• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus musculus)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL KULIT

AKAR GINSENG KUNING (Rennellia elliptica Korth.)

TERHADAP MENCIT (Mus musculus)

SKRIPSI

FARICHAH MANSUROH

NIM. 109102000050

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL KULIT

AKAR GINSENG KUNING (Rennellia elliptica Korth.)

TERHADAP MENCIT (Mus musculus)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

FARICHAH MANSUROH

NIM. 109102000050

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER 2013

(3)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Farichah Mansuroh

NIM : 109102000050

Tanda tangan :

(4)

iv

Nama : Farichah Mansuroh

NIM : 109102000050

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus

musculus)

Menyetujui :

Pembimbing I

Dr. Andria Agusta

NIP. 196908161994031003

Pembimbing II

Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Farichah Mansuroh

NIM : 109102000050

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus

musculus)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Andria Agusta ( )

Pembimbing II : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )

Penguji I : Yardi, Ph.D., Apt. ( )

Penguji II : Puteri Amelia, M.Farm., Apt. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

(6)

vi ABSTRAK

Nama : Farichah Mansuroh

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus musculus)

Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) secara empiris telah digunakan sebagai zat afrodisiak, obat pegal linu dan tonik setelah melahirkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai LD50 dan tingkat keamanan dari

ekstrak etanol akar tersebut dengan uji toksisitas akut terhadap mencit betina menggunakan metode dari OECD 425 (Up and Down Procedure), serta pengaruhnya terhadap histopatologi organ hati, ginjal, dan limpa mencit. Pada penelitian ini mencit diberikan ekstrak secara oral dengan dosis tunggal 2000 mg/kgbb. Mencit diamati secara individu meliputi, tanda-tanda toksisitas dan berat badan selama 14 hari. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat mencit yang mati ataupun mengalami tanda-tanda toksisitas, dan tidak terjadi perubahan yang bermakna pada bobot mencit pada dosis 2000 mg/kgbb (p≥0,05). Pada pengamatan histopatologi, tidak terdapat kerusakan pada organ hati dan limpa mencit akibat pemerian ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.), tetapi dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan ginjal yaitu mengkerutnya glomerulus (atrofi).

(7)

ABSTRACT

Name : Farichah Mansuroh

Program Study : Pharmacy

Tittle : Acute Toxicity Study of Ethanolic Extract of Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) roots peel to Mice (Mus musculus)

Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) roots extract was used empirically as an aphrodisiac, as for body aches and as a post natal tonic. The present study was aimed to determine LD50, to establish the safety of ethanolic extract of Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) roots peel by acute oral toxicity study in female mices as per OECD guideline 425 (Up and Down Procedure) and to know the histopathological effect on liver, kidney, and spleen of mice. Mices were administered the extracts per-oral in single dose of 2000 mg/kg of body weight. All the animals were individually studied for mortality, wellness parameters and body weight for 14 days. No mortality and no significant changes were observed in body weight (p≥0,05) and wellness parameters at 2000 mg/kg body weight doses, which reveal the safety of these extracts in the doses up to 2000 mg/kg body weight. Ethanolic extract of Ginseng Kuning roots peel did not caused histopathological effect on liver and spleen of mices. But, it caused shrinkage of glomerulus (atrophy) on kidney’s tissue.

(8)

viii

Alhamdulillahi Rabbi al-‘Aalamiin, puji syukur kehadirat Allah, Tuhan

semesta alam atas karunia, hidayah, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit

Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) Terhadap Mencit (Mus

musculus)”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan

tingkat sarjana pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kami menyadari bahwa selama masa perkuliahan sampai penyelesaian

penulisan skripsi ini tidaklah mudah, sehingga untuk menyelesaikan semua ini

tidak terlepas dari doa, bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku Pembimbing I atas izin yang diberikan

pada penulis untuk melakukan penelitian di Lab. Fitokimia LIPI, atas

nasehat, bimbingan, dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing II sekaligus

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas nasehat,

bimbingan, dan arahan yang telah diberikan pada penulis.

3. Ibu Dr. Ir. Praptiwi, M.Agr., Teh Dewi Wulansari, M.Sc., Apt., Ibu Dra.

Yuliasri Jamal, M.Sc., Mas Toni, Mbak Dewi, Pak Lukman, Kang Asep

yang telah membantu penulis selama penelitian di Botani LIPI.

4. Ibu dr. Dyah Ayu Woro S. yang telah membantu penulis dalam membaca

preparat histopatologi.

5. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan “Beasiswa Santri Berprestasi” selama menempuh

pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Prof. Dr. dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

(9)

8. Bapak/Ibu Jajaran Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan arahan kepada penulis

selama masa perkuliahan.

9. Ibunda tercinta Ny. Nasriyah (Almh.) yang penulis yakin doanya masih

mengalir untuk penulis, serta Ayahanda Kasman Sutikno atas kesabaran,

doa yang tak pernah putus, dukungan, nasehat, dan kasih sayangnya, yang

mengajarkan penulis untuk selalu berada dalam jalan-Nya

10.Mbak, mas, mas ipar dan mbak ipar (mbak Titin dan mas As, mbak Ana

dan mas Khadafi, mbak Sofi dan mas Bin, mas Arif dan mbak Lia).

Terimakasih atas doa dan support panjenengan semua, atas apa yang telah

diberikan kepada penulis. Kehadiran para jagoan kecil kalian memberikan

keceriaan dan semangat pada penulis.

11.Teman-teman penulis : Dyah, ning Indah, Leli, Nuyung, Neneng, Ema,

Fina, Ainul, Nurul, Fery, Zaky, Umam, Fahmi, Farid, Seil, ka Alvin, ning

Zuwi, Udin, sodara Fitri, Hanik, CSS MoRA 2009, Wafa, teman

seperjuangan di LIPI (Dimas dan Lina), dan lainnya.

12.Teman-teman EDTA-C beserta keluarga besar Farmasi 09 atas semangat

dan kebersamaan selama perkuliahan.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini, yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah swt.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis nantikan. Semoga skripsi ini

dapat memberikan sumbangan yang berharga, bagi kepentingan keilmuan maupun

aplikasi di dunia kesehatan.

Jakarta, 2 Oktober 2013

(10)

x

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Farichah Mansuroh

NIM : 109102000050

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul :

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL KULIT AKAR GINSENG

KUNING (Rennellia elliptica Korth.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)

Untuk ditampilkan di Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai

dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 2 Oktober 2013

Yang menyatakan,

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.1 Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) ... 4

2.2 Hewan Percobaan... 5

2.6.1 Penentuan LD50 berdasarkan OECD ... 12

2.6 Efek Toksik Teerhadap Organ Sasaran ... 16

(12)

xii

3.3.1 Uji Kadar Air Simplisia ... 19

3.3.2 Ekstraksi Kulit Akar Ginseng Kuning ... 19

3.3.3 Hewan Percobaan ... 20

3.3.4 Uji Toksisitas Akut ... 20

3.3.5 Pengamatan Histopatologi Organ Mencit ... 21

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN . ... 24

4.1 Hasil penelitian ... 24

4.1.1 Kadar Air Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng Kuning ... 24

4.1.2 Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas ... 24

4.1.3 Hasil Bobot Mencit ... 24

4.1.4 Hasil Uji Toksisitas ... 25

4.1.5 Hasil Pengamatan Organ Secara Makroskopis ... 25

4.1.6 Hasil Pengamatan Histopatologi ... 25

4.2Pembahasan ... 27

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

(13)

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi toksisitas akut ... 10

Tabel 2.2 Perbandingan metode yang berbeda dalam penentuan nilai LD50 ... 11

Tabel 2.3 Prinsip penentuan LD50 pada tiga metode ... 15

Tabel 3.1 Perlakuan terhadap mencit ... 21

Tabel 4.1 Bobot Mencit... 24

(14)

xiv

Halaman

(15)

Lampiran 1. Alur Kerja. ... 38

Lampiran 2. Penghitungan Kadar Air Simplisia, Rendemen Ekstrak, dan Pembuatan Larutan Uji ... 40

Lampiran 3. Hasil Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas ... 42

Lampiran 4. Analisa Data Bobot Mencit ... 44

Lampiran 5. Hasil Uji Toksisitas Akut ... 47

Lampiran 6. Histopatologi Organ Hati... 48

Lampiran 7. Histopatologi Organ Ginjal ... 51

Lampiran 8. Histopatologi Organ Limpa ... 54

(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional memiliki sejarah yang sangat panjang. Hal ini

merupakan suatu kekayaan pengetahuan, keterampilan dan praktik berdasarkan

keyakinan dan pengalaman adat yang setiap daerah memiliki budaya yang

berbeda. Praktik pengobatan tradisional sangat bervariasi dari satu negara ke

negara, dan dari daerah ke daerah, karena hal tersebut dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti budaya, sejarah, sikap personal dan filsafat. Menurut WHO, 80%

penduduk dunia masih bergantung pada pengobatan tradisional. Sejarah panjang

menunjukkan bahwa terdapat banyak praktik pengobatan tradisional berdasarkan

pengalaman, kemudian diteruskan dari generasi ke generasi, telah menunjukkan

keamanan dan kemanjuran obat tradisional. Namun, diperlukan penelitian ilmiah

untuk memberikan bukti keamanan dan kemanjuran dari obat tradisional tersebut

(WHO, 2000).

Indonesia merupakan negara tropis dengan sumber tanaman obat yang

berlimpah dan juga merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar

kedua di dunia setelah Brazil, bahkan dapat menjadi posisi pertama jika

keanekaragaman hayati laut juga dipertimbangkan. Sekitar 80% sumber tanaman

obat di dunia terdapat di hutan tropis Indonesia (Handa, et al., 2006). Salah satu

tanaman yang terdapat di hutan di Indonesia adalah Ginseng Kuning (Rennellia

elliptica Korth.), tanaman ini merupakan tanaman dari genus Rennellia dan

termasuk dalam Famili Rubiaceae. Tanaman tersebut tumbuh di daerah Sumatera

dan Kalimantan (Suratman, 2008). Akar dari tanaman ini telah dimanfaatkan

secara tradisional untuk mengobati nyeri badan, tonik setelah melahirkan, serta

digunakan sebagai zat afrodisiak. Secara ilmiah, telah dilaporkan bahwa akar

tumbuhan tersebut mengandung antrakuinon yang berfungsi sebagai

antiplasmodial dengan nilai IC50 4,04 µg/mL (Osman, et al., 2010) dan juga

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hakekatnya maksud obat tradisional ditelitikembangkan adalah untuk

dimanfaatkan sebagai obat untuk manusia, karenanya uji toksisitas obat

tradisional perlu dilakukan untuk menilai keamanan obat tradisional yang di uji.

Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis, yaitu: uji toksisitas umum (akut,

subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenic, dan

karsinogenik) (Derkes RI, 2000).

Dalam rangka pengembangan pemanfaatan akar Ginseng Kuning sebagai

bahan obat, perlu dilakukan penelitian mengenai efikasi dan keamanannya. Uji

toksisitas ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian studi terhadap akar

Ginseng Kuning yang juga meliputi evaluasi senyawa bioaktif dan studi preklinik

sebagai afrodisiak guna mendukung penggunaan bahan tumbuhan ini sebagai

bahan afrodisiak. Uji toksisitas bahan obat pada tahap preklinik meliputi uji

toksisitas umum dengan dosis tunggal (akut) dan dosis berulang. Saat ini belum

terdapat laporan tentang tingkat keamanan dalam penggunaan akar tumbuhan

Ginseng Kuning. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dipelajari derajat

efisiensi, keamanan dan efek-efek yang ditimbulkan pada penggunaan ekstrak

akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) sebagai obat tradisional seperti

yang telah digunakan, dengan menentukan dosis toksisitas akut (LD50) serta

melihat histopatologi yang terjadi pada organ hati, ginjal, dan limpa pada mencit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian dosis tunggal ekstrak etanol kulit akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) memiliki efek toksik terhadap

mencit?

2. Berapa nilai LD50 ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning (Rennellia

elliptica Korth.) yang diberikan per oral pada mencit?

3. Bagaimana pengaruh pemberian dosis tunggal ekstrak etanol kulit akar

Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) terhadap histopatologi

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.3 Tujuan Penelitian

Menentukan toksisitas akut ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning

(Rennellia elliptica Korth.) yang diberikan per oral pada mencit dengan

menentukan LD50 serta pengaruhnya terhadap histopatologi organ hati, ginjal, dan

limpa mencit.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penelitian lebih

lanjut mengenai toksisitas akut pemberian ekstrak etanol kulit akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) terhadap mencit dan memperkirakan resiko

penggunaan ekstrak kulit akar Ginseng Kuning pada manusia, sehingga nantinya

penggunaan ekstrak tersebut dapat dilakukan secara aman. Selain itu juga sebagai

landasan bagi pengembangan lebih lanjut kulit akar Ginseng Kuning sebagai

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)

Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) merupakan tumbuhan dari

famili Rubiaceae yang tumbuh di sepanjang tepi sungai dan hutan di dataran

rendah, pada ketinggian 40-650 m di atas permukaan laut. Tumbuhan ini tersebar

di bagian selatan Myanmar sampai Malaysia Barat, serta daerah Sumatera,

Kalimantan, dan Semenanjung Melayu. Di Sumatera, spesies ini terdapat di

Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Nama daerah dari

tumbuhan ini dikenal dengan nama Jarum-Jarum Betina, Kayu Kuni, Kayu Kemik

(Minangkabau). Di Malaysia dikenal dengan sebutan Segemuk atau Mengkudu

Rimba, dan juga disebut dengan sebutan Ginseng Kuning karena berupa akar

dengan warna kuning (Suratman, 2008; Osman, et al., 2010; Ismail, et al., 2012).

Gambar 2.1 Akar, buah, dan daun Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)

(Ismail et al, 2012)

Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) memiliki bentuk pohon kecil

atau semak belukar dengan tinggi 1,5-2 m, dengan batang lignosus. Daun

berbentuk bulat panjang dengan panjang 8-23 cm, berwarna hijau tua atau hijau

pucat, dengan tangkai yang panjang. Bunga berwarna putih atau ungu gelap dan

beraroma sangat harum. Buah berbentuk bulat dan berwarna hijau (Suratman,

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

(Sumber:NCBI,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser)

Ekstrak akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) secara

tradisional telah digunakan untuk berbagai tujuan, diantaranya sebagai zat

afrodisiak, untuk mengobati nyeri badan dan untuk mengatasi sakit setelah

melahirkan. Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) mengandung

antrakuinon yang berfungsi sebagai antiplasmodial dengan nilai IC50 4,04 µg/mL

(Osman, et al., 2010) dan juga sebagai antioksidan (Ahmad, et al., 2010).

Senyawa yang terkandung dalam akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica

Korth.) adalah 1,2-dimetoksi-6-metil-9,10-antrakuinon, rubiadin,

1-hidroksi-2-metoksi-6-metil-9,10-antrakuinon, nordamnacanthal, damnacanthal,

3-formil-2-hidroksi-9,10-antrakuinon, lucidin-ω-metil eter,

3-hiodroksi-2-metil-9,10-antrakuinon, 2-hidroksi-3-metoksi-6-metil-9,10-3-hiodroksi-2-metil-9,10-antrakuinon, rubiadin-l-metil eter,

3-hidroksi-2-hidroksimetil-9,10-antrakuinon (Ismail, et al., 2012).

2.2 Hewan Percobaan

Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji toksisitas

akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan

tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan pada

uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci, babi, anjing, monyet.

Tikus dan mencit merupakan hewan yang paling umum digunakan dalam

(21)

penelitian ilmiah, tikus dan mencit merupakan spesies hewan yang hampir 14 kali

lebih banyak digunakan dibanding dengan spesies lainnya (Porter, 2000).

Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan

avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun seiring

perkembangan zaman tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan

catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling

sering dipakai adalah mencit dengan mempertimbangkan faktor ukuran,

kemudahan perawatan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan relevan

(Jacobson, et al., 2004). Taksonomi dari mencit yaitu :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Sub family : Murinae

Genus : Mus

Species : Mus musculus (Sumber :Schwiebert, 2007 )

2.3 Metode Ekstraksi (Depkes RI, 2000)

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Berikut

adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut:

2.3.1 Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan merendam

serbuk simplisia dalam cairan penyari (pelarut) dengan beberapa kali pengocokan

atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk

ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan dalam suatu

bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat

aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

2.3.2 Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Sokhlet

Sokhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-500C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)

selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk

menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati.

(23)

oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh

disimpan lebih dari 4 jam.

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.4 Toksisitas

Suatu zat kimia dikatakan toksik (beracun) diartikan sebagai zat yang

berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada

suatu organisme. Sifat toksik suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi

racun pada reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme, dan bentuk efek

yang ditimbulkan. Toksisitas merupakan istilah relatif dari suatu zat kimia, dalam

kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme

biologi pada suatu organisme (Wirasuta, et al., 2007).

Pada umumnya pajanan zat kimia tidak dapat dihindari (pada kasus tertentu

bahkan dikehendaki), seharusnya dilakukan evaluasi toksikologi terhadap

kebanyakan zat kimia untuk menentukan tingkat pajanan yang kiranya tidak

menimbulkan resiko. Umumnya uji toksisitas bertujuan untuk menilai resiko yang

mungkin ditimbulkan dari suatu zat kimia toksikan pada manusia. Untuk

mengenali suatu zat kimia maka perlu dikenali bahaya yang mungkin ditimbulkan.

Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan serta menyusun data toksisitas yang

relevan dan data yang berkaitan (Lu, 1995).

Tujuan akhir dari uji toksikologi dan penelitian lainnya yang berkaitan

dalam menilai keamanan/resiko toksikan pada manusia, idealnya data

dikumpulkan dari manusia. Tetapi karena hambatan etik tidak memungkinkan

langsung melakukan uji toksisitas pada manusia. Oleh karena itu uji toksikologi

umumnya dilakukan pada binatang, hewan sel tunggal, atau sel kultur. Dari

data-data tersebut dilakukan ekstrapolasi ke manusia, sehingga diperoleh

batasan-batasan nilai yang dapat diterapkan pada manusia guna memenuhi tujuan akhir

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Uji Toksisitas

Pengujian toksisitas diperlukan untuk mengetahui dosis yang dapat

menyebabkan keracunan. Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga

kategori: (1) Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan zat kimia yang

sedang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam waktu 24 jam; (2) Uji

toksisitas jangka pendek (subakut atau subkronik) dilakukan dengan memberikan

bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu

selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan; (3) Uji toksisitas

jangka panjang (kronik) dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-ulang

selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari

hidupnya (Lu, 1995).

Menurut Gupta, et al. (2012), Uji toksisitas akut merupakan uji di mana

dosis tunggal zat kimia yang diberikan pada hewan percobaan untuk menentukan

LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50% dari kelompok hewan percobaan).

Hal ini merupakan langkah awal dalam penilaian dan evaluasi sifat toksik dari

suatu zat kimia serta merupakan salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan pada

semua senyawa.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan nilai LD50

diantaranya yaitu, pengacakan hewan percobaan, selisih bobot antar hewan,

pengosongan lambung (puasa), dan ketersediaan air. Selain itu juga dipengaruhi

oleh penentuan dosis awal percobaan untuk meminimalkan hewan yang mati,

sehingga mengurangi jumlah hewan yang digunakan dalam percobaan. Metode ini

juga meningkatkan presisi dari nilai LD50 (Gupta, et al., 2012 ). Kategori dan

kriteria nilai toksisitas akut dinyatakan sebagai nilai LD50 atau sebagai estimasi

(25)

Tabel 2.1 Klasifikasi Toksisitas Akut

Kategori Kriteria Tingkat kebahayaan

1 Oral LD50: ≤ 5 mg/kgBB;

Dermal LD50: ≤ 50 mg/kgBB;

Inhalasi (gas) LC50: ≤ 100 ppm;

Inhalasi (uap) LC50: ≤ 0,5 mg/L;

Inhalasi (debu, kabut) LC50: ≤0,05 mg/L

Simbol

Tanda Bahaya

Pernyataan Oral : Fatal jika tertelan Dermal :Fatal jika terkena kulit Gas, udara, debu, kabut : Fatal

Pernyataan Oral : Fatal jika tertelan Dermal : Fatal jika terkena kulit Gas, udara. debu, kabut : Fatal jika terhirup

3 Oral LD50: 50 < mg/kgBB≤ 300;

Dermal LD50: 200 < mg/kgBB ≤ 1000;

Inhalasi (gas) LC50: 500< ppm ≤ 2500;

Inhalasi (uap) LC50: 2,0 < mg/L ≤ 10,0;

Inhalasi (debu, kabut) LC50: 0,5< mg/L ≤

1,0

Simbol

Tanda Bahaya

Pernyataan Oral : Toksik jika tertelan Dermal : Toksik jika terkena kulit Gas, udara. debu, kabut : Toksik jika terhirup

4 Oral LD50: 300 < mg/kgBB≤ 2000;

Dermal LD50: 1000 < mg/kgBB ≤ 2000;

Inhalasi (gas) LC50: 2500< ppm ≤ 20000;

Inhalasi (uap) LC50: 10,0 < mg/L ≤ 20,0;

Inhalasi (debu, kabut) LC50: 1,0< mg/L ≤

5,0

Simbol

Tanda Peringatan

Pernyataan Oral : Bahaya jika tertelan Dermal : Bahaya jika terkena kulit Gas, udara, debu, kabut : Bahaya jika terhirup

5 Oral atau dermal LD50 : 2000 < mg/kgBB

≤ 5000

Inhalasi (gas, udara dan/atau debu/kabut) LC50 sama dengan range LD50 pada oral

dan dermal (2000 < mg/kgBB ≤ 5000)

Kriteria tambahan:

a. Terdapat indikasi menimbulkan efek toksik yang signifikan pada manusia; b. Terdapat kematian pada kategori 4; c. Terdapat tanda-tanda klinis yang

signifikn pada kategori 4; d. Indikasi dari studi lain

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.6 Penentuan LD50

Dalam menentukan nilai LD50 terdapat beberapa metode yang digunakan,

seperti metode grafik (Miller-Tainter), metode aritmatika (Karber), dan

pendekatan statistik. Metode lain yang juga sering digunakan diantaranya adalah

metode Litchfield dan Wilcoxson, serta metode Reed-Muench. Dari beberapa

metode tersebut Paramveer. S, et al. (2010), menyimpulkan perbandingan dari

metode-metode tersebut seperti pada tabel dibawah ini.

Table.2.2 Perbandingan metode yang berbeda dalam penentuan nilai LD50

Metode Karber Metode Miller – Tainter Metode Lorke

Jumlah hewan Melebihi kebutuhan Melebihi kebutuhan Tepat

Pengeluaran Tinggi Tinggi Rata-rata (biasa)

Keakuratan hasil Tidak akurat Tidak akurat Meragukan

Sumber : Paramveer, S (2010)

Selain dari metode yang telah banyak digunakan, terdapat tiga metode

alternatif yang diadopsi dimana menggunakan perlakuan yang lebih manusiawi

terhadap hewan dan menggunakan lebih sedikit hewan. Metode tersebut merekam

tanda-tanda toksisitas sampai menunjukkan kematian pada hewan percobaan.

Menurut Paramveer. S, et al. (2010), tiga metode alternatif tersebut adalah metode

dari OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development)

yaitu:

1. Prosedur Penetapan Dosis (Fixed Dose Procedure )- OECD 420

2. Metode Tingkat Toksik Akut (Acute Toxic Class method)-OECD 423

3. Prosedur peningkatan dan penurunan (Up-and-Down Procedure)-OECD

425

Ketiga metode uji toksisitas akut dari OECD tersebut merupakan pilihan yang

dapat digunakan dalam penentuan nilai LD50. Seperti metode uji toksisitas akut

lainnya, Up and Down Procedure (UDP) merupakan metode yang dapat dipercaya

dalam uji toksisitas akut. UDP adalah metode yang efisien dalam menentukan

nilai LD50. Metode ini dapat memperkirakan klasifikasi tingkat bahaya dengan

(27)

Sehingga dalam hal ini penggunaan metode UDP dapat dipertimbangkan secara

ekonomi, sains, dan etik (WHO, 2002).

2.6.1 Penentuan LD50 berdasarkan OECD

Panduan dari OECD (The Organisation for Economic Co-operation and

Development) yang membahas tentang uji toksisitas menjelaskan bahwa semua

panduan dari OECD melibatkan pemberian dosis tunggal dari sampel uji untuk

hewan dewasa muda yang sehat secara oral, pemgamatan dilakukan sampai 14

hari setelah pemberian dosis, dengan pencatatan berat badan dan nekropsi dari

semua hewan. Dosis dapat diberikan berdasarkan pada volume konstan atau

konsentrasi konstan tergantung pada kebutuhan toksikologi. Setiap hewan dipilih

secara acak. Pada saat pemberian sampel uji, setiap hewan harus berumur antara

8-12 minggu dan beratnya harus dalam interval ± 20% dari berat rata-rata semua

hewan. Titik akhir untuk Panduan 423 dan 425 adalah angka kematian, tetapi

untuk Pedoman 420 itu adalah pengamatan tanda-tanda jelas yang menunjukkan

toksisitas (evident toxicity) (OECD,2001).

Panduan 420 (Fixed Dose Procedure): Studi pengamatan untuk memilih

dosis awal yang tepat dan meminimalkan jumlah hewan yang digunakan. Dosis

yang digunakan adalah 5, 50, 300 atau 2000 mg/kgbb. Kelompok hewan

dilakukan pemberian setiap tingkat dosis sampel secara bertahap, dengan dosis

awal yang terpilih diharapkan menghasilkan beberapa tanda-tanda toksisitas.

Kelompok hewan selajutnya diberikan dosis yang lebih tinggi atau lebih rendah,

tergantung pada tanda-tanda toksisitas, sampai tujuan dicapai, yaitu, klasifikasi zat

uji berdasarkan identifikasi dosis menyebabkan evident toxicity. Setiap kelompok

dalam satu tingkat dosis terdiri dari lima hewan dewasa muda dari satu jenis

kelamin. Hewan diamati secara individu pada tiap-tiap tingkatan dosis. Jumlah

hewan yang digunakan antara 5-7 hewan, dan 5 hewan yang digunakan dalam uji

limit dose (OECD,2001).

Panduan 423 (Acute Toxic Class): Dosis yang digunakan adalah 5, 50,

300 atau 2000 mg/kgbb. Pemberian sampel uji pada tiap kelompok hewan

dilakukan secara bertahap, dengan dosis awal yang terpilih diharapkan

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diberikan dosis lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung pada kematian, sampai

tujuan dicapai, yaitu, klasifikasi zat uji berdasarkan identifikasi dosis yang

menyebabkan kematian, kecuali bila tidak ada efek pada dosis tertinggi. Pengujian

ini menggunakan 3 hewan dari satu jenis kelamin dalam tiap kelompok. Rata-rata

jumlah hewan yang digunakan adalah 7, dan sekitar 6 hewan yang digunakan

dalam uji limit dose (OECD,2001).

Panduan 425 (Up and Down Procedure): Pada metode ini terdapat dua

macam cara pengujian toksisitas akut secara oral, yaitu limit test dan main test.

Limit test digunakan ketika diketahui bahwa zat uji yang akan diujikan memiliki

tingkat toksisitas yang rendah, mempunyai dosis toksik dibawah batas dosis yang

telah ditentukan. Sedangkan ketika terdapat sedikit atau tidak ada informasi

tentang toksisitas zat uji tersebut atau jika diduga toksik, maka digunakan main

test (OECD, 2008).

Pada pengujian dengan limit test, digunakan satu hewan terlebih dahulu

untuk diberikan sampel dengan dosis 2000 mg/kgbb. jika hewan tersebut mati

maka dilakukan main test, tetapi jika hewan tersebut hidup maka digunakan empat

hewan lainnya dan diberikan dosis yang sama. Dari kelima hewan tersebut jika

terdapat tiga atau lebih hewan yang masih bertahan hidup maka dosis toksik

sampel lebih dari 2000 mg/kgbb. tetapi jika terdapat tiga atau lebih hewan yang

mati maka dilakukan pengujian main test (OECD, 2008).

Panduan ini juga merupakan prosedur yang bertahap, tetapi menggunakan

hewan tunggal, dengan hewan pertama diberikan dosis di bawah estimasi dari

LD50. Tergantung pada hasil dari hewan sebelumnya, dosis selanjutnya ditambah

atau dikurangi dengan faktor antilog 1/estimasi kemiringan (slope) pada kurva

dosis respon, biasanya dengan faktor 3,2. Urutan ini berlanjut sampai ada

pembalikan dari hasil awal, kemudian, dosis yang diberikan pada hewan

selanjutnya mengikuti prinsip up-down sampai stopping criteria terpenuhi. Jika

tidak ada pembalikan sebelum mencapai batas dosis yang dipilih (2000 atau 5000

mg/kgbb), maka hewan yang digunakan tidak lebih dari jumlah hewan yang ada

pada limit test. Pilihan untuk menggunakan dosis batas atas 5000 mg/kgbb

digunakan hanya jika dibenarkan oleh kebutuhan regulasi tertentu. Stopping

(29)

a. 3 hewan berturut-turut bertahan di atas batas dosis;

b. 5 pembalikan (reverse) terjadi pada setiap 6 hewan yang diuji berturut-turut;

c. Sedikitnya terdapat 4 hewan telah mengalami pembalikan pertama.

Pengujian ini menggunakan satu hewan dari satu jenis kelamin. Pemodelan

statistik menunjukkan bahwa rata-rata jumlah hewan yang digunakan dalam

pengujian ini adalah sekitar 6-9 hewan dan 5 hewan yang digunakan dalam limit

test (OECD, 2001).

Untuk ketiga panduan tersebut, pengamatan klinis yang cermat harus

dilakukan setidaknya dua kali pada hari pemberian dosis atau lebih sering ketika

menunjukkan respon dari hewan, dan setidaknya sekali sehari setelahnya.

Pengamatan tambahan dilakukan jika hewan terus menunjukkan tanda-tanda

toksisitas. Pengamatan meliputi perubahan kulit dan bulu, mata dan selaput lendir,

pernapasan, peredaran darah, sistem saraf pusat dan otonom, aktivitas

somatomotor dan tingkah laku. Pengamatan tambahan dibutuhkan jika terdapat

hewan yang menunjukkan tanda-tanda keracunan, Pengamatan yang dilakukan

meliputi tremor (gemetar), konvulsi (kejang), salivasi, diare, letargi (kelesuan),

sedatif dan koma. Jika terdapat hewan yang dalam keadaan hampir mati dan

menujukkan kesakitan yang hebat atau menunjukkan stress hebat sebaiknya

dibunuh. Hewan yang dibunuh dianggap dalam interpretasi hasil dengan cara yang

sama seperti hewan yang mati pada pengujian (OECD,2001).

Botham (2002), menyimpulkan ketiga alternatif metode tersebut dalam tabel

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Table 2.3 Prinsip penentuan LD50 pada tiga metode alternatif

OECD 420 (Fixed Dose

kelamin (biasanya betina), dengan pengamatan klinis, bobot, kematian lebih dari 14 hari, dan nekropsi

tingkatan dosis (5, 50, 300, 2000 (5000) mg/kgBB)

Dimulai dari perkiraan LD50

(175 mg/kgBB) dan menggunakan faktor

peningkatan biasanya 3,2 kali, digunakan satu hewan

sampai bertemu salah satu dari stopping criteria

Tujuan Identifikasi dosis

dibawah dosis yang menyebabkan evident

toxicity

Identifikasi dosis dibawah

dosis yang telah ditentukan yang

menyebabkan kematian

Estimasi LD50

Output Rentang perkiraan LD50

Tanda-tanda toksisitas

Keterbatasan dari ketiga metode tersebut adalah (OECD,2001) :

1. Metode ini mungkin memiliki hasil klasifikasi yang melebihi atau kurang

tepat terhadap nilai LD50 sesungguhnya dan hasil yang diperoleh cenderung

dipengaruhi oleh pemilihan dosis awal yang digunakan terutama pada zat

yang memiliki dosis yang rendah.

2. Bisa saja zat uji dapat menyebabkan kematian tertunda (5 hari atau lebih

setelah pemberian zat uji). Zat uji yang dapat menyebabkan kematian tertunda

berpengaruh pada penggunaan panduan 425, dimana durasi pengujian lebih

(31)

temuan kematian tertunda mungkin memerlukan tambahan dosis dengan

tingkat yang lebih rendah yang dilakukan secara berulang.

2.7 Efek Toksik Terhadap Organ Sasaran

2.7.1 Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menempati hampir seluruh

bagian atas rongga abdomen. Dalam hati terdapat 3 jenis jaringan yang penting,

yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah, dan susunan saluran empedu.

Ketiga jaringan ini berhubungan erat, sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan lain. Histologi hati terdiri atas lobulus.

Lobulus berisi sel epitel khusus yang disebut hepatosit yang tersusun tidak teratur,

bercabang-cabang dan selnya saling berhubungan mengelilingi vena sentralis.

Pada kapiler terdapat celah garis endotel yang disebut sinusoid yang merupakan

tempat perlintasan darah. Pada sinusoid terdapat sel fagositosis yang disebut sel

Kuppfer yang berfungsi menghancurkan leukosit dan sel darah merah yang rusak,

bakteri dan benda asing lain pada aliran pembuluh darah vena dari traktus

gastrointestinalis (Tortora, 2005).

Pemeriksaan histopatologi meliputi perubahan berat organ dan penampilan

warna hewan uji. Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat

toksisitas, seperti perlemakan hati atau sirosis. Biasanya berat organ merupakan

penunjuk yang sangat peka dari efek pada hati. Pemeriksaan mikroskopik dapat

menggunakan mikroskop cahaya untuk mendeteksi berbagai jenis kelainan,

seperti perlemakan, sirosis, nekrosis, nodul hiperplastik, dan neoplasia (Lu, 1995).

2.7.2 Ginjal

. Ginjal merupakan organ yang berperan mengatur keseimbangan cairan

tubuh serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Nefron merupakan unit

fungsional dan struktural dari ginjal dan ginjal terdiri dari ribuan nefron. Tiap

nefron terdiri dari dua bagian, yaitu korpus renalis dimana plasma darah difiltrasi

dan tubulus renalis yang mengabsorpsi dan mensekresi cairan yang lewat. Korpus

renalis dibagi menjadi dua bagian yaitu glomerulus (kapiler glomerulus) dan

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi tiga bagian, yaitu tubulus proksimal, lengkung henle dan tubulus distalis

(Tortora 2005).

Pemeriksaan patologi makroskopik dilakukan dengan menimbang berat

ginjal hewan uji. Bila terdapat perbedaan dengan hewan pembanding sering

menujukkan terjadinya lesi ginjal. Dan pemeriksaan mikroskopik dapat

mengungkapkan tempat, luas, dan sifat morfologik lesi ginjal (Lu, 1995).

2.7.3 Limpa

Limpa merupakan organ limfoid terbesar dan terletak di antara fundus

lambung dan diafragma. Limpa dibungkus oleh peritoneum dan berhubungan

dengan lambung, diafragma, dan ginjal kiri oleh lipatan peritoneum yang disebut

ligamen gastrolienal, frenikolienal dan lienorenal. Limpa berfungsi sebagai imun

terhadap antigen yang terbawa oleh darah, mengakumulasi limfosit dan makrofag,

dan degradasi eritrosit. Limpa dibungkus oleh kapsula, yang terdiri atas dua

lapisan, yaitu satu lapisan jaringan penyokong yang tebal dan satu lapisan otot

halus. Perpanjangan kapsula ke dalam parenkim limpa disebut trabekula.

Trabekula mengandung arteri, vena, saraf, dan pembuluh limfe. Parenkim limpa

disebut pulpa yang terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah

berwarna merah gelap pada potongan limpa segar. Pulpa merah terdiri atas

sinusoid limpa .Pulpa putih tersebar dalam pulpa merah, berbentuk oval dan

berwarna putih kelabu. Pulpa putih terdiri atas pariarteriolar limphoid sheats

(PALS), folikel limfoid, dan zona marginal (Fawcett, 2002).

Struktur intern limpa dan keterkaitan antara pulpa putih dan pulpa merah

didasarkan atas penyebaran pembuluh darahnya. Pulpa putih parenkim limpa

disusun sekitar arteri dan pulpa merah mengisi celah-celah diantara sinus-sinus

venosus. Spesies dengan volume darah relatif kecil (kelinci, rodensia percobaan)

memiliki banyak pulpa putih, kerangka jaringan ikat nyata, dan otot-otot polos

(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Biosains dan Laboratorium

Reproduksi Pusat Penelitian Biologi LIPI yang berada di Jalan Raya

Jakarta-Bogor Km.46 Cibinong Jakarta-Bogor, serta di Laboratorium Penelitian I FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat, yang dimulai

dari bulan April sampai September 2013.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari gunting, gelas beker (pyrex), gelas

ukur (pyrex), pipet tetes, spatula, batang pengaduk, erlenmeyer (pyrex), labu 100

ml (pyrex), kertas saring (whatman no.2), vial, timbangan analitik, rotary

evaporator (heidolph WB 2000), freeze dryer (eyela), sonde, kandang mencit,

masker, sarung tangan, timbangan hewan, papan bedah, alat bedah steril,

mikrotom (yamato), oven, kaca objek, dan mikroskop (Olympus IX71).

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan yaitu; aquadest, etanol 96%, Na CMC

(Sigma), eter, Buffer Neutral Formalin (BNF) 10 %, alkohol, xylen, paraffin, dan

pewarna haematoksilin-eosin.

3.2.3 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini ialah kulit akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat

dan merupakan koleksi Laboratorium Fitokimia Pusat Penelitian Biologi Lembaga

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2.4 Hewan Coba

Hewan percobaan yang digunakan dalam penentuan nilai LD50 merupakan

mencit (Mus musculus) galur Deutsch Denken Yokken (DDY) betina yang dalam

keadaan nulipara (belum pernah melahirkan) dan tidak hamil. Hewan percobaan

berkisar antara umur 2-3 bulan dengan bobot 25-35 gram. Mencit yang digunakan

dalam penelitian ini sebanyak 7 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Patologi

FKH IPB.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Uji Kadar Air Simplisia

1 gram kulit akar Ginseng Kuning segar dimasukkan dan ditimbang

seksama dalam wadah yang telah ditara. Simplisia tersebut dikeringkan pada oven

suhu 1050 C selama 30 menit, dibiarkan hingga suhu ruang dalam desikator, dan

ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang sampai perbedaan antara 2

penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,001 g (Depkes, 2000).

3.3.2 Ekstraksi Kulit Akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)

Kulit akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Kort.) segar sebanyak

259,94 gram ditimbang dan kemudian dirajang kecil. Hasil rajangan ini

diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% yang telah

didestilasi. Volume pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah 600 mL yaitu

sampai seluruh simplisia teremdam oleh pelarut. Simplisia direndam selama

semalam (±24 jam). Proses ekstraksi ini dilakukan sebanyak lima kali dengan

volume pelarut yang sama. Hasil maserasi disaring menggunakan kapas, dan

selanjutnya disaring dengan kertas saring.

Filtrat yang diperoleh, pelarutnya diuapkan menggunakan rotary evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental yang kemudian dikeringkan dengan alat freez

dryer selama 1 hari hingga diperoleh ekstrak kering sebanyak 19,7820 gram, dan

selanjutnya dilakukan penghitungan persen rendemen ekstrak, yaitu:

(35)

3.3.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan (mencit) diaklimatisasi selama 10 hari terlebih dahulu

sebelum diberikan perlakuan dengan ditempatkan dalam kandang pada suhu 230 C

(±30 C). Hewan diberikan pellet untuk mencit dan air minum (ad libitum).

Aklimatisasi dilakukan agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Selama proses aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta

penimbangan bobot mencit.

3.3.4 Uji Toksisitas Akut

3.3.4.1Penentuan Nilai LD50 (OECD, 2008)

Penentuan nilai LD50 ini menggunakan metode Up and Down Procedure

dengan uji batas dosis (limit test), dimana sebelum diberikan perlakuan, tiga

mencit dipuasakan (tidak diberikan makan) terlebih dahulu selama 3-4 jam

dengan tetap diberikan minum (ad libitum). Setelah dipuasakan mencit ditimbang

dan kemudian satu mencit diberikan secara oral dosis tunggal ekstrak etanol kulit

akar Ginseng Kuning dengan dosis 2000 mg/kgbb yang telah disuspensikan dalam

Na CMC 1%. Volume Administrasi Obat (VAO) dihitung sesuai dengan bobot

mencit, volume dosis tunggal yang diberikan pada mencit tidak lebih dari 1

ml/100 gram. Sedangkan 2 mencit yang lain digunakan sebagai kontrol. Untuk

mencit kontrol hanya diberikan suspensi Na CMC 1% dengan volume pemberian

sama dengan volume yang diberikan pada mencit yang diuji. Ketika sampel uji

telah diberikan, mencit tidak diberikan makan (tetap diberikan minum) selama 1-2

jam, dan kemudian mencit diberikan makan kembali secara ad libitum. Mencit

diamati setiap 30 menit selama 4 jam dan selanjutnya diamati setiap hari sampai

14 hari. Tanda-tanda toksisitas yang diamati meliputi, kulit dan bulu, mata, letargi

(kelesuan), konvulsi (kejang), tremor (gemetar), diare, dan mati.

Dua hari berikutnya pengujian toksisitas ekstrak dilanjutkan pada empat

mencit lain dengan perlakuan sebelum dan sesudah pemberian ekstrak sama

seperti mencit sebelumnya. Pengujian ini dilakukan karena pada 48 jam setelah

peberian ekstrak untuk mencit pertama masih hidup dan tidak menunjukkan

tanda-tanda toksisitas ataupun kematian. Pengamatan bobot mencit dilakukan

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 3.1 Perlakuan terhadap mencit

Mencit Perlakuan Ket

Perhitungan LD50 menggunakan software AOT 425 StatPgm.

b) Penghitungan Perbedaan Bobot Mencit

Data bobot mencit yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan

SPSS. Analisis yang dilakukan yaitu uji homogenitas dan uji kenormalan,

selanjutnya dilakukan analisis varian one way ( ANOVA ) untuk melihat

ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara mencit yang diberikan

perlakuan terhadap mencit kontrol.

3.3.5 Pengamatan Histopatologi Organ Mencit

3.3.5.1 Pengambilan Organ Mencit

Pemeriksaan histopatologi ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari

pemberian ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning terhadap organ hati, ginjal,

dan limpa mencit. Mencit yang masih bertahan hidup sampai hari ke 14,

dimatikan dengan cara inhalasi menggunakan eter. Setelah mencit mati, kemudian

dilakukan pembedahan untuk mengambil organ mencit. Pengambilan organ

mencit dilakukan sebagai berikut:

a) Mencit yang telah mati ditelentangkan pada papan bedah.

b) Kulit perut bagian bawah diangkat dengan pinset, kemudian pada bagian

tersebut digunting menggunakan gunting bedah untuk memberikan jalan

(37)

c) Pengguntingan tersebut dilanjutkan kearah perut atas sisi kanan dan kiri

hingga ke bagian bawah kedua kaki depan mencit sehingga seluruh bagian

rongga perut mencit terlihat.

d) Organ yang diambil adalah hati, ginjal, dan limpa.

3.3.5.2 Pembuatan Preparat Histologi (Talukder, 2007)

a) Fiksasi  Organ direndam dalam Buffer Neutral Formalin (BNF) 10% .

b) Dehidrasi  Organ yang telah difiksasi dalam BNF 10% di dehidrasi yaitu

dengan memotong organ kira-kira 1 cm kemudian direndam dalam alkohol

bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan-100%), masing-masing

menit, dan kemudian dimasukkan dalam paraffin 1,2, dan 3 masing-masing

1 jam. Proses ini dilakukan didalam oven dengan suhu 580 C.

e) Embedding  Organ dimasukkan dalam cetakan yang sebelumnya telah

diolesi dengan gliserol dan diisi dengan paraffin cair pada dasarnya. Organ

yang akan diamati diletakkan melintang, kemudian paraffin cair dituang

sampai cetakan penuh. Selanjutnya didiamkan pada suhu ruang selama

sehari, sampai paraffin benar-benar mengeras, setelah itu didinginkan dalam

lemari pendingin pada suhu 40 C.

f) Sectioning  Hasil cetakan dipotong dengan menggunakan mikrotom

dengan ketebalan 5 µm.

g) Afiksing  Irisan yang diperoleh dari pemotongan tersebut diletakkan di

atas gelas objek yang telah ditetesi air. Kemudian dikeringkan di atas

hotplate dengan suhu ± 400 C selama ± 2 hari.

h) Staining  Organ yang telah melekat pada gelas objek, direndam dalam

xylen selama 1 jam, kemudian dilakukan rehidrasi dengan direndam dalam

alkohol bertingkat (alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, 70%) masing-masing

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta direndam dalam pewarna Hematoksilin selama ± 30 detik, selanjutnya

dicuci pada air mengalir selama 15 menit. Setelah itu direndam dalam

aquadest kembali. Dilanjutkan dengan direndam dalam pewarna eosin

selama ± 30 detik dan kemudian direndam dalam alkohol bertingkat

(alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%) masing-masing selama ± 30

detik. Setelah itu direndam dalam xylen selama 15-30 menit.

i) Mounting  Preparat yang telah terwarnai ditetesi dengan entelan ± 1 tetes.

Kemudian ditutp dengan cover glass.

j) Preparat diamati dibawah mikroskop cahaya untuk melihat organ secara

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kadar Air Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng Kuning

Simplisia kulit akar Ginseng Kuning yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki kadar air 3,771%. Sebanyak 259,94 gram kulit akar Ginseng Kuning

yang diekstraksi dengan etanol 96% diperoleh ekstrak kering sebanyak 19,7820

gram, sehingga diperoleh nilai rendemen ekstrak sebesar 7,61% (Lampiran 2).

4.1.2 Pengamatan Tanda-Tanda Toksisitas

Pengamatan tanda-tanda toksisitas meliputi keadaan kulit dan bulu, mata,

letargi (kelesuan), konvulsi (kejang), tremor (gemetar), diare, dan mati. Saat

pengamatan tanda-tanda toksisitas, yaitu setelah pemberian dosis tunggal ekstrak

etanol kulit akar Ginseng Kuning 2000 mg/kgbb pada mencit tidak ditemukan

tanda-tanda toksisitas tersebut. Mencit yang diberikan perlakuan mempunyai

aktivitas yang sama dengan mencit kontrol (Lampiran 3).

4.1.3 Hasil Bobot Mencit

Tabel 4.1 Bobot Mencit

Mencit Bobot mencit (gram) pada hari ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 29 30 31 31 31 31 32 32 33 33 33 33 34 34 33

2 29 30 29 30 31 31 32 32 33 33 33 33 33 33 33

3 28 29 29 29 30 30 31 31 30 31 31 32 31 31 31

4 29 29 29 30 30 30 31 32 32 32 32 32 31 32 32

5 30 31 32 32 33 33 35 35 37 36 35 35 34 35 36

6 29 30 30 32 33 32 31 33 34 32 33 33 33 33 34

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.1 Grafik perubahan bobot Mencit

Perubahan bobot mencit ini dianalisa menggunakan analisa varian one way

ANOVA dan menunjukkan bahwa perbedaan bobot mencit kontrol dan bobot

mencit dengan perlakuan 2000 mg/kgbb, tidak terjadi perbedaan yang bermakna

(Lampiran 4).

4.1.4 Hasil Uji Toksisitas

Seluruh mencit yang digunakan dalam uji toksisitas dengan dosis 2000

mg/kgbb tidak mengalami kematian, sehingga nilai LD50 ekstrak etanol kulit akar

Ginseng Kuning adalah lebih dari 2000 mg/kgbb. Penentuan ini menggunakan

software AOT 425 StatPgm (Lampiran 5).

4.1.5 Hasil Pengamatan Organ Secara Makroskopis

Dari pengamatan makroskopik yang meliputi bentuk dan warna organ

diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang terjadi pada organ hati, ginjal, dan

limpa mencit yang diberikan perlakuan terhadap mencit kontrol.

4.1.6 Hasil Pengamatan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada organ hati, ginjal dan limpa

mencit kontrol dan mencit perlakuan untuk melihat kelainan pada organ tersebut

(41)

Tabel. 4.2 Hasil Pengamatan Histopatologi

Organ Mencit control Mencit perlakuan

Hati

1.Vena sentralis 2.Sel Hepatosit 3.Sinusoid

Jaringan normal, susuan sel-sel hepatosit bermuara ke vena sentralis. Tidak ditemukan tanda-tanda patologi.

1.Vena sentralis 2.Sel Hepatosit 3.Sinusoid

Jaringan normal seperti kontrol

Ginjal

1.Glomerulus

2.Tubulus Proksimal 3.Tubulus Distal

Jaringan normal, struktur glomerulus maupun tubular masih normal, dan tidak ditemukan gejala patologi.

1.Glomerulus

2.Tubulus Proksimal 3.Tubulus Distal

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Limpa

1.Pulpa Putih 2.Pulpa Merah 3.Trabekula

Jaringan normal, susunan folikel di

parakorteks dan medula tidak

menunjukkan peningkatan aktivitas dari sel imun.

Pada penelitian ini, sampel uji yang digunakan adalah ekstrak etanol kulit

akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.), dimana kulit akar tumbuhan

tersebut merupakan koleksi yang ada di Laboratorium Fitokimia Puslit Biologi

LIPI yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat. Kulit akar dari Ginseng

Kuning yang masih segar dilakukan uji kadar air simplisia dan diperoleh kadar air

simplisia kulit akar Ginseng Kuning sebesar 3,771%. Kulit akar tersebut

diekstraksi dengan etanol 96% menggunakan metode maserasi. Etanol digunakan

sebagai pelarut kareana senyawa mayor dari kulit akar Ginseng Kuning adalah

rubiadin, dimana rubiadin ini merupakan polifenol. Etanol merupakan salah satu

pelarut yang baik digunakan dalam ekstraksi senyawa polifenol, selain itu juga

aman jika dikonsumsi (Dai, et al., 2010). Metode maserasi digunakan karena

metode ini cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan (Depkes RI, 2000). Dari 259,94 gram kulit akar Ginseng Kuning segar

yang diekstrak, diperoleh 19,7820 gram ekstrak kering. Sehingga diperoleh

rendemen ekstrak sebanyak 7,61%. Ekstrak kering inilah yang digunakan untuk

(43)

Uji toksisitas akut ini dilakukan karena pada akar tumbuhan Ginseng

Kuning ini telah digunakan secara tradisional serta telah terbukti memiliki

aktivitas sebagai antiplasmodial dan sebagai antioksidan, dimana semua itu akan

memiliki manfaat yang besar bagi manusia. Sehingga uji toksisitas ini perlu

dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dari tumbuhan tersebut. Pada uji

toksisitas akut dalam penelitian ini menggunakan metode Up and Down

Procedure (UDP). Metode ini merupakan metode alternatif dalam pengujian

toksisitas akut. Ketika dibandingkan dengan metode penentuan nilai LD50

konvensional, Up and down procedure ini menggunakan hewan yang lebih

sedikit, bahkan sampai sepertiga dari jumlah hewan yang digunakan dalam

metode konvensional (Erkekoglu, et al., 2011). Dalam analisa perbandingan

dengan metode konvensional, UDP merupakan metode yang paling sederhana

untuk digunakan dan menghasilkan nilai LD50 yang sangat bagus dibanding

dengan nilai LD50 dari metode konvensional (Lipnick, et al., 1995). Selain itu,

dalam Hanbook Non-Safety Clinical Testing menyebutkan bahwa WHO

menyarankan untuk menggunakan metode ini dalam pengujian toksisitas akut. Hal

ini dikarenakan bahwa metode tersebut merupakan metode yang fleksibel dan

dapat dipertimbangkan secara ekonomi, sains, dan etik.

Pada penelitian ini penggunaan metode UDP dipilih uji batas dosis (limit

test), dikarenakan ekstrak akar Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)

tersebut telah digunakan oleh masyarakat. Sehingga dapat diasumsikan bahwa

ekstrak tersebut memiliki tingkat toksisitas yang rendah. Dalam penggunaan limit

test ini dipilih dosis 2000 mg/kgbb, karena dalam panduan internasional

menyarankan bahwa untuk uji toksisitas akut dengan dosis tunggal disarankan

untuk menggunakan dosis teratas (limit dose) 2000mg/kgbb (WHO, 2002). Selain

itu juga dalam klasifikasi tingkatan toksik dalam GHS (The Globally Harmonized

System of Classification and Labelling of Chemicals) disebutkan bahwa diatas

dosis 2000 mg/kgbb termasuk dalam kategori toksisitas yang rendah dan sudah

tidak terdapat simbol atau tanda peringatan keamanan dalam pelabelan yang perlu

dicantumkan.

Pada penelitian ini digunakan mencit betina galur Deutsch Denken Yokken

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut ekonomis, mudah didapat, perawatannya mudah (Harmita, 2006). Galur

DDY dipilih karena memiliki reproduksi yang baik dan pertumbuhan yang

unggul, selain itu galur ini sudah banyak digunakan dalam penelitian berbagai

bidang, seperti studi farmakologi, farmakokinetik, dan toksikologi (NIBIO, 2005).

Mencit betina yang digunakan dalam keadaan nulipara (belum pernah

melahirkan) dan tidak hamil. Hewan betina digunakan karena dalam pengujian

toksisitas akut menggunakan hewan jantan dan betina akan diperoleh hasil yang

sama. Ketika terdapat perbedaan respon yang diberikan antara jantan dan betina,

secara umum hewan betina lebih sensitif dibanding dengan jantan (Lipnick, et al.,

1995).

Mencit yang digunakan terlebih dahulu diaklimatisasi selama 10 hari

untuk proses adaptasi dengan kondisi lingkungan baru (kandang mencit). Selama

masa aklimatisasi tersebut, mencit diberi makan pellet dan minum (ad libitum)

dan ditempatkan pada kandang dengan suhu 230 C (±30) (OECD, 2008).

Aklimatisasi ini dilakukan agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan yang baru.

Pada pengujian ini mencit diberikan bahan uji secara oral menggunakan

sonde. Rute oral dipilih karena disesuaikan dengan rute yang biasanya digunakan

pada manusia dalam mengonsumsi ekstrak kulit akar Ginseng Kuning. Saat

sampel diujikan pada mencit, ekstrak kering kulit akar Ginseng Kuning

disuspensikan dengan Na CMC 1%, karena ekstrak tersebut tidak larut sempurna

dalam air. Dalam Handbook of Exipience disebutkan bahwa Na CMC merupakan

senyawa yang tidak toksik dan tidak menimbulkan iritan. Sehingga dapat

dikatakan bahwa zat pembawa tersebut tidak berpengaruh pada pengujian

toksisitas ini.

Uji toksisitas akut ini dilakukan terdapat 5 mencit perlakuan dan 2 mencit

kontrol. Dalam metode UDP dengan pengujian limit test, hewan yang diberikan

perlakuan bahan uji adalah maksimal 5 hewan (OECD, 2008), sedangkan

digunakannya 2 mencit sebagai kontrol karena dalam ICCVAM (Interagency

Coordinating Committee on the Validation of Alternative Methods) menyebutkan

(45)

tetapi minimal menggunakan dua hewan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi

penggunaan hewan yang berlebihan dalam suatu pengujian.

Uji toksisitas ini dilakukan pada satu mencit betina perlakuan yang telah

dipuasakan (tidak diberi makan) selama 3-4 jam dengan tetap diberikan minum.

Dipuasakannya mencit tersebut bertujuan agar nantinya ketika mencit tersebut

diberikan sampel diharapkan sampel tersebut dapat langsung kontak dengan

sistem pencernaan mencit dan tidak terganggu oleh adanya makanan yang ada di

pencernaan mencit. Setelah diberikan ekstrak secara oral, mencit juga tidak diberi

makan selama 1-2 jam, tetapi tetap diberi minum secara ad libitum. Hal ini

dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan ekstrak pada pencernaan mencit.

Pemgamatan terhadap tanda-tanda toksisitas dilakukan setiap 30 menit

setelah pemberian ekstrak selama 4 jam. Dalam pengamatan diperoleh bahwa

hewan beraktivitas seperti hewan kontrol yang tidak diberikan ekstrak. Setelah 24

jam dan 48 jam pengujian, satu hewan tersebut tidak mati ataupun menunjukkan

tanda-tanda toksisitas. Kemudian pada hari tersebut dilakukan pemberian ekstrak

pada 4 mencit yang lain dengan perlakuan yang sama pada mencit sebelumnya.

Kelima mencit perlakuan ini sampai 14 hari tidak mati ataupun menunjukkan

tanda-tanda toksisitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak kulit akar Ginseng

Kuning memiliki nilai LD50 lebih dari 2000 mg/kgbb, dimana menurut kategori

dari GHS (The Globally Harmonized System of Classification and Labelling of

Chemicals) dosis tersebut termasuk dalam kategori 5 yang dapat dikatakan

memiliki tingkat toksisitas yang rendah. Selain itu, perubahan bobot mencit

selama 14 hari tidak terjadi perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan

mencit kontrol, karena setelah data bobot mencit diolah secara statistik diperoleh p≥0,05.

Pada hari ke-15 dilakukan pembedahan terhadap hewan coba untuk

mengamati organ hewan setelah diberikan ekstrak tersebut. Hal ini dilakukan

untuk mengamati patologi yang muncul pada organ hati, ginjal, dan limpa mencit

ketika di amati secara mikroskopis akibat pemberian ekstrak etanol kulit akar

Ginseng Kuning. Pengamatan pada organ hati, ginjal, dan limpa mencit tersebut

dilakukan karena hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagian besar obat dan toksikan. Sedangan ginjal mencit diamati karena urin

merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar toksikan. Akibatnya ginjal

mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada

filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus, dan megaktifkan toksikan tertentu.

Selain itu, limpa juga merupakan organ sasaran karena limpa merupakan salah

satu organ sistem imun. Berbagai toksikan diketahui dapat menekan fungsi imun.

Penekanan ini akan mengakibatkan menurunnya resistensi pejamu terhadap

infeksi dan menurunnya kemampuan mengendalikan neoplasma dan zat asing lain

(Lu, 1995).

Hasil pengamatan histopatologi organ hati, ginjal, dan limpa

menunjukkan bahwa organ hati mencit kontrol dan perlakuan tidak ditemukan

kelainan pada jaringan hati tersebut. Pada hati mencit kontrol, susunan sel-sel

hepatosit bermuara ke vena sentralis serta tidak ditemukan tanda-tanda patologi.

Begitu juga pada jaringan hati mencit perlakuan terlihat normal seperti mencit

kontrol. Pada histopatologi organ ginjal mencit kontrol menunjukkan bahwa

struktur glomerulus maupun tubular masih normal, dan tidak ditemukan adanya

tanda-tanda patologi. Dari lima mencit perlakuan, terdapat 2 mencit dengan

jaringan pada ginjal normal seperti pada jaringan ginjal mencit kontrol, dan

terdapat 2 mencit yang mengalami atrofi glomerulus (glomerulus mengkerut),

serta terdapat satu mencit yang mengalami udem (bengkak) yang bersifat

reversibel dan disertai dengan atrofi glomerulus. Dimana hal tersebut dapat

kembali normal bila penyebab kerusakan (paparan toksin) dihentikan.

Munculnya atrofi glomerulus menggambarkan adanya reaksi antara

makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding filter glomerulus. Atrofi glomerulus

ditandai dengan mengecilnya glomerulus dalam kapsula Bowman sehingga ruang

diantara glomerulus dan kapsula Bowman makin melebar. Atrofi glomerulus

dapat terjadi akibat masuknya senyawa-senyawa yang bersifat toksik ke dalam

filter glomerulus, yang menyebabkan pengecilan morfologi dan aktivitas sel-sel

tubuli yang menjadi barier dari filter glomerulus (Jones, et al., 2006).

Pada histopatologi organ limpa mencit kontrol menunjukkan bahwa

susunan folikel di parakorteks dan medulla tidak menunjukkan peningkatan

(47)

hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat organism asing, neoplasma, dan zat-zat

asing lain yang mengganggu sistem imun pada organ limpa mencit. Sehingga

dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning dosis 2000

mg/kgbb tidak menyebabkan patologi pada organ hati dan limpa mencit, tetapi

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi toksisitas akut .................................................................
Gambar 7.1 Nilai LD50 berdasar AOT 425 Stat Pgm........................................
Gambar 2.1 Akar, buah, dan daun Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
Tabel 2.1 Klasifikasi Toksisitas Akut
+7

Referensi

Dokumen terkait

VIII Pekerjaan atap gantung untuk teras IX Pekerjaan instalasi listrik. Pekerjaan tangga dan ramp

maka hasil dari pembelajarannya pun akan memuaskan. 2) Memberikan teladan yang baik bagi para guru. 3) Memberikan motivasi kepada guru untuk membuat inovasi terkait pembelajaran

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Sedangkan fungsi sosialisasi merupakan fungsi keluarga untuk mengembangkan. dan tempat melatih

diterima, yang artinya bahwa kecerdasan emosional, kemampuan SDM, dan efektivitas pelayanan secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja organisasi

[r]

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau

[r]

Pembuatan Website Outdoor Adventure Dengan Menggunakan Macromedia Dreamweaver MX, PHP dan MySQL merupakan sebuah aplikasi WWW yang berisi informasi mengenai kegiatan outdoor