POTENSI HUTAN TRIDHARMA USU SEBAGAI TEMPAT
PENGUJIAN KEAWETAN KAYU
SKRIPSI
Oleh:
Agustia Wardhana
051203006/ Teknologi Hasil Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
AGUSTIA WARDHANA. Potensi Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan & Luthfi Hakim
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kelayakan lokasi hutan Tridharma USU sebagai tempat pengujian keawetan kayu. Metode yang digunakan mengadopsi teknik analisis vegetasi dengan metode kombinasi transek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan Tridharma USU layak digunakan sebagai tempat pengujian keawetan kayu, dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah rata-rata 103.884 ekor rayap pada masing-masing sarang (dari 3 sarang yang telah dibongkar). Jenis rayap yang ditemukan hanya satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.
ABSTRACT
AGUSTIA WARDHANA. The Potency of Forest Tridharma USU as a Location for Wood Durability Test. Supervised by Arif Nuryawan & Luthfi Hakim
The aims of this research was to determine the forest of Tridharma as a location for wood durability test. The method used adopt the technique analysis of vegetation method by combination transect. The result of this research shows that the forest of Tridharma USU as a location for wood durable test was decent, provedly with finding average 103.884 termites at each nest (three of nest termite have been forced). Species that found was only one species that was Macrotermes gilvus Hagen.
RIWAYAT HIDUP
AGUSTIA WARDHANA dilahirkan di Berastagi pada tanggal 25 Agustus
1987 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayah (Alm)
Abdul Rahim dan Ibu Riah Malem br. Bangun.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD. Negeri 7 Berastagi pada
tahun 1999, dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Berastagi tahun 2002 dan lulus di SMA
Negeri 1 Berastagi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan
studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui jalur Penelusuran Minat dan
Kemampuan (PMDK) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian,
Departemen Kehutanan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen
untuk Praktikum Fisika Kayu. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi
Himas-Sylva dan BKM (Badan Kenaziran Mushalla) di Departemen Kehutanan USU.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Bisnis
Mandiri Industri Kayu Cepu (KBM-IKC) Jawa Tengah, di akhir studi penulis
menjadi finalis PKMP DP2M-Dikti Depdiknas RI di bawah bimbingan Arif
Nuryawan dan dikembangkan menjadi skripsi dengan judul “ Potensi Hutan
Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu” di bawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul
” Potensi Hutan Tridharma USU Sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu”
berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Arif Nuryawan S. Hut., M.Si,
dan Bapak Luthfi Hakim, S. Hut., M. Si selaku komisi pembimbing yang telah
banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan
saudara-saudara atas dukungan dan doanya kepada penulis serta teman-teman
yang membantu dalam penulisan laporan akhir penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru
khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam
penelitian-penelitian ilmiah.
Medan, Agustus 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 1
Manfaat penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Kayu ... 3
Zat Ekstraktif Kayu ... 4
Teknik Pengumpanan ... 4
Taksonomi Rayap ... 5
Jenis dan Penyebaran Rayap ... 5
Perilaku Rayap ... 8
Ekologi Rayap ... 12
Musuh Alami ... 15
Sistem Sarang ... 15
Rayap Perusak Tanaman ... 16
METODOLOGI
Siklus Hidup Rayap Macrotermes gilvus Hagen ... 26
Analisis SWOT ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah rayap pada masing-masing sarang ... 23
2. Perbandingan range kunci determinasi dengan hasil penelitian... 24
3. Nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F)... 27
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pengukuran Panjang Petak Contoh ... 18
2. Pembuatan Petak Contoh ... 18
3. Sarang Rayap Petak I ... 19
4. Sarang Rayap Petak VII ... 19
5. Pembongkaran Sarang Rayap ... 20
6. Penghitungan Rayap... 20
7. Sarang Rayap yang telah dibongkar... 20
8. Petak contoh Kombinasi Jalur dan Garis Berpetak... 21
DAFTAR LAMPIRAN
1. Morfologi Prajurit Mayor ... 34
2. Morfologi Prajurit Minor... 37
3. Deskriptif Statistik Prajurit Mayor... 40
4. Deskriptif Statistik Prajurit Minor ... 42
5. Kunci Pengenalan Genus dan Spesies... 44
ABSTRAK
AGUSTIA WARDHANA. Potensi Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan & Luthfi Hakim
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kelayakan lokasi hutan Tridharma USU sebagai tempat pengujian keawetan kayu. Metode yang digunakan mengadopsi teknik analisis vegetasi dengan metode kombinasi transek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan Tridharma USU layak digunakan sebagai tempat pengujian keawetan kayu, dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah rata-rata 103.884 ekor rayap pada masing-masing sarang (dari 3 sarang yang telah dibongkar). Jenis rayap yang ditemukan hanya satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.
ABSTRACT
AGUSTIA WARDHANA. The Potency of Forest Tridharma USU as a Location for Wood Durability Test. Supervised by Arif Nuryawan & Luthfi Hakim
The aims of this research was to determine the forest of Tridharma as a location for wood durability test. The method used adopt the technique analysis of vegetation method by combination transect. The result of this research shows that the forest of Tridharma USU as a location for wood durable test was decent, provedly with finding average 103.884 termites at each nest (three of nest termite have been forced). Species that found was only one species that was Macrotermes gilvus Hagen.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mutu/kualitas kayu ditentukan oleh kekuatan dan keawetannya. Kekuatan
kayu ditentukan oleh lebar/sempitnya diameter mata kayu, lurus/miring seratnya,
dan berat jenisnya. Sementara keawetan kayu dapat ditentukan melalui
penggunaan/umur pakai (life used) kayu, dan daya tahan terhadap serangan rayap
maupun serangga lain (Prasetyo dan Nuryawan, 2005).
Penentuan kekuatan kayu secara sederhana dapat melalui pengamatan
visual dan mengukur berat jenisnya. Berat jenis kayu telah dikelompokka n oleh
Oey Tjoen Seng pada tahun 1959 (Batubara, 2005). Dengan demikian penentuan
kelas kuat kayu dapat dengan mudah dilaksanakan. Sementara penentuan
keawetan kayu harus dilaksanakan melalui pengujian, salah satu pengujian yang
dimaksud adalah ”grave yard test” (uji kubur) pada habitat rayap tanah.
Hutan Tridharma USU merupakan areal hutan yang didominasi oleh jenis
mahoni (Swietenia mahagoni) dan secara kasat mata merupakan habitat rayap
tanah yang ditandai banyaknya gundukan-gundukan sarang rayap tanah. Namun
demikian jenis-jenis rayap tanah dan keragamannya belum ada data ilmiahnya.
Oleh karena itu, perlu diteliti kelayakan hutan Tridharma sebagai tempat
pengujian keawetan kayu.
Tujuan Penelitian
Untuk merumuskan kelayakan lokasi hut an Tridharma USU sebagai
Manfaat Penelitian
1. Data yang diperoleh, hutan Tridharma USU dapat dijadikan laboratorium
pengujian keawetan kayu dengan metode uji kubur (grave yard test).
TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan Kayu
Keawetan alami kayu diartikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan
unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan
makhluk lainnya yang diukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu
disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan
unsur beracun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif pada kayu mulai terbentuk di saat
kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu, kayu teras pada semua
jenis umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal (Dumanauw, 2003
dalam Hartati et al, 2007).
Kelas awet kayu menunjukkan tingkat ketahanan kayu terhadap serangan
organisme perusak kayu seperti jamur dan rayap. Kelas awet kayu ditentukan oleh
komposisi kimia zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu dan sedikit hubungannya
dengan tingkat kekerasan kayu (Rismayadi dan Arinana, 2007).
Salah satu sifat kayu yang menentukan penggunaan akhir kayu adalah
ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah. Hal ini disebabkan rayap adalah
salah satu hama yang menimbulkan kerusakan hebat dan kerugian besar pada
produk-produk kayu (Haygreen dan Bowyer, 1993)
Martawijaya (1965) dalam Febrianto, et al (2000) mengemukakan bahwa
salah satu faktor terpenting yang menentukan keunggulan kayu adalah sifat
keawetannya. Telah diketahui bahwa secara umum terdapat hubungan antara sifat
keawetan dengan umur kayu tersebut, dimana semakin meningkat umur kayu,
Zat Ekstraktif Kayu
Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung
senyawa bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan rayap
(Alfenas et al., 1982 dalam Febrianto, et al, 2000). Laporan ini dapat disimpulkan
bahwa walaupun tidak semua zat ekstraktif bersifat racun, tetapi secara umum
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan zat ekstraktif dalam kayu, maka
semakin tinggi pula sifat keawetan alami kayu yang bersangkutan.
Syafii (1996) dalam Hartati et al, (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak
yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi
lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah
pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu
disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia
mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Sifat keawetan kayu yang
paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam
rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu,
keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap
nilai berat jenis kayu.
Teknik Pengumpanan
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang
ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke
dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap
pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya (French, 1994 dalam Kadarsah, 2005).
mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan apabila
dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan
antara lain: tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan
pengambilan sampel (French, 1994 dalam Kadarsah, 2005).
Taksonomi Rayap
Secara taksonomi rayap termasuk ke dalam Ordo Isoptera yang berasal
dari Bahasa Yunani, iso berarti sama dan ptera berarti sayap. Namun ini mengacu
pada kasta reproduktifnya yang memiliki sepasang sayap depan dan belakang
dengan bentuk dan ukuran yang sama. Serangga ini merupakan bagian dari
komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer
bumi. Mereka membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara
menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai
hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas
manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang
merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai
hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan
sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting
(Nandika, et al, 2003).
Jenis dan Penyebaran Rayap
Indonesia sebagai negara tropis dengan iklim dan cuaca yang hangat
sepanjang tahun merupakan suatu tempat hidup yang sangat sesuai bagi
organisme perusak kayu ini (Tarumingkeng, 2004). Sampai dengan tahun 1971
para ahli hama telah menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar di
Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap yang dikenal
baru sekitar 20 spesies yang diketahui berperan sebagai hama perusak kayu serta
hama hutan/pertanian (Tarumingkeng, 1971).
Siklus hidup rayap mengalami metamorfosis bertahap atau gradual
(hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa melalui
beberapa instar (bentuk diantara dua tahap perubahan). Perubahan yang gradual
ini berakibat terhadap kesamaan bentuk badan secara umum, cara hidup, dan jenis
makanan antara nimfa dan dewasa. Namun, nimfa yang memiliki tunas, sayapnya
akan tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika rayap telah mencapai tingkat
dewasa (Nandika, et al, 2003).
Suatu koloni terbentuk dari perkawinan sepasang laron (alates) yang
terbang keluar (swarming) dari sarang induk. Setelah berkopulasi (kawin), ratu
akan menghasilkan telur yang jumlahnya bisa mencapai ribuan ekor untuk
memperbesar koloni baru. Telur Coptotermes curvinagthus akan menetas 8-11
hari setelah masa inkubasi (penetasan). Pada beberapa jenis rayap lain, telur akan
menetas 20-70 hari setelah masa inkubasi (penetasan). Telur yang menetas akan
menjadi larva dan berubah menjadi nimfa muda yang akan mengalami 8 kali
pergantian kulit hingga dewasa (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Koloni rayap yang merupakan jenis serangga sosial terbagi atas tiga kasta
yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta
prajurit, kasta reproduktif, dan kasta pekerja. Tidak kurang dari 80-90% populasi
koloni rayap merupakan kasta pekerja (Nandika, et al, 2003).
Secara umum kasta prajurit akan mudah dikenali dari bentuk kepala dan
serangan musuh atau predator mereka seperti semut. Secara genetik, kasta ini bisa
berkelamin jantan atau betina. Kasta reproduktif terbagi atas ratu yang tugasnya
bertelur untuk menghasilkan rayap baru dan raja yang bertugas membuahi ratu.
Kasta ini terdiri dari kasta reproduktif primer dan suplementer (neoten) (Prasetiyo
dan Yusuf, 2005).
Kasta pekerja biasa memiliki warna pucat dan sedikit mengalami
penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus
memperbaiki sarang; memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari
makanan untuk semua penghuni koloni. Merekalah yang bertanggung jawab
terhadap kerusakan pada aset-aset milik manusia dari bahan berlignoselulosa
lainnya. Mereka juga kadang-kadang bisa memperlihatkan perilaku kanibal
dengan memakan rayap lain yang lemah atau sudah mati demi kelangsungan
hidup koloni (Nandika, et al, 2003).
Rayap memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi. Setiap jenis rayap
memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan jenis lainnya. Ada salah
satu bagian rayap yang umum digunakan untuk identifikasi (penentuan jenis)
rayap yaitu bidang dorsial thorax yang memiliki bentuk beragam (Nandika, et al,
2003).
Hampir 10 % dari keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia
yaitu 200 jenis yang terdiri dari 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan
Termitidae); 6 sub-famili (Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae,
Termitinae, Macrotermitinae, dan Nasutitermitinae), dan 14 genus (Neotermes,
Cryptotermes, Schedorhinotermes, Prorhinotermes, Coptotermes,
Bulbi termes, Nasutitermes, Hospitalitermes, dan Lacessititermes). Namun, baru
179 jenis yang berhasil diidentifikasi (ditentukan jenisnya secara ilmiah), yaitu 4
jenis rayap kayu kering, 166 jenis rayap kayu basah, dan 9 jenis rayap
subterranean. Khusus di pulau Jawa ditemukan sekitar 52 jenis rayap. Hal ini
merupakan kekayaan plasma nutfah yang harus dijaga dan harus diperhatikan.
Dari beberapa jenis rayap yang ditemukan di Indonesia, ada jenis rayap yang
endemik hanya hidup di Indonesia. Keadaan ini tidak mengherankan, mengingat
kondisi kepulauan Indonesia yang mampu mendukung munculnya jenis rayap
endemik (Nandika, et al, 2003).
Perlu diketahui bahwa penyebaran rayap sangat berhubungan dengan
faktor curah hujan dan temperatur. Keadaan ini menyebabkan rayap menjadi
mudah ditemukan di wilayah dataran rendah tropis dan hanya sebagian kecil yang
ditemukan di dataran tinggi. Hampir sebagian besar jenis rayap berada di daerah
tropis. Namun, ada beberapa genus rayap yang mampu hidup di wilayah yang
sangat dingin seperti Zootermopsis yang ditemukan di pegunungan Amerika Latin
atau Achrotermopsis yang ditemukan di Pegunungan Himalaya pada ketinggian
3.000 meter diatas permukaan laut. Ada juga beberapa jenis rayap dari famili
Heterotermes sepeti Rhinotermitidae yang mampu hidup di daerah beriklim panas
seperti India, Amerika Utara dan Karibia. Di daerah Asia Tenggara seperti
Indonesia banyak ditemukan jenis rayap dari sub-famili Macrotermitinae
(Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Perilaku Rayap
Rayap adalah serangga kecil yang jika dilihat sepintas mirip dengan semut.
tempat hidupnya. Dibandingkan dengan ukuran tubuh rayap (3 mm), sarang rayap
bisa mencapai 3-4 meter seperti yang dijumpai di Taman Nasional Wasur, Papua.
Atas dasar kemampuannya tersebut, tidak salah kalau rayap disebut sebagai
“arsitek mungil alam nan perkasa”.
Seperti tubuh serangga umumnya, tubuh rayap terdiri atas tiga bagian yang
disebut tagmata, yaitu tagmata kepala, thorax, dan abdomen (perut). Mungkin
banyak yang belum mengetahui bahwa kasta pekerja yang bertugas membangun
sekaligus memperbaiki sarang adalah buta (sistem penglihatannya kurang
berkembang secara sempurna) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Pada dasarnya, rayap merupakan jenis serangga sosial daerah tropis dan
subtropik. Namun sekarang, penyebarannya mulai meluas ke daerah temperate
pada batas 500 LU dan 500
Awalnya, para ahli rayap merasa bingung karena rayap mampu memakan
kayu atau bahan yang mengandung selulosa. Padahal manusia tidak mampu
mencerna selulosa (bagian berkayu dari sayuran yang dimakan akan dikeluarkan
lagi). Namun, rayap mampu mengurai dan menyerapnya. Memang semua jenis
rayap bisa memakan kayu atau bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding
berhavior) setiap jenis rayap berbeda. Inilah yang menjadi salah satu keunikan
perilaku rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
LS. Makanan utama rayap adalah kayu atau bahan
yang mengandung selulosa. Sebenarnya, keberadaan rayap sangat penting dalam
kelangsungan hidup ekosistem yaitu sebagai konsumen primer. Rayap sangat
berperan dalam siklus beberapa unsur penting di alam seperti nitrogen dan karbon.
Setelah diteliti secara lebih mendalam ditemukan di dalam usus bagian
terdapat berbagai protozoa flagellata. Protozoa flagellata berperan sebagai
simbion dalam sistem pencernaan rayap yang mampu menguraikan selulosa
menjadi bahan yang dapat diserap rayap. Selain protozoa flagellata, ada beberapa
jenis rayap yang mengandung bakteri dalam sistem pencernaannya yang berperan
sama (Nandika, et al, 2003).
Kesenangan rayap terhadap kayu dan bahan berselulosa awalnya tidak
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Namun, ketika habitat rayap terganggu
seperti adanya penebangan hutan dan pembukaan lahan untuk permukiman atau
pertanian, sumber makanannya menjadi berkurang. Karena itu, rayap mulai
merambah ke wilayah manusia yang potensial sebagai sumber makanan dan
tempat tinggal.
Jika diperhatikan, rayap akan saling menjilati, menciumi, atau
menggosokkan tubuhnya satu sama lain ketika bertemu. Perilaku rayap tersebut
dinamakan trofalaksis. Melalui cara ini, rayap akan saling menyalurkan makanan,
feromon, atau protozoa flagellata yang sangat berperan dalam kehidupan koloni
rayap. Melalui perilaku trofalaksis ini juga muncul beberapa metode pengendalian
rayap dengan cara memberikan beberapa jenis termitisida seperti Choropicrin
yang akan menyebar ke seluruh koloni. Trofalaksis rayap juga bisa dipakai
sebagai wahana untuk mengendalikan rayap melalui pengumpanan (baiting)
dengan termitisida tertentu (Prasetyo dan Yusuf, 2005).
Perilaku rayap lainnya adalah aktivitas jelajahnya untuk mencari sumber
makanan. Jika kita lihat ke bagian dalam sarang rayap akan ditemui lorong sempit
yang berfungsi sebagai jalan untuk mencari makanannya. Ketika melakukan
dengan cahaya, dan hidup di dalam liang kembara. Sifat seperti ini disebut
kriptobiotik (Nandika, et al, 2003).
Setiap jenis rayap memiliki perbedaan wilayah jelajah yang dipengaruhi
oleh karakteristik rayap, kualitas habitat, dan kemampuan bergerak (mobilitas)
rayap. Semakin banyak sumber makanan yang tersedia di tempat hidupnya,
wilayah jelajah rayap menjadi lebih sempit. Berbeda dengan tempat tinggal yang
jarang sumber makanannya, rayap akan bergerak menjelajah wilayah yang lebih
luas. Karena itu, tidak mengherankan jika rayap bisa beraktivitas jauh dari sarang
utamanya (koloninya). Di lapangan sering ditemukan adanya serangan rayap di
gedung bertingkat di lantai 40, padahal sarang rayap berada jauh di bawah gedung
(lantai).
Jika kita perhatikan, pada awal musim hujan banyak laron (rayap kasta
reproduktif) yang beterbangan keluar dari sarangnya dan mengelilingi lampu.
Aktivitas tersebut merupakan pengaruh adanya perubahan di dalam sarang
(koloni) rayap.
Laron yang terbang secara acak dan berkelompok akan berusaha
melepaskan sayapnya dengan jalan menggoyang-goyangkan tubuhnya dan
menggerak-gerakkan sayap seperti hendak terbang. Ketika sayap telah lepas,
aktivitas kawin (mencari pasangan) akan dimulai. Sering terlihat pasangan laron
yang berjalan beriringan. Laron betina (calon ratu) berjalan di depan dan laron
jantan (calon raja) mengikuti di belakangnya. Pasangan laron tersebut akan
mencari tempat yang cocok untuk dijadikan sarang guna membangun koloni baru
Ekologi Rayap
Rayap memiliki habitat yang unik dalam suatu ekosistem. Keberadaan
koloni rayap berperan penting dalam siklus biogeochemical (dekomposer bahan
organik) seperti siklus nitrogen, karbon, sulfur, oksigen, dan fosfor. Mudahnya
rayap berdaptasi dengan lingkungannya mengakibatkan mereka bisa ditemui di
hampir semua bentuk ekosistem. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keadaan ini , yaitu faktor lingkungan, tipe tanah, tipe vegetasi, musuh alami:
Faktor Lingkungan
Aktivitas, distribusi, dan pertumbuhan populasi rayap secara umum
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan curah hujan. Perubahan terhadap faktor
tersebut akan berimbas ke perubahan perilaku rayap.
a. Suhu dan Kelembaban
Suhu sangat berpengaruh terhadap semua makhluk hidup, termasuk rayap.
Dikenal ada beberapa kisaran suhu sebagai berikut.
1) Suhu minimal dan maksimal, yaitu kisaran suhu terendah atau
tertinggi yang dapat mengakibatkan kematian pada serangga.
2) Suhu hibernasi atau evistasi, yaitu kisaran suhu di bawah atau di
atas suhu optimal yang menyebabkan aktivitas serangga berkurang
(dorman).
3) Kisaran suhu optimum, yaitu 15-380 C. Setiap jenis rayap memiliki
toleransi suhu yang berbeda. Contohnya, rayap Neotermes tectonae
memiliki suhu optimum 22-260
Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang akan
sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa
jenis rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat
terdapat naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal
shadow).
Antisipasi rayap dalam upaya menyesuaikan dengan perubahan suhu dan
kelembaban dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Membangun sarang yang tebal, gudang makanan, dan ruangan lain
di sekitar sarang.
2) Pengaturan bentuk sarang.
3) Mempertahankan kandungan air tanah penyusun sarang. Dengan
upaya tersebut, suhu dan kelembaban lingkungan tempat rayap
hidup tetap terjaga dan terkontrol.
b. Curah Hujan
Curah hujan berpengaruh terhadap koloni rayap dalam membangun
sarang, baik di dalam maupun di permukaan tanah. Pengaruh lainnya
adalah terhadap aktivitas jelajah rayap dan keluarnya laron (alate) dari
sarangnya (swarming) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Tipe Tanah
Koloni rayap lebih suka tinggal di tanah yang liat daripada di tanah
berpasir yang sedikit mengandung bahan organik. Namun, ada jenis rayap seperti
Amitermes dan Psammotermes yang mampu hidup di daerah gurun pasir. Di
daerah gurun pasir, rayap mampu meningkatkan infiltrasi air dan
Tanah sangat berperan penting sebagai tempat hidup dan untuk
mengisolasi rayap dari perubahan suhu dan kelembaban yang cukup ekstrim.
Keberadaan rayap dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah karena rayap
mampu mengubah profil tanah, mempengaruhi tekstur tanah, dan
mendistribusikan bahan organik (Nandika, et al, 2003).
Tipe Vegetasi
Aktivitas rayap dapat mengubah keadaan vegetasi melalui modifikasi
profil dan sifat kimia tanah. Contohnya, di sekitar sarang rayap Macrotermes
banyak mengandung silika sehingga hanya jenis tumbuhan tertentu yang dapat
tumbuh di sekitar sarang rayap tersebut. Kejadian ini mirip dengan peristiwa
allelopaty. Allelopaty pengeluaran zat kimia tertentu yang mampu menghambat
pertumbuhan jenis tanaman lain di sekitar tanaman utama. Contohnya, serasah
daun pinus yang mengandung silika ternyata mampu menghambat pertumbuhan
tanaman lain di sekitar serasah daun pinus. Tumbuhan lain yang memiliki sifat
allelopaty adalah alang-alang (Imperata cylindrica) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Di daerah gurun Afrika Selatan, rayap Hodotermes berperan dalam proses
siklus nutrisi tanah. Aktivitas rayap membawa air ke daerah yang ditumbuhi
tanaman sangat menguntungkan karena ketersediaan air bagi tanaman menjadi
lebih banyak. Koloni Macrotermes yang besar di habitat sabana mampu
membentuk kondisi permukan yang berbeda dan akhirnya berpengaruh terhadap
vegetasi yang ada. Dengan demikian, keberadaan koloni rayap di suatu habitat
mampu mempengaruhi bentuk vegetasi yang tumbuh dan berkembang di sekitar
Musuh Alami
Ada tiga kelompok yang menjadi musuh alami rayap, yaitu predator,
parasit, dan pathogen. Dalam siklus hidupnya, ketika laron terbang keluar sarang
merupakan saat yang rentan diserang predator dan parasit. Predator yang
menyerang laron ketika terbang di antaranya burung pemakan serangga, kelelawar
pemakan serangga, dan capung (Nandika, et al, 2003).
Selain itu, pemangsa lainnya berupa katak dan ikan. Ketika laron mendarat
di permukaan tanah pun tidak lepas dari serangan predator seperti semut,
kumbang, kalajengking, dan laba-laba. Semut merupakan predator yang cukup
ganas menyerang rayap hingga ke dalam sarang rayap. Predator rayap juga bisa
berupa mamalia besar seperti trenggiling, tupai, landak, dan beruang yang mampu
membongkar sarang rayap (Nandika, et al, 2003).
Sistem Sarang
Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari
serangga sosial. Sarang merupakan hasil aktivitas secara kolektif dari
individu-individu dalam satu koloni. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam
bentuk lorong-lorong di dalam tanah, tetapi pada jenis rayap tertentu sarangnya
berbentuk bukit dengan kontruksi sarang yang kokoh dan sangat luas (Nandika, et
al, 2003).
Sarang berfungsi tidak saja sebagai tempat rayap kawin (ratu dan raja)
tetapi juga sebagai tempat memperbanyak anggota koloni yang dihasilkan
pasangan rayap tersebut. Lebih dari itu sarang dibuat untuk melindungi mereka
inilah yang menyebabkan serangga ini berhasil hidup di daerah tropika atau
daerah yang beriklim temperate karena di dalam sarang terdapat suatu sistem
pengendalian iklim mikro sehingga kondisi optimum bagi kehidupan rayap dapat
dipertahankan (Nandika, et al, 2003).
Rayap Perusak Tanaman
Serangan rayap pada tanaman bisa mengakibatkan kerusakan fisik dan
akan mengganggu perakaran tanaman. Jika perakaran tanaman terganggu, serta
tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Jika dilihat sepintas,
serangan rayap pada tanaman tidak bisa dipantau secara cermat sejak awal.
Serangan rayap perusak tanaman biasanya dimulai dari akar atau leher akar,
kemudian merembet ke bagian batang tanaman melalui liang kembara yang
dibangun rayap. Indikasi lanjut adanya serangan rayap pada tanaman adalah
terjadinya perubahan warna daun akibat terganggunya metabolisme tanaman yang
akan menyebabkan tanaman mati (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Semua jenis rayap yang ada, tidak kurang dari 300 jenis rayap di dunia
yang berperan sebagai hama perusak tanaman, baik tanaman perkebunan, maupun
tanaman kehutanan. Di Indonesia ada 20 jenis rayap yang dikenal sebagai rayap
perusak tanaman, diantaranya adalah Coptotermes curvignathus Holmgren,
METODOLOGI
Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai Mei 2009 di Hutan
Tridharma dan laboratorium Teknologi Hasil Hutan USU Sumatera Utara Medan.
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70 %,
milimeter blok, kunci determinasi rayap, sedangkan alat yang digunakan adalah
botol uji, cangkul, parang, tali, meteran, sarung tangan, handcounter, pinset,
kamera, mikroskop.
Prosedur
1. Menentukan Kelayakan Hutan Tridharma USU sebagai Tempat Pengujian Keawetan Kayu
Metode yang digunakan adalah desain kombinasi jalur dan garis berpetak
yang dimodifikasi dari Onrizal dan Kusmana (2005) untuk analisis vegetasi,
dengan panjang jalur sepanjang hutan Tridharma F.MIPA USU yang ditarik garis
jalur dengan melihat dimana banyak terdapat sarang rayap. Petak contoh yang
diambil secara bersilangan sebesar 10 x 10 m seperti pada Gambar 1.
Prosedur kerja metode ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan arah jalur pengukuran dengan melihat dimana sarang rayap
paling banyak.
2. Menarik tali sebagai tanda jalur dan batasan petak contoh
jalur dan garis berpetak. Panjang jalur yang dibuat adalah 100 m.
Pembuatan petak contoh dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Pengukuran panjang petak contoh
Gambar 2. Pembuatan petak contoh
3. Membongkar / menggali sarang rayap yang ditemukan dalam
masing-masing petak contoh
Setelah pembuatan petak contoh maka dilakukan pembongkaran
dibuat, terdapat sarang rayap pada petak I dan petak VII. Pada petak I
terdapat satu sarang rayap dan pada petak VII terdapat dua sarang rayap.
Jumlah sarang pada petak contoh adalah 3 sarang. Pembongkaran sarang
dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :
Gambar 3. Sarang Rayap pada Petak I
Gambar 5. Pembongkaran Sarang Rayap
Gambar 6. Penghitungan Rayap
Gambar 7. Sarang Rayap yang telah Dibongkar
4. Mengidentifikasi jenis rayap yang ada pada sarangnya.
Desain kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak adalah sebagai berikut :
10 m
10 m
Gambar 8. Petak Contoh Kombinasi Jalur Dan Garis Berpetak
Rayap yang terdapat pada sarang dibongkar dengan menggunakan
cangkul dan parang. Kemudian dihitung jumlahnya dengan menggunakan
handcounter. Beberapa rayap dimasukkan ke dalam botol uji berisi alkohol,
kemudian diidentifikasi jenis rayap tersebut. Kepadatan populasi untuk setiap
jenis rayap per satuan petak yang diperoleh dihitung dan dianalisis menggunakan
kepadatan relatif, frekuensi kehadiran dan frekuensi relative, indeks keragaman
Shanon-Wiener (H!), indeks dominansi Simpson (C!) dan struktur populasi. Data
tersebut diperoleh dengan formula sebagai berikut (Krebs, 1972 dalam Bakti,
2004).
1. Kepadatan Populasi (KP)
KP =
2. Kerapatan Relatif (KR)
3. Frekuensi Kehadiran (F)
4. Frekuensi Relatif (FR)
FR = x 100%
5. Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!)
H! = - ∑ pi ln pi
pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis rayap
(∑Ni/N)
N = Jumlah total individu semua jenis dalam komunitas
Bila nilai,
pi = Perbandingan jumlah individu sesuatu jenis dengan jumlah keseluruhan
jenis (∑Ni/N) (Odum, 1993 dalam Bakti, 2004). 2
2. Analisis SWOT
Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif melalui SWOT analysis
sehingga jika diperoleh kelayakan hutan Tridharma USU sebagai tempat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Rayap
Pembuatan petak contoh yaitu 10 petak contoh dengan panjang
masing-masing petak contoh adalah 10 meter. Ditemukan 3 sarang rayap yaitu di petak I
ditemukan 1 sarang rayap dan di petak VII ditemukan 2 sarang rayap.
Hasil identifikasi jenis rayap yang ditemukan dari tiga sarang yang telah
dibongkar hanya terdapat satu jenis rayap yaitu Macrotermes gilvus Hagen.
Jumlah rayap di sarang I (petak I) yaitu rayap pekerja 90.341 ekor dan rayap
prajurit 23.975 ekor, di sarang II (petak VII) yaitu rayap pekerja 75.036 ekor,
rayap prajurit 17.601 ekor dan laron 89 ekor, dan di sarang III (petak VII) yaitu
rayap pekerja 82.030 ekor dan rayap prajurit 22.580 ekor pada Tabel 1
Tabel 1. Jumlah rayap pada masing-masing sarang
No Sarang Jumlah rayap (ekor) Total (ekor) Rayap pekerja Rayap
prajurit
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kasta pekerja lebih banyak dibandingkan
dengan kasta prajurit hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Nandika, et al
(2003), bahwa kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam
20,59%. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan
individu-individu kasta pekerja.
Uji laboratorium biasanya digunakan sampel berukuran 1 cm x 1 cm x 2
cm dengan 45 ekor kasta pekerja. Jadi, dibutuhkan 23 ekor rayap / cm3 untuk uji
laboratorium. Bila dibandingkan dengan uji kubur biasanya sampel yang
digunakan berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 30 cm. Bila diujikan pada sarang I maka
114.136/187,5= 609 ekor/cm3. Jadi, di sarang I dapat dilakukan uji kubur
sebanyak 26 sampel. Di sarang II dapat dilakukan uji kubur sebanyak 22 sampel
dan di sarang III dapat dilakukan uji kubur sebanyak 24 sampel.
Morfologi Rayap
Tubuh rayap seperti halnya serangga lain terdiri atas kepala, tubuh dan
antena.Diambil masing-masing 100 prajurit mayor dan 100 prajurit minor
Macrotermes gilvus Hagen untuk melihat perbandingan morfologi hasil
penelitian dengan kunci pengenalan genus dan spesies (Nandika et al, 2003)
(Tabel 2).
Tabel 2. Perbandingan range kunci determinasi rayap dengan hasil penelitian No Jenis prajurit Kriteria Kunci determinasi Hasil penelitian
Tabel 2. hasil penelitian diperoleh dari rata-rata pengukuran 100 rayap ±
standard deviasi (Mean ± standard deviation). Range panjang kepala mayor,
panjang tubuh mayor, panjang kepala minor, panjang tubuh minor hasil penelitian
lebih kecil dibandingkan dengan kunci determinasi (kunci pengenalan genus dan
spesies). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa panjang mandibel prajurit
mayor 1,8 – 2,5 mm dan panjang mandibel prajurit minor 1,21 – 1,82 mm.
Sedangkan ruas antena prajurit mayor dan prajurit minor relatif sama.
Kunci pengenalan genus dan spesies (Nandika et al, 2003) menyatakan
bahwa, panjang tubuh prajurit Macrotermes spp adalah prajurit minor 6,5-10 mm
dan prajurit mayor 8-15 mm, sedangkan panjang kepala prajurit M. gilvus Hagen
adalah mayor 4-5,5 mm dan minor 3-3,4 mm.
Ciri-ciri M. gilvus Hagen adalah:
1. Kepala berwarna coklat tua
2. Mandibel melengkung pada ujungnya dan digunakan untuk menjepit
3. Ujung dari labrum tidak jelas
4. Ada dua jenis kasta prajurit yaitu kasta prajurit yang besar (mayor) dan
Siklus Hidup Rayap Macrotermes gilvus Hagen
Siklus hidup rayap Macrotermes gilvus Hagen dapat dilihat pada Gambar 9
(a)
(b) (c)
(d)
(e)
(f) (g)
Gambar 9. Siklus hidup Macrotermes gilvus Hagen
(a) raja ; (b) ratu ; (c) laron ; (d) telur ; (e) nimfa ; (f) prajurit ; (g) pekerja
Kepadatan populasi untuk suatu jenis rayap dihitung dan dianalisis
menggunakan kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi
relatif (FR), indeks keragaman Shanon-Wiener (H!) dan indeks dominasi Simpson
(C!). Hasil diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), indeks keragaman Shanon-Wiener (H!) dan indeks domonasi Simpson (C!)
No. Spesies rayap K KR (%) F FR (%) H! C! 1 Macrotermes gilvus
Hagen
311,65 100 0,3 100 0 1
Tabel 3. Indeks keanekaragaman jenis rayap adalah 0, berarti H! < 1 maka
keanekaragaman jenis rayap rendah. Nilai kepadatannya adalah 311 ekor/m2
Menurut Tarumingkeng (1971), M. gilvus Hagen merupakan jenis rayap
yang paling besar. Menyerang secara frontal dan simultan, dengan dikawal oleh
prajuritnya hampir semua pekerja dimobilisasikan sehingga serangannya sangat
besar. Menurut Prasetyo KW (2005) hasil penelitian uji kubur yang dilakukan
bahwa pengurangan berat yang disebabkan oleh M. gilvus Hagen lebih besar
dibandingkan dengan Coptotermes curvignathus. Seperti kita ketahui bahwa
C. curvignathus adalah rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang
sangat ganas tetapi bila dibandingkan dengan M. gilvus Hagen, maka serangan
M. gilvus Hagen lebih besar dibandingkan dengan C. curvignathus sesuai dengan
pernyataan Prasetyo KW (2005).
dan
frekuensi relatifnya 100 %.
Potensi hutan Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu dengan
Hagen, untuk itu dilakukan analisis SWOT secara deskriptif untuk mengetahui
strategi-strategi analisis SWOT agar dapat mempertahankan kelayakan hutan
Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu melalui strategi SWOT
tersebut.
Analisis SWOT
Tabel 4. Analisis SWOT
Strength (S)
1. Dapat dijadikan tempat pengujian
3. Dapat dijadikan tempat penelitian
Keterangan :
Strategi SO
1. Mempertahankan tempat tumbuh ekosistem yang sekarang untuk lebih
baik lagi, dengan ini kehidupan rayap dapat berkembang dengan baik.
Misalnya dengan cara menambah pepohonan di lokasi hutan Tridharma.
Strategi WO
1. Membuat parit di lokasi hutan tridharma agar tidak merusak sarang rayap
akibat genangan air hujan.
Strategi ST
1. Memaksimalkan lokasi dengan pemanfaatan untuk penelitian sesering
mungkin agar tidak terjadi perluasan bangunan kampus yang dapat
merusak hutan tridharma.
Strategi WT
1. Menjalin kerjasama antara departemen kehutanan USU dengan F.MIPA
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Potensi hutan Tridharma sebagai tempat pengujian keawetan kayu
dinyatakan layak berdasarkan jumlah rata-rata rayap adalah 103.884 (kasta
pekerja 247.407, rayap prajurit 64.156 dan laron 89) dari 3 sarang yang
dibongkar. Jenis rayap yang ditemukan dari ketiga sarang yang dibongkar hanya
satu jenis yaitu Macrotermes gilvus Hagen.
Saran
Lebih lanjut diharapkan agar penelitian tentang metode uji kubur (grave
DAFTAR PUSTAKA
Bakti D. 2004. Keanekaragaman Jenis Rayap Pada Ekosistem Perkebunan Kelapa Sawit dan Hutan Sekitarnya. Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA, Vol. 39 No 1. Maret 2004. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Batubara R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan. Repository. Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Febrianto F, Syafii W dan Barata A. 2000. Keawetan Alami Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) pada Berbagai Kelas Umur. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Vol. XIII, No 2, 2000
Hartati S, Meliansyah R, Puspasari L T. 2007. Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia procerra benth.) dan Meranti (shorea leprosula miq.) Untuk Mengendalikan sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Kedelai. Lembaga Penelitian Unversitas Padjadjaran
Kadarsah Anang. 2005. Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tebu di Perusahaan Jamur PT. Zeta Agro Corporation Jawa Tengah. Bioscientiae Volume 2, Nomor 2, Halaman 17-22. Universitas Lambung Mangkurat
Nandika D, Rismayadi Y. dan Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammdiyah University Press. Surakarta
Nuryatin N, Apriyanto E, Satriya N dan Saprinurdin. 2003. Ketahanan Lima Jenis Kayu Berdasarkan Posisi Kayu di Pohon Terhadap Serangan Rayap. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 5, No 2, 2003. Halaman 77-82
Onrizal dan Kusmana C. 2005. Ekologi Hutan Indonesia [buku ajar]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prasetyo A dan Nuryawan A. 2005. Penentuan Mutu Kayu Bangunan Dengan Sistem Pakar. Peronema Forestry Science Journal. Vol. 1, No. 1. halaman 1- 14
Prasetiyo KW dan Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan Dan Kimiawi. Penerbit AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Tarumingkeng RC. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) No.133. Bogor
Lanjutan lampiran 1
98 5,04 15,28 2,12 17
99 5,12 15,04 2,00 17
100 5,40 13,76 1,88 16
Rata-rata 5,17 12,99 2,16 15,59
Lanjutan lampiran 2
98 3,28 8,68 1,12 15
99 3,08 8,80 1,20 16
100 3,00 7,84 1,68 16
Rata-rata 3,15 8,08 1,52 15,57
Lampiran 3. Descriptive Statistics Prajurit Mayor
Panjang kepala mayor
Mean 5,1716
Standard Error 0,050603773
Median 5,2
Mode 5,2
Standard Deviation 0,506037728
Sample Variance 0,256074182
Kurtosis 1,021790894
Standard Error 0,138515506
Median 13,02
Mode 12
Standard Deviation 1,385155062
Sample Variance 1,918654545
Lanjutan lampiran 3 panjang mandible mayor
Mean 2,1688
Standard Error 0,033339
Median 2,12
Mode 2,12
Standard Deviation 0,333386
Sample Variance 0,111146
Kurtosis -0,91637
Standard Error 0,137873
Median 16
Mode 15
Standard Deviation 1,378735
Sample Variance 1,900909
Lampiran 4. Descriptive Statistics Prajurit Minor panjang kepala minor
Mean 3,1536
Standard Error 0,023315
Median 3,2
Mode 3,28
Standard Deviation 0,233149
Sample Variance 0,054359
Kurtosis 1,237996
Standard Error 0,057706
Median 8,04
Mode 8,4
Standard Deviation 0,577056
Sample Variance 0,332993
Lanjutan lampiran 4 panjang mandible minor
Mean 1,5208
Standard Error 0,030711
Median 1,6
Mode 1,6
Standard Deviation 0,307113
Sample Variance 0,094319
Kurtosis -0,63141
Standard Error 0,173062
Median 16
Mode 16
Standard Deviation 1,730621
Sample Variance 2,995051
Lampiran 5. Kunci Pengenalan Genus dan Spesies Sumber : Nandika et al (2003)
1.a. Menyerang dan bersarang dalam pohon yang masih hidup, atau kayu, cabang dan batang mati, tunggak dan kayu lembab lainnya (Rayap pohon dan rayap kayu lembab, Famili Kalotermitidae)...2
b. Hidup dan bersarang dalam kayu mati yang kering hawa, tidak berhubungan dengan tanah. Bahan-bahan tanah tak terdapat dalam sarang. Menyebabkan kerusakan dalam kayu, berbentuk rongga-rongga tak teratur, agak memanjang searah serat. (Rayap kayu kering, Famili Kalotermitidae) ...10
c. Bersarang dalam tanah atau dalam kayu yang berhubungan dengan tanah. Untuk jalan pekerja dan prajurit yang mengumpulkan makanan (kayu), membuat jalan-jalan yang tertutup (Sheltertubes) dengan bahan humus atau tanah. Keadaan habitat lembab merupakan syarat mutlak bagi kehidupannya (jenis rayap subteran dan rayap tanah, famili Rhinotermitidae dan Termitidae) ...3
2.a. Menyerang pohon yang masih hidup, menyebabkan pembengkakan pada batang dan cabang (“gembol”) dan lobang-lobang dalam kayu. Neotermes spp ...11
b. Menyerang tunggak, dan kayu mati yang lembab, terutama dalam habitat hutan………...Gylptotermes spp.
3.a. Pronotum (keeping sklerit diatas ruas teraks pertama) agak datar. Koloni bersarang dalam kayu atau bahan lain yang mengandung selulosa, yang terdapat di dalam atau permukaan tanah. (Rayap Subteran, Famili Rhinotermitidae) ...4
b. Pronotum berbentuk pelana. Pusat sarang berada dalam tanah, membuat kueh-kueh cendawan berbentuk bunga karang, dan bangunan-bangunan liat dalam tanah, kadang-kadang menyebabkan terbentuknya gunduka-gundukan tanah. (rayap tanah dan rayap pohon, famili Termitidae). ...5
4.a. Prajurut dengan dua ukuran (dimorfis), jumlah ruas antenna 15-17 ruas. Schedorhinotermes spp ...12
5.a. Perbedaan bentuk kedua mandible prajurit terlihat tanpa bantuan kaca pembesar. (sub famili Amitermitidae) ...6
b. Mandibel prajurit memanjang ke depan. Agak simetris (Sub famili Termitidae) ...7
c. Mandibel prajurit sangat kecil atau hampir tak terlihat ; dahi (frons) menonjol ke depan berbentuk alat penusuk (Nasus). (sub Famili Nasutitermitidae) ...8
6.a. Mandibel prajurit halus, panjang dan berbentuk arit. Prajurit beberapa ukuran (Polymorphic). Sarang koloni terdapat di atas tanah pada pohon-pohon atau bangunan-bangunan. ……….Microcerotermes spp.
b. Bentuk mandible prajurit sangat simetris. Mandible kanan lurus dan tajam. Mandible kiri lengkung. ………Caprotermes spp.
7.a. Jenis-jenis berukuran besar. Prajurit dan pekerja dimorfis (dimorphic). Panjang tubuh prajurit besar (termasuk mandible), 8 – 15 mm, prajurit kecil 6,5 – 10 mm. Macrotermes spp ...14
b. Jenis-jenis berukuran sedang. Prajurit dan pekerja monomorfis. Panjang tubuh prajurit 5-7,5 mm. Odontermes spp ...15
c. Jenis berukuran kecil. Prajurit dn pekerja, dimorphis. Panjang prajurit besar 3,5 – 4,75 mm, prajurit kecil 2,5 – 3,75 mm. Microtermes spp ...19
8.a. Nasus prajurit berbentuk krucut, bagian pangkal menebal dan agak lengkung. (“rangas cepor”, “pua”). ……… Nasutitermes spp.
b. Nasus pada umumnya panjang dan sempit. Anggota koloni berwarna gelap, coklat tua sampai hitam, dengan tungkai dan antena yang panjang; mirip semut, pekerja dan prajurit keluar mengumpulkan makanan tanpa membuat jalan-jalan tertutup. ...9
9.a. Nasus prajurit agak pendek dan sempit. Pekerja dan prajurit mengumpilkan makanan pada malam hari. … Hospitalitermes spp.
b. Nasus prajurit agak panjang bagian pangkal tebal. Pekerja dan prajurit keluar dari sarang pada siang hari. …….Lecessitermes spp.
c. Tungkai-tungkai relative tidak panjang. ………….Bulbitermes spp.
10.a. Panjang prajurit 3,8 - 4,4 mm, jumlah ruas antenna 11-12, terdapat di seluruh Indonesia. …………Cryptotermes cynocephalus Light b. Panjang prajurit 4,6 - 5,6 mm, jumlah ruas antenna 12-13, terdapat
di seluruh Indonesia. ………Cryptotermes domesticus (Haviland) c. Panjang prajurit 5,0 - 6,2 mm, jumlah ruas antenna 12-14, terdapat
di seluruh Indonesia. …………Cryptotermes dudleyi Banks.
d. Panjang prajurit 4,5 – 5,5 mm, jumlah ruas antenna 11-12, terdapat di Sumatera, ditempat yang agak tinggi (700 mdpl).Cryptotermes sumatrensis Kemner.
11.a. Terutama menyerang pohon jati. Panjang prajurit 7,5 – 12,0 mm, banyak menyerang tanaman jati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ………..Neotermes tectonae Dammerman.
b. Terutama menyerang pohon sonokeling. Panjang prajurit 12 – 12,5 mm, ………Neotermes dalbergia Kalshoven.
12.a. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 16 -17 ; panjang tubuh 5,5 -6,0 mm. Terdapat di seluruh Indonesia. ………Schedorhinotermes translucens Haviland.
b. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 16 ; panjang tubuh 5,3 -5,6 mm. Terutama di Jawa Barat. ………Schedorhinotermes javanicus Kemner.
c. Jumlah ruas antenna, prajurit besar 15 ; panjang tubuh 4,9 – 5,2 mm. Terutama di Kalimantan. ………Schedorhinotermes tarakensis Oshima.
13.a. Jumlah ruas antenna, prajurit 14 -16 ; panjang kepala prajurit (termasuk Mandibel) 2,4 – 2,6 mm. Jenis yang terbesar. ……….Coptotermes curvignathus Holmgren.
b. Jumlah ruas antenna, prajurit 13 -15 ; panjang kepala prajurit 1,8– 2,1 mm. Mandibel. Relative pendek, kira-kira sepanjang setengah panjang kepala……….Coptotermes travians Holmgren
c. Jumlah ruas antenna, prajurit 15 -18 ; panjang kepala prajurit 2,0 – 2,2 mm. Mandibel lebih panjang dari C. travians Holmgren. ………Coptotermes haviland Holmgren ………...C. javanicus Kemner
d. Jumlah ruas antenna, prajurit 13 -14 ; panjang kepala prajurit 1,6– 1,7 mm. Jenis terkesil diantara Coptotermes……… ………...Coptotermes kalshoveni Kemner
14.a. Panjang kepala prajurit besar (dengan mandible), 6,5 – 7,1 mm, prajurit kecil 4,4 – 4,6 mm. kepala berwarna coklat muda kemerah-merahan. Di Indonesia terdapat di Sumatera…………Macrotermes malaccenis (Haviland)
b. Kepala prajurit berwarna coklat tua kehitam-hitaman. Panjang kepala prajurit besar 8,0 mm, prajurit kecil 5,0 – 5,2 mm. Terdapat di Sumatera…………Macrotermes carbonarius (Hagen)
c. Warna kepala Prajurit coklat merah .Panjang kepala prajurit besar 4,8 – 5,5 mm, prajurit kecil 3,0 – 3,4 mm. Terdapat di seluruh Indonesia……….Macrotermes gilvus Hagen
15.a. Antena Prajurit, 17 ruas, jenis besar, sedang dan kecil dengan lebar kepala 1,0 – 1,5 mm ...16
b. Antena Prajurit, 16 ruas, lebar kepala + 0,8 mm, jenis kecil……….Odontermes indrapurensis Holmgren
c. Antena Prajurit, 15 ruas lebar kepala + 1,0 mm, jenis kecil………. ………Odontermes sarawakensis Holmgren
16.a. Jenis besar ; panjang kepala (dengan mandible) prajurit 3,7 – 4,2 mm, lebar 1,9 – 2,4 mm ...17
b. Jenis sedang ; panjang kepala prajurit 3,1 – 3,5 mm, lebar 1,5 – 1,7 mm……….Odontermes makassarensis Kemner
17.a. Mandible kiri prajurit, bergigi besar, terletak ditengah………. Odontermes bogoriensis Kemner
b. Mandible kiri prajurit, bergigi kecil, tumpul dan terletak lebih pada pihak pangkal………Odontermes grandiceps Holmgren
18.a. Labrum (bibir atas) prajurit memanjang sampai ke gigi mandible kiri; gigi mandible runcing ……. Odontermes javanicus Holmgren
Lanjutan lampiran 5
Lampiran 6. Kepadatan (KP), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!) dan Indeks Dominasi Simpson (C!)
1. Kepadatan Populasi (KP)
KP =
2. Kerapatan Relatif (KR)
KR = x 100%
3. Frekuensi Kehadiran (F)
F =
4. Frekuensi Relatif (FR)
Lanjutan lampiran 6
5. Indeks Keragaman Shanon-Wiener (H!)
H! = - ∑ pi ln pi
= - ∑ 1 ln 1
= 0
6. Indeks Dominasi Simpson
C! = ∑ (pi)
= ∑ (1)
2
= 1