• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Hutan Tridharma USU Sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Hutan Tridharma USU Sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI HUTAN TRIDHARMA USU SEBAGAI TEMPAT

PENGUJIAN KEAWETAN KAYU

SKRIPSI

Oleh:

Agustia Wardhana

051203006/ Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

AGUSTIA WARDHANA. Potensi Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan & Luthfi Hakim

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kelayakan lokasi hutan Tridharma USU sebagai tempat pengujian keawetan kayu. Metode yang digunakan mengadopsi teknik analisis vegetasi dengan metode kombinasi transek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan Tridharma USU layak digunakan sebagai tempat pengujian keawetan kayu, dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah rata-rata 103.884 ekor rayap pada masing-masing sarang (dari 3 sarang yang telah dibongkar). Jenis rayap yang ditemukan hanya satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.

(3)

ABSTRACT

AGUSTIA WARDHANA. The Potency of Forest Tridharma USU as a Location for Wood Durability Test. Supervised by Arif Nuryawan & Luthfi Hakim

The aims of this research was to determine the forest of Tridharma as a location for wood durability test. The method used adopt the technique analysis of vegetation method by combination transect. The result of this research shows that the forest of Tridharma USU as a location for wood durable test was decent, provedly with finding average 103.884 termites at each nest (three of nest termite have been forced). Species that found was only one species that was Macrotermes gilvus Hagen.

(4)

RIWAYAT HIDUP

AGUSTIA WARDHANA dilahirkan di Berastagi pada tanggal 25 Agustus

1987 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayah (Alm)

Abdul Rahim dan Ibu Riah Malem br. Bangun.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD. Negeri 7 Berastagi pada

tahun 1999, dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Berastagi tahun 2002 dan lulus di SMA

Negeri 1 Berastagi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan

studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui jalur Penelusuran Minat dan

Kemampuan (PMDK) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian,

Departemen Kehutanan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen

untuk Praktikum Fisika Kayu. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi

Himas-Sylva dan BKM (Badan Kenaziran Mushalla) di Departemen Kehutanan USU.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Bisnis

Mandiri Industri Kayu Cepu (KBM-IKC) Jawa Tengah, di akhir studi penulis

menjadi finalis PKMP DP2M-Dikti Depdiknas RI di bawah bimbingan Arif

Nuryawan dan dikembangkan menjadi skripsi dengan judul “ Potensi Hutan

Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu” di bawah bimbingan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul

” Potensi Hutan Tridharma USU Sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu”

berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Arif Nuryawan S. Hut., M.Si,

dan Bapak Luthfi Hakim, S. Hut., M. Si selaku komisi pembimbing yang telah

banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan

saudara-saudara atas dukungan dan doanya kepada penulis serta teman-teman

yang membantu dalam penulisan laporan akhir penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru

khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam

penelitian-penelitian ilmiah.

Medan, Agustus 2009

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Manfaat penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Kayu ... 3

Zat Ekstraktif Kayu ... 4

Teknik Pengumpanan ... 4

Taksonomi Rayap ... 5

Jenis dan Penyebaran Rayap ... 5

Perilaku Rayap ... 8

Ekologi Rayap ... 12

Musuh Alami ... 15

Sistem Sarang ... 15

Rayap Perusak Tanaman ... 16

METODOLOGI

Siklus Hidup Rayap Macrotermes gilvus Hagen ... 26

Analisis SWOT ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah rayap pada masing-masing sarang ... 23

2. Perbandingan range kunci determinasi dengan hasil penelitian... 24

3. Nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F)... 27

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pengukuran Panjang Petak Contoh ... 18

2. Pembuatan Petak Contoh ... 18

3. Sarang Rayap Petak I ... 19

4. Sarang Rayap Petak VII ... 19

5. Pembongkaran Sarang Rayap ... 20

6. Penghitungan Rayap... 20

7. Sarang Rayap yang telah dibongkar... 20

8. Petak contoh Kombinasi Jalur dan Garis Berpetak... 21

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Morfologi Prajurit Mayor ... 34

2. Morfologi Prajurit Minor... 37

3. Deskriptif Statistik Prajurit Mayor... 40

4. Deskriptif Statistik Prajurit Minor ... 42

5. Kunci Pengenalan Genus dan Spesies... 44

(11)

ABSTRAK

AGUSTIA WARDHANA. Potensi Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan & Luthfi Hakim

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kelayakan lokasi hutan Tridharma USU sebagai tempat pengujian keawetan kayu. Metode yang digunakan mengadopsi teknik analisis vegetasi dengan metode kombinasi transek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan Tridharma USU layak digunakan sebagai tempat pengujian keawetan kayu, dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah rata-rata 103.884 ekor rayap pada masing-masing sarang (dari 3 sarang yang telah dibongkar). Jenis rayap yang ditemukan hanya satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.

(12)

ABSTRACT

AGUSTIA WARDHANA. The Potency of Forest Tridharma USU as a Location for Wood Durability Test. Supervised by Arif Nuryawan & Luthfi Hakim

The aims of this research was to determine the forest of Tridharma as a location for wood durability test. The method used adopt the technique analysis of vegetation method by combination transect. The result of this research shows that the forest of Tridharma USU as a location for wood durable test was decent, provedly with finding average 103.884 termites at each nest (three of nest termite have been forced). Species that found was only one species that was Macrotermes gilvus Hagen.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mutu/kualitas kayu ditentukan oleh kekuatan dan keawetannya. Kekuatan

kayu ditentukan oleh lebar/sempitnya diameter mata kayu, lurus/miring seratnya,

dan berat jenisnya. Sementara keawetan kayu dapat ditentukan melalui

penggunaan/umur pakai (life used) kayu, dan daya tahan terhadap serangan rayap

maupun serangga lain (Prasetyo dan Nuryawan, 2005).

Penentuan kekuatan kayu secara sederhana dapat melalui pengamatan

visual dan mengukur berat jenisnya. Berat jenis kayu telah dikelompokka n oleh

Oey Tjoen Seng pada tahun 1959 (Batubara, 2005). Dengan demikian penentuan

kelas kuat kayu dapat dengan mudah dilaksanakan. Sementara penentuan

keawetan kayu harus dilaksanakan melalui pengujian, salah satu pengujian yang

dimaksud adalah ”grave yard test” (uji kubur) pada habitat rayap tanah.

Hutan Tridharma USU merupakan areal hutan yang didominasi oleh jenis

mahoni (Swietenia mahagoni) dan secara kasat mata merupakan habitat rayap

tanah yang ditandai banyaknya gundukan-gundukan sarang rayap tanah. Namun

demikian jenis-jenis rayap tanah dan keragamannya belum ada data ilmiahnya.

Oleh karena itu, perlu diteliti kelayakan hutan Tridharma sebagai tempat

pengujian keawetan kayu.

Tujuan Penelitian

Untuk merumuskan kelayakan lokasi hut an Tridharma USU sebagai

(14)

Manfaat Penelitian

1. Data yang diperoleh, hutan Tridharma USU dapat dijadikan laboratorium

pengujian keawetan kayu dengan metode uji kubur (grave yard test).

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Keawetan Kayu

Keawetan alami kayu diartikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan

unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan

makhluk lainnya yang diukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu

disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan

unsur beracun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif pada kayu mulai terbentuk di saat

kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu, kayu teras pada semua

jenis umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal (Dumanauw, 2003

dalam Hartati et al, 2007).

Kelas awet kayu menunjukkan tingkat ketahanan kayu terhadap serangan

organisme perusak kayu seperti jamur dan rayap. Kelas awet kayu ditentukan oleh

komposisi kimia zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu dan sedikit hubungannya

dengan tingkat kekerasan kayu (Rismayadi dan Arinana, 2007).

Salah satu sifat kayu yang menentukan penggunaan akhir kayu adalah

ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah. Hal ini disebabkan rayap adalah

salah satu hama yang menimbulkan kerusakan hebat dan kerugian besar pada

produk-produk kayu (Haygreen dan Bowyer, 1993)

Martawijaya (1965) dalam Febrianto, et al (2000) mengemukakan bahwa

salah satu faktor terpenting yang menentukan keunggulan kayu adalah sifat

keawetannya. Telah diketahui bahwa secara umum terdapat hubungan antara sifat

keawetan dengan umur kayu tersebut, dimana semakin meningkat umur kayu,

(16)

Zat Ekstraktif Kayu

Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung

senyawa bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan rayap

(Alfenas et al., 1982 dalam Febrianto, et al, 2000). Laporan ini dapat disimpulkan

bahwa walaupun tidak semua zat ekstraktif bersifat racun, tetapi secara umum

dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan zat ekstraktif dalam kayu, maka

semakin tinggi pula sifat keawetan alami kayu yang bersangkutan.

Syafii (1996) dalam Hartati et al, (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak

yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi

lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah

pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu

disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia

mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Sifat keawetan kayu yang

paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam

rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu,

keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap

nilai berat jenis kayu.

Teknik Pengumpanan

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang

ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke

dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap

pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya (French, 1994 dalam Kadarsah, 2005).

(17)

mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan apabila

dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan

antara lain: tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan

pengambilan sampel (French, 1994 dalam Kadarsah, 2005).

Taksonomi Rayap

Secara taksonomi rayap termasuk ke dalam Ordo Isoptera yang berasal

dari Bahasa Yunani, iso berarti sama dan ptera berarti sayap. Namun ini mengacu

pada kasta reproduktifnya yang memiliki sepasang sayap depan dan belakang

dengan bentuk dan ukuran yang sama. Serangga ini merupakan bagian dari

komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer

bumi. Mereka membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara

menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai

hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas

manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang

merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai

hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan

sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting

(Nandika, et al, 2003).

Jenis dan Penyebaran Rayap

Indonesia sebagai negara tropis dengan iklim dan cuaca yang hangat

sepanjang tahun merupakan suatu tempat hidup yang sangat sesuai bagi

organisme perusak kayu ini (Tarumingkeng, 2004). Sampai dengan tahun 1971

para ahli hama telah menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar di

(18)

Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap yang dikenal

baru sekitar 20 spesies yang diketahui berperan sebagai hama perusak kayu serta

hama hutan/pertanian (Tarumingkeng, 1971).

Siklus hidup rayap mengalami metamorfosis bertahap atau gradual

(hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa melalui

beberapa instar (bentuk diantara dua tahap perubahan). Perubahan yang gradual

ini berakibat terhadap kesamaan bentuk badan secara umum, cara hidup, dan jenis

makanan antara nimfa dan dewasa. Namun, nimfa yang memiliki tunas, sayapnya

akan tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika rayap telah mencapai tingkat

dewasa (Nandika, et al, 2003).

Suatu koloni terbentuk dari perkawinan sepasang laron (alates) yang

terbang keluar (swarming) dari sarang induk. Setelah berkopulasi (kawin), ratu

akan menghasilkan telur yang jumlahnya bisa mencapai ribuan ekor untuk

memperbesar koloni baru. Telur Coptotermes curvinagthus akan menetas 8-11

hari setelah masa inkubasi (penetasan). Pada beberapa jenis rayap lain, telur akan

menetas 20-70 hari setelah masa inkubasi (penetasan). Telur yang menetas akan

menjadi larva dan berubah menjadi nimfa muda yang akan mengalami 8 kali

pergantian kulit hingga dewasa (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Koloni rayap yang merupakan jenis serangga sosial terbagi atas tiga kasta

yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta

prajurit, kasta reproduktif, dan kasta pekerja. Tidak kurang dari 80-90% populasi

koloni rayap merupakan kasta pekerja (Nandika, et al, 2003).

Secara umum kasta prajurit akan mudah dikenali dari bentuk kepala dan

(19)

serangan musuh atau predator mereka seperti semut. Secara genetik, kasta ini bisa

berkelamin jantan atau betina. Kasta reproduktif terbagi atas ratu yang tugasnya

bertelur untuk menghasilkan rayap baru dan raja yang bertugas membuahi ratu.

Kasta ini terdiri dari kasta reproduktif primer dan suplementer (neoten) (Prasetiyo

dan Yusuf, 2005).

Kasta pekerja biasa memiliki warna pucat dan sedikit mengalami

penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus

memperbaiki sarang; memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari

makanan untuk semua penghuni koloni. Merekalah yang bertanggung jawab

terhadap kerusakan pada aset-aset milik manusia dari bahan berlignoselulosa

lainnya. Mereka juga kadang-kadang bisa memperlihatkan perilaku kanibal

dengan memakan rayap lain yang lemah atau sudah mati demi kelangsungan

hidup koloni (Nandika, et al, 2003).

Rayap memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi. Setiap jenis rayap

memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan jenis lainnya. Ada salah

satu bagian rayap yang umum digunakan untuk identifikasi (penentuan jenis)

rayap yaitu bidang dorsial thorax yang memiliki bentuk beragam (Nandika, et al,

2003).

Hampir 10 % dari keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia

yaitu 200 jenis yang terdiri dari 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan

Termitidae); 6 sub-famili (Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae,

Termitinae, Macrotermitinae, dan Nasutitermitinae), dan 14 genus (Neotermes,

Cryptotermes, Schedorhinotermes, Prorhinotermes, Coptotermes,

(20)

Bulbi termes, Nasutitermes, Hospitalitermes, dan Lacessititermes). Namun, baru

179 jenis yang berhasil diidentifikasi (ditentukan jenisnya secara ilmiah), yaitu 4

jenis rayap kayu kering, 166 jenis rayap kayu basah, dan 9 jenis rayap

subterranean. Khusus di pulau Jawa ditemukan sekitar 52 jenis rayap. Hal ini

merupakan kekayaan plasma nutfah yang harus dijaga dan harus diperhatikan.

Dari beberapa jenis rayap yang ditemukan di Indonesia, ada jenis rayap yang

endemik hanya hidup di Indonesia. Keadaan ini tidak mengherankan, mengingat

kondisi kepulauan Indonesia yang mampu mendukung munculnya jenis rayap

endemik (Nandika, et al, 2003).

Perlu diketahui bahwa penyebaran rayap sangat berhubungan dengan

faktor curah hujan dan temperatur. Keadaan ini menyebabkan rayap menjadi

mudah ditemukan di wilayah dataran rendah tropis dan hanya sebagian kecil yang

ditemukan di dataran tinggi. Hampir sebagian besar jenis rayap berada di daerah

tropis. Namun, ada beberapa genus rayap yang mampu hidup di wilayah yang

sangat dingin seperti Zootermopsis yang ditemukan di pegunungan Amerika Latin

atau Achrotermopsis yang ditemukan di Pegunungan Himalaya pada ketinggian

3.000 meter diatas permukaan laut. Ada juga beberapa jenis rayap dari famili

Heterotermes sepeti Rhinotermitidae yang mampu hidup di daerah beriklim panas

seperti India, Amerika Utara dan Karibia. Di daerah Asia Tenggara seperti

Indonesia banyak ditemukan jenis rayap dari sub-famili Macrotermitinae

(Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Perilaku Rayap

Rayap adalah serangga kecil yang jika dilihat sepintas mirip dengan semut.

(21)

tempat hidupnya. Dibandingkan dengan ukuran tubuh rayap (3 mm), sarang rayap

bisa mencapai 3-4 meter seperti yang dijumpai di Taman Nasional Wasur, Papua.

Atas dasar kemampuannya tersebut, tidak salah kalau rayap disebut sebagai

“arsitek mungil alam nan perkasa”.

Seperti tubuh serangga umumnya, tubuh rayap terdiri atas tiga bagian yang

disebut tagmata, yaitu tagmata kepala, thorax, dan abdomen (perut). Mungkin

banyak yang belum mengetahui bahwa kasta pekerja yang bertugas membangun

sekaligus memperbaiki sarang adalah buta (sistem penglihatannya kurang

berkembang secara sempurna) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Pada dasarnya, rayap merupakan jenis serangga sosial daerah tropis dan

subtropik. Namun sekarang, penyebarannya mulai meluas ke daerah temperate

pada batas 500 LU dan 500

Awalnya, para ahli rayap merasa bingung karena rayap mampu memakan

kayu atau bahan yang mengandung selulosa. Padahal manusia tidak mampu

mencerna selulosa (bagian berkayu dari sayuran yang dimakan akan dikeluarkan

lagi). Namun, rayap mampu mengurai dan menyerapnya. Memang semua jenis

rayap bisa memakan kayu atau bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding

berhavior) setiap jenis rayap berbeda. Inilah yang menjadi salah satu keunikan

perilaku rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

LS. Makanan utama rayap adalah kayu atau bahan

yang mengandung selulosa. Sebenarnya, keberadaan rayap sangat penting dalam

kelangsungan hidup ekosistem yaitu sebagai konsumen primer. Rayap sangat

berperan dalam siklus beberapa unsur penting di alam seperti nitrogen dan karbon.

Setelah diteliti secara lebih mendalam ditemukan di dalam usus bagian

(22)

terdapat berbagai protozoa flagellata. Protozoa flagellata berperan sebagai

simbion dalam sistem pencernaan rayap yang mampu menguraikan selulosa

menjadi bahan yang dapat diserap rayap. Selain protozoa flagellata, ada beberapa

jenis rayap yang mengandung bakteri dalam sistem pencernaannya yang berperan

sama (Nandika, et al, 2003).

Kesenangan rayap terhadap kayu dan bahan berselulosa awalnya tidak

berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Namun, ketika habitat rayap terganggu

seperti adanya penebangan hutan dan pembukaan lahan untuk permukiman atau

pertanian, sumber makanannya menjadi berkurang. Karena itu, rayap mulai

merambah ke wilayah manusia yang potensial sebagai sumber makanan dan

tempat tinggal.

Jika diperhatikan, rayap akan saling menjilati, menciumi, atau

menggosokkan tubuhnya satu sama lain ketika bertemu. Perilaku rayap tersebut

dinamakan trofalaksis. Melalui cara ini, rayap akan saling menyalurkan makanan,

feromon, atau protozoa flagellata yang sangat berperan dalam kehidupan koloni

rayap. Melalui perilaku trofalaksis ini juga muncul beberapa metode pengendalian

rayap dengan cara memberikan beberapa jenis termitisida seperti Choropicrin

yang akan menyebar ke seluruh koloni. Trofalaksis rayap juga bisa dipakai

sebagai wahana untuk mengendalikan rayap melalui pengumpanan (baiting)

dengan termitisida tertentu (Prasetyo dan Yusuf, 2005).

Perilaku rayap lainnya adalah aktivitas jelajahnya untuk mencari sumber

makanan. Jika kita lihat ke bagian dalam sarang rayap akan ditemui lorong sempit

yang berfungsi sebagai jalan untuk mencari makanannya. Ketika melakukan

(23)

dengan cahaya, dan hidup di dalam liang kembara. Sifat seperti ini disebut

kriptobiotik (Nandika, et al, 2003).

Setiap jenis rayap memiliki perbedaan wilayah jelajah yang dipengaruhi

oleh karakteristik rayap, kualitas habitat, dan kemampuan bergerak (mobilitas)

rayap. Semakin banyak sumber makanan yang tersedia di tempat hidupnya,

wilayah jelajah rayap menjadi lebih sempit. Berbeda dengan tempat tinggal yang

jarang sumber makanannya, rayap akan bergerak menjelajah wilayah yang lebih

luas. Karena itu, tidak mengherankan jika rayap bisa beraktivitas jauh dari sarang

utamanya (koloninya). Di lapangan sering ditemukan adanya serangan rayap di

gedung bertingkat di lantai 40, padahal sarang rayap berada jauh di bawah gedung

(lantai).

Jika kita perhatikan, pada awal musim hujan banyak laron (rayap kasta

reproduktif) yang beterbangan keluar dari sarangnya dan mengelilingi lampu.

Aktivitas tersebut merupakan pengaruh adanya perubahan di dalam sarang

(koloni) rayap.

Laron yang terbang secara acak dan berkelompok akan berusaha

melepaskan sayapnya dengan jalan menggoyang-goyangkan tubuhnya dan

menggerak-gerakkan sayap seperti hendak terbang. Ketika sayap telah lepas,

aktivitas kawin (mencari pasangan) akan dimulai. Sering terlihat pasangan laron

yang berjalan beriringan. Laron betina (calon ratu) berjalan di depan dan laron

jantan (calon raja) mengikuti di belakangnya. Pasangan laron tersebut akan

mencari tempat yang cocok untuk dijadikan sarang guna membangun koloni baru

(24)

Ekologi Rayap

Rayap memiliki habitat yang unik dalam suatu ekosistem. Keberadaan

koloni rayap berperan penting dalam siklus biogeochemical (dekomposer bahan

organik) seperti siklus nitrogen, karbon, sulfur, oksigen, dan fosfor. Mudahnya

rayap berdaptasi dengan lingkungannya mengakibatkan mereka bisa ditemui di

hampir semua bentuk ekosistem. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keadaan ini , yaitu faktor lingkungan, tipe tanah, tipe vegetasi, musuh alami:

Faktor Lingkungan

Aktivitas, distribusi, dan pertumbuhan populasi rayap secara umum

dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan curah hujan. Perubahan terhadap faktor

tersebut akan berimbas ke perubahan perilaku rayap.

a. Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat berpengaruh terhadap semua makhluk hidup, termasuk rayap.

Dikenal ada beberapa kisaran suhu sebagai berikut.

1) Suhu minimal dan maksimal, yaitu kisaran suhu terendah atau

tertinggi yang dapat mengakibatkan kematian pada serangga.

2) Suhu hibernasi atau evistasi, yaitu kisaran suhu di bawah atau di

atas suhu optimal yang menyebabkan aktivitas serangga berkurang

(dorman).

3) Kisaran suhu optimum, yaitu 15-380 C. Setiap jenis rayap memiliki

toleransi suhu yang berbeda. Contohnya, rayap Neotermes tectonae

memiliki suhu optimum 22-260

Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang akan

(25)

sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa

jenis rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat

terdapat naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal

shadow).

Antisipasi rayap dalam upaya menyesuaikan dengan perubahan suhu dan

kelembaban dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Membangun sarang yang tebal, gudang makanan, dan ruangan lain

di sekitar sarang.

2) Pengaturan bentuk sarang.

3) Mempertahankan kandungan air tanah penyusun sarang. Dengan

upaya tersebut, suhu dan kelembaban lingkungan tempat rayap

hidup tetap terjaga dan terkontrol.

b. Curah Hujan

Curah hujan berpengaruh terhadap koloni rayap dalam membangun

sarang, baik di dalam maupun di permukaan tanah. Pengaruh lainnya

adalah terhadap aktivitas jelajah rayap dan keluarnya laron (alate) dari

sarangnya (swarming) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Tipe Tanah

Koloni rayap lebih suka tinggal di tanah yang liat daripada di tanah

berpasir yang sedikit mengandung bahan organik. Namun, ada jenis rayap seperti

Amitermes dan Psammotermes yang mampu hidup di daerah gurun pasir. Di

daerah gurun pasir, rayap mampu meningkatkan infiltrasi air dan

(26)

Tanah sangat berperan penting sebagai tempat hidup dan untuk

mengisolasi rayap dari perubahan suhu dan kelembaban yang cukup ekstrim.

Keberadaan rayap dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah karena rayap

mampu mengubah profil tanah, mempengaruhi tekstur tanah, dan

mendistribusikan bahan organik (Nandika, et al, 2003).

Tipe Vegetasi

Aktivitas rayap dapat mengubah keadaan vegetasi melalui modifikasi

profil dan sifat kimia tanah. Contohnya, di sekitar sarang rayap Macrotermes

banyak mengandung silika sehingga hanya jenis tumbuhan tertentu yang dapat

tumbuh di sekitar sarang rayap tersebut. Kejadian ini mirip dengan peristiwa

allelopaty. Allelopaty pengeluaran zat kimia tertentu yang mampu menghambat

pertumbuhan jenis tanaman lain di sekitar tanaman utama. Contohnya, serasah

daun pinus yang mengandung silika ternyata mampu menghambat pertumbuhan

tanaman lain di sekitar serasah daun pinus. Tumbuhan lain yang memiliki sifat

allelopaty adalah alang-alang (Imperata cylindrica) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Di daerah gurun Afrika Selatan, rayap Hodotermes berperan dalam proses

siklus nutrisi tanah. Aktivitas rayap membawa air ke daerah yang ditumbuhi

tanaman sangat menguntungkan karena ketersediaan air bagi tanaman menjadi

lebih banyak. Koloni Macrotermes yang besar di habitat sabana mampu

membentuk kondisi permukan yang berbeda dan akhirnya berpengaruh terhadap

vegetasi yang ada. Dengan demikian, keberadaan koloni rayap di suatu habitat

mampu mempengaruhi bentuk vegetasi yang tumbuh dan berkembang di sekitar

(27)

Musuh Alami

Ada tiga kelompok yang menjadi musuh alami rayap, yaitu predator,

parasit, dan pathogen. Dalam siklus hidupnya, ketika laron terbang keluar sarang

merupakan saat yang rentan diserang predator dan parasit. Predator yang

menyerang laron ketika terbang di antaranya burung pemakan serangga, kelelawar

pemakan serangga, dan capung (Nandika, et al, 2003).

Selain itu, pemangsa lainnya berupa katak dan ikan. Ketika laron mendarat

di permukaan tanah pun tidak lepas dari serangan predator seperti semut,

kumbang, kalajengking, dan laba-laba. Semut merupakan predator yang cukup

ganas menyerang rayap hingga ke dalam sarang rayap. Predator rayap juga bisa

berupa mamalia besar seperti trenggiling, tupai, landak, dan beruang yang mampu

membongkar sarang rayap (Nandika, et al, 2003).

Sistem Sarang

Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari

serangga sosial. Sarang merupakan hasil aktivitas secara kolektif dari

individu-individu dalam satu koloni. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam

bentuk lorong-lorong di dalam tanah, tetapi pada jenis rayap tertentu sarangnya

berbentuk bukit dengan kontruksi sarang yang kokoh dan sangat luas (Nandika, et

al, 2003).

Sarang berfungsi tidak saja sebagai tempat rayap kawin (ratu dan raja)

tetapi juga sebagai tempat memperbanyak anggota koloni yang dihasilkan

pasangan rayap tersebut. Lebih dari itu sarang dibuat untuk melindungi mereka

(28)

inilah yang menyebabkan serangga ini berhasil hidup di daerah tropika atau

daerah yang beriklim temperate karena di dalam sarang terdapat suatu sistem

pengendalian iklim mikro sehingga kondisi optimum bagi kehidupan rayap dapat

dipertahankan (Nandika, et al, 2003).

Rayap Perusak Tanaman

Serangan rayap pada tanaman bisa mengakibatkan kerusakan fisik dan

akan mengganggu perakaran tanaman. Jika perakaran tanaman terganggu, serta

tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Jika dilihat sepintas,

serangan rayap pada tanaman tidak bisa dipantau secara cermat sejak awal.

Serangan rayap perusak tanaman biasanya dimulai dari akar atau leher akar,

kemudian merembet ke bagian batang tanaman melalui liang kembara yang

dibangun rayap. Indikasi lanjut adanya serangan rayap pada tanaman adalah

terjadinya perubahan warna daun akibat terganggunya metabolisme tanaman yang

akan menyebabkan tanaman mati (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Semua jenis rayap yang ada, tidak kurang dari 300 jenis rayap di dunia

yang berperan sebagai hama perusak tanaman, baik tanaman perkebunan, maupun

tanaman kehutanan. Di Indonesia ada 20 jenis rayap yang dikenal sebagai rayap

perusak tanaman, diantaranya adalah Coptotermes curvignathus Holmgren,

(29)

METODOLOGI

Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai Mei 2009 di Hutan

Tridharma dan laboratorium Teknologi Hasil Hutan USU Sumatera Utara Medan.

Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70 %,

milimeter blok, kunci determinasi rayap, sedangkan alat yang digunakan adalah

botol uji, cangkul, parang, tali, meteran, sarung tangan, handcounter, pinset,

kamera, mikroskop.

Prosedur

1. Menentukan Kelayakan Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu

Metode yang digunakan adalah desain kombinasi jalur dan garis berpetak

yang dimodifikasi dari Onrizal dan Kusmana (2005) untuk analisis vegetasi,

dengan panjang jalur sepanjang hutan Tridharma F.MIPA USU yang ditarik garis

jalur dengan melihat dimana banyak terdapat sarang rayap. Petak contoh yang

diambil secara bersilangan sebesar 10 x 10 m seperti pada Gambar 1.

Prosedur kerja metode ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan arah jalur pengukuran dengan melihat dimana sarang rayap

paling banyak.

2. Menarik tali sebagai tanda jalur dan batasan petak contoh

(30)

jalur dan garis berpetak. Panjang jalur yang dibuat adalah 100 m.

Pembuatan petak contoh dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Pengukuran panjang petak contoh

Gambar 2. Pembuatan petak contoh

3. Membongkar / menggali sarang rayap yang ditemukan dalam

masing-masing petak contoh

Setelah pembuatan petak contoh maka dilakukan pembongkaran

(31)

dibuat, terdapat sarang rayap pada petak I dan petak VII. Pada petak I

terdapat satu sarang rayap dan pada petak VII terdapat dua sarang rayap.

Jumlah sarang pada petak contoh adalah 3 sarang. Pembongkaran sarang

dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :

Gambar 3. Sarang Rayap pada Petak I

(32)

Gambar 5. Pembongkaran Sarang Rayap

Gambar 6. Penghitungan Rayap

Gambar 7. Sarang Rayap yang telah Dibongkar

4. Mengidentifikasi jenis rayap yang ada pada sarangnya.

Desain kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak adalah sebagai berikut :

(33)

10 m

10 m

Gambar 8. Petak Contoh Kombinasi Jalur Dan Garis Berpetak

Rayap yang terdapat pada sarang dibongkar dengan menggunakan

cangkul dan parang. Kemudian dihitung jumlahnya dengan menggunakan

handcounter. Beberapa rayap dimasukkan ke dalam botol uji berisi alkohol,

kemudian diidentifikasi jenis rayap tersebut. Kepadatan populasi untuk setiap

jenis rayap per satuan petak yang diperoleh dihitung dan dianalisis menggunakan

kepadatan relatif, frekuensi kehadiran dan frekuensi relative, indeks keragaman

Shanon-Wiener (H!), indeks dominansi Simpson (C!) dan struktur populasi. Data

tersebut diperoleh dengan formula sebagai berikut (Krebs, 1972 dalam Bakti,

2004).

1. Kepadatan Populasi (KP)

KP =

2. Kerapatan Relatif (KR)

(34)

3. Frekuensi Kehadiran (F)

4. Frekuensi Relatif (FR)

FR = x 100%

5. Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!)

H! = - ∑ pi ln pi

pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis rayap

(∑Ni/N)

N = Jumlah total individu semua jenis dalam komunitas

Bila nilai,

pi = Perbandingan jumlah individu sesuatu jenis dengan jumlah keseluruhan

jenis (∑Ni/N) (Odum, 1993 dalam Bakti, 2004). 2

2. Analisis SWOT

Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif melalui SWOT analysis

sehingga jika diperoleh kelayakan hutan Tridharma USU sebagai tempat

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Rayap

Pembuatan petak contoh yaitu 10 petak contoh dengan panjang

masing-masing petak contoh adalah 10 meter. Ditemukan 3 sarang rayap yaitu di petak I

ditemukan 1 sarang rayap dan di petak VII ditemukan 2 sarang rayap.

Hasil identifikasi jenis rayap yang ditemukan dari tiga sarang yang telah

dibongkar hanya terdapat satu jenis rayap yaitu Macrotermes gilvus Hagen.

Jumlah rayap di sarang I (petak I) yaitu rayap pekerja 90.341 ekor dan rayap

prajurit 23.975 ekor, di sarang II (petak VII) yaitu rayap pekerja 75.036 ekor,

rayap prajurit 17.601 ekor dan laron 89 ekor, dan di sarang III (petak VII) yaitu

rayap pekerja 82.030 ekor dan rayap prajurit 22.580 ekor pada Tabel 1

Tabel 1. Jumlah rayap pada masing-masing sarang

No Sarang Jumlah rayap (ekor) Total (ekor) Rayap pekerja Rayap

prajurit

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kasta pekerja lebih banyak dibandingkan

dengan kasta prajurit hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Nandika, et al

(2003), bahwa kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam

(36)

20,59%. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan

individu-individu kasta pekerja.

Uji laboratorium biasanya digunakan sampel berukuran 1 cm x 1 cm x 2

cm dengan 45 ekor kasta pekerja. Jadi, dibutuhkan 23 ekor rayap / cm3 untuk uji

laboratorium. Bila dibandingkan dengan uji kubur biasanya sampel yang

digunakan berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 30 cm. Bila diujikan pada sarang I maka

114.136/187,5= 609 ekor/cm3. Jadi, di sarang I dapat dilakukan uji kubur

sebanyak 26 sampel. Di sarang II dapat dilakukan uji kubur sebanyak 22 sampel

dan di sarang III dapat dilakukan uji kubur sebanyak 24 sampel.

Morfologi Rayap

Tubuh rayap seperti halnya serangga lain terdiri atas kepala, tubuh dan

antena.Diambil masing-masing 100 prajurit mayor dan 100 prajurit minor

Macrotermes gilvus Hagen untuk melihat perbandingan morfologi hasil

penelitian dengan kunci pengenalan genus dan spesies (Nandika et al, 2003)

(Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan range kunci determinasi rayap dengan hasil penelitian No Jenis prajurit Kriteria Kunci determinasi Hasil penelitian

(37)

Tabel 2. hasil penelitian diperoleh dari rata-rata pengukuran 100 rayap ±

standard deviasi (Mean ± standard deviation). Range panjang kepala mayor,

panjang tubuh mayor, panjang kepala minor, panjang tubuh minor hasil penelitian

lebih kecil dibandingkan dengan kunci determinasi (kunci pengenalan genus dan

spesies). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa panjang mandibel prajurit

mayor 1,8 – 2,5 mm dan panjang mandibel prajurit minor 1,21 – 1,82 mm.

Sedangkan ruas antena prajurit mayor dan prajurit minor relatif sama.

Kunci pengenalan genus dan spesies (Nandika et al, 2003) menyatakan

bahwa, panjang tubuh prajurit Macrotermes spp adalah prajurit minor 6,5-10 mm

dan prajurit mayor 8-15 mm, sedangkan panjang kepala prajurit M. gilvus Hagen

adalah mayor 4-5,5 mm dan minor 3-3,4 mm.

Ciri-ciri M. gilvus Hagen adalah:

1. Kepala berwarna coklat tua

2. Mandibel melengkung pada ujungnya dan digunakan untuk menjepit

3. Ujung dari labrum tidak jelas

4. Ada dua jenis kasta prajurit yaitu kasta prajurit yang besar (mayor) dan

(38)

Siklus Hidup Rayap Macrotermes gilvus Hagen

Siklus hidup rayap Macrotermes gilvus Hagen dapat dilihat pada Gambar 9

(a)

(b) (c)

(d)

(e)

(f) (g)

Gambar 9. Siklus hidup Macrotermes gilvus Hagen

(a) raja ; (b) ratu ; (c) laron ; (d) telur ; (e) nimfa ; (f) prajurit ; (g) pekerja

(39)

Kepadatan populasi untuk suatu jenis rayap dihitung dan dianalisis

menggunakan kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi

relatif (FR), indeks keragaman Shanon-Wiener (H!) dan indeks dominasi Simpson

(C!). Hasil diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), indeks keragaman Shanon-Wiener (H!) dan indeks domonasi Simpson (C!)

No. Spesies rayap K KR (%) F FR (%) H! C! 1 Macrotermes gilvus

Hagen

311,65 100 0,3 100 0 1

Tabel 3. Indeks keanekaragaman jenis rayap adalah 0, berarti H! < 1 maka

keanekaragaman jenis rayap rendah. Nilai kepadatannya adalah 311 ekor/m2

Menurut Tarumingkeng (1971), M. gilvus Hagen merupakan jenis rayap

yang paling besar. Menyerang secara frontal dan simultan, dengan dikawal oleh

prajuritnya hampir semua pekerja dimobilisasikan sehingga serangannya sangat

besar. Menurut Prasetyo KW (2005) hasil penelitian uji kubur yang dilakukan

bahwa pengurangan berat yang disebabkan oleh M. gilvus Hagen lebih besar

dibandingkan dengan Coptotermes curvignathus. Seperti kita ketahui bahwa

C. curvignathus adalah rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang

sangat ganas tetapi bila dibandingkan dengan M. gilvus Hagen, maka serangan

M. gilvus Hagen lebih besar dibandingkan dengan C. curvignathus sesuai dengan

pernyataan Prasetyo KW (2005).

dan

frekuensi relatifnya 100 %.

Potensi hutan Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu dengan

(40)

Hagen, untuk itu dilakukan analisis SWOT secara deskriptif untuk mengetahui

strategi-strategi analisis SWOT agar dapat mempertahankan kelayakan hutan

Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu melalui strategi SWOT

tersebut.

Analisis SWOT

Tabel 4. Analisis SWOT

Strength (S)

1. Dapat dijadikan tempat pengujian

3. Dapat dijadikan tempat penelitian

(41)

Keterangan :

Strategi SO

1. Mempertahankan tempat tumbuh ekosistem yang sekarang untuk lebih

baik lagi, dengan ini kehidupan rayap dapat berkembang dengan baik.

Misalnya dengan cara menambah pepohonan di lokasi hutan Tridharma.

Strategi WO

1. Membuat parit di lokasi hutan tridharma agar tidak merusak sarang rayap

akibat genangan air hujan.

Strategi ST

1. Memaksimalkan lokasi dengan pemanfaatan untuk penelitian sesering

mungkin agar tidak terjadi perluasan bangunan kampus yang dapat

merusak hutan tridharma.

Strategi WT

1. Menjalin kerjasama antara departemen kehutanan USU dengan F.MIPA

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Potensi hutan Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu

dinyatakan layak berdasarkan jumlah rata-rata rayap adalah 103.884 (kasta

pekerja 247.407, rayap prajurit 64.156 dan laron 89) dari 3 sarang yang

dibongkar. Jenis rayap yang ditemukan dari ketiga sarang yang dibongkar hanya

satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.

Saran

Lebih lanjut diharapkan agar penelitian tentang metode uji kubur (grave

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Bakti D. 2004. Keanekaragaman Jenis Rayap Pada Ekosistem Perkebunan Kelapa Sawit dan Hutan Sekitarnya. Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA, Vol. 39 No 1. Maret 2004. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Batubara R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan. Repository. Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Febrianto F, Syafii W dan Barata A. 2000. Keawetan Alami Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) pada Berbagai Kelas Umur. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Vol. XIII, No 2, 2000

Hartati S, Meliansyah R, Puspasari L T. 2007. Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia procerra benth.) dan Meranti (shorea leprosula miq.) Untuk Mengendalikan sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Kedelai. Lembaga Penelitian Unversitas Padjadjaran

Kadarsah Anang. 2005. Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tebu di Perusahaan Jamur PT. Zeta Agro Corporation Jawa Tengah. Bioscientiae Volume 2, Nomor 2, Halaman 17-22. Universitas Lambung Mangkurat

Nandika D, Rismayadi Y. dan Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammdiyah University Press. Surakarta

Nuryatin N, Apriyanto E, Satriya N dan Saprinurdin. 2003. Ketahanan Lima Jenis Kayu Berdasarkan Posisi Kayu di Pohon Terhadap Serangan Rayap. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 5, No 2, 2003. Halaman 77-82

Onrizal dan Kusmana C. 2005. Ekologi Hutan Indonesia [buku ajar]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Prasetyo A dan Nuryawan A. 2005. Penentuan Mutu Kayu Bangunan Dengan Sistem Pakar. Peronema Forestry Science Journal. Vol. 1, No. 1. halaman 1- 14

Prasetiyo KW dan Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan Dan Kimiawi. Penerbit AgroMedia Pustaka. Jakarta.

(44)

Tarumingkeng RC. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) No.133. Bogor

(45)
(46)
(47)

Lanjutan lampiran 1

98 5,04 15,28 2,12 17

99 5,12 15,04 2,00 17

100 5,40 13,76 1,88 16

Rata-rata 5,17 12,99 2,16 15,59

(48)
(49)
(50)

Lanjutan lampiran 2

98 3,28 8,68 1,12 15

99 3,08 8,80 1,20 16

100 3,00 7,84 1,68 16

Rata-rata 3,15 8,08 1,52 15,57

(51)

Lampiran 3. Descriptive Statistics Prajurit Mayor

Panjang kepala mayor

Mean 5,1716

Standard Error 0,050603773

Median 5,2

Mode 5,2

Standard Deviation 0,506037728

Sample Variance 0,256074182

Kurtosis 1,021790894

Standard Error 0,138515506

Median 13,02

Mode 12

Standard Deviation 1,385155062

Sample Variance 1,918654545

(52)

Lanjutan lampiran 3 panjang mandible mayor

Mean 2,1688

Standard Error 0,033339

Median 2,12

Mode 2,12

Standard Deviation 0,333386

Sample Variance 0,111146

Kurtosis -0,91637

Standard Error 0,137873

Median 16

Mode 15

Standard Deviation 1,378735

Sample Variance 1,900909

(53)

Lampiran 4. Descriptive Statistics Prajurit Minor panjang kepala minor

Mean 3,1536

Standard Error 0,023315

Median 3,2

Mode 3,28

Standard Deviation 0,233149

Sample Variance 0,054359

Kurtosis 1,237996

Standard Error 0,057706

Median 8,04

Mode 8,4

Standard Deviation 0,577056

Sample Variance 0,332993

(54)

Lanjutan lampiran 4 panjang mandible minor

Mean 1,5208

Standard Error 0,030711

Median 1,6

Mode 1,6

Standard Deviation 0,307113

Sample Variance 0,094319

Kurtosis -0,63141

Standard Error 0,173062

Median 16

Mode 16

Standard Deviation 1,730621

Sample Variance 2,995051

(55)

Lampiran 5. Kunci Pengenalan Genus dan Spesies Sumber : Nandika et al (2003)

1.a. Menyerang dan bersarang dalam pohon yang masih hidup, atau kayu, cabang dan batang mati, tunggak dan kayu lembab lainnya (Rayap pohon dan rayap kayu lembab, Famili Kalotermitidae)...2

b. Hidup dan bersarang dalam kayu mati yang kering hawa, tidak berhubungan dengan tanah. Bahan-bahan tanah tak terdapat dalam sarang. Menyebabkan kerusakan dalam kayu, berbentuk rongga-rongga tak teratur, agak memanjang searah serat. (Rayap kayu kering, Famili Kalotermitidae) ...10

c. Bersarang dalam tanah atau dalam kayu yang berhubungan dengan tanah. Untuk jalan pekerja dan prajurit yang mengumpulkan makanan (kayu), membuat jalan-jalan yang tertutup (Sheltertubes) dengan bahan humus atau tanah. Keadaan habitat lembab merupakan syarat mutlak bagi kehidupannya (jenis rayap subteran dan rayap tanah, famili Rhinotermitidae dan Termitidae) ...3

2.a. Menyerang pohon yang masih hidup, menyebabkan pembengkakan pada batang dan cabang (“gembol”) dan lobang-lobang dalam kayu. Neotermes spp ...11

b. Menyerang tunggak, dan kayu mati yang lembab, terutama dalam habitat hutan………...Gylptotermes spp.

3.a. Pronotum (keeping sklerit diatas ruas teraks pertama) agak datar. Koloni bersarang dalam kayu atau bahan lain yang mengandung selulosa, yang terdapat di dalam atau permukaan tanah. (Rayap Subteran, Famili Rhinotermitidae) ...4

b. Pronotum berbentuk pelana. Pusat sarang berada dalam tanah, membuat kueh-kueh cendawan berbentuk bunga karang, dan bangunan-bangunan liat dalam tanah, kadang-kadang menyebabkan terbentuknya gunduka-gundukan tanah. (rayap tanah dan rayap pohon, famili Termitidae). ...5

4.a. Prajurut dengan dua ukuran (dimorfis), jumlah ruas antenna 15-17 ruas. Schedorhinotermes spp ...12

(56)

5.a. Perbedaan bentuk kedua mandible prajurit terlihat tanpa bantuan kaca pembesar. (sub famili Amitermitidae) ...6

b. Mandibel prajurit memanjang ke depan. Agak simetris (Sub famili Termitidae) ...7

c. Mandibel prajurit sangat kecil atau hampir tak terlihat ; dahi (frons) menonjol ke depan berbentuk alat penusuk (Nasus). (sub Famili Nasutitermitidae) ...8

6.a. Mandibel prajurit halus, panjang dan berbentuk arit. Prajurit beberapa ukuran (Polymorphic). Sarang koloni terdapat di atas tanah pada pohon-pohon atau bangunan-bangunan. ……….Microcerotermes spp.

b. Bentuk mandible prajurit sangat simetris. Mandible kanan lurus dan tajam. Mandible kiri lengkung. ………Caprotermes spp.

7.a. Jenis-jenis berukuran besar. Prajurit dan pekerja dimorfis (dimorphic). Panjang tubuh prajurit besar (termasuk mandible), 8 – 15 mm, prajurit kecil 6,5 – 10 mm. Macrotermes spp ...14

b. Jenis-jenis berukuran sedang. Prajurit dan pekerja monomorfis. Panjang tubuh prajurit 5-7,5 mm. Odontermes spp ...15

c. Jenis berukuran kecil. Prajurit dn pekerja, dimorphis. Panjang prajurit besar 3,5 – 4,75 mm, prajurit kecil 2,5 – 3,75 mm. Microtermes spp ...19

8.a. Nasus prajurit berbentuk krucut, bagian pangkal menebal dan agak lengkung. (“rangas cepor”, “pua”). ……… Nasutitermes spp.

b. Nasus pada umumnya panjang dan sempit. Anggota koloni berwarna gelap, coklat tua sampai hitam, dengan tungkai dan antena yang panjang; mirip semut, pekerja dan prajurit keluar mengumpulkan makanan tanpa membuat jalan-jalan tertutup. ...9

9.a. Nasus prajurit agak pendek dan sempit. Pekerja dan prajurit mengumpilkan makanan pada malam hari. … Hospitalitermes spp.

b. Nasus prajurit agak panjang bagian pangkal tebal. Pekerja dan prajurit keluar dari sarang pada siang hari. …….Lecessitermes spp.

c. Tungkai-tungkai relative tidak panjang. ………….Bulbitermes spp.

(57)

10.a. Panjang prajurit 3,8 - 4,4 mm, jumlah ruas antenna 11-12, terdapat di seluruh Indonesia. …………Cryptotermes cynocephalus Light b. Panjang prajurit 4,6 - 5,6 mm, jumlah ruas antenna 12-13, terdapat

di seluruh Indonesia. ………Cryptotermes domesticus (Haviland) c. Panjang prajurit 5,0 - 6,2 mm, jumlah ruas antenna 12-14, terdapat

di seluruh Indonesia. …………Cryptotermes dudleyi Banks.

d. Panjang prajurit 4,5 – 5,5 mm, jumlah ruas antenna 11-12, terdapat di Sumatera, ditempat yang agak tinggi (700 mdpl).Cryptotermes sumatrensis Kemner.

11.a. Terutama menyerang pohon jati. Panjang prajurit 7,5 – 12,0 mm, banyak menyerang tanaman jati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ………..Neotermes tectonae Dammerman.

b. Terutama menyerang pohon sonokeling. Panjang prajurit 12 – 12,5 mm, ………Neotermes dalbergia Kalshoven.

12.a. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 16 -17 ; panjang tubuh 5,5 -6,0 mm. Terdapat di seluruh Indonesia. ………Schedorhinotermes translucens Haviland.

b. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 16 ; panjang tubuh 5,3 -5,6 mm. Terutama di Jawa Barat. ………Schedorhinotermes javanicus Kemner.

c. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 15 ; panjang tubuh 4,9 – 5,2 mm. Terutama di Kalimantan. ………Schedorhinotermes tarakensis Oshima.

13.a. Jumlah ruas antenna, prajurit 14 -16 ; panjang kepala prajurit (termasuk Mandibel) 2,4 – 2,6 mm. Jenis yang terbesar. ……….Coptotermes curvignathus Holmgren.

b. Jumlah ruas antenna, prajurit 13 -15 ; panjang kepala prajurit 1,8– 2,1 mm. Mandibel. Relative pendek, kira-kira sepanjang setengah panjang kepala……….Coptotermes travians Holmgren

c. Jumlah ruas antenna, prajurit 15 -18 ; panjang kepala prajurit 2,0 – 2,2 mm. Mandibel lebih panjang dari C. travians Holmgren. ………Coptotermes haviland Holmgren ………...C. javanicus Kemner

(58)

d. Jumlah ruas antenna, prajurit 13 -14 ; panjang kepala prajurit 1,6– 1,7 mm. Jenis terkesil diantara Coptotermes……… ………...Coptotermes kalshoveni Kemner

14.a. Panjang kepala prajurit besar (dengan mandible), 6,5 – 7,1 mm, prajurit kecil 4,4 – 4,6 mm. kepala berwarna coklat muda kemerah-merahan. Di Indonesia terdapat di Sumatera…………Macrotermes malaccenis (Haviland)

b. Kepala prajurit berwarna coklat tua kehitam-hitaman. Panjang kepala prajurit besar 8,0 mm, prajurit kecil 5,0 – 5,2 mm. Terdapat di Sumatera…………Macrotermes carbonarius (Hagen)

c. Warna kepala Prajurit coklat merah .Panjang kepala prajurit besar 4,8 – 5,5 mm, prajurit kecil 3,0 – 3,4 mm. Terdapat di seluruh Indonesia……….Macrotermes gilvus Hagen

15.a. Antena Prajurit, 17 ruas, jenis besar, sedang dan kecil dengan lebar kepala 1,0 – 1,5 mm ...16

b. Antena Prajurit, 16 ruas, lebar kepala + 0,8 mm, jenis kecil……….Odontermes indrapurensis Holmgren

c. Antena Prajurit, 15 ruas lebar kepala + 1,0 mm, jenis kecil………. ………Odontermes sarawakensis Holmgren

16.a. Jenis besar ; panjang kepala (dengan mandible) prajurit 3,7 – 4,2 mm, lebar 1,9 – 2,4 mm ...17

b. Jenis sedang ; panjang kepala prajurit 3,1 – 3,5 mm, lebar 1,5 – 1,7 mm……….Odontermes makassarensis Kemner

17.a. Mandible kiri prajurit, bergigi besar, terletak ditengah………. Odontermes bogoriensis Kemner

b. Mandible kiri prajurit, bergigi kecil, tumpul dan terletak lebih pada pihak pangkal………Odontermes grandiceps Holmgren

18.a. Labrum (bibir atas) prajurit memanjang sampai ke gigi mandible kiri; gigi mandible runcing ……. Odontermes javanicus Holmgren

(59)

Lanjutan lampiran 5

(60)

Lampiran 6. Kepadatan (KP), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!) dan Indeks Dominasi Simpson (C!)

1. Kepadatan Populasi (KP)

KP =

2. Kerapatan Relatif (KR)

KR = x 100%

3. Frekuensi Kehadiran (F)

F =

4. Frekuensi Relatif (FR)

(61)

Lanjutan lampiran 6

5. Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!)

H! = - ∑ pi ln pi

= - ∑ 1 ln 1

= 0

6. Indeks Dominasi Simpson

C! = ∑ (pi)

= ∑ (1)

2

= 1

Gambar

Gambar 1. Pengukuran panjang petak contoh
Gambar 3. Sarang Rayap pada Petak I
Gambar 5. Pembongkaran Sarang Rayap
Gambar 8. Petak Contoh Kombinasi Jalur Dan Garis Berpetak 10 m
+6

Referensi

Dokumen terkait

Secara langsung atau tidak langsung memaksa sivitas akademika dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, melakukan teror terhadap sesama mahasiswa, karyawan, dosen,

Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem informasi yang dapat mendukung kegiatannya, dengan menggunakan teknologi informasi semua kegiatan menjadi lebih mudah

Pasokan BBM bagi Kepulauan Kabupaten Sumenep selama ini diangkut dengan menggunakan Kapal Layar Motor (KLM) berbahan kayu, Namun alat transportasi jenis ini dinilai tidak layak

Dilihat dari kemudahan untuk melepaskan atom hidrogen maka adanya gugus substituen pendonor elektron pada posisi para dapat meningkatkan aktivitas antioksidan sedangkan gugus

Berdasarkan hasil penelitian bahwa jenis tumbuhan yang memiliki nilai-nilai kesakralan/ ulayat bagi masyarakat Suku Dayak Kota Palangka Raya adalah Pinang Merah

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh biaya lingkungan dan biaya kemitraan terhadap

Tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui apakah terdapat perbedaan minat dan hasil belajar Matematika pada siswa kelas V antara yang mendapat