• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Prasyarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

AHMAD SYAUQI NIM: 107011001312

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

▸ Baca selengkapnya: nilai-nilai dharmasastra yang terdapat pada zaman kaliyuga adalah

(2)
(3)
(4)
(5)

Judul : “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung pada Novel

Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung pada novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Setelah penulis melakukan penelitian, akhirnya bisa disimpulkan bahwa terdapat berbagai macam nilai-nilai pendidikan akhlak terpuji yang ada pada novel Dalam Mihrab Cinta. Penulis kemudian membaginya menjadi 4 (empat) bagian yaitu sebagai berikut.

1. Nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Allah dan Rasulnya, yakni meliputi syukur, memuliakan Rasul, sabar, taubat, ikhlas, upaya meningkatkan ketakwaan dan tawakkal (berserah diri).

2. Nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap Orang Tua, yakni meliputi berkata sopan kepada Orang Tua dan menaati perintah Orang Tua.

3. Nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, yakni meliputi semangat menuntut ilmu, kejujuran, kemandirian, tanggung jawab dan bersikap optimis.

4. Nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sesama, yakni meliputi tolong-menolong, menepati janji, tawadhu (rendah hati), saling menghormati, berprasangka baik, dermawan, menebarkan salam dan musyawarah.

Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami dan menangkap isi karya sastra, serta metode deskriptif, yaitu metode yang membahas objek penelitian secara apa adanya sesuai dengan data-data yang diperoleh.

(6)

kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy” ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari sumbangsih berbagai pihak yang

telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu,

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, H. Ma’mun Al Ayyubi dan Siti Mardiah Fauziyah yang telah berjasa dalam merawat, mendidik, dan mendukung

penulis dengan kasih sayang tulus sepanjang masa.

2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin

Hidayat, M.A. beserta para pembantu rektor dan jajarannya.

3. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ibu Nurlena, MA, Ph.D beserta para pembantu dekan

dan segenap jajarannya.

4. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon

M.Ag. dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Ibu Marhamah

Shaleh, Lc., MA dan segenap jajarannya.

5. Dosen penasihat akademik penulis, Ibu Dra. Nuraini Ahmad, M. Hum dan

Dosen pembimbing skripsi penulis, Bapak Dr. H. Dimyati, MA atas saran

dan bimbingan yang selama ini telah diberikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dalam

(7)

Bangsa, yang telah memberikan motivasi, ilmu serta pengalamannya.

9. Bapak Mahir Martin M.Pd. selaku Direktur Lembaga Bimbingan Belajar

Ocean Education beserta guru-guru, pegawai dan siswa-siswi yang selama

ini memberikan semangat dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman di Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA), Himpunan

Qori-Qori’ah Mahasiswa (HIQMA), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komfaktar, Abiler Dershane (PISCOM), Forum Lingkar

Pena (FLP) Ciputat, dll yang telah menjadi bagian sejarah dalam hidup

saya ketika kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima Kasih atas

ilmu dan pengalaman berharga yang penulis dapatkan.

11. Rekan-rekan pengurus Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) JU dan

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) JU yang telah berjuang

bersama membangun tatanan pelajar dan pemuda ke arah yang lebih baik.

12. Guru-guru penulis dan teman-teman di Kampus Kahfi BBC Bintaro,

khususnya buat Om Tubagus Wahyudi (Om B). Guru-guru penulis dan

teman-teman di Kampus Umar Usman, khususnya buat Mas Ippho Santosa

dan Bapak Parni Hadi yang juga memberikan semangat motivasi kepada

penulis. Terima kasih atas ilmu dan pengalamannya yang luar biasa.

13. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu,

penulis mengucapkan terima kasih.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dari

Allah Swt. Aamiin.

Jakarta, 25 April 2014

Penulis,

(8)

COVER

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah………...7

D.Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A.Konsep Pendidikan Akhlak ... 9

1. Pengertian Pendidikan Akhlak. ... 9

2. Dasar Pendidikan Akhlak ... 14

3. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 16

4. Metode Pendidikan Akhlak ... 17

B.Konsep Novel ... 20

1. Pengertian Novel ... 20

2. Macam-macam Novel ... 22

3. Unsur-unsur Novel ... 23

C.Hasil Penelitian Yang Relevan ……….….. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A.Waktu Penelitian ………. 30

(9)

D.Teknik Pengumpulan Data ………. 31

E. Instrumen Pengumpulan Data ……… 32

F. Analisis Data ……….. 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 34

A.Tinjauan Eksternal ... 34

1. Biografi Pengarang ... 34

2. Lingkungan Sosial Budaya ... 35

3. Lingkungan Pendidikan ... 35

4. Lingkungan Ekonomi ... 36

5. Karya-Karya Pengarang ... 37

B.Tinjauan Internal ... 37

1. Sinopsis ... 37

2. Tema ... 38

3. Alur ... 39

4. Penokohan (akhlak terpuji dan akhlak tercela) ... 39

5. Latar ... 42

6. Sudut Pandang ... 48

C.Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy ... 49

1. Akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya ... 49

a. Syukur ... 50

b. Memuliakan Rasul. ... 51

c. Sabar ... 53

d. Taubat ... 54

e. Ikhlas ... 55

f. Upaya Meningkatkan Ketakwaan ... 57

g. Tawakkal ... 58

2. Akhlak terhadap Orang Tua ... 60

a. Berkata Sopan Kepada Orang Tua ... 60

(10)

a. Semangat Menuntut Ilmu ... 64

b. Kejujuran ... 65

c. Kemandirian ... 66

d. Tanggung Jawab ... 67

e. Bersikap Optimis ... 68

4. Akhlak terhadap Sesama ... 69

a. Tolong Menolong ... 70

b. Menepati Janji ... 71

c. Tawadhu (Rendah Hati) ... 72

d. Saling Menghormati ... 73

e. Berprasangka Baik ... 74

f. Dermawan ... 75

g. Menebarkan Salam ... 76

h. Musyawarah ... 77

BAB V PENUTUP ... 79

A.Kesimpulan ... 79

B.Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Akhlak memiliki posisi yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan

manusia. Imam Ali mengatakan bahwa “Akhlak yang baik adalah sebaik-baiknya teman”. Tanda seorang mukmin adalah akhlak yang baik. Maka dari itu, seorang guru dikatakan beriman, jika dia memiliki akhlak yang baik.1

Dilihat dari sudut agama, budaya, susila, dan juga peradaban manapun.

Akhlak merupakan sikap terpuji yang harus dimiliki oleh semua orang, termasuk

guru sebagai pendidik. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia mempunyai

peranan bagi individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya

suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya

baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka

rusaklah lahir dan batinnya.2

Dalam ajaran Islam, persoalan pendidikan akhlak mendapatkan perhatian

yang sangat besar. Rasulullah SAW adalah sosok teladan yang patut dijadikan

sebagai contoh dalam kehidupan dan bisa menjadi sumber segala rujukan akhlak

ummat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

ا مْويْلاو ها وجْري اك ْ ل ۃنسح ۃوْسأ ها وسر يف ْم ل اك ْ قل

اريثك ها رك و رخ

“Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab/33:21)3

1 Khalil Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: PT. Lentera Basri Tama, 1998), Cet. 1, h. 21

2 M. Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), Cet. 1, h. 1

(12)

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari akhlak.

Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita tentang akhlak yang baik kepada

sesama. Manusia yang tak memiliki akhlak akan berjalan cenderung menuruti

hawa nafsunya. Sementara manusia yang berakhlak mulia akan selalu menjaga

kemuliaan dan kesucian jiwanya. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita

harus meniru akhlak mulia Rasulullah SAW. Rasul mesti menjadi panduan

beretika.4 Karena salah satu tujuan Rasulullah SAW diutus ke dunia adalah untuk

menyempurnakan akhlak.

Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak, merupakan

pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh dan berimbang. Pembentukan

kepribadian muslim sebagai individu, adalah bentuk kepribadian yang diarahkan

kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar (bawaan) dan faktor ajar

(lingkungan), dengan berpedoman kepada nilai-nilai keislaman.5

Untuk mencapai konsep ideal tersebut dibutuhkan sistem yang paripurna.

Dalam hal ini, pendidikan mempunyai posisi yang sangat penting dan strategis.

Karena pendidikan merupakan upaya untuk mengoptimalkan semua potensi

manusia, yaitu dalam masalah moral (akhlak), intelektual, juga jasmani. Dalam

proses pendidikan, segala potensi tersebut dibina dan diarahkan ke dalam koridor

positif, melalui pembiasan-pembiasaan dan latihan-latihan.6

Pendidikan juga merupakan bimbingan terhadap peserta didik agar para

peserta didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama.

Peserta didik dibimbing untuk berakhlak mulia serta memiliki adat kebiasaan

yang baik. Lebih dari itu, peserta didik juga menjadikan ajaran agama tersebut

sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di

dunia maupun akhirat.

Apabila diamati bagaimana kondisi peserta didik dewasa ini, tampaklah

adanya gejala-gejala yang menunjukan rendahnya kualitas akhlak para peserta

4 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1998), h. 350

5 Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002), cet. II, hal. 201-202

(13)

didik. Hal ini dapat terlihat dari berbagai kasus yang melibatkan para peserta

didik, misalnya perilaku kekerasan, seks bebas, serta pemakaian obat-obatan

terlarang (narkoba) dikalangan peserta didik.

Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait

mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7.000 lebih anak yang

mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka,

yaitu narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk kasus

pembunuhan sendiri, terdapat 12 kasus sepanjang tahun 2012.7

Hal tersebut menurut Zakiyah Daradjat, sebagai “dampak kekurangsiapan remaja dalam menerima pengaruh luar dirinya.”8 Sebab masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Di masa tersebut, lingkungan sangat

mempengaruhi pertumbuhan kejiwaan setiap remaja.9

Azyumardi Azra memandang hal tersebut merupakan pengaruh dalam bidang

komunikasi massa, baik cetak maupun elektronik-kemajuan itu sangat menonjol.

Tahun-tahun terakhir ini mulai disadari pengaruh buruk yang ditimbulkan

televisi terhadap perkembangan jiwa anak-anak, mengingat bahwa anak-anak

usia SD atau SMP pada dasarnya bersikap peniru. Seperti dikatakan

Richard E Palmer, Presiden AMA, bahwa televisi pada hakikatnya telah

menimbulkan masalah-masalah kesehatan mental dan lingkungan. Maka

dapat disimpulkan adanya pengaruh buruk yang cukup serius terhadap remaja,

dari peran media massa. Contohnya televisi sangat berpengaruh negatif,

antara lain 10 :

1. Acara-acara TV dapat membuyarkan konsentrasi dan minat belajar anak.

2. Kerusakan moral anak, akibat menonton acara yang sebenarnya belum

pantas untuk ia saksikan.

3. Timbul kerenggangan timbal balik antara orang tua dan anaknya.

4. Kesehatan mata anak dapat terganggu.

7 Al-Islam, Penerapan Syari’ah Islam, 2012, http://www.al-khilafah.org/2012/07/penerapan-syariah-islam-selamatkan.html

8 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet XVI, hal. 81-89 9 Ibid.

(14)

5. Timbulnya kecendrungan untuk meniru gaya hidup mewah seperti yang

sering diperlihatkan para artis televisi.

Dalam masa remaja awal seorang anak bukan hanya mengalami

ketidakstabilan perasaan dan emosi, dalam waktu bersamaan mereka mengalami

masa kritis. Dalam masa kritis ini seorang anak berhadapan dengan persoalan

apakah dirinya mampu memecahkan masalahnya sendiri atau tidak. Jika mapu

memecahkan dengan baik, maka akan mampu pula untuk menghadapi masalah

selanjutnya, hingga dewasa. Jika dirinya tidak mampu memecahkan masalahnya

dalam masa ini, maka ia akan menjadi orang dewasa yang senantiasa

menggantungkan diri kepada orang lain.11

Salah satu hal yang dapat mempengaruhi para remaja adalah dengan

menggunakan media bahan bacaan. Meskipun hasil beberapa penelitian yang

diselenggarakan oleh penerbit buku menunjukkan daya baca remaja masih tidak

terlalu tinggi, tapi untuk lima tahun terakhir ini terjadi peningkatan penjualan

buku-buku remaja, novel-novel remaja dalam hal ini menduduki urutan teratas,

dari data penjualan.12

Menyikapi fenomena ini, tampaklah bahwa buku-buku seperti novel turut

memberikan pengaruh dikalangan para remaja. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Jacob Sumardjo, yang mengatakan bahwa novel merupakan ragam

sastra yang saat ini sedang sangat digemari oleh masyarakat, baik oleh pembaca

maupun oleh sastrawan.13

Novel merupakan cerita bentuk prosa. Pada dasarnya novel selalu hadir

dengan sebuah gambaran atau cermin kehidupan manusia dalam mengarungi

hidup dan kehidupannya. Novel juga merupakan gambaran lingkungan

kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa dan di suatu tempat.

Secara sosiologis, manusia dan peristiwa dalam novel adalah pantulan realitas

yang ditampilkan oleh pengarang dari suatu keadaan tertentu.14

11Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Rineka Cipta, 1991), Cet. 2, h. 16 12 Terbukti dengan presentase tertinggi 21,1% hasil polling HU Kompas (Sabtu, 19 Februari 2005) adalah minat baca ke sastra

13 Jacob Sumardjo,Memahami Kesusastraan, (Bndung: Alumni, 1981), hal. 53

(15)

Novel dapat dijadikan sebagai salah satu media pendukung dalam pendidikan.

Meski ceritanya fiktif, namun hal ini justru menjadi daya tarik bagi para

pembacanya. Dengan membaca novel, pembaca biasanya akan terbawa arus cerita

yang dialami oleh para tokoh dalam cerita. Dengan demikian, pesan-pesan

pendidikan yang terdapat pada isi cerita secara tidak langsung akan mampu

terserap oleh para pembaca dan menjadi suatu pelajaran yang dapat diteladani

dalam kegiatan sehari-hari.

Salah satu novel yang sedang digemari dikalangan remaja saat ini adalah

novel berjudul Dalam Mihrab Cinta. Novel ini ditulis oleh Habiburrahman

El-Shirazy atau yang biasa disebut Kang Abik. Habiburrahman El-El-Shirazy adalah

alumnus Universitas Al-Azhar University Cairo, Fakultas Ushuluddin, Jurusan

Hadis yang kemudian menepuh program pasca dalam ilmu yang sama di The

Institute for Islamic Studies in Cairo, lulus pada tahun 2012.15

Dalam novel tersebut, Habiburrahman El-Shirazy mengisahkan tentang

seorang santri yang sedang menuntut ilmu di sebuah Pesantren bernama

Al-Furqon di Kediri Jawa Timur. Ia rela meninggalkan kehidupannya yang

cukup nyaman ketika tinggal bersama dengan keluarganya di Pekalongan. Dalam

novel ini dikisahkan ia bertemu dengan Zizi puteri pemilik pesantren Al-Furqon

yang pernah ditolongnya ketika dijambret di dalam sebuah gerbong kereta, yang

dengan kejadian tersebut pada akhirnya membuat Syamsul dan Zizi menjadi

saling kenal dan dekat.

Santri tersebut bernama Syamsul Hadi. Di pesantren tersebut, Syamsul

terusir karena dituduh telah mencuri akibat fitnah yang sengaja dibuat oleh

sahabatnya sendiri yang bernama Burhan. Kondisi Syamsul semakin terpuruk

karena keluarganya sendiri juga tidak mempercayainya, hingga akhirnya

benar-benar membuat Syamsul nekat menjadi seorang pencopet. Dari sinilah konflik

demi konflik mulai menghujani Syamsul. Namun ditengah kekacauan dan

kegelapan hidupnya inilah Allah memberikan jalan baginya untuk bertaubat dan

mempertemukannya dengan Silvie seorang gadis yang solehah.

(16)

Melalui tokoh utama pada novel ini (Syamsul Hadi), Habiburrahman

El-Shirazy berusaha menyuguhkan sebuah cerita yang sangat menarik dan memiliki

berbagai pesan moral Islami (akhlak) kepada para pembaca, khususnya remaja.

Melalui tokoh Syamsul Hadi, tercermin seorang sosok santri yang memiliki sifat

akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ketika membaca novel tersebut,

pembaca (remaja) dapat mengambil berbagai macam pelajaran yang dapat

memberikan sebuah inspirasi dan juga renungan tentang nilai-nilai pendidikan

akhlak yang terdapat pada setiap kisah/kejadian pada novel tersebut dan juga

mengidolakan sosok santri seperti Syamsul yang baik dan sholeh.

Dengan novel ini, Habiburrahman El-Shirazy mampu memberikan contoh

sosok santri yang dapat memberikan pengaruh pola pikir dan prilaku dikalangan

masyarakat dan remaja pada khususnya. Oleh karena itu, pemilihan novel Dalam

Mihrab Cinta sebagai objek kajian dalam skripsi ini dinilai layak dan relevan

terhadap problematika pendidikan pada saat ini. Maka untuk mengetahui lebih

jauh bagaimana kandungan pesan moral (akhlak) dalam novel tersebut dan

manfaatnya bagi para peserta didik di sekolah, dalam skripsi ini penulis akan

membahas hal tersebut, dengan judul : “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang

Terkandung pada Novel Dalam Mihrab Cinta, Karya Habiburrahman El-Shirazy”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya kemerosotan nilai akhlak pada peserta didik, yang tercermin dari

kejadian seperti tawuran, pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba,

pencurian, pembunuhan, dll.

2. Minimnya sosok teladan yang bisa dijadikan sebagai contoh dalam memiliki

akhlak yang baik pada lingkungan peserta didik.

3. Minimnya media pendidikan yang bisa dijadikan sebagai alat pembelajaran

(17)

C. Pembatasan Masalah.

Kajian dalam sebuah novel memiliki cakupan yang luas. Sebuah novel

bisa dikaji dari segi nilai-nilai estetika. Ia juga mungkin dibedah dalam hal konsep

etika. Ia biasa ditelaah dalam bidang gramatika bahasa. Bahkan ia juga

sering diteliti tentang ideologi si penulis novel dan faktor-faktor sosial

yang mempengaruhi si penulis novel dalam proses lahirnya novel yang

bersangkutan.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi kajian mengenai

nilai-nilai pendidikan akhlak pada novel Dalam Mihrab Cinta karya

Habiburrahman El-Shirazy. Yang dimaksud dengan akhlak pada penelitian

ini adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap tersebut

berdampak kepada perbuatan yang baik, maka hal itu disebut akhlak terpuji.

Sedangkan jika yang lahir dalam sikap tersebut perbuatan tercela, maka

hal itu disebut akhlak tercela. Adapun yang dimaksud dengan akhlak dalam

skripsi ini adalah akhlak terpuji

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalan skripsi ini adalah :

“Bagaimana konsep nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung pada novel

Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy”.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan merupakan target yang diharapkan akan tercapai setelah melakukan

sebuah pekerjaan tertentu. Jika target itu tercapai, maka pekerjaan tersebut layak

dikatakan berhasil.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang mengambil bahasan sastra ini,

diantaranya adalah untuk dapat mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak

yang terkandung pada novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman

(18)

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi yang mengambil tema etika ini adalah

untuk :

1. Secara akademis manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian ini

adalah dapat memberikan suatu masukan kepada dunia pendidikan Islam

tentang karya sastra yang mengandung nilai-nilai konstruktif terhadap

dunia pendidikan Islam.

2. Secara praktis manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

dapat memberikan pemahaman bahwa novel yang dikaji dalam skripsi

ini layak menjadi bahan bacaan para remaja secara nasional,

atau setidaknya novel ini menjadi salah satu novel yang direkomendasikan

(19)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Konsep Pendidikan Akhlak

1.

Pengertian Pendidikan Akhlak

Secara istilah pendidikan berasal dari kata dasar “didik”, yang artinya “memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”.1

Secara etimologi (kebahasaan), kata “pendidikan” berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata majemuk paedagogike. Kata tersebut terdiri dari dua kata, yaitu kata

paes dan ago. Paes berarti anak, sedangkan ago berarti aku membimbing. Kata

paedagogike ini bisa diartikan secara simbolik, yang kemudian memiliki arti

sebagai perbuatan membimbing anak didik. Dalam hal ini, bimbingan menjadi

kegiatan inti dalam proses pendidikan.2

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.3

Sedangkan secara istilah (terminologi), terdapat beberapa definisi pendidikan

yang beragam yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Di antaranya sebagai

berikut :

1 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Edisi IV, h. 425.

2 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 70

(20)

M. Ngalim Purwanto mendefinisikan pendidikan sebagai “segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan

jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.” Atau lebih jelas lagi, pendidikan

ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada

anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri

dan bagi masyarakat.4

Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata, mengartikan

bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang

ditunjukkan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan adalah

usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar

mempertinggi derajat kemanusiaan.5

Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat

Islam untuk melaksanakan pendidikan. Menurut Islam, pendidikan adalah juga

merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk

mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Demikian pendidikan

itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk

bekal dan kehidupannya.6

Sementara itu, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan sebagai

“pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”.7 Dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh

diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru).

Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Jelasnya pendidikan

adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang

secara maksimal.

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan

adalah suatu proses atau usaha dalam rangka mendidik, melatih dan transfer

ilmu pengetahuan yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa kepada

4 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. XVII, h. 10.

(21)

peserta didik. Pendidikan dipandang sebagai sebuah proses pembelajaran

yang dilakukan secara terus menerus kepada peserta didik dengan tujuan

agar peserta didik mampu menjadi pribadi yang kamil (sempurna) secara lahir

dan batin.

Adapun pengertian akhlak ditinjau dari segi etimologi (kebahasaan),

kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu jama‟ dari kata “Khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku

atau tabiat, tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Kata “akhlak”

juga berasal dari kata “khalaqa” atau “khalqun”, artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan „Khaliq”, artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan,

sebagaimana terdapat kata “al-khaliq”, artinya pencipta dan “makhluq”, artinya yang diciptakan.8 Secara terminologis, dapat dikatakan bahwa akhlak

merupakan pranata perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam

pengertian umum, akhlak dapat dipadankan dengan etika atau nilai moral.9

. Kata akhlâq dapat ditemukan pemakaiannya di dalam Alquran maupun Hadis

sebagaimana terlihat di bawah ini:

.݋ْيظع ق݉خ ى݉ع݈ َ݃ݐاو ݋݈݉݁ا(

\ ٨٦ : ٤ )

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”

(Q.S. al-Qalam/68: 4)10

)ܓݍحأ ݒاور( قاْخأْ݈ا ݊را݅݌ ݋ِݍتأ݈ تْثعب اݍَݐإ “Bahwasanya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.” (H.R. Ahmad)

Dalam ajaran Islam, akhlak secara umum dibagi atas dua macam, yaitu :

a. Akhlak Terpuji (Akhlak al-Karimah)

Menurut M. Yatimin Abdullah, “akhlak terpuji (akhlak al-karimah) adalah

akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam”. 11

Lebih lanjut, M. Yatimin

8 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Cet. I, h. 13. 9 Ibid., h. 13

10 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005), h. 564.

11

M. Yatimin Abdullah, Study Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007),

(22)

Abdullah menjelaskan, akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang

merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT yang

dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji atau dengan kata lain, akhlakul

karimah ialah mata rantai iman.12

Jika dilihat dari aspek hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia

dengan manusia, akhlak mulia tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Moh. Ardani, yaitu :

1) Akhlak Kepada Allah, yang titik tolaknya adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT.

2) Akhlak kepada diri sendiri, dengan cara menghargai, menghormati,

menyayangi, dan menjaga diri sendiridengan sebaik-baiknya.

3) Akhlak kepada sesama manusia, dengan cara memuliakan, memberikan

bantuan, pertolongan, menghargai, dan sebagainya kepada mereka.13

b. Akhlak Tercela

Menurut Beni Ahmad Saebani, akhlak tercela atau akhlak yang dibenci,

yakni disebut “akhlaq al-mazmumah” yaitu akhlak yang dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana akhlak orang kafir, orang musyrik, dan

orang-orang munafik.14 Sedangkan M. Yatimin Abdullah berpendapat bahwa,

akhlakul mazmumah” merupakan akhlak yang tidak baik dan tidak benar

menurut Islam”.15

Menurut M. Yatimin Abdullah “akhlak tidak baik dapat dilihat dari tingkah laku perbuatan yang tidak elok, tidak sopan, dan gerak-gerik yang

tidak menyenangkan/yidak baik. Tiang utama dari akhlak yang tidak baik

adalah nafsu jahat”16

Oleh sebab itu, M. Yatimin Abdullah mendefinisikan

bahwa akhlakul Mazmumah ialah perangai atau tingkah laku pada tutur kata

yang tercermin pada diri manusia, cenderung melekat dalam bentuk yang tidak

12Ibid., h. 40

13 Moh. Ardani, Akhlak tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi pekerti dalam Ibadat dan tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), Cet. II, h. 49-57

14 Beni Ahmad Saebani, op.cit., h. 199-200. 15 Yatimin, op.cit., h. 12.

(23)

menyenangkan orang lain, seperti tingkah laku kejahatan, kriminal, atau

perampasan hak.”17

Indikator utama dari perbuatan yang baik atau akhlak terpuji adalah :

1. Perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Allah SWT dan Rasulullah

SAW yang termuat di dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

2. Perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan dunia dan akhirat.

3. Perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan manusia di mata Allah

dan sesama manusia.

4. Perbuatan yang menjadi bagian dari tujuan syariat Islam, yaitu memelihara

agama Allah, akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.

Sementara indikator perbuatan yang buruk atau akhlak tercela adalah :

1. Perbuatan yang didorong oleh hawa nafsu yang datangnya dari setan.

2. Perbuatan yang dimotivasi oleh ajaran thoghut yang mendatangkan

kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.

3. Perbuatan yang membahayakan kehidupan di dunia dan merugikan di

akhirat.

4. Perbuatan yang menyimpang dari tujuan syariat Islam, yaitu merusak

agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.

5. Perbuatan yang menjadikan permusuhan dan kebencian.

6. Perbuatan yang menimbulkan bencana bagi kemanusiaan.

7. Perbuatan yang menjadikan kebudayaanmanusia menjadi penuh dengan

keserakahan dan nafsu setan.

8. Perbuatan yang melahirkan konflik, peperangan, dan dendamyang tidak

berkesudahan.18

Dalam pembahasan akhlak ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk

mengatakan akhlak yaitu etika dan moral. Dalam skripsi ini penulis tidak akan

membahas secara mendalam tentang perbedaan ketiga istilah ini, karena yang

penulis maksud akhlak dalam skripsi ini adalah pengertian akhlak secara umum.

Namun penulis mencoba menjelaskan tentang pengertian etika dan moral.

17Ibid., h. 56

(24)

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan.

Menurut Ki Hajar Dewantara etika adalah ilmu yang mempelajari soal

kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang

mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan

perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.19

Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin yaitu mores. Kata moral

merupakan bentuk jamak dari kata mos, yang berarti adat kebiasaan. Secara

terminology, moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas

dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat

dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.20 Dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap

perbuatan dan kelakuan”.21

Secara singkat, penulis dapat simpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak

ialah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk

kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada peserta didik. Dengan usaha pendidik

tersebut diharapkan peserta didik mampu melakukan kebiasaan-kebiasaan positif

yang timbul dalam dirinya tanpa ada lagi paksaan atau tekanan dari orang lain

tetapi atas dasar kesadaran, kemauan, pilihan dan keputusan yang dibuatnya.

2.

Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar secara bahasa berarti “fundamen, pokok atau pangkal suatu pendapat

(ajaran, aturan), atau asas”.22

Dikatakan bahwa dasar adalah “landasan berdirinya

sesuatu yang berfungsi memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai”.23

Demikian pula dengan dasar pendidikan akhlak, yaitu dasar yang menjadi

landasan agar pendidikan akhlak bisa berfungsi sesuai arah kepada tujuan yang

akan dicapai.

19Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1966), h. 138.

20Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 90

21 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991) cet.XII, hlm.278

22 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., h. 318.

(25)

Azyumardi Azra mengatakan, dasar pendidikan akhlak harus bersumber pada

ajaran agama Islam dikarenakan pendidikan dalam Islam adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Ia merupakan bagian padu dari aspek-aspek

ajaran Islam.24 Dalam ajaran Islam yang menjadi dasar pendidikan akhlak ialah

Alquran dan Sunnah dikarenakan keduanya merupakan sumber hukum Islam yang

mencakup seluruh kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa, Al-Qur‟an secara garis besar memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus

dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan

kepastian akan adanya hari pembalasan, sebagai petunjuk mengenai akhlak yang

murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus

diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif, dan

sebagai petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan

dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Allah

dan sesamanya.25

Di antara ayat Al-Quran yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah seperti

ayat di bawah ini :

ْݏ݌ ٰ݈݃ܔ َݎإ ݃باصأ ا݌ ىٰ݉ع ْرۻْصاو رْ݅ݑݍْ݈ا ݏع ݓْݐاو فْورْعݍْ݈اب ْر݌ْأو ۼوَّٰ݈݉ا ݋قأ َّݑۻٰي

ْ݊ܙع

ْا

رْو݌

.

و

و ܚاَݑ݈݉ َ݂ܓخ ْرِعّت

ْا ىف شْݍت

ا َݎإ اًحر݌ ضْر

.رْوخف ݆اتْخ݌ َ݄݇

)

݈݁ ۼروس

ݎاݍ

\

۳١

:

١٦

-١١

(

“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”26

(Q.S. Luqmân/31: 17-18)

Sementara itu, dasar pendidikan akhlak berikutnya adalah Sunnah.

Menurut bahasa, sunnah berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau buruk

24 Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 8.

25 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), Cet XXVI, h. 40.

(26)

masih bersifat umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi atau kepada seorang sahabat atau

seorang setelahnya (tâbi’în), baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan,

dan sifat”.27

Mengingat kebenaran Al-Quran dan Sunnah adalah mutlak, maka

setiap ajaran yang sesuai dengan keduanya harus dilaksanakan dan apabila

bertentangan harus ditinggalkan. Dengan demikian, berpegang teguh kepada

keduanya akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan.

3.

Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok

yang melakukan suatu kegiatan. Tujuan ilmu pendidikan Islam, yaitu sasaran

yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang yang melaksanakan

pendidikan Islam.28 Yang dimaksud tujuan pendidikan adalah target yang ingin

dicapai suatu proses pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan

dapat mempengaruhi performance manusia.29

Zakiah Daradjat mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak yaitu

untuk membentuk karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Dalam ajaran

Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati,

dan akhlak adalah pantulan iman tersebut pada perilaku, ucapan dan sikap.

Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan,

yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.30

Adapun tujuan pendidikan akhlak tidak lepas dari dasar yang menjadi

pedoman pendidikan akhlak tersebut, yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah. Dalam pedoman dasar tersebut terdapat arah tujuan yang akan dicapai yaitu terciptanya

pribadi atau masyarakat yang berakhlak islam yaitu akhlak yang sesuai dengan

tuntunan Al-Qur‟an dan Sunnah.

27 Abdul Majid Khon, dkk., Ulumul Hadits, (Jakarta: PSW UIN Jakarta), h. 4-5.

28 Djamaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Cet. 2 (Revisi), h. 14

29 Asrorun Niam Shaleh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), Cet. 1-4, h. 78

(27)

Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak yaitu

untuk membuat peserta didik agar mampu melakukan nilai-nilai keimanan

dengan baik sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.

4.

Metode Pendidikan Akhlak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara

yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud”.31

Sehingga dapat dipahami bahwa dalam pelaksanakan proses pembelajaran

diperlukan yang namanya suatu metode yang tepat agar tujuan yang dimaksud

dapat tercapai. Oleh karena itu, pendidik harus mampu memahami dan menguasai

berbagai metode dalam pendidikan. Sebab suatu metode bisa tepat untuk dipakai

dalam suatu bidang pelajaran tertentu namun belum tentu tepat jika dipakai untuk

bidang pelajaran yang lain.

Adapun metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut :

a. Metode Keteladanan

Metode keteladanan adalah “suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan

maupun perbuatan”.32

Hery Noer Aly mengatakan bahwa “pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa

kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi

contoh tentang pesan yang disampaikannya”.33

Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan

Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan

penyampaian misi dakwahnya. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa

pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil.

31 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., h. 1022.

32 Syahidin, Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Misaka Galiza,1999), Cet. I, h. 135.

(28)

Hal ini bisa terjadi karena secara psikologis anak adalah seorang peniru,

yang akan cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai

tokoh identifikasi dalam segala hal.

b. Metode Kisah

Metode kisah merupakan metode yang sangat sederhana untuk

diterapkan kepada peserta didik. Metode ini bertujuan agar para peserta

didik dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian di masa lampau.

Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus

diikutinya. Sebaliknya, apabila kejadian tersebut bertentangan dengan ajaran

Islam maka harus dihindari.

Metode ini membutuhkan komunikasi yang aktif dan efektif. Oleh karena

itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang mudah dipahami

oleh setiap anak.

An-Nahlâwî menjabarkan dampak penting dari pendidikan melalui kisah

yaitu:

Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran

pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga

dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan

mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca

terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.

Kedua, interaksi kisah Qur‟ani dan Nabawi dengan diri manusia dalam

keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak

ditonjolkan oleh al-Qur‟an kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan

kepentinganya.

Ketiga, kisah-kisah Qur‟ani mampu membina perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut: 1) Mempengaruhi emosi, seperti takut,

perasaan diawasi, rela dan lain-lain. 2) Mengarahkan semua emosi

tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir

cerita. 3) Mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut

(29)

hidup bersama tokoh cerita. 4) Kisah Qur‟ani memiliki keistimewaan

karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran seperti

pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan

pemikiran.34

c. Metode Pembiasaan

Menurut M.D. Dahlan, seperti dikutip oleh Hery Noer Aly, pembiasaan

merupakan poses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah

cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis

(hampir tidak disadari oleh pelakunya)”.35

Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan tingkah laku,

keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk

memudahkan peserta didik dalam melakukannya. Karena seseorang yang

telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan

mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya

menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan akan tetap

berlangsung sampai tua.

d. Metode Memberi Nasihat

Metode memberi nasehat bertujuan untuk memberikan kesempatan

bagi pendidik untuk bisa mengarahkan peserta didik melalui

nasehat-nasehat yang bisa diambil dari berbagai kisah kebaikan yang mengandung

banyak pelajaran yang bisa dipetik. Seperti menggunakan kisah-kisah

yang ada dalam Al-Qur‟an, kisah-kisah nabawi, maupun kisah-kisah umat terdahulu.

„Abdurrahmân an-Nahlâwî, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah “penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang

dinasihati dari bahaya serta menunjukannya ke jalan yang mendatangkan

kebahagiaan dan manfaat”.36

34Abdurrahmân an-Nahlâwî, Prinsip-prinsip dan MetodePendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992), Cet. II, h. 242.

(30)

e. Metode „Ibrah

Secara sederhana, „ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam arti umum dapat diartikan dengan “mengambil pelajaran dari setiap peristiwa”. „Abdurrahmân an-Nahlâwî mendefinisikan „ibrahsebagai “suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari dari

suatu peristiwa yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan,

ditimang-timang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat

mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada

perilaku berpikir sosial yang sesuai”.37

B.

Konsep Novel

1.

Pengertian Novel

Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia

yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman

berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang merupakan cerita panjang

tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman,

Belgia, Perancis,dan bagian-bagian Eropa daratan yang lain.38

Sebutan Novel dalam bahasa Inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke

Indonesia, berasal dari bahasa Itali Novella (yang dalam bahasa Jerman: Novelle).

Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang kecil”, yang kemudian

diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa‟ (Abrams, 1981: 119).

Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia novelet (Inggris: novellet), yang berarti sebuah karya prosa

fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak

terlalu pendek.39

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan

prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang

37„Abdurrahmân an-Nahlâwî, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. II, h. 289.

38 Jacob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Penerbit Gramedia, 1986), Cet.1 h.29

(31)

dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat

setiap pelaku”.40

Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam

interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan.

Novel merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap

lingkungan dan kehidupannya. Walau berupa khayalan, tidak benar

jika novel dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penuh

penghayatan dan perenungan secara intens terhadap hakikat hidup dan kehidupan,

serta dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.41

Di dalam dunia kesusastraan, secara garis besar mengenal tiga jenis

teks sastra, yaitu teks naratif (prosa), teks monolog (puisi), dan teks dialog

(drama).42 Salah satu ragam prosa adalah novel. Sebuah karya sastra biasanya

mengandung luapan emosi penulis, termasuk novel.

Setiap penulis biasanya akan menyisipkan pesan-pesan moral yang

ada dalam setiap karyanya. Sehingga bagi pembaca novel, kegiatan membaca

karya fiksi seperti novel berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk

memperoleh kepuasan batin. Dengan begitu karya sastra seperti novel dapat

menjadi media dalam rangka membantu proses pendidikan dan juga memberikan

motivasi kepada peserta didik untuk rajin membaca.

2.

Macam-macam Novel

Jika dilihat dari segi mutunya, novel dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Novel Serius

Novel serius atau disebut juga novel literer. Novel serius merupakan

novel yang memerlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan

jika ingin memahaminya.43 Novel serius di samping memberikan hiburan,

juga secara implisit bertujuan memberikan pengalaman yang berharga

40 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., h. 1079. 41 Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 3.

42 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet. I h. 14.

(32)

kepada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi

dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan

yang dikemukakan.

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang

baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Novel ini mengambil

realitas kehidupan sebagai model, kemudian menciptakan sebuah

“dunia baru” lewat penampilan cerita dan tokoh-tokoh dalam situasi yang khusus.

Beberapa ciri novel serius ini adalah isi cerita didalamnya penuh

inovasi, segar, dan baru. Selain itu kejadian atau pengalaman

yang diceritakan dalam karya sastra ini bisa dialami oleh manusia

mana saja dan kapan saja. Karya sastra ini membicarakan hal-

hal yang universal dan nyata, serta tidak membicarakan kejadian yang

artifisial (dibuat-buat) dan bersifat kebetulan. Karya sastra ini

mementingkan tema, karakteristik, plot, dan unsur-unsur cerita lainnya

dalam membangun cerita.44

b. Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak

penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan

masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai

pada tingkat permukaan.45 Novel populer pada umumnya bersifat artifisial,

hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa

orang untuk membacanya sekali lagi. Biasanya novel ini akan cepat

dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih

populer pada masa sesudahnya.

Novel jenis ini lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati, karena

novel jenis ini memang semata-mata menyampaikan cerita. Ia tidak

berpretensi mengejar efek estetis, melainkan memberi hiburan langsung dari

aksi ceritanya.

(33)

Adapun ciri-ciri novel populer ini yaitu bertujuan sebagai hiburan

sehingga cerita yang disuguhkan dengan cara yang ringan, mengasyikkan,

namun tetap memiliki ketegangan, penuh aksi, warna dan humor. Tema

dalam novel ini selalu hanya menceritakan kisah percintaan saja tanpa

menyentuh permasalahan lain yang lebih serius. Menggunakan bahasa yang

aktual, lincah, dan gaya bercerita yang sentimental.

Selain itu, karena cerita berorientasi untuk konsumsi masa saja, maka

pengarang novel populer rata-rata tunduk pada hukum cerita konvensional,

sehingga jarang dijumpai usaha pembaharuan dalam novel jenis ini, sebab

yang demikian itu akan ditinggalkan oleh massa pembacanya.46

3.

Unsur-unsur Novel

Novel mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang

lainnya secara erat. Unsur-unsur pembangun sebuah novel dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur

inilah yang sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan membicarakan

novel atau karya sastra pada umumnya.47

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun

karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang secara faktual akan

dijumpai oleh pembaca saat membaca karya sastra. Kepaduan antarunsur

intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.48

Unsur intrinsik dalam novel terdiri dari: tema, alur, penokohan, latar, dan

sudut pandang.

1) Tema

Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel.

Gagasan dasar umum inilah yang digunakan untuk mengembangkan

46 Widjojoko dan Endang Hidayat, op.cit., h. 43. 47 Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 23.

(34)

cerita. Tema dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna

yang mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagai

sebuah kesatuan yang padu.49 Berbagai unsur fiksi seperti alur,

penokohan, sudut pandang, latar, dan lain-lain akan berkaitan dan

bersinergi mendukung eksistensi tema.

Menurut Stanton, tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah

cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh

sebuah karya sastra. Maka masalahnya kemudian adalah makna khusus

yang dapat dinyatakan sebagai tema atau jika makna tersebut dianggap

sebagai bagian-bagian tema, sub tema, atau tema-tema tambahan, makna

yang manakah dan bagaimanakah yang dapat dianggap sebagai makna

pokok sekaligus tema pokok novel yang bersangkutan.50

2) Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Atau lebih

jelasnya, alur merupakan peristiwa-peristiwa yang disusun satu per satu

dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai

akhir cerita.51

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa setiap peristiwa tidak bisa

berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya

peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi

timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut

berakhir. Sehingga dengan demikian alur akan saling berkaitan antara

satu dengan yang lainnya.

3) Penokohan

Dalam Pembicaraan sebuah novel, sering dipergunakan istilah-istilah

seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter

dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian

yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut sebenarnya tak menyaran pada

pengertian yang persis sama, atau paling tidak dalam tulisan ini

(35)

akan dipergunakan dalam pengertian yang berbeda, walau memang ada

diantaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran

pada tokoh cerita, dan pada teknik pengembangannya dalam

sebuah cerita. 52

Istilah penokohan lebih luas cakupannya daripada tokoh. Sebab

ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh dalam cerita, bagaimana

perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya

dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang

jelas kepada pembaca. Masalah penokohan sekaligus menyaran pada

teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita utuh.53

4) Latar

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, latar adalah: permukaan, halaman,

rata, datar, dasar, sen, tempat dan waktu terjadi peristiwa dalam cerita.54

Unsur prosa yang disebut latar ini menyangkut tentang lingkungan

geografi, sejarah, sosial dan bahkan kadang-kadang lingkungan politik

atau latar belakang tempat kisah itu berlangsung. Latar pada sebuah

novel kadang-kadang tidak berubah sepanjang ceritanya, meski

kadangkala dalam beberapa novel lain berubah-rubah dan bahkan kontras

satu sama lain.

Robert Stanton mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan yang

melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi

dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.55

Latar atau yang sering disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran

pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa di mana peristiwa-peristiwa itu diceritakan.56

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting

untuk menunjukkan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan

52 Burhan Nurgiantoro, op.cit., h. 164. 53Ibid., h. 166.

54 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., h. 1206. 55 Robert Stanton, op.cit., h. 35.

(36)

suasana tertentu yang seolah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca,

dengan demikian, merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya

imajinasinya.

Burhan Nurgiyantoro membagi latar yang terdapat dalam karya fiksi

ke dalam tiga kategori, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.57

Latar tempat adalah latar yang menyaran pada lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, inisial

tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang

bernama adalah tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata.

Sedangkan latar waktu Latar waktu berkaitan dengan masalah

“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Adapun latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan

dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi. Ia bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan

lain-lain yang tergolong dalam latar spiritual. Di samping itu, latar

sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,

misalnya rendah, menengah, dan atas.

5) Sudut Pandang

Menurut M.H. Abrams, seperti dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro,

“sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai

sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa

yang membentuk karya fiksi kepada pembaca”.58

Sudut pandang merupakan tempat atau posisi pencerita terhadap kisah

yang dikarangnya, apakah ia berada di dalam cerita atau di luar cerita.

Dengan kata lain, pengarang bebas menentukan apakah dirinya

(37)

ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat

yang berdiri di luar cerita.

Secara garis besar, sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu persona pertama gaya “aku” dan persona ketiga gaya

“dia”.59

Pada sudut pandang yang menggunakan persona pertama gaya

“aku”, pengarang ikut terlibat dalam cerita. Sedangkan pada sudut pandang persona ketiga gaya “dia”, pengarang menjadi seseorang yang berada di luar cerita.60

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra,

tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme

karya sastra.61 Secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur

yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut

menjadi bagian di dalamnya.

Akan tetapi, unsur ini cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita

yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ini harus tetap dipandang sebagai

sesuatu yang penting. Pemahaman terhadap unsur ekstrinsik suatu karya

akan membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa

karya sastra tidak muncul dari kekosongan budaya.

Bagian dalam unsur ekstrinsik yaitu keadaan subjektivitas individu

pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup, serta

biografi pengarang. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik

berupa psikologi pengarang (proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun

penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang

seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap

karyanya. Serta unsur ekstrinsik yang lain, seperti pandangan hidup suatu

bangsa dan sebagainya.62

59Ibid., h. 256.

(38)

C.

Hasil Penelitian Yang Relevan

Sudah banyak hasil penelitian skripsi yang mengangkat novel karya

Habiburrahman El-Shirazy, baik yang ada di dalam maupun di luar kampus

UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beberapa penelitian skripsi yang mengangkat

karya Habiburrrahman El-Shirazy dan penulis ketahui yaitu :

1. “Analisis Isi Pesan Dakwah pada Novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy”. Skripsi ini ditulis oleh Siti Maryam, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tahun 2009. Penelitiannya dibatasi pada analisis isi pesan dakwah

yang meliputi akidah, akhlak dan syariah. Persamaan penelitian Siti Maryam

dengan penelitian penulis terletak pada pengarang yang sama

yaitu Habiburrahman El-Shirazy dan objek novel yang dikaji. Sedangkan

perbedaannya terletak pada aspek kajian, yaitu mengkaji aspek

pesan dakwah. Sedangkan dalam penelitian ini penulis mengkaji aspek

pendidikan akhlak.

2. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Ayat-Ayat

Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy”. Skripsi ini ditulis oleh Aep Saefulloh, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta

pada tahun 2006. Penelitian ini dibatasi pada analisis unsur-unsur

intrinsik-ekstrinsik dan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam

novel tersebut. Persamaan penelitian Aep Safulloh dengan penelitian

penulis adalah pada pengarang yang sama dari obkjek yang dikaji,

yaitu Habiburrahman El-Shirazy. Sedangkan perbedaannya ada pada

aspek kajian dan objek kajian. Aep Saefulloh mengkaji aspek

intrinsik-ekstrinsik dan aspek pendidikan akhlaknya saja dan objek kajiannya

memakai novel Ayat-Ayat Cinta, sementara penulis adalah novel

Dalam Mihrab Cinta.

3. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El-Shirazy”. Skripsi ini ditulis oleh Arief Mahmudi, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(39)

akhlak dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El-Shirazy.

Persamaan penelitian Arief Mahmudi dengan penelitian penulis adalah

pada pengarang dari objek kajian dan metodologinya, yaitu sama-sama

mengkaji novel karya Habiburrahman El-Shirazy dan menggunakan metode

deskriptif dengan analisis kualitatif. Persamaan lainnya adalah sama-

sama menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research)

dan membatasi aspek penelitian pada pendidikan akhlak. Sedangkan

perbedaannya terletak pada objek yang dikaji dan penekanan penelitian.

Penelitian Arief Mahmudi melakukan penelitian dengan objek kajian novel

Ketika Cinta Bertasbih dan lebih menekankan pada satu aspek saja yaitu

aspek akhlak terpuji, sedangkan penelitian penulis menggunakan objek kajian

novel Dalam Mihrab Cinta dan aspek penelitiannya ditekankan pada dua

aspek yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.

4. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy”. Skripsi ini ditulis oleh Ali Rif‟an, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2013. Penelitian ini dibatasi pada kajian nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Persamaan penelitian Ali

Rif‟an dengan penelitian penulis adalah pada pengarang dari objek kajian dan

metodologinya, yaitu sama-sama mengkaji novel karya Habiburrahman

El-Shirazy dan menggunakan metode deskriptif dengan analisis kualitatif.

Persamaan lainnya adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian

kepustakaan (library research) dan membatasi aspek penelitian pada

pendidikan akhlak. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji

dan penekanan penelitian. Penelitian Ali Rif‟an melakukan penelitian dengan

objek kajian novel Bumi Cinta.

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat dimana kesamaan dan perbedaan dalam

pengkajiannya, serta skripsi yang akan disusun ini dapat relevan dan menjadi

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang

Terkandung Pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman

El-Shirazy” ini dilaksanakan sejak tanggal 23 Februari 2014 digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks

books yang ada di perpustakaan & internet. Terutama yang berkaitan dengan

nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai akhlak. Skripsi ini dilaksanakan di

Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Pusat Nasional

di Jakarta Pusat.

B.

Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah literatur

yang membahas secara langsung objek permasalahan pad

Gambar

gambaran, berikut penulis tampilkan bagian pada novel yang mengetengahkan
Grafika Offset, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

sebelumnya bahwa pada susu bubuk cokelat, komposisi lemak yang terkandung. dalam bubuk cokelat adalah penyebab utama buruknya nilai

My observation was in Satria Tunas Bangsa Kindergarten,

Prinsip rentang manajemen berkaitan dengan jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif oleh seorang manajer. Pengertian rentang manajemen dapat bermacam-macam ada

Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh hasil uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun jawer kotok terhadap bakteri Gram positif pada kulit wajah

Abdul Muthalib Sulaiman

• suatu bentuk pasar dimana dalam suatu industri hanya terdapat sebuah perusahaan dan produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti yang sempurna.2. Hanya ada

Subjek penelitian adalah para wanita yang berada dalam kondisi tidak lagi tinggal satu rumah bersama dengan anak- anaknya, karena anak-anak mereka meninggalkan rumah

Dari hasil penelitian ini diketahui adanya pengaruh signifikan dari kepuasan kerja terhadap turnover intention karyawan Departemen Dunia Fantasi PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, dan