnya pati menjadi glukosa menjadikan nilai TPT terus meningkat sampai terjadi proses pembusukan (Gambar 19). Pemberian ethephon dengan konsentrasi 750 ppm memperlihatkan tingkat kemanisan pepaya yang lebih tinggi daripada konsentrasi 250 ppm.

Gambar 19 Nilai total padatan terlarut pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan

Peningkatan susut bobot buah pepaya diiringi dengan pelunakkan buah atau penurunan kekerasan dimana penurunan tertinggi ada di hari ke 4 setelah disimpan di suhu ruang (Gambar 20). Perubahan komposisi kimia dinding sel terutama protopektin yang membentuk asam-asam pektat yang larut dan hilangnya pati merupakan penyebab utama terjadinya pelunakan buah (Pantastico 1989). Pektin adalah komponen penting dari tekstur, degradasi pektin akan mempengaruhi pematangan buah. Degradasi mengarah ke pembongkaran jaringan selulosa-hemiselulosa dan mempercepat tingkat kelunakan buah (Duan et al.

2008).

Gambar 20 Nilai kekerasan pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan

(45)

Susut bobot buah pepaya mengalami peningkatan setelah dilakukan pematangan buatan. Peningkatan persentase susut bobot tertinggi pada hari ke 2 dan 4 pada pepaya yang diberi perlakuan ethephon konsentrasi 750 ppm. Perubahan susut bobot setelah pematangan disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21 Persentase susut bobot pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan

Secara detail perubahan visual warna kulit dan daging buah hari ke 0-8 ditunjukkan pada Lampiran 14 dan 15.

Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 14 Hari Penyimpanan

Pepaya yang disimpan selama 14 hari mempunyai penampakan warna kulit buah kuning kehijauan, warna jingga pada daging buah dan tekstur lunak. Penyimpanan pepaya selama 14 hari dalam cold storage menyebabkan pepaya sudah dapat dikonsumsi sebagai buah meja (Gambar 22).

A B C Gambar 22 Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;

kontrol (A) 250 ppm (B) 750 ppm (C)

Pada kondisi ini, pemberian etephon bertujuan untuk mempercepat pembentukan warna kuning yang seragam dan mempercepat kondisi matang optimum. Pemberian ethephon 250 ppm membuat pepaya matang optimum pada

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 2 4 6

%

lama penyimpanan (hari)

(46)

hari ke 2 dengan penampilan buah secara visual menjadi lebih menarik apabila dibandingkan dengan kontrol dan rasa manis yang lebih cepat tercapai.

Warna (L,a dan b) pasca pematangan berubah dengan pola yang sama yaitu terjadi pucak perubahan dihari ke 2 dan selanjutnya menurun (Gambar 23). Penampilan warna daging buah pada hari ke 2 yang diberi perlakuan pematangan lebih merah dibanding dengan kontrol, sementara warna kulit tidak terlihat berbeda untuk pepaya perlakuan dan kontrol.

A B

C

Gambar 23 Nilai warna indeks “L” (A) warna indeks “a” (B) warna indeks “b” (C) pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan

Kondisi pepaya yang optimum untuk dikonsumsi adalah pada 2 hari ditunjukkan Gambar 24 setelah pematangan dengan nilai L: 65.99-68.87, hue: 82.93-85.91 (a:2.01-4.12 dan b:26.08-33.66), TPT: 8.48 dan 8.56 % brix, kekerasan: 1.22 dan 1.46 kgf. Berdasarkan perubahan komponen warna, pepaya dengan konsentrasi ethephon 250 ppm mempunyai tampilan yang lebih menarik dibandingkan dengan konsenrasi 750 ppm dan kontrol.

Gambar

Grafik kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi                              21
Gambar 2 Buah pepaya berdasarkan umur petik yang digunakan petani (A)
Gambar 4 Ilustrasi buah pepaya dalam posisi miring 30 derajat
Gambar 5 Diagram alir prosedur kerja penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah 1995 Negeri Sabah contohnya telah memperuntukkan kesalahan berkaitan murtad dengan istilah “percubaan murtad” seperti yang

Kecemasan ibu pada saat persalinan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh perawat, karena apabila kecemasan berlangsung terus-menerus

1. Pada film Laskar Pelangi telah ditemukan tiga bentuk implikatur percakapan, yaitu bentuk kalimat informatif, bentuk kalimat deklaratif , dan bentuk

Hal ini dapat dibuktikan dari hasil rata-rata nilai matematika siswa tahun ajaran 2014/2015 dalam materi perkalian, ada beberapa anak yang nilainya belum mencapai KKM

Penurunan efek tersebut ditunjukkan dengan terjadinya penurunan persen proteksi geliat tiap interval waktu pada kelompok perlakuan parasetamol yang diberi pra-perlakuan

1999 dalam Dahlanuddin (2002), bahwa sebagian besar populasi kambing di dunia dimiliki oleh peternak tradisional dengan skala kecil ( small holder farming ). Ini

Bagi Peserta yang dinyatakan lulus tahap administrasi dapat segera mengambil Nomor Ujian Tahap-II di RSUD Bagas Waras Kab. Klaten mulai sejak diumumkan sampai dengan hari Jum'at

Secara garis besar, volume banjir yang terjadi akan sama dengan volume hidrograf yang memiliki debit lebih besar dari kapasitas saluran.Besarnya debit yang masuk akan ditentukan