PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh: OKVIANUS P.P NIM. 061000028
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
OKVIANUS P.P NIM. 061000028
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:
PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
OKVIANUS P.P NIM. 061000028
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 September 2010
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
dr. Linda T Maas, MPH Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19690922 199403 2 002
Penguji II Penguji III
Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes Drs. Tukiman, MKM NIP. 19620604 199203 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003
Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.
ABSTRACT
Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.
This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.
Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.
Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).
Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Okvianus P.P
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Oktober 1986
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Jumlah Saudara : 2 orang
Nama Orang Tua : J. Pangaribuan & T. Magdalena Br. Silitonga
Alamat Rumah : Jl. Bambu Runcing No. 32 Medan Perjuangan
Riwayat pendidikan :
1. TK Swasta Budi Utomo Medan 1992-1993
2. SD Swasta Budi Utomo Medan 1993-1999
3. SLTP Swasta Budi Utomo Medan 1999-2002
4. SLTA Swasta Budi Utomo Medan 2002-2005
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas
Berkat dan Kasih Karunia-Nya telah memberi kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku
Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010”.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan material
dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH dan ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku
Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing
dan mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi.
2. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku
Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam
menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan
dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penasihat Akademik Fakultas
6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran penulisan skripsi.
7. Koordinator dan seluruh staf pegawai Klinik Program Terapi Rumatan Metadon
di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis untuk
penulisan skripsi ini.
8. Abang Chandra, LSM Galatea, yang telah membantu penulis dalam memberikan
informasi dan saran untuk penulisan skripsi ini.
9. Secara khusus buat Papa saya J. Pangaribuan dan mama saya T. Magdalena br
Silitonga yang penulis sangat sayangi, terima kasih buat segala perhatian,
semangat, dukungan material dan moral, semoga Tuhan Yesus membalas
semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita.
10. Buat kakakku Martina Lusiana br Pangaribuan dan adikku Romi Roenaldo
Pangaribuan terima kasih atas dukungan dan doanya.
11. Buat opung boru Silitonga dan Tante Berli beserta seluruh keluarga Silitonga
yang saya sayangi.
12. Buat seluruh keluarga pangaribuan yang saya sayangi.
13. Buat rekan-rekan seperjuangan stambuk 2006 : Nina, Wilda, Lafandi, Eva, Arito,
dan Christina yang telah menemani penulis dari awal masuk kuliah, organisasi,
dan sampai sekarang ini, terima kasih buat dukungan dan doanya.
14. Buat senior-senior GMKI FKM USU : Kakak Vutry, abang Gibeon, abang
Terima kasih sudah mau menjadi abang dan kakak yang baik selama perkuliahan
di FKM USU.
15. Buat adik-adik GMKI FKM USU : Rini, Devi, Raisa, Febrinto, Joshia, Indra,
Berto, Horas, Marlina, Happy, Fitri, Christivani, berta, desima, fredy, philip,
thomson, hotman dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
16. Teman-teman PKIP Seperjuangan : neni, asri, icha, karlina, Dila, nelly
panggabean, Kakak Afnidar, Kakak Dwi, Kakak Nova, abang Dermawan, abang Muklis, Andre anda Nst, B’Jondry, Arliza, Tia. Terima kasih buat pertemanan
kita selama di peminatan.
17. Buat kakak kelompok kecil Kakak Maria Chrsitin dan teman kelompok kecil Leo
dan Caprin. Terima kasih buat dukungan dan doanya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat. Tinggilah Iman, Ilmu dan Pengabdian Kita. Amin.
Medan, September 2010 Penulis
5.5.2. Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan
Ke PTRM Dalam Seminggu ... 117 5.5.3. Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza
Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan
Metadon ... 117
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 120 6.2. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Prevalensi HIV Pada Populasi Kunci Di 8 Kota Menurut Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Tertinggi yang pernah/Sedang Diduduki Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penghasilan per Bulan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Memakai Napza sebagai Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Orang yang Menganjurkan Responden untuk Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Peran Keluarga Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2010.
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Memberikan Bantuan Dana Selama Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Mendampingi Responden Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Anjuran Agar Rutin Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Pertolongan Bila Pasien Mengalami Efek Samping Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Menghubungi Pasien Bila Tidak Hadir Dalam PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Peran LSM Pendamping Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Penjelasan Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran LSM Pendamping Dalam Mendampingi Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Peran Teman Sebaya Responden Terhadap
Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam Memberikan Informasi Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam Menemani Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Mengajak Responden Memakai Napza Selama mengikuti PTRM.
Tabel 4.24. Jenis Sumber Informasi Mengenai PTRM
Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber Informasi
Responden Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Manfaat Napza Di Dalam Bidang Pengobatan.
Tabel 4.27. Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza
Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza
Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Metadon.
Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Terapi Rumatan Metadon.
Tabel 4.31. Tujuan Terapi Rumatan Metadon
Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tujuan Terapi Rumatan Metadon.
Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Alasan Metadon Digunakan Sebagai Terapi Penyembuhan Terhadap Ketergantungan Napza.
Tabel 4.35. Efek Samping Metadon
Tabel 4.36. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Efek Samping Metadon.
Tabel 4.37. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelebihan Dari Metadon.
Tabel 4.38. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelemahan Dari Metadon.
Tabel 4.39. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Hal Yang Dilakukan Agar Tidak Terjadi Penyalahgunaan Metadon.
Tabel 4.40. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pemberian Metadon Dapat Diberikan Pada Pasien Overdosis.
Tabel 4.41. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penambahan Dosis Perlu Dilakukan Pada Pasien PTRM Yang Masih Menggunakan Heroin.
Tabel 4.42. Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.
Tabel 4.43. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.
Tabel 4.44. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penyebab Terjadinya Relapse (Kambuh).
Tabel 4.45. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kemungkinan Yang Akan Terjadi Bila Tidak Ada Pencegahan Dampak Buruk Napza Di Indonesia.
Tabel 4.46. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kriteria Seorang Pasien Metadon Dapat Dikatakan Sembuh Dari Penyalahgunaan Napza.
Tabel 4.47. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.49. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Tabel 4.50. Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza
Tabel 4.51. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza.
Tabel 4.52. Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.
Tabel 4.53. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.
Tabel 4.54. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan Ke PTRM Dalam Seminggu.
Tabel 4.55. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Kejadian Drop Out Yang Dialami Pasien PTRM.
Tabel 4.56. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Menyatakan Keluhan Pada Petugas Kesehatan Bila Mengalami Efek Samping Metadon.
Tabel 4.57. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.
Tabel 4.58. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza Suntik Secara Bersama-sama Dengan Teman Selama Mengikuti Terapi Metadon.
Tabel 4.59. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah
Mengalami Overdosis/intoksifikasi Karena Penyalahgunaan Metadon.
ABSTRAK
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.
ABSTRACT
Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.
This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.
Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.
Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).
Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47
menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya
kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh,
dan berkesinambungan.
Pemerintah perlu segera meningkatkan upaya kesehatan yang berorientasi
pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan
yang mewujudkan manusia Indonesia Sehat 2010 dan membebaskan ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap dokter dan obat. Upaya kesehatan di masa datang
harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan, sikap, dan
tindakan untuk menghindarkan diri dari perilaku atau gaya hidup yang dapat
menimbulkan risiko terhadap suatu penyakit (Depkes RI, 1999).
Napza (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) merupakan obat,
bahan, zat bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau
disuntikkan berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering
menyebabkan ketergantungan. Masalah ketergantungan Napza dengan cepat telah
menjadi masalah bagi sebagian besar Negara di dunia. Hal ini dapat dimengerti
merugikan. Menjalarnya penyalahgunaan Napza dapat disamakan dengan penyakit
epidemi yang menularnya secara cepat sekali, dimana agentnya adalah obat
narkotika, host adalah para pecandu narkotika dan environmentnya adalah masyarakat
tertentu (kelompok penasun).
Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza dapat
menimbulkan dampak negatif yang menjadi masalah nasional dengan kompleksitas
persoalan dapat menghancurkan generasi muda, kelangsungan kehidupan bangsa dan
negara. Napza sebenarnya merupakan zat-zat berguna di bidang pengobatan,
kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya bila digunakan dalam dosis yang tepat.
Namun sayangnya sering disalahgunakan oleh sebagian orang sehingga menimbulkan
ketagihan (addiction) dan pada akhirnya sampai pada stadium ketergantungan
(dependence) (Bahri, 2005).
Pada abad ke-20, intervensi nasional dan internasional untuk menanggulangi
narkoba terus-menerus diperkuat. Hukuman untuk menanam, membuat, mengangkut,
mengedarkan, menjual, atau memakai zat psikoaktif semakin berat (kecuali untuk
alkohol dan tembakau). Ketika narkoba menjadi susah didapatkan akibat upaya
penanggulangan narkoba, pengguna narkoba mengganggap menghisap atau
menghirup narkoba sebagai hal yang tidak ekonomis, karena sebagian besar narkoba
terbuang percuma menjadi asap. Inilah alasan utama kenapa pengguna narkoba
beralih ke penyuntikan, karena dengan cara ini dapat dipastikan semua narkoba
Berdasarkan Laporan Narkoba Dunia (World Drug Report) dari UNODC
(2005) yang dikutip oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah penyalahguna
narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia), 13,7 juta orang
(kokain), 15,9 juta orang (opiat) dan 10,6 juta orang (heroin). Bianchi (2004)
melaporkan peningkatan jumlah penyalahguna narkoba, dari 180 juta tahun 2000
menjadi 185 juta tahun 2002, atau 4,2% penduduk usia 15 - 64 tahun (Sukini, 2009).
Dewasa ini, penyalahguna ketergantungan Napza di Indonesia telah sampai
pada titik yang mengkhawatirkan. Jumlah kasus Napza meningkat dari sebanyak
3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat
rata-rata 28,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba pun meningkat dari
4.955 orang pada tahun 2000 menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004, atau meningkat
rata-rata 28,6% per tahun (Sukini, 2009).
Sebuah penelitian yang dilaksanakan di sebuah klinik ketergantungan obat di
Jakarta menunjukkan 543 (75 persen) pecandu adalah Inject Drug’s Using (IDU) dan
71 persen diantaranya telah menyuntik selama 1-4 tahun. Survei lain yang dilakukan
akhir 1990-an pada dua kelurahan di Jakarta menunjukkan bahwa 60-70 persen dari
remaja/dewasa muda merupakan pengguna narkoba, dan 60 persen dari pengguna
tersebut adalah IDU (Warta AIDS, 2001).
Pengguna narkoba melalui jarum suntik merupakan cara yang paling populer
digunakan oleh pengguna narkoba. Untuk wilayah kota Medan diperkirakan 33.370
Di sebagian besar dunia berkembang, karena berbagai alasan, kerap sekali
terjadi penggunaan peralatan suntik yang sama secara berulang-ulang oleh orang
yang berbeda, tanpa dibersihkan dengan baik antara setiap penyuntikan. Hal ini dapat
menjadi media penularan virus yang diangkut aliran darah seperti HIV (virus
penyebab AIDS), serta virus hepatitis B dan C. Penyuntikan juga dapat
mengakibatkan penyakit lain di kalangan IDU, termasuk septicaemia, penyakit
jantung, tetanus, dan terkadang juga penjangkitan malaria (Warta AIDS, 2001). Saat
ini yang menjadi permasalahan besar di Indonesia adalah HIV/AIDS. Hal ini dapat
dilihat bahwa pengguna jarum suntik memberi pengaruh besar dalam penularan
HIV/AIDS.
Tabel 1.1. Prevalensi HIV pada populasi kunci di 8 kota menurut hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007
City
Seiring dengan hal tersebut muncul pemikiran bahwa telah saatnya Indonesia
memerlukan suatu intervensi untuk mencegah penularan dan penanggulangan
mencegah penyebaran HIV di kalangan pengguna Napza suntik tersebut perlu
pengembangan dan perpaduan tiga pendekatan, yaitu pengurangan pemasokan
(supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction), dan pengurangan
dampak buruk (harm reduction). Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction
adalah terapi substitusi dengan metadon dalam sediaan cair, dengan cara diminum.
Hal tersebut dikenal sebagai Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang
dulunya dikenal dengan Program Rumatan Metadon (PRM) (Warta AIDS, 2001).
PTRM merupakan program jangka panjang, dengan dosis individual. Artinya
setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh.
Metadon tidak disuntik tetapi diminum, dosisnya naik perlahan, stabil (optimal), dan
turun perlahan, serta diminum setiap hari. Pemakaian metadon akan berbahaya jika
disertai pemakaian narkoba dan alkohol atau obat penenang. Metadon adalah opiat
(narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif
yang kuat. Biasanya metadon disediakan sebagai program substitusi atau pengganti
(rumatan) heroin yang sebelumnya dipakai pecandu (KPA, 2007).
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) terdapat di RSUP H. Adam Malik
Medan sudah berjalan sejak 27 Oktober 2007. Sejak program ini dijalankan jumlah
pasien yang mendaftar sebanyak 317 orang. Namun data terakhir pada bulan Agustus
2010 jumlah pasien yang masih mengikuti terapi sebanyak 133 orang. Diperkirakan
sebanyak 184 orang atau 58,04% dari jumlah pasien yang mendaftar telah keluar atau
Drop Out, dikarenakan oleh ketidakpatuhan pasien. Menurut Keputusan Menteri
Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon, salah satu permasalahan dalam penerapan
Program Terapi Rumatan Metadon ini adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan
Surveilans Terpadu Biologi Perilaku (STBP) tahun 2007 menyatakan bahwa penasun
yang terjangkau PTRM saat ini cukup besar, tetapi banyak yang terjangkau oleh
program tersebut juga tetap menyuntik. Hal ini bisa saja disebabkan karena keinginan
pasien yang kuat untuk terus menggunakan narkoba dan lingkungan sosial yang
mempengaruhi untuk terus menggunakan narkoba.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat
topik terapi metadon sebagai usaha preventif yang merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan derajat kesehatan penasun. Program Terapi Rumatan Metadon akan
memperlihatkan hasil yang optimal bilamana diikuti sesuai dengan anjuran dari
petugas kesehatan, untuk itu perlu kiranya diketahui tentang perilaku pengguna
Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam
Malik Medan agar dapat mengungkap potensi dan risiko yang ada serta menjadi
bahan untuk membuat rencana intervensi terhadap perilaku tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku pengguna Napza
suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti
program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran faktor internal penasun di dalam mengikuti
program terapi rumatan metadon.
2. Untuk mengetahui gambaran faktor eksternal penasun di dalam mengikuti
program terapi rumatan metadon.
3. Untuk mengetahui pengetahuan penasun di dalam mengikuti program
terapi rumatan metadon.
4. Untuk mengetahui sikap penasun di dalam mengikuti program terapi
rumatan metadon.
5. Untuk mengetahui tindakan penasun di dalam mengikuti program terapi
rumatan metadon.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan kota Medan, Badan
Narkotika Nasional, dan Komisi Penanggulangan AIDS terkait dalam
pencegahan dampak buruk penyalahgunaan narkoba dengan terapi
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons).
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap
stimulus bersangkutan.
b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observea ble beha viour”.
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau
perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam
tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang
bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan
perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala
budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan
terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada
dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan
seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (Know)
Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan,
mengatakan.
2. Pemahaman (Comprehension)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi),
menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang
dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode,
prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan
rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan,
meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 1993).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat,
tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport (1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (Va luing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil
atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang
tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula
mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah
sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).
2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang
memungkinkan (Notoatmodjo, 1993).
Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.2. Determinan Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua,
yakni :
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat
given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003).
Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan.
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap,
dan lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi.
Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia katakan dan
lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok
3. Sumber-sumber daya.
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif.
4. kebudayaan
Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut
kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan
dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap
perilaku.
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri
individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar
dirinya atau disebut dengan factor eksternal yaitu faktor lingkungan.
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia
hidup dan beraktivitas.
2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah
baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami
perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
2.3. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model)
Hea lth Belief Model (HBM) menurut Rosenstock pertama kali dikembangkan
pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli psikologi sosial dalam usaha untuk
menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program
pencegahan penyakit atau dalam deteksi dini suatu penyakit. Hochbaum (1958) dan
Rosenstock (1960, 1966, 1974) dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan
dalam perilaku kesehatan menggunakan pendekatan Model Keyakinan Kesehatan
(Health Belief Model). Dalam perkembangan, model ini digunakan antara lain untuk
menganalisis faktor-faktor yang menjadi prediktor dan respons seseorang terhadap
gejala penyakit. Pada tahun 1974, Becker memperluas model tersebut dalam usaha
untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan,
khususnya kepatuhan (compliance) dengan regimen pengobatan. HBM juga
merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan
penyakit (preventive health behaviour ).
Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor pendorong dan faktor
penghambat dari masyarakat untuk dating memeriksakan diri pada program skrining
TBC yang disediakan secara cuma-cuma di daerah tersebut dengan menggunakan
mobile X-ray unit. Diteliti 1200 orang dewasa dan dinilai kesediaan mereka untuk
rentan terhadap penyakit TBC, serta keyakinan mereka bahwa ada manfaat menjalani
deteksi dini.
Dalam studi ini, Hochbaum mendapatkan korelasi dengan derajat kemaknaan
yang tinggi antara tindakan menjalani skrining dengan hal-hal berikut :
Persepsi mereka tentang kerentanan terhadap penyakit.
Persepsi mereka tentang manfaat yang akan diperoleh bila menjalani suatu
tindakan tertentu.
Dari dua faktor tersebut di atas, ternyata bahwa persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit merupakan variabel yang lebih kuat dibandingkan dengan persepsi
tentang manfaat yang diperoleh. Hochbaum juga berpendapat bahwa kesediaan untuk
melakukan deteksi dini penyakit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, khususnya oleh “cues to a ction” seperti kegiatan yang secara fisik terlihat, atau publikasi melalui
media masa.
2.3.1. Komponen Model Keyakinan Kesehatan Komponen utama HBM terdiri dari :
a. Merasa adanya kerentanan (perceived susceptibility) yaitu seseorang akan
bertindak untuk mencegah dan mengobati penyakitnya, apabila ia telah
merasakan bahwa ia maupun keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) adalah tindakan individu
untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh
polio misalnya akan dirasakan lebih serius jika dibandingkan dengan flu. Oleh
karena itu, tindakan untuk pencegahan polio akan lebih serius dilakukan jika
dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap flu.
c. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits), apabila seseorang merasakan
dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat/serius, ia akan
melakukan suatu tindakan tertentu.
d. Adanya rintangan (perceived barriers) ialah hambatan-hambatan yang
mungkin dijumpai dalam melakukan tindakan tertentu.
e. Isyarat/Pendorong untuk bertindak (cues to action) yaitu untuk mendapat
tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan
keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat/stimulus dari luar untuk
memicu perilaku yang diharapkan. Faktor-faktor luar tersebut misalnya
pesan-pesan dari media massa, nasihat, atau anjuran dari anggota keluarga maupun
dari orang lain.
Secara jelas Model Keyakinan Kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :
2.4. Narkoba atau Napza 2.4.1. Definisi Narkoba
Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat
berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba,
Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).
Narkoba adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat.
Bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan
penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal). Napza
adalah istilah kedokteran untuk kelompok zat yang jika masuk ke dalam tubuh
menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh pada kerja otak
(psikoaktif). Termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur
undang–undang dan peraturan hukum lain maupun yang tidak tetapi sering
disalahgunakan, seperti alkohol, heroin, ganja, kokain dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, zat
yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit
Asa Mandiri, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Redaksi Penerbit
Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat adiktif lainnya adalah bahan
lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan
cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman
yang mengandung etanol (Darmono, 2006).
2.4.2. Jenis dan Penggolongan Narkoba Menurut Undang-Undang
Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa zat yang termasuk
dalam golongannya :
1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem saraf pusat
(otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran
dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan
(ketagihan). Zat yang termasuk golongan ini antara lain : morfin, putaw
(heroin), ganja, kokain, opium, codein, metadon. Metadon adalah opioida
sintetik yang mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada
morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon dipakai untuk methadone
ma intena nce progra m, yaitu untuk mengobati ketergantungan terhadap
morfin atau heroin dan opiat lainnya.
2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol (dibagi
dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol
Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran
fisik pemakai serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat
mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi,
dorongan seksual, dan nafsu makan.
Menurut keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol
dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan alkoholnya yaitu
:
Golongan A yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 1% sampai dengan 5%. Contoh minuman keras
ini adalah bir, green sand, dan lain-lain.
Golongan B yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%. Contohnya adalah
anggur Malaga, dan lain-lain.
Golongan C yaitu minuman keras yang mengandung kadar alkohol
antara 20% sampai dengan 50%. Yang termasuk jenis ini adalah
brandy, vodka, wine, rhum, champagne, whiski, dan lain-lain
(Joewana, 2005).
Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya bila kadar
alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan hamper semua akan mengalami
3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada
sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan khas pada
aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau
bahan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini menurut Karsono
(2004) antara lain : psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine),
inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat, solvent, butyl nitrites
(pengharum ruangan). Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon,
diazepam, bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil KB,
dan obat antidepresi.
4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika,
bekerja pada system saraf pusat dan dapat menimbulkan
ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain : nikotin, LSD (Lysergic acid diethylamide), psilosin, psilosibin,
meskalin, dan lain-lain.
2.4.3. Pengguna Napza Suntik (Penasun)
Istilah penasun berasal dari pengguna Napza suntik yang umumnya disebut
IDU (Injecting Drug User ) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang
(narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah.
Penyuntikan narkoba telah menjadi hal yang umum sejak akhir abad 20, dan
melibatkan sekitar 5-10 juta orang di 125 negara. Di seluruh dunia, Napza yang
banyak Napza yang lain yang juga disuntikkan, khususnya termasuk obat penenang
dan obat farmasi lainnya (Lubis, 2009).
2.4.4. Napza Suntik
Secara umum Napza suntik adalah penyalahgunaan narkotika yang cara
mengkonsumsinya adalah dengan memasukkan obat-obatan berbahaya ke dalam
tubuh melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang dipakai adalah termasuk dalam
jenis narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin. Pada kadar yang lebih
rendah dikenal dengan sebutan putaw dan ini adalah jenis yang paling banyak
dikonsumsi oleh para pengguna Napza suntik (Lubis, 2009).
2.4.5. Cara Penyalahgunaan Narkoba
Cara penyalahgunaan narkoba biasanya disesuaikan dengan bentuk dan jenis
dari narkoba itu sendiri, sebagaimana diketahui bahwa narkoba terdiri dari berbagai
jenis dan bentuk, ada yang berbentuk tablet, serbuk, cair. Putaw dan heroin
merupakan jenis narkoba yang berbentuk serbuk berwarna putih. Bahan berbahaya
sejenis ini dikonsumsi dengan berbagai cara dan alat, berikut merupakan cara
penyalahgunaan dari heroin dan putaw :
a. Serbuk heroin atau putaw dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan
tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot
menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke
dalam urat nadi tangan.
b. Serbuk putaw atau heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil,
kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi
dengan menggunakan bong atau sejenis pipa yang terbuat dari plastik atau
kaca yang dirancang khusus untuk menggunakan putaw. Jika tidak tersedia
pipa kaca, sebagian konsumen memakai uang kertas yang masih kuat dan
keras. Ada juga yang memakai langsung menyedot serbuk tersebut melalui
mulut atau hidung (Utami, Sanjaya, dan Nazlatunihayah, 2006).
2.4.6. Efek yang Timbul Akibat Penggunaan Heroin
Menurut National Institute Drug Abuse (NIDA), (Japardi, 2002), efek heroin
dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term), yaitu :
2.4.7. Penyalahguna Narkotika
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika (pasal 1 ayat 14), yang dimaksud dengan Penyalahguna Narkotika adalah
orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter
(Joewana, 2005).
Seorang penyalahguna narkotika mempunyai masalah-masalah langsung yang
berhubungan dengan obat-obatan dan alkohol dalam hidup mereka. Masalah-masalah
tersebut dapat muncul secara fisik, mental, emosional, dan/atau bahkan spiritual. 1. Gelisah
2. Depresi pernafasan 3. Fungsi mental berkabut 4. Mual dan muntah 5. Menekan nyeri 6. Abortus spontan
1. Adiksi 2. HIV, Hepatitis 3. Kolaps vena 4. Infeksi bakteri 5. Penyakit paru
Ada beberapa ciri yang mudah dilihat pada seseorang yang sudah terlibat
dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras menurut Karsono (2004), antara
lain :
1. Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan sekolah,
keluarga, dan teman-teman. Misalnya bertindak kasar, tidak sopan, mudah
curiga dan penuh rahasia terhadap orang lain.
2. Suka marah yang tidak terkendali.
3. Pembangkangan terhadap disiplin yang tiba-tiba, baik di rumah maupun di
sekolah.
4. Mencuri uang di rumah, sekolah, atau took untuk membeli narkoba atau
minuman keras.
5. Mencuri barang berharga yang berada di dalam rumah untuk dijual guna
pembelian narkoba dan minuman keras.
6. Selalu menggunakan kacamata gelap pada saat tidak tepat untuk
menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.
7. Suka mengasingkan diri atau bersembunyi di kamar mandi atau di
tempat-tempat yang janggal, seperti di gudang dan di bawah tangga dalam waktu
lama serta berulang kali.
8. Penurunan tingkat kehadiran di kelas dan prestasi belajar di sekolah secara
drastis (sering membolos).
9. Lebih banyak menyendiri, sering bengong, dan berhalusinasi.
11.Berat badan turun drastis, karena nafsu makan yang tidak menentu.
12.Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan senang mengenakan
kemeja lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan di lengan.
13.Sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal keluarga atau
teman-temannya.
2.4.8 Dukungan orang tua dan keluarga
Keberadaan orang tua merupakan pendidik utama bagi putra-putrinya
sekaligus menjadi figur untuk menjadi panutan, teladan, dan yang dihormati. Sebagai
orang tua tentunya akan mengharapkan anaknya berlaku dan bertindak dalam
kehidupan sehari-harinya, terutama di lingkungan teman-teman hadir sebagai sosok
seorang anak yang selalu bertindak dan berpikir positif untuk selalu menghindari
perbuatan negatif, termasuk menjauhi penggunaan obat-obat terlarang dan minuman
keras (Karsono, 2004).
Keluarga mempunyai peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang.
Keluarga adalah unit social paling kecil dalam masyarakat yang perannya sangat
besar, terlebih pada tahap awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi
perkembangan kepribadian selanjutnya. Adakalanya orang tua bersikap sebagai
patokan, sebagai contoh atau model dasar agar ditiru dan kemudian akan meresap
dalam dirinya menjadi bagian dari kebiasaannya bersikap dan bertingkah laku atau
bagian dari kepribadiannya. Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi
pula hubungan antar saudara menjadi faktor yang penting terhadap perilaku. Agar
untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antar semua pihak
dalam keluarga (Gunarsa, 1991).
2.4.9. Dukungan Teman Sebaya
Lingkungan pergaulan untuk anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena
di lingkungan pergaulan seseorang bisa terpengaruh cirri kepribadiannya. Karena
lingkungan pergaulan yang sewajarnya menjadi perhatian, agar bias menjadi
lingkungan yang baik dan bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis
pada anak dan remaja (Gunarsa, 1991). Dalam rangka melepaskan keterikatan dengan
orang tua, remaja membutuhkan teman untuk bersosialisasi. Agar dapat diterima
dalam suatu kelompok yang akan dimasukinya, remaja harus mengikuti kebiasaan
kelompok tersebut. Bila dalam kelompok tersebut penggunaan narkoba merupakan
suatu kebiasaan, ia juga akan ikut menggunakan narkoba untuk mempermudah
interaksi sosialnya (vehicle of social interaction) (Joewana, 2005).
2.4.10. Dukungan Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, tempat
bermain, dan sebagainya. Faktor lingkungan rumah yang kondusif terhadap perilaku
akibat penggunaan narkoba antara lain komunikasi orang tua dan anak yang kurang
efektif, orang tua yang terlalu sibuk, hubungan ayah dan ibu tidak harmonis, atau
adanya anggota keluarga lain yang sudah terlebih dahulu menggunakan narkoba.
Lingkungan sekolah yang kondusif terhadap perilaku akibat penggunaan narkoba