ABSTRAK
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA REJOSARI DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN Oleh
Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Nilai tambah produk agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari, dan (2) Kapasitas produksi agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Penelitian ini dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian hanya data sekunder, yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Metode analisis digunakan secara kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai tambah dan kapasitas produksi secara matematis dan statistik. Hasil
penelitian diperoleh (1) Nilai tambah rata-rata pada agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari adalah sebesar Rp 553,90 dengan rasio nilai tambah sebesar 27,23 Persen dan margin keuntungan sebesar 40,01 Persen, data hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh pemberhentian produksi CPO pada sektor agroindustri, karena hasil nilai tambah PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari memberikan nilai positif (2) Kapasitas produksi pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari sebesar 563.940,66kilogram CPO
Kata kunci : agroindustri, CPO, kelapa sawit, kapasitas produksi, nilai tambah, TBS
ABSTRACT
ADDED VALUE ANALYSIS AND PRODUCTION CAPACITY OF
AGROINDUSTRY PROCESSING PALM OIL AT PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII REJOSARI BUSSINESS UNIT REJOSARI NATAR DISTRICT SOUTH
LAMPUNG REGENCY By
Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2
The study aims to know: (1) Added value of agroindustry processing palm oil at PT
Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit. This research was conducted at PT Perkebunan
Nusantara VII Bussiness unit Rejosari Natar district, South Lampung Regency. The data used in this research were secondary data, that collected from PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit and literature related to this research. Data were collected on July 2014. Location research was choosen intentionally ( purposive). Methods of analysis
conducted quantitative. Quantitative analysis method was used to calculating added value and Production of capacity mathemathically and statistically, The results showed asfollows, (1) Added value agroindustry processing palm oil at PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was Rp 553.90 with 27.23 Percent added value ratio and 40.01 margin profit, that means no impact between discontinued CPO Production on Agroindustry sector, because result added value agroindustry processing palm oil PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari Bussiness unit have a positve value, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was 563,940.66 kilogram CPO
Key words : added value, agroindustry, CPO, palm oil, production capacity, TBS
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI
AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (CPO)
PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA
REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Oleh
RANDY KESUMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain alhamdulillahi rabbil ‘aalamin,
segala puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
khususnya atas terselesainya penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Analisis
Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Lampung Selatan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penyelesaian skripsi sebagai berikut:
1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., sebagai Ketua Jurusan Agribisnis
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing pertama dan dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta
membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran yang
sangat luar biasa.
2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing kedua atas semua
bantuan, saran, dan kritik serta perhatian yang diberikan dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.Si., selaku pembahas yang telah
5. Bapak Herlan, Uswanto dan ibu Uci yang sangat membantu penulis dalam
memberikan informasi yang ada demi terselesaikannya skripsi ini.
6. Ibu yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis selama mengerjakan
skripsi, dan selalu memberikan nasihat yang sangat luar biasa. Adek Reza
yang selalu membantu memberikan kebahagiaan kepada penulis.
7. Sahabat dan teman-teman seperjuanganku; Danang, Adit Cionk, Made,
Angga, Yasin, Putri, Fitri, Aras, Dini, Nuke, dan mba Tri serta teman-teman
SOSEK’07 dan teman-teman yang lainnya .
8. Seluruh Dosen dan Karyawan (Mba Iin, Mba Aie, Mas Bukhari, Mas Kardi,
Pak Margono dan Mas Boim) di Jurusan Agribisnis atas semua bantuan dan
dukungan yang telah diberikan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan dan kebaikan yang
diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua
pihak. Akhirnya, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kepada Allah
SWT penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan
unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011... 4
2 Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera,
tahun 2008-2012... 5
3 Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT
Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013... 7
4 Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun
2008-2012... 8
5 Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami... 35
6 Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan
Nusantara VII... 42
7 Komposisi pekerja berdasarkan pendidikan... 51
8 Produksi CPO dan TBS agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 61
9 Sumbangan input lain agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 65
10 HOK agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha
Rejosari... 67
11 Harga CPO dan TBS periode Februari 2013-Februari 2014 PT
12 Perkembangan nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan
Nusantara VII unit usaha Rejosari... 72
13 Nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit rata-rata per bulan pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha
rejosari... 74
14 Biaya variabel, biaya tetap dan total biaya agroindustri
pengolahan sawit di PTPN VII Unit Usaha Rejosari... 77
15 Perkembangan titik impas (BEP) dan nilai rata-rata per bulan titik impas (BEP) agroindustri pengolahan kelapa sawitdi PTPN VII Unit Usaha Rejosari periode Februari
2013-Februari 2014... 78
16 Analisis titik impas rata-rata rata-rata per bulan kelapa sawitdi PTPN VII uit usaha Rejosari periode Februari 2013-Februari
2014... 79
17 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Februari 2013... 85
18 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Maret 2013... 86
19 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan April 2013... 87
20 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Mei 2013... 88
21 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Juni 2013... 89
22 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Juli 2013... 90
23 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan Agustus 2013... 91
24 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
bulan September 2013... 92
25 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit
26
Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013...
Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2013...
Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Januari 2014...
Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Maret 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan April 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Mei 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juni 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juli 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Agustus 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan September 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Oktober 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013...
Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2014...
42 Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014...
DAFTAR ISI
D.Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12
A.Tinjauan Pustaka ... 12
1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit ... 12
2. Konsep Agroindustri ... 3. Agroindustri Kelapa Sawit ... 4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit ... 5. Konsep Nilai Tambah ... 6. Kapasitas Produksi... 7. Kajian Penelitian Terdahulu... 13
A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 29
B.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32
C.Metode Penelitian dan Pengumpulan Data... 33
D. Analisis Data... IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 39
A.Sejarah Umum PT Perkebunan Nusantara VII ... 39 B.Keadaan Umum...
1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari... 2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Usaha Rejosari...
43
Usaha Rejosari... 46 F. Fasilitas Umum dan Sosial...
G.Tenaga Kerja Agroindustri di PPKS...
50 51
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53 A.Keragaan Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha
Rejosari... 53 1. Pengadaan Bahan Baku CPO... 53 2. Proses Produksi CPO... 55 3. Jumlah CPO dan TBS Pada PT Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha Rejosari... 60 4. Sumbangan Input Lain... 61 5. Tenaga Kerja (HOK)... 66 6. Harga TBS dan CPO PT Perkebunan Nusantara VII Unit
Usaha Rejosari... 68 B.Analisis Nilai Tambah Agroindustri Pengolahan Kelapa
Sawit... 69 1. Analisis Nilai Tambah CPO Agroindustri Pengolahan
Kelapa Sawit... 69 C.Kapasitas Produksi (Analisis Titik Impas) Agroindustri
Pengolahan Kelapa Sawit... 75 1. Analisis Titik Impas Produksi CPO... 75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Pohon Industri Kelapa Sawit...……….... 18
2. Bagan Alir Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi
Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit pada PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari .…...………... 28
3. Kurva Break Even Point ……… 38
4. Bagan Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari ………... 46
5. Proses Produksi CPO PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari... 59
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan
salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut
Soekartawi (2000), strategi pembangunan pertanian yang berwawasan
agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa
pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk
mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri
baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh,
efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan
devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan.
Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan
sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan
kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial,
politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008). Pembangunan pertanian bertujuan untuk mencapai pembangunan yang maju,
pertanian yang sesuai dengan hal tersebut ditandai dengan 5 kriteria yaitu,
memiliki produktivitas, efisiensi, mutu yang tinggi, produk laku jual dan
berkelanjutan (Rukmana, 2005).
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan
tersebut. Menurut Austin (1981), agroindustri yaitu perusahaan yang
memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang
dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan
pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan
dan distribusi. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang siap
dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian kompleks industri pertanian mulai dari
produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi
sampai penggunaannya oleh konsumen. Agroindustri merupakan kegiatan
yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian.
Pembangunan pertanian memiliki tujuan yang berwawasan agribisnis yaitu
meningkatkan kesejahteraan petani, menciptakan lapangan pekerjaan di
sektor pertanian, dan meningkatkan hasil produksi pertanian, sehingga dapat
mengurangi import hasil pertanian yang selama ini dilakukan serta dapat
mendukung pembangunan sektor industri. Salah satu pembangunan sektor
pertanian yang mengalami peningkatan ialah sub sektor perkebunan.
salah satu pilar perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah antara lain peremajaan,
rehabilitasi, dan perluasaan areal perkebunan atau ekstensifikasi di seluruh
Indonesia.
Dengan pencanangan program tersebut, tersedia kesempatan bagi
pengembangan perkebunan secara umum di setiap daerah. Salah satu daerah
tersebut ialah Provinsi Lampung. Pembangunan perkebunan di Provinsi
Lampung diarahkan dengan memperluas areal tanaman perkebunan dan
mendirikan industri pengolahan hasil perkebunan dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk, membuka dan memperluas
lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan
serta meningkatkan devisa yang mendukung pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Lampung.
Komoditas perkebunan yang menjadi unggulan Provinsi Lampung meliputi
tujuh komoditas utama yaitu kopi ( kopi robusta dan kopi arabika) , lada,
kakao, karet, kelapa sawit, kelapa dalam, dan tebu. Perkembangan luas areal
dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun
Tabel 1. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011
Komoditas Luas areal (ha) Produksi (ton)
2010 2011 r(%th) 2010 2011 r(% th)
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011
Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit yang
menurun dari tahun 2011 yaitu sebesar -2,36 persen. hal ini terjadi karena
sistem manajemen yang kurang baik dan juga kurangnya inovasi dan efisiensi
dalam proses pengolahan tanaman kelapa sawit. Fakta tersebut menunjukkan
perlunya pengembangan sektor tanaman kelapa sawit yang lebih intensif
mengingat potensialnya komoditas kelapa sawit saat ini untuk menunjang
perekonomian nasional.
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera yang
memiliki potensi produksi kelapa sawit yang cukup besar dengan penggunaan
lahan total sebesar 153.160 ha. Provinsi Lampung mampu memproduksi
373.001 ton sawit pada tahun 2010. Perkembangan produksi kelapa sawit di
Tabel 2. Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera, tahun 2008-2012
Provinsi Produksi (ton)
Luas Lahan (2012)
2008 2009 2010 2011 2012 (ha)
Lampung 388.742 111.212 104.865 364.882 373.001 178.320
Sumatera Selatan 1.161.161 759.034 776.983 2.036.553 2.082.196 690.729
Bengkulu 373.815 373.815 450.278 602.735 615.624 224.651
Jambi 1.281.636 1.297.578 1.203.430 1.265.788 1.293.173 489.384
Kepulauan Riau 15.495 15.495 3.169 187 191 2.645
Riau 4.685.660 2.054.54 2.368.076 5.932.310 6.064.391 1.781.900
Sumatera Barat _ 326.580 349.317 833.476 852.042 344.352
Sumatera Utara 3.244.922 1.022.472 1.115.699 3.158.144 3.230.488 1.017.570 Sumber : Statistik Perkebunan 2006-2010, Direktorat jendral pertanian 2013
Pada Tabel 2, pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit di Provinsi
Lampung menurun drastis pada tahun 2009 dan tahun 2010, kemudian
meningkat lagi pada tahun 2011 dan 2012, penurunan & perkembangan
produksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor dalam pembangunan
pertanian dan manajemen. Untuk mengetahui penyebab penurunan produksi
tersebut, dibutuhkan audit produksi per tahun agar mendapatkan gambaran
yang jelas tentang faktor-faktor penurunan produksi tersebut.
Pada Tabel 2 juga menjelaskan posisi provinsi Lampung dalam produksi
tanaman kelapa sawit di Sumatera termasuk terendah setelah Provinsi
Kepulauan Riau, hal ini dikarenakan Provinsi Lampung tidak
memprioritaskan pengembangan perkebunan komoditi kelapa sawit , iklim di
Provinsi Lampung memungkinkan pengembangan komoditas perkebunan
lainya seperti karet, kopi, kakao, tebu dan nanas sehingga total seluruh
penggunaaan lahan perkebunan Provinsi Lampung dibagi ke pengusahaan
perkebunan sawit di Provinsi Lampung masih cukup rendah yaitu hanya
sebesar 178.320 ha pada tahun 2012.
Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Lampung dikelola oleh beberapa
perkebunan besar swasta, perkebunan rakyat dan perkebunan besar Negara.
Salah satu perkebunan besar negara yang ada di Provinsi Lampung adalah PT.
Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang memiliki memiliki 26 unit usaha
yang terletak pada 3 wilayah kerja yang meliputi provinsi Lampung, Sumatera
Selatan dan Bengkulu.
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan agribisnis
yang terus melakukan perubahan dengan meningkatkan produktivitas dan
kualitas hingga menjadi perusahaan yang tangguh dan berkarakter global.
Pada wilayah kerja Provinsi Lampung, PT. Perkebunan Nusantara memiliki
10 unit usaha yang terbagi di beberapa kabupaten yang memproduksi berbagai
jenis komoditi perkebunan, salah satunya adalah komoditi kelapa sawit. Ada
5 unit usaha yang mengelola hasil perkebunan kelapa sawit yaitu Unit Usaha
Kedaton, Unit Usaha Bergen, Unit Usaha Rejosari, Unit Usaha Bekri dan Unit
Usaha Padang Ratu. Pada Tabel 3 dapat dilihat data luas areal, produksi dan
produktivitas unit usaha milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang
Tabel 3. Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013
Lokasi
Komposisi Areal Produksi Produktivitas
TBM TM Jumlah (Ton) (Ton/Ha)
(Ha) (Ha) (Ha) Lampung Selatan
PTPN VII UU Kedaton 0 588 588 2.180 3,707
PTPN VII UU Bergen 0 144 144 520 3,611
PTPN VII UU Rejosari 575 3.632 4.207 13.550 3,221
Lampung Tengah
PTPN VII UU Bekri 1.274 2.604 3.878 9.022 2,326
PTPN VII UU Padang Ratu
3 2.559 2.562 8.938 3,489
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013
Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang memiliki produktivitas
kelapa sawit yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.221 ton/hektar. Jumlah
tersebut menunjukkan banyaknya produksi tandan buah segar (TBS) dari
kebun TM (Tanaman Menghasilkan) milik Unit Usaha Rejosari yang
merupakan bahan baku utama dalam memproduksi Crude Parm Oil (CPO) dan
Inti Sawit (Kernel) pada PPKS Unit Usaha Rejosari. Dari data ini juga dapat
di lihat bahwa Unit Usaha Rejosari memiliki produksi kelapa sawit yang
terbesar diantara unit usaha produksi kelapa sawit lainnya yaitu sebesar 13.550
ton , sehingga menjadikan unit usaha Rejosari merupakan penyumbang CPO
Tanaman kelapa sawit diolah untuk menghasilkan minyak sawit atau CPO
(Crude Palm Oil) yang merupakan hasil olahan TBS kelapa sawit yang memiliki nilai jual yang tinggi yang perkembanganya dapat di lihat dalam
Tabel 4:
Tabel 4. Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun 2008-2012
Tahun Produksi Produksi CPO (ton)
Sendiri Pembelian
2008 102.960 64.320
2009 87.783 77.30
2010 92.524 95.65
2011 104.562 67.86
2012 8.953 105.240
Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII tahun 2012
Produksi kelapa sawit (TBS) di tahun 2012 mengalami penurunan 92,3 persen
dibandingkan dengan perolehan produksi pada tahun 2011, hal ini berakibat
terhadap penurunan produksi minyak sawit (CPO) sebesar 90 persen di
bandingkan dengan pencapaian produksi di tahun 2011. Penurunan ini
dipicu oleh percepatan replanting atau penanaman ulang tanaman kelapa
sawit seluas 835 ha untuk tahun tanam 1985 dan adanya areal yang dipusokan
seluas 545 ha .
Namun semenjak bulan Februari 2014, PT Perkebunan Nusantara VII unit
usaha Rejosari memberhentikan produksi CPO yang dimilikinya, hal tersebut
memberikan pertanyaan apakah replanting umum awal 2012 PT Perkebunan
VII baru menghampiri unit usaha Rejosari, sehingga produksi TBS menurun
dan menyebabkan kurang efisien dalam produksi CPO di PPKS Rejosari, atau
pengolahan CPO tidak memberikan nilai tambah lagi. Apabila PPKS unit
usaha Rejosari berhenti secara teknik, hal ini dapat diasumsikan bahwasanya
PPKS sudah tidak dapat memberikan nilai tambah TBS lagi atau apabila
PPKS dipaksakan beroperasi, maka akan menderita kerugian produksi karena
output akan dibawah titik impas. Hal tersebut memicu penulis tertarik untuk
melaksanakan penelitian di PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari
untuk mengetahui penyebab pemberhentian produksi CPO tersebut dalam
ruang lingkup metode ilmiah studi kasus dengan pendekatan produksi
B. Perumusan Masalah
PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang
mengolah bahan baku kelapa sawit berupa TBS (Tandan buah segar) menjadi
CPO (crude palm oil) yang digunakan sebagai bahan baku industri. PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari mengambil bahan baku CPO
dari perkebunan sendiri dan beberapa dari perkebunan rakyat berkemitraan
yang ada di sekitar wilayah Lampung Selatan.
Teknologi yang kurang baik dalam proses pengolahan akan menghasilkan
produk yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Peningkatan kualitas
produk TBS dapat ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan
kelapa sawit untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian produk CPO
yang dihasilkan bisa lebih banyak secara kuantitas produksi dan
menghasilkan material sisa yang semakin sedikit sehingga dapat mengurangi
limbah industri. Upaya peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit berupa
nilai jual produk, peningkatan nilai tambah juga dapat menambah profit bagi
agroindustri. Dengan adanya usaha pengolahan kelapa sawit yang dilakukan
oleh Unit Usaha Rejosari, maka akan menambah nilai dari komoditi kelapa
sawit tersebut khususnya dalam ekonomi. Untuk menghasilkan produk
kelapa sawit yang memiliki nilai tambah dibutuhkan agroindustri kelapa sawit
berupa pabrik pengolahan kelapa sawit atau PPKS. Nilai tambah yang baik
dihasilkan oleh pabrik pengolahan yang efektif dan efisien yang mampu
menghasilkan jumlah output di atas kapasitas produksi, sehingga dapat
mengukur apakah agroindustri tersebut masih menghasilkan profit atau
menderita kerugian.
PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari memberhentikan pabrik
pengolahanya pada bulan Februari 2014. Dalam pendekatan produksi,
pemberhentian suatu agroindustri diakarenakan agroindustri tersebut
menderita kerugian yang salah satunya ditandai dengan angka nilai tambah
yang negatif atau jumlah produksi di bawah titik impas sehingga agroindustri
sudah tidak efisien dalam pengolahan dan tak layak lagi dikembangkan.
Indeks suatu keuntungan\kerugian dapat diukur melalui pendekatan ilmiah
berupa analisis nilai tambah dan analisis kapasitas produksi rata-rata per
bulan dengan data produksi selama satu tahun sebelum PPKS agroindustri
berhenti berproduksi. Dari kerangka permasalahan di atas dapat disimpulkan
bahwa penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui besarnya nilai tambah dan
kapasitas produksi yang dilakukan agroindustri pengolahan kelapa sawit pada
PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari terhadap produk kelapa sawit berupa
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasikan permasalahan
sebagai berikut :
1) Berapa nilai tambah yang dihasilkan PT Perkebunan VII unit usaha
Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
2) Berapa kapasitas produksi (titik impas) agroindustri kelapa sawit PT.
Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengetahui nilai tambah produk pengolahan kelapa sawit pada PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari.
2) Mengetahui kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit pada PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari .
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :
1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola Unit Usaha Rejosari dalam
pengembangan usaha.
2) Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang melakukan penelitian
sejenis.
3) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknis sektor agroindustri dalam
+
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A.Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia, hal
tersebut dikarenakan wilayah Indonesia berada di sekitar khatulistiwa
sehingga memenuhi syarat untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
kelapa sawit menyumbang devisa non migas negara yang cukup besar
seiring dengan besarnya kuota eksport yang dihasilkan tanaman kelapa
sawit di Indonesia. Saat ini, indonesia merupakan produsen kelapa sawit
terbesar didunia dengan dengan produksi sebesar19,44 juta ton dari Luas
areal 7.322 juta ton yang tersebar di pulau sumatera, kalimantan, sulawesi,
banten dan papua. sebagaian daerah perkebunan dan masih tersedia untuk
perluasan areal sebesar 24 juta ha.
Tanaman kelapa sawit memiliki keuntungan biaya produksi terendah
dibandingkan dengan komoditi penghasil minyak nabati lainya seperti
Bunga matahari, kedele, Repressed, kelapa nyiur, kelapa tanah dan olive.
Sehingga menjadikan kelapa sawit memiliki turunan FAME sebagai
akhirnya yang dapat dikonsumsi langsung dengan masyarakat dan hampir
seluruh produknya baik produk inti dan sampingan memiliki nilai tambah
2. Konsep Agroindustri
Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu
pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari
produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan
pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Arti yang kedua
adalah agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan
sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan
pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.
Kemudian, pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan
pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya yaitu kegiatan
agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agroindustri,
mampu menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa,
dan mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.
Saragih (2001) menyatakan, agroindustri adalah industri yang memiliki
keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat
dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan
komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk
akhir agroindustri, sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa
komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain
beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya.
PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dapat dilihat sebagai
suatu industri yang merupakan suatu subsistem agribisnis yaitu kegiatan
yang memproses dan mentransformasikan produk - produk mentah hasil
pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang dapat
langsung dikonsumsi atau digunakan dalam proses produksi. Adapun tiga
kegiatan utama dalam agroindustri yang merupakan suatu sistem, yaitu (1)
kegiatan pengadaan bahan baku, (2) kegiatan pengolahan, dan (3) kegiatan
pemasaran. Bahan baku (input) yang diterima Unit Rejosari berasal dari petani berupa TBS (tandan buah segar) kemudian mengalami proses
pengolahan yang cukup lama untuk menghasilkan CPO dengan mutu yang
sangat baik. CPO tersebut dipasarkan melalui PT . Perkebunan Nusantara
VII Pusat yang berlokasi di Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung.
Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem pengadaan dan
penyaluran sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem agroindustri,
serta subsistem pemasaran.
a. Subsistem pengadaan sarana produksi
Subsistem pengadaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan
dan penyalur. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari
sarana produksi, teknologi dan sumber daya agar penyediaan sarana
produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat
digunakan dalam agroindustri pengolahan sawit mencakup bahan baku
(TBS), mesin, tenaga kerja, dan sebagainya.
b. Subsistem agroindustri atau pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di
tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan mulai dari penanganan
pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan
dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Subsistem pengolahan dalam agroindustri
pengolahan sawit meliputi kegiatan pengolahan basah dan pengolahan
kering.
c. Subsistem pemasaran
Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usaha tani dan
agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan
utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi
pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri. Alur CPO adalah sebagai berikut:
Pengolahan (Unit Usaha Rejosari)→ Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara VII Kedaton Bandar Lampung → Ekspotir (LO di Jakarta).
Agroindustri dibedakan menjadi dua, yaitu agroindustri hulu dan
agroindustri hilir. Agroindustri hulu adalah industri yang menghasilkan
sarana produksi, seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian.
Sedangkan industri yang melakukan kegiatan pengolahan produk
Menurut Muelgini dalam Anggraini (2003), Berdasarkan lokasi
kegiatannya, agroindustri dapat berlangsung di tiga tempat yaitu (1)
dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota rumah tangga petani
penghasil bahan baku; (2) dalam bangunan yang menempel atau
terpisah dari rumah tempat tinggal, akan tetapi masih dalam satu
pekarangan dengan menggunakan bahan baku yang dibeli dari pasar,
dan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, (3) dalam perusahaan
kecil, sedang atau besar yang menggunakan buruh upahan dan modal
yang lebih intensif dibandingkan denga industry rumah tangga. Skala
usaha ketiga macam industri pengolahan ini dapat diukur dari volume
bahan baku yang diolah per hari. Manajemen atas teknologi yang
digunakan merentang dari tradisional sampai yang modern, sedangkan
pasarnya merentang mulai dari pasar domestic sampai pasar luar negeri
(ekspor). Akan tetapi, ketiga lokasi kegiatan agroindustri tersebut
mempunyai karakteristik yang sama yaitu menggunakan tenaga kerja
dan bahan baku yang berasal dari pedesaan dan berlokasi di pedesaan.
3. Agroindustri kelapa sawit
Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah
yang berbentu tandan buah segar (TBS). Tandan buah segar diolah
menjadi bahan setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit ( MKS
= Crude Palm Oil,CPO) dan inti kelapa sawit ( IKS = Palm Kernel, PK). Minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dapat diolah menjadi
Industri hilir produk kelapa sawit terdiri dari industri hasil setengah jadi
dan industri jadi. Industri hasil setengah jadi digolongkan menjadi 2, yaitu
oleo-pangan dan oleo-kimia. Oleo pangan adalah penggunaan minyak
sawit untuk produk pangan, contohnya minyak goreng dan lemak makan
(margarine, vanaspati, dan shortening). Oleo-kimia adalah penggunaan minyak sawit untuk produk kimia (nonpangan), contohnya fatty acid, fatty alcohol, fatty amine, Methyl ester (biodiesel), Glyserol, Ethoxylate,
epoxylate, dan garam metalik.
Beberapa jenis makanan olahan kelapa sawit menjadi industri barang jadi
antara lain: indutri makanan seperti kue, roti, biscuit, coklat, kembang
gula, es krim, tepung susu nabati dan mie siap saji; industri kosmetik
seperti sabun, cream lotion dan shampoo; industri farmasi seperti vitamin A dan E; industri pabrik logam seperti sabun metalik, pelumat dan
pelindung karat baja, dan bahan pengapung; industri karoseri; industri tinta
Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2009
4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit a. Stasiun Penerimaan TBS
1 (satu) unit timbangan, jembatan timbangan (weighbridge) buatan
USA dengan kapasitas 30.000 kg menggunakan empat load cell, perlu
disediakan dan dipasang di kantor. Loading Ramp (tempat penimbun)
dengan 7 pintu dan digerakkan secara hydraulic buatan USA dengan
kapasitas + 12,5 ton TBS per pintu dipasang di ujung bangunan.
b. Stasiun Rebusan (Sterilizer) Kelapa sawit
Batang Pohon Bahan Konstruksi
Makanan Ternak dan Pupuk
2 (dua) unit sterilizer dengan ukuran diameter 2700 mm, dengan
panjang + 22.000 mm yang memuat 7 (tujuh) lorry dalam sekali
merebus. Lorry (fruit cages)mempunyai kapasitas 5 ton TBS dan
jumlah lorry yang direkomendasikan sebanyak 35 (tiga puluh lima) unit dengan memakai “bronze bushing” dan Roller Bearing. Sterilizer akan
dioperasikan secara otomatis. Dengan system otomatis bisa
melaksanakan perebusan “triple peak” yang kebanyakan dilaksanakan
di pabrik-pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara.
c. Stasiun Penebah
1 (satu) unit Hoisting Crane buatan Germany/USA yang dioperasikan di
atas lantai Marshalling Yard dengan ketinggian + 7 m. Fruit Cages
hanya diangkat ± 50 cm diatas lantai jadi jauh lebih aman dari pada
hoisting crane yang tingginya 14,5 m. 1 (satu) unit Bunch Conveyor
dan 1 (satu) unit mesin penebah (Thresher) diperlukan dalam stasiun
ini.
d. Stasiun Kempa
2 (dua) unit Kempa (Screw Press) dengan kapasitas 15 ton TBS/jam,
buatan Malaysia atau bisa juga buatan lokal Medan yang akan
digunakan. Berikut dengan 2 (dua) unit mesin pelumat (Digester)
dengan kapasitas 3500 L.
e. Stasiun Pemurni
3 (tiga) unit mesin Sludge Centrifuge buatan Malaysia dan 2 (dua) unit
mesin Purifier dan 1 (satu) unit mesin pengering Vacuum Dryer buatan
perlengkapannya, seperti pompa vakum, pompa transfer dan lain-lain.
Pemurnian dilaksanakan secara terus-menerus (continue) termasuk
dalam system ini, dan di gunakan Integrated 5 in 1 Tank.
Dalam system ini 5 (lima) unit tangki dijadikan satu atau istilahnya “Five in One”, yaitu :
1. Continuous Settling Tank (C.S.T)
2. Sludge Oil Tank (S.O.T)
3. Hot Water Tank (H.W.T)
4. Pure Oil Tank (P.O.T)
5. Sludge Drain Tank (S.D.T)
f. Stasiun Kernel
Cracked mixture akan diproses dengan memakai proses kering yaitu “Dry Separation Coloumn”. Pada kolom pertama, yang dikerjakan yaitu
kernel utuh dikirim langsung ke kernel silo dan pada kolom yang kedua
yaitu kernel dan sebagian cangkang (shell) akan dikirim ke
hydrocyclone untuk pemisahan selanjutnya. Jadi di sini terjadi 3 kali
pemisahan antara kernel dengan cangkang yaitu di kolom LTDS
pertama, kolom LTDS kedua kemudian di Hydrocyclone atau claybath.
g. Water Supply
Yang termasuk dalam water supply adalah :
1. Raw Water Treatment Plant
Secara umum apabila karakteristik dari air sungai belum diketahui,
,maka pada Boiler Feed Water Treatment Plant, memakai “Demin Plant” saja dan bukan “Water Softener”.
Namun seandainya air sungai yang di gunakan kadar silicanya (SiO2)
kurang dari < 8 ppm, maka di sarankan memakai “Water Softener”.
h. Steam Boiler
1 (Satu) unit ketel (Steam Boiler) diperlukan untuk proses pabrik kelapa
sawit. Ketel dengan kapasitas 20.000 kg/jam, merupakan ketel pipa air (Water Tube Boiler) dan uapnya merupakan “Superheated Steam” dan
mempunyai temperatur 260°C dan tekanan 21 kg/cm².
Pada waktu mulai mengadakan “Pengeringan (Drying Out)” ketel
waktu pertama kali bahan bakar (kayu) dan chemical supaya disediakan
sendiri oleh pemilik PPKS. Pada umumnya Boiler yang digunakan
memiliki lisensi dari Inggris.
i. Stasiun Pembangkit
1 (Satu) unit Turbin kapasitas 900 KW dan 2 (dua) unit diesel
generator set 350 KW (400 KVA) dan 200 KW merupakan design yang
di berikan untuk start up/shut down boiler gensetnya buatan Inggris.
Turbin memakai buatan USA. Namun selama pembangunan proyek
Genset yang 200 KW yang dipakai dahulu untuk bekerja dan setelah
5. Konsep Nilai Tambah
Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan,
pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut
Hardjanto (1991), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai
suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi,
penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis
(faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan
baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai (input) lainnya. Faktor non teknik ini dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya
produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya
produksi.
Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam
keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991), kegunaan dari
menganalisis nilai tambah adalah salah satunya untuk mengetahui
besarnya nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang
6. Kapasitas Produksi
Menurut Handoko (1984), kapasitas adalah suatu tingkat keluaran atau
output maksimum dari suatu sistem produksi dalam periode tertentu dan
merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode
waktu itu. Suatu kapasitas perusahaan merupakan konsep dinamik yang
dapat diubah dan dikelola.
Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik barang
maupun jasa, perusahaan dapat terlebih dahulu merencanakan besar
kapasitas produksi yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang
inginkan. Artinya dalam hal ini besar laba merupakan prioritas yang harus
dicapai perusahaan, disamping hal-hal lainnya. Salah satu caranya adalah
perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu berapa titik impasnya,
artinya perusahaan beroperasi pada jumlah produksi atau penjualan
tertentu.
Analisis break even point (BEP) dapat digunakan untuk menentukan
berapakah jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran)
yang harus dihasilkan oleh perusahaan dengan membandingkan hasil
kapasitas produksi yang telah dikeluarkan perusahaan sebelumnya.
Analisis ini merupakan peralatan yang berguna untuk menjelaskan
hubungan antara biaya, pendapatan dan volume penjualan atau produksi.
Tujuan analisis ini menunjukkan berapa besar laba perusahaan yang akan
diperoleh atau rugi yang akan diderita pada berbagai tingkat volume yang
7. Kajian Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Irawan (2011) tentang Analisis nilai tambah dan strategi
pengembangan Agroindustri karet remah pada PT Perkebunan VII Unit
Usaha Pematang kiwah, menunjukkan bahwa Agroindustri PTPN VII Unit
usaha PEWA memberikan nilai tambah yang positif yakni sebesar 48,39%
dengan kapasitas produksi 50-60 ton karet SIR10 perhari.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002) tentang Kajian
Produktivitas dan Nilai Tambah pengolahan sawit pada PT Perkebunan
Nusantara XIII menunjukkan nilai tambah tandan buah segar (TBS) yang
diolah adalah Rp 222,353 pada tahun 1999. Pada tahun 2000 terjadi
penurunan sebesar 9,1 persen menjadi 202,127 per kilogram TBS yang
diolah
Penelitian yang dilakukan oleh Kamsari (1999) tentang kajian Strategi
Teknologi dalam Upaya Peningkatan Nilai Tambah Proses Pengolahan
Kelapa Sawit pada PT. Tolan Tiga Indonesia menunjukkan bahwa nilai
tambah produk CPO dan inti sawit pada tahun 1997 adalah Rp 23,494 kg
dengan rasio 8,1145 dan pada tahun 1998 terjadi kenaikan 180,6425 /kg.
Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nilai tukar rupiah yang
sangat menguntungkan untuk industri kelapa sawit, dan efisiensi yang
B. Kerangka Pemikiran
Agribisnis kelapa sawit mempunyai prospek yang cerah, namun produktivitas
kelapa sawit nasional saat ini masih relatif rendah meskipun menempati
posisi nomor 2 di dunia setelah Malaysia. Agroindustri kelapa sawit berupa
CPO & PKO merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan
kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Meningkatnya
konsumsi CPO kelapa sawit dalam negeri ini diakibatkan oleh membaiknya
sektor industri berbahan baku CPO kelapa sawit yang memiliki permintaan
yang tinggi dipasar seperti minyak goreng, alat kebersihan, dan oli buat
kendaraan bermotor. Sementara itu, di pasar internasional permintaan CPO
sawit juga semakin baik.
Kelapa sawit juga menjadi salah satu komoditas unggulan Propinsi Lampung
selain kopi, lada, kelapa, kakao, karet, dan tebu. Propinsi Lampung
merupakan salah satu sentra produsen sawit di Pulau Sumatera. PT
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari merupakan
perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengolahan sawit
di Propinsi Lampung.
Nilai tambah sangat penting digunakan karena sebagai tolak ukur untuk
mengetahui apakah dengan pengolahan komoditas kelapa sawit mampu
memberikan penambahan nilai secara ekonomis sehingga mashih layak untuk
Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dalam pengolahan
kelapa sawit dapat dilihat dari selisih nilai output dikurangi dengan total nilai
input yang dikeluarkan. Apabila jumlah nilai input lebih besar dari jumlah
nilai output, berarti unit usaha pengolahan sawit tersebut tidak memberikan
nilai tambah. Sebaliknya, apabila jumlah nilai output lebih besar dari total
nilai input yang dikeluarkan maka unit usaha pengolahan sawit memberikan
nilai tambah.
CPO merupakan output Agroindustri kelapa sawit yang dihasilkan dari
konversi TBS melalui pabrik pengolahan kelapa swit (PPKS). Setiap PPKS
harus menentukan seberapa besar kapasitas produksi yang dihasilkan agar
dapat menghasilkan laba mengingat besarnya biaya produksi dan tingginya
bahan baku pengolahan CPO. Mengetahui kapasitas produksi suatu
agroindustri pengolahan sangat penting, karena sebagai tolak ukur industrialis
untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan diatas output titik impas
yang dihasilkan oleh PPKS, apabila output yang dihasilkan dibawah kapasitas
produksinya maka perusahaaan akan menderita kerugian
PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari merupakan perusahaan agribisnis
yang berbasis agroindustri perkebunan sehingga PT Perkebunan VII unit
usaha Rejosari membagi area produksinya menjadi 2 area, yaitu area
perkebunan (plantation area) dan area PPKS, masing-masing area ini saling
berkolaborasi dalam memproduksi produk olahan kelapa sawit berupa CPO.
Bahan baku untuk mengolah CPO adalah TBS kelapa sawit yang dihasilkan
membutuhkan waktu 3 tahun perkembangan sejak waktu pembibitan sebelum
dapat dipanen berupa TBS, periode 3 tahun tersebut dinamakan periode TBM
(tanaman belum menghasilkan). setelah memasuki usia tanaman diatas 3
tahun, TBS dapat dipanen hingga usia tanaman mencapai 25 tahun, periode
ini dinamakan periode TM (tanaman menghasilkan) kelapa sawit.
Tandan buah segar yang dihasilkan dalam plantation area selanjutnya
diteruskan ke dalam agroindustri area sebagai input produksi dalam
pengolahan CPO. Selanjutnya bersama dengan sumbangan input produksi
lainnya berupa bahan bakar minyak dan pelumas, air, bahan kimia dan listrik
diolah di dalam PPKS (pabrik pengolahan kelapa sawit) dengan input tenaga
kerja (HOK) sebagai penggerak produksi dalam PPKS menghasilkan output
produksi berupa CPO.
Tandan buah segar dan CPO memiliki harga jual standar yang ditentukan oleh
pasar. Harga jual CPO dan TBS ini bersama dengan sumbangan input lain,
upah rata-rata tenaga kerja, input TBS dan output CPO digunakan sebagai
variabel untuk menentukan nilai tambah produk kelapa sawit melalui analisis
nilai tambah. Proses pengolahan CPO menghasilkan biaya produksi yang
dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan sebagai
variabel untuk menentukan kapasitas produksi melalui analisis BEP
Input Produksi
Harga Output (P) Biaya Produksi Harga Input Input Produksi Output Produksi (Q)
Gambar 2. Bagan alur analisis nilai tambah dan kapasitas produksi agroindustri pengolahan sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari
Sumbangan Input Lain :
-Bahan bakar minyak dan pelumas -air
-bahan kimia -Listrik PPKS Area
PPKS
CPO
Analisis Nilai
PTPN VII ( Unit Usaha Rejosari )
Plantation
TBM
TM
TBS
-Biaya Variabel (VC) -Biaya Tetap (FC)
Analisis BEP Tenaga Kerja
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk
mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data
yang berhubungan dengan penelitian.
Unit Usaha Pengolahan kelapa sawit adalah suatu sistem yang terdiri dari
pengadaan bahan baku bahan olah sawit berupa TBS (Tandan buah segar) dan
pengolahanya menjadi CPO (Crude Palm Oil).
Bahan baku adalah bahan mentah berupa TBS sebelum dilakukan proses
produksi yang akhirnya akan menghasikan produksi jadi (kg).
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dikurangi nilai bahan
baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Pengukurannya dalam satuan
rupiah per kilogram (Rp/kg).
Produksi adalah suatu proses mentransformasikan berbagai faktor produksi
Masukan (Input) adalah bahan yang digunakan dalam proses pengolahan Sawit. Masukan (Input) seperti Sawit dalam satuan kilogram (kg), modal dalam satuan rupiah (Rp) dan tenaga kerja dalam satuan HOK.
Keluaran (Output) adalah hasil dari proses produksi yaitu CPO, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).
Proses pengolahan Sawit adalah usaha memproses bahan baku bahan olah
sawit menjadi CPO yang dihasilkan setiap kali periode produksi yang diukur
dalam satuan kilogram (kg).
Faktor konversi adalah banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu
satuan bahan baku yang ditunjukkan dengan hasil dari perbandingan antara
ouptut produk dengan input produk
Bahan pendukung adalah bahan produksi selain bahan baku yang digunakan
dalam kegiatan proses produksi untuk membantu agar bahan baku dapat
diproses lebih lanjut, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Jumlah bahan baku adalah banyaknya bahan olah kelapa sawit berupa TBS
yang digunakan dalam satu kali produksi CPO, diukur dalam satuan kilogram
(kg).
Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali
produksi pengolahan sawit diukur dalam satuan HOK.
Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara tenaga kerja dengan jumlah
Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan perusahaan
untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan
Rp/HOK.
Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung
sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur
dalam satuan tahun.
Umur ekonomis bangunan adalah jumlah tahun bangunan selama digunakan,
terhitung sejak tahun selesai dibangun dan siap pakai sampai bangunan tidak
dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.
Rasio nilai tambah adalah perbandingan antara nilai tambah dengan nilai
produk diukur dalam satuan persen (%).
Harga bahan baku adalah jumlah nilai yang harus dikorbankan untuk per
kilogram sawit, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Break even point (BEP) adalah suatu titik atau keadaan dimana agroindustri
dalam kegiatan produksinya menghasilkan output tanaman agroindustri kelapa
sawit berupa CPO yang dapat menutupi biaya-biaya produksi yang timbul,
dihitung dengan jumlah total biaya dibagi dengan selisih harga kelapa sawit
per kilogram dikurangi dengan biaya variabel per kilogram, diukur dalam
satuan kilogram (Kg).
Unit keluaran adalah jumlah kapasitas produksi CPO yang dihasilkan dalam
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar
kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali produksi diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar
kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, merupakan biaya
yang dipergunakan untuk membeli faktor produksi, seperti bahan baku, upah
tenaga kerja dan bahan tambahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, yang
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Laba adalah penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi dalam satu kali periode produksi yang diukur dalam satuan rupiah
(Rp).
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari
Natar. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah ini merupakan unit usaha dari PT Perkebunan
Nusantara VII di Propinsi Lampung yang mengolah CPO dalam jumlah yang
paling besar dibandingkan dengan Unit Usaha lainya dan kemudahan akses
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus pada PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Menurut Nazir (1988), Studi
kasus adalah penelitian tentang suatu subjek penelitian yang berkenaan dengan
suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Data yang
dikumpulkan hanya data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan
dari berbagai kepustakaan, instansi atau lembaga yang terkait dalam penelitian,
laporan produksi, laporan manajemen dari Unit Usaha Rejosari serta
laporan-laporan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang diambil dapat
berupa daftar jumlah karyawan di dalam PPKS, data evaluasi biaya teknik dan
pengolahan bulan Februari 2013-Februari 2014, data laporan bulanan teknik &
teknologi bulan 2013-Februari 2014, Pembukuan Keuangan PT Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Februari 2013-Februari 2014, Jurnal
Penjualan lelang CPO KPBPTPN Februari 2013-Februari 2014
D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis
kuantitatif.
1. Analisis Nilai Tambah (Metode Kuantitatif)
Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan
dapat digunakan alat bantu komputerisasi dimana untuk menjawab tujuan
pertama adalah program Microsoft Excell
Pengertian nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena
adanya input fungsional yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan.
Input fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), maupun menyimpan (time utility) (Hayami dkk 1987).
Kegiatan mengolah bahan olah TBS Sawit menjadi CPO mengakibatkan
bertambah nilai komoditi tersebut. Untuk menjawab tujuan pertama
mengenai besarnya nilai tambah dari TBS menjadi CPO pada unit usaha
pengolahan sawit di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari
Natar dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada
Tabel 5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
No Variabel Nilai
Output, Input dan Harga 1 Tenaga Kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi
Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)
Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)
A Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)
8
Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output
Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14
A = Output/total produksi CPO yang dihasilkan oleh unit usaha
B = Input/bahan baku berupa TBS yang digunakan untuk memproduksi
C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi CPO dihitung dalam bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis
F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis
G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja)
H = Harga input bahan baku utama per kilogram (kg) pada saat periode analisis
I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya packaging
Kriteria nilai tambah adalah :
1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit memberikan nilai tambah (positif).
2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit tidak memberikan nilai tambah (negatif).
2. Analisis Kapasitas Produksi (Metode Kuantitatif)
Kapasitas produksi adalah suatu ukuran atau tingkat keluaran tertinggi
yang menyangkut kemampuan dari suatu proses produksi.Untuk
menjawab tujuan kedua mengenai kapasitas produksi dimana apakah
jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran yang
dihasilkan) oleh perusahaan sama dengan kapasitas produksi yang telah
dikeluarkan perusahaan sebelumnya sehingga memberikan kontribusi laba
terhadap perusahaan dapat menggunakan analisis titik impas atau titik
break even point (BEP).
Secara umum analisis titik impas dapat berguna sebagai dasar dalam
merencanakan serta pengendalian kegiatan operasional perusahaan yang
sedang berjalan dan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan
yang harus dilakukan oleh para pengusaha. Titik impas merupakan titik
dimana penghasilan total (unit keluaran yang dihasilkan) sama dengan
P x Q = F + (V x Q)
Pada dasarnya jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (Q) merupakan
perencanaan kapasitas produksi yang harus dicapai dan tidak diketahui.
Untuk itu dirumuskan kembali dalam persamaan :
PQ = F + VQ F = (P – V) Q maka:
Q =
Keterangan :
P = harga produk/kg
Q = jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (kg) F = biaya tetap total
Secara grafik, analisi BEP dapat digambarkan pada Gambar 4.
Biaya dan Penerimaan (Y)
Garis total
Penerimaan Laba
BEP
Garis total biaya
Rugi
Biaya variabel
Biaya tetap
Output (X)
Gambar 3. Kurva Break Even Point
Kriteria BEP adalah ;
a. Jika BEP > Q (jumlah unit keluaran yang dihasilkan), maka agroindustri kelapa sawit memperoleh laba.
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Sejarah PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan salah satu BUMN hasil
penataan kembali (Restrukturisasi / Konsolidasi) BUMN Sub Sektor
Perkebunan dan Pemerintah. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibentuk
berdasarkan peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari
1996, merupakan konsolidasi dari PT Perkebunan X (Persero), PT Perkebunan
XXXI (Persero), serta ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero)
Lahat dan ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di
Bengkulu. (PTPN VII wikipedia Indonesia)
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan BUMN milik
pemerintah Indonesia, kepemilikan perusahaan ini dimiliki pemerintah
Indonesia yang memiliki saham dominan diatas 50 % (Major Stakeholder)
sehingga fungsi manajemen dan kebijakan perusahaan digerakkan oleh
pemerintah melalui kementrian BUMN. sebelum dimiliki oleh pemerintah
Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebelumnya merupakan
perkebunan nasionalisasi dari Pemerintah Belanda, terutama PT Perkebunan
semula adalah perusahaan perkebunan milik Belanda yang beroperasi di
wilayah Sumatera Selatan dan Lampung. Melalui proses nasionalisasi,
perusahaan tersebut diambil-alih oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957.
Sementara itu PT Perkebunan XXXI (Persero) pada mulanya berawal dari
kebijakan Pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk mengembangkan
industri gula di luar Pulau Jawa pada tahun 1978.
Perusahaan perkebunan ini pada awalnya merupakan proyek pengembangan
PT Perkebunan XXI-XXII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya. Pada
tahun 1980, proyek pengembangan ini ditetapkan menjadi badan usaha sendiri
dengan nama PT Perkebunan XXXI (Persero) yang berkantor pusat
di Palembang. Sementara itu Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI
(Persero) yang berkantor pusat di Jakarta dan Proyek Pengembangan PT
Perkebunan XXIII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya merupakan
proyek Perkebunan Inti Rakyat yang telah beroperasi sejak tahun 1980-an,
namun karena rentang kendali yang terlalu jauh mengakibatkan rendahnya
efisiensi pengelolaan proyek serta kondisi topografi alam yang cukup berat
mengakibatkan tingginya biaya eksploitasi proyek sehingga proyek tersebut
berjalan kurang optimal sehingga diperlukanya penggabungan (merger) ketiga
perusahaan pengembangan tersebut menjadi PT Perkebunan Nusantara VII
(Persero).
Akte pendirian PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibuat oleh Notaris
pendirian tersebut sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan
keputusan No.C2.8335 HT.01.01 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 dan
telah diumumkan dalam tambahan Berita Negara RI No.80 tanggal 4 Oktober
1996 dan Akte Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perusahaan
Perseorangan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII dibuat oleh Notaris Sri
Rahayu H.Prasetyo, SH dengan Akte No. 08 tanggal 11 Oktober 2002 dan
disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI dengan
keputusan No. C-20863 HT.01.04.TH.2002. Akte Pendirian PT Perkebunan
Nusantara VII (Persero) yang dibuat oleh Ny. Agustina Sulistiowati, SH
nomor 4 tanggal 13 Januari 2004.
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) melakukan usaha dalam bidang
perkebunan dengan beberapa komoditas andalan dan pokok yang
dibudidayakan. Komoditi yang sedang dibudidayakan oleh PT Perkebunan
Nusantara VII sebanyak 4 komoditas, yaitu kelapa sawit, karet, tebu, dan teh.
Wilayah kerja pengelolaan tersebar di Propinsi Lampung sebanyak 10 Unit
Usaha, persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII
Tabel 6. Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII.
Distrik Unit Usaha Komoditi
Bengkulu Talopino Kelapa Sawit
Padang Pelawi Karet
Ketahun Karet
Bantuasin Betung Krawo Kelapa Sawit
Betung Kelapa Sawit
Bentayan Kelapa Sawit
Musilandas Karet
Tebenan Karet
Talang Sawit Kelapa Sawit
Cinta Manis Tebu
Muara Enim Sungai Lengi Inti Kelapa Sawit Sungai Lengi
Plasma Kelapa Sawit
Sungai Niru Kelapa Sawit
Beringin Karet
Baturaja Karet
Senabing Karet
Pagar Alam Teh
Way Sekampung Kedaton Kelapa Sawit dan Karet
Bergen Kelapa Sawit dan Karet
Way Berulu Karet
Rejosari Kelapa Sawit
Pematang Kiwah Karet
Way Lima Karet
Way Seputih Bekri Kelapa Sawit
Padangratu Kelapa Sawit Tulung Buyut Karet
Bungamayang Tebu
Sumber : PTPNVII.co.id, 2012
Tabel 6 menunjukkan bahwa persebaran distrik dan unit usaha pada PT
Perkebunan Nusantara VII di Propinsi Lampung yaitu sebanyak 10 Unit
Usaha (6 Unit Usaha di Distrik Sekampung dan 4 Unit Usaha di Distrik
Seputih), Sumatera Selatan sebanyak 14 Unit Usaha (7 Unit Usaha di Distrik
3 Unit Usaha dibawah wilayah Distrik Bengkulu. Komoditas yang paling
banyak diusahakan di PT Perkebunan Nusantara VII adalah kelapa sawit dan
karet.
B. Keadaan Umum
1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari
Unit Usaha Rejosari merupakan salah satu unit usaha PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) dan awal mulanya Unit Usaha Rejosari adalah
perkebunan karet milik Belanda yang di Nasionalisasi pada tahun 1957.
Setelah mendapat bantuan kredit dari World Bank tahun 1973, perusahaan
dapat mengembangkan usaha dan melaksanakan konversi dengan beberapa
jenis tanaman/komoditi, antara lain karet, kelapa, kakao, dan kelapa sawit.
Tahun 2007 seluruh tanaman telah dikonversikan menjadi kelapa sawit.
Setelah dikuasai Indonesia, perusahaan ini awalnya bernama Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) Sumatera Selatan. Pada tahun 1963 namanya
berubah menjadi PPN Aneka Tanaman dengan direksi di Medan. Pada
tahun 1968 nama perusahaan ini kembali berubah menjadi PNP X
(Perusahaan Negara Perkebunan X). Pada tahun 1980 PNP X kembali
mengalami perubahan nama yaitu PTP X (persero) dengan kantor direksi
di Bandar Lampung dan merupakan BUMN. Akhirnya pada tahun 1994,
setelah sempat mengalami beberapa kali perubahan nama, atas kebijakan
2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Rejosari
Unit Usaha Rejosari terletak di Desa Rejosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Jarak Unit Usaha
Rejosari dari Ibukota Propinsi adalah 27 km, dari kota Kabupaten
Lampung Selatan 70 km, dari Pelabuhan Panjang 35 km, dan dari Kantor
Direksi 22 km. Topografi wilayah perkebunan pada umumnya datar dan
bergelombang. Jenis tanah perkebunan kelapa sawit Rejosari adalah
Podsolik Merah Kuning dengan tekstur tanah liat-liat berpasir. Curah
hujan rata-rata pertahun yaitu 1500 – 2100 mm dengan hari hujan pertahun
sekitar 77 – 122 hari, sedangkan bulan kering 3 - 4 bulan/tahun.
C. Tata Letak Perusahaan
Unit Usaha Rejosari terdiri dari lima bangunan utama sebagai penunjang
dalam kegiatan pengolahan kelapa sawit. Bangunan utama tersebut antara lain
kantor sentral, laboratorium, bengkel, pabrik pengolahan CPO, dan gudang.
Selain lima bangunan utama tersebut terdapat juga sarana dan prasarana
lainnya seperti jembatan timbang, loading ramp, fat-pit, kolam pengolahan limbah, gudang abu (incinerator), stasiun pengolahan air (water treatment), tangki timbun (storage tank), mushola, kantin, dan pos satpam.
Bagian depan bangunan adalah kantor pusat (sentral) yang letaknya
berdekatan dengan jalan dan pintu masuk. Kantor pusat merupakan tempat
bagi para staf dan karyawan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha