ANALISIS STRATEGI PEMASARAN JAMBU BIJI ORGANIK DI PT SAWANGAN BUMI MAKMUR, PARUNG, BOGOR
OLEH
SYLVIA REVITHA KAHARUDDIN A14102578
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan temuan-temuan baru dalam
bidang pertanian telah menggeser sistem pertanian traditional menjadi sistem pertanian
modern yang dicirikan dengan penggunaan pupuk kimia/sintesis, pestisida, dan
obat-obatan kimia. Sistem pertanian modern dianggap berhasil menanggulangi kerawanaan
pangan sehingga mengakibatkan pupuk kimia dalam beberapa dekade terakhir
digunakan secara luas di negara-negara Asia dan Pasifik secara global hingga
mencapai 43 persen per tahun1). Sistem pertanian ini juga memiliki dampak negatif
seperti meningkatnya kerusakan/degradasi lingkungan, menimbulkan pencemaran
terhadap air tanah (sumber air minum), menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia
dan munculnya hama yang resisten terhadap salah satu pestisida (Sutanto, 2002).
Sejalan dengan semakin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh pertanian
modern, beberapa tahun terakhir ini pakar pertanian dan lembaga swadaya masyarakat
international berusaha mengembangkan pertanian alternatif dalam mencukupi
kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik, menyehatkan, dan tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan yaitu dengan sistem pertanian organik (Sutanto, 2002). Faktor
yang mendorong berkembangnya produk organik adalah meningkatnya
kesadaran/kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan bahaya yang ditimbulkan
dari penggunaan pestisida, obat-obatan kimia, pupuk sehingga memunculkan tren baru
pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan kualitas pendidikan. Faktor pendorong lain
adalah keinginan masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan alam.
Saat ini konsumen dan permintaan terhadap produk organik mengalami
peningkatan, ini ditunjukkan dengan tingginya pangsa pasar produk organik
dinegara-negara Eropa yang mencapai 3 persen sampai 10 persen pada tahun 2000 (Sutanto,
2002), juga di Asia Pasifik yang menjadi salah satu pendorong perkembangan pangan
organik di Indonesia (Tabel 1).
Tabel 1. Pangsa Pasar Produk Organik di Asia Pasifik Tahun 2002
Negara Nilai (US $) Persentase (%)
Jepang 250 Juta 53,2
Australia 165 Juta 35,1
Selandia Baru 36 Juta 7,7
Lainnya (Asia) 19 Juta 4,0
Sumber : Organic Monitor (2002)
Di Indonesia total omset perdagangan organik sebesar 79 milyar rupiah dan
18,8 milyar rupiah diantaranya berasal dari agribisnis hortikultura2). Ini berarti
perdagangan hortikultura organik sekitar 23,79 persen dari total perdagangan produk
organik. Walaupun di Indonesia pangan organik belum sepopuler di negara-negara
maju dan masih merupakan hal baru yang mulai popular sekitar 4-5 tahun yang lalu,
tetapi pasar pangan organik di Indonesia terus berkembang. Ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya produsen/petani yang mulai menerapkan kembali cara-cara bertani
secara organik, banyaknya bermunculan toko pangan organik terutama di kota-kota
besar dan produk organik yang ada dipasaran sudah mulai bervariasi seperti sayur
organik, beras organik, buah organik, telur organik, daging ayam organik, dan
2)
lain3). Beberapa jenis sayur organik yang ada di supermarket adalah jagung, buncis, bit
merah, tomat, sedangkan merek beras organik yang tersedia di supermarket seperti IR
64, Nutrilon-o Pandan Wangi, Nutrilon-o Menthik Wangi, Nutrilon-o Rojolele, O’Rice
Pandan Wangi, Omega Organic Thai Rice, Oriza Organic Cisadane, dan lain-lain4).
Salah satu buah organik yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jambu
biji organik. Buah ini cukup disenangi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena
jambu biji mempunyai rasa yang lezat, memiliki kandungan vitamin A dan C yang
cukup tinggi (Rismunandar, 1989). Jambu biji juga dapat dikonsumsi langsung atau
diolah menjadi juice, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya demam berdarah, sariawan, gusi berdarah, diare, disentri, jantung, diabetes, kolesterol,
gangguan sistem pencernaan, beberapa jenis kanker, dan lain-lain (Parimin, 2005).
Jambu biji untuk konsumsi dalam negeri tidak hanya dihasilkan dari produksi
dalam negeri, tetapi juga diimpor dari beberapa negara. Volume dan nilai impor jambu
biji dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Jambu Biji Non Organik.
Tahun Volume (kg) Nilai (US $)
2000 14.127 21.200
2001 26.934 10.724
2002 27.979 18.958
2003 653.052 196.001
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Peningkatan volume impor jambu biji menunjukkan bahwa produksi dan
kualitas jambu biji perlu ditingkatkan. Ini merupakan peluang dalam mengembangkan
jambu biji organik yang memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik
terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke atas, kaum
ekspatriat yang berada di kota-kota besar dan wisatawan mancanegara.
Jambu biji berpotensi untuk diusahakan karena merupakan salah satu komoditi
ekspor yang cukup diminati oleh konsumen luar negeri baik dalam keadaan segar
maupun olahan. Volume dan nilai ekspor jambu biji dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Jambu Biji Non Organik.
Tahun Volume (kg) Nilai (US $)
2000 31.356 26.048
2001 14.370 8.354
2002 32.052 28.859
2003 17.061 19.033
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Penurunan jumlah ekspor jambu biji menunjukkan bahwa permintaan pasar
dalam negeri (pasar domestik) masih terbuka. Jambu biji organik merupakan salah satu
alternatif yang dapat membantu produsen/perusahaan agribisnis untuk menghasilkan
jambu biji dengan kualitas yang baik, agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam
negeri dan pasar luar negeri.
Salah satu produsen jambu biji organik di Indonesia adalah PT Sawangan Bumi
Makmur. Perusahaan ini menghasilkan jambu biji organik merah dan hampir sebagian
besar dijual ke beberapa swalayan/supermarket dan toko buah untuk golongan
ekonomi menengah ke atas yang ada di daerah Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor.
Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar pada pasar jambu biji
organik untuk kelas ekonomi menengah ke atas menjadi daya tarik bagi produsen
jambu biji organik lain seperti PT AT3, PT Moenaputra Nusantara, PT Laguna
tepat dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh
perusahaan dalam memasarkan jambu biji organik. Selain itu perusahaan juga harus
bisa menawarkan produk yang berkualitas dan pelayanan memuaskan yang sesuai
dengan keinginan (harapan) pelanggan.
1.2.Perumusan Masalah
Produk organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang
dalam beberapa tahun terakhir, ini dapat dilihat dari semakin bervariasinya produk
organik yang beredar di pasaran, semakin banyak masyarakat yang mulai tertarik
dengan produk organik karena alasan keamanan dan kesehatan dan semakin
banyaknya produsen/petani yang mengusahakan produk organik, sehingga keadaan ini
memberikan peluang sekaligus menghadapkan produsen/petani pada suatu ancaman
dalam memasarkan produknya.
PT Sawangan Bumi Makmur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang budidaya buah organik salah satunya adalalah jambu biji. Jambu biji
organik merupakan produk yang penting bagi perusahaan karena total volume usaha
perusahaan 70 persen berasal dari hasil penjualan jambu biji organik. Perusahaan ini
menghasilkan jambu biji organik segar, varietas getas yang berwarna merah.
Pemasaran buah ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar
swalayan, toko buah dan restauran yang berada di daerah Jakarta Selatan, Bekasi,
Tangerang dan Bogor.
Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur
sekitar 60 persen jambu biji organik ini yang terjual di pasar swalayan, ini berarti 60
persen total penjualan jambu biji organik berasal dari penjualan di swalayan. Keadaan
ini mengakibatkan sekitar 40 persen jambu biji organik yang tidak laku terjual di pasar
swalayan sehingga terjadi kelebihan produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Volume Produksi dan Penjualan Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur Tahun 2004
Bulan Produksi (Kg) Penjualan (Kg)
Januari 8.775 3.700
September 7.844 5.034,5
Oktober 2.567 1.637
November 2.467 1.804
Desember 3.146 939
Total 57.544 35.536
Sumber : PT Sawangan Bumi Makmur, 2005
Kelebihan produksi ini berasal dari jambu biji organik yang matang atau jambu
biji organik sisa sortiran yang tidak memenuhi standar dari pihak swalayan. Untuk
mengatasi masalah tersebut perusahaan terpaksa harus menjual jambu biji organik ini
dengan harga yang lebih murah dari harga normal ke pasar lokal (di kebun dan daerah
sekitarnya) dan memasok ke usaha juice jambu biji. Walaupun nilai penjualan jambu biji organik untuk pasar swalayan masih lebih tinggi dibandingkan nilai penjualan
jambu biji organik sisa sortiran dan matang ini, tapi banyaknya jumlah jambu biji
organik sisa sortiran dan matang ini dapat mengakibatkan keuntungan yang akan
dari volume produksi dan dijual dengan harga yang lebih murah atau sekitar dua kali
dari harga normal. Ini menyebabkan perusahaan perlu menyusun suatu strategi yang
tepat agar dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.
Pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa volume penjualan jambu biji organik
berfluktuasi setiap bulan dan mengalami penurunan pada bulan Desember 2004.
Volume penjualan mengalami penurunan sekitar 47,9 persen dari 1804 kg pada bulan
November menjadi 939 kg pada bulan Desember, padahal pada bulan tersebut hasil
produksi mengalami peningkatan. Penurunan penjualan ini disebabkan karena terjadi
penurunan permintaan pihak swalayan terhadap jambu biji organik, sehingga
perusahaan perlu mengetahui apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Untuk itu pada
penelitian ini dilakukan juga analisis penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran
pemasaran yang selama ini dilakukan oleh sehingga dapat membantu perusahaan untuk
perbaikan pelaksanaan bauran pemasaran di masa depan, karena kegiatan pemasaran
jambu biji organik yang dilakukan oleh perusahaan tidak terlepas dari kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai keinginan pelanggan dan
memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Berdasarkan masalah di atas, maka perusahaan perlu merumuskan strategi
pemasaran yang tepat dengan mengenali kondisi internal dan eksternal yang
mempengaruhi pemasaran jambu biji organik sehingga dapat meningkatkan penjualan
dan keuntungan bagi perusahaan. Hasil evaluasi dari kondisi internal berguna untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
2. Bagaimana penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi)
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
3. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran jambu
biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
4. Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang dapat diimplentasikan oleh PT
Sawangan Buni Makmur untuk meningkatkan keuntungan perusahaan?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
pemasaran jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
2. Mengetahui penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan
promosi) jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
ANALISIS STRATEGI PEMASARAN JAMBU BIJI ORGANIK DI PT SAWANGAN BUMI MAKMUR, PARUNG, BOGOR
OLEH
SYLVIA REVITHA KAHARUDDIN A14102578
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan temuan-temuan baru dalam
bidang pertanian telah menggeser sistem pertanian traditional menjadi sistem pertanian
modern yang dicirikan dengan penggunaan pupuk kimia/sintesis, pestisida, dan
obat-obatan kimia. Sistem pertanian modern dianggap berhasil menanggulangi kerawanaan
pangan sehingga mengakibatkan pupuk kimia dalam beberapa dekade terakhir
digunakan secara luas di negara-negara Asia dan Pasifik secara global hingga
mencapai 43 persen per tahun1). Sistem pertanian ini juga memiliki dampak negatif
seperti meningkatnya kerusakan/degradasi lingkungan, menimbulkan pencemaran
terhadap air tanah (sumber air minum), menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia
dan munculnya hama yang resisten terhadap salah satu pestisida (Sutanto, 2002).
Sejalan dengan semakin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh pertanian
modern, beberapa tahun terakhir ini pakar pertanian dan lembaga swadaya masyarakat
international berusaha mengembangkan pertanian alternatif dalam mencukupi
kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik, menyehatkan, dan tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan yaitu dengan sistem pertanian organik (Sutanto, 2002). Faktor
yang mendorong berkembangnya produk organik adalah meningkatnya
kesadaran/kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan bahaya yang ditimbulkan
dari penggunaan pestisida, obat-obatan kimia, pupuk sehingga memunculkan tren baru
pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan kualitas pendidikan. Faktor pendorong lain
adalah keinginan masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan alam.
Saat ini konsumen dan permintaan terhadap produk organik mengalami
peningkatan, ini ditunjukkan dengan tingginya pangsa pasar produk organik
dinegara-negara Eropa yang mencapai 3 persen sampai 10 persen pada tahun 2000 (Sutanto,
2002), juga di Asia Pasifik yang menjadi salah satu pendorong perkembangan pangan
organik di Indonesia (Tabel 1).
Tabel 1. Pangsa Pasar Produk Organik di Asia Pasifik Tahun 2002
Negara Nilai (US $) Persentase (%)
Jepang 250 Juta 53,2
Australia 165 Juta 35,1
Selandia Baru 36 Juta 7,7
Lainnya (Asia) 19 Juta 4,0
Sumber : Organic Monitor (2002)
Di Indonesia total omset perdagangan organik sebesar 79 milyar rupiah dan
18,8 milyar rupiah diantaranya berasal dari agribisnis hortikultura2). Ini berarti
perdagangan hortikultura organik sekitar 23,79 persen dari total perdagangan produk
organik. Walaupun di Indonesia pangan organik belum sepopuler di negara-negara
maju dan masih merupakan hal baru yang mulai popular sekitar 4-5 tahun yang lalu,
tetapi pasar pangan organik di Indonesia terus berkembang. Ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya produsen/petani yang mulai menerapkan kembali cara-cara bertani
secara organik, banyaknya bermunculan toko pangan organik terutama di kota-kota
besar dan produk organik yang ada dipasaran sudah mulai bervariasi seperti sayur
organik, beras organik, buah organik, telur organik, daging ayam organik, dan
2)
lain3). Beberapa jenis sayur organik yang ada di supermarket adalah jagung, buncis, bit
merah, tomat, sedangkan merek beras organik yang tersedia di supermarket seperti IR
64, Nutrilon-o Pandan Wangi, Nutrilon-o Menthik Wangi, Nutrilon-o Rojolele, O’Rice
Pandan Wangi, Omega Organic Thai Rice, Oriza Organic Cisadane, dan lain-lain4).
Salah satu buah organik yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jambu
biji organik. Buah ini cukup disenangi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena
jambu biji mempunyai rasa yang lezat, memiliki kandungan vitamin A dan C yang
cukup tinggi (Rismunandar, 1989). Jambu biji juga dapat dikonsumsi langsung atau
diolah menjadi juice, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya demam berdarah, sariawan, gusi berdarah, diare, disentri, jantung, diabetes, kolesterol,
gangguan sistem pencernaan, beberapa jenis kanker, dan lain-lain (Parimin, 2005).
Jambu biji untuk konsumsi dalam negeri tidak hanya dihasilkan dari produksi
dalam negeri, tetapi juga diimpor dari beberapa negara. Volume dan nilai impor jambu
biji dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Jambu Biji Non Organik.
Tahun Volume (kg) Nilai (US $)
2000 14.127 21.200
2001 26.934 10.724
2002 27.979 18.958
2003 653.052 196.001
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Peningkatan volume impor jambu biji menunjukkan bahwa produksi dan
kualitas jambu biji perlu ditingkatkan. Ini merupakan peluang dalam mengembangkan
jambu biji organik yang memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik
terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke atas, kaum
ekspatriat yang berada di kota-kota besar dan wisatawan mancanegara.
Jambu biji berpotensi untuk diusahakan karena merupakan salah satu komoditi
ekspor yang cukup diminati oleh konsumen luar negeri baik dalam keadaan segar
maupun olahan. Volume dan nilai ekspor jambu biji dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Jambu Biji Non Organik.
Tahun Volume (kg) Nilai (US $)
2000 31.356 26.048
2001 14.370 8.354
2002 32.052 28.859
2003 17.061 19.033
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Penurunan jumlah ekspor jambu biji menunjukkan bahwa permintaan pasar
dalam negeri (pasar domestik) masih terbuka. Jambu biji organik merupakan salah satu
alternatif yang dapat membantu produsen/perusahaan agribisnis untuk menghasilkan
jambu biji dengan kualitas yang baik, agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam
negeri dan pasar luar negeri.
Salah satu produsen jambu biji organik di Indonesia adalah PT Sawangan Bumi
Makmur. Perusahaan ini menghasilkan jambu biji organik merah dan hampir sebagian
besar dijual ke beberapa swalayan/supermarket dan toko buah untuk golongan
ekonomi menengah ke atas yang ada di daerah Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor.
Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar pada pasar jambu biji
organik untuk kelas ekonomi menengah ke atas menjadi daya tarik bagi produsen
jambu biji organik lain seperti PT AT3, PT Moenaputra Nusantara, PT Laguna
tepat dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh
perusahaan dalam memasarkan jambu biji organik. Selain itu perusahaan juga harus
bisa menawarkan produk yang berkualitas dan pelayanan memuaskan yang sesuai
dengan keinginan (harapan) pelanggan.
1.2.Perumusan Masalah
Produk organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang
dalam beberapa tahun terakhir, ini dapat dilihat dari semakin bervariasinya produk
organik yang beredar di pasaran, semakin banyak masyarakat yang mulai tertarik
dengan produk organik karena alasan keamanan dan kesehatan dan semakin
banyaknya produsen/petani yang mengusahakan produk organik, sehingga keadaan ini
memberikan peluang sekaligus menghadapkan produsen/petani pada suatu ancaman
dalam memasarkan produknya.
PT Sawangan Bumi Makmur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang budidaya buah organik salah satunya adalalah jambu biji. Jambu biji
organik merupakan produk yang penting bagi perusahaan karena total volume usaha
perusahaan 70 persen berasal dari hasil penjualan jambu biji organik. Perusahaan ini
menghasilkan jambu biji organik segar, varietas getas yang berwarna merah.
Pemasaran buah ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar
swalayan, toko buah dan restauran yang berada di daerah Jakarta Selatan, Bekasi,
Tangerang dan Bogor.
Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur
sekitar 60 persen jambu biji organik ini yang terjual di pasar swalayan, ini berarti 60
persen total penjualan jambu biji organik berasal dari penjualan di swalayan. Keadaan
ini mengakibatkan sekitar 40 persen jambu biji organik yang tidak laku terjual di pasar
swalayan sehingga terjadi kelebihan produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Volume Produksi dan Penjualan Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur Tahun 2004
Bulan Produksi (Kg) Penjualan (Kg)
Januari 8.775 3.700
September 7.844 5.034,5
Oktober 2.567 1.637
November 2.467 1.804
Desember 3.146 939
Total 57.544 35.536
Sumber : PT Sawangan Bumi Makmur, 2005
Kelebihan produksi ini berasal dari jambu biji organik yang matang atau jambu
biji organik sisa sortiran yang tidak memenuhi standar dari pihak swalayan. Untuk
mengatasi masalah tersebut perusahaan terpaksa harus menjual jambu biji organik ini
dengan harga yang lebih murah dari harga normal ke pasar lokal (di kebun dan daerah
sekitarnya) dan memasok ke usaha juice jambu biji. Walaupun nilai penjualan jambu biji organik untuk pasar swalayan masih lebih tinggi dibandingkan nilai penjualan
jambu biji organik sisa sortiran dan matang ini, tapi banyaknya jumlah jambu biji
organik sisa sortiran dan matang ini dapat mengakibatkan keuntungan yang akan
dari volume produksi dan dijual dengan harga yang lebih murah atau sekitar dua kali
dari harga normal. Ini menyebabkan perusahaan perlu menyusun suatu strategi yang
tepat agar dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.
Pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa volume penjualan jambu biji organik
berfluktuasi setiap bulan dan mengalami penurunan pada bulan Desember 2004.
Volume penjualan mengalami penurunan sekitar 47,9 persen dari 1804 kg pada bulan
November menjadi 939 kg pada bulan Desember, padahal pada bulan tersebut hasil
produksi mengalami peningkatan. Penurunan penjualan ini disebabkan karena terjadi
penurunan permintaan pihak swalayan terhadap jambu biji organik, sehingga
perusahaan perlu mengetahui apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Untuk itu pada
penelitian ini dilakukan juga analisis penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran
pemasaran yang selama ini dilakukan oleh sehingga dapat membantu perusahaan untuk
perbaikan pelaksanaan bauran pemasaran di masa depan, karena kegiatan pemasaran
jambu biji organik yang dilakukan oleh perusahaan tidak terlepas dari kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai keinginan pelanggan dan
memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Berdasarkan masalah di atas, maka perusahaan perlu merumuskan strategi
pemasaran yang tepat dengan mengenali kondisi internal dan eksternal yang
mempengaruhi pemasaran jambu biji organik sehingga dapat meningkatkan penjualan
dan keuntungan bagi perusahaan. Hasil evaluasi dari kondisi internal berguna untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
2. Bagaimana penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi)
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
3. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran jambu
biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur ?
4. Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang dapat diimplentasikan oleh PT
Sawangan Buni Makmur untuk meningkatkan keuntungan perusahaan?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
pemasaran jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
2. Mengetahui penerapan bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan
promosi) jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran
jambu biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pihak produsen jambu biji organik, hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan strategi
pemasaran.
2. Pihak penulis, merupakan pengalaman yang berharga sekaligus sebagai wadah
latihan dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Pertanian Organik
Pertanian organik mempunyai prospek yang cukup baik dan telah berkembang
dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan pertanian organik yang pesat didorong
oleh perhatian masyarakat yang secara perlahan mulai bergeser ke pertanian
berwawasan lingkungan, dan sangat peduli terhadap alam dan kesehatan. Permintaan
terhadap produk organik terus meningkat, gambaran ini dapat dilihat dari pertumbuhan
permintaan produk organik dunia mencapai 15-20 persen per tahun, namun pangsa
pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar antara 0,5-25 persen dari keseluruhan
produk organik (Jolly, 2000). Perkembangan pertanian organik di Amerika sekitar 0,2
persen dari total lahan pertanian, namun pasar tumbuh dengan laju lebih dari 20 persen
per tahun5), sedangkan di Perancis sekitar 52 persen masyarakat membelanjakan uang
sebesar 65 euro setiap tahun untuk pangan organik, dan lahan pertanian organik
meningkat lima persen tahun 20056).
Di Indonesia pertanian organik mulai dikembangkan pada tahun 1984, oleh
Yayasan Bina Sarana Bhakti sebagai perintisnya yang membuka lahan seluas 4 Ha di
daerah Cisarua, Bogor. Banyak masyarakat yang kemudian mulai tertarik dan belajar
tentang pertanian organik di tempat ini, dan mengembangkannya di daerah
masing-masing sehingga pertanian organik di Indonesia mulai berkembang (Pracaya, 2002).
Saat ini, kelompok petani atau produsen organik sudah mulai bermunculan di berbagai
daerah seperti di Jawa Tengah, sentra pertanian organik terletak di Klaten, Yogyakarta
5)
Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002. Teknologi Produksi The Organik. 6)
terletak di Karanganyar, Magelang dan Kulonprogo. Di Jawa Barat terletak di Bogor,
Bandung dan Kuningan, sedangkan di Jawa Timur seperti di Malang dan juga
beberapa daerah di Bali7).
Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi holistik
(keseluruhan) yang meningkatkan dan mengembangkan kesatuan agroekosistem,
keragaman hayati, siklus hidrologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan pada penggunaan praktek manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input setempat, termasuk benih, pupuk, pestisida (nabati/prediktor). The
International Federation of Organic Agribussiness Movements (IFOAM) menyatakan
bahwa pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan produk pertanian dengan
kualitas dan kuantitas yang memadai melalui budidaya secara alami, keinginan akan
melestarikan siklus hidrologi biologis dalam ekosistem pertanian, memelihara dan
meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, keragaman genetik sistem pertanian
dan alam sekitarnya akan terjaga. Manfaat lain yang dipetik dari pengembangan
pertanian organik adalah meningkatkan pendapatan petani karena adanya effisiensi
pemanfaatan sumberdaya, menghasilkan pangan yang cukup, aman, berkualitas
sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing produk
agribisnis8).
Pertanian organik juga memiliki kekurangan seperti produktivitas yang rendah
dan sulit diukur sehingga harga jual sangat tinggi, kesulitan dalam memperoleh input
produksi seperti pupuk kandang atau kompos, kesulitan dalam menentukan analisis
ekonomis suatu lahan seperti biaya produksi dan pemasukan, dan kesulitan dalam
memasarkan produk seperti merintis pasar dan memilih segmen pasar9).
2.2. Jambu Biji Organik
Jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1200
m dpl, namun dapat tumbuh di daerah sub tropis dengan intensitas curah hujan
berkisar antara 1.000-2000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Tanaman ini
berkembang dan berbuah dengan optimal pada suhu 23-28oC10). Jambu biji dapat
berbuah sepanjang tahun, sedangkan musim panen raya antara bulan Desember sampai
Februari dan bulan Juni sampai Agustus (Parimin, 2005).
Tanaman ini banyak dibudidayakan karena memiliki banyak keunggulan yaitu:
mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan khusus, dapat tumbuh di segala jenis
tanah dan iklim, tahan kering dan hujan, memiliki perakaran yang cukup lebat
sehingga dapat menahan erosi, dan memiliki kandungan vitamin A dan C yang cukup
tinggi (Rismunandar, 1989). Menurut Lim Tong Kwee and Khay Choy (1990), nilai
gizi jambu biji dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Jambu Biji per 100 gr Bahan
Zat Gizi Jambu Biji Zat Gizi Jambu Biji
Sumber : Lim Tong Kwee and Khoo Khay Choy, 1990
9)
Trubus, Februari 2000. Pertanian Organik Kian Marak. 10)
Saat ini juga telah dikembangkan budidaya jambu biji organik yang memiliki
syarat tumbuh pada kondisi yang sama dengan jambu biji non organik, yang
membedakan adalah proses budidaya jambu biji organik tanpa menggunakan
unsur-unsur kimia seperti pupuk, pestisida, hormon dan obat-obatan tetapi menggunakan
bahan-bahan alami seperti pupuk kandang, kompos, pestisida nabati dan pestisida
organik, sehingga aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Jambu biji
organik seringkali penampakannya tidak menarik, terlihat ada bekas gigitan serangga,
tetapi memiliki kualitas yang lebih baik dari jambu biji non organik seperti citarasa
yang lebih baik, lebih alami, lebih segar, tekstur lebih keras dan padat11). Produk
organik seperti jambu biji juga memiliki kandungan mineral yang lebih baik dibanding
jambu biji non organik12).
Jambu biji organik biasanya hanya dijual di tempat-tempat tertentu seperti di
swalayan/supermarket, toko buah atau gerai-gerai khusus produk organik, harga jual
jambu biji organik lebih mahal dari jambu biji non organik, segmen pasar hanya
golongan ekonomi menengah keatas yang memiliki pendapatan tinggi dan kesadaran
kesehatan tinggi.
2.3. Pemasaran
Menurut David (1998), pemasaran adalah proses menetapkan, mengantisipasi,
menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa.
Kottler (2002) menyatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk
yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli.
Menurut Assauri (2002), konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen dalam
bidang pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen
dengan didukung oleh kegiatan pemasaran terpadu yang diarahkan untuk memberikan
kepuasan bagi konsumen.
Konsep pemasaran berdiri di atas empat pilar yaitu : pasar sasaran, kebutuhan
pelanggan, pemasaran terpadu dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep ini dimulai
dari pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan,
mengkoordinasikan semua aktivitas yang akan mempengaruhi pelanggan dan
menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan (Kottler, 2002).
Menurut Rangkuti (2000), nilai pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu : merek, pelayanan dan proses. Merek adalah nilai yang berkaitan dengan nama
atau nilai yang dimiliki dan melekat pada suatu perusahaan. Pelayanan merupakan
nilai yang berkaitan dengan pemberian jasa pelayanan kepada konsumen. Proses
adalah nilai yang berkaitan dengan prinsip perusahaan untuk membuat setiap karyawan
terlibat dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses memuaskan konsumen, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2.4. Strategi Pemasaran
Kottler (2002) menyatakan strategi pemasaran merupakan pendekatan
pemasaran luas yang akan digunakan untuk mencapai tujuan rencana pemasaran.
konsisten bukan hanya terhadap strategi utama yang ditentukan, melainkan juga
terhadap strategi diberbagai bidang fungsional lainnya. Strategi dalam bidang
pemasaran dikelompokkan dalam empat aspek yang dikenal dengan marketing mix
atau bauran pemasaran, yang terdiri dari aspek produk, harga, distribusi dan promosi.
2.5. Bauran Pemasaran
Kottler (2002) menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran. Komponen-komponen pokok bauran pemasaran terdiri
dari empat variabel utama yang dikenal dengan nama “4P” yaitu produk (product), harga (price), tempat (place) dan promosi (promotion). Variabel-variabel pemasaran dalam komponen 4P bauran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1 (Kottler, 2002).
Gambar 1. Komponen 4P dalam Bauran Pemasaran
Produk adalah tawaran yang berwujud dari perusahaan kepada pasar yang
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemasan (Kottler, 2002). Strategi
produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang
menguntungkan dibanding pesaingnya.
Harga merupakan alat bauran pemasaran yang penting. Harga adalah jumlah
uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk produk tertentu. Harga harus
sebanding dengan penawaran nilai kepada pelanggan, jika tidak pembeli akan
berpaling ke produk pesaing. Harga mencakup daftar harga, rabat/diskon, potongan
harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit (Kottler, 2002).
Menurut Kottler (2002), tempat (distribusi) merupakan berbagai kegiatan yang
dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan
sasaran. Tempat mencakup saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi,
persediaan dan transportasi.
Kottler (2002) mendefinisikan promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya ke pasar
sasaran. Bauran promosi terdiri dari iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat,
dan pemasaran langsung.
2.6. Analisis Lingkungan Pemasaran
Menurut Umar (2003), lingkungan pemasaran sebuah perusahaan berkaitan
dengan sekumpulan faktor-faktor pemasaran yang dapat mempengaruhi arah dan
merupakan kekuatan yang ada di lingkungan tempat perusahaan beroperasi, yang
terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Kottler, 2002).
2.6.1. Lingkungan Internal
Lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang-bidang fungsional (David, 1998).
Lingkungan internal yang mempengaruhi pemasaran jambu biji organik adalah
pemasaran, produksi dan operasi, dan keuangan. Menurut Assauri (2002), factor
internal dalam bidang pemasaran adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh pimpinan
perusahaan umumnya dan pimpinan pemasaran khususnya (controllable factors), yang terdiri dari produk, harga, penyaluran/distribusi, promosi dan pelayanan.
2.6.2. Lingkungan Eksternal
Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa lingkungan eksternal terdiri
dari semua keadaan dan kekuatan yang mempengaruhi pilihan (opsi) strategik
perusahaan dan menentukan situasi persaingannya. Variabel lingkungan eksternal
berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, dapat menimbulkan peluang &
ancaman. dan tidak bisa dikontrol. Menurut Kottler (2002) lingkungan eksternal terdiri
dari lingkungan makro dan lingkungan mikro.
2.6.2.1.Lingkungan Makro
Lingkungan makro terdiri dari faktor demografis, ekonomi, alam, teknologi,
politik-hukum dan sosial budaya yang dapat berpengaruh terhadap penjualan dan laba
perusahaan harus memantau dan cepat tanggap terhadap kekuatan-kekuatan itu
(Kottler, 2002).
Menurut Kottler (2002), faktor demografi berkaitan dengan masalah-masalah
kependudukan seperti jumlah penduduk, distribusi penduduk secara geografis,
distribusi umur dan bauran etnis, tingkat pendidikan, karakteristik dan pergerakan
regional.
Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu
perusahaan beroperasi (Pearce dan Robinson, 1997). Faktor ekonomi terdiri dari
faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli yang dipengaruhi oleh pendapatan, harga
produk, tabungan, hutang dan ketersediaan kredit saat ini (Kottler, 2002).
Perkembangan teknologi tidak hanya mencakup kemajuan dalam bidang bisnis
tersebut tetapi juga di bidang lain yang mendukung kegiatan bisnis (Umar, 2003).
Sebagai contoh usaha budidaya buah-buahan dapat berhasil jika didukung oleh adanya
kemajuan dalam bidang produksi sarana dan prasarana budidaya, transportasi,
pengolahan/pengawetan buah dan pengemasan buah. Menurut David (1998), kemajuan
teknologi dapat mempengaruhi produk, pasar, pemasok, distributor, pesaing,
pelanggan dan posisi bersaing. Kemajuan teknologi dapat menciptakan pasar baru,
menghasilkan produk yang lebih baik dan mengubah posisi biaya bersaing relatif
dalam suatu industri.
Menurut Umar (2003), arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah
menjadi faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Menurut Pearce dan
Robinson (1997), faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang
buah-buahan, sehingga mengakibatkan permintaan masyarakat terhadap buah-buahan lokal
menurun. Hal ini sangat merugikan produsen/petani karena dapat mengurangi potensi
laba.
Kondisi sosial budaya bersifat dinamis (selalu berubah-ubah) sehingga harus
diantisipasi oleh perusahaan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan
adalah kepercayaan, nilai, sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di lingkungan
eksternal perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).
Menurut Kottler (2002), faktor alam berkaitan dengan proses produksi
perusahaan. Faktor alam berhubungan dengan udara, tanah dan air yang mendukung
kegiatan perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997). Keberhasilan usaha budidaya
pertanian di Indonesia didukung oleh faktor alam seperti sinar matahari sepanjang
tahun, tanah yang subur, iklim yang mendukung dan curah hujan yang cukup.
2.6.2.2.Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro perusahaan terdiri dari semua pihak yang mempengaruhi
kemampuan perusahaan dalam memproduksi dan menjual produk. Lingkungan mikro
terdiri dari pemasok, perantara pemasaran, pelanggan dan pesaing (Kottler, 2002).
Pemasok adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumberdaya/input
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/output yang dapat
memuaskan pelanggan. Hubungan yang dapat diandalkan antara suatu perusahaan dan
pemasok sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan jangka panjang
perusahaan. Perusahaan selalu bergantung pada pemasok untuk dukungan keuangan,
Menurut Kottler (2002), perantara pemasaran adalah perusahaan yang
membantu perusahaan lain dalam promosi, penjualan dan pendistribusian barang ke
pembeli akhir. Perantara pemasaran terdiri dari agen pialang, perwakilan manufaktur
serta pihak lain yang memudahkan penemuan dan penjualan produk ke pelanggan.
Kottler (2002) menjelaskan bahwa pelanggan adalah pihak yang
memaksimalkan nilai dengan dibatasi oleh biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas
dan penghasilan. Pelanggan terdiri dari individu dan rumah tangga yang membeli
barang dan jasa untuk dikonsumsi. Pelanggan dapat pula berupa kelompok atau
lembaga yang membeli barang dan jasa untuk dijual kembali (reseller market).
Pesaing adalah perusahaan lain yang berusaha memuaskan kebutuhan
pelanggan yang sama serta mengajukan penawarkan produk yang sama dengan produk
perusahaan (Kottler, 2002).
2.7. Tahapan Perumusan Strategi Pemasaran
Menurut David (1998), Teknik perumusan strategi dapat dipadukan menjadi
kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap yang dapat dipakai untuk semua
ukuran dan tipe organisasi, dan dapat membantu ahli strategi mengenali, mengevaluasi
dan memilih strategi.
2.7.1. Tahap Input
Tahap ini dilakukan untuk meringkas informasi input dasar yang diperlukan
untuk merumuskan strategi-strategi (David, 1998). Alat analisis yang digunakan pada
2.7.1.1.Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Matriks IFE digunakan perusahaan sebagai alat perumusan strategi untuk
meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan (David, 1998).
2.7.1.2.Matriks External Faktor Evaluation (EFE)
Menurut David (1998), Matriks EFE digunakan perusahaan sebagai alat
perumusan strategi untuk meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman.
2.7.2. Tahap Pencocokan
Tahap ini untuk membangkitkan strategi-strategi alternatif yang dapat
dilaksanakan oleh perusahaan dengan memadukan faktor internal dan eksternal
(David, 1998). Alat analisis yang dapat digunakan matriks IE dan analisis SWOT.
2.7.2.1.Matriks IE (Internal External)
Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan suatu Strategi Bisnis Unit (SBU)
perusahaan ke dalam matriks yang terdiri atas 9 sel (Umar, 2003). Menurut David
(1998), sel-sel pada matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama. Daerah pertama yang
terdiri dari sel I, II dan IV disebut tumbuh dan bina (growth and build). Strategi yang dapat diterapkan antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, perluasan pasar dan
perluasan produk) dan strategi integratif (integrasi ke depan, integrasi ke belakang dan
integrasi horizontal). Daerah kedua terdiri dari sel III, V dan VII disebut pertahankan
dan pelihara (hold and maintain), strategi yang tepat adalah strategi penetrasi pasar dan perluasan produk. Daerah ketiga terdiri dari sel VI, VII dan IX merupakan situasi
2.7.2.2.Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan suatu cara sistematis untuk mengidentifikasi
faktor-faktor lingkungan dan strategi yang efektif bagi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan
kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Pearce dan
Robinson, 1997).
Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa analisis SWOT ini
dilaksanakan dengan memfokuskan pada dua hal yaitu: identifikasi ancaman dan
peluang, juga identifikasi kekuatan dan kelemahan internal perusahaan.
2.7.3. Tahap Pemilihan Keputusan
Informasi yang diperoleh pada tahap input dan tahap pencocokan digunakan
pada tahap ini menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis ini memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara
obyektif dan dengan penilaian intuitif yang baik berdasarkan pada faktor-faktor kritis
untuk lingkungan internal dan eksternal yang telah diketahui. QSPM menentukan daya
tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada sejauhmana faktor-faktor sukses
kritis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 1998).
David (1998), menjelaskan bahwa sifat positif dari QSPM adalah set strategi
dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan, tidak ada batas untuk jumlah strategi
yang dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat diperiksa sekaligus
menggunakan QSPM. Sifat positif lain dari QSPM adalah alat ini mengharuskan ahli
Mengembangkan QSPM membuat faktor-faktor kunci lebih kecil kemungkinannya
terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai. QSPM juga memiliki beberapa
keterbatasan yaitu proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang
diperhitungkan. Pemberian peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan
subyektif walaupun prosesnya harus menggunakan informasi obyektif, hanya dapat
sebaik informasi yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang analisis strategi pemasaran perusahaan distributor buah segar
(studi kasus PT Moenaputra Nusantara, Jakarta), sudah dilakukan oleh Indriani (2002).
Analisis IFE menghasilkan nilai total skor sebesar 2,930 dan nilai total skor pada
analisis EFE sebesar 3,022. Analisis dengan matriks IE menunjukkan bahwa
perusahaan berada pada sel II (tumbuh dan bina), strategi yang tepat adalah strategi
intensif dan integrasi. Berdasarkan analisis SWOT strategi yang tepat untuk PT
Moenaputra Nusantara adalah (1) Strategi SO dengan mempertahankan adanya
pengendalian mutu, mempertahankan dan menarik pelanggan baru dengan
meningkatkan pelayanan, memperluas jaringan distribusi dan meningkatkan
kontinuitas dan kuantitas produk, meningkatkan usaha promosi, (2) Strategi ST dengan
meningkatkan keunggulan produk, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,
meningkatkan pengiriman SPG, (3) Strategi WO dengan menambah modal kerja,
meningkatkan kuantitas dari pengadaan buah, memperluas pasar ke wilayah-wilayah
mengadakan penelitian khusus mengenai pesaing dan cara menghadapi pesaing, dan
menjalin kerjasama yang baik dengan pemasok.
Indriastanti (2003) menganalisis tentang strategi pemasaran dan pengembangan
usaha anggur hijau (kasus usaha petani anggur hijau di desa Tempursari, Kecamatan
Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah). Matris IFE memperoleh nilai total skor
sebesar 2,4 ini menunjukkan bahwa petani belum mampu menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk menutup kelemahan yang ada. Nilai total skor untuk matriks EFE
sebesar 2,79 ini berarti usaha anggur hijau mampu memanfaatkan peluang yang ada
dengan mengantisipasi ancaman yang terjadi dalam usaha. Pada matriks IE
menunjukkan posisi usaha anggur hijau pada sel V, yang merupakan posisi hold and maintain dengan menerapkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Alternatif strategi pada analisis SWOT adalah (1) Strategi SO dengan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas buah, membuat suatu diversifikasi produk
dengan memanfaatkan teknologi yang ada, membuat desain kemasan yang baik, (2)
Strategi WO dengan menggunakan teknologi yang tepat guna dan efektif untuk
mengolah pasca panen, dan memperluas pasar, (3) Strategi ST dengan mempererat
hubungan dengan pemasok sarana produksi, meningkatkan pelayanan kepada
konsumen dan menjadikan anggur hijau sebagai produk unggulan daerah, (4) Strategi
WT dengan meningkatkan promosi melalui media massa dan elektronik.
Penelitian tentang analisis strategi pemasaran komoditi tomat recento
hidroponik pada PT Rejo Sari Bumi, unit Tapos, Ciawi-Bogor, Jawa Barat, sudah
dilakukan oleh Suryatini (2004). Pada matriks IFE total skor sebesar 2,723 yang
kekuatan-kekuatan usahanya dan mengatasi kelemahan-kelemahan usaha yang ada.
Total skor matriks EFE sebesar 3,257 ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
kemampuan yang tergolong tinggi dalam memanfaatkan peluang eksternal serta
menghindari ancaman. Matriks IE menempatkan perusahaan pada sel II, yang
merupakan posisi tumbuh dan bina. Strategi yang dapat diterapkan adalah strategi
intensif dan strategi integrasi.
Ada delapan alternatif strategi pemasaran yang diperoleh dari matriks SWOT
terdiri dari (1) mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk dengan teknologi
tepat guna untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan menarik pelanggan
potensial, (2) menjaga ketersediaan produk untuk mempertahankan kepercayaan dan
kesetiaan pelanggan, (3) memperluas pangsa pasar untuk meningkatakan penjualan,
(4) meningkatkan hubungan kerjasama dan memberikan pelayanan yang lebih baik
terhadap pelanggan, (5) menekan biaya produksi tanpa mengurangi kualitas produk
dengan cara efisiensi biaya produksi, (6) meningkatkan niali tomat dengan
mengalihkan fungsi tomat ke fungsi yang berbeda, (7) meningkatkan produktivitas
karyawan, (8) melakukan penelitian khusus guna meningkatkan produktivitas tomat,
(9) meningkatkan kegiatan promosi untuk meningkatkan citra produk dan menghadapi
produk substitusi. Alternatif strategi pemasaran yang diprioritaskan untuk
diimplementasikan bagi perusahaan berdasarkan pengolahan AHP yaitu menekan
biaya produksi tanpa mengurangi kualitas produk dengan cara efisiensi biaya produksi
dengan nilai bobot sebesar 0,507.
menunjukkan perusahaan telah mampu memanfaatkan kemampuan internal
perusahaan dan mengatasi masalah internal yang dihadapi perusahaan. Total skor dari
matriks EFE adalah 2,623, ini menunjukkan bahwa perusahaan telah mampu merespon
peluang yang dimiliki dan mengatasi ancaman yang dihadapi. Matriks IE
menempatkan PT Indorub Sumber Wadung pada sel V, yang disebut posisi hold and maintain, dengan menerapkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT yaitu (1) Strategi SO melalui
optimalisasi produksi untuk memanfaatkan seluruh keunggulan perusahaan, kepastian
konsumen dan perkembangan teknologi mekanisasi dan pengolahan dan
memanfaatkan keunggulan luas areal, kesuburan dan varietas teh, pabrik dan teknologi
yang ada, (2) Strategi ST dengan memberikan kepuasan optimal kepada konsumen
utama, (3) Strategi WO adalah memanfaatkan informasi hasil penelitian di PPTK
Gambung, (4) Strategi WT dengan pelatihan dan pemberian motivasi kerja yang kuat
terhadap tenaga kerja pemetik, pemberian kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar
perkebunan, peningkatkan pengawasan dan pengelolaan lahan perkebunan, dan
peremajaan tanaman tua untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan kualitas hasil.
Prioritas strategi dengan analisis QSPM memberikan nilai tertinggi TAS (total attractive score) sebesar 5,504 pada strategi meningkatkan hasil produksi dengan memanfaatkan seluruh keunggulan perusahaan, kepastian konsumen dan
perkembangan teknologi mekanisasi dan pengolahan.
Penelitian-penelitian terdahulu tentang strategi pemasaran dapat dijadikan
referensi oleh penulis dalam melakukan penelitian tentang strategi pemasaran jambu
strategi pemasaran sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti
yang dilakukan oleh Indriani (2002) dan Indriastanti pada tahun 2003. Kedua
penelitian ini hanya sampai pada tahap pencocokan yaitu mencoba untuk melihat
posisi perusahaan dalam industri dan menyusun beberapa alternatif strategi yang
sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan dengan menggunakan matriks
IE dan analisis SWOT.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis sampai pada tahap pemilihan keputusan
dengan menggunakan analisis matriks QSPM, sehingga diperoleh alternatif strategi
pemasaran terbaik yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan agar dapat
mencapai tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryatini (2004) dan Hadi pada tahun
2004 juga sampai pada tahap pemilihan keputusan, namun penelitian yang dilakukan
oleh Suryatini menggunakan analisis AHP. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi juga
menggunakan analisis QSPM seperti yang dilakukan oleh penulis, tetapi penelitian
yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hadi
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Perkembangan pertanian organik yang pesat selama beberapa tahun terakhir ini
didorong oleh kepedulian masyarakat kepada kesehatan dan alam, sehingga produk
organik yang beredar dipasaran semakin bervariasi mulai dari beras organik, sayur
organik, buah organik dan lain-lain. Pasar produk organik yang masih potensial
mengakibatkan semakin banyaknya bermunculan kelompok petani organik atau
produsen organik di berbagai daerah, salah satunya adalah PT Sawangan Bumi
Makmur yang merupakan produsen jambu biji organik.
Dalam melaksanakan kegiatan pemasaran, PT Sawangan Bumi Makmur
mengalami kendala yaitu volume penjualan jambu biji organik pada bulan Desember
2004 mengalami penurunan padahal volume produksi mengalami peningkatan.
Kendala lain yang dialami perusahan adalah hasil produksi yang terjual ke swalayan,
toko buah, sekitar 60 persen saja sehingga mengakibatkan terjadi kelebihan produksi
karena yang berasal dari jambu biji organik yang matang dan jambu biji organik sisa
sortiran yang tidak laku terjual di pasar swalayan. Kelebihan produksi ini dijual
dengan harga murah ke pasar lokal dan usaha juice. Ini mengakibatkan penerimaan yang akan diperoleh perusahaan menjadi berkurang, sehingga perusahaan perlu
menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan utama yang perlu ditempuh dalam
menyusun strategi pemasaran. Tahapan tersebut meliputi tahap input, tahap
pencocokan dan tahap pemilihan keputusan. Pada tahap input dilakukan identifikasi
dan kelemahan perusahaan. Identifikasi faktor-faktor internal diperoleh dari pihak
manajemen dan hasil penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran perusahaan.
Hasil penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran digunakan sebagai korelasi
silang informasi yang diperoleh dari pihak manajemen perusahaan, sehingga dapat
memberikan masukan dalam menentukan faktor-faktor internal yang mempengaruhi
pemasaran jambu biji organik. Analisis terhadap penilaian pelanggan juga dapat
membantu perusahaan dalam mengevaluasi efektifitas pelaksanaan bauran pemasaran
yang selama ini dilakukan sehingga perusahaan mendapat masukan untuk bahan
perbaikan di masa depan.
Lingkungan internal yang berkaitan dengan PT Sawangan Bumi makmur
meliputi faktor pemasaran seperti produk organik dan kualitasnya, pelayanan, lokasi,
penyediaan jambu biji organik, hubungan dengan pelanggan, kemasan, tempat
penjualan, waktu pengiriman dan kegiatan promosi. Kelebihan produksi merupakan
faktor operasi produksi yang berpengaruh pada pemasaran perusahaan, sedangkan
modal sendiri merupakan faktor keuangan yang mempengaruhi kegiatan pemasaran
perusahaan.
Lingkungan eksternal yang mempengaruhi kegiatan pemasaran perusahaan
adalah faktor sosial budaya seperti bermunculan supermarket baru, jambu biji
bermanfaat bagi kesehatan dan sabagai obet, kasus pencurian, adanya produsen yang
memanfaatkan label organik, dan daya beli masyarakat. Faktor teknologi meliputi
perkembangan industri pengolahan dan pupuk organik. Iklim yang sesuai merupakan
perusahaan lain merupakan faktor pesaing yang mempengaruhi kegiatan peamasaran
perusahaaan
Setelah diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan internal
(kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman), maka
dilakukan analisis terhadap lingkungan internal menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation), sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal dengan matriks EFE (External Factor Evaluation). Tahap selanjutnya adalah tahap pencocokan yang digunakan untuk menyusun alternatif strategi yang layak diimplementasikan dengan
memadukan faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IE
(Internal External) dan analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats). Tahap terakhir merupakan tahap memilih alternatif strategi pemasaran terbaik yang
dapat diimplementasikan oleh PT Sawangan Bumi Makmur untuk mengatasi masalah
yang dialami oleh perusahaan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks
Tahap Input
Tahap Pencocokan
Tahap Pemilihan Keputusan
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran
PT Sawangan Bumi Makmur
Analisis Masalah
- Volume penjualan jambu biji organik mengalami penurunan - Jambu biji organik banyak tidak laku terjual di pasar swalayan
IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Sawangan Bumi Makmur yang berlokasi di
Parung dan Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berdasarkan pertimbangan bahwa PT Sawangan Bumi Makmur salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang budidaya buah organik yang berpotensi, serta memiliki
peluang yang besar untuk dapat dikembangkan di masa mendatang. Pertimbangan lain
adalah adanya ketersediaan data yang diperlukan dalam penelitian ini dan kesediaan
dari pihak manajemen perusahaan untuk menjadikan perusahaan sebagai lokasi
penelitian.
Penelitian juga dilakukan di lima pelanggan perusahaan yaitu Kem Chicks
Supermarket di Kemang-Jakarta, Toko Buah Total di Panglima Polim-Jakarta, Toko
Buah Fress E di Bintaro-Jakarta, pengecer di Bumi Serpong Damai Tangerang, dan
pengecer di Bogor. Setiap lokasi tersebut dipilih seorang responden yang mengetahui
tentang bauran pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Pemilihan lokasi
pelanggan dilakukan atas persetujuan dari pihak perusahaan, dengan pertimbangan
ke-5 pelanggan tersebut mempunyai lokasi berbeda, jenis usaha berbeda, dan volume
permintaan untuk setiap kali pemesanan berbeda.
Pengumpulan data tentang analisis strategi pemasaran jambu biji organik ini
4.2.Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dengan pengisian kuesioner kepada responden dan melakukan wawancara terhadap
pihak manajemen perusahaan untuk menentukan perangkat masukan dalam menyusun
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta informasi terkait lainnya.
Pengisian kuesioner untuk menentukan bobot dan rating dilakukan terhadap
enam orang responden yang terdiri dari empat orang responden internal (pihak
manajemen perusahaan) dan dua orang responden eksternal (pihak pelanggan).
Pengisian kuesioner kepada pihak eksternal bertujuan agar penelitian ini dapat
memberikan data yang lebih obyektif. Kuesioner untuk responden dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau
pertimbangan peneliti. Responden internal dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa
responden tersebut berhubungan dengan bidang pemasaran. Responden internal terdiri
dari asisten direktur bagian pengawasan, manajer pemasaran, manajer produksi dan
manajer keuangan. Pemilihan responden eksternal berdasarkan pertimbangan bahwa
responden tersebut sudah lama menjadi pelanggan perusahaan sehingga diharapkan
dapat memberikan pendapat, jawaban yang bermanfaat bagi penelitian ini. Responden
eksternal adalah koordinator bagian buah di Kem Chicks Supermarket,
Kemang-Jakarta Selatan dan manajer toko di Toko Buah Total, Panglima Polim-Kemang-Jakarta Selatan.
Pemberian bobot ini berdasarkan pertimbangan bahwa responden internal terdiri dari
empat orang yang diduga mempunyai informasi yang banyak tentang perusahaan
sehingga menghasilkan persentase yang lebih besar sekitar 80 persen, sedangkan
responden eksternal terdiri dari dua orang yang diduga memiliki pengetahuan yang
terbatas tentang perusahaan sehingga menghasilkan persentase yang lebih kecil sekitar
20 persen.
Penyebaran kuesioner juga diberikan kepada lima orang pelanggan untuk
mengetahui penilaian dari pelanggan terhadap bauran pemasaran perusahaan selama
ini. Hasil akhir dari analisis pelanggan digunakan sebagai korelasi silang informasi
yang diperoleh dari pihak manajemen perusahaan sehingga dapat memberikan
masukan dalam menentukan faktor-faktor internal yang mempengaruhi pemasaran
jambu biji organik perusahaan. Responden yang dipilih adalah koordinator bagian
buah di Kem Chicks Supermarket, manajer toko di Toko Buah Total, manajer toko di
Toko Buah Fress E, pengecer di Bumi Serpong Damai dan pengecer di Bogor.
Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari data-data
perusahaan, data dari pemerintah dan instansi terkait, laporan penelitian terdahulu dan
berbagai artikel serta literatur yang relevan dengan penelitian ini.
4.3.Metode Analisis Data
Analisis strategi pemasaran jambu biji organik menggunakan matriks IFE
untuk meringkas input informasi dasar yang diperlukan dalam merumuskan strategi.
Matriks IE dan analisis SWOT digunakan pada tahap pencocokan untuk merumuskan
alternatif strategi dengan memadukan faktor internal dan faktor eksternal, dan analisis
QSPM digunakan pada tahap pemilihan keputusan untuk memilih alternatif strategi
pemasaran yang terbaik dari beberapa alternatif strategi yang ada. Tabulasi deskriptif
digunakan untuk mengetahui penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran jambu
biji organik di PT Sawangan Bumi Makmur.
4.3.1. Analisis Matriks IFE
Faktor-faktor internal diidentifikasi dengan matriks IFE. Kuesioner digunakan
untuk menganalisis situasi perusahaan yang ditujukan kepada pihak manajemen yang
menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear and Taylor 1991). Langkah-langkah dalam membuat matriks IFE adalah :
1. Tentukan faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan.
2. Penilaian bobot untuk setiap variabel menggunakan skala (1) jika indikator
horisontal kurang penting dari indikator vertikal, (2) jika indikator horisontal sama
penting dengan indikator vertikal, (3) jika indikator horisontal lebih penting dari
indikator vertikal. Penilaian bobot dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
Faktor Strategis Internal A B … Total A
B …. Total
3. Penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menggunakan nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut (Kinnear and Taylor, 1991).
ái = Xi
4. Menurut David (1998), penentuan peringkat (rating) untuk masing-masing faktor
internal menunjukkan apakah faktor itu merupakan (1) kelemahan utama, (2)
kelemahan kecil, (3) kekuatan kecil dan (4) kekuatan utama.
5. Kalikan bobot dan rating untuk memperoleh skor untuk setiap variabel.
6. Jumlahkan skor untuk mendapatkan nilai total skor.
7. Total skor di bawah 2,5 artinya perusahaan memiliki posisi internal yang lemah,
sedangkan total skor terbobot di atas 2,5 menunjukkan perusahaan memiliki posisi
internal yang kuat. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks IFE
4.3.2. Analisis Matriks EFE
Faktor-faktor eksternal diolah dengan menggunakan matriks EFE. Menurut
Kinnear and Taylor (1991). Langkah-langkah dalam membuat matriks EFE adalah:
1. Tentukan faktor yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan.
2. Penilaian bobot untuk setiap variabel menggunakan skala (1) jika indikator
horisontal kurang penting dari indikator vertikal, (2) jika indikator horisontal sama
penting dengan indikator vertikal, (3) jika indikator horisontal lebih penting dari
indikator vertikal. Penilaian bobot dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
Faktor Strategis Eksternal A B … Total A
B …. Total
Sumber : Kinnear and Taylor, 1991
3. Penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menggunakan nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:
ái = Xi n • Xi i=1
Keterangan:
ái = Bobot variabel ke-i Xi = Nilai variabel ke-i i = 1,2,3,….,n
n = Jumlah variabel
terhadap faktor tersebut dimana 1=lemah/jelek, 2=rata-rata, 3=diatas rata-rata dan
4=bagus.
5. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor.
6. Jumlahkan skor untuk mendapatkan nilai total skor.
7. Total skor di bawah 2,5 menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat
memanfaatkan peluang atau menghindari ancaman, sedangkan total skor di atas 2,5
menunjukkan perusahaan dapat merespon peluang dan ancaman. Matriks EFE
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks EFE
Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang
1. 2. 3. dst Ancaman 1.
2. 3. dst
Total Sumber: Umar, 2003
4.3.3. Analisis Matriks IE
Matriks IE digunakan agar perusahaan dapat memperoleh strategi bisnis di
tingkat korporat yang lebih detail (Rangkuti, 2000). Matriks ini juga dapat digunakan
untuk menilai kondisi perusahaan saat ini dan mengembangkannya untuk
memproyeksikan bisnis di masa depan (Umar, 2003), namun matriks ini memerlukan
lebih banyak informasi mengenai divisi perusahaan (David, 1998).
Matriks IE disusun berdasarkan nilai total skor IFE pada sumbu horizontal dan
akan menunjukkan strategi yang dianggap tepat untuk diterapkan oleh perusahaan .
Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 3 (David, 1998).
Total Skor Internal
Gambar 3. Matriks Internal Eksternal (IE)
Keterangan:
Sel I = Tumbuh dan Bina Sel VI = Divestasi
Sel II = Tumbuh dan Bina Sel VII = Pertahankan dan Pelihara Sel III = Pertahankan dan Pelihara Sel VIII= Divestasi
Sel IV = Tumbuh dan Bina Sel IX = Divestasi Sel V = Pertahankan dan Pelihara
4.3.4. Analisis SWOT
Matriks SWOT digunakan untuk membantu manajer dalam mengembangkan
empat tipe strategi yang merupakan alternatif strategi pemasaran yang dapat
diimplementasikan oleh perusahaan berdasarkan hasil kombinasi antara faktor strategis
internal (kekuatan atau kelemahan) dan eksternal (peluang atau ancaman) yang
dimiliki oleh perusahaan. Tahap pencocokan faktor internal dan eksternal kunci
I II III
IV V VI
merupakan bagian tersulit dalam mengembangkan analisis ini, karena memerlukan
penilaian yang baik (David, 1998). Analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks SWOT
Menurut David (1998), langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun
analisis SWOT adalah sebagai berikut :
1. Tuliskan peluang eksternal perusahaan yang menentukan.
2. Tuliskan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan.
3. Tuliskan kekuatan internal perusahaan yang menentukan.
4. Tuliskan kelemahan internal perusahaan yang menentukan.
5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat resultan
strategi SO dalam sel yang tepat.
6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat resultan
strategi WO dalam sel yang tepat.
7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat resultan
8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat resultan
strategi WT dalam sel yang tepat.
4.3.5. Analisis QSPM
Analisis QSPM digunakan untuk membantu manajer dalam memilih alternatif
strategi pemasaran mana yang terbaik untuk diimplementasikan oleh perusahaan.
Analisis ini membutuhkan penilaian intuitif yang baik dalam menyeleksi strategi untuk
dimasukkan dalam QSPM, proses memberikan peringkat dan nilai daya tarik
mengharuskan keputusan yang bersifat subyektif, dan analisis ini hanya sebaik
informasi yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya (David,
1998).
Menurut David (1998) tahapan dalam mengembangkan QSPM sebagai berikut:
1. Menentukan kekuatan/kelemahan kunci internal dan peluang/ancaman kunci
eksternal.
2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal, identik
dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.
3. Memeriksa pencocokan matriks dan mengidentifikasi strategi alternatf yang harus
dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.
4. Menetapkan nilai daya tarik (AS) pada setiap strategi untuk menunjukkan daya
tarik relatif dari satu strategi atas strategi lain dengan mempertimbangkan faktor
tertentu. Nilai daya tarik dimulai dari nilai 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3