• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa Di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Makna Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa Di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI HAJORAN KECAMATAN SUNGAI KANAN

KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN

SKRIPSI PERI IRAWATI

050701014

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

(2)

MAKNA SIMBOLIK UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI HAJORAN KECAMATAN SUNGAI KANAN

KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN

Oleh PERI IRAWATI NIM 050701014

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Dwi Widayati, M.Hum Dra. Mascahaya, M.Hum NIP 19650514 198803 2 001 NIP 19590819 196801 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang diacukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Medan, Februari 2011

Penulis

(4)

MAKNA SIMBOLIK UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI HAJORAN KECAMATAN SUNGAI KANAN

KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN Oleh

PERI IRAWATI ABSTRAK

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dalam bentuk skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana. Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, ayahanda Iwan Tirta dan ibunda Sugiarty Sahry atas dukungan moral, materi, kasih sayang dan doa yang selalu dilimpahkan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahron Lubis M.A., sebagai Dekan Sastra Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen wali penulis yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Haris Sutan, M.SP., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak

(6)

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Kakak Dedek yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah administrasi.

8. Adik-adik penulis Sri Bulan, Isra Irawan, Agus Priyanto, Warda Ayuni, dan Indra Irawan semoga kita menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, dan menjadi orang-orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Amin.

9. Sepupu penulis, Yuningsih, Emie, Hendri, Rahmad Saputra, dan Eko purnomo jangan malas belajar, jangan suka mengeluh, dan semoga sukses.

10.Teman-teman terdekat penulis, Abdul Ghani Sihombing, Rasidah Hanum, dan Dewi Astuti semoga kita semua tetap menjadi sahabat yang terbaik.

11.Teman-teman mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara stambuk 2005, khususnya Sopia Rahmi Hutabarat S.S, Putri Sari Murni S.S, Purnama Sari Siregar, S.S, Risna Aritonang, Elvina Hsb S.S, Eva Mizkat Nst S.S, dan seluruh temen-teman stambuk 05 semoga ilmu yang kita dapat bermanfaat bagi banyak orang. Amin.

12.Bapak Miswan dan ibu Sri Suningsih selaku bapak dan ibu kost yang telah banyak menbantu baik moril maupun materil. Terima kasih atas nasehat-nasehatnya.

(7)

Akhir kata penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun dan menyempurnakan skripsi ini.

Hormat saya,

(8)

DAFTAR ISI

1.4Tujuan dan manfaat penelitian ... 7

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA .. 8

2.1 Konsep ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

(9)

3.1.2 Waktu Penelitian ... 15

3.2 Populasi dan Sampel ... 15

3.2.1 Populasi ... 15

3.2.2 Sampel ... 16

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 17

BAB IV PEMBAHASAN ... 22

4.1 Bentuk-Bentuk Simbol Pada Upacara Pernikahan Adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan ... 22

(10)

4.2.1 Upacara Panggi ... 37

4.2.2 Upacara Balangan atau Lempar Sirih ... 41

4.2.3 Upacara Wiji Dadi atau Injak Telur ... 43

4.2.4 Upacara Sindur Binayang ... 44

4.2.5 Upacara Tanem ... 46

4.2.6 Upacara Dahar Kembul ... 47

4.2.7 Upacara Sungkeman ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

(11)

MAKNA SIMBOLIK UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI HAJORAN KECAMATAN SUNGAI KANAN

KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN Oleh

PERI IRAWATI ABSTRAK

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal yang mempunyai peranan penting. Melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya suatu bangsa. Komunikasi menggunakan bahasa merupakan pemahaman dan pemberian respon terhadap hal yang dikerjakan orang lain.

Bahasa merupakan medium atau sarana bagi manusia yang berpikir dan berkata tentang suatu gagasan sehingga boleh dikatakan bahwa pengetahuan itu adalah bahasa. Apa yang diungkapkan melalui bahasa merupakan lambang dari dunia nyata, dunia yang dapat dilihat secara kongkret maupun penggambaran konsep-konsep lain yang abstrak. Bagi manusia, bahasa, merupakan faktor utama yang menghasilkan persepsi, pendapat, dan pengetahuan (Suwondo, 1978:2).

(13)

Bahasa memiliki dua aspek. Aspek bentuk dan aspek makna. Aspek bentuk merujuk pada wujud visual suatu bahasa, sedangkan aspek makna merujuk pada pengertian yang ditimbulkan oleh wujud visual bahasa itu. Hal ini berkaitan dengan kajian semiotika sebagaimana semiotika merupakan salah satu cabang ilmu bahasa.

Van Zoest (1992:16) menyatakan bahwa semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Sebaliknya, menurut Wiryaatmadja (dalam Santosa, 1993:3) semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan maknanya yang luas di dalam masyarakat, baik yang lugas (literal) maupun yang kias (figuratif), baik yang menggunakan bahasa maupun yang nonbahasa.

(14)

Demikian juga dengan masyarakat suku Jawa yang ada di Sumatera Utara khususnya di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu selatan menjadikan pernikahan sebagai upacara adat dan kebudayaan. Pernikahan yang bermakna kultural dan ritual ini memberi makna tersendiri bagi masyarakat Jawa. Pernikahan menyampaikan banyak pesan atau petuah yang bermanfaat bagi orang yang menikah.

Desa Hajoran adalah daerah yang terletak di Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Daerah ini memiliki batas batas daerah yaitu

Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Silang Kitang Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Torgamba Riau,

Sebelah Selatan berbatas dengan Padang Lawas Utara Tapanuli Selatan

Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Kampung Rakyat Labuhan Batu Selatan. Di daerah ini banyak terdapat masyarakat suku Jawa yang hidup dan menetap serta tetap menjalankan adat istiadat Jawa sebagai tradisi turun temurun. Contohnya dalam upacara pernikahan. Upacara pernikahan dilakukan sesuai dengan adat-istiadat suku Jawa sebagaimana mestinya. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebudayaan suku Jawa sebagai warisan nenek moyang.

(15)

Pernikahan merupakan bagian manusia untuk melangsungkan keturunannya. Upacara pernikahan adat merupakan unsur budaya yang hayati dari masa ke masa yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat luas dan kuat, mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu dalam masyarakat (Suwondo, 1978:2).

Dalam pelaksanaannya, pernikahan adat Jawa terbagi atas tiga bagian yaitu upacara sebelum pernikahan, upacara pelaksanaan pernikahan, dan upacara sesudah pernikahan. Upacara sebelum pernikahan meliputi serangkaian upacara yang yang akan dilakukan sebelun pernikahan. Upacara pelaksnaan pernikahan meliputi serangkaian upacara yang diawali dengan upacara panggi (nemokke manten) atau upacara keluarnya pengantin yang didahului dengan kembar

mayang, balangan atau lempar sirih, wiji dadi atau injak telur, sindur binayang, upacara tanem, dahar kembul dan sungkeman. Sedangkan upacara sesudah perniakahan meliputi upacara yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.

(16)

depan rumah pengantin wanita. Pengantin wanita keluar dari kamar pengantin dengan seluruh anggota keluarganya. Kedua orang tua pengantin wanita berjalan dibelakang pengantin wanita. Di hadapan pengantin wanita dan pengantin pria ada wanita dan pria yang membawa kembar mayang yang tingginya sekitar satu meter atau lebih. Dengan dibantu dukun manten atau pamaes kembar mayang ditukar. Kembar mayang yang dibawa pengantin pria ditukar dengan kembar mayang dari pihak wanita. Selama upacara pernikahan kembar mayang dibawa ke luar rumah dan diletakkan di persimpangan jalan. Ada juga kembar mayang yang diletakkan di sisi kanan dan kiri kursi pengantin. Semua itu mengandung maksud dan simbol tertentu.

Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal dan objek yang maknanya disepakati bersama (Sobur, 2004:157).

Berdasarkan konsep dan realitas di atas peneliti merasa tertarik untuk mengkaji makna dari simbol-simbol upacara pernikahan adat Jawa yang merupakan lambang adat Jawa yang memiliki nilai yang tinggi.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah simbol yang terdapat pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan?

(17)

1.3 Batasan masalah

Untuk menghindari pengkajian yang terlalu luas, maka peneliti membatasi penelitian ini pada upacara pernikahan adat Jawa yang ada di Hajoran Kacamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang meliputi upacara panggi, balangan, wiji dadi, sindur binayang, dahar kembul, upacara tanem, sungkeman dan benda-benda yang terdapat selama upacara berlangsung. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan simbol-simbol apa saja yang digunakan pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. 2. Mendeskripsikan makna simbolik yang terdapat pada upacara pernikahan adat Jawa

di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

1.4.1 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan tentang makna simbolik pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Malo (1985:16) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Oleh karena itu, konsep dari penelitian ini menyangkut makna simbolik pernikahan adat Jawa.

2.1.1 Tanda

Santosa (1993:4) menyatakan bahwa tanda merupakan bagian dari ilmu semiotika yang menandai objek kepada subjek, dalam hal ini tanda menunjukkan pada suatu hal yang nyata, misalnya benda, tulisan, bahasa, peristiwa, dan tanda-tanda lain. Sebagai contoh konkret yaitu adanya petir selalu ditandai oleh adanya kilat. Wujud tanda-tanda alamiah ini merupakan satu bagian dari hubungan secara alamiah pula, yang menunjuk pada bagian yang lain, yakni adanya petir dikarenakan adanya kilat. Jadi, tanda adalah arti yang statis, umum, lugas, dan objektif.

2.1.2 Simbol

Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal dan objek yang maknanya disepakati bersama (Sobur, 2004:157).

(19)

menyatakan simbol merupakan tanda yang menunjukkan kepada nalai-nilai dan meskipun tidak selalu simbol itu diungkapkan dengan bahasa. Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri.

2.1.3 Pernikahan adat

Salah satu adat yang dimiliki oleh berbagai suku adalah pernikahan yang biasanya dilaksanakan dalam bentuk upacara. Anggota masyarakat merasa hanya dapat melihat adat sebagai sesuatu yang konkret dalam bentuk upacara yang harus diselenggarakan sebagai tradisi yang wajib dipatuhi (Ritonga,1997:5). Pernikahan bukanlah masalah seorang saja. Segala sesuatu yang bersangkutan dengannya juga menjadi tanggung jawab bersama. Dalam melaksanakan pernikahan tentu ada berbagai cara atau proses pelaksanaannya. Pernikahan berdasarkan adat berarti berlangsungnya acara pernikahan tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma adat.

(20)

2.2 Landasan Teori

Teori ilmu yang sesuai dengan penelitian ini adalah teori semiotika. Sujiman dan Van Zoust (dalam Sobur, 2004: 16) menyatakan bahwa semiotika berasal dari kata Yunani: “semeion” yang berarti “tanda”. Menurut Saussure, semiologi didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem perbedaan dan konversi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di situ ada sistem.

Sobur (2004:15) menyatakan semiotika adalah salah satu ilmu untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barther, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dalam hal mana objek-objek hendak berkomunikasi, tetapi juga mengonstitusikan sistem terstruktur dari tanda (dalam Sobur, 2004:15).

Adapun ahli yang mengkaji bidang semiotika adalah Ferdinand De Saussure . Saussure (dalam Sobur, 2004:46) mengembangkan dasar-dasar kerja linguistik umum. Ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda yang masing-masing terdiri atas dua sisi yaitu signifiant (penanda atau sesuatu yang dapat dipersepsikan sebagai tanda) dan signifie (penerima, penafsir, atau pengguna tanda itu). Tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu

1. Tanda yang diartikan yang disebut signifier yaitu bidang penanda atau bentuk.

(21)

Jadi, dengan kata lain setiap tanda bahasa terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk kepada suatu referen, yaitu sesuatu yang merupakan unsur di luar bahasa (ekstralingual).

Penanda dan petanda adalah dua hal yang berbeda. Penanda adalah sesuatu yang ada dari seseorang bagi sesuatu yang lain dalam suatu segi pandangan. Penanda itu dapat bertindak menggantikan sesuatu bagi seseorang, yakni penafsir. Penanda adalah sesuatu bagi seseorang dari segi pandangan; segi pandangan ini merupakan dasarnya. Petanda adalah sesuatu yang tersimpulkan, tertafsirkan atau terpahami maknanya dari ungkapan bahasa maupun nonbahasa.

Selain pendapat De Saussure, pemahaman terhadap semiotika juga diacu dari pendapat Charles Sanders Pierce. Pierce (dalam Sobur, 2004:41) dalam teori Grond Triadic mengemukakan tiga hubungan tanda dan tiga klasifikasi tanda. Tiga hubungan tanda yang dimaksud adalah ground (dasar), representament (menghadirkan sesuatu yang mewakili sesuatu), interpretant (penerima, penafsir, dan pengguna tanda).

Upacara penikahan adat Jawa dapat juga dikaji dengan tiga hubungan tanda menurut teori ground triadic Pierce yaitu:

1. Tanda dasar (ground) yaitu pernikahan adat Jawa

2. Representatasi pernikahan adat yaitu makna pernikahan yang terkandung dalam upacara pernikahan adat Jawa.

(22)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003: 1198). Pustaka adalah kitab-kitab, buku; buku primbon (KBBI, 2003: 912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai referensi yang mendukung penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa buku sebagai referensi, anatara lain buku Parlaungan Ritonga (1997) yang berjudul makna Simbolik Dalam Upacara Mangupa

Masyarakat Angkola-Sipirok di Tapanuli Selatan. Baliau menyatakan bahwa mangupa

merupakan acara yang terdapat pada setiap upacara adat masyarakat Angkola-Sipirok di Tapanuli Selatan.

Selain itu, peneliti juga menggunakan buku karangan Bambang Suwondo (1978) yang berjudul Adat Dan Upacara Pernikahan Adat Jawa Tengah. Dalam bukunya tersebut dinyatakan bahwa upacara pernikahan adat Jawa terbagi atas tiga bagian yaitu upacara sebelum pernikahan, upacara pernikahan, dan upacara sesudah pernikahan.

(23)

disimpulkan bahwa dalam upacara pernikahan Aceh Singkil terdapat tanda-tanda yang keseluruhannya mempunyai fungsi yaitu fungsi adat, fungsi sosial, fungsi hukum, fungsi kepribadian, fungsi keagungan atau kebesaran, dan fungsi estetika. Adapun makna dari tanda-tanda adat perkawinan Aceh Singkil adalah makna simbolik ritual dan sakral, makna simbolik sosial, makna simbolik keagungan atau kebesaran, makna simbolik permohonan dan harapan, makna simbolik komunikasi, dan makna simbolik estetika. Penelitian yang ketiga yang dikerjakan oleh Sryana M. Siahaan (2007) yang berjudul “Simbol Ulos Sebagai Referentasi Identitas Batak Toba”. Skripsi ini menyimpulkan bahwa fungsi ulos sebagai referentasi identitas Batak Toba meliputi fungsi peneguh integrasi sosial, peneguh integrasi status sosial, fungsi peneguh edukatif, fungsi peneguh kebutuhan ekonomi. Makna simbolik ulos sebagai referentasi identitas Batak Toba meliputi makna simbolik ulos sebagai referentasi eksistensi diri, simbolik ulos sebagai referentasi interaksi sosial, makna simbolik ulos sebagai referentasi estetis, dan makna simbolik ulos sebagai referentasi ekspresi ideologi kultural.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini adalah Desa Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian terhadap makna simbolik upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan dilakukan pada tanggal 20 Desember 2009 sampai dengan 30 Meret 2010.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

(25)

3.2.2 Sampel

Sampel adalah kelompok kecil pengamatan atau penelitian. Adapun yang menjadi sampel adalah simbol-simbol yang digunakan dalam upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa.

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Kridalaksana, 2001:136).

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode simak (Sudaryanto, 1993:133) yaitu metode yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara menyimak atau memperhatikan bentuk-bentuk simbol.

Data yang dibutuhkan dikumpulkan dengan cara memperhatikan proses yang terjadi pada saat berlangsungnya upacara pernikahan berlangsung. Simbol yang digunakan oleh pelaku dalam upacara pernikahan disimak, terutama yang memiliki makna khusus.

Selanjutnya untuk mewujudkan metode tersebut digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar, yaitu menyadap penggunaan simbol (Sudaryanto, 1993:133). Teknik sadap dilakukan dengan:

1. Teknik lanjutan I: teknik simak bebas libat cakap.

Dalam teknik ini, peneliti sebagai pemerhati memperhatikan secara seksama simbol-simbol yang terdapat pada upacara pernikahan tersebut.

2. Teknik lanjutan II : teknik tekam.

(26)

3. Teknik lanjutan III

Setelah teknik I dan II selesai dilakukan, dilanjutkan dengan teknik catat. Data yang sudah dikumpulkan dicatat dan diklasifikasikan agar mudah dianalisis.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang sudah dikumpul dianalisis dengan metode padan yaitu metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan pada pengkajian data ialah metode referensial, yaitu metode padan yang alat penentunya berupa kenyataan yang ditunjukka n oleh bahasa disebut referen bahasa (Sudaryanto, 1993:13).

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki penelitinya. Daya pilah tersebut dapat dibantu oleh alat lain yang berada di luar dirinya, tetapi melekat pada unsur penentu itu sendiri yang bersifat khas. Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik hubung banding menyamakan, peneliti menganalisis data dengan menghubungkan serta menbandingkan suatu simbol dengan makna yang dikandungnya serta melihat persamaan simbol dengan kenyataan.

(27)

Kembar mayang adalah dua buah rangkaian hiasan yang terdiri dari dedaunan terutama daun kelapa, yang ditancapkan ke sebuah batang pisang yang daun tersebut dirangkai dalam bentuk gunung, keris, cambuk, payung, belalang, dan burung (http://dunianyamaya.wordpress.com). Selain itu juga terdapat daun beringin, daun dadap srep, dlingo bengle. Dengan menggunakan teknik lanjutan menyamakan dan membandingkan dapat diperoleh perbedaan makna dari bentuk kembar mayang yang dibawa pengantin pria dan yang dibawa pengantin wanita. Kembar mayang yang dibawa pengantin pria terdapat bentuk burung-burungan sedangkan kembar mayang yang dibawa pengantin wanita tidak terdapat bentuk burung-burungan. Secara keseluruhan bentuk kembar mayang yang seperti gunung, memberi arti bahwa gunung itu besar dan tinggi, menyimbolkan bahwa seorang pria itu harus mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman dan diharapkan dapat sabar. Bentuk hiasan seperti keris, melambangan hati-hati dalam hidup, pandai dan optimis dan dengan ketetapan hati membina rumah tangganya dengan baik. Hiasan seperti belalang, melambangkan semangat, cepat dalam berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan keluarganya. Bentuk hiasan seperti burung, melambangkan motivasi yang tinggi dalam hidup. Daun beringin, melambangkan kewajiban terhadap keluarga, daun dadap strep, melambangkan ketenangan dan kejernihan dalam berpikir. Daun dlingo bengle, melambangkan perlindungan terhadap roh-roh jahat. Daun kruto,

(28)
(29)

Kembar Mayang Pria

Belalang Keris Burung gunung cemeti

(30)
(31)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk-Bentuk Simbol Pada Upacara Pernikahan Adat Jawa Di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Adat-istiadat pernikahan adat Jawa adalah segala kegiatan dan kebiasaan yang dilazimkan dalam suatu masyarakat yang mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan pernikahan.

Pada perlaksanaannya, pernikahan adat Jawa dibagi atas tiga bagian upacara yaitu upacara sebelum pernikahan, upacara pelaksanaan pernikahan, dan upacara sesudah pernikahan. Upacara sebelum pernikahan adalah upacara yang dilakukan sebelum pernikahan antaranya adalah upacara pemasangan tarup, pembuatan kembar mayang, sesaji, upacara paningsetan, upacara ngerik, upacara modidaremi dan upacara siraman. Upacara pernikahan adalah upacara yang berlangsung pada saat pernikahan itu sendiri berlangsung yaitu upacara panggi (nemokke manten), yang diawali dengan keluarnya pengantin yang didahului dengan kembar mayang, upacara balangan (lempar sirih), upacara wiji dadi (injak telur), upacara sindur binayang, upacara timbang, upacara tanem, upacara kalpika, upacara kucar-kucur, upacara dahar kembul, upacara mertui dan upacara sungkeman. Upacara sesudah pernikahan adalah upacara yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai yaitu upacara ngondo manten.

(32)

Kabupaten Labuhan Batu Selatan terdiri atas tujuh upacara pelaksanaan pernikahan. Hal ini disebabkan sudah mulai berkurangnya pengetahuan akan upacara-upacara pelaksanaan lainnya sehingga upacara-upacara tersebut dihilangkan, adanya upacara yang dinilai tidak sesuai dengan norma-norma setempat, untuk mempersingkat waktu. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka ada beberapa upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa yang tidak lagi dilakukan di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Walau demikian, dengan dihilangkannya beberapa upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa di tersebut tidak merubah makna dan kesakralan dari pernikahan itu sendiri.

Dari hasil pengamatan terhadap upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan ditemukan ada dua belas macam simbol yang digunakan pada upacara pelaksanaan upacara pernikahan adat Jawa yaitu:

4.1.1 Kembar Mayang

Kembar mayang adalah tanda dasar. Kembar mayang adalah rangkaian yang dibuat dari bermacam-macam daun dan banyak ornamen dari janur (daun kelapa muda) yang dirangkai pada potongan pohon pisang dengan bermacam-macam bentuk. Adapun bentuk kembar mayang dapat berupa gunung, belalang, cemeti, payung, burung, dan keris. Selain ornamen dari janur, kembar mayang juga dilengkapi dengan daun beringin, daun dadap strep, daun kruto, dan daun dlingo bengle. Pada umumnya kembar mayang untuk pria dan wanita berbeda. Perbedaan tersebut

(33)

mayang dibuat oleh orang yang memang ahli pengerjaan kembar mayang dilakukan diatas jam dua belas malam. Setelah kembar mayang selesai dibuat, pihak pengantin pria menebus atau membeli kembar mayang dari pembuatnya sesuai dengan harga yang diminta si pembuat kembar mayang hal ini sering disebut dengan tebusan. Setelah kembar mayang ditebus, kembar mayang disimpan disuatu tempat dan ditutup dengan kain putih. Menurut kepercayaan masyarakat suku Jawa apabila esok harinya kembar mayang yang telah ditebus tersebut layu dapat dipastikan bahwa pengantin wanita tidak lagi perawan.

gunung

(34)

Keris

Belalang gunung

Gambar No. 2 Kembar Mayang Pria burung cemeti 4.1.2 Patah

(35)

Gambar No. 3 Patah

4.1.3 Pamaes

(36)

Gambar No. 4 Pamaes

4.1.4 Tarup

Sehari sebelum pernikahan biasanya pintu gerbang dari pengantin wanita dihiasi dengan tarup. Tarup adalah dekorasi dari tumbu-tumbuhan yang terdiri dari tumbuhan dan daun-daunan yang terdiri dari dua pohon pisang yang bermakna suami akan menjadi pemimpin yang baik dalam keluarganya. Pohon pisang dipilih karena mudah hidup di mana saja. Hal ini berarti bahwa pasangan pengantin akan hidup bahagia di mana saja. Tebu wuluh berarti seluruh keluarga datang bersama untuk menbantu pernikahan. Cengir gading berarti pesangan pengantin saling cinta satu sama lain. Bentuk daun beringin, mojo koro, alang-alang, dan dadap strep berarti pasangan pengantin akan hidup aman dan melindungi keluarganya.

(37)

Gambar No. 5 Tarup

4.1.5 Pelaminan

(38)

Gambar No. 6 Pelaminan

4.1.6 Daun Sirih

(39)

Gambar No. 7 Daun Sirih

4.1.7 Telur

(40)

telur

Gambar No. 8 Telur

4.1.8 Air

Air merupakan simbol yang terdapat pada upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa khususnya pada upacara wiji dadi atau injak telur. Air pada upacara wiji dadi digunakan untuk membasuk atau mencuci kaki pengantin pria setelah menginjak telur pada upacara wiji dadi atau injak telur. Air ditempatkan pada wadah yang kemudian diletakkan di atas kain yang telah dibentangkan sebelumnya. Pada awalnya air ditempatkan pada wadah berupa kendi atau gentong namun pada masa sekarang ini air tersebut ditempatkan pada wadah dari plastik. Pemilihan dari wadah plastik ini dikarenakan mudah didapat dan praktis. Di dalam wadah plastik ini, air dicampur dengan bungan setaman. Setelah tercampur barulah air digunakan untuk membasuh kaki d pengantin pria.

(41)

Jawa yang ada di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan adalah air mineral dalam bentuk kemasan. Pemilihan air mineral kemasan ini karena dinilai praktis dan ekonomis. Air inilah yang nantinya akan diminum oleh kedua pengantin pada upacara dahar kembul pada upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa air bermakna sebagai penyuci pada upacara wiji dadi atau injak telur dan air pada upacara dahar kembul paca upacara pernikahan adat Jawa yang ada adalah sebagai penyejuk

.

Gambar No. 9 Air Bunga Setaman

4.1.9 Bunga Setaman

(42)

keindahan yang nentinya pengantin diharapkan selalu harmonis dalam mangarungi rumah tangganya.

Gambar No. 10 Bunga Setaman

4.1.10 Sindur Binayang

Sindur binayang adalah simbol berupa kain panjang yang digunakan pada upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa yang ada di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Adapun kain yang digunakan adalah kain anjang baru yang bercorak batik, bunga, dan kain yang tidak bermotif atau yang polos. Penggunaan kain panjang yang bermotif polos, bunga, dan batik ini agar kedua pengantin nanti akan selalu bahagia dan sejahtera untuk selamam-lamanya. Sindurbinayang ini digunakan pada upacara sindur binayang.

(43)

4.1.11 Nasi Berserta Lauk-Pauk

Nasi adalah simbol yang digunakan pada upacara dahar kembul pada upacara pelaksanaan pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Selain nasi, upacara dahar kembul ini juga dilengkapi dengan simbol yang berupa lauk pauk yang terdiri dari tahu goreng, tempe goreng, kacang panjang, dan hati ayam goreng. Nasi putih dan lauk-pauknya di tata pada sebuah piring. Nasi inilah yang nantinya dimakan kedua pengantin pada upacara dahar kembul. Nasi pada upacara ini bermakna sebagai sumber kehidupan sedangkan lauk-pauknya bermakna sebagai pelengkap.

Tahu goreng hati ayam kacang panjang

Nasi

Gambar No. 12 Nasi dan Lauk Pauk

Tempe goreng

4.1.12 Pakaian Pengantin

(44)

disebut dengan basahan. Dan ada juga yang memakai kebaya biasa yang cenderung lebih tertutup. Pemilihan akan pakaiaan ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu lebih mudah didapat, terlihat lebih sopan, dan tidak bertentangan dengan norma dan adat istiadat setempat.

Gambar No. 13 Pakaian Pengantin

4.2 Makna Simbolik Upacara Pernikahan Adata Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Setiap simbol yang digunakan pada upacara penikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan memiliki makna tersendiri baik bagi kedua pengantin maupun masyarakat suku Jawa pada umumnya.

(45)

4.2.1 Upacara Panggi Atau Mempertemukan Pengantin

(46)

Gambar No. 14 Tukar Kembar Mayang

Kembar mayang adalah rangkaian yang dibuat dari bermacam-macam daun dan banyak ornamen dari janur (daun kelapa muda) yang dirangkai pada potongan pohon pisang dengan bermacam-macam bentuk.

- Bentuk seperti gunung merupakan lambang kebesaran. Seorang pria hendaknya memiliki pengetahuan dan pengalaman dan dapat bersifat sabar.

- Bentuk seperti belalang merupakan lambang ketangkasan dan kegigihan. Seorang suami haruslah tangkas dalam menyulesaikan permasalahan dalam rumah tangganya. dan dapat dengan gigih mencari nafkah untuk anak dan istrinya.

- Bentuk seperti burung merupakan lambang motivasi. suamu dan istri diharapkan kelak dapat memiliki mitivasi yang tinggi untuk mencapai kebahagiaan da;lam rumah tangganya.

(47)

- Bentuk seperti keris merupakan lambang sikap hati-hati dan pandai serta bijak. Seorang suami hendaknya dapat bersikap hati hati dalam menganbil setiap keputusan, pandai dalam berbagai hal serta bijak dalam menyikapi segala sesuatu.

- Daun kruto merupakan lambang perlindungan diri dari gangguan setan. setiap

keluarga hendaknya selalu menjada diri dan keluarganya dari gangguan setan dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa.

- Daun beringin merupakan lambang perlindungan terhadap keluarga dan masyarakat.

Suami dan istri diharapkan dapat melindungi diri, keluarga, dan masyarakat dari hal-hal yang bersifat buruk.

- Dan daun dlingo bengle merupakan lambang perlindungan dari hal hal buruk. Dalam berumah tangga selalu saja ada hal-hal yang padat mengganggu ketentraman rumah tangga olek karena itu, seorang suami harus mampu melindungi keluarganya dari hal buruk.

Lihat gambar No. 1 dan gambar No. 2.

(48)

merupakan simbol berupa harapan yang bertujuan untuk menjauhkan pengantin dari hal-hal buruk dan kesialan. Setelah upacara panggi selesai dilanjutkan dengan upacara balangan atau lempar sirih.

4.2.2 Upacara Balangan Atau Lempar Sirih

Setelah kembar mayang ditukar, pamaes mengarahkan pengantin yang telah saling berhadapan dengan jarak kira-kira tiga meter untuk saling melempar tujuh ikat daun sirih temu ruas yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang putih. Untuk pengantin pria berumlah empat ikat daun sirih hal ini dikarenakan tanggung jawab seorang suami dalam rumah tangganya sangatlah besar, sementara untuk pengantin wanita terdiri dari tiga ikat daun sirih. Pengantin pria yang dahulu melempar dengan tangan kanan setelah itu barulah pengantin wanita membalas melempar daun sirih dengan tangan kanan juga. Begitulah seterusnya. Hal ini bermakna bahwa prialah yang kelak menjadi kepala rumah tangga sedangkan wanita menjalankan kewajibannya dengan penuh keikhlasan terhadap suami. Lemparan daun sirih ini empat kali bagi pengantin pria sedangkan untuk pengantin wanita berjumlah tiga kali hal ini sesuai dengan jumlah sirih yang dimiliki masing-masing. Penggunaan tangan kanan pada upacara ini merupakan lambang dari kebaikan maksudnya pengantin kelak diharapkan dapat berbuat baik dengan siapa saja baik dengan istri maupun masyarakat.

Secara keseluruhan balangan atau lempar sirih merupakan simbol yang terdiri dari tujuh ikat daun sirih yang temu ruas yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang putih.

(49)

- Kapur sirih merupakan penyejuk jiwa dan raga. artinya adalah dalam menjalani rumah tangganya kedua pengantin diharanpkan selalu aman dan nyaman.

- Benang putih merupakan lambang ikatan yang kuat dan suci. Artinya pernikahan

adalah ikatan yang sakral dan suci bagi pria dan wanita.

Jadi, lambang dari balangan atau lemar sirih pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan adalah jodoh yang diikat dengan ikatan yang suci yaitu pernikahan bagi kedua mempelai yang nantinya diharapkan akan langgeng selamanya.

Gambar No. 15 Balangan atau Lempar Sirih

4.2.3 Upacara Wiji Dadi Atau Injak Telur

(50)

yang sebelumnya telah dipersiapkan terlebih dahulu. pengantin wanita mencuci kaki pengantin pria dengan tangan kanan. Ini merupakan simbol dari kewajiban istri kepada suami yang harus dijalankan sepanjang hidupnya. Selesai mencuci kaki pengantin pria, pengantin wanita menyembah tiga kali dalam keadaan duduk bersimpuh. Hal ini merupakan simbol yang bermakna kewajiban seorang istri terhadap suami. Wiji dadi atau injak telur merupakan simbol yang terdiri dari telur ayam, bungan setaman, dan air.

- Telur ayam merupakan simbol tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab terhadap keluarga. Kedua pengantin kelak diharapkan dpat bertanggung jawab atas keluarganya.

- Bunga setaman merupakan simbol dari wangi-wangian. Wangi-wangian dalam simbol bunga setaman merupakan pengharapan terhadap kedua pangantin agar hidupnya penuh dengan kasih sayang.

- Air merupakan pendingin dan penyuci. Kedua pengantin diharapkan dapat menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan bijaksana.

(51)

Gambar No. 16 Wiji Dadi atau Injak Telur

4.2.4 Upacara Sindur Binayang

Setelah upacara wiji dadi, pamaes menbantu mengarahkan ayah atau orang yang tertua dikeluarga pengantin wanita mengantarkan kedua pengantin ke kursi pelaminan secara perlahan-lahan. Sementara itu, ibu pengantin wanita menutup pundak pasangan dengan sindur binayang ini bermakna bahwa ibu memberikan dorongan moril pada anaknya. Sedangkan kedua ujung sindur binayang di pegang oleh ayah dari pengantin wanita. Hal ini mengandung makna bahwa ayah atau orang yang tertua dalam keluarga akan memberi contoh yang baik kepada anaknya yang baru menikah hal ini dikarenakan ayah memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan. Penggunaan atau kain panjang dikmaksudkan agar rumah tangga anaknya panjang sampai menjadi nenek dan kakek. Kain yang digunakan tidak diperbolehkan bercorak binatang atau dengan kata lain harus polos, batik, atau bunga. Hal ini bermakna agar kelak rumah tangga anaknya aman dan damai dan tidak akan terjadi pertengkaran.

(52)

untuk memberikan dorongan moril kepada anak-anaknya yang menikah agar bahagia dalam menjalani rumah tangganya.

Gambar No. 17 Sindur Binayang

4.2.5 Upacara Tanem

(53)

Gambar No. 18 Upacara Tanem

4.2.6 Upacara Dahar Kembul

(54)

- Nasi merupakan lambang rejeki yang melimpah. Dalam hal ini pengantin diharapkan dapat memperoleh rejeki yang melimpah kelak untuk mmenghidupi anak dan istrinya.

- Lauk pauk merupakan simbol yang bermakna pelengkap. Maksudnya kedua

pengantin kelak dapat melengkapi kekurangan dan pasangannya dengan kelebihannya masing-masing.

- Air merupakan lambang penyejuk. Penyejuk dalam hal ini bertujuan agar pangantin

dapat hidup nyaman dan sejahtera selamanya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dahar kembul dalam upacara Pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan adalah penghormatan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rejeki dan juga bermakna pengharapan agar kedua pengantin dapat mengarungi rumah tangganya dengan rejeki yang melimpah, kasih sayang dan dapat melengkapi satu sama lainnya.

(55)

4.2.7 Upacara Sungkeman

Upacara sungkeman dilakukan di pelaminan. Upacara sungkeman adalah upacara yang dilakukan kedua pengantin untuk memohon doa restu dari orang tua mereka dengan bersujud. Bersujud merupakan simbol dari kesungguhan artinya kedua pengantin dengan sungguh-sungguh memohon doa dan restu kapada orang tuanya. Pertama pengantin sungkeman kepada orang tua pengantin wanita. Hal ini bermakna sebuah pengharapan. Pengantin pria meminta restu agar kiranya rumah tangganya kelak bahagia selamanya bersama anak dan istrinya. Kemudian kedua pengantin sungkeman kepada orang tua pengantin pria. Hal ini bermakna bahwa pengantin pria meminta doa dan restunya agar kedua orang tuanya dapat menerima pengantin wanita sebagai anggota keluarganya yang baru dan dapat diperlakukan selayaknya anak sendiri.

Gambar No. 20 Sungkeman

(56)
(57)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

berdasarkan permasalahan dalam penelitian tentang makna simbolik upacara pernikahahn adat jawa di hajoran kecamatan sungai kanan kabupaten labuhan batu selatan dapat disimpulkan bahwa,

1. Bentuk sinbol yang terdapat pada upacra pelaksanaan pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan ada dua belas macam yaitu kembar mayang, patah, pamaes, tarup, pelaminan, daun sirih, telur, air, bunga setaman, sindur binayang, nasi beserta lauk-pauk, dan pakaian pengantin.

2. Makna yang terdapat pada simbol-simbol adat yang terdapat pada pelaksanaan upacara perkawinan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan dapat berupa pengharapan, kebahagiaan, dan penghormatan.

5.2 SARAN

(58)

mencerminkan kebudayaan bangsa kita tetap terjaga. Perlu adanya pembelajaran bagi generasi muda mengenai adat, khususnya adat Jawa.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Gultom, Fita Delia. 2003. “Kinesik dan Simbolik Upacara Perkawinan Adat Mandailing”. (Skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Malo, Manasse, 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunia Jakarta Universitas Terbuka.

Poerdarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ralisah. 2007 “Tanda-Tanda Dalam Upacara Perkawinan Aceh Singkil”. (Skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Ritonga, Parlaungan. 1997, Makna Simbolik Upacara Mangupa Masyarakat Angkola-Sipirok Di Tapanuli Selatan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Santosa, Puji. 1993. Ancangan Linguistik dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.

Siahaan, Sryana M. 2007. “Simbol Ulos Sebagai Referentase Identitas Batak Toba”. (Skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Sinaga, Juliati Stefana. 2010. “Makna Tanda Dalam Dayok Binatur”. Medan: (Skripsi). Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Kounikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Análisis Bahasa. Yogyakart: Duta Wacana University Press.

Sudjiman, Panuti dan Art Van Zoest. 1996. Serba Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(60)

LAMPIRAN

Bentuk simbol yang terdapat pada upacara pelaksanaan pernikahan adat jawa di hajoran kecamatan sungai kanan kabupaten labuhan batu selatan adalah:

Gambar No. 1 Kembar Mayang Wanita Gambar No. 2 Kembar Mayang Pria

(61)

Gambar No. 5 Tarup Gambar No. 6 Pelaminan

(62)

Gambar No. 9 Air Bunga Setaman Gambar No. 10 Bunga Setaman

(63)
(64)

Upacara Pelaksanaan Pernikahan Meliputi :

Gambar No. 14 Tukar Kembar Mayang Gambar No.15 Upacara Balangan

(65)

Gambar No. 18 Upacara Tanem Gambar No.19 Upacara Dahar Kembul

Gambar

Gambar No. 2 Kembar Mayang Pria
Gambar  No. 3 Patah
Gambar  No. 4 Pamaes
Gambar  No. 5 Tarup
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari analisis makna simbolik pada Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat Tionghoa tersebut diketahui proses tuturan yang terjadi pada saat

Dari hasil penelitian ditemukan tiga macam makna simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan makna simbolik tari Andun dalam upacara adat perkawinan pada masyarakat kecamatan Kota Manna Kabupaten Bengkulu

Metode distribusional digunakan adalah metode Baca Markah (BM) untuk menganalisis bentuk pronomina dan repetisi dalam wacana upacara pernikahan adat Jawa di Surakarta,

simbol dari ritual dalam pernikahan adat Jawa yang memiliki makna untuk..

Peneliti juga meyakini bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang bagaimana prosesi Temu Manten pada Upacara Pernikahan Adat Jawa, yang kaya akan makna

Penelitian ini membahas tentang makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Pernikahan bagi masyarakat Jawa

Gerak Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan di lapangan, dalam pengamatan Tari Sayo Sitendean yang dilakukan sebanyak dua kali pada Upacara Adat Pernikahan Pangakkasan dengan