• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Pemasaran Jambu Biji Organik di PT Sawangan Bumi Makmur, Parung, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Pemasaran Jambu Biji Organik di PT Sawangan Bumi Makmur, Parung, Bogor"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN JAMBU BIJI ORGANIK DI PT SAWANGAN BUMI MAKMUR, PARUNG, BOGOR

OLEH

SYLVIA REVITHA KAHARUDDIN A14102578

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan temuan-temuan baru dalam

bidang pertanian telah menggeser sistem pertanian traditional menjadi sistem pertanian

modern yang dicirikan dengan penggunaan pupuk kimia/sintesis, pestisida, dan

obat-obatan kimia. Sistem pertanian modern dianggap berhasil menanggulangi kerawanaan

pangan sehingga mengakibatkan pupuk kimia dalam beberapa dekade terakhir

digunakan secara luas di negara-negara Asia dan Pasifik secara global hingga

mencapai 43 persen per tahun1). Sistem pertanian ini juga memiliki dampak negatif

seperti meningkatnya kerusakan/degradasi lingkungan, menimbulkan pencemaran

terhadap air tanah (sumber air minum), menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia

dan munculnya hama yang resisten terhadap salah satu pestisida (Sutanto, 2002).

Sejalan dengan semakin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh pertanian

modern, beberapa tahun terakhir ini pakar pertanian dan lembaga swadaya masyarakat

international berusaha mengembangkan pertanian alternatif dalam mencukupi

kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik, menyehatkan, dan tidak menimbulkan

kerusakan lingkungan yaitu dengan sistem pertanian organik (Sutanto, 2002). Faktor

yang mendorong berkembangnya produk organik adalah meningkatnya

kesadaran/kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan bahaya yang ditimbulkan

dari penggunaan pestisida, obat-obatan kimia, pupuk sehingga memunculkan tren baru

(4)

pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan kualitas pendidikan. Faktor pendorong lain

adalah keinginan masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan alam.

Saat ini konsumen dan permintaan terhadap produk organik mengalami

peningkatan, ini ditunjukkan dengan tingginya pangsa pasar produk organik

dinegara-negara Eropa yang mencapai 3 persen sampai 10 persen pada tahun 2000 (Sutanto,

2002), juga di Asia Pasifik yang menjadi salah satu pendorong perkembangan pangan

organik di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Pangsa Pasar Produk Organik di Asia Pasifik Tahun 2002

Negara Nilai (US $) Persentase (%)

Jepang 250 Juta 53,2

Australia 165 Juta 35,1

Selandia Baru 36 Juta 7,7

Lainnya (Asia) 19 Juta 4,0

Sumber : Organic Monitor (2002)

Di Indonesia total omset perdagangan organik sebesar 79 milyar rupiah dan

18,8 milyar rupiah diantaranya berasal dari agribisnis hortikultura2). Ini berarti

perdagangan hortikultura organik sekitar 23,79 persen dari total perdagangan produk

organik. Walaupun di Indonesia pangan organik belum sepopuler di negara-negara

maju dan masih merupakan hal baru yang mulai popular sekitar 4-5 tahun yang lalu,

tetapi pasar pangan organik di Indonesia terus berkembang. Ini dapat dilihat dari

semakin banyaknya produsen/petani yang mulai menerapkan kembali cara-cara bertani

secara organik, banyaknya bermunculan toko pangan organik terutama di kota-kota

besar dan produk organik yang ada dipasaran sudah mulai bervariasi seperti sayur

organik, beras organik, buah organik, telur organik, daging ayam organik, dan

2)

(5)

lain3). Beberapa jenis sayur organik yang ada di supermarket adalah jagung, buncis, bit

merah, tomat, sedangkan merek beras organik yang tersedia di supermarket seperti IR

64, Nutrilon-o Pandan Wangi, Nutrilon-o Menthik Wangi, Nutrilon-o Rojolele, O’Rice

Pandan Wangi, Omega Organic Thai Rice, Oriza Organic Cisadane, dan lain-lain4).

Salah satu buah organik yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jambu

biji organik. Buah ini cukup disenangi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena

jambu biji mempunyai rasa yang lezat, memiliki kandungan vitamin A dan C yang

cukup tinggi (Rismunandar, 1989). Jambu biji juga dapat dikonsumsi langsung atau

diolah menjadi juice, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya demam berdarah, sariawan, gusi berdarah, diare, disentri, jantung, diabetes, kolesterol,

gangguan sistem pencernaan, beberapa jenis kanker, dan lain-lain (Parimin, 2005).

Jambu biji untuk konsumsi dalam negeri tidak hanya dihasilkan dari produksi

dalam negeri, tetapi juga diimpor dari beberapa negara. Volume dan nilai impor jambu

biji dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Jambu Biji Non Organik.

Tahun Volume (kg) Nilai (US $)

2000 14.127 21.200

2001 26.934 10.724

2002 27.979 18.958

2003 653.052 196.001

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003

Peningkatan volume impor jambu biji menunjukkan bahwa produksi dan

kualitas jambu biji perlu ditingkatkan. Ini merupakan peluang dalam mengembangkan

jambu biji organik yang memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik

(6)

terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke atas, kaum

ekspatriat yang berada di kota-kota besar dan wisatawan mancanegara.

Jambu biji berpotensi untuk diusahakan karena merupakan salah satu komoditi

ekspor yang cukup diminati oleh konsumen luar negeri baik dalam keadaan segar

maupun olahan. Volume dan nilai ekspor jambu biji dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Jambu Biji Non Organik.

Tahun Volume (kg) Nilai (US $)

2000 31.356 26.048

2001 14.370 8.354

2002 32.052 28.859

2003 17.061 19.033

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003

Penurunan jumlah ekspor jambu biji menunjukkan bahwa permintaan pasar

dalam negeri (pasar domestik) masih terbuka. Jambu biji organik merupakan salah satu

alternatif yang dapat membantu produsen/perusahaan agribisnis untuk menghasilkan

jambu biji dengan kualitas yang baik, agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam

negeri dan pasar luar negeri.

Salah satu produsen jambu biji organik di Indonesia adalah PT Sawangan Bumi

Makmur. Perusahaan ini menghasilkan jambu biji organik merah dan hampir sebagian

besar dijual ke beberapa swalayan/supermarket dan toko buah untuk golongan

ekonomi menengah ke atas yang ada di daerah Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor.

Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar pada pasar jambu biji

organik untuk kelas ekonomi menengah ke atas menjadi daya tarik bagi produsen

jambu biji organik lain seperti PT AT3, PT Moenaputra Nusantara, PT Laguna

(7)

tepat dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh

perusahaan dalam memasarkan jambu biji organik. Selain itu perusahaan juga harus

bisa menawarkan produk yang berkualitas dan pelayanan memuaskan yang sesuai

dengan keinginan (harapan) pelanggan.

1.2.Perumusan Masalah

Produk organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang

dalam beberapa tahun terakhir, ini dapat dilihat dari semakin bervariasinya produk

organik yang beredar di pasaran, semakin banyak masyarakat yang mulai tertarik

dengan produk organik karena alasan keamanan dan kesehatan dan semakin

banyaknya produsen/petani yang mengusahakan produk organik, sehingga keadaan ini

memberikan peluang sekaligus menghadapkan produsen/petani pada suatu ancaman

dalam memasarkan produknya.

PT Sawangan Bumi Makmur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

dalam bidang budidaya buah organik salah satunya adalalah jambu biji. Jambu biji

organik merupakan produk yang penting bagi perusahaan karena total volume usaha

perusahaan 70 persen berasal dari hasil penjualan jambu biji organik. Perusahaan ini

menghasilkan jambu biji organik segar, varietas getas yang berwarna merah.

Pemasaran buah ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar

swalayan, toko buah dan restauran yang berada di daerah Jakarta Selatan, Bekasi,

Tangerang dan Bogor.

Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur

(8)

sekitar 60 persen jambu biji organik ini yang terjual di pasar swalayan, ini berarti 60

persen total penjualan jambu biji organik berasal dari penjualan di swalayan. Keadaan

ini mengakibatkan sekitar 40 persen jambu biji organik yang tidak laku terjual di pasar

swalayan sehingga terjadi kelebihan produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Volume Produksi dan Penjualan Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur Tahun 2004

Bulan Produksi (Kg) Penjualan (Kg)

Januari 8.775 3.700

September 7.844 5.034,5

Oktober 2.567 1.637

November 2.467 1.804

Desember 3.146 939

Total 57.544 35.536

Sumber : PT Sawangan Bumi Makmur, 2005

Kelebihan produksi ini berasal dari jambu biji organik yang matang atau jambu

biji organik sisa sortiran yang tidak memenuhi standar dari pihak swalayan. Untuk

mengatasi masalah tersebut perusahaan terpaksa harus menjual jambu biji organik ini

dengan harga yang lebih murah dari harga normal ke pasar lokal (di kebun dan daerah

sekitarnya) dan memasok ke usaha juice jambu biji. Walaupun nilai penjualan jambu biji organik untuk pasar swalayan masih lebih tinggi dibandingkan nilai penjualan

jambu biji organik sisa sortiran dan matang ini, tapi banyaknya jumlah jambu biji

organik sisa sortiran dan matang ini dapat mengakibatkan keuntungan yang akan

(9)

dari volume produksi dan dijual dengan harga yang lebih murah atau sekitar dua kali

dari harga normal. Ini menyebabkan perusahaan perlu menyusun suatu strategi yang

tepat agar dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.

Pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa volume penjualan jambu biji organik

berfluktuasi setiap bulan dan mengalami penurunan pada bulan Desember 2004.

Volume penjualan mengalami penurunan sekitar 47,9 persen dari 1804 kg pada bulan

November menjadi 939 kg pada bulan Desember, padahal pada bulan tersebut hasil

produksi mengalami peningkatan. Penurunan penjualan ini disebabkan karena terjadi

penurunan permintaan pihak swalayan terhadap jambu biji organik, sehingga

perusahaan perlu mengetahui apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Untuk itu pada

penelitian ini dilakukan juga analisis penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran

pemasaran yang selama ini dilakukan oleh sehingga dapat membantu perusahaan untuk

perbaikan pelaksanaan bauran pemasaran di masa depan, karena kegiatan pemasaran

jambu biji organik yang dilakukan oleh perusahaan tidak terlepas dari kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai keinginan pelanggan dan

memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan.

Berdasarkan masalah di atas, maka perusahaan perlu merumuskan strategi

pemasaran yang tepat dengan mengenali kondisi internal dan eksternal yang

mempengaruhi pemasaran jambu biji organik sehingga dapat meningkatkan penjualan

dan keuntungan bagi perusahaan. Hasil evaluasi dari kondisi internal berguna untuk

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan

(10)

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

2. Bagaimana penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi)

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

3. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran jambu

biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

4. Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang dapat diimplentasikan oleh PT

Sawangan Buni Makmur untuk meningkatkan keuntungan perusahaan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

pemasaran jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

2. Mengetahui penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan

promosi) jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

(11)

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN JAMBU BIJI ORGANIK DI PT SAWANGAN BUMI MAKMUR, PARUNG, BOGOR

OLEH

SYLVIA REVITHA KAHARUDDIN A14102578

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(12)
(13)

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan temuan-temuan baru dalam

bidang pertanian telah menggeser sistem pertanian traditional menjadi sistem pertanian

modern yang dicirikan dengan penggunaan pupuk kimia/sintesis, pestisida, dan

obat-obatan kimia. Sistem pertanian modern dianggap berhasil menanggulangi kerawanaan

pangan sehingga mengakibatkan pupuk kimia dalam beberapa dekade terakhir

digunakan secara luas di negara-negara Asia dan Pasifik secara global hingga

mencapai 43 persen per tahun1). Sistem pertanian ini juga memiliki dampak negatif

seperti meningkatnya kerusakan/degradasi lingkungan, menimbulkan pencemaran

terhadap air tanah (sumber air minum), menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia

dan munculnya hama yang resisten terhadap salah satu pestisida (Sutanto, 2002).

Sejalan dengan semakin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh pertanian

modern, beberapa tahun terakhir ini pakar pertanian dan lembaga swadaya masyarakat

international berusaha mengembangkan pertanian alternatif dalam mencukupi

kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik, menyehatkan, dan tidak menimbulkan

kerusakan lingkungan yaitu dengan sistem pertanian organik (Sutanto, 2002). Faktor

yang mendorong berkembangnya produk organik adalah meningkatnya

kesadaran/kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan bahaya yang ditimbulkan

dari penggunaan pestisida, obat-obatan kimia, pupuk sehingga memunculkan tren baru

(14)

pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan kualitas pendidikan. Faktor pendorong lain

adalah keinginan masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan alam.

Saat ini konsumen dan permintaan terhadap produk organik mengalami

peningkatan, ini ditunjukkan dengan tingginya pangsa pasar produk organik

dinegara-negara Eropa yang mencapai 3 persen sampai 10 persen pada tahun 2000 (Sutanto,

2002), juga di Asia Pasifik yang menjadi salah satu pendorong perkembangan pangan

organik di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Pangsa Pasar Produk Organik di Asia Pasifik Tahun 2002

Negara Nilai (US $) Persentase (%)

Jepang 250 Juta 53,2

Australia 165 Juta 35,1

Selandia Baru 36 Juta 7,7

Lainnya (Asia) 19 Juta 4,0

Sumber : Organic Monitor (2002)

Di Indonesia total omset perdagangan organik sebesar 79 milyar rupiah dan

18,8 milyar rupiah diantaranya berasal dari agribisnis hortikultura2). Ini berarti

perdagangan hortikultura organik sekitar 23,79 persen dari total perdagangan produk

organik. Walaupun di Indonesia pangan organik belum sepopuler di negara-negara

maju dan masih merupakan hal baru yang mulai popular sekitar 4-5 tahun yang lalu,

tetapi pasar pangan organik di Indonesia terus berkembang. Ini dapat dilihat dari

semakin banyaknya produsen/petani yang mulai menerapkan kembali cara-cara bertani

secara organik, banyaknya bermunculan toko pangan organik terutama di kota-kota

besar dan produk organik yang ada dipasaran sudah mulai bervariasi seperti sayur

organik, beras organik, buah organik, telur organik, daging ayam organik, dan

2)

(15)

lain3). Beberapa jenis sayur organik yang ada di supermarket adalah jagung, buncis, bit

merah, tomat, sedangkan merek beras organik yang tersedia di supermarket seperti IR

64, Nutrilon-o Pandan Wangi, Nutrilon-o Menthik Wangi, Nutrilon-o Rojolele, O’Rice

Pandan Wangi, Omega Organic Thai Rice, Oriza Organic Cisadane, dan lain-lain4).

Salah satu buah organik yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jambu

biji organik. Buah ini cukup disenangi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena

jambu biji mempunyai rasa yang lezat, memiliki kandungan vitamin A dan C yang

cukup tinggi (Rismunandar, 1989). Jambu biji juga dapat dikonsumsi langsung atau

diolah menjadi juice, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya demam berdarah, sariawan, gusi berdarah, diare, disentri, jantung, diabetes, kolesterol,

gangguan sistem pencernaan, beberapa jenis kanker, dan lain-lain (Parimin, 2005).

Jambu biji untuk konsumsi dalam negeri tidak hanya dihasilkan dari produksi

dalam negeri, tetapi juga diimpor dari beberapa negara. Volume dan nilai impor jambu

biji dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Jambu Biji Non Organik.

Tahun Volume (kg) Nilai (US $)

2000 14.127 21.200

2001 26.934 10.724

2002 27.979 18.958

2003 653.052 196.001

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003

Peningkatan volume impor jambu biji menunjukkan bahwa produksi dan

kualitas jambu biji perlu ditingkatkan. Ini merupakan peluang dalam mengembangkan

jambu biji organik yang memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik

(16)

terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke atas, kaum

ekspatriat yang berada di kota-kota besar dan wisatawan mancanegara.

Jambu biji berpotensi untuk diusahakan karena merupakan salah satu komoditi

ekspor yang cukup diminati oleh konsumen luar negeri baik dalam keadaan segar

maupun olahan. Volume dan nilai ekspor jambu biji dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Jambu Biji Non Organik.

Tahun Volume (kg) Nilai (US $)

2000 31.356 26.048

2001 14.370 8.354

2002 32.052 28.859

2003 17.061 19.033

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003

Penurunan jumlah ekspor jambu biji menunjukkan bahwa permintaan pasar

dalam negeri (pasar domestik) masih terbuka. Jambu biji organik merupakan salah satu

alternatif yang dapat membantu produsen/perusahaan agribisnis untuk menghasilkan

jambu biji dengan kualitas yang baik, agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam

negeri dan pasar luar negeri.

Salah satu produsen jambu biji organik di Indonesia adalah PT Sawangan Bumi

Makmur. Perusahaan ini menghasilkan jambu biji organik merah dan hampir sebagian

besar dijual ke beberapa swalayan/supermarket dan toko buah untuk golongan

ekonomi menengah ke atas yang ada di daerah Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor.

Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar pada pasar jambu biji

organik untuk kelas ekonomi menengah ke atas menjadi daya tarik bagi produsen

jambu biji organik lain seperti PT AT3, PT Moenaputra Nusantara, PT Laguna

(17)

tepat dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh

perusahaan dalam memasarkan jambu biji organik. Selain itu perusahaan juga harus

bisa menawarkan produk yang berkualitas dan pelayanan memuaskan yang sesuai

dengan keinginan (harapan) pelanggan.

1.2.Perumusan Masalah

Produk organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang

dalam beberapa tahun terakhir, ini dapat dilihat dari semakin bervariasinya produk

organik yang beredar di pasaran, semakin banyak masyarakat yang mulai tertarik

dengan produk organik karena alasan keamanan dan kesehatan dan semakin

banyaknya produsen/petani yang mengusahakan produk organik, sehingga keadaan ini

memberikan peluang sekaligus menghadapkan produsen/petani pada suatu ancaman

dalam memasarkan produknya.

PT Sawangan Bumi Makmur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

dalam bidang budidaya buah organik salah satunya adalalah jambu biji. Jambu biji

organik merupakan produk yang penting bagi perusahaan karena total volume usaha

perusahaan 70 persen berasal dari hasil penjualan jambu biji organik. Perusahaan ini

menghasilkan jambu biji organik segar, varietas getas yang berwarna merah.

Pemasaran buah ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar

swalayan, toko buah dan restauran yang berada di daerah Jakarta Selatan, Bekasi,

Tangerang dan Bogor.

Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur

(18)

sekitar 60 persen jambu biji organik ini yang terjual di pasar swalayan, ini berarti 60

persen total penjualan jambu biji organik berasal dari penjualan di swalayan. Keadaan

ini mengakibatkan sekitar 40 persen jambu biji organik yang tidak laku terjual di pasar

swalayan sehingga terjadi kelebihan produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Volume Produksi dan Penjualan Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur Tahun 2004

Bulan Produksi (Kg) Penjualan (Kg)

Januari 8.775 3.700

September 7.844 5.034,5

Oktober 2.567 1.637

November 2.467 1.804

Desember 3.146 939

Total 57.544 35.536

Sumber : PT Sawangan Bumi Makmur, 2005

Kelebihan produksi ini berasal dari jambu biji organik yang matang atau jambu

biji organik sisa sortiran yang tidak memenuhi standar dari pihak swalayan. Untuk

mengatasi masalah tersebut perusahaan terpaksa harus menjual jambu biji organik ini

dengan harga yang lebih murah dari harga normal ke pasar lokal (di kebun dan daerah

sekitarnya) dan memasok ke usaha juice jambu biji. Walaupun nilai penjualan jambu biji organik untuk pasar swalayan masih lebih tinggi dibandingkan nilai penjualan

jambu biji organik sisa sortiran dan matang ini, tapi banyaknya jumlah jambu biji

organik sisa sortiran dan matang ini dapat mengakibatkan keuntungan yang akan

(19)

dari volume produksi dan dijual dengan harga yang lebih murah atau sekitar dua kali

dari harga normal. Ini menyebabkan perusahaan perlu menyusun suatu strategi yang

tepat agar dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.

Pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa volume penjualan jambu biji organik

berfluktuasi setiap bulan dan mengalami penurunan pada bulan Desember 2004.

Volume penjualan mengalami penurunan sekitar 47,9 persen dari 1804 kg pada bulan

November menjadi 939 kg pada bulan Desember, padahal pada bulan tersebut hasil

produksi mengalami peningkatan. Penurunan penjualan ini disebabkan karena terjadi

penurunan permintaan pihak swalayan terhadap jambu biji organik, sehingga

perusahaan perlu mengetahui apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Untuk itu pada

penelitian ini dilakukan juga analisis penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran

pemasaran yang selama ini dilakukan oleh sehingga dapat membantu perusahaan untuk

perbaikan pelaksanaan bauran pemasaran di masa depan, karena kegiatan pemasaran

jambu biji organik yang dilakukan oleh perusahaan tidak terlepas dari kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai keinginan pelanggan dan

memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan.

Berdasarkan masalah di atas, maka perusahaan perlu merumuskan strategi

pemasaran yang tepat dengan mengenali kondisi internal dan eksternal yang

mempengaruhi pemasaran jambu biji organik sehingga dapat meningkatkan penjualan

dan keuntungan bagi perusahaan. Hasil evaluasi dari kondisi internal berguna untuk

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan

(20)

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

2. Bagaimana penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi)

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

3. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran jambu

biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?

4. Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang dapat diimplentasikan oleh PT

Sawangan Buni Makmur untuk meningkatkan keuntungan perusahaan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

pemasaran jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

2. Mengetahui penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan

promosi) jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran

jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

(21)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Pihak produsen jambu biji organik, hasil penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan strategi

pemasaran.

2. Pihak penulis, merupakan pengalaman yang berharga sekaligus sebagai wadah

latihan dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Pertanian Organik

Pertanian organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang

dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan pertanian organik yang pesat didorong

oleh perhatian masyarakat yang secara perlahan mulai bergeser ke pertanian

berwawasan lingkungan, dan sangat peduli terhadap alam dan kesehatan. Permintaan

terhadap produk organik terus meningkat, gambaran ini dapat dilihat dari pertumbuhan

permintaan produk organik dunia mencapai 15-20 persen per tahun, namun pangsa

pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar antara 0,5-25 persen dari keseluruhan

produk organik (Jolly, 2000). Perkembangan pertanian organik di Amerika sekitar 0,2

persen dari total lahan pertanian, namun pasar tumbuh dengan laju lebih dari 20 persen

per tahun5), sedangkan di Perancis sekitar 52 persen masyarakat membelanjakan uang

sebesar 65 euro setiap tahun untuk pangan organik, dan lahan pertanian organik

meningkat lima persen tahun 20056).

Di Indonesia pertanian organik mulai dikembangkan pada tahun 1984, oleh

Yayasan Bina Sarana Bhakti sebagai perintisnya yang membuka lahan seluas 4 Ha di

daerah Cisarua, Bogor. Banyak masyarakat yang kemudian mulai tertarik dan belajar

tentang pertanian organik di tempat ini, dan mengembangkannya di daerah

masing-masing sehingga pertanian organik di Indonesia mulai berkembang (Pracaya, 2002).

Saat ini, kelompok petani atau produsen organik sudah mulai bermunculan di berbagai

daerah seperti di Jawa Tengah, sentra pertanian organik terletak di Klaten, Yogyakarta

5)

Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002. Teknologi Produksi The Organik. 6)

(23)

terletak di Karanganyar, Magelang dan Kulonprogo. Di Jawa Barat terletak di Bogor,

Bandung dan Kuningan, sedangkan di Jawa Timur seperti di Malang dan juga

beberapa daerah di Bali7).

Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi holistik

(keseluruhan) yang meningkatkan dan mengembangkan kesatuan agroekosistem,

keragaman hayati, siklus hidrologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik

menekankan pada penggunaan praktek manajemen yang lebih mengutamakan

penggunaan input setempat, termasuk benih, pupuk, pestisida (nabati/prediktor). The

International Federation of Organic Agribussiness Movements (IFOAM) menyatakan

bahwa pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan produk pertanian dengan

kualitas dan kuantitas yang memadai melalui budidaya secara alami, keinginan akan

melestarikan siklus hidrologi biologis dalam ekosistem pertanian, memelihara dan

meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, keragaman genetik sistem pertanian

dan alam sekitarnya akan terjaga. Manfaat lain yang dipetik dari pengembangan

pertanian organik adalah meningkatkan pendapatan petani karena adanya effisiensi

pemanfaatan sumberdaya, menghasilkan pangan yang cukup, aman, berkualitas

sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing produk

agribisnis8).

Pertanian organik juga memiliki kekurangan seperti produktivitas yang rendah

dan sulit diukur sehingga harga jual sangat tinggi, kesulitan dalam memperoleh input

produksi seperti pupuk kandang atau kompos, kesulitan dalam menentukan analisis

(24)

ekonomis suatu lahan seperti biaya produksi dan pemasukan, dan kesulitan dalam

memasarkan produk seperti merintis pasar dan memilih segmen pasar9).

2.2. Jambu Biji Organik

Jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1200

m dpl, namun dapat tumbuh di daerah sub tropis dengan intensitas curah hujan

berkisar antara 1.000-2000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Tanaman ini

berkembang dan berbuah dengan optimal pada suhu 23-28oC10). Jambu biji dapat

berbuah sepanjang tahun, sedangkan musim panen raya antara bulan Desember sampai

Februari dan bulan Juni sampai Agustus (Parimin, 2005).

Tanaman ini banyak dibudidayakan karena memiliki banyak keunggulan yaitu:

mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan khusus, dapat tumbuh di segala jenis

tanah dan iklim, tahan kering dan hujan, memiliki perakaran yang cukup lebat

sehingga dapat menahan erosi, dan memiliki kandungan vitamin A dan C yang cukup

tinggi (Rismunandar, 1989). Menurut Lim Tong Kwee and Khay Choy (1990), nilai

gizi jambu biji dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Jambu Biji per 100 gr Bahan

Zat Gizi Jambu Biji Zat Gizi Jambu Biji

Sumber : Lim Tong Kwee and Khoo Khay Choy, 1990

9)

Trubus, Februari 2000. Pertanian Organik Kian Marak. 10)

(25)

Saat ini juga telah dikembangkan budidaya jambu biji organik yang memiliki

syarat tumbuh pada kondisi yang sama dengan jambu biji non organik, yang

membedakan adalah proses budidaya jambu biji organik tanpa menggunakan

unsur-unsur kimia seperti pupuk, pestisida, hormon dan obat-obatan tetapi menggunakan

bahan-bahan alami seperti pupuk kandang, kompos, pestisida nabati dan pestisida

organik, sehingga aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Jambu biji

organik seringkali penampakannya tidak menarik, terlihat ada bekas gigitan serangga,

tetapi memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik seperti citarasa

yang lebih baik, lebih alami, lebih segar, tekstur lebih keras dan padat11). Produk

organik seperti jambu biji juga memiliki kandungan mineral yang lebih baik dibanding

jambu biji non organik12).

Jambu biji organik biasanya hanya dijual di tempat-tempat tertentu seperti di

swalayan/supermarket, toko buah atau gerai-gerai khusus produk organik, harga jual

jambu biji organik lebih mahal dari jambu biji non organik, segmen pasar hanya

golongan ekonomi menengah keatas yang memiliki pendapatan tinggi dan kesadaran

kesehatan tinggi.

2.3. Pemasaran

Menurut David (1998), pemasaran adalah proses menetapkan, mengantisipasi,

menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa.

Kottler (2002) menyatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial yang di

dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

(26)

inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk

yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli.

Menurut Assauri (2002), konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen dalam

bidang pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen

dengan didukung oleh kegiatan pemasaran terpadu yang diarahkan untuk memberikan

kepuasan bagi konsumen.

Konsep pemasaran berdiri di atas empat pilar yaitu : pasar sasaran, kebutuhan

pelanggan, pemasaran terpadu dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep ini dimulai

dari pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan,

mengkoordinasikan semua aktivitas yang akan mempengaruhi pelanggan dan

menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan (Kottler, 2002).

Menurut Rangkuti (2000), nilai pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu : merek, pelayanan dan proses. Merek adalah nilai yang berkaitan dengan nama

atau nilai yang dimiliki dan melekat pada suatu perusahaan. Pelayanan merupakan

nilai yang berkaitan dengan pemberian jasa pelayanan kepada konsumen. Proses

adalah nilai yang berkaitan dengan prinsip perusahaan untuk membuat setiap karyawan

terlibat dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses memuaskan konsumen, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

2.4. Strategi Pemasaran

Kottler (2002) menyatakan strategi pemasaran merupakan pendekatan

pemasaran luas yang akan digunakan untuk mencapai tujuan rencana pemasaran.

(27)

konsisten bukan hanya terhadap strategi utama yang ditentukan, melainkan juga

terhadap strategi diberbagai bidang fungsional lainnya. Strategi dalam bidang

pemasaran dikelompokkan dalam empat aspek yang dikenal dengan marketing mix

atau bauran pemasaran, yang terdiri dari aspek produk, harga, distribusi dan promosi.

2.5. Bauran Pemasaran

Kottler (2002) menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah seperangkat alat

pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan

pemasarannya di pasar sasaran. Komponen-komponen pokok bauran pemasaran terdiri

dari empat variabel utama yang dikenal dengan nama “4P” yaitu produk (product), harga (price), tempat (place) dan promosi (promotion). Variabel-variabel pemasaran dalam komponen 4P bauran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1 (Kottler, 2002).

Gambar 1. Komponen 4P dalam Bauran Pemasaran

(28)

Produk adalah tawaran yang berwujud dari perusahaan kepada pasar yang

mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemasan (Kottler, 2002). Strategi

produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang

menguntungkan dibanding pesaingnya.

Harga merupakan alat bauran pemasaran yang penting. Harga adalah jumlah

uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk produk tertentu. Harga harus

sebanding dengan penawaran nilai kepada pelanggan, jika tidak pembeli akan

berpaling ke produk pesaing. Harga mencakup daftar harga, rabat/diskon, potongan

harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit (Kottler, 2002).

Menurut Kottler (2002), tempat (distribusi) merupakan berbagai kegiatan yang

dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan

sasaran. Tempat mencakup saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi,

persediaan dan transportasi.

Kottler (2002) mendefinisikan promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan

perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya ke pasar

sasaran. Bauran promosi terdiri dari iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat,

dan pemasaran langsung.

2.6. Analisis Lingkungan Pemasaran

Menurut Umar (2003), lingkungan pemasaran sebuah perusahaan berkaitan

dengan sekumpulan faktor-faktor pemasaran yang dapat mempengaruhi arah dan

(29)

merupakan kekuatan yang ada di lingkungan tempat perusahaan beroperasi, yang

terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Kottler, 2002).

2.6.1. Lingkungan Internal

Lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi

kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang-bidang fungsional (David, 1998).

Lingkungan internal yang mempengaruhi pemasaran jambu biji organik adalah

pemasaran, produksi dan operasi, dan keuangan. Menurut Assauri (2002), factor

internal dalam bidang pemasaran adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh pimpinan

perusahaan umumnya dan pimpinan pemasaran khususnya (controllable factors), yang terdiri dari produk, harga, penyaluran/distribusi, promosi dan pelayanan.

2.6.2. Lingkungan Eksternal

Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa lingkungan eksternal terdiri

dari semua keadaan dan kekuatan yang mempengaruhi pilihan (opsi) strategik

perusahaan dan menentukan situasi persaingannya. Variabel lingkungan eksternal

berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, dapat menimbulkan peluang &

ancaman. dan tidak bisa dikontrol. Menurut Kottler (2002) lingkungan eksternal terdiri

dari lingkungan makro dan lingkungan mikro.

2.6.2.1.Lingkungan Makro

Lingkungan makro terdiri dari faktor demografis, ekonomi, alam, teknologi,

politik-hukum dan sosial budaya yang dapat berpengaruh terhadap penjualan dan laba

(30)

perusahaan harus memantau dan cepat tanggap terhadap kekuatan-kekuatan itu

(Kottler, 2002).

Menurut Kottler (2002), faktor demografi berkaitan dengan masalah-masalah

kependudukan seperti jumlah penduduk, distribusi penduduk secara geografis,

distribusi umur dan bauran etnis, tingkat pendidikan, karakteristik dan pergerakan

regional.

Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu

perusahaan beroperasi (Pearce dan Robinson, 1997). Faktor ekonomi terdiri dari

faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli yang dipengaruhi oleh pendapatan, harga

produk, tabungan, hutang dan ketersediaan kredit saat ini (Kottler, 2002).

Perkembangan teknologi tidak hanya mencakup kemajuan dalam bidang bisnis

tersebut tetapi juga di bidang lain yang mendukung kegiatan bisnis (Umar, 2003).

Sebagai contoh usaha budidaya buah-buahan dapat berhasil jika didukung oleh adanya

kemajuan dalam bidang produksi sarana dan prasarana budidaya, transportasi,

pengolahan/pengawetan buah dan pengemasan buah. Menurut David (1998), kemajuan

teknologi dapat mempengaruhi produk, pasar, pemasok, distributor, pesaing,

pelanggan dan posisi bersaing. Kemajuan teknologi dapat menciptakan pasar baru,

menghasilkan produk yang lebih baik dan mengubah posisi biaya bersaing relatif

dalam suatu industri.

Menurut Umar (2003), arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah

menjadi faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Menurut Pearce dan

Robinson (1997), faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang

(31)

buah-buahan, sehingga mengakibatkan permintaan masyarakat terhadap buah-buahan lokal

menurun. Hal ini sangat merugikan produsen/petani karena dapat mengurangi potensi

laba.

Kondisi sosial budaya bersifat dinamis (selalu berubah-ubah) sehingga harus

diantisipasi oleh perusahaan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan

adalah kepercayaan, nilai, sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di lingkungan

eksternal perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

Menurut Kottler (2002), faktor alam berkaitan dengan proses produksi

perusahaan. Faktor alam berhubungan dengan udara, tanah dan air yang mendukung

kegiatan perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997). Keberhasilan usaha budidaya

pertanian di Indonesia didukung oleh faktor alam seperti sinar matahari sepanjang

tahun, tanah yang subur, iklim yang mendukung dan curah hujan yang cukup.

2.6.2.2.Lingkungan Mikro

Lingkungan mikro perusahaan terdiri dari semua pihak yang mempengaruhi

kemampuan perusahaan dalam memproduksi dan menjual produk. Lingkungan mikro

terdiri dari pemasok, perantara pemasaran, pelanggan dan pesaing (Kottler, 2002).

Pemasok adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumberdaya/input

yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/output yang dapat

memuaskan pelanggan. Hubungan yang dapat diandalkan antara suatu perusahaan dan

pemasok sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan jangka panjang

perusahaan. Perusahaan selalu bergantung pada pemasok untuk dukungan keuangan,

(32)

Menurut Kottler (2002), perantara pemasaran adalah perusahaan yang

membantu perusahaan lain dalam promosi, penjualan dan pendistribusian barang ke

pembeli akhir. Perantara pemasaran terdiri dari agen pialang, perwakilan manufaktur

serta pihak lain yang memudahkan penemuan dan penjualan produk ke pelanggan.

Kottler (2002) menjelaskan bahwa pelanggan adalah pihak yang

memaksimalkan nilai dengan dibatasi oleh biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas

dan penghasilan. Pelanggan terdiri dari individu dan rumah tangga yang membeli

barang dan jasa untuk dikonsumsi. Pelanggan dapat pula berupa kelompok atau

lembaga yang membeli barang dan jasa untuk dijual kembali (reseller market).

Pesaing adalah perusahaan lain yang berusaha memuaskan kebutuhan

pelanggan yang sama serta mengajukan penawarkan produk yang sama dengan produk

perusahaan (Kottler, 2002).

2.7. Tahapan Perumusan Strategi Pemasaran

Menurut David (1998), Teknik perumusan strategi dapat dipadukan menjadi

kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap yang dapat dipakai untuk semua

ukuran dan tipe organisasi, dan dapat membantu ahli strategi mengenali, mengevaluasi

dan memilih strategi.

2.7.1. Tahap Input

Tahap ini dilakukan untuk meringkas informasi input dasar yang diperlukan

untuk merumuskan strategi-strategi (David, 1998). Alat analisis yang digunakan pada

(33)

2.7.1.1.Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Matriks IFE digunakan perusahaan sebagai alat perumusan strategi untuk

meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan (David, 1998).

2.7.1.2.Matriks External Faktor Evaluation (EFE)

Menurut David (1998), Matriks EFE digunakan perusahaan sebagai alat

perumusan strategi untuk meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman.

2.7.2. Tahap Pencocokan

Tahap ini untuk membangkitkan strategi-strategi alternatif yang dapat

dilaksanakan oleh perusahaan dengan memadukan faktor internal dan eksternal

(David, 1998). Alat analisis yang dapat digunakan matriks IE dan analisis SWOT.

2.7.2.1.Matriks IE (Internal External)

Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan suatu Strategi Bisnis Unit (SBU)

perusahaan ke dalam matriks yang terdiri atas 9 sel (Umar, 2003). Menurut David

(1998), sel-sel pada matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama. Daerah pertama yang

terdiri dari sel I, II dan IV disebut tumbuh dan bina (growth and build). Strategi yang dapat diterapkan antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, perluasan pasar dan

perluasan produk) dan strategi integratif (integrasi ke depan, integrasi ke belakang dan

integrasi horizontal). Daerah kedua terdiri dari sel III, V dan VII disebut pertahankan

dan pelihara (hold and maintain), strategi yang tepat adalah strategi penetrasi pasar dan perluasan produk. Daerah ketiga terdiri dari sel VI, VII dan IX merupakan situasi

(34)

2.7.2.2.Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan suatu cara sistematis untuk mengidentifikasi

faktor-faktor lingkungan dan strategi yang efektif bagi perusahaan. Analisis ini

didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan

kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Pearce dan

Robinson, 1997).

Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa analisis SWOT ini

dilaksanakan dengan memfokuskan pada dua hal yaitu: identifikasi ancaman dan

peluang, juga identifikasi kekuatan dan kelemahan internal perusahaan.

2.7.3. Tahap Pemilihan Keputusan

Informasi yang diperoleh pada tahap input dan tahap pencocokan digunakan

pada tahap ini menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis ini memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara

obyektif dan dengan penilaian intuitif yang baik berdasarkan pada faktor-faktor kritis

untuk lingkungan internal dan eksternal yang telah diketahui. QSPM menentukan daya

tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada sejauhmana faktor-faktor sukses

kritis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 1998).

David (1998), menjelaskan bahwa sifat positif dari QSPM adalah set strategi

dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan, tidak ada batas untuk jumlah strategi

yang dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat diperiksa sekaligus

menggunakan QSPM. Sifat positif lain dari QSPM adalah alat ini mengharuskan ahli

(35)

Mengembangkan QSPM membuat faktor-faktor kunci lebih kecil kemungkinannya

terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai. QSPM juga memiliki beberapa

keterbatasan yaitu proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang

diperhitungkan. Pemberian peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan

subyektif walaupun prosesnya harus menggunakan informasi obyektif, hanya dapat

sebaik informasi yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya.

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang analisis strategi pemasaran perusahaan distributor buah segar

(studi kasus PT Moenaputra Nusantara, Jakarta), sudah dilakukan oleh Indriani (2002).

Analisis IFE menghasilkan nilai total skor sebesar 2,930 dan nilai total skor pada

analisis EFE sebesar 3,022. Analisis dengan matriks IE menunjukkan bahwa

perusahaan berada pada sel II (tumbuh dan bina), strategi yang tepat adalah strategi

intensif dan integrasi. Berdasarkan analisis SWOT strategi yang tepat untuk PT

Moenaputra Nusantara adalah (1) Strategi SO dengan mempertahankan adanya

pengendalian mutu, mempertahankan dan menarik pelanggan baru dengan

meningkatkan pelayanan, memperluas jaringan distribusi dan meningkatkan

kontinuitas dan kuantitas produk, meningkatkan usaha promosi, (2) Strategi ST dengan

meningkatkan keunggulan produk, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,

meningkatkan pengiriman SPG, (3) Strategi WO dengan menambah modal kerja,

meningkatkan kuantitas dari pengadaan buah, memperluas pasar ke wilayah-wilayah

(36)

mengadakan penelitian khusus mengenai pesaing dan cara menghadapi pesaing, dan

menjalin kerjasama yang baik dengan pemasok.

Indriastanti (2003) menganalisis tentang strategi pemasaran dan pengembangan

usaha anggur hijau (kasus usaha petani anggur hijau di desa Tempursari, Kecamatan

Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah). Matris IFE memperoleh nilai total skor

sebesar 2,4 ini menunjukkan bahwa petani belum mampu menggunakan kekuatan

yang dimiliki untuk menutup kelemahan yang ada. Nilai total skor untuk matriks EFE

sebesar 2,79 ini berarti usaha anggur hijau mampu memanfaatkan peluang yang ada

dengan mengantisipasi ancaman yang terjadi dalam usaha. Pada matriks IE

menunjukkan posisi usaha anggur hijau pada sel V, yang merupakan posisi hold and maintain dengan menerapkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Alternatif strategi pada analisis SWOT adalah (1) Strategi SO dengan

mempertahankan dan meningkatkan kualitas buah, membuat suatu diversifikasi produk

dengan memanfaatkan teknologi yang ada, membuat desain kemasan yang baik, (2)

Strategi WO dengan menggunakan teknologi yang tepat guna dan efektif untuk

mengolah pasca panen, dan memperluas pasar, (3) Strategi ST dengan mempererat

hubungan dengan pemasok sarana produksi, meningkatkan pelayanan kepada

konsumen dan menjadikan anggur hijau sebagai produk unggulan daerah, (4) Strategi

WT dengan meningkatkan promosi melalui media massa dan elektronik.

Penelitian tentang analisis strategi pemasaran komoditi tomat recento

hidroponik pada PT Rejo Sari Bumi, unit Tapos, Ciawi-Bogor, Jawa Barat, sudah

dilakukan oleh Suryatini (2004). Pada matriks IFE total skor sebesar 2,723 yang

(37)

kekuatan-kekuatan usahanya dan mengatasi kelemahan-kelemahan usaha yang ada.

Total skor matriks EFE sebesar 3,257 ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki

kemampuan yang tergolong tinggi dalam memanfaatkan peluang eksternal serta

menghindari ancaman. Matriks IE menempatkan perusahaan pada sel II, yang

merupakan posisi tumbuh dan bina. Strategi yang dapat diterapkan adalah strategi

intensif dan strategi integrasi.

Ada delapan alternatif strategi pemasaran yang diperoleh dari matriks SWOT

terdiri dari (1) mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk dengan teknologi

tepat guna untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan menarik pelanggan

potensial, (2) menjaga ketersediaan produk untuk mempertahankan kepercayaan dan

kesetiaan pelanggan, (3) memperluas pangsa pasar untuk meningkatakan penjualan,

(4) meningkatkan hubungan kerjasama dan memberikan pelayanan yang lebih baik

terhadap pelanggan, (5) menekan biaya produksi tanpa mengurangi kualitas produk

dengan cara efisiensi biaya produksi, (6) meningkatkan niali tomat dengan

mengalihkan fungsi tomat ke fungsi yang berbeda, (7) meningkatkan produktivitas

karyawan, (8) melakukan penelitian khusus guna meningkatkan produktivitas tomat,

(9) meningkatkan kegiatan promosi untuk meningkatkan citra produk dan menghadapi

produk substitusi. Alternatif strategi pemasaran yang diprioritaskan untuk

diimplementasikan bagi perusahaan berdasarkan pengolahan AHP yaitu menekan

biaya produksi tanpa mengurangi kualitas produk dengan cara efisiensi biaya produksi

dengan nilai bobot sebesar 0,507.

(38)

menunjukkan perusahaan telah mampu memanfaatkan kemampuan internal

perusahaan dan mengatasi masalah internal yang dihadapi perusahaan. Total skor dari

matriks EFE adalah 2,623, ini menunjukkan bahwa perusahaan telah mampu merespon

peluang yang dimiliki dan mengatasi ancaman yang dihadapi. Matriks IE

menempatkan PT Indorub Sumber Wadung pada sel V, yang disebut posisi hold and maintain, dengan menerapkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT yaitu (1) Strategi SO melalui

optimalisasi produksi untuk memanfaatkan seluruh keunggulan perusahaan, kepastian

konsumen dan perkembangan teknologi mekanisasi dan pengolahan dan

memanfaatkan keunggulan luas areal, kesuburan dan varietas teh, pabrik dan teknologi

yang ada, (2) Strategi ST dengan memberikan kepuasan optimal kepada konsumen

utama, (3) Strategi WO adalah memanfaatkan informasi hasil penelitian di PPTK

Gambung, (4) Strategi WT dengan pelatihan dan pemberian motivasi kerja yang kuat

terhadap tenaga kerja pemetik, pemberian kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar

perkebunan, peningkatkan pengawasan dan pengelolaan lahan perkebunan, dan

peremajaan tanaman tua untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan kualitas hasil.

Prioritas strategi dengan analisis QSPM memberikan nilai tertinggi TAS (total attractive score) sebesar 5,504 pada strategi meningkatkan hasil produksi dengan memanfaatkan seluruh keunggulan perusahaan, kepastian konsumen dan

perkembangan teknologi mekanisasi dan pengolahan.

Penelitian-penelitian terdahulu tentang strategi pemasaran dapat dijadikan

referensi oleh penulis dalam melakukan penelitian tentang strategi pemasaran jambu

(39)

strategi pemasaran sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti

yang dilakukan oleh Indriani (2002) dan Indriastanti pada tahun 2003. Kedua

penelitian ini hanya sampai pada tahap pencocokan yaitu mencoba untuk melihat

posisi perusahaan dalam industri dan menyusun beberapa alternatif strategi yang

sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan dengan menggunakan matriks

IE dan analisis SWOT.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis sampai pada tahap pemilihan keputusan

dengan menggunakan analisis matriks QSPM, sehingga diperoleh alternatif strategi

pemasaran terbaik yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan agar dapat

mencapai tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryatini (2004) dan Hadi pada tahun

2004 juga sampai pada tahap pemilihan keputusan, namun penelitian yang dilakukan

oleh Suryatini menggunakan analisis AHP. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi juga

menggunakan analisis QSPM seperti yang dilakukan oleh penulis, tetapi penelitian

yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hadi

(40)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Perkembangan pertanian organik yang pesat selama beberapa tahun terakhir ini

didorong oleh kepedulian masyarakat kepada kesehatan dan alam, sehingga produk

organik yang beredar dipasaran semakin bervariasi mulai dari beras organik, sayur

organik, buah organik dan lain-lain. Pasar produk organik yang masih potensial

mengakibatkan semakin banyaknya bermunculan kelompok petani organik atau

produsen organik di berbagai daerah, salah satunya adalah PT Sawangan Bumi

Makmur yang merupakan produsen jambu biji organik.

Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur

mengalami kendala yaitu volume penjualan jambu biji organik pada bulan Desember

2004 mengalami penurunan padahal volume produksi mengalami peningkatan.

Kendala lain yang dialami perusahan adalah hasil produksi yang terjual ke swalayan,

toko buah, sekitar 60 persen saja sehingga mengakibatkan terjadi kelebihan produksi

karena yang berasal dari jambu biji organik yang matang dan jambu biji organik sisa

sortiran yang tidak laku terjual di pasar swalayan. Kelebihan produksi ini dijual

dengan harga murah ke pasar lokal dan usaha juice. Ini mengakibatkan penerimaan yang akan diperoleh perusahaan menjadi berkurang, sehingga perusahaan perlu

menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan utama yang perlu ditempuh dalam

menyusun strategi pemasaran. Tahapan tersebut meliputi tahap input, tahap

pencocokan dan tahap pemilihan keputusan. Pada tahap input dilakukan identifikasi

(41)

dan kelemahan perusahaan. Identifikasi faktor-faktor internal diperoleh dari pihak

manajemen dan hasil penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran perusahaan.

Hasil penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran digunakan sebagai korelasi

silang informasi yang diperoleh dari pihak manajemen perusahaan, sehingga dapat

memberikan masukan dalam menentukan faktor-faktor internal yang mempengaruhi

pemasaran jambu biji organik. Analisis terhadap penilaian pelanggan juga dapat

membantu perusahaan dalam mengevaluasi efektifitas pelaksanaan bauran pemasaran

yang selama ini dilakukan sehingga perusahaan mendapat masukan untuk bahan

perbaikan di masa depan.

Lingkungan internal yang berkaitan dengan PT Sawangan Bumi makmur

meliputi faktor pemasaran seperti produk organik dan kualitasnya, pelayanan, lokasi,

penyediaan jambu biji organik, hubungan dengan pelanggan, kemasan, tempat

penjualan, waktu pengiriman dan kegiatan promosi. Kelebihan produksi merupakan

faktor operasi produksi yang berpengaruh pada pemasaran perusahaan, sedangkan

modal sendiri merupakan faktor keuangan yang mempengaruhi kegiatan pemasaran

perusahaan.

Lingkungan eksternal yang mempengaruhi kegiatan pemasaran perusahaan

adalah faktor sosial budaya seperti bermunculan supermarket baru, jambu biji

bermanfaat bagi kesehatan dan sabagai obet, kasus pencurian, adanya produsen yang

memanfaatkan label organik, dan daya beli masyarakat. Faktor teknologi meliputi

perkembangan industri pengolahan dan pupuk organik. Iklim yang sesuai merupakan

(42)

perusahaan lain merupakan faktor pesaing yang mempengaruhi kegiatan peamasaran

perusahaaan

Setelah diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan internal

(kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman), maka

dilakukan analisis terhadap lingkungan internal menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation), sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal dengan matriks EFE (External Factor Evaluation). Tahap selanjutnya adalah tahap pencocokan yang digunakan untuk menyusun alternatif strategi yang layak diimplementasikan dengan

memadukan faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IE

(Internal External) dan analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats). Tahap terakhir merupakan tahap memilih alternatif strategi pemasaran terbaik yang

dapat diimplementasikan oleh PT Sawangan Bumi Makmur untuk mengatasi masalah

yang dialami oleh perusahaan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks

(43)

Tahap Input

Tahap Pencocokan

Tahap Pemilihan Keputusan

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran

PT Sawangan Bumi Makmur

Analisis Masalah

- Volume penjualan jambu biji organik mengalami penurunan - Jambu biji organik banyak tidak laku terjual di pasar swalayan

(44)

IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Sawangan Bumi Makmur yang berlokasi di

Parung dan Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berdasarkan pertimbangan bahwa PT Sawangan Bumi Makmur salah satu perusahaan

yang bergerak dalam bidang budidaya buah organik yang berpotensi, serta memiliki

peluang yang besar untuk dapat dikembangkan di masa mendatang. Pertimbangan lain

adalah adanya ketersediaan data yang diperlukan dalam penelitian ini dan kesediaan

dari pihak manajemen perusahaan untuk menjadikan perusahaan sebagai lokasi

penelitian.

Penelitian juga dilakukan di lima pelanggan perusahaan yaitu Kem Chicks

Supermarket di Kemang-Jakarta, Toko Buah Total di Panglima Polim-Jakarta, Toko

Buah Fress E di Bintaro-Jakarta, pengecer di Bumi Serpong Damai Tangerang, dan

pengecer di Bogor. Setiap lokasi tersebut dipilih seorang responden yang mengetahui

tentang bauran pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Pemilihan lokasi

pelanggan dilakukan atas persetujuan dari pihak perusahaan, dengan pertimbangan

ke-5 pelanggan tersebut mempunyai lokasi berbeda, jenis usaha berbeda, dan volume

permintaan untuk setiap kali pemesanan berbeda.

Pengumpulan data tentang analisis strategi pemasaran jambu biji organik ini

(45)

4.2.Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh

dengan pengisian kuesioner kepada responden dan melakukan wawancara terhadap

pihak manajemen perusahaan untuk menentukan perangkat masukan dalam menyusun

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta informasi terkait lainnya.

Pengisian kuesioner untuk menentukan bobot dan rating dilakukan terhadap

enam orang responden yang terdiri dari empat orang responden internal (pihak

manajemen perusahaan) dan dua orang responden eksternal (pihak pelanggan).

Pengisian kuesioner kepada pihak eksternal bertujuan agar penelitian ini dapat

memberikan data yang lebih obyektif. Kuesioner untuk responden dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau

pertimbangan peneliti. Responden internal dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa

responden tersebut berhubungan dengan bidang pemasaran. Responden internal terdiri

dari asisten direktur bagian pengawasan, manajer pemasaran, manajer produksi dan

manajer keuangan. Pemilihan responden eksternal berdasarkan pertimbangan bahwa

responden tersebut sudah lama menjadi pelanggan perusahaan sehingga diharapkan

dapat memberikan pendapat, jawaban yang bermanfaat bagi penelitian ini. Responden

eksternal adalah koordinator bagian buah di Kem Chicks Supermarket,

Kemang-Jakarta Selatan dan manajer toko di Toko Buah Total, Panglima Polim-Kemang-Jakarta Selatan.

(46)

Pemberian bobot ini berdasarkan pertimbangan bahwa responden internal terdiri dari

empat orang yang diduga mempunyai informasi yang banyak tentang perusahaan

sehingga menghasilkan persentase yang lebih besar sekitar 80 persen, sedangkan

responden eksternal terdiri dari dua orang yang diduga memiliki pengetahuan yang

terbatas tentang perusahaan sehingga menghasilkan persentase yang lebih kecil sekitar

20 persen.

Penyebaran kuesioner juga diberikan kepada lima orang pelanggan untuk

mengetahui penilaian dari pelanggan terhadap bauran pemasaran perusahaan selama

ini. Hasil akhir dari analisis pelanggan digunakan sebagai korelasi silang informasi

yang diperoleh dari pihak manajemen perusahaan sehingga dapat memberikan

masukan dalam menentukan faktor-faktor internal yang mempengaruhi pemasaran

jambu biji organik perusahaan. Responden yang dipilih adalah koordinator bagian

buah di Kem Chicks Supermarket, manajer toko di Toko Buah Total, manajer toko di

Toko Buah Fress E, pengecer di Bumi Serpong Damai dan pengecer di Bogor.

Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari data-data

perusahaan, data dari pemerintah dan instansi terkait, laporan penelitian terdahulu dan

berbagai artikel serta literatur yang relevan dengan penelitian ini.

4.3.Metode Analisis Data

Analisis strategi pemasaran jambu biji organik menggunakan matriks IFE

(47)

untuk meringkas input informasi dasar yang diperlukan dalam merumuskan strategi.

Matriks IE dan analisis SWOT digunakan pada tahap pencocokan untuk merumuskan

alternatif strategi dengan memadukan faktor internal dan faktor eksternal, dan analisis

QSPM digunakan pada tahap pemilihan keputusan untuk memilih alternatif strategi

pemasaran yang terbaik dari beberapa alternatif strategi yang ada. Tabulasi deskriptif

digunakan untuk mengetahui penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran jambu

biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.

4.3.1. Analisis Matriks IFE

Faktor-faktor internal diidentifikasi dengan matriks IFE. Kuesioner digunakan

untuk menganalisis situasi perusahaan yang ditujukan kepada pihak manajemen yang

menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear and Taylor 1991). Langkah-langkah dalam membuat matriks IFE adalah :

1. Tentukan faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan.

2. Penilaian bobot untuk setiap variabel menggunakan skala (1) jika indikator

horisontal kurang penting dari indikator vertikal, (2) jika indikator horisontal sama

penting dengan indikator vertikal, (3) jika indikator horisontal lebih penting dari

indikator vertikal. Penilaian bobot dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal

Faktor Strategis Internal A B … Total A

B …. Total

(48)

3. Penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menggunakan nilai setiap

variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel. Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut (Kinnear and Taylor, 1991).

ái = Xi

4. Menurut David (1998), penentuan peringkat (rating) untuk masing-masing faktor

internal menunjukkan apakah faktor itu merupakan (1) kelemahan utama, (2)

kelemahan kecil, (3) kekuatan kecil dan (4) kekuatan utama.

5. Kalikan bobot dan rating untuk memperoleh skor untuk setiap variabel.

6. Jumlahkan skor untuk mendapatkan nilai total skor.

7. Total skor di bawah 2,5 artinya perusahaan memiliki posisi internal yang lemah,

sedangkan total skor terbobot di atas 2,5 menunjukkan perusahaan memiliki posisi

internal yang kuat. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks IFE

(49)

4.3.2. Analisis Matriks EFE

Faktor-faktor eksternal diolah dengan menggunakan matriks EFE. Menurut

Kinnear and Taylor (1991). Langkah-langkah dalam membuat matriks EFE adalah:

1. Tentukan faktor yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan.

2. Penilaian bobot untuk setiap variabel menggunakan skala (1) jika indikator

horisontal kurang penting dari indikator vertikal, (2) jika indikator horisontal sama

penting dengan indikator vertikal, (3) jika indikator horisontal lebih penting dari

indikator vertikal. Penilaian bobot dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B … Total A

B …. Total

Sumber : Kinnear and Taylor, 1991

3. Penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menggunakan nilai setiap

variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel. Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut:

ái = Xi n • Xi i=1

Keterangan:

ái = Bobot variabel ke-i Xi = Nilai variabel ke-i i = 1,2,3,….,n

n = Jumlah variabel

(50)

terhadap faktor tersebut dimana 1=lemah/jelek, 2=rata-rata, 3=diatas rata-rata dan

4=bagus.

5. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor.

6. Jumlahkan skor untuk mendapatkan nilai total skor.

7. Total skor di bawah 2,5 menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat

memanfaatkan peluang atau menghindari ancaman, sedangkan total skor di atas 2,5

menunjukkan perusahaan dapat merespon peluang dan ancaman. Matriks EFE

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Matriks EFE

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang

1. 2. 3. dst Ancaman 1.

2. 3. dst

Total Sumber: Umar, 2003

4.3.3. Analisis Matriks IE

Matriks IE digunakan agar perusahaan dapat memperoleh strategi bisnis di

tingkat korporat yang lebih detail (Rangkuti, 2000). Matriks ini juga dapat digunakan

untuk menilai kondisi perusahaan saat ini dan mengembangkannya untuk

memproyeksikan bisnis di masa depan (Umar, 2003), namun matriks ini memerlukan

lebih banyak informasi mengenai divisi perusahaan (David, 1998).

Matriks IE disusun berdasarkan nilai total skor IFE pada sumbu horizontal dan

(51)

akan menunjukkan strategi yang dianggap tepat untuk diterapkan oleh perusahaan .

Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 3 (David, 1998).

Total Skor Internal

Gambar 3. Matriks Internal Eksternal (IE)

Keterangan:

Sel I = Tumbuh dan Bina Sel VI = Divestasi

Sel II = Tumbuh dan Bina Sel VII = Pertahankan dan Pelihara Sel III = Pertahankan dan Pelihara Sel VIII= Divestasi

Sel IV = Tumbuh dan Bina Sel IX = Divestasi Sel V = Pertahankan dan Pelihara

4.3.4. Analisis SWOT

Matriks SWOT digunakan untuk membantu manajer dalam mengembangkan

empat tipe strategi yang merupakan alternatif strategi pemasaran yang dapat

diimplementasikan oleh perusahaan berdasarkan hasil kombinasi antara faktor strategis

internal (kekuatan atau kelemahan) dan eksternal (peluang atau ancaman) yang

dimiliki oleh perusahaan. Tahap pencocokan faktor internal dan eksternal kunci

I II III

IV V VI

(52)

merupakan bagian tersulit dalam mengembangkan analisis ini, karena memerlukan

penilaian yang baik (David, 1998). Analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Matriks SWOT

Menurut David (1998), langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun

analisis SWOT adalah sebagai berikut :

1. Tuliskan peluang eksternal perusahaan yang menentukan.

2. Tuliskan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan.

3. Tuliskan kekuatan internal perusahaan yang menentukan.

4. Tuliskan kelemahan internal perusahaan yang menentukan.

5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat resultan

strategi SO dalam sel yang tepat.

6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat resultan

strategi WO dalam sel yang tepat.

7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat resultan

(53)

8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat resultan

strategi WT dalam sel yang tepat.

4.3.5. Analisis QSPM

Analisis QSPM digunakan untuk membantu manajer dalam memilih alternatif

strategi pemasaran mana yang terbaik untuk diimplementasikan oleh perusahaan.

Analisis ini membutuhkan penilaian intuitif yang baik dalam menyeleksi strategi untuk

dimasukkan dalam QSPM, proses memberikan peringkat dan nilai daya tarik

mengharuskan keputusan yang bersifat subyektif, dan analisis ini hanya sebaik

informasi yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya (David,

1998).

Menurut David (1998) tahapan dalam mengembangkan QSPM sebagai berikut:

1. Menentukan kekuatan/kelemahan kunci internal dan peluang/ancaman kunci

eksternal.

2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal, identik

dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.

3. Memeriksa pencocokan matriks dan mengidentifikasi strategi alternatf yang harus

dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.

4. Menetapkan nilai daya tarik (AS) pada setiap strategi untuk menunjukkan daya

tarik relatif dari satu strategi atas strategi lain dengan mempertimbangkan faktor

tertentu. Nilai daya tarik dimulai dari nilai 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3

Gambar

Tabel 4. Volume Produksi dan Penjualan Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur Tahun 2004
Tabel 1. Pangsa Pasar Produk Organik di Asia Pasifik Tahun 2002
Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Jambu Biji Non Organik.
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Jambu Biji Non Organik.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Syam, Syaiful (2014) dengan judul “Analisis Strategi Pemasaran Untuk Meningkatkan Penjualan Pupuk Organik Cair Pada

Peluang-peluang yang dimiliki PT Gojek Indonesia, dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh gojek untuk meningkatkan penjualan yaitu memiliki pasar yang potensial untuk bertumbuh,

• Dari hasil tersebut maka langkah – langkah yang dilakukan oleh Toko Mitra Bike dalam rangka meningkatkan penjualannya yaitu dengan cara meningkatkan kegiatan promosi yang ada

Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis SWOT dalam menentukan strategi pemasaran produk properti PT Sentra Bumi

Penerapan strategi promosi yang telah dilakukan oleh PT Monex Investindo Futures adalah dengan menggunakan media promosi antara lain: promosi penjualan dengan

Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada strategi bisnis dilihat dari segi aspek pemasaran yang dilakukan oleh PT Bumi sarana beton untuk mencapai tujuan dan

Berdasakan hasil penelitian impilkasi manajerial yang dapat digunakan oleh PT Agritani Makmur Mandiri sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis yaitu Analisis Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Volume Penjualan pada Perumahan Cahaya Bumi Pinrang, berdasarkan analisis