• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO) pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO) pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA REJOSARI DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN Oleh

Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Nilai tambah produk agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari, dan (2) Kapasitas produksi agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Penelitian ini dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian hanya data sekunder, yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Metode analisis digunakan secara kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai tambah dan kapasitas produksi secara matematis dan statistik. Hasil

penelitian diperoleh (1) Nilai tambah rata-rata pada agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari adalah sebesar Rp 553,90 dengan rasio nilai tambah sebesar 27,23 Persen dan margin keuntungan sebesar 40,01 Persen, data hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh pemberhentian produksi CPO pada sektor agroindustri, karena hasil nilai tambah PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari memberikan nilai positif (2) Kapasitas produksi pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari sebesar 563.940,66kilogram CPO

Kata kunci : agroindustri, CPO, kelapa sawit, kapasitas produksi, nilai tambah, TBS

(2)

ABSTRACT

ADDED VALUE ANALYSIS AND PRODUCTION CAPACITY OF

AGROINDUSTRY PROCESSING PALM OIL AT PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII REJOSARI BUSSINESS UNIT REJOSARI NATAR DISTRICT SOUTH

LAMPUNG REGENCY By

Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2

The study aims to know: (1) Added value of agroindustry processing palm oil at PT

Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit. This research was conducted at PT Perkebunan

Nusantara VII Bussiness unit Rejosari Natar district, South Lampung Regency. The data used in this research were secondary data, that collected from PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit and literature related to this research. Data were collected on July 2014. Location research was choosen intentionally ( purposive). Methods of analysis

conducted quantitative. Quantitative analysis method was used to calculating added value and Production of capacity mathemathically and statistically, The results showed asfollows, (1) Added value agroindustry processing palm oil at PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was Rp 553.90 with 27.23 Percent added value ratio and 40.01 margin profit, that means no impact between discontinued CPO Production on Agroindustry sector, because result added value agroindustry processing palm oil PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari Bussiness unit have a positve value, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was 563,940.66 kilogram CPO

Key words : added value, agroindustry, CPO, palm oil, production capacity, TBS

(3)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI

AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (CPO)

PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA

REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN

Oleh

RANDY KESUMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain alhamdulillahi rabbil ‘aalamin,

segala puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,

khususnya atas terselesainya penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Analisis

Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Lampung Selatan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

penyelesaian skripsi sebagai berikut:

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., sebagai Ketua Jurusan Agribisnis

sekaligus sebagai Dosen Pembimbing pertama dan dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta

membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran yang

sangat luar biasa.

2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing kedua atas semua

bantuan, saran, dan kritik serta perhatian yang diberikan dalam penyelesaian

skripsi ini.

3. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.Si., selaku pembahas yang telah

(8)

5. Bapak Herlan, Uswanto dan ibu Uci yang sangat membantu penulis dalam

memberikan informasi yang ada demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis selama mengerjakan

skripsi, dan selalu memberikan nasihat yang sangat luar biasa. Adek Reza

yang selalu membantu memberikan kebahagiaan kepada penulis.

7. Sahabat dan teman-teman seperjuanganku; Danang, Adit Cionk, Made,

Angga, Yasin, Putri, Fitri, Aras, Dini, Nuke, dan mba Tri serta teman-teman

SOSEK’07 dan teman-teman yang lainnya .

8. Seluruh Dosen dan Karyawan (Mba Iin, Mba Aie, Mas Bukhari, Mas Kardi,

Pak Margono dan Mas Boim) di Jurusan Agribisnis atas semua bantuan dan

dukungan yang telah diberikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan dan kebaikan yang

diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua

pihak. Akhirnya, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kepada Allah

SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan

unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011... 4

2 Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera,

tahun 2008-2012... 5

3 Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT

Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013... 7

4 Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun

2008-2012... 8

5 Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami... 35

6 Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan

Nusantara VII... 42

7 Komposisi pekerja berdasarkan pendidikan... 51

8 Produksi CPO dan TBS agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 61

9 Sumbangan input lain agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 65

10 HOK agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Rejosari... 67

11 Harga CPO dan TBS periode Februari 2013-Februari 2014 PT

(11)

12 Perkembangan nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII unit usaha Rejosari... 72

13 Nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit rata-rata per bulan pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha

rejosari... 74

14 Biaya variabel, biaya tetap dan total biaya agroindustri

pengolahan sawit di PTPN VII Unit Usaha Rejosari... 77

15 Perkembangan titik impas (BEP) dan nilai rata-rata per bulan titik impas (BEP) agroindustri pengolahan kelapa sawitdi PTPN VII Unit Usaha Rejosari periode Februari

2013-Februari 2014... 78

16 Analisis titik impas rata-rata rata-rata per bulan kelapa sawitdi PTPN VII uit usaha Rejosari periode Februari 2013-Februari

2014... 79

17 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Februari 2013... 85

18 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Maret 2013... 86

19 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan April 2013... 87

20 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Mei 2013... 88

21 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Juni 2013... 89

22 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Juli 2013... 90

23 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Agustus 2013... 91

24 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan September 2013... 92

25 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

(12)

26

Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013...

Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2013...

Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Januari 2014...

Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Maret 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan April 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Mei 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juni 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juli 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Agustus 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan September 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Oktober 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013...

Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2014...

(13)

42 Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014...

(14)

DAFTAR ISI

D.Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12

A.Tinjauan Pustaka ... 12

1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit ... 12

2. Konsep Agroindustri ... 3. Agroindustri Kelapa Sawit ... 4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit ... 5. Konsep Nilai Tambah ... 6. Kapasitas Produksi... 7. Kajian Penelitian Terdahulu... 13

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 29

B.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

C.Metode Penelitian dan Pengumpulan Data... 33

D. Analisis Data... IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 39

A.Sejarah Umum PT Perkebunan Nusantara VII ... 39 B.Keadaan Umum...

1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari... 2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Usaha Rejosari...

43

(15)

Usaha Rejosari... 46 F. Fasilitas Umum dan Sosial...

G.Tenaga Kerja Agroindustri di PPKS...

50 51

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53 A.Keragaan Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Rejosari... 53 1. Pengadaan Bahan Baku CPO... 53 2. Proses Produksi CPO... 55 3. Jumlah CPO dan TBS Pada PT Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Rejosari... 60 4. Sumbangan Input Lain... 61 5. Tenaga Kerja (HOK)... 66 6. Harga TBS dan CPO PT Perkebunan Nusantara VII Unit

Usaha Rejosari... 68 B.Analisis Nilai Tambah Agroindustri Pengolahan Kelapa

Sawit... 69 1. Analisis Nilai Tambah CPO Agroindustri Pengolahan

Kelapa Sawit... 69 C.Kapasitas Produksi (Analisis Titik Impas) Agroindustri

Pengolahan Kelapa Sawit... 75 1. Analisis Titik Impas Produksi CPO... 75

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Pohon Industri Kelapa Sawit...……….... 18

2. Bagan Alir Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi

Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit pada PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari .…...………... 28

3. Kurva Break Even Point ……… 38

4. Bagan Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari ………... 46

5. Proses Produksi CPO PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari... 59

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut

Soekartawi (2000), strategi pembangunan pertanian yang berwawasan

agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa

pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk

mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri

baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh,

efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan

devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan.

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan

sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan

kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial,

politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008). Pembangunan pertanian bertujuan untuk mencapai pembangunan yang maju,

(18)

pertanian yang sesuai dengan hal tersebut ditandai dengan 5 kriteria yaitu,

memiliki produktivitas, efisiensi, mutu yang tinggi, produk laku jual dan

berkelanjutan (Rukmana, 2005).

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai

bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan

tersebut. Menurut Austin (1981), agroindustri yaitu perusahaan yang

memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang

dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan

pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan

dan distribusi. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang siap

dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.

Agroindustri merupakan bagian kompleks industri pertanian mulai dari

produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi

sampai penggunaannya oleh konsumen. Agroindustri merupakan kegiatan

yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian.

Pembangunan pertanian memiliki tujuan yang berwawasan agribisnis yaitu

meningkatkan kesejahteraan petani, menciptakan lapangan pekerjaan di

sektor pertanian, dan meningkatkan hasil produksi pertanian, sehingga dapat

mengurangi import hasil pertanian yang selama ini dilakukan serta dapat

mendukung pembangunan sektor industri. Salah satu pembangunan sektor

pertanian yang mengalami peningkatan ialah sub sektor perkebunan.

(19)

salah satu pilar perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Adapun upaya yang dilakukan pemerintah antara lain peremajaan,

rehabilitasi, dan perluasaan areal perkebunan atau ekstensifikasi di seluruh

Indonesia.

Dengan pencanangan program tersebut, tersedia kesempatan bagi

pengembangan perkebunan secara umum di setiap daerah. Salah satu daerah

tersebut ialah Provinsi Lampung. Pembangunan perkebunan di Provinsi

Lampung diarahkan dengan memperluas areal tanaman perkebunan dan

mendirikan industri pengolahan hasil perkebunan dengan tujuan untuk

meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk, membuka dan memperluas

lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan

serta meningkatkan devisa yang mendukung pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Lampung.

Komoditas perkebunan yang menjadi unggulan Provinsi Lampung meliputi

tujuh komoditas utama yaitu kopi ( kopi robusta dan kopi arabika) , lada,

kakao, karet, kelapa sawit, kelapa dalam, dan tebu. Perkembangan luas areal

dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun

(20)

Tabel 1. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011

Komoditas Luas areal (ha) Produksi (ton)

2010 2011 r(%th) 2010 2011 r(% th)

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011

Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit yang

menurun dari tahun 2011 yaitu sebesar -2,36 persen. hal ini terjadi karena

sistem manajemen yang kurang baik dan juga kurangnya inovasi dan efisiensi

dalam proses pengolahan tanaman kelapa sawit. Fakta tersebut menunjukkan

perlunya pengembangan sektor tanaman kelapa sawit yang lebih intensif

mengingat potensialnya komoditas kelapa sawit saat ini untuk menunjang

perekonomian nasional.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera yang

memiliki potensi produksi kelapa sawit yang cukup besar dengan penggunaan

lahan total sebesar 153.160 ha. Provinsi Lampung mampu memproduksi

373.001 ton sawit pada tahun 2010. Perkembangan produksi kelapa sawit di

(21)

Tabel 2. Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera, tahun 2008-2012

Provinsi Produksi (ton)

Luas Lahan (2012)

2008 2009 2010 2011 2012 (ha)

Lampung 388.742 111.212 104.865 364.882 373.001 178.320

Sumatera Selatan 1.161.161 759.034 776.983 2.036.553 2.082.196 690.729

Bengkulu 373.815 373.815 450.278 602.735 615.624 224.651

Jambi 1.281.636 1.297.578 1.203.430 1.265.788 1.293.173 489.384

Kepulauan Riau 15.495 15.495 3.169 187 191 2.645

Riau 4.685.660 2.054.54 2.368.076 5.932.310 6.064.391 1.781.900

Sumatera Barat _ 326.580 349.317 833.476 852.042 344.352

Sumatera Utara 3.244.922 1.022.472 1.115.699 3.158.144 3.230.488 1.017.570 Sumber : Statistik Perkebunan 2006-2010, Direktorat jendral pertanian 2013

Pada Tabel 2, pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit di Provinsi

Lampung menurun drastis pada tahun 2009 dan tahun 2010, kemudian

meningkat lagi pada tahun 2011 dan 2012, penurunan & perkembangan

produksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor dalam pembangunan

pertanian dan manajemen. Untuk mengetahui penyebab penurunan produksi

tersebut, dibutuhkan audit produksi per tahun agar mendapatkan gambaran

yang jelas tentang faktor-faktor penurunan produksi tersebut.

Pada Tabel 2 juga menjelaskan posisi provinsi Lampung dalam produksi

tanaman kelapa sawit di Sumatera termasuk terendah setelah Provinsi

Kepulauan Riau, hal ini dikarenakan Provinsi Lampung tidak

memprioritaskan pengembangan perkebunan komoditi kelapa sawit , iklim di

Provinsi Lampung memungkinkan pengembangan komoditas perkebunan

lainya seperti karet, kopi, kakao, tebu dan nanas sehingga total seluruh

penggunaaan lahan perkebunan Provinsi Lampung dibagi ke pengusahaan

(22)

perkebunan sawit di Provinsi Lampung masih cukup rendah yaitu hanya

sebesar 178.320 ha pada tahun 2012.

Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Lampung dikelola oleh beberapa

perkebunan besar swasta, perkebunan rakyat dan perkebunan besar Negara.

Salah satu perkebunan besar negara yang ada di Provinsi Lampung adalah PT.

Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang memiliki memiliki 26 unit usaha

yang terletak pada 3 wilayah kerja yang meliputi provinsi Lampung, Sumatera

Selatan dan Bengkulu.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan agribisnis

yang terus melakukan perubahan dengan meningkatkan produktivitas dan

kualitas hingga menjadi perusahaan yang tangguh dan berkarakter global.

Pada wilayah kerja Provinsi Lampung, PT. Perkebunan Nusantara memiliki

10 unit usaha yang terbagi di beberapa kabupaten yang memproduksi berbagai

jenis komoditi perkebunan, salah satunya adalah komoditi kelapa sawit. Ada

5 unit usaha yang mengelola hasil perkebunan kelapa sawit yaitu Unit Usaha

Kedaton, Unit Usaha Bergen, Unit Usaha Rejosari, Unit Usaha Bekri dan Unit

Usaha Padang Ratu. Pada Tabel 3 dapat dilihat data luas areal, produksi dan

produktivitas unit usaha milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang

(23)

Tabel 3. Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013

Lokasi

Komposisi Areal Produksi Produktivitas

TBM TM Jumlah (Ton) (Ton/Ha)

(Ha) (Ha) (Ha) Lampung Selatan

PTPN VII UU Kedaton 0 588 588 2.180 3,707

PTPN VII UU Bergen 0 144 144 520 3,611

PTPN VII UU Rejosari 575 3.632 4.207 13.550 3,221

Lampung Tengah

PTPN VII UU Bekri 1.274 2.604 3.878 9.022 2,326

PTPN VII UU Padang Ratu

3 2.559 2.562 8.938 3,489

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013

Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)

Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang memiliki produktivitas

kelapa sawit yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.221 ton/hektar. Jumlah

tersebut menunjukkan banyaknya produksi tandan buah segar (TBS) dari

kebun TM (Tanaman Menghasilkan) milik Unit Usaha Rejosari yang

merupakan bahan baku utama dalam memproduksi Crude Parm Oil (CPO) dan

Inti Sawit (Kernel) pada PPKS Unit Usaha Rejosari. Dari data ini juga dapat

di lihat bahwa Unit Usaha Rejosari memiliki produksi kelapa sawit yang

terbesar diantara unit usaha produksi kelapa sawit lainnya yaitu sebesar 13.550

ton , sehingga menjadikan unit usaha Rejosari merupakan penyumbang CPO

(24)

Tanaman kelapa sawit diolah untuk menghasilkan minyak sawit atau CPO

(Crude Palm Oil) yang merupakan hasil olahan TBS kelapa sawit yang memiliki nilai jual yang tinggi yang perkembanganya dapat di lihat dalam

Tabel 4:

Tabel 4. Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun 2008-2012

Tahun Produksi Produksi CPO (ton)

Sendiri Pembelian

2008 102.960 64.320

2009 87.783 77.30

2010 92.524 95.65

2011 104.562 67.86

2012 8.953 105.240

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII tahun 2012

Produksi kelapa sawit (TBS) di tahun 2012 mengalami penurunan 92,3 persen

dibandingkan dengan perolehan produksi pada tahun 2011, hal ini berakibat

terhadap penurunan produksi minyak sawit (CPO) sebesar 90 persen di

bandingkan dengan pencapaian produksi di tahun 2011. Penurunan ini

dipicu oleh percepatan replanting atau penanaman ulang tanaman kelapa

sawit seluas 835 ha untuk tahun tanam 1985 dan adanya areal yang dipusokan

seluas 545 ha .

Namun semenjak bulan Februari 2014, PT Perkebunan Nusantara VII unit

usaha Rejosari memberhentikan produksi CPO yang dimilikinya, hal tersebut

memberikan pertanyaan apakah replanting umum awal 2012 PT Perkebunan

VII baru menghampiri unit usaha Rejosari, sehingga produksi TBS menurun

dan menyebabkan kurang efisien dalam produksi CPO di PPKS Rejosari, atau

(25)

pengolahan CPO tidak memberikan nilai tambah lagi. Apabila PPKS unit

usaha Rejosari berhenti secara teknik, hal ini dapat diasumsikan bahwasanya

PPKS sudah tidak dapat memberikan nilai tambah TBS lagi atau apabila

PPKS dipaksakan beroperasi, maka akan menderita kerugian produksi karena

output akan dibawah titik impas. Hal tersebut memicu penulis tertarik untuk

melaksanakan penelitian di PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari

untuk mengetahui penyebab pemberhentian produksi CPO tersebut dalam

ruang lingkup metode ilmiah studi kasus dengan pendekatan produksi

B. Perumusan Masalah

PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang

mengolah bahan baku kelapa sawit berupa TBS (Tandan buah segar) menjadi

CPO (crude palm oil) yang digunakan sebagai bahan baku industri. PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari mengambil bahan baku CPO

dari perkebunan sendiri dan beberapa dari perkebunan rakyat berkemitraan

yang ada di sekitar wilayah Lampung Selatan.

Teknologi yang kurang baik dalam proses pengolahan akan menghasilkan

produk yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Peningkatan kualitas

produk TBS dapat ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan

kelapa sawit untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian produk CPO

yang dihasilkan bisa lebih banyak secara kuantitas produksi dan

menghasilkan material sisa yang semakin sedikit sehingga dapat mengurangi

limbah industri. Upaya peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit berupa

(26)

nilai jual produk, peningkatan nilai tambah juga dapat menambah profit bagi

agroindustri. Dengan adanya usaha pengolahan kelapa sawit yang dilakukan

oleh Unit Usaha Rejosari, maka akan menambah nilai dari komoditi kelapa

sawit tersebut khususnya dalam ekonomi. Untuk menghasilkan produk

kelapa sawit yang memiliki nilai tambah dibutuhkan agroindustri kelapa sawit

berupa pabrik pengolahan kelapa sawit atau PPKS. Nilai tambah yang baik

dihasilkan oleh pabrik pengolahan yang efektif dan efisien yang mampu

menghasilkan jumlah output di atas kapasitas produksi, sehingga dapat

mengukur apakah agroindustri tersebut masih menghasilkan profit atau

menderita kerugian.

PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari memberhentikan pabrik

pengolahanya pada bulan Februari 2014. Dalam pendekatan produksi,

pemberhentian suatu agroindustri diakarenakan agroindustri tersebut

menderita kerugian yang salah satunya ditandai dengan angka nilai tambah

yang negatif atau jumlah produksi di bawah titik impas sehingga agroindustri

sudah tidak efisien dalam pengolahan dan tak layak lagi dikembangkan.

Indeks suatu keuntungan\kerugian dapat diukur melalui pendekatan ilmiah

berupa analisis nilai tambah dan analisis kapasitas produksi rata-rata per

bulan dengan data produksi selama satu tahun sebelum PPKS agroindustri

berhenti berproduksi. Dari kerangka permasalahan di atas dapat disimpulkan

bahwa penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui besarnya nilai tambah dan

kapasitas produksi yang dilakukan agroindustri pengolahan kelapa sawit pada

PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari terhadap produk kelapa sawit berupa

(27)

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasikan permasalahan

sebagai berikut :

1) Berapa nilai tambah yang dihasilkan PT Perkebunan VII unit usaha

Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

2) Berapa kapasitas produksi (titik impas) agroindustri kelapa sawit PT.

Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Mengetahui nilai tambah produk pengolahan kelapa sawit pada PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari.

2) Mengetahui kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit pada PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari .

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola Unit Usaha Rejosari dalam

pengembangan usaha.

2) Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang melakukan penelitian

sejenis.

3) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknis sektor agroindustri dalam

(28)

+

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia, hal

tersebut dikarenakan wilayah Indonesia berada di sekitar khatulistiwa

sehingga memenuhi syarat untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

kelapa sawit menyumbang devisa non migas negara yang cukup besar

seiring dengan besarnya kuota eksport yang dihasilkan tanaman kelapa

sawit di Indonesia. Saat ini, indonesia merupakan produsen kelapa sawit

terbesar didunia dengan dengan produksi sebesar19,44 juta ton dari Luas

areal 7.322 juta ton yang tersebar di pulau sumatera, kalimantan, sulawesi,

banten dan papua. sebagaian daerah perkebunan dan masih tersedia untuk

perluasan areal sebesar 24 juta ha.

Tanaman kelapa sawit memiliki keuntungan biaya produksi terendah

dibandingkan dengan komoditi penghasil minyak nabati lainya seperti

Bunga matahari, kedele, Repressed, kelapa nyiur, kelapa tanah dan olive.

Sehingga menjadikan kelapa sawit memiliki turunan FAME sebagai

(29)

akhirnya yang dapat dikonsumsi langsung dengan masyarakat dan hampir

seluruh produknya baik produk inti dan sampingan memiliki nilai tambah

2. Konsep Agroindustri

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu

pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari

produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan

pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Arti yang kedua

adalah agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan

sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan

pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.

Kemudian, pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan

pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya yaitu kegiatan

agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agroindustri,

mampu menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa,

dan mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.

Saragih (2001) menyatakan, agroindustri adalah industri yang memiliki

keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat

dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan

komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk

akhir agroindustri, sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa

(30)

komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain

beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya.

PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dapat dilihat sebagai

suatu industri yang merupakan suatu subsistem agribisnis yaitu kegiatan

yang memproses dan mentransformasikan produk - produk mentah hasil

pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang dapat

langsung dikonsumsi atau digunakan dalam proses produksi. Adapun tiga

kegiatan utama dalam agroindustri yang merupakan suatu sistem, yaitu (1)

kegiatan pengadaan bahan baku, (2) kegiatan pengolahan, dan (3) kegiatan

pemasaran. Bahan baku (input) yang diterima Unit Rejosari berasal dari petani berupa TBS (tandan buah segar) kemudian mengalami proses

pengolahan yang cukup lama untuk menghasilkan CPO dengan mutu yang

sangat baik. CPO tersebut dipasarkan melalui PT . Perkebunan Nusantara

VII Pusat yang berlokasi di Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung.

Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem pengadaan dan

penyaluran sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem agroindustri,

serta subsistem pemasaran.

a. Subsistem pengadaan sarana produksi

Subsistem pengadaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan

dan penyalur. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari

sarana produksi, teknologi dan sumber daya agar penyediaan sarana

produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat

(31)

digunakan dalam agroindustri pengolahan sawit mencakup bahan baku

(TBS), mesin, tenaga kerja, dan sebagainya.

b. Subsistem agroindustri atau pengolahan hasil

Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di

tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan mulai dari penanganan

pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan

dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Subsistem pengolahan dalam agroindustri

pengolahan sawit meliputi kegiatan pengolahan basah dan pengolahan

kering.

c. Subsistem pemasaran

Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usaha tani dan

agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan

utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi

pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri. Alur CPO adalah sebagai berikut:

Pengolahan (Unit Usaha Rejosari)→ Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara VII Kedaton Bandar Lampung → Ekspotir (LO di Jakarta).

Agroindustri dibedakan menjadi dua, yaitu agroindustri hulu dan

agroindustri hilir. Agroindustri hulu adalah industri yang menghasilkan

sarana produksi, seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian.

Sedangkan industri yang melakukan kegiatan pengolahan produk

(32)

Menurut Muelgini dalam Anggraini (2003), Berdasarkan lokasi

kegiatannya, agroindustri dapat berlangsung di tiga tempat yaitu (1)

dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota rumah tangga petani

penghasil bahan baku; (2) dalam bangunan yang menempel atau

terpisah dari rumah tempat tinggal, akan tetapi masih dalam satu

pekarangan dengan menggunakan bahan baku yang dibeli dari pasar,

dan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, (3) dalam perusahaan

kecil, sedang atau besar yang menggunakan buruh upahan dan modal

yang lebih intensif dibandingkan denga industry rumah tangga. Skala

usaha ketiga macam industri pengolahan ini dapat diukur dari volume

bahan baku yang diolah per hari. Manajemen atas teknologi yang

digunakan merentang dari tradisional sampai yang modern, sedangkan

pasarnya merentang mulai dari pasar domestic sampai pasar luar negeri

(ekspor). Akan tetapi, ketiga lokasi kegiatan agroindustri tersebut

mempunyai karakteristik yang sama yaitu menggunakan tenaga kerja

dan bahan baku yang berasal dari pedesaan dan berlokasi di pedesaan.

3. Agroindustri kelapa sawit

Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah

yang berbentu tandan buah segar (TBS). Tandan buah segar diolah

menjadi bahan setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit ( MKS

= Crude Palm Oil,CPO) dan inti kelapa sawit ( IKS = Palm Kernel, PK). Minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dapat diolah menjadi

(33)

Industri hilir produk kelapa sawit terdiri dari industri hasil setengah jadi

dan industri jadi. Industri hasil setengah jadi digolongkan menjadi 2, yaitu

oleo-pangan dan oleo-kimia. Oleo pangan adalah penggunaan minyak

sawit untuk produk pangan, contohnya minyak goreng dan lemak makan

(margarine, vanaspati, dan shortening). Oleo-kimia adalah penggunaan minyak sawit untuk produk kimia (nonpangan), contohnya fatty acid, fatty alcohol, fatty amine, Methyl ester (biodiesel), Glyserol, Ethoxylate,

epoxylate, dan garam metalik.

Beberapa jenis makanan olahan kelapa sawit menjadi industri barang jadi

antara lain: indutri makanan seperti kue, roti, biscuit, coklat, kembang

gula, es krim, tepung susu nabati dan mie siap saji; industri kosmetik

seperti sabun, cream lotion dan shampoo; industri farmasi seperti vitamin A dan E; industri pabrik logam seperti sabun metalik, pelumat dan

pelindung karat baja, dan bahan pengapung; industri karoseri; industri tinta

(34)

Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit

Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2009

4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit a. Stasiun Penerimaan TBS

1 (satu) unit timbangan, jembatan timbangan (weighbridge) buatan

USA dengan kapasitas 30.000 kg menggunakan empat load cell, perlu

disediakan dan dipasang di kantor. Loading Ramp (tempat penimbun)

dengan 7 pintu dan digerakkan secara hydraulic buatan USA dengan

kapasitas + 12,5 ton TBS per pintu dipasang di ujung bangunan.

b. Stasiun Rebusan (Sterilizer) Kelapa sawit

Batang Pohon Bahan Konstruksi

Makanan Ternak dan Pupuk

(35)

2 (dua) unit sterilizer dengan ukuran diameter 2700 mm, dengan

panjang + 22.000 mm yang memuat 7 (tujuh) lorry dalam sekali

merebus. Lorry (fruit cages)mempunyai kapasitas 5 ton TBS dan

jumlah lorry yang direkomendasikan sebanyak 35 (tiga puluh lima) unit dengan memakai “bronze bushing” dan Roller Bearing. Sterilizer akan

dioperasikan secara otomatis. Dengan system otomatis bisa

melaksanakan perebusan “triple peak” yang kebanyakan dilaksanakan

di pabrik-pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara.

c. Stasiun Penebah

1 (satu) unit Hoisting Crane buatan Germany/USA yang dioperasikan di

atas lantai Marshalling Yard dengan ketinggian + 7 m. Fruit Cages

hanya diangkat ± 50 cm diatas lantai jadi jauh lebih aman dari pada

hoisting crane yang tingginya 14,5 m. 1 (satu) unit Bunch Conveyor

dan 1 (satu) unit mesin penebah (Thresher) diperlukan dalam stasiun

ini.

d. Stasiun Kempa

2 (dua) unit Kempa (Screw Press) dengan kapasitas 15 ton TBS/jam,

buatan Malaysia atau bisa juga buatan lokal Medan yang akan

digunakan. Berikut dengan 2 (dua) unit mesin pelumat (Digester)

dengan kapasitas 3500 L.

e. Stasiun Pemurni

3 (tiga) unit mesin Sludge Centrifuge buatan Malaysia dan 2 (dua) unit

mesin Purifier dan 1 (satu) unit mesin pengering Vacuum Dryer buatan

(36)

perlengkapannya, seperti pompa vakum, pompa transfer dan lain-lain.

Pemurnian dilaksanakan secara terus-menerus (continue) termasuk

dalam system ini, dan di gunakan Integrated 5 in 1 Tank.

Dalam system ini 5 (lima) unit tangki dijadikan satu atau istilahnya “Five in One”, yaitu :

1. Continuous Settling Tank (C.S.T)

2. Sludge Oil Tank (S.O.T)

3. Hot Water Tank (H.W.T)

4. Pure Oil Tank (P.O.T)

5. Sludge Drain Tank (S.D.T)

f. Stasiun Kernel

Cracked mixture akan diproses dengan memakai proses kering yaitu “Dry Separation Coloumn”. Pada kolom pertama, yang dikerjakan yaitu

kernel utuh dikirim langsung ke kernel silo dan pada kolom yang kedua

yaitu kernel dan sebagian cangkang (shell) akan dikirim ke

hydrocyclone untuk pemisahan selanjutnya. Jadi di sini terjadi 3 kali

pemisahan antara kernel dengan cangkang yaitu di kolom LTDS

pertama, kolom LTDS kedua kemudian di Hydrocyclone atau claybath.

g. Water Supply

Yang termasuk dalam water supply adalah :

1. Raw Water Treatment Plant

(37)

Secara umum apabila karakteristik dari air sungai belum diketahui,

,maka pada Boiler Feed Water Treatment Plant, memakai “Demin Plant” saja dan bukan “Water Softener”.

Namun seandainya air sungai yang di gunakan kadar silicanya (SiO2)

kurang dari < 8 ppm, maka di sarankan memakai “Water Softener”.

h. Steam Boiler

1 (Satu) unit ketel (Steam Boiler) diperlukan untuk proses pabrik kelapa

sawit. Ketel dengan kapasitas 20.000 kg/jam, merupakan ketel pipa air (Water Tube Boiler) dan uapnya merupakan “Superheated Steam” dan

mempunyai temperatur 260°C dan tekanan 21 kg/cm².

Pada waktu mulai mengadakan “Pengeringan (Drying Out)” ketel

waktu pertama kali bahan bakar (kayu) dan chemical supaya disediakan

sendiri oleh pemilik PPKS. Pada umumnya Boiler yang digunakan

memiliki lisensi dari Inggris.

i. Stasiun Pembangkit

1 (Satu) unit Turbin kapasitas 900 KW dan 2 (dua) unit diesel

generator set 350 KW (400 KVA) dan 200 KW merupakan design yang

di berikan untuk start up/shut down boiler gensetnya buatan Inggris.

Turbin memakai buatan USA. Namun selama pembangunan proyek

Genset yang 200 KW yang dipakai dahulu untuk bekerja dan setelah

(38)

5. Konsep Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan,

pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut

Hardjanto (1991), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai

suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi,

penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis

(faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan

baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai (input) lainnya. Faktor non teknik ini dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya

produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya

produksi.

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam

keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991), kegunaan dari

menganalisis nilai tambah adalah salah satunya untuk mengetahui

besarnya nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang

(39)

6. Kapasitas Produksi

Menurut Handoko (1984), kapasitas adalah suatu tingkat keluaran atau

output maksimum dari suatu sistem produksi dalam periode tertentu dan

merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode

waktu itu. Suatu kapasitas perusahaan merupakan konsep dinamik yang

dapat diubah dan dikelola.

Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik barang

maupun jasa, perusahaan dapat terlebih dahulu merencanakan besar

kapasitas produksi yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang

inginkan. Artinya dalam hal ini besar laba merupakan prioritas yang harus

dicapai perusahaan, disamping hal-hal lainnya. Salah satu caranya adalah

perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu berapa titik impasnya,

artinya perusahaan beroperasi pada jumlah produksi atau penjualan

tertentu.

Analisis break even point (BEP) dapat digunakan untuk menentukan

berapakah jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran)

yang harus dihasilkan oleh perusahaan dengan membandingkan hasil

kapasitas produksi yang telah dikeluarkan perusahaan sebelumnya.

Analisis ini merupakan peralatan yang berguna untuk menjelaskan

hubungan antara biaya, pendapatan dan volume penjualan atau produksi.

Tujuan analisis ini menunjukkan berapa besar laba perusahaan yang akan

diperoleh atau rugi yang akan diderita pada berbagai tingkat volume yang

(40)

7. Kajian Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Irawan (2011) tentang Analisis nilai tambah dan strategi

pengembangan Agroindustri karet remah pada PT Perkebunan VII Unit

Usaha Pematang kiwah, menunjukkan bahwa Agroindustri PTPN VII Unit

usaha PEWA memberikan nilai tambah yang positif yakni sebesar 48,39%

dengan kapasitas produksi 50-60 ton karet SIR10 perhari.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002) tentang Kajian

Produktivitas dan Nilai Tambah pengolahan sawit pada PT Perkebunan

Nusantara XIII menunjukkan nilai tambah tandan buah segar (TBS) yang

diolah adalah Rp 222,353 pada tahun 1999. Pada tahun 2000 terjadi

penurunan sebesar 9,1 persen menjadi 202,127 per kilogram TBS yang

diolah

Penelitian yang dilakukan oleh Kamsari (1999) tentang kajian Strategi

Teknologi dalam Upaya Peningkatan Nilai Tambah Proses Pengolahan

Kelapa Sawit pada PT. Tolan Tiga Indonesia menunjukkan bahwa nilai

tambah produk CPO dan inti sawit pada tahun 1997 adalah Rp 23,494 kg

dengan rasio 8,1145 dan pada tahun 1998 terjadi kenaikan 180,6425 /kg.

Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nilai tukar rupiah yang

sangat menguntungkan untuk industri kelapa sawit, dan efisiensi yang

(41)

B. Kerangka Pemikiran

Agribisnis kelapa sawit mempunyai prospek yang cerah, namun produktivitas

kelapa sawit nasional saat ini masih relatif rendah meskipun menempati

posisi nomor 2 di dunia setelah Malaysia. Agroindustri kelapa sawit berupa

CPO & PKO merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan

kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Meningkatnya

konsumsi CPO kelapa sawit dalam negeri ini diakibatkan oleh membaiknya

sektor industri berbahan baku CPO kelapa sawit yang memiliki permintaan

yang tinggi dipasar seperti minyak goreng, alat kebersihan, dan oli buat

kendaraan bermotor. Sementara itu, di pasar internasional permintaan CPO

sawit juga semakin baik.

Kelapa sawit juga menjadi salah satu komoditas unggulan Propinsi Lampung

selain kopi, lada, kelapa, kakao, karet, dan tebu. Propinsi Lampung

merupakan salah satu sentra produsen sawit di Pulau Sumatera. PT

Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari merupakan

perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengolahan sawit

di Propinsi Lampung.

Nilai tambah sangat penting digunakan karena sebagai tolak ukur untuk

mengetahui apakah dengan pengolahan komoditas kelapa sawit mampu

memberikan penambahan nilai secara ekonomis sehingga mashih layak untuk

(42)

Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dalam pengolahan

kelapa sawit dapat dilihat dari selisih nilai output dikurangi dengan total nilai

input yang dikeluarkan. Apabila jumlah nilai input lebih besar dari jumlah

nilai output, berarti unit usaha pengolahan sawit tersebut tidak memberikan

nilai tambah. Sebaliknya, apabila jumlah nilai output lebih besar dari total

nilai input yang dikeluarkan maka unit usaha pengolahan sawit memberikan

nilai tambah.

CPO merupakan output Agroindustri kelapa sawit yang dihasilkan dari

konversi TBS melalui pabrik pengolahan kelapa swit (PPKS). Setiap PPKS

harus menentukan seberapa besar kapasitas produksi yang dihasilkan agar

dapat menghasilkan laba mengingat besarnya biaya produksi dan tingginya

bahan baku pengolahan CPO. Mengetahui kapasitas produksi suatu

agroindustri pengolahan sangat penting, karena sebagai tolak ukur industrialis

untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan diatas output titik impas

yang dihasilkan oleh PPKS, apabila output yang dihasilkan dibawah kapasitas

produksinya maka perusahaaan akan menderita kerugian

PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari merupakan perusahaan agribisnis

yang berbasis agroindustri perkebunan sehingga PT Perkebunan VII unit

usaha Rejosari membagi area produksinya menjadi 2 area, yaitu area

perkebunan (plantation area) dan area PPKS, masing-masing area ini saling

berkolaborasi dalam memproduksi produk olahan kelapa sawit berupa CPO.

Bahan baku untuk mengolah CPO adalah TBS kelapa sawit yang dihasilkan

(43)

membutuhkan waktu 3 tahun perkembangan sejak waktu pembibitan sebelum

dapat dipanen berupa TBS, periode 3 tahun tersebut dinamakan periode TBM

(tanaman belum menghasilkan). setelah memasuki usia tanaman diatas 3

tahun, TBS dapat dipanen hingga usia tanaman mencapai 25 tahun, periode

ini dinamakan periode TM (tanaman menghasilkan) kelapa sawit.

Tandan buah segar yang dihasilkan dalam plantation area selanjutnya

diteruskan ke dalam agroindustri area sebagai input produksi dalam

pengolahan CPO. Selanjutnya bersama dengan sumbangan input produksi

lainnya berupa bahan bakar minyak dan pelumas, air, bahan kimia dan listrik

diolah di dalam PPKS (pabrik pengolahan kelapa sawit) dengan input tenaga

kerja (HOK) sebagai penggerak produksi dalam PPKS menghasilkan output

produksi berupa CPO.

Tandan buah segar dan CPO memiliki harga jual standar yang ditentukan oleh

pasar. Harga jual CPO dan TBS ini bersama dengan sumbangan input lain,

upah rata-rata tenaga kerja, input TBS dan output CPO digunakan sebagai

variabel untuk menentukan nilai tambah produk kelapa sawit melalui analisis

nilai tambah. Proses pengolahan CPO menghasilkan biaya produksi yang

dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan sebagai

variabel untuk menentukan kapasitas produksi melalui analisis BEP

(44)

Input Produksi

Harga Output (P) Biaya Produksi Harga Input Input Produksi Output Produksi (Q)

Gambar 2. Bagan alur analisis nilai tambah dan kapasitas produksi agroindustri pengolahan sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari

Sumbangan Input Lain :

-Bahan bakar minyak dan pelumas -air

-bahan kimia -Listrik PPKS Area

PPKS

CPO

Analisis Nilai

PTPN VII ( Unit Usaha Rejosari )

Plantation

TBM

TM

TBS

-Biaya Variabel (VC) -Biaya Tetap (FC)

Analisis BEP Tenaga Kerja

(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data

yang berhubungan dengan penelitian.

Unit Usaha Pengolahan kelapa sawit adalah suatu sistem yang terdiri dari

pengadaan bahan baku bahan olah sawit berupa TBS (Tandan buah segar) dan

pengolahanya menjadi CPO (Crude Palm Oil).

Bahan baku adalah bahan mentah berupa TBS sebelum dilakukan proses

produksi yang akhirnya akan menghasikan produksi jadi (kg).

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dikurangi nilai bahan

baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Pengukurannya dalam satuan

rupiah per kilogram (Rp/kg).

Produksi adalah suatu proses mentransformasikan berbagai faktor produksi

(46)

Masukan (Input) adalah bahan yang digunakan dalam proses pengolahan Sawit. Masukan (Input) seperti Sawit dalam satuan kilogram (kg), modal dalam satuan rupiah (Rp) dan tenaga kerja dalam satuan HOK.

Keluaran (Output) adalah hasil dari proses produksi yaitu CPO, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).

Proses pengolahan Sawit adalah usaha memproses bahan baku bahan olah

sawit menjadi CPO yang dihasilkan setiap kali periode produksi yang diukur

dalam satuan kilogram (kg).

Faktor konversi adalah banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu

satuan bahan baku yang ditunjukkan dengan hasil dari perbandingan antara

ouptut produk dengan input produk

Bahan pendukung adalah bahan produksi selain bahan baku yang digunakan

dalam kegiatan proses produksi untuk membantu agar bahan baku dapat

diproses lebih lanjut, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Jumlah bahan baku adalah banyaknya bahan olah kelapa sawit berupa TBS

yang digunakan dalam satu kali produksi CPO, diukur dalam satuan kilogram

(kg).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali

produksi pengolahan sawit diukur dalam satuan HOK.

Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara tenaga kerja dengan jumlah

(47)

Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan perusahaan

untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan

Rp/HOK.

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung

sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur

dalam satuan tahun.

Umur ekonomis bangunan adalah jumlah tahun bangunan selama digunakan,

terhitung sejak tahun selesai dibangun dan siap pakai sampai bangunan tidak

dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

Rasio nilai tambah adalah perbandingan antara nilai tambah dengan nilai

produk diukur dalam satuan persen (%).

Harga bahan baku adalah jumlah nilai yang harus dikorbankan untuk per

kilogram sawit, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Break even point (BEP) adalah suatu titik atau keadaan dimana agroindustri

dalam kegiatan produksinya menghasilkan output tanaman agroindustri kelapa

sawit berupa CPO yang dapat menutupi biaya-biaya produksi yang timbul,

dihitung dengan jumlah total biaya dibagi dengan selisih harga kelapa sawit

per kilogram dikurangi dengan biaya variabel per kilogram, diukur dalam

satuan kilogram (Kg).

Unit keluaran adalah jumlah kapasitas produksi CPO yang dihasilkan dalam

(48)

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar

kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali produksi diukur

dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar

kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, merupakan biaya

yang dipergunakan untuk membeli faktor produksi, seperti bahan baku, upah

tenaga kerja dan bahan tambahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, yang

terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Laba adalah penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses

produksi dalam satu kali periode produksi yang diukur dalam satuan rupiah

(Rp).

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari

Natar. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah ini merupakan unit usaha dari PT Perkebunan

Nusantara VII di Propinsi Lampung yang mengolah CPO dalam jumlah yang

paling besar dibandingkan dengan Unit Usaha lainya dan kemudahan akses

(49)

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus pada PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Menurut Nazir (1988), Studi

kasus adalah penelitian tentang suatu subjek penelitian yang berkenaan dengan

suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Data yang

dikumpulkan hanya data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan

dari berbagai kepustakaan, instansi atau lembaga yang terkait dalam penelitian,

laporan produksi, laporan manajemen dari Unit Usaha Rejosari serta

laporan-laporan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang diambil dapat

berupa daftar jumlah karyawan di dalam PPKS, data evaluasi biaya teknik dan

pengolahan bulan Februari 2013-Februari 2014, data laporan bulanan teknik &

teknologi bulan 2013-Februari 2014, Pembukuan Keuangan PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Februari 2013-Februari 2014, Jurnal

Penjualan lelang CPO KPBPTPN Februari 2013-Februari 2014

D. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis

kuantitatif.

1. Analisis Nilai Tambah (Metode Kuantitatif)

Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan

(50)

dapat digunakan alat bantu komputerisasi dimana untuk menjawab tujuan

pertama adalah program Microsoft Excell

Pengertian nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena

adanya input fungsional yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan.

Input fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), maupun menyimpan (time utility) (Hayami dkk 1987).

Kegiatan mengolah bahan olah TBS Sawit menjadi CPO mengakibatkan

bertambah nilai komoditi tersebut. Untuk menjawab tujuan pertama

mengenai besarnya nilai tambah dari TBS menjadi CPO pada unit usaha

pengolahan sawit di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari

Natar dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada

(51)

Tabel 5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 Tenaga Kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)

Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)

A Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8

Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output

Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14

A = Output/total produksi CPO yang dihasilkan oleh unit usaha

B = Input/bahan baku berupa TBS yang digunakan untuk memproduksi

C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi CPO dihitung dalam bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis

F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis

G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja)

H = Harga input bahan baku utama per kilogram (kg) pada saat periode analisis

(52)

I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya packaging

Kriteria nilai tambah adalah :

1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit memberikan nilai tambah (positif).

2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit tidak memberikan nilai tambah (negatif).

2. Analisis Kapasitas Produksi (Metode Kuantitatif)

Kapasitas produksi adalah suatu ukuran atau tingkat keluaran tertinggi

yang menyangkut kemampuan dari suatu proses produksi.Untuk

menjawab tujuan kedua mengenai kapasitas produksi dimana apakah

jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran yang

dihasilkan) oleh perusahaan sama dengan kapasitas produksi yang telah

dikeluarkan perusahaan sebelumnya sehingga memberikan kontribusi laba

terhadap perusahaan dapat menggunakan analisis titik impas atau titik

break even point (BEP).

Secara umum analisis titik impas dapat berguna sebagai dasar dalam

merencanakan serta pengendalian kegiatan operasional perusahaan yang

sedang berjalan dan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan

yang harus dilakukan oleh para pengusaha. Titik impas merupakan titik

dimana penghasilan total (unit keluaran yang dihasilkan) sama dengan

(53)

P x Q = F + (V x Q)

Pada dasarnya jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (Q) merupakan

perencanaan kapasitas produksi yang harus dicapai dan tidak diketahui.

Untuk itu dirumuskan kembali dalam persamaan :

PQ = F + VQ F = (P – V) Q maka:

Q =

Keterangan :

P = harga produk/kg

Q = jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (kg) F = biaya tetap total

(54)

Secara grafik, analisi BEP dapat digambarkan pada Gambar 4.

Biaya dan Penerimaan (Y)

Garis total

Penerimaan Laba

BEP

Garis total biaya

Rugi

Biaya variabel

Biaya tetap

Output (X)

Gambar 3. Kurva Break Even Point

Kriteria BEP adalah ;

a. Jika BEP > Q (jumlah unit keluaran yang dihasilkan), maka agroindustri kelapa sawit memperoleh laba.

(55)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Sejarah PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan salah satu BUMN hasil

penataan kembali (Restrukturisasi / Konsolidasi) BUMN Sub Sektor

Perkebunan dan Pemerintah. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibentuk

berdasarkan peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari

1996, merupakan konsolidasi dari PT Perkebunan X (Persero), PT Perkebunan

XXXI (Persero), serta ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero)

Lahat dan ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di

Bengkulu. (PTPN VII wikipedia Indonesia)

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan BUMN milik

pemerintah Indonesia, kepemilikan perusahaan ini dimiliki pemerintah

Indonesia yang memiliki saham dominan diatas 50 % (Major Stakeholder)

sehingga fungsi manajemen dan kebijakan perusahaan digerakkan oleh

pemerintah melalui kementrian BUMN. sebelum dimiliki oleh pemerintah

Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebelumnya merupakan

perkebunan nasionalisasi dari Pemerintah Belanda, terutama PT Perkebunan

(56)

semula adalah perusahaan perkebunan milik Belanda yang beroperasi di

wilayah Sumatera Selatan dan Lampung. Melalui proses nasionalisasi,

perusahaan tersebut diambil-alih oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957.

Sementara itu PT Perkebunan XXXI (Persero) pada mulanya berawal dari

kebijakan Pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk mengembangkan

industri gula di luar Pulau Jawa pada tahun 1978.

Perusahaan perkebunan ini pada awalnya merupakan proyek pengembangan

PT Perkebunan XXI-XXII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya. Pada

tahun 1980, proyek pengembangan ini ditetapkan menjadi badan usaha sendiri

dengan nama PT Perkebunan XXXI (Persero) yang berkantor pusat

di Palembang. Sementara itu Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI

(Persero) yang berkantor pusat di Jakarta dan Proyek Pengembangan PT

Perkebunan XXIII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya merupakan

proyek Perkebunan Inti Rakyat yang telah beroperasi sejak tahun 1980-an,

namun karena rentang kendali yang terlalu jauh mengakibatkan rendahnya

efisiensi pengelolaan proyek serta kondisi topografi alam yang cukup berat

mengakibatkan tingginya biaya eksploitasi proyek sehingga proyek tersebut

berjalan kurang optimal sehingga diperlukanya penggabungan (merger) ketiga

perusahaan pengembangan tersebut menjadi PT Perkebunan Nusantara VII

(Persero).

Akte pendirian PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibuat oleh Notaris

(57)

pendirian tersebut sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan

keputusan No.C2.8335 HT.01.01 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 dan

telah diumumkan dalam tambahan Berita Negara RI No.80 tanggal 4 Oktober

1996 dan Akte Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perusahaan

Perseorangan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII dibuat oleh Notaris Sri

Rahayu H.Prasetyo, SH dengan Akte No. 08 tanggal 11 Oktober 2002 dan

disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI dengan

keputusan No. C-20863 HT.01.04.TH.2002. Akte Pendirian PT Perkebunan

Nusantara VII (Persero) yang dibuat oleh Ny. Agustina Sulistiowati, SH

nomor 4 tanggal 13 Januari 2004.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) melakukan usaha dalam bidang

perkebunan dengan beberapa komoditas andalan dan pokok yang

dibudidayakan. Komoditi yang sedang dibudidayakan oleh PT Perkebunan

Nusantara VII sebanyak 4 komoditas, yaitu kelapa sawit, karet, tebu, dan teh.

Wilayah kerja pengelolaan tersebar di Propinsi Lampung sebanyak 10 Unit

Usaha, persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII

(58)

Tabel 6. Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII.

Distrik Unit Usaha Komoditi

Bengkulu Talopino Kelapa Sawit

Padang Pelawi Karet

Ketahun Karet

Bantuasin Betung Krawo Kelapa Sawit

Betung Kelapa Sawit

Bentayan Kelapa Sawit

Musilandas Karet

Tebenan Karet

Talang Sawit Kelapa Sawit

Cinta Manis Tebu

Muara Enim Sungai Lengi Inti Kelapa Sawit Sungai Lengi

Plasma Kelapa Sawit

Sungai Niru Kelapa Sawit

Beringin Karet

Baturaja Karet

Senabing Karet

Pagar Alam Teh

Way Sekampung Kedaton Kelapa Sawit dan Karet

Bergen Kelapa Sawit dan Karet

Way Berulu Karet

Rejosari Kelapa Sawit

Pematang Kiwah Karet

Way Lima Karet

Way Seputih Bekri Kelapa Sawit

Padangratu Kelapa Sawit Tulung Buyut Karet

Bungamayang Tebu

Sumber : PTPNVII.co.id, 2012

Tabel 6 menunjukkan bahwa persebaran distrik dan unit usaha pada PT

Perkebunan Nusantara VII di Propinsi Lampung yaitu sebanyak 10 Unit

Usaha (6 Unit Usaha di Distrik Sekampung dan 4 Unit Usaha di Distrik

Seputih), Sumatera Selatan sebanyak 14 Unit Usaha (7 Unit Usaha di Distrik

(59)

3 Unit Usaha dibawah wilayah Distrik Bengkulu. Komoditas yang paling

banyak diusahakan di PT Perkebunan Nusantara VII adalah kelapa sawit dan

karet.

B. Keadaan Umum

1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari

Unit Usaha Rejosari merupakan salah satu unit usaha PT. Perkebunan

Nusantara VII (Persero) dan awal mulanya Unit Usaha Rejosari adalah

perkebunan karet milik Belanda yang di Nasionalisasi pada tahun 1957.

Setelah mendapat bantuan kredit dari World Bank tahun 1973, perusahaan

dapat mengembangkan usaha dan melaksanakan konversi dengan beberapa

jenis tanaman/komoditi, antara lain karet, kelapa, kakao, dan kelapa sawit.

Tahun 2007 seluruh tanaman telah dikonversikan menjadi kelapa sawit.

Setelah dikuasai Indonesia, perusahaan ini awalnya bernama Perusahaan

Perkebunan Negara (PPN) Sumatera Selatan. Pada tahun 1963 namanya

berubah menjadi PPN Aneka Tanaman dengan direksi di Medan. Pada

tahun 1968 nama perusahaan ini kembali berubah menjadi PNP X

(Perusahaan Negara Perkebunan X). Pada tahun 1980 PNP X kembali

mengalami perubahan nama yaitu PTP X (persero) dengan kantor direksi

di Bandar Lampung dan merupakan BUMN. Akhirnya pada tahun 1994,

setelah sempat mengalami beberapa kali perubahan nama, atas kebijakan

(60)

2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Rejosari

Unit Usaha Rejosari terletak di Desa Rejosari, Kecamatan Natar,

Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Jarak Unit Usaha

Rejosari dari Ibukota Propinsi adalah 27 km, dari kota Kabupaten

Lampung Selatan 70 km, dari Pelabuhan Panjang 35 km, dan dari Kantor

Direksi 22 km. Topografi wilayah perkebunan pada umumnya datar dan

bergelombang. Jenis tanah perkebunan kelapa sawit Rejosari adalah

Podsolik Merah Kuning dengan tekstur tanah liat-liat berpasir. Curah

hujan rata-rata pertahun yaitu 1500 – 2100 mm dengan hari hujan pertahun

sekitar 77 – 122 hari, sedangkan bulan kering 3 - 4 bulan/tahun.

C. Tata Letak Perusahaan

Unit Usaha Rejosari terdiri dari lima bangunan utama sebagai penunjang

dalam kegiatan pengolahan kelapa sawit. Bangunan utama tersebut antara lain

kantor sentral, laboratorium, bengkel, pabrik pengolahan CPO, dan gudang.

Selain lima bangunan utama tersebut terdapat juga sarana dan prasarana

lainnya seperti jembatan timbang, loading ramp, fat-pit, kolam pengolahan limbah, gudang abu (incinerator), stasiun pengolahan air (water treatment), tangki timbun (storage tank), mushola, kantin, dan pos satpam.

Bagian depan bangunan adalah kantor pusat (sentral) yang letaknya

berdekatan dengan jalan dan pintu masuk. Kantor pusat merupakan tempat

bagi para staf dan karyawan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Gambar

Tabel 1. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011
Tabel 2. Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera, tahun 2008-2012
Tabel 4. Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun 2008-2012
Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha

Perkebunan Nusantara III Pabrik Kelapa Sawit Aek Nabara Selatan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan kelapa sawit menjadi CPO dan inti sawit.. Sistem

Penelitian ini bertujuan mengaplikasikan trend musiman untuk menentukan model peramalan penjualan Minyak Kelapa Sawit pada Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

berjudul Analisis Potensi Ketersediaan Air di Perkebunan Kelapa Sawit menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,

Gambar 1.2 Grafik Biaya Produksi Pabrik Kelapa Sawit selama 5 (lima) Tahun di PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Dari Gambar 1.2 terlihat bahwa terjadi peningkatan

Penyajian laporan keuangan sangat berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) karena berdasakan analisis yang dilakukan

Hal ini berarti terdapat hubungan antara variabel gaya kepemimpinan mandor panen (X 1 ) dan kinerja pemanen (Y) di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Kebun

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan atas segala limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Karakteristik Kadar Air Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit