• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Personal Auditor, Etika Audit dan Pengalaman Auditor terhadap tingkat Penyimpangan Perilaku dalam Audit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Personal Auditor, Etika Audit dan Pengalaman Auditor terhadap tingkat Penyimpangan Perilaku dalam Audit"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARATERISTIK PERSONAL AUDITOR,

ETIKA AUDIT DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP

TINGKAT PENYIMPANGAN PERILAKU DALAM AUDIT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

Istianah Nasution

NIM: 108082000107

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Istianah Nasution No. Induk Mahasiswa : 108082000107 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjwabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, 1 Agustus 2013 Yang Menyatakan

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Istianah Nasution

2. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 14 Oktober 1990

3. Alamat : Reni Jaya Jl. Pinus Raya Blok AH 1 No.2 RT 001/018 Pamulang Barat, Pamulang – Tangerang Selatan 15417

4. Telepon : 08568732128

5. E-mail : anggiistiana@yahoo.com

II. PENDIDIKAN

1. TK Cahaya Agung, Pamulang Tahun 1994-1996 2. SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tahun 1996-2002 3. SMP Muhammadiyah 22 Pamulang Tahun 2002-2005 4. SMA Muhammadiyah 25 Pamulang Tahun 2005-2008 5. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008-2012

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : H. Faruk Nasution (Alm.) 2. Ibu : Latifah

3. Kakak : Muhammad Imaduddin Nasution 4. Adik : Abdu Khoiri Rozikin

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

1. 2000-2002 : Anggota Pramuka SD Muhammadiyah 12

2. 2000-2002 : Anggota bela diri Tapak Suci Putera Muhammadiyah 3. 2002-2003 : Sekretaris Umum Ikatan Remaja Muhammadiyah 22

Pamulang

(7)

vii Pamulang

5. 2008-2012 : Anggota Corruption Preventing Alliance (CPA)

V. PELATIHAN DAN SEMINAR YANG DIIKUTI

1. 2004 : Training Leadership

2. 3-4 September 2008 : ESQ Basic Training Mahasiswa UIN Jakarta

3. 2008 : Seminar dan Training Anti Korupsi 4. 9 September 2009 : Talkshow Pemberantasan Korupsi 5. 2009 : Seminar Perempuan Melawan Korupsi 6. 2010 : Seminar Ekonomi “Peran Ekonomi Islam

Dalam Menghadapi Krisis Global” 7. 20 Mei 2010 : Seminar Nasional “Peran Asuransi dalam

Era Globalisasi” 8. 4 November 2010 : Training Anti Korupsi

(8)

viii

THE INFLUENCE OF AUDITOR PERSONAL CHARACTERISTICS, AUDIT ETHICS, AND EXPERIENCE OF AUDITOR TO ACCEPTANCE

DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR

Istianah Nasution

ABSTRACT

This study analyzed the influence of auditor personal characteristics, audit ethics, and experience of auditor to acceptance dysfunctional audit behavior. Respondents in this study consisted of auditors who work at public accounting firm in DKI Jakarta. Eighty three questionnaires were distributed to the respondents and seventy seven questionnaires were returned by respondent and can be processed. It used simple random sampling method to determaining the sample. It was examined by multiple regression analysis using SPSS program. The results indicate that auditor personal characteristics and audit ethics significant to acceptance dysfunctional audit behavior, whereas experience of

auditor didn’t have significant influence to acceptance dysfunctional audit behavior.

(9)

ix

PENGARUH KARATERISTIK PERSONAL AUDITOR, ETIKA AUDIT DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP TINGKAT

PENYIMPANGAN PERILAKU DALAM AUDIT

Istianah Nasution

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh karakteristik personal auditor, etika audit dan pengalaman auditor terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalam audit. Responden dalam penelitian ini terdiri dari para auditor yang bekerja di kantor Akuntan Publik. Delapan puluh tiga buah kuesioner didistribukan kepada responden, dan sebanyak tujuh puluh tujuh buah kuesioner dikembalikan oleh respponden dan dapat diolah. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah simple random sampling. Penelitian ini diuji dengan analisis regresi berganda menggunakan program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik personal auditor dan etika audit memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalm audit. Sedangkan pengalaman auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada maha guru, Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman jahiliyah ke zaman penuh ilmu pengetahuan ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua, ayahanda H. Faruk Nasution (almarhum) dan ibunda Latifah yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Serta kakak, adik dan segenap keluarga yang telah menyemangati dan membantu penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Rini, Dr., SE., M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM., selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang

telah berkenan memberikan banyak waktu, ilmu dan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini, serta bimbingan dan arahan untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi.

(11)

xi

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. 8. Seluruh staf dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

9. Kakak dan adik penulis, Muhammad Imaduddin Nasution dan Abdu Khoiri Rozikin yang telah memberikan doa, perhatian, pengertian, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu memberikan doa, perhatian, semangat, dan dukungan kepada penulis, Dian, Muth, Dina, Nira, Devy yang selalu memberikan dorongan, semangat, dan bantuan kepada penulis, serta selalu menghibur dan memberikan semangat kepada penulis.

11. Teman-teman terbaik AKUNTANSI C 2008 dan teman-teman pengajian Akuntansi C 2008, terima kasih atas informasi, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan.

12. Terima kasih untuk seluruh teman-teman AKUNTANSI 2008 atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang akuntansi dan manajemen.

Jakarta, 1 Agustus 2013

Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……….. iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... .vi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1. Tujuan Penelitian ... 12

2. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Landasan Teori ... 14

1. Auditing ... 14

2. Pengertian Penyimpangan Perilaku dalam Audit ... 16

3. Karakteristik Personal Auditor ... 19

4. Etika Audit ... 24

5. Pengalaman Auditor ... 29

B. Pengembangan Hipotesis ... 31

(13)

xiii

2. Etika audit dengan penyimpangan perilaku dalam audit ... 34

3. Pengalaman auditor dengan penyimpangan perilaku dalam audit ……… ... 35

C. Penelitian Terdahulu ... 36

D. Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 42

B. Metode Pemilihan Sampel ... 42

C. Metode Pengumpulan Data ... 43

D. Metode Analisis Data ... 43

1. Statistik Deskriptif ... 43

2. Uji Kualitas Data ... 44

3. Uji Asumsi Klasik ... 45

4. Uji Hipotesis ... 46

E. Operasionalisasi Variabel ... 48

1. Karakteristik personal Auditor ... 48

2. Etika Audit…. ... 49

3. Pengalaman Auditor ... 49

4. Penyimpangan Perilaku dalam Audit ... 50

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitan ... 54

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

2. Karakteristik Profil Responden ... 56

B. Hasil Uji Instrumen penelitian ... 61

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 61

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 62

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 65

4. Hasil Uji Hipotesis ... 68

(14)

xiv

A. Kesimpulan ... 73

B. Implikasi ... 74

C. Saran ... 76

Daftar Pustaka ... 78

(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Tabel Keterangan Halaman

1.1 Peneletian terdahulu mengenai penyimpangan

perilaku dalam audit ……….. …. 3

2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... .... 37

3.1 Operasional Variabel Penelitian ... .... 51

4.1 Data Sampel Penelitian ... ... 55

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ... ...55

4.3 Hasil Uji Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin ... ... 56

4.4 Hasil Uji Deskripsi Berdasarkan Usia ... ... 57

4.5 Hasil Uji Deskripsi Berdasarkan Posisi Terakhir ... ... 58

4.6 Hasil Uji Deskripsi Berdasarkan Pendidikan Terkahir ... 59

4.7 Hasil Uji Deskripsi Berdasarkan Pengalaman Kerja ... ... 60

4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... ... 61

4.9 Hasil Uji Validitas Karakteristik Personal Auditor ... ... 62

4.10 Hasil Uji Validitas Etika Audit ... ... 63

4.11 Hasil Uji Validitas Penyimpangan Perilaku dalam Audit … 64 4.12 Hasil Uji Reabilitas ... ... 64

4.13 Hasil Uji Multikolonieritas ... ... 65

4.14 Hasil Uji Normalitas ... ... 66

4.15 Hasil Uji Heterokedasitas ... ... 67

4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... ... 69

4.17 Hasil Uji Statistik F ... ... 70

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Keterangan Halaman

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lamp. Keterangan Halaman

1 Surat Izin Penelitian ... ... 82

2 Surat Penelitian ... 88

3 Surat Keterangan dari KAP ………91

4 Kuesioner Penelitian ... ... 95

5 Daftar Jawaban Responden ... ... 101

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan oleh eksternal auditor yang akan memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan dilakukan untuk mengetahui apakah laporan telah disusun dengan wajar sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, ada kalanya opini audit kurang mendapat respon yang positif dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku oleh seorang auditor dalam proses audit (Donelly, Quirin & O’Bryan 2003). Mereka mengemukakan penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor antara lain melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya (underreporting of audit time), merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original

audit procedur). Mereka juga mengemukakan penyebab para auditor melakukan

penyimpangan tersebut adalah karateristik personal yang berupa lokus kendali eksternal (external locs of control), keinginan untuk berhenti kerja (turnover

mention) dan tingkat pribadi karyawan (self rate employee performance) yang

(19)

2 bekerja dengan tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit serta adanya hubungan negatif antara tingkat kinerja pribadi karyawan dengan tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit.

Harga diri dalam kaitannya dengan ambisi (self esteem in relation to

ambition) dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan penyimpangan

perilaku. Harga diri yang tinggi mampu mendorong individu memiliki ambisi yang tinggi dan dapat menyebabkan individu menggunakan segala cara untuk mencapainya sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan perilaku dalam audit.

Pendapat Donnelly, Quirin & O’brian diatas diperkuat dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh enam besar audit senior yang terdapat dalam laporan Public

Oversight Board (2000) yang menyatakan 85% bentuk penyimpangan yang

terjadi adalah penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dan kira-kira 12.2% bentuk penyimpangan yang terjadi adalah melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya. Selebihnya bentuk penyimpangan yang terjadi adalah bukti-bukti yang dikumpulkan kurang mencukupi dan mengganti prosedur audit yang telah ditetapkan pada waktu pemeriksaan di lapangan.

(20)

3 Penyimpangan perilaku dalam audit pertama kali diteliti di Amerika pada tahun 1978 oleh John G. Rhode. Sejak saat itu kemudian penyimpangan perilaku dalam audit menjadi isu yang menarik sampai dengan dekade terakhir. Beberapa penelitian penyimpangan perilaku audit pada tahun 1980-an tercatat Alderman dan Deitrick, 1982; Kelley and Seiler, 1982; Cook and Kelley, 1988. Pada tahun 1990-an tercatat Kelley and Margheim, 1990; Raghunathan, 1991; Malone and Robert, 1996; Otley and Pierce 1996. Pada tahun 2000-an tercatat Coram, Ng and Woodliff, 2003; Donnelly, Quirin, O’Bryan, 2003; Weningtyas, Setiawan dan Triatmoko, 2006. Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1

Penelitian Terdahulu Mengenai Penyimpangan Perilaku dalam Audit

No. Peneliti Tempat Hasil Penelitian

Tipe Perilaku

Amerika 13% partner, 13%

manager, 33% senior, dan 32% staff auditor

13% manager, 10% senior dan 32% staff auditor

(21)

4

No. Peneliti Tempat Hasil Penelitian

Tipe Perilaku Penyimpangan

dalam Audit

3. Alderman and Deitrick, 1982

Amerika 31% auditor

mempersipkan adanya

Amerika 22% partner dan manager, 38% senior dan staff 21% partner dan manager, 22% senior dan staff

Underreporting of

Amerika 54% auditor pernah melakukan penyimpangan

Amerika 55% auditor menyatakan pernah melakukan

Irlandia 60% auditor menyatakan pernah melakukan

Amerika 49,5% auditor pernah melakukan penyimpangan

Australia 62,5% auditor menyatakan pernah

(22)

5 Tabel di atas menunjukkan bahwa perilaku penyimpangan audit terus terjadi dari waktu ke waktu hampir selama 35 tahun dan terjadi di berbagai negara. Penelitian-penelitian di Amerika menunjukkan bahwa penyimpangan perilaku audit yang terjadi relatif tinggi dan konstan dari tahun ke tahun, yang diawali oleh Rhode, 1978 yang mensurvey anggota AICPA yang memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun, menemukan bahwa 58% auditor melakukan premature sign off pada prosedur audit.

Kelley and Seiler, 1982 menemukan bahwa 13% partner, 13% manager, 33% senior, dan 32% staff auditor melakukan underreporting of time. Selanjutnya, 13% manager, 10% senior, dan 32% staff auditor melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitas audit karena ketatnya anggaran waktu yang tersedia. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perilaku penyimpangan audit lebih banyak dilakukan oleh senior dan staff auditor. Pada tahun yang sama, dengan menggunakan sample semua level auditor dari 16 kantor akuntan Big Eight di Texas, Alderman and Deitric, 1982 menemukan bahwa 31% responden mempersepsikan adanya indikasi auditor melakukan premature sign off.

Perbandingan hasil penelitian tentang perilaku penyimpangan audit yang terjadi tahun 1982 dan 1988 menunjukkan terjadi peningkatan perilaku audit yang dilakukan oleh auditor yaitu dari 13% partner dan manager yang melakukan

underreporting of time menjadi 22%, sedangkan senior dan staff dari 32%

(23)

6 dan manager, dan 22% untuk senior dan staff. Penelitian ini juga menemukan bahwa 78% partner dan manager serta 60% senior dan staff auditor percaya bahwa tekanan anggaran waktu merupakan masalah besar dalam profesi karena dapat menimbulkan perilaku yang dapat mengurangi kualitas audit. Persepsi partner dan manager serta senior dan staff auditor terhadap tekanan anggaran waktu sebagai masalah besar bagi profesi meningkat dari 30% dan 42% pada penelitian tahun 1982 menjadi 78% dan 60% pada penelitian tahun 1988 (Cook and Kelley, 1988).

Pada tahun 90-an, Kelley and Margheim (1990) meneliti tentang perilaku penyimpangan audit menemukan bahwa 54% staff auditor pernah melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitas audit. Rhagunathan (1991) menemukan bahwa 55% responden pernah melakukannya dan Malone and Roberts, 1996 menemukan 49,5%.

Penelitian di luar Amerika yang tercatat antara lain dilakukan oleh Otley and Pierce (1996) meneliti di Irlandia, melaporkan 60% auditor menyatakan pernah melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitas audit (premature sign off). Penelitian perilaku penyimpangan audit di Australia oleh Coram, Ng dan Woodliff (2003) menemukan bahwa 62,8% auditor di Australia terkadang melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitas audit.

(24)

7 prematur adalah memperoleh jumlah sampel yang memadai dan prosedur yang paling jarang ditinggalkan adalah konfirmasi pada pihak ketiga. (Herningsih, 2001 dalam Weningtyas, Setiawan dan Triatmoko, 2006).

Penelitian oleh Weningtyas, Setiawan dan Triatmoko (2006) dengan mengambil sampel auditor pada Kantor Akuntan Publik di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah menemukan 13% auditor cenderung melakukan penghentian prematur atas prosedur audit.

Melihat begitu banyaknya perilaku penyimpangan terjadi di kalangan auditor, dan telah terjadi dari tahun ke tahun serta terjadi di berbagai negara, tidak memandang di negara maju maupun negara berkembang, menujukkan fakta bahwa perilaku penyimpangan audit merupakan masalah yang serius bagi profesi auditor dan terkesan sangat sulit dihentikan.

Perilaku audit yang menyimpang dapat mengakibatkan kesalahan pada proses audit lainnya. Ketika kinerja auditor tidak lagi mengikuti standar kantor akuntan publik maka kualitas pekerjaan akan menjadi korban meskipun mungkin tidak berpengaruh secara langsung terhadap kualitas pekerjaan. Malone dan Roberts (1996) berpendapat perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan faktor situasional yang terjadi saat itu mendorong seseorang untuk mengambil keputusan.

(25)

8 kekayaan dan kekayaan dan keuntungan material lainnya membuat manusia lupa kepada etika dan kepentingan umum yang pada akhirnya juga merugikan dirinya sendiri.

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku professional (Agoes 2004). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini 2003).

Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas.

(26)

9 Prinsip- prinsip etika yang dirumuskan IAPI dan dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah (1) tanggung jawab, (2) kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4) obyektifitas dan independen, (5) kompetensi dan ketentuan profesi, (6) kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional. Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.

Berbagai penelitian auditing menunjukkan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks (Koroy, 2005). Melihat tujuan manajemen yang semakin kompleks, maka sebagai perantara yang independen, akuntan publik harus mampu menempatkan dirinya sebagai penasehat manajemen dan sebagai pihak yang dianggap mampu memperoleh amanat sebagai pelaksana fungsi-fungsi akuntansi yang independen.

Dalam literatur psikologi dan auditing menujukkan bahwa efek dilusi dalam auditing bisa berkurang oleh auditor yang berpengalaman karena struktur pengetahuan yang baik dari auditor yang berpengalaman menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang tidak relevan (Sandra, 1999 dalam Herliansyah dan Ilyas, 2006). Dengan kata lain, kompleksitas tugas yang dihadapi sebelumnya oleh seorang auditor akan menambah pengalaman serta pengetahuannya.

(27)

10 kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.

Pengalaman seorang auditor menjadi sorotan tersendiri dalam kegiatan audit, khusunya dalam menunjukkan kualitas dari seorang auditor. Sebagaimana yang diatur dalam Standar Profesional Akuntansi Publik (SPAP) paragraf ketiga SA (Standar Audit) seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian auditor independen disebutkan bahwa untuk melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntan dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktek audit (SPAP, 2001). Dalam hal pengalaman penelitian dibidang psikologi yang dikutip oleh Jeffrey (1992) memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa. Butt J.L (1988) mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgement yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional dibanding dengan akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman.

(28)

11 Karakteristik Personal Auditor, Etika Audit dan Pengalaman Auditor Terhadap Tingkat Penyimpangan Perilaku dalam Audit.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Irawati dan Natalia (2005) yang meneliti mengenai: Hubungan Karakteristik Personal Auditor Terhadap Tingkat Penerimaan Penyimpangan Perilaku dalam Audit. Perbedaannya dengan penelitian terdahulu, yaitu.

1. Ada dua penambahan dua variabel indepeden yaitu variabel etika audit dan pengalaman auditor. Alasan peneliti menambah variabel baru adalah karena peneliti menganggap bahwa disamping karakteristik personal auditor, etika dan pengalaman juga mempunya pengaruh terhadap tingkat penyimpanga perilaku dalam audit.

2. Penelitian yang dilakukan Irawati dan Natalia (2005) dilakukan tahun 2005, sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2013.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa dengan mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan perilaku audit, dapat membantu meningkatkan kualitas opini audit. Dari uraian di atas, peneliti mengemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Apakah karateristik personal auditor berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku audit?

(29)

12 3. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap penyimpangan periaku

audit?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian yang diteliti maka tujuan dan manfaat yang dicapai oleh peneliti adalah:

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisa pengaruh karateristik personal auditor terhadap penyimpangan perilaku audit.

b. Untuk menganalisa pengaruh etika audit terhadap penyimpangan perilaku audit.

c. Untuk menganalisa pengalaman auditor terhadap penyimpangan perilaku audit.

d. Untuk menganalisa pengaruh variable independen (karateristik personal auditor, etika audit dan pengalaman auditor) terhadap penyimpangan perilaku audit (variable dependen).

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

a. Bagi akademisi

(30)

13 penyimpangan perilaku dalam audit.selain itu, penelitian ini dapat memperkaya bahan kajian atau referensi untuk penelitian di masa yang akan datang.

b. Bagi Kantor Akuntan Publik

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan mengenai pengaruh karakteristik personal auditor, etika audit dan pengalaman auditor terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. 2) Sebagai masukan untuk Kantor Akuntan Publik dalam melihat

(31)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Auditing

Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:4) audiing adalah sebagai berikut:

Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a

competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Menurut Boynton dan Johnson (2006:6), definisi audit yang berasal dari

The Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American

Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai berikut:

A Systematic process of objectively obtaining and evaluating regarding

assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and

communicating the results to interested users

(32)

15

kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan

dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakaian yang berkepentingan”.

Sukrisno Agoes (2004:3) mendefinisikan auditing yaitu sebagai berikut:

“Pemeriksaan (Auditing) adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Berdasarkan definisi di atas, pengertian auditing adalah suatu proses sistematis dan kritis yang dilakukan oleh pihak yang independen untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai dan kejadian ekonomi (informasi) dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi (informasi) tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

Menurut Arens dan Loebbecke (2004), terdapat tiga jenis audit, yaitu audit laporan keuangan, audit operasional dan audit ketaatan.

a. Audit laporan keuangan

Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu.

b. Audit operasional

(33)

16

memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan.

c. Audit ketaatan

Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki orientasi lebih tinggi.

2. Pengertian Penyimpangan Perilaku Dalam Audit

Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik akuntan. Dalam kenyataan di lapangan, auditor banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap standar audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari karakteristik personal yang kurang bagus yang dimiliki oleh seorang auditor. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit secara negatif dari segi akurasi dan reabilitas. Pelanggaran yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku dalam audit (Irawati, 2005).

Dysfunctional audit behavior merupakan suatu bentuk reaksi terhadap

(34)

17

Boynton et. Al., (2003: 61-64) menjelaskan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mengenai standar audit yang harus diikuti pleh setiap auditor dalam melaksanakan tugasnya. Standar audit tersebut terdiri dari tiga bagian, yakni: standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Pada kenyataannya, auditor banyak melakukan tindakan penyimpangan terhadap standar audit yang mengarah pada penyimpangan perilaku dalam audit. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat auditor yang kurang baik. Penyimpangan perilaku ini dapat mempengaruhi kualitas audit baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Donnelly et. al., (2003):

dysfunctional audit behavior are means for to manipulate the audit

process in order to achieve the individual’s performance objective.”

Beberapa penyimpangan perilaku dalam audit yang membahayakan kualitas audit menurut Donelly et. al., (2003):

a. Melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya (underreporting of audit time).

Perilaku ini dapat menyebabkan adanya gambaran yang salah mengenai kebutuhan waktu yang sebenarnya, sehingga proses perencanaan untuk audit di masa yang akan dating menjadi terhambat dan tidak akurat, dan juga berpengaruh terhadap pelaksanaan audit selanjutnya, yaitu berkaitan dengan rencana penugasan personel yang kurang baik, menutupi kebutuhan revisi anggaran, dan meghasilkan time pressure

(35)

18

b. Merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures).

Perilaku ini dapat merubah rencana dan arah dari pekerjaan audit, sehingga auditor tidak dapat menemukan hal-hal yang material sebelumnya telah diperkirakan.

c. Penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature sign-off of audit steps without

completion of the procedure).

(36)

19

kuat bahwa ia telah melaksanakan keseluruhan prosedur yang telah ditetapkan jika terjadi suatu kesalahan dalam pelaksanaan audit.

3. Karateristik Personal Auditor

Personal auditor adalah sekumpulan karateristik dan pandangan seseorang yang menetukan cara hidup dan perbedaan diantara orang lain. Karateristik personal auditor adalah ciri atau watak seorang auditor dengan sifat yang dimiliki dan dipengaruhi keadaan lingkungannya maupun dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan audit (Septiani, 2009).

Karateristik personal auditor dilihat dari empat dimensi, yakni lokus kendali eksternal, keinginan untuk berpindah kerja, harga diri kaitannya dengan ambisi dan komitmen pada organisasi.

a. Lokus Kendali Eksternal

Lokus kendali adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya, yaitu tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka (Rotter, 1996 dalam Dwi, 2009).

(37)

20

pada keyakinan bahwa suatu kejadian berada di luar kontrol dirinya seperti nasib, keberentungan (Schermerhon et. al, 1991).

Pada situasi dimana individu dengan lokus kendali eksternal merasa tidak mampu untuk mendapat dukungan kekuatan yang dibutuhkannya untuk bertahan dalam suatu organisasi, mereka memiliki potensi untuk mencoba memanipulasi rekan atau objek lainnya sebagai kebutuhan pertahanan mereka (Solar dan Bruehl 1971). Lebih jauh, perilaku ini lebih jelas terlihat dalam situasi dimana pegawai merasakan tingkat struktur atau pengawasan kontrol yang tinggi (Gable dan Dangello 1994).

Dalam konteks audit, manipulasi atau ketidak jujuran pada akhirnya akan menimbulkan penyimpangan perilaku audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit. Hal ini menghasilkan dugaan bahwa makin tinggi lokus kendali eksternal individu, semakin mungkin mereka menerima penyimpangan perilaku audit .

b. Keinginan Untuk Berhenti Bekerja

(38)

21

Malone dan Roberts (1996) mengatakan auditor yang memiliki keinginan untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam penyimpangan perilaku karena menurunnya ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sangsi apabila perilaku tersebut terdeteksi. Selain itu, individu yang berniat meninggalkan perusahaan dapat dianggap tidak begitu peduli dengan dampak buruk dari penyimpangan perilaku terhadap penilaian kinerja dan promosi. Jadi, auditor yang memiliki keinginan tinggi untuk berhenti dari perusahaan lebih menerima penyimpangan perilaku audit.

c. Harga Diri Dalam Kaitannya Dengan Ambisi

Harga diri (self-esteem) adalah suatu keyakinan diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan (Kneitker dan Kinicki, 2003). Perasaan-perasaan self-esteem pada kenyatannya terbentuk oleh keadaan kita dan bagaimana orang lain memperlakukan kita. Individu dengan self-esteem tinggi melihat dirinya berharga, mampu dan dapat diterima.

(39)

22

tinggi sebagai faktor penyebab tingginya ambisi lebih dapat menerima dan melakukan perilaku penyimpangan audit (Irawati, 2005).

d. Komitmen Pada Organisasi

Komitmen pada organisasi merupakan alat prediksi yang sangat baik untuk beberapa perilaku penting, diantaranya adalah perputaran pegawai, kesetiaan pegawai kepada nilai organisasi dan keinginan mereka untuk melakukan pekerjaan ekstra yaitu, melakukan pekerjaan melebihi apa yang seharusnya dikerjakan (Irawati, 2005).

Menurut Mowday et. al. (1979) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan identifikasi dan keterlibatan individual dalam organisasi tertentu. Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi dikarakterkan dengan penerimaan dan kepercayaan yang tinggi dalam nilai dan tujuan organisasi, keinginan untuk berusaha sekuat-kuatnya demi kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.

Definisi komitmen organisasi menurut Feris dan Aranya (1983) dalam Trisnaningsih (2003) adalah suatu perpaduan antara sikap dan perilaku. Komitmen Organisasional menyangkut tiga sikap, yaitu rasa mengidentifikasi dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tujuan organisasi dan rasa kesetiaan pada organisasi.

(40)

23

mengutamakan kepentingan organisasi, seorang yang yang berkomitmen tinggi akan berpandangan positif dan berusaha berbuat yang terbaik bagi organisasinya (Novrialdi, 2009).

Aranya et. al. (1981) dalam Novrialdi (2009) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai:

1) Sebuah kepercayaan pada dan penerima terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi.

2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi.

3) Sebuah keinginan untuk memelihara keaggotaan dalam organisasi. Steers (1977) dalam Idris (2008) mengembangkan sebuah model hubungan sebab akibat terjadinya komitmen terhadap organisasi, yaitu: 1) Karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan, dan

lain-lain).

2) Karakteristik pekerjaan (umpan balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dan lain-lain.)

3) Pengalaman kerja.

Sedangkan Amstrong (1992) dalam Idris (2008) berpendapat bahwa tiga hal yang dapat mempengaruhi komitmen, yaitu:

(41)

24 4. Etika Audit

Pengertian etika dalam Bahasa Latin, “Ethica”, berarti falsafah moral yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Sedangkan menurut Keraf (1998), etika secara harfiah berasal dari Yunani “ethos” yang sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan baik.

Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan , karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar, dan bagus. Selanjutnya selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu merupakan consensus, maka etika tersebut

dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut sebagai „kode

etik‟. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Desriani, 1993 dalam Sihwahjoeni dan M. Gudono, 2000).

Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), memiliki tiga arti yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika adalah seperangkat pedoman, aturan atau norma yang mengatur tingkah laku seseorang, baik yang dilakukan atau ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau profesi.

(42)

25

harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi.

Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral (Arens, 2003). Setiap orang memiliki rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikan secara eksplisit. Rasa terhadap etika mengarahkan individu untuk menilai lebih dari kepentingan diri sendiri dan untuk mengakui maupun menghormati kepentingan orang lain. Kode etik akuntan dapat diartikan sebagai suatu sistem prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan rekan seprofesi dan sebagai alat untuk memberikan keyakinan pada para pengguna jasa akuntan tentang kualitas jasa yang diberikan (Wati, 2009).

Moralitas berfokus pada perilaku manusiawi “benar” dan “salah”. Etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat moral dan nilai. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa etika berkaitan erat dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Termasuk para akuntan diharapkan oleh masyarakat untuk berlaku jujur, adil, dan tidak memihak serta mengungkapkan laporan keuangan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(43)

26

kesadaran akan tanggung jawab akuntan publik pada transparansi pelaporan. Tanggung jawab ini tergantung pada integritas, dan integritas tergantung pada perilaku dan kepercayaan etis (Intiyas, 2007).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam kode etik akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lain. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merumuskan suatu kode etik yang meliputi mukadimah dan delapan prinsip etika yang harus dipedomani oleh semua anggota, serta aturan etika dan interpretasi aturan etika yang wajib dipatuhi oleh masing-masing anggota kompartemen.

Menurut Keraf (1998), etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Etika umum

Etika umum berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip modal dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat digolongkan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

b. Etika khusus

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip modal dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap

(44)

27

2) Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia lainnya salah satu bagian dari etika social adalah etika profesi.

Ponemon dan Gabhart (1990) menemukan bahwa profesi kognitif etika auditor akan mempengaruhi independensi auditor. Indenpendensi merupakan isu yang menarik karena dalam menghadapi konflik independensi auditor perlu untuk mempertimbangkan aturan eksplisit, standar audit dan kode etik professional.

Seorang auditor harus taat pada aturan etika yang mengharuskannya bersikap independen, maka ketika seorang auditor memiliki kecenderungan sifat machivellian tinggi semakin mungkin untuk bertindak tidak independen. Salah satu penelitian yang mendukung pernyataan tersebut dilakukan oleh Ponemon dan Gabhart (1990) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pertimbangan etis auditor dengan penyelesaian konflik independensi.

(45)

28

Dalam konteks etika profesi, Chua et al (1994) mengungkapkan bahwa etika professional juga berkaitan dengan perilaku moral. Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang meliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu.

Kode etik profesi akuntan disusun dengan tujuan dapat menjadi panduan bagi profesi akuntan untuk menempatkan objektivitas nilai-nilai dalam profesi akuntan untuk menjaganya profesionalisme anggotanya. Dalam rangka kode etik akuntan salah satu prinsip etika yang mendasari etika seorang auditor adalah independensi. Nilai dari pengauditan tergantung besarnya persepsi publik terhadap independensi auditor, sehingga tidak mengherankan jika independensi merupakan hal utama dalam kode etik profesi akuntan (Arens dan Loebbecke, 2008).

Payamta (2002) menyatakan bahwa berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC,

(46)

29 5. Pengalaman Auditor

Pengalaman merupakan keahlian yang berhubungan dengan profesionalisme dalam akuntansi yang diperlukan dalam auditing. Karena itu, pengalaman merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam tugas-tugas yang dilaksanakan oleh seorang auditor (Lee, 1995 dalam Arum, 2008).

Definisi pengalaman menurut Knoers dan Haditono (1999) dalam Dwi Ananing (2006) adalah merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek.

Kusumawati (2008) menyatakan bahwa pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan suatu waktu/tahun. Sehingga auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan auditor berpengalaman. Karena semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan auditing.

(47)

30

Pengalaman merupakan salah satu elemen penting dalam tugas audit di samping pengetahuan yang juga harus dimiliki seorang auditor (Sumardi dan Hardiningsih, 2002).

Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilkukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Lebih jauh Kolodner (1983) dalam Herliansyah, Yudhi dan Meifida Ilyas (2006) menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan.

Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum

(atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara

auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubs (1992), menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit. Tsul dan Gul (1996) dalam Intiyas, dkk (2007) dengan pengalaman kerja dalam kurun waktu empat tahun, maka akuntan publik dianggap telah berpengalaman untuk menghadapi konflik audit.

(48)

31

menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Dalam hal pengalaman, penelitian di bidang psikologis yang telah dikutip oleh Jeffrey dan Weatherholt (1996) dalam Intiyas, dkk (2007) memperlihatkan bahwa seseorang yang banyak pengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa tersebut. Pengalaman langsung dari pengalaman masa lalu akan menentukan dan mengarahkan seseorang dalam setiap perilakunya.

Pengalaman personel audit akan meningkatkan kompetensi mereka dalam menjalankan setiap penugasan. Personel audit berpengalaman memakai analisis yang lebih teliti, terinci dan runtut dalam mendeteksi gejala kekeliuran dibandingkan dengan analisi yang tidak berpengalaman, Sularso (1999). Menurut Wright (1997) dalam Susiana dan Arleen Herwaty (2007) pengalaman tentang industri akan meningkatkan kemampuan menduga adanya kekeliuran pada saat melakukan prosedur analitis.

B. Pengembangan Hipotesis

(49)

32

diwajibkan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan akuntansi serta kualitas pribadi yang memadai. Kualitas pribadi tersebut akan tercermin dari perilaku profesionalnya. Perilaku profesional akuntan publik salah satunya diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit

behavior). Perilaku disfungsional yang dimaksud di sini adalah perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh seorang auditor dalam bentuk manipulasi, kecurangan, ataupun penyimpangan terhadap standar audit. Perilaku ini bisa memengaruhi kualitas audit baik secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku yang mempunyai pengaruh langsung diantaranya adalah premature sign off atau penghentian prosedur audit secara dini, pemerolehan bukti yang kurang, pemrosesan yang kurang akurat, dan kesalahan dari tahapan-tahapan audit. Sementara perilaku yang mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kualitas audit adalah underreporting of time.

Perilaku-perilaku tersebut dapat berefek negatif terhadap hasil audit yang dilakukan auditor sehingga dikhawatirkan kualitas audit akan menurun. Menurunnya kualitas audit ini akan berdampak pada ketidakpuasan pengguna jasa audit terhadap keabsahan serta keyakinan akan kebenaran informasi yang terkandung dalam laporan keuangan audit. Hal ini akan menyebabkan terkikisnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesi audit (Dwi Harini, 2010).

(50)

33

mempengaruhi penerimaan auditor atas penyimpangan perilaku audit adalah lokus kendali eksternal, keinginan untuk berpindah kerja, harga diri kaitannya dengan ambisi dan komitmen pada organisasi (Spector, 1998 dalam Donelly et al., 2003; Malone dan Roberts, 1996: Kneitker dan Kinicki, 2003: Mowday et. al., 1979).

Lokus kendali eksternal merupakan individu-individu yang percaya bahwa suatu peristiwa dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar seperti nasib, kemujuran dan peluang.

Studi terdahulu telah menunjukkan korelasi positif yang kuat antara lokus kendali eksternal dan kemauan untuk menggunakan penipuan atau manipulasi untuk meraih tujuan personal (Gable dan Dangello, 1994). Dalam konteks auditing manipulasi atau penipuan dilakukan dalam bentuk penyimpangan perilaku audit. Perilaku ini adalah alat bagi auditor dalam upaya untuk mencapai tujuan kinerja individual (Dwi Harini, 2010).

Maryanti (2005) telah melakukan penelitian di Indonesia terhadap 137 auditor di kantor akuntan publik se-Jawa Tengah dengan mereplikasi penelitian yang telah dilakukan Donelly et. al., 2003. Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa karakteristik personal auditor berhubungan dengan penyimpangan perilaku, kecuali lokus kendali tidak berhubungan signifikan dengan perilaku audit.

(51)

34

locus of control, turnover intention, self rate employee, dan harga diri

berhubungan positif dengan penerimaan dysfunctional audit behavior. Secara umum, penerimaan auditor terhadap perilaku audit disfungsional sangat berhubungan dengan karakteristik personal auditor itu sendiri, yang dipengaruhi oleh latar belakang tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan fundamental para auditor, sehingga persepsi dan sikap mereka secara individu terhadap suatu nilai yang akan dicapai menjadi dasar perilaku individu dalam setiap tindakan mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik personal auditor dapat menjelaskan mengapa para auditor menerima ataupun mendukung penyimpangan perilaku audit.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang dibangun adalah: H1: Karakterisristik personal auditor berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku audit

2. Etika Audit dengan Penyimpangan Perilaku dalam Audit

Seorang auditor dalam menjalankan tugas auditnya harus sesuai dengan etika profesi yang telah ditetapkan. Auditor harus memiiliki norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat.

(52)

35

Akuntan publik harus menjunjung tinggi etika profesionalnya sehingga memberikan kepercayaan publik dan mendorong kesadaran akan tanggung jawab akuntan publik pada transparansi pelaporan. Tanggung jawab ini tergantung pada integritas, dan integritas tergantung pada perilaku dan kepercayaan etis (Intiyas, 2007). Semakin rendahnya etika seorang auditor, maka tingkat penerimaan penyimpangan perilaku lebih tinggi. H2: etika audit berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku audit

3. Pengalaman Auditor dengan Penyimpangan Perilaku dalam Audit

Intiyas (2007) memaparkan bahwa pengalaman berdasarkan kurun waktu empat tahun kerja, karena dalam kurun waktu tersebut auditor dianggap telah berpengalaman dalam situasi konflik audit. Herliansyah dan Ilyas (2006) menyatakan dalam risetnya bahwa pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dalam pengambilan keputusan.

(53)

36

perilaku auditor dalam menghadapi situasi konflik audit. Karena dalam penelitian mereka jumlah responden sebagian besar merupakan auditor junior.

Semakin kurangnya pengalaman, seorang auditor maka tingkat penerimaan penyimpangan perilaku auditnya lebih tinggi. Maka, dapat dibangun hipotesa sebagai berikut:

H3: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku audit

C. Penelitian Terdahulu

(54)

37 No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Metodologi Penelitian

Terdapat hubungan positif yang signifikan antara external locus of

control dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kinerja auditor dengan penerimaan perilaku disfungsional audit, juga terdapat hubungan positif yang signifikan antara keinginan untuk berpindah dengan penerimaan disfungsional audit.

Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara etika audit dengan penyimpangan perilaku audit.

Terdapat hubungan positif antara lokus kendali eksternal dan keinginan untuk berhenti bekerja dengan penerimaan penyimpangan perilaku audit. Sedangkan tingkat kinerja dan harga diri kaitannya dengan ambisi memiliki hubungan positif yang tidak signifikan terhadap penerimaan penyimpangan perilaku audit.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

(55)

38 No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Metodologi Penelitian

Secara simultan, etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap skeptisisme profesional auditor yaitu sebesar 61%.

5. Mc

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan terhadap time budget

attainability dan underreporting of

time dengan reduced audit quality

practices (RAQPs). Selain itu,

dijelaskan bahwa auditor yang berada pada level yang lebih rendah dan yang bekerja pada KAP big four

akan lebih dapat merasakan tekanan anggaran waktu dibandingkan auditor yang berada pada level manager atau yang bekerja pada

KAP non big four.

Tabel 2.1 (lanjutan)

(56)

39 No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Metodologi Penelitian

Hasil penelitian menyatakan bahwa

locus of control eksternal

berpengaruh positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Locus of Control eksternal berhubungan negatif terhadap kinerja pegawai. Locus of Contorl sebagai anteseden hubungan kinerja pegawai penerimaan perilakui disfungsional audit. Artinya terjadi hubungan negatif antara kinerja pegawai dengan penerimaan perilaku disfungsional audit didahului oleh adanya hubungan Locus of Control

terhadap kinerja. Auditor yang memiliki kecenderungan Locus of

Control eksternal akan memiliki

kinerja yang rendah dan auditor yang memiliki kinerja yang rendah akan lebih menerima perilaku

disfungsional audit.

Tabel 2.1 (lanjutan)

(57)

40

Sumber: diolah dari berbagai referensi

No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Metodologi Penelitian yang bekerja di BPKP Perwakilan Jawa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik personal auditor yang bekerja di BPKP wilayah Jawa Tengah dan DIY yaitu locus of

control berhubungan positif terhadap

penerimaan perilaku disfungsional audit tetapi tidak signifikan.

8. Agusta, terhadap dysfunctional audit behavior.

(58)

41 D. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai pengaruh karakter personal auditor dan etika auditor terhadap pernyimapangan perilaku dalam audit. Berdasarkan kerangka teori yang telah dikembangkan, dapat disederhanakan dalan bentuk model sebagai berikut:

KERANGKA PEMIKIRAN

Karateristik Personal Auditor

Etika Audit Penyimpangan Perilaku

dalam Audit

Pengalaman Auditor

Pengaruh Karakteristik Personal Auditor, Etika Audit, dan Pengalaman Auditor Terhadap Tingkat Penyimpangan Perilaku

Variabel Dependen Variabel Independen

Metode Analisis: Analisis Regresi Berganda

Hasil Pengujian dan Pembahasan

(59)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membatasi pada permasalahan pengaruh karakteristik personal auditor, etika audit, pengalaman auditor sebagai variabel independen dan penyimpangan perilaku dalam audit sebagai variabel dependen. Responden dalam penelitian ini adalah auditor, karena mereka yang dapat menilai variabel karakteristik personal auditor, etika audit, dan pengalaman auditor dengan baik berdasarkan pengalaman sehari-hari mereka selama bekerja. Penelitian ini dibatasi dengan auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP).

B. Metode Pemilihan Sampel

Sampel yang dijadikan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di wilayah DKI Jakarta. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Metode pemilihan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Simple random sampling

(60)

43

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research). Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah auditor yang bekerja di KAP. Peneliti memperoleh data dengan mengirimkan kuesioner kepada KAP secara langsung. Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari auditor yang bekerja pada KAP sebagai responden dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah skor masing-masing indikator variabel yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah dibagikan kepada auditor yang berkerja di KAP sebagai responden.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis.

1. Statistik Deskriptif

(61)

44

2. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2011). Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Kriteria valid atau tidak adalah jika korelasi antar skor masing masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di bawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid, dan jika korelasi skor masing masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di atas 0,05 maka butir pertanyaan tersebut tidak valid (Ghozali, 2011).

b. Uji Reliabilitas

Adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan

reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan

adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk mengukur reliabilitas dalam penelitian ini digunakan uji statistik Cronbach

(62)

45

Cronbachs Alpha > 0,60. Sedangkan, jika sebaliknya data tersebut

dikatakan tidak reliable (Ghozali, 2011).

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

a. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Deteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Regresi bebas dari multikolinearitas jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 (Ghozali, 2011).

b. Uji Normalitas

(63)

46 Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov (K-S). Suatu data dikatakan terdistribusi secara

normal jika memiliki tingkat signifikansi di atas 0,05 dan suatu data dikatakan tidak terdistribusi secara normal jika memiliki tingkat signifikansi di bawah 0,05 (Ghozali, 2011).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamaan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas menggunakan uji statistik

Glejser. Jika variabel independen memiliki nilai signifikansi kurang

dari 0,05 maka ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas, dan jika variabel independen memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).

4. Uji Hipotesis

(64)

47 Persamaan regresi berganda dirumuskan:

Y = B0 + B1 X1 + B2 X2 + D + e

Keterangan:

Y = Penyimpangan perilaku dalam audit B0 = Konstanta

B1-B2 = Koefisien Regresi

X1 = Karakteristik personal auditor X2 = Etika audit

D = Pengalaman auditor e = Error

Dalam uji hipotesis ini dilakukan melalui: a. Uji Koefisien Determinasi (R2)

(65)

48 b. Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Hipotesis diterima jika nilai probabilitas signifikansi 0,05. Hipotesis ditolak jika nilai probabilitas signifikasnsi 0,05 (Ghozali, 2011).

c. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis diterima jika nilai probabilitas signifikansi 0,05. Hipotesis ditolak jika nilai probabilitas signifikasnsi 0,05 (Ghozali, 2011).

E. Operasional Variabel

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

1. Karakteristik personal auditor (X1)

(66)

49 Milani (1975). Semua item pertanyaan diukur dengan menggunakan skala likert, 1 sampai 5. Jawaban yang didapat akan dibuat skor yaitu: nilai (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.

2. Etika audit (X2)

Etika adalah seperangkat pedoman, aturan atau norma yang mengatur tingkah laku seseorang, baik yang dilakukan atau ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau profesi. Penerapan Etika Akuntan Publik adalah aplikasi seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh kalangan profesi akuntan publik. Semua item pertanyaan diukur dengan menggunakan skala likert, 1 sampai 5. Jawaban yang didapat akan dibuat skor yaitu: nilai (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.

3. Pengalaman auditor (X3)

(67)

50 praktek. Auditor merupakan seseorang yang dianggap ahli oleh masyarakat untuk melakukan pemeriksaan pada suatu perusahaan atau instansi. Pengalaman merupakan salah satu elemen penting dalam tugas audit di samping pengetahuan yang juga harus dimiliki seorang auditor (Sumardi dan Hardiningsih, 2002). Semua item pertanyaan diukur dengan menggunakan skala likert, 1 sampai 5. Jawaban yang didapat akan dibuat skor yaitu: nilai (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.

4. Penyimpangan perilaku dalam audit (Y)

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.1 (lanjutan)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh korporasi, yaitu dalam Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, penentuan

konsep elektronika yang digunakan dalam proses kontrol di industry, komponen-komponen yang digunakan dalam elektronika industri (Sensor dan transduser, Aktuator, Motor listrik,

Dari paparan hasil dan pembahasan data, diperoleh kesimpulan bahwa orangtua keluarga miskin perkotaan di kampung Guji Baru masih memiliki sumber daya dan

Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan

4.1.2 Real outdoor: In order to test “Sense and Avoid” algorithm, using the custom built UAV, some experimental tests were made on an outdoor environment. Firstly, some

Informasi Keuangan Konsolidasian yang berakhir tanggal 31 Desember 2016 diambil dari Laporan Keuangan per 31 Desember 2016 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Sriyadi

In the other part of concrete spalling, some of photogrammetry techniques are used to calculate the spatial information such as the length, width, area and volume..

Aset produktif bermasalah terhadap total aset produktif 5.64% 6.50%.. Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN)