• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: OKVIANUS P.P NIM. 061000028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

OKVIANUS P.P NIM. 061000028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

OKVIANUS P.P NIM. 061000028

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 September 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Linda T Maas, MPH Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19690922 199403 2 002

Penguji II Penguji III

Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes Drs. Tukiman, MKM NIP. 19620604 199203 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003

Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.

(5)

ABSTRACT

Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.

This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.

Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.

Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).

Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Okvianus P.P

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Oktober 1986

Agama : Kristen Protestan

Suku : Batak

Jumlah Saudara : 2 orang

Nama Orang Tua : J. Pangaribuan & T. Magdalena Br. Silitonga

Alamat Rumah : Jl. Bambu Runcing No. 32 Medan Perjuangan

Riwayat pendidikan :

1. TK Swasta Budi Utomo Medan 1992-1993

2. SD Swasta Budi Utomo Medan 1993-1999

3. SLTP Swasta Budi Utomo Medan 1999-2002

4. SLTA Swasta Budi Utomo Medan 2002-2005

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas

Berkat dan Kasih Karunia-Nya telah memberi kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku

Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010”.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan material

dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH dan ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku

Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing

dan mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi.

2. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku

Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam

menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan

dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penasihat Akademik Fakultas

(8)

6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran penulisan skripsi.

7. Koordinator dan seluruh staf pegawai Klinik Program Terapi Rumatan Metadon

di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis untuk

penulisan skripsi ini.

8. Abang Chandra, LSM Galatea, yang telah membantu penulis dalam memberikan

informasi dan saran untuk penulisan skripsi ini.

9. Secara khusus buat Papa saya J. Pangaribuan dan mama saya T. Magdalena br

Silitonga yang penulis sangat sayangi, terima kasih buat segala perhatian,

semangat, dukungan material dan moral, semoga Tuhan Yesus membalas

semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita.

10. Buat kakakku Martina Lusiana br Pangaribuan dan adikku Romi Roenaldo

Pangaribuan terima kasih atas dukungan dan doanya.

11. Buat opung boru Silitonga dan Tante Berli beserta seluruh keluarga Silitonga

yang saya sayangi.

12. Buat seluruh keluarga pangaribuan yang saya sayangi.

13. Buat rekan-rekan seperjuangan stambuk 2006 : Nina, Wilda, Lafandi, Eva, Arito,

dan Christina yang telah menemani penulis dari awal masuk kuliah, organisasi,

dan sampai sekarang ini, terima kasih buat dukungan dan doanya.

14. Buat senior-senior GMKI FKM USU : Kakak Vutry, abang Gibeon, abang

(9)

Terima kasih sudah mau menjadi abang dan kakak yang baik selama perkuliahan

di FKM USU.

15. Buat adik-adik GMKI FKM USU : Rini, Devi, Raisa, Febrinto, Joshia, Indra,

Berto, Horas, Marlina, Happy, Fitri, Christivani, berta, desima, fredy, philip,

thomson, hotman dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

16. Teman-teman PKIP Seperjuangan : neni, asri, icha, karlina, Dila, nelly

panggabean, Kakak Afnidar, Kakak Dwi, Kakak Nova, abang Dermawan, abang Muklis, Andre anda Nst, B’Jondry, Arliza, Tia. Terima kasih buat pertemanan

kita selama di peminatan.

17. Buat kakak kelompok kecil Kakak Maria Chrsitin dan teman kelompok kecil Leo

dan Caprin. Terima kasih buat dukungan dan doanya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat. Tinggilah Iman, Ilmu dan Pengabdian Kita. Amin.

Medan, September 2010 Penulis

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

5.5.2. Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan

Ke PTRM Dalam Seminggu ... 117 5.5.3. Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza

Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan

Metadon ... 117

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 120 6.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Prevalensi HIV Pada Populasi Kunci Di 8 Kota Menurut Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Tertinggi yang pernah/Sedang Diduduki Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penghasilan per Bulan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Memakai Napza sebagai Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Orang yang Menganjurkan Responden untuk Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Peran Keluarga Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2010.

(16)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Memberikan Bantuan Dana Selama Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Mendampingi Responden Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Anjuran Agar Rutin Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Pertolongan Bila Pasien Mengalami Efek Samping Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Menghubungi Pasien Bila Tidak Hadir Dalam PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Peran LSM Pendamping Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Penjelasan Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran LSM Pendamping Dalam Mendampingi Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

(17)

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Peran Teman Sebaya Responden Terhadap

Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam Memberikan Informasi Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam Menemani Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Mengajak Responden Memakai Napza Selama mengikuti PTRM.

Tabel 4.24. Jenis Sumber Informasi Mengenai PTRM

Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber Informasi

Responden Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Manfaat Napza Di Dalam Bidang Pengobatan.

Tabel 4.27. Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza

Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza

Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Metadon.

Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.31. Tujuan Terapi Rumatan Metadon

Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tujuan Terapi Rumatan Metadon.

(18)

Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Alasan Metadon Digunakan Sebagai Terapi Penyembuhan Terhadap Ketergantungan Napza.

Tabel 4.35. Efek Samping Metadon

Tabel 4.36. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Efek Samping Metadon.

Tabel 4.37. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelebihan Dari Metadon.

Tabel 4.38. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelemahan Dari Metadon.

Tabel 4.39. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Hal Yang Dilakukan Agar Tidak Terjadi Penyalahgunaan Metadon.

Tabel 4.40. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pemberian Metadon Dapat Diberikan Pada Pasien Overdosis.

Tabel 4.41. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penambahan Dosis Perlu Dilakukan Pada Pasien PTRM Yang Masih Menggunakan Heroin.

Tabel 4.42. Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.

Tabel 4.43. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.

Tabel 4.44. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penyebab Terjadinya Relapse (Kambuh).

Tabel 4.45. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kemungkinan Yang Akan Terjadi Bila Tidak Ada Pencegahan Dampak Buruk Napza Di Indonesia.

Tabel 4.46. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kriteria Seorang Pasien Metadon Dapat Dikatakan Sembuh Dari Penyalahgunaan Napza.

Tabel 4.47. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

(19)

Tabel 4.49. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.50. Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza

Tabel 4.51. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza.

Tabel 4.52. Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.53. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.54. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan Ke PTRM Dalam Seminggu.

Tabel 4.55. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Kejadian Drop Out Yang Dialami Pasien PTRM.

Tabel 4.56. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Menyatakan Keluhan Pada Petugas Kesehatan Bila Mengalami Efek Samping Metadon.

Tabel 4.57. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.58. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza Suntik Secara Bersama-sama Dengan Teman Selama Mengikuti Terapi Metadon.

Tabel 4.59. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah

Mengalami Overdosis/intoksifikasi Karena Penyalahgunaan Metadon.

(20)

ABSTRAK

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.

(21)

ABSTRACT

Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.

This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.

Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.

Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).

Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.

(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47

menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh

dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya

kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh,

dan berkesinambungan.

Pemerintah perlu segera meningkatkan upaya kesehatan yang berorientasi

pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

yang mewujudkan manusia Indonesia Sehat 2010 dan membebaskan ketergantungan

masyarakat Indonesia terhadap dokter dan obat. Upaya kesehatan di masa datang

harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan, sikap, dan

tindakan untuk menghindarkan diri dari perilaku atau gaya hidup yang dapat

menimbulkan risiko terhadap suatu penyakit (Depkes RI, 1999).

Napza (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) merupakan obat,

bahan, zat bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau

disuntikkan berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering

menyebabkan ketergantungan. Masalah ketergantungan Napza dengan cepat telah

menjadi masalah bagi sebagian besar Negara di dunia. Hal ini dapat dimengerti

(23)

merugikan. Menjalarnya penyalahgunaan Napza dapat disamakan dengan penyakit

epidemi yang menularnya secara cepat sekali, dimana agentnya adalah obat

narkotika, host adalah para pecandu narkotika dan environmentnya adalah masyarakat

tertentu (kelompok penasun).

Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza dapat

menimbulkan dampak negatif yang menjadi masalah nasional dengan kompleksitas

persoalan dapat menghancurkan generasi muda, kelangsungan kehidupan bangsa dan

negara. Napza sebenarnya merupakan zat-zat berguna di bidang pengobatan,

kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya bila digunakan dalam dosis yang tepat.

Namun sayangnya sering disalahgunakan oleh sebagian orang sehingga menimbulkan

ketagihan (addiction) dan pada akhirnya sampai pada stadium ketergantungan

(dependence) (Bahri, 2005).

Pada abad ke-20, intervensi nasional dan internasional untuk menanggulangi

narkoba terus-menerus diperkuat. Hukuman untuk menanam, membuat, mengangkut,

mengedarkan, menjual, atau memakai zat psikoaktif semakin berat (kecuali untuk

alkohol dan tembakau). Ketika narkoba menjadi susah didapatkan akibat upaya

penanggulangan narkoba, pengguna narkoba mengganggap menghisap atau

menghirup narkoba sebagai hal yang tidak ekonomis, karena sebagian besar narkoba

terbuang percuma menjadi asap. Inilah alasan utama kenapa pengguna narkoba

beralih ke penyuntikan, karena dengan cara ini dapat dipastikan semua narkoba

(24)

Berdasarkan Laporan Narkoba Dunia (World Drug Report) dari UNODC

(2005) yang dikutip oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah penyalahguna

narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia), 13,7 juta orang

(kokain), 15,9 juta orang (opiat) dan 10,6 juta orang (heroin). Bianchi (2004)

melaporkan peningkatan jumlah penyalahguna narkoba, dari 180 juta tahun 2000

menjadi 185 juta tahun 2002, atau 4,2% penduduk usia 15 - 64 tahun (Sukini, 2009).

Dewasa ini, penyalahguna ketergantungan Napza di Indonesia telah sampai

pada titik yang mengkhawatirkan. Jumlah kasus Napza meningkat dari sebanyak

3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat

rata-rata 28,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba pun meningkat dari

4.955 orang pada tahun 2000 menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004, atau meningkat

rata-rata 28,6% per tahun (Sukini, 2009).

Sebuah penelitian yang dilaksanakan di sebuah klinik ketergantungan obat di

Jakarta menunjukkan 543 (75 persen) pecandu adalah Inject Drugs Using (IDU) dan

71 persen diantaranya telah menyuntik selama 1-4 tahun. Survei lain yang dilakukan

akhir 1990-an pada dua kelurahan di Jakarta menunjukkan bahwa 60-70 persen dari

remaja/dewasa muda merupakan pengguna narkoba, dan 60 persen dari pengguna

tersebut adalah IDU (Warta AIDS, 2001).

Pengguna narkoba melalui jarum suntik merupakan cara yang paling populer

digunakan oleh pengguna narkoba. Untuk wilayah kota Medan diperkirakan 33.370

(25)

Di sebagian besar dunia berkembang, karena berbagai alasan, kerap sekali

terjadi penggunaan peralatan suntik yang sama secara berulang-ulang oleh orang

yang berbeda, tanpa dibersihkan dengan baik antara setiap penyuntikan. Hal ini dapat

menjadi media penularan virus yang diangkut aliran darah seperti HIV (virus

penyebab AIDS), serta virus hepatitis B dan C. Penyuntikan juga dapat

mengakibatkan penyakit lain di kalangan IDU, termasuk septicaemia, penyakit

jantung, tetanus, dan terkadang juga penjangkitan malaria (Warta AIDS, 2001). Saat

ini yang menjadi permasalahan besar di Indonesia adalah HIV/AIDS. Hal ini dapat

dilihat bahwa pengguna jarum suntik memberi pengaruh besar dalam penularan

HIV/AIDS.

Tabel 1.1. Prevalensi HIV pada populasi kunci di 8 kota menurut hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007

City

Seiring dengan hal tersebut muncul pemikiran bahwa telah saatnya Indonesia

memerlukan suatu intervensi untuk mencegah penularan dan penanggulangan

(26)

mencegah penyebaran HIV di kalangan pengguna Napza suntik tersebut perlu

pengembangan dan perpaduan tiga pendekatan, yaitu pengurangan pemasokan

(supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction), dan pengurangan

dampak buruk (harm reduction). Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction

adalah terapi substitusi dengan metadon dalam sediaan cair, dengan cara diminum.

Hal tersebut dikenal sebagai Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang

dulunya dikenal dengan Program Rumatan Metadon (PRM) (Warta AIDS, 2001).

PTRM merupakan program jangka panjang, dengan dosis individual. Artinya

setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh.

Metadon tidak disuntik tetapi diminum, dosisnya naik perlahan, stabil (optimal), dan

turun perlahan, serta diminum setiap hari. Pemakaian metadon akan berbahaya jika

disertai pemakaian narkoba dan alkohol atau obat penenang. Metadon adalah opiat

(narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif

yang kuat. Biasanya metadon disediakan sebagai program substitusi atau pengganti

(rumatan) heroin yang sebelumnya dipakai pecandu (KPA, 2007).

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) terdapat di RSUP H. Adam Malik

Medan sudah berjalan sejak 27 Oktober 2007. Sejak program ini dijalankan jumlah

pasien yang mendaftar sebanyak 317 orang. Namun data terakhir pada bulan Agustus

2010 jumlah pasien yang masih mengikuti terapi sebanyak 133 orang. Diperkirakan

sebanyak 184 orang atau 58,04% dari jumlah pasien yang mendaftar telah keluar atau

Drop Out, dikarenakan oleh ketidakpatuhan pasien. Menurut Keputusan Menteri

(27)

Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon, salah satu permasalahan dalam penerapan

Program Terapi Rumatan Metadon ini adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan

Surveilans Terpadu Biologi Perilaku (STBP) tahun 2007 menyatakan bahwa penasun

yang terjangkau PTRM saat ini cukup besar, tetapi banyak yang terjangkau oleh

program tersebut juga tetap menyuntik. Hal ini bisa saja disebabkan karena keinginan

pasien yang kuat untuk terus menggunakan narkoba dan lingkungan sosial yang

mempengaruhi untuk terus menggunakan narkoba.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat

topik terapi metadon sebagai usaha preventif yang merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan derajat kesehatan penasun. Program Terapi Rumatan Metadon akan

memperlihatkan hasil yang optimal bilamana diikuti sesuai dengan anjuran dari

petugas kesehatan, untuk itu perlu kiranya diketahui tentang perilaku pengguna

Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam

Malik Medan agar dapat mengungkap potensi dan risiko yang ada serta menjadi

bahan untuk membuat rencana intervensi terhadap perilaku tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku pengguna Napza

suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik

(28)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti

program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor internal penasun di dalam mengikuti

program terapi rumatan metadon.

2. Untuk mengetahui gambaran faktor eksternal penasun di dalam mengikuti

program terapi rumatan metadon.

3. Untuk mengetahui pengetahuan penasun di dalam mengikuti program

terapi rumatan metadon.

4. Untuk mengetahui sikap penasun di dalam mengikuti program terapi

rumatan metadon.

5. Untuk mengetahui tindakan penasun di dalam mengikuti program terapi

rumatan metadon.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan kota Medan, Badan

Narkotika Nasional, dan Komisi Penanggulangan AIDS terkait dalam

pencegahan dampak buruk penyalahgunaan narkoba dengan terapi

(29)

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons).

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat

diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas

dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap

stimulus bersangkutan.

b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observea ble beha viour”.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau

(31)

perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam

tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang

bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan

perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala

budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di

dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada

dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan

seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik

secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang

bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat

(32)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan,

mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi),

menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang

dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode,

prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan

rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari

(33)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata

lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan,

meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

(34)

2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(Notoatmodjo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon

(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap

mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan

sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah

sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.

Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta

tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat,

tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu

(35)

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide

tersebut.

3. Menghargai (Va luing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak

ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau

mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

(36)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini

membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau

kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula

sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau

berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang

membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan

yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula

(37)

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil

atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap

sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada

orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya

tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara

sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud

pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu

sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat

hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan

kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan

sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman

dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua

pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak

perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang

mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek

(38)

sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap

seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang

tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula

mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah

sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang

memungkinkan (Notoatmodjo, 1993).

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

praktik tingkat tiga.

(39)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.2. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua,

yakni :

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat

given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003).

Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan.

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap,

dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai referensi.

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia katakan dan

lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok

(40)

3. Sumber-sumber daya.

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,

keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat

bersifat positif maupun negatif.

4. kebudayaan

Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam

suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut

kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan

dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap

perilaku.

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri

individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar

dirinya atau disebut dengan factor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku

dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan

perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia

hidup dan beraktivitas.

2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena memang

direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah

(41)

baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami

perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang

mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

2.3. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model)

Hea lth Belief Model (HBM) menurut Rosenstock pertama kali dikembangkan

pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli psikologi sosial dalam usaha untuk

menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program

pencegahan penyakit atau dalam deteksi dini suatu penyakit. Hochbaum (1958) dan

Rosenstock (1960, 1966, 1974) dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan

dalam perilaku kesehatan menggunakan pendekatan Model Keyakinan Kesehatan

(Health Belief Model). Dalam perkembangan, model ini digunakan antara lain untuk

menganalisis faktor-faktor yang menjadi prediktor dan respons seseorang terhadap

gejala penyakit. Pada tahun 1974, Becker memperluas model tersebut dalam usaha

untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan,

khususnya kepatuhan (compliance) dengan regimen pengobatan. HBM juga

merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan

penyakit (preventive health behaviour ).

Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor pendorong dan faktor

penghambat dari masyarakat untuk dating memeriksakan diri pada program skrining

TBC yang disediakan secara cuma-cuma di daerah tersebut dengan menggunakan

mobile X-ray unit. Diteliti 1200 orang dewasa dan dinilai kesediaan mereka untuk

(42)

rentan terhadap penyakit TBC, serta keyakinan mereka bahwa ada manfaat menjalani

deteksi dini.

Dalam studi ini, Hochbaum mendapatkan korelasi dengan derajat kemaknaan

yang tinggi antara tindakan menjalani skrining dengan hal-hal berikut :

 Persepsi mereka tentang kerentanan terhadap penyakit.

 Persepsi mereka tentang manfaat yang akan diperoleh bila menjalani suatu

tindakan tertentu.

Dari dua faktor tersebut di atas, ternyata bahwa persepsi tentang kerentanan

terhadap penyakit merupakan variabel yang lebih kuat dibandingkan dengan persepsi

tentang manfaat yang diperoleh. Hochbaum juga berpendapat bahwa kesediaan untuk

melakukan deteksi dini penyakit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, khususnya oleh “cues to a ction” seperti kegiatan yang secara fisik terlihat, atau publikasi melalui

media masa.

2.3.1. Komponen Model Keyakinan Kesehatan Komponen utama HBM terdiri dari :

a. Merasa adanya kerentanan (perceived susceptibility) yaitu seseorang akan

bertindak untuk mencegah dan mengobati penyakitnya, apabila ia telah

merasakan bahwa ia maupun keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.

b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) adalah tindakan individu

untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh

(43)

polio misalnya akan dirasakan lebih serius jika dibandingkan dengan flu. Oleh

karena itu, tindakan untuk pencegahan polio akan lebih serius dilakukan jika

dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap flu.

c. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits), apabila seseorang merasakan

dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat/serius, ia akan

melakukan suatu tindakan tertentu.

d. Adanya rintangan (perceived barriers) ialah hambatan-hambatan yang

mungkin dijumpai dalam melakukan tindakan tertentu.

e. Isyarat/Pendorong untuk bertindak (cues to action) yaitu untuk mendapat

tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan

keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat/stimulus dari luar untuk

memicu perilaku yang diharapkan. Faktor-faktor luar tersebut misalnya

pesan-pesan dari media massa, nasihat, atau anjuran dari anggota keluarga maupun

dari orang lain.

Secara jelas Model Keyakinan Kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :

2.4. Narkoba atau Napza 2.4.1. Definisi Narkoba

Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat

berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba,

(44)

Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat

adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).

Narkoba adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat.

Bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan

penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal). Napza

adalah istilah kedokteran untuk kelompok zat yang jika masuk ke dalam tubuh

menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh pada kerja otak

(psikoaktif). Termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur

undang–undang dan peraturan hukum lain maupun yang tidak tetapi sering

disalahgunakan, seperti alkohol, heroin, ganja, kokain dan lain-lain.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, zat

yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit

Asa Mandiri, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Redaksi Penerbit

(45)

Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat adiktif lainnya adalah bahan

lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan

ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang

diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara

fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan

cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman

yang mengandung etanol (Darmono, 2006).

2.4.2. Jenis dan Penggolongan Narkoba Menurut Undang-Undang

Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa zat yang termasuk

dalam golongannya :

1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem saraf pusat

(otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran

dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan

(ketagihan). Zat yang termasuk golongan ini antara lain : morfin, putaw

(heroin), ganja, kokain, opium, codein, metadon. Metadon adalah opioida

sintetik yang mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada

morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon dipakai untuk methadone

ma intena nce progra m, yaitu untuk mengobati ketergantungan terhadap

morfin atau heroin dan opiat lainnya.

2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol (dibagi

dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol

(46)

Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran

fisik pemakai serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat

mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi,

dorongan seksual, dan nafsu makan.

Menurut keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan

dan Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol

dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan alkoholnya yaitu

:

 Golongan A yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung

kadar alkohol antara 1% sampai dengan 5%. Contoh minuman keras

ini adalah bir, green sand, dan lain-lain.

 Golongan B yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung

kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%. Contohnya adalah

anggur Malaga, dan lain-lain.

 Golongan C yaitu minuman keras yang mengandung kadar alkohol

antara 20% sampai dengan 50%. Yang termasuk jenis ini adalah

brandy, vodka, wine, rhum, champagne, whiski, dan lain-lain

(Joewana, 2005).

Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya bila kadar

alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan hamper semua akan mengalami

(47)

3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada

sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan khas pada

aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau

bahan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini menurut Karsono

(2004) antara lain : psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine),

inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat, solvent, butyl nitrites

(pengharum ruangan). Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon,

diazepam, bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil KB,

dan obat antidepresi.

4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika,

bekerja pada system saraf pusat dan dapat menimbulkan

ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk dalam golongan ini antara

lain : nikotin, LSD (Lysergic acid diethylamide), psilosin, psilosibin,

meskalin, dan lain-lain.

2.4.3. Pengguna Napza Suntik (Penasun)

Istilah penasun berasal dari pengguna Napza suntik yang umumnya disebut

IDU (Injecting Drug User ) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang

(narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah.

Penyuntikan narkoba telah menjadi hal yang umum sejak akhir abad 20, dan

melibatkan sekitar 5-10 juta orang di 125 negara. Di seluruh dunia, Napza yang

(48)

banyak Napza yang lain yang juga disuntikkan, khususnya termasuk obat penenang

dan obat farmasi lainnya (Lubis, 2009).

2.4.4. Napza Suntik

Secara umum Napza suntik adalah penyalahgunaan narkotika yang cara

mengkonsumsinya adalah dengan memasukkan obat-obatan berbahaya ke dalam

tubuh melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang dipakai adalah termasuk dalam

jenis narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin. Pada kadar yang lebih

rendah dikenal dengan sebutan putaw dan ini adalah jenis yang paling banyak

dikonsumsi oleh para pengguna Napza suntik (Lubis, 2009).

2.4.5. Cara Penyalahgunaan Narkoba

Cara penyalahgunaan narkoba biasanya disesuaikan dengan bentuk dan jenis

dari narkoba itu sendiri, sebagaimana diketahui bahwa narkoba terdiri dari berbagai

jenis dan bentuk, ada yang berbentuk tablet, serbuk, cair. Putaw dan heroin

merupakan jenis narkoba yang berbentuk serbuk berwarna putih. Bahan berbahaya

sejenis ini dikonsumsi dengan berbagai cara dan alat, berikut merupakan cara

penyalahgunaan dari heroin dan putaw :

a. Serbuk heroin atau putaw dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan

tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot

menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke

dalam urat nadi tangan.

b. Serbuk putaw atau heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil,

kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi

(49)

dengan menggunakan bong atau sejenis pipa yang terbuat dari plastik atau

kaca yang dirancang khusus untuk menggunakan putaw. Jika tidak tersedia

pipa kaca, sebagian konsumen memakai uang kertas yang masih kuat dan

keras. Ada juga yang memakai langsung menyedot serbuk tersebut melalui

mulut atau hidung (Utami, Sanjaya, dan Nazlatunihayah, 2006).

2.4.6. Efek yang Timbul Akibat Penggunaan Heroin

Menurut National Institute Drug Abuse (NIDA), (Japardi, 2002), efek heroin

dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term), yaitu :

2.4.7. Penyalahguna Narkotika

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika (pasal 1 ayat 14), yang dimaksud dengan Penyalahguna Narkotika adalah

orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter

(Joewana, 2005).

Seorang penyalahguna narkotika mempunyai masalah-masalah langsung yang

berhubungan dengan obat-obatan dan alkohol dalam hidup mereka. Masalah-masalah

tersebut dapat muncul secara fisik, mental, emosional, dan/atau bahkan spiritual. 1. Gelisah

2. Depresi pernafasan 3. Fungsi mental berkabut 4. Mual dan muntah 5. Menekan nyeri 6. Abortus spontan

1. Adiksi 2. HIV, Hepatitis 3. Kolaps vena 4. Infeksi bakteri 5. Penyakit paru

(50)

Ada beberapa ciri yang mudah dilihat pada seseorang yang sudah terlibat

dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras menurut Karsono (2004), antara

lain :

1. Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan sekolah,

keluarga, dan teman-teman. Misalnya bertindak kasar, tidak sopan, mudah

curiga dan penuh rahasia terhadap orang lain.

2. Suka marah yang tidak terkendali.

3. Pembangkangan terhadap disiplin yang tiba-tiba, baik di rumah maupun di

sekolah.

4. Mencuri uang di rumah, sekolah, atau took untuk membeli narkoba atau

minuman keras.

5. Mencuri barang berharga yang berada di dalam rumah untuk dijual guna

pembelian narkoba dan minuman keras.

6. Selalu menggunakan kacamata gelap pada saat tidak tepat untuk

menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.

7. Suka mengasingkan diri atau bersembunyi di kamar mandi atau di

tempat-tempat yang janggal, seperti di gudang dan di bawah tangga dalam waktu

lama serta berulang kali.

8. Penurunan tingkat kehadiran di kelas dan prestasi belajar di sekolah secara

drastis (sering membolos).

9. Lebih banyak menyendiri, sering bengong, dan berhalusinasi.

(51)

11.Berat badan turun drastis, karena nafsu makan yang tidak menentu.

12.Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan senang mengenakan

kemeja lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan di lengan.

13.Sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal keluarga atau

teman-temannya.

2.4.8 Dukungan orang tua dan keluarga

Keberadaan orang tua merupakan pendidik utama bagi putra-putrinya

sekaligus menjadi figur untuk menjadi panutan, teladan, dan yang dihormati. Sebagai

orang tua tentunya akan mengharapkan anaknya berlaku dan bertindak dalam

kehidupan sehari-harinya, terutama di lingkungan teman-teman hadir sebagai sosok

seorang anak yang selalu bertindak dan berpikir positif untuk selalu menghindari

perbuatan negatif, termasuk menjauhi penggunaan obat-obat terlarang dan minuman

keras (Karsono, 2004).

Keluarga mempunyai peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang.

Keluarga adalah unit social paling kecil dalam masyarakat yang perannya sangat

besar, terlebih pada tahap awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi

perkembangan kepribadian selanjutnya. Adakalanya orang tua bersikap sebagai

patokan, sebagai contoh atau model dasar agar ditiru dan kemudian akan meresap

dalam dirinya menjadi bagian dari kebiasaannya bersikap dan bertingkah laku atau

bagian dari kepribadiannya. Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi

pula hubungan antar saudara menjadi faktor yang penting terhadap perilaku. Agar

(52)

untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antar semua pihak

dalam keluarga (Gunarsa, 1991).

2.4.9. Dukungan Teman Sebaya

Lingkungan pergaulan untuk anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena

di lingkungan pergaulan seseorang bisa terpengaruh cirri kepribadiannya. Karena

lingkungan pergaulan yang sewajarnya menjadi perhatian, agar bias menjadi

lingkungan yang baik dan bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis

pada anak dan remaja (Gunarsa, 1991). Dalam rangka melepaskan keterikatan dengan

orang tua, remaja membutuhkan teman untuk bersosialisasi. Agar dapat diterima

dalam suatu kelompok yang akan dimasukinya, remaja harus mengikuti kebiasaan

kelompok tersebut. Bila dalam kelompok tersebut penggunaan narkoba merupakan

suatu kebiasaan, ia juga akan ikut menggunakan narkoba untuk mempermudah

interaksi sosialnya (vehicle of social interaction) (Joewana, 2005).

2.4.10. Dukungan Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, tempat

bermain, dan sebagainya. Faktor lingkungan rumah yang kondusif terhadap perilaku

akibat penggunaan narkoba antara lain komunikasi orang tua dan anak yang kurang

efektif, orang tua yang terlalu sibuk, hubungan ayah dan ibu tidak harmonis, atau

adanya anggota keluarga lain yang sudah terlebih dahulu menggunakan narkoba.

Lingkungan sekolah yang kondusif terhadap perilaku akibat penggunaan narkoba

Gambar

Tabel 4.2.
Tabel 4.6.
Tabel 4.14.
Tabel 4.16.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The result shows that there are 5 kinds out of 8 translation methods found in translation work of novel “A Walk to Remember” “Kan Kukenang Selalu” the translation

a) Penilaian bagi bahagian penerbitan adalah berdasarkan penilaian secara sumatif iaitu hasil penerbitan dinilai mulai calon mendapat kelayakan sarjana/Ph.D dan

Dalam perencanaan abutment jembatan data-data tanah yang dibutuhkan berupa data-data sudut geser, kohesi dan berat jenis tanah yang digunakan untuk menghitung tekanan tanah

layer ini menyediakan data trasnport yang bisa diandalkan dan efektif biayanya dari komputer sumber ke komputer tujuan, yang tidak tergantung pada jaringan. fisik

Apakah pemilihan media pembelajaran yang telah anda pilih telah anda pertimbangkannya dengan pertimbangan produksi, pertimbangan peserta didik, pertimbangan isi dan

Adapun objek material dalam penelitian ini adalah cerpen “Mu`jiz ā t wa Kar ā m ā t” karya Taufīq Al-Ḥakīm dalam antologi cerpen “Arin ī All ā h” ,

Sesuai dengan tujuan penelitian, penggunaan fondaparinux pada 30 pasien SKA didapatkan hasil yaitu seluruh pasien yang diteliti mendapatkan fondaparinux dengan dosis 1 x 2,5 mg