UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJADI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI
(STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG KABANJAHE)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Oleh
L I DI A T A R I G AN 080200355 HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJADI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI
(STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG KABANJAHE)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Oleh
080200355 L I DI A T A R I G AN
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
DR.HASIM PURBA,S.H,M.HUM
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Tan Kamello,S.H.,MS Zulfi Chairi,S.H.,MH
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Bank garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi jaminan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pelaksanaan bank garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe, dan penyelesaian bank garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe jika nasabah wanprestasi.
Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis normatif. Data hasil penelitian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada “ the one and only Jesus Christ” untuk
semua berkat,karunia dan talenta tak terkira dalam pribadi penulis sehingga terwujud
harapan penulis dengan selesainya penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar sarjana (S1) dari Departemen Hukum Perdata BW Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan
karena adanya keterbatasan waktu,tenaga,biaya dan pengetahuan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun bagi penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak,tentulah penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana. oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dekan Prof.Dr.RUNTUNG SITEPU,SH,M.HUM
2. Bapak Pembantu Dekan I Prof.Dr.BUDIMAN GINTING,S.H,M.HUM
3. Bapak Pembantu Dekan II SYARIFUDDIN HASIBUAN,S.H,MH DFM
4. Bapak Pembantu Dekan III MUHAMMAD HUSNI,S.H,MH
5. Bapak Dr.HASIM PURBA,S.H,M.HUM sebagai Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Prof.Dr TAN KAMELO,S.H.,MS dan Ibu ZULFI CHAIRI,S.H.,MH
yang telah sabar membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini
7. Prof.Dr.RISNAWATI SINULINGGA sebagai dosen agama Fakultas Hukum
Sumatera Utara yang banyak memberikan motifasi dan semangat serta bantuan
8. Seluru staf dan karyawan tata usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
9. Bapak H.BAHTIAR selaku pimpinan bank bni cabang Kabanjahe, kak Murni
dan pak Sembiring yang telah meluangkan waktunya dan bertukar pikiran
dengan penulis dan telah memberikan data-data yang menyangkut penulisan
skripsi penulis
10.Khusus kepada ayahanda tercinta Drs.TERATUR TARIGAN dan ibunda
tersayang Dk.SITI AMINAH BR PERANGIN-ANGIN,S.E,MSP dan abangku
PRIMSAHTA TARIGAN S.IP serta edaku ANGELA CHRISTIE
LATRESIA PURBA yang telah memberikan dukungan semangat baik secara
moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
11.Bulang ku Prof.Dr.RAJANIN BANGUN dan keluarga yang telah memberikan
tumpangan serta banyak arahan serta doa bagi penulis
12.Untuk teristimewa “ DEDY” serta teman-temanku khusus nya stambuk 2008
desi,rany, rikson,hery, serta teman-teman sie dana panitia natal 2011 fakultas
hukum( jandri,hariyanto,ranto)dan semua pihak yang mustahil saya sebutkan
satu persatu yang telah berjasa kepada saya. Kiranya Tuhan YME membalas
kebaikan mereka.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Metode Penelitian ... 8
1. Jenis Penelitian ... 9
2. Data dan Sumber Data ... 9
3. Teknik Pengumpul Data ... 10
4. Analisis Data ... 10
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB I I. PERANAN DAN FUNGSI BANK GARANSI DALAM PRAKTEK PERJANJIAN KREDIT BANK ... 13
A. Tinjauan Umum Bank Garansi ... 13
1. Fungsi dan Manfaat Bank Garansi... 13
2. Prosedur Pemberian Bank Garansi ... 18
3. Jenis-jenis Bank Garansi ... 23
B. Pemberian Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank .. 29
1. Subjek Hukum Dalam Pembeian Bank Garansi ... 29
2. Perjanjian Kredit dan Pemberian Bank Garansi ... 30
BAB III. AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT ... 44
A. Wanprestasi Dalam Perjanjian ... 44
B. Akibat Hukum yang Timbul dari Wanprestasi ... 50
C. Keadaan Memaksa ... 53
BAB I V. PENYELESAIAN BANK GARANSI OLEH BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE JIKA NASABAH WANPRESTASI ... 57
A. Pelaksanaan Bank Garansi pada PT. BNI Cabang Kabanjahe ... 57
B. Hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht ... 69
C. Berakhirnya Bank Garansi ... 74
D. Upaya Bank jika terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Bank Garansi ... 79
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
A. Kesimpulan ... 83
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
ABSTRAKSI
Bank garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi jaminan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pelaksanaan bank garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe, dan penyelesaian bank garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe jika nasabah wanprestasi.
Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis normatif. Data hasil penelitian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana
masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada
penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi seperti itu dapat dikatakan
sebagai “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dalam peningkatan standar
taraf hidup.1
Fungsi lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen pembayaran untuk
barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat efisien dan aman. Fungsi ini akan
berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa instrumen yang
digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar oleh semua pihak
dalam suatu transaksi dan transaksi ikutannya. Tanpa adanya kepercayaan, maka fungsi
dimaksud tidak akan berjalan.
2
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya
disebut UU Perbankan), ditentukan mengenai usaha bank umum meliputi:3
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
1
A. Totok Budi, Sigit Trihandaru, dan Y, Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hal. 16.
2
Ruddy Trisantoso, Kredit Usaha Perbankan. Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hal. 25. 3
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; 2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan suratsurat dimaksud; 3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5) Obligasi; 6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penjelasan Pasal 6 huruf n UU Perbankan ditentukan kegiatan lain yang
yang ditentukan dalam Pasal 6 UU Perbankan, yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.4
Kegiatan lain yang lazim tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan
dengan UU Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Usaha lain ini
diantaranya, berupa Bank Garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga,
membantu administrasi nasabah dan lain-lain.5
Bank Garansi dipandang dari aspek hukumnya disebut borgtocht. Bank Garansi
sudah lama dikenal sebagai lembaga penjaminan atas hutang atau kewajiban debitur
(nasabah) kepada penerima jaminan (pihak ketiga), dimana tentunya prinsip-prinsip
perbankan dan kehati-hatian diterapkan dalam menganalisa permohonan Bank Garansi
oleh debitur.6
Pasal 1 angka 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB tanggal 28 maret 1979 tentang pemberian Jaminan oleh Bank
dan Pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan bank, menyebutkan: “Jaminan
adalah warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang
4
Penjelasan Pasal 6 huruf n selengkapnya berbunyi, ”Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan Bank Garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah dan lain-lain”.
5
Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 460.
6
mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila
jaminan pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi).”
Untuk lebih memudahkan dalam memahami siapa saja yang terlibat di dalam
sebuah Bank Garansi ini, maka sebenarnya dalam Bank Garansi itu sendiri, ada 3 (tiga)
pihak yang terlibat di dalamnya yaitu:7
1. Pihak penjamin yaitu pihak yang memberikan jaminan (pihak bank atau debitur);
2. Pihak terjamin yaitu pihak yang dijamin (nasabah atau kreditur); dan
3. Pihak penerima jaminan yaitu pihak yang menerima jaminan (pihak ketiga).
Sehubungan dengan itu, Bank Negara Indonesia sebagai bank umum (milik
pemerintah) dalam upaya meningkatkan profitabilitas melalui ekspansi kredit secara
sehat, dan untuk mencapai struktur pendapatan Bank Rakyat Indonesia yang sehat
sebagai bank komersial. Maka, salah satu sarana yang digunakannya dalam
meningkatkan profitabilitas tersebut adalah melakukan kegiatan pelayanan Bank
Garansi.
Bank Garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank
tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada
penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan
penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima
jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi
7
jaminan tersebut. Selengkapnya mengenai Bank Garansi lebih jelasnya dapat dipahami
berikut ini:
Bank Garansi (borgtocht) adalah jaminan yang diberikan oleh bank untuk
kepentingan nasabah, yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepada penerima jaminan (pihak ketiga) bahwa bank akan memenuhi kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban) kepada penerima jaminan, sesuai yang telah diperjanjikan.8
Menjamin dalam arti bahwa bank sebagai pemberi jaminan akan memenuhi
kewajiban sesuatu hal tertentu, jika yang dijamin (penerima jaminan atau pihak ketiga)
tidak melaksanakan kewajibannya.9
Bank Garansi ini diberikan kepada nasabah yang akan melakukan suatu usaha
yang tidak membutuhkan kredit dari bank, tetapi dalam bentuk jaminan dari bank.
Bank Garansi dalam hal ini diperlukan guna melayani kebutuhan nasabah (masyarakat)
antara lain dalam usaha pembelian, usaha dalam bidang ekspor dan impor, jaminan
dalam pelaksanaan proyek properti seperti bagi pengusaha real estate.
Bank Garansi juga disebut sebagai kredit sindikasi atau Syndicated Loan karena
memiliki kesamaan dalam hal sama-sama bertujuan untuk membiayai suatu proyek
yang membutuhkan modal yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswahjudi
A. Karim, bahwa:
8
Surat Edaran Bank Rakyat Indonesia No: S. 10-DIR/ADK/04/2003, ditetapkan di Jakarta tanggal 4 April 2003, hal. 2.
9
”Kredit sindikasi ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal.10
Bank Garansi terjadi terjadi jika bank selaku penanggung, diwajibkan untuk
menanggung pelaksanaan pekerjaan tertentu atau menanggung dipenuhinya
pembangunan atau proyek tertentu kepada kreditur (bank) manakala debitur
(nasabah) wanprestasi.11
Dasar hukum Bank Garansi adalah perjanjian penanggungan (borgtocht) yang
diatur dalam KUH Perdata terdapat pada Pasal 1820 s/d 1850. Untuk menjamin
kelangsungan Bank Garansi, maka bank sebagai penanggung mempunyai “hak
istimewa“ yang diberikan undang-undang, yaitu untuk memilih salah satu,
menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata atau Pasal 1832 KUH Perdata. Pasal 1831 KUH
Perdata, dinayatakan bahwa, “Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si
berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus
lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.” Sedangkan Pasal 1832 KUH
Perdata disebutkan bahwa, “Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda
si berutang lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya…”.
Perbedaan kedua pasal tersebut menjelaskan, bahwa jika bank menggunakan
Pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cedera janji, si penjamin dapat meminta
10
Iswahjudi A. Karim., Kredit Sindikasi, Karimsyah Law Firm, Jakarta, 2005, hal. 2. 11
benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu. Sedangkan jika
menggunakan Pasal 1832 KUH Perdata, bank wajib membayar Bank Garansi yang
bersangkutan segera setelah timbul cedera janji dan menerima tuntutan pemenuhan
kewajiban (klaim).
Dalam Bank Garansi, pihak bank atau kreditur atau pemberi jaminan wajib
mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi yang bersangkutan, agar
pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima garansi mengetahui dengan jelas
ketentuan mana yang dipergunakan dan begitu pula pihak terjamin atau nasabah atau
kreditur wajib mematuhi dengan cara mengikatkan diri kepada perjanjian di dalam
Bank Garansi yang telah disepakati terlebih dahulu.
Dengan memberikan Bank Garansi berarti bank telah membuat pengakuan atau
janji secara tertulis kepada penerima jaminan atau pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah wanprestasi dengan
membayar sejumlah uang tertentu. Dalam hubungan transaksi ini jelas bahwa dengan
pemberian Bank Garansi, resiko yang dihadapi oleh penerima atau pihak ketiga
tersebut diambil alih oleh bank (pemberi jaminan). Sebagai kompensasi atas
kesanggupan mengambil alih resiko tersebut, bank sebagai pemberi jaminan itu harus
mendapatkan fee (provisi) dan meminta kontra garansi dari nasabah (sebagai pihak
yang dijamin oleh bank) dalam jumlah yang memadai sesuai dengan perhitungan bisnis.
Berdasarkan paparan di atas, bahwa Bank Garansi sangat berperan dalam
diperkirakan menghambat berbagai faktor. Maka bank sebagai pemberi jaminan
tersebut, harus mengambil alih sesuai dengan yang diperjanjikan. Tentu akan
menimbulkan berbagai aspek hukum yang harus dikaji dan diteliti sebagai kontribusi
terhadap proses penyelesaian Bank Garansi tersebut.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
masalah yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah:
1) Pelaksanaan Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank
Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe.
2) Hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht
3) Berakhirnya Bank Garansi
4) Upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Bank Garansi
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit
bank di PT. Bank Negara Indonesia(persero)Tbk. Cabang Kabanjahe
2. Untuk mengetahui hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht
4. Untuk mengetahui upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Bank
Garansi
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yang berguna
sebagai berikut:
1. Secara teoretis. Penelitian mengenai Bank Garansi ini bermanfaat dalam
meningkatkan pemahaman mengenai Bank Garansi secara utuh dan lengkap
bagi pembaca dan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang
berhubungan dengan Bank Garansi ini. Para pembaca dapat lebih memahami
jenis jaminan yang dibutuhkan dalam Bank Garansi.
2. Secara praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi para pihak yang melakukan
perjanjian Bank Garansi baik pihak pemberi jaminan (penjamin atau nasabah
atau kreditur), pihak penerima jaminan (pihak ketiga seperti kontraktor), dan
pihak Bank sebagai debitur sebagai pelaku bisnis khususnya dalam bidang
perjanjian atau kontrak barang dan jasa tertentu dalam pelaksanaan
pembangunan, sehingga dapat dengan mudah melakukan indentifikasi
D. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.12 Sedangkan penelitian
merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara
sistematis, metodologis dan konsisten.13 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan
cara menganalisisnya.14
1. Jenis Penelitian
Dengan demikian, metode penelitian adalah suatu upaya
ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode
tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
2. Data dan Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang Hukum Perdata,
Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-12
Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 94.
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijnjauan Singkat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 1.
14
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Surat Edaran BRI NOSE:
S.10-DIR/ADK/04/2003 tentang Bank Garansi tanggal 29 April 2003;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang
relevan dengan objek telaahan penelitian.15
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan majalah
mingguan juga menjadi tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang
memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research).
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literatur yang
relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selain data kepustakaan,
sebahagian data diperoleh dari Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.
4. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif kemudian
dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan
15
antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian
dinyatakan secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan
dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang
dimaksud.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas gagasan dari peneliti sendiri juga melalui masukkan
yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang
telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, penelitian tentang, ”Upaya Hukum Yang Dilakukan Bank Apabila Terjadi
Wanprestasi Terhadap Perjanjian Bank Garansi (Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe)” ternyata belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya, maka dengan demikian penelitian ini sangat jauh dari unsur plagiat.
Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan di dalam penelitian ini terdiri dari lima bagian dengan
uraian sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Merupakan bagian awal yang menguraikan mengenai latar belakang,
jenis penelitian, data dan sumber data serta analisis data, keaslian penelitian
serta sistematika penulisan.
Bab II : Peranan dan Fungsi Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank
Merupakan kajian dari berbagai sumber tentang tinjauan umum pemberian
Bank Garansi dengan penjelasan mengenai prosedur pemberian Bank
Garansi, jenis-jenis Bank Garansi, serta larangan dan pembatasan dalam
pemberian Bank Garansi. Selanjutnya di dalam bab ini juga diuraikan
tentang pemberian Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit yang
menguraikan mengenai subjek hukum dalam pemberian Bank Garansi, dan
perjanjian kredit/ pemberian Bank Garansi.
Bab III : Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit
Merupakan kajian dari berbagai sumber tentang wanprestasi dalam
perjanjian, wanprestasi dalam Bank Garansi, akibat hokum yang timbul dari
wanprestasi, serta keadaan memaksa.
Bab IV : Penyelesaian Bank Garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe
jika Nasabah Akibat Wanprestasi
Merupakan uraian hasil penelitian tentang pelaksanaan Bank Garansi di BNI
Cabang Kabanjahe, hubungan antara Bank Garansi dengan borgtocht,
berakhirnya Bank Garansi, serta upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Merupakan bagian akhir dari penulisan dengan menyajikan beberapa
kesimpulan hasil penelitian serta saran-saran yang berhubungan dengan
BAB II
PERANAN DAN FUNGSI BANK GARANSI DALAM PRAKTEK
PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Tinjauan Umum Bank Garansi
1. Fungsi dan Manfaat Bank Garansi
Sebagaimana telah disebutkan diatas, dalam perjanjian Bank Garansi terdapat
tiga pihak saling terkait, dan bagi masing-masing pihak, Bank Garansi mempunyai
fungsi tersendiri.Bagi pihak Bank, penerbitan Bank Garansi merupakan salah satu
sumber pendapatan bank.Dari penerbitan Bank Garansi tersebut, pihak bank
memperoleh pendapatan dari provisi, biaya administrasi, serta bunga yang dikenakan.
Selain itu, bank juga dapat mengopersikan dana jaminan Bank Garansi (deposit) yang
diserahkan oleh nasabah di bidang perkreditan.
Bagi pihak terjamin, Bank Garansi berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan
jaminan kepercayaan bahwa ia akan melaksanakan prestasi sesuai dengan yang telah
diperjanjikan. Hal ini berarti bank menunjang nasabah agar bisnis atau kegiatan
usahanya berjalan dengan baik dan lancar.
Bagi pihak penerima jaminan, Bank Garansi berfungsi sebagai suatu jaminan
untuk terlaksananya suatu prestasi yang telah diperjanjikan.Bank Garansi merupakan
jaminan penanggungan atas resiko yang akan timbul apabila debitur melakukan
wanprestasi.
Dari sisi lain, masyarakat juga dapat memetik manfaat dari transaksi Bank
pembangunan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya Bank
Garansi, maka transaksi jual-beli barang dapat terjadi diantara pihak-pihak yang belum
saling percaya, arus pemasukan barang dari luar negeri atau daerah lain menjadi semakin
lancar, dan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek juga semakin lancar.
a. PerananBank Garansi
Bank Garansi merupakan pranata hukum dibidang perbankan yang diperlukandan
biasanya dilakukan dalam rangka memperlancar lalu lintas barang dan jasa.Peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan,diantaranyaUndang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUndang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Peraturan lebih lanjutberkaitan dengan Bank
Garansi adalah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesianomor 23/72/KEP/DIR,
tanggal 28 Februari 1991 tentang pemberian garansi olehbank, berikut Surat Edaran
Bank Indonesia nomor 23/5/UKU, tanggal 28 Februari1991 perihal pemberian
garansi oleh bank, dan Surat Keputusan Direksi BankIndonesia nomor
23/88/KEP/DIR, tanggal 18 Maret 1991 tentang pemberian garansioleh bank,
selanjutnya dalam pemberian Bank Garansi pada setiap bank umum terkenaketentuan
Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sebagaimana ditentukan dalamSurat
Edaran Bank Indonesia nomor 7/14/DPNP, tanggal 18 April 2005 perihal :Batas
Maksimum Pemberian Kredit Umum, Peraturan Bank Indonesia
nomor7/2/PBI/2005,tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
BankUmum, berikut Peraturan Bank Indonesia nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30
7/2/PBI/2005tentang penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum ketentuan ini bertujuan
bahwa dalammelaksanakan pembiayaan bank harus tetap mengelola risiko kredit
danmeminimalkan potensi kerugian yaitu dengan menjaga kualitas aktiva
danmembentuk penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.
Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
23/5/UKUtanggal 28 Februari 1991 pada angka 1 menyebutkan bahwa pentingnya
Bank Garansisebagai sarana untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa serta
perdagangansurat-surat berharga. Selanjutnya Bank Garansi pada asasnya
memberikan suatujaminan atas pembayaran sejumlah uang yang melibatkan tiga
pihak yaitu bank,pihak yang dijamin dan pihak penerima jaminan, kemudian dalam
prakteknya Bank Garansi memberikan hak tuntut atau klaim apabila dari pihak yang
dijaminwanprestasi, maka pihak penerima atau pemegang jaminan tetap
mendapatkanpembayaran walaupun tagihannya kemudian ditentang oleh pihak yang
dijamin.
Bank Garansi merupakan suatu perjanjian yang dikenal dengan ungkapan
“bayardahulu, bicara kemudian (eerst betalen, dan praten)”.Dengan menggunakan lembagagaransi bank, tidak diperlukan adanya suatu uang jaminan (waarborgsom).16
16
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.393.
Denganadanya perjanjian Bank Garansi, maka bank harus membayar kepada pihak
yangdijamin, hal ini sebagaimana telah diputuskan pada arrest 13 Juni 1980, HR 12
“Tujuan dari suatu Bank Garansi sebagai bagian dari lalu lintas internasionaladalah bahwa bank atas permintaan pertama dari pihak penerima jaminan, dansemata-mata karena pemberitahuan, bahwa klien (pihak yang dijamin) telahmelakukan wanprestasi, dengan segera membayar jumlah uang kepada pihakpenerima jaminan sebesar yang diberitahukan kepada bank, tanpa menelitilebih lanjut adanya alasan wanprestasi yang dikemukakan. Hal mana tidakmenutup kemungkinan bagi hakim atau arbiter yang berwenang untukmeneliti lebih lanjut mengenai wanprestasi tersebut, tetapi hanya sebatasprosedur pembayaran atas jumlah yang telah dibayarkan oleh pihak yangdijamin terhadap pihak penerima jaminan, tetapi bukan mengenai prosedurdari pihak yang dijamin terhadap bank.17
b. Tujuan pemberian Bank Garansi
Tujuan pemberian Bank Garansi oleh pihak bank kepada sipenerima jaminanatau
yang dijaminkan adalah sebagai berikut :
1) Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar
transaksinasabah.
2) Bagi pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian bila pihak
yangdijaminkan melalaikan kewajibannya, karena pemegang akan mendapat
gantirugi dari pihak perbankan.
3) Menumbuhkan rasa saling percaya antara pemberi jaminan, yang dijaminkandan
yang menerima jaminan.
4) Memberikan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha baik, bagi bankmaupun
bagi pihak lainnya,
5) Bagi bank disamping keuntungan yang diatas juga akan memperolehkeuntungan
dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta jaminan lawanyang
17
diberikan.18
c. FungsiBank Garansi
Disamping itu Bank Garansi memiliki sifat tertentu yangmana Bank
Garansi hanya berlaku untuk satu kali transaksi yaitu sampaidengan tanggal
berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan sesuai denganklausul yang tercantum
dalam suratBank Garansi yang bersangkutan. Bank Garansi tidak dapat
diperpanjang, tetapi dapat diajukan permohonan olehnasabah untuk diperbaharui
atas persetujuan tertulis dari pemegang Bank Garansi.
Bank Garansi sebagai jaminan pelaksanaan adalah merupakan salah jasa
yangdiberikan oleh bank, dimana bank memberikan jaminan kepada penerima
jaminan,jika pihak yang dijamin wanprestasi, dengan tujuan memberikan fasilitas gunamenunjang usaha nasabah yang akan melakukan transaksi yang tidak
membutuhkanuang kontan atau fasilitas kredit dari bank. Dengan demikian bagi
masing-masing pihak,Bank Garansi mempunyai fungsi dan meperoleh manfaat yaitu :
1) Bagi kreditor (penerima jaminan), Bank Garansi berfungsi sebagai
jaminanterlaksananya pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian.
2) Bagi debitor (terjamin), Bank Garansi berfungsi sebagai sarana
mendukunguntuk memberikan jaminan kepercayaan kreditor (penerima
jaminan), bahwaprestasi yang menjadi hak kreditor akan tetap terpenuhi pada
waktunya,sekalipun ia sendiri berhalangan untuk memenuhinya. Fungsi Bank
Garansiseperti ini memperlancar terjadinya transaksi yang dibuatnya.
18
3) Bagi bank (penjamin), Bank Garansi berfungsi sebagai salah satu sarana
untukmemberikan bantuan fasilitas berbentuk jaminan untuk
membantumemperlancar transaksi yang dibuat oleh nasabah dan kreditornya
danmemperoleh keuntungan dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah
sertadengan adanya jamanan lawan yang diberikan, maka kredibilitas bank
jugaakan meningkat dimata para nasabahnya.19
2. Jenis-jenis Bank Garansi
Namun kenyataannya
dalammasyarakat Bank Garansi sangat membantu kelancaran usaha
disebabkanuntuk menjadi rekanan dalam menjalankan pekerjaan pada
proyek-proyekpemerintah persyaratannya harus menyerahkan Bank Garansi, hal
inimenunjukkan bahwa Bank Garansi sangat berperan dalam aktivitas
duniausaha.
Sebagaimana disebutkan dalam Ketentuan Bank Indonesia bahwa Bank
Garansiadalah :garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang
mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila
yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Dalam hal ini hanya akan menguraikan 4
(empat) jenis Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank dalam bentuk warkat yang
diberikan kepada nasabahnya adalah sebagai berikut :
a) Bank Garansi untuk jaminan tender dalam negeri (tender bid bond)
19
Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank bagi nasabahnya agar dapat
mengikuti tender atau penawaran atas suatu proyek. Terjadi cidera janji
(wanprestasi) apabila yang terjamin (nasabah bank) tidak menerima penunjukan
untuk melaksanakan proyek padahal ia telah dinyatakan sebagai pemenangnya
oleh bouwheer atau pemberi proyek.
b) Bank Garansi untuk jaminan pelaksanaan (performance bond)
Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin kepastian
(mutu dan ketepatan) pengerjaan suatu proyek atau untuk menjamin
performance salah satu pihak dalam suatu transaksi.Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila pihak dijamin (nasabah bank) tidak melakukan
pekerjaannya sesuai dengan waktu dan kualitas atau mutu kerja yang
diperjanjikan atau mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya.
c) Bank Garansi untuk jaminan penerima uang muka (payment bond).
Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pembayaran
terlebih dahulu telah diterima oleh pemohon Bank Garansi dari pemilik proyek
(bouwheer) atau pemberi order, baik dalam bentuk uang muka, pembayaran termin, maupun keseluruhan nilai proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi)
apabila terjamin (nasabah bank) tidak melaksanakan kewajibannya untuk
melaksanakan atau mengerjakan proyek yang telah diberikannya, padahal ia
d) Bank Garansi pemeliharaan (Retention bond).
Yaitu Bank Garansi yang diberikan kepada pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Bank Garansi:
1) Waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian pokok;
2) Waktu berlaku dan berakhirnya Bank Garansi;
3) Waktu terjadinya cidera janji yang secara sah masih dapat ditanggung oleh Bank
Garansi;
4) Waktu selambat-lambatnya untuk pengajuan claim oleh tertanggung.20
Bagi penerima Bank Garansi.
Namun
demikian pihak penerima Bank Garansi dan pihak terjamin juga perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pastikan keaslian dan keabsahan Bank Garansi dengan cara menghubungi
bank penerbit.
b. Periksa masa berlaku Bank Garansi sesuai dengan jangka waktu proyek
anda.
c. Periksa dan pahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan anda melakukan
klaim apabila diperlukan.
20
Bagi pihak yang dijamin Bank Garansi.
1. Perhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan Bank
Garansi.
2. Laksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak
penerima jaminan sehingga tidak terjadi claim atas Bank Garansi yang diterbitkan.
3. Proses penerbitan Bank Garansisama halnya dengan proses pemberian
kredit, sehingga perlu menjelaskan usahanya terbuka kepada bank.21
3. Prosedur Pemberian Bank Garansi
Pada dasarnya, setiap pengeluaran atau penerbitan Bank Garansi mengandung
suatu resiko bagi Bank, antara lain ialah :
a) Resiko nama baik (name risk), dimana Bank sebagai penjamindipercaya karena reputasi Bank tersebut juga karena Bank sebagailembaga kepercayaan
masyarakat.Oleh karena itu, Bankharus sangatberhati-hati karena jika nasabah
wanprestasi maka pihak penerimajaminan dapat saja menilai bahwa penilai Bank
terhadap si terjaminkurang baik.
b) Resiko kredit, jika terjadi wanprestasi maka Bank berkewajibanmencairkan dana
sejumlah Bank Garansi setelah melalui prosedurpencarian Bank Garansi,
selanjutnya juga sebelum Bank Garansimerupakan kredit tidak langsung (non funded) dengan adanyawanprestasi yang menimbulkan claim maka berubah
21
menjadi keditlangsung. Oleh karena itu pada penerbitan Bank Garansi
jugamenimbulkan resiko kredit.
c) Resiko liquiditas, dimana resiko ini kemungkinan terjadi jika seluruhBank Garansi yang diterbitkan oleh Bank diclaim secara serentak ataupada waktu yang bersamaan.
Mengingat bahwa setiap pengeluaran atau penerbitan Bank Garansimengandung
suatu resiko bagi bank, selayaknyalah sebelummengeluarkan atau menerbitkan Bank
Garansi, terlebih dahulu Bank harusmengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Bank
Garansi.Berdasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.27/7/UKU tanggal18 Maret
1990 angka 10, sebelummengeluarkan atau menerbitkan Bank Garansi, terlebih dahulu
Bank harus mengetahui :
1) Bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.
2) Meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijarnin sehingga dapatdiberikan
garansi yang sesuai.
3) Menilai jumlah garansi yang akan diberikan
4) Menilai kemampuan bank sendiri untuk memberikan Bank Garansi.
5) Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk rnemberikankontra garansi
yang sesuai dengan kemungkinan terjadi resiko.
Setelah dilakukan analisis oleh bank, pada umumnya bank-bank apabila
layakuntuk diberikan Bank Garansi sesuai dengan permohonannya, bank akan
oleh bank,bahwa foto copy surat persetujuan tersebut ditandatangani oleh debitor
yangmenyetujui atas syarat-syarat yang ditentukan oleh bank tersebut.
Adapun isi surat persetujuan tersebut adalah merupakan syarat-syarat umumyang
diberikan bank kepada nasabahnya, antara lain :
1) Besarnya plafond Bank Garansi yang disetujui; 2) Jenis dan jangka waktu penggunaan Bank Garansi;
3) Biaya-biaya yang harus dibayar;
4) Tata caraclaim;
5) Barang-barang jaminan yang diminta.
Selanjutnya setelah disetujui isi surat pertujuan bank oleh pemohon, maka
surattersebut foto copynya ditandatanganinya, kemudian dikirimkan kembali kepada
banktersebut.Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian Bank Garansi dalam
prakteknyabank-bank harus memenuhi syarat-syarat minimum yang ditentukan oleh
BankIndonesia, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank
IndonesiaNomor:23/72/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991, yang telah diedarkan dengan
SuratEdaran Bank Indonesia Nomor : 23/5/UKU, tanggal 28 Februari 1991
tentangpemberian Bank Garansi oleh bank yaitu sebagai berikut :
1. Judul “garansi bank” atau “Bank Garansi”.
2. Nama dan alamat bank pemberi garansi bank.
3. Tanggal penerbitan Bank Garansi.
4. Jenis transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan bank.
6. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya Bank Garansi.
7. Penegasan batas waktu pengajuan claim.
8. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan
terlebihdahulu menyita dan menjual benda-benda siberutang untuk melunasi
hutangnyasesuai dengan Pasal 1831 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, atau
pernyataanbahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk menuntut
supayabenda-benda siberutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi
hutang-hutangnyasesuai dengan Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Kontra garansi atau kontra jaminan yang cukup maksudnya adalah :"Kontra
jaminan yang diminta oleh bank dari pemohon Bank Garansi mempunyai nilai yang
memadai untuk menanggungkerugian yang mungkin dipikul oleh bank apabila
pemberianBank Garansi pada saatnya harus benar-benardirealisir atau dicairkan”.22
Mengenai cara memperoleh Bank Garansimenurut Thomas Suyatno, adalah
sebagai berikut:23
1. Menjadi nasabah bank.
2. Mengajukan permohonan Bank Garansi secara tertulis.
3. Dengan permohonan tersebut, bank akan mengeluarkan suratperjanjian Bank Garansi untuk ditandatangani.
4. Memberikan jaminan lawan (kontra garansi) yang dapat berupa:
a) Uang tunai yang disetorkan kepada bank.
b) Dana giro yang dibekukan.
c) Deposito.
22
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1992, hal. 79.
23
d) Surat-surat berharga.
e) Harta kekayaan yang berupa harta bergerak, tidak bergerak, harta tak berwujud, harta kekayaan lain yang dapat diterima oleh bank.
Dalam hal penerbitan Bank Garansidi Bank Negara Indonesia Cabang
Kabanjahe,dilakukan melalui pembukaan fasilitas Bank Garansi.Nasabah harus
mempunyai fasilitas Bank Garansi, jika tidakmaka nasabah harus menyetor dana
sebanyak 100% dari nilai Bank Garansiyang diminta (Cash collateral).Pada dasarnya, Bank Garansimerupakan fasilitas kredit, tetapi kreditdalam bentuk non funded atau kredit tidak langsung, dimana jikaterjadi claim maka berubah menjadi funded atau kredit langsung.Oleh karena itu, prosedur Bank Garansijuga seperti prosedur kredityang
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Permohonan
Tahap ini rnerupakan awal dari proses pemberian kredit dimana Bank menerima
surat permohonan atau instruksi penerbitan Bank Garansidari nasabah, kemudian
diverifikasi atau disyahkan dan diparaf atau ditandatangani oleh seksi verifikasi dan
dokurnen.Menerima lampiran dokumen lainnya seperti telex, undangan tender atau
lelang, surat penetapan pemenang tender sesuai dengan kebutuhan dari setiap jenis
fasilitas. Memeriksa plafond dan outstanding fasilitas Bank Garansiuntuk mengetahui apakah jumlah Bank Garansi yang akan dibuka masih dalam batas
plafond yang yang diberikan terhadap debitur yang bersangkutan pada kartu fasilitas Bank Garansi.
Pada tahap ini Account Officermembuat usulan pemberian fasilitaskredit pada Komite Kredit yang diakhiri dengan persetujuan ataupenolakan atas usulan tersebut.
Jika masih dalam batas plafond dibubuhi stempel “DILAKSANAKAN BANK
GARANSI”, ditulis dan dicantumkan nomor di surat permohonan nasabah dan
dicantumkan nomor register serta tanggal jatuh tempo ke dalam buku register.
Selanjutnya setelah kredit rnemorandum disetujui oleh komite kredit, maka Account Ofiicer rnembuat dan mengirimkannya kepada calon debitur.Apaliila calon debitur menyetujui, offering letter atau surat penawaran tersebutditandatangani dan diserahkan kembali kepada Account Officer, dan dokumen Credit Memorandum
dan Offering Letter dikirim ke Legal Officer untuk proses pengikatan.
Untuk persetujuan kredit yang resiko kreditnya relatif kecil, makaCredit Memorandum cukup dilampirkan dengan financial memorandum singkat yang menjelaskan tentang keadaan umum perusahaan (pemegang saham, management, dan lain-lain), sifar transaksi berikut resiko-resikoyang ada pada transaksi tersebut,
cara pengembalian kredit serta APR yang akan dihasilkan.
3Tahap Pengikatan
4 Tahap Pelaksanaan
4. Larangan dan Pembatasan dalam Pemberian Bank Garansi
Beberapa larangan yang tidak diperbolehkan dalam pemberian Bank Garansi
a) Untuk melindungi serta memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat yang
menerima Bank Garansi maka bank tidak boleh memuat :
1) Syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya Bank Garansi
tersebut.
2) Ketentuan bahwa Bank Garansi dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak,
misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.
3) Kata-kata yang dapat diartikan perubahan tanggal berakhirnya Bank Garansi.
b) Bank dilarang memberikan Bank Garansi untuk kredit yang diberikan atau untuk
dana yang diterima oleh bank lain.
c) Bank dilarang memberikan jaminan :
1) Dalam rupiah untuk kepentingan bukan penduduk.
2) Dalam valuta asing baik untuk penduduk atau bukan penduduk.
d) Bank asing dilarang memberikan Bank Garansi untuk perusahaan yang di luar
Jakarta.
e) Bank umum dan bank pembangunan pemerintah dilarang memberikan Bank
Garansi jangka menengah dan panjang kepada pengusaha non pribumi dalam
rangka pengadaan barang modal.
Larangan tersebut bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dan bank dalam
melaksanakan asas-asas perbankan yang sehat, serta untuk menjaga kepercayaan
terhadap Bank Garansi itu sendiri.24
24
Pemberian ataupun penerbitan Bank Garansi terdapat adanya larangan dan
pembatasan.Adanya larangan dan batasan ini bertujuan untuk melindungi serta
menjamin rasa kepastian hukum dan kepentingan masyarakat (nasabah) agar bank-bank
dalam pemberian garansi selalu berpedoman dan melaksanakan asas-asas perbankan
serta untuk menjaga kepercayaan terhadap Bank Garansi itu sendiri.
Bank hanya diperkenankan memberikan Bank Garansi sesuai dengan
kemampuan keuangannnya. Berdasarkan hal tersebut dan mengingat bahwa dalam setiap
pemberian Bank Garansi selalu terkandung unsur resiko, Bank Indonesia menentukan
pembatasan Bank Garansi sebagaiberikut :
a. Pemberian garansi dalam rangka penerimaan kredit luar negeri hanya
diperbolehkan dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan pemberian Bank
Garansi dimaksud tidak melebihi 20 % dari modal. Dalam pengertian jumlah
keseluruhan tersebut termasuk pula garansi yang dikeluarkan oleh kantor-kantor
bank di luar negeri.
b. Pemberian garansi atas permintaan bukan penduduk hanya diperkenankan
apabila disertai dengan :
1) Kontra garansi yang cukup dari bank di luar negeri yang bonafid, dalam pengertian bahwa bank tersebut bukan termasuk cabang dari bank yang
bersangkutan di luar negeri.
c. Pemberian garansi dikenakan ketentuan tentang batas maksimum pemberian
kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal minimum ( KPMM ). BMPK
yang ditetapkan saat ini adalah :
1) 20 % dari modal sendiri bank untuk fasilitas pemberian kredit yang disediakan
bagi satu debitur.
2) 20 % dari modal sendiri bank untuk fasilitas pemberian kredit yang disediakan
bagi suatu debitur grup.
Fasilitas pemberian kredit adalah semua fasilitas kredit yang disediakan oleh
bank, baik yang langsung dapat digunakan maupun fasilitas yang setiap saat dapat
ditarik, serta fasilitas pemberian garansi dan penyertaan bank pada perusahaan yang
bersangkutan.Pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi
dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank, juga sanksi berupa kewajiban
membayar sebesar 3 % sebulan dari nilai nominal pelanggaran BMPK.25
B. Pemberian Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank
Bank Garansi diberikan oleh bank dilakukan dengan asas-asas perbankan yang
sehat dengan mengacu kepada prinsip kehati-hatian bank yang dikenal dengan
prudential banking, dalam arti bank tidak boleh melakukan bisnis yang mengandung unsur spekulatifnya tinggi. pemberianBank Garansi prakteknya perlakuannya sama
dengan pemberian kredit, akan tetapi bentuk kreditnya yang wujudnya bergantung pada
suatu keadaan tertentu diwaktu yang akan datang.
25
1. Subjek Hukum Dalam Pemberian Bank Garansi
Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon), namun dalam pemberian Bank Garansi pada prakteknya subjek hukum yaitu :
a) Perorangan dan perusahaan perorangan.
b) Badan usaha dan badan hukum.
Untuk badan usaha ini terbagi 2 yaitu:
1) Badan usaha yang tidak berbadan hukum;
2) Badan usaha yang berbadan hukum
Selanjutnya untuk itu terhadap pemilikan perusahaan dikelompokkan menjadi :
a) Perusahaan swasta yang dimiliki oleh pengusaha swasta;
b) Perusahaan Negara yang dimiliki oleh Negara atau badan usaha milik Negara
(BUMN).
Menurut Soenawar Soekowati bahwa, subjek hukum adalah manusia yang
berkepribadian hukum (legal personality) dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.26
Selanjutnya mengenai badan hukum R.Subekti mengatakan bahwa badan hukum
adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan
perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri,dapat digugat atau
menggugat didepan hakim.27
26
Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni Bandung, 1991, hal. 7. 27
2. Perjanjian Kreditdan PemberianBank Garansi
Suatu perjanjian atau persetujuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yaitu suatu persetujuan atau suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata), selanjutnya dalam hal ini J.Satrio mengatakan bahwa suatu perjanjian
harus ada dua pihak yang saling berhadap hadapan dan sama-sama melakukan tindakan
hukum28 oleh karena itu kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan
adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, kehendak itu yang dituangkan
dalam perjanjian mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya.29 Suatu
perjanjian dalam praktek kenotariatan, penandatanganan akta dapat dilakukan oleh
seorang penghadap, keadaan demikian belum tentu bahwa perjanjian tersebut tidak
memenuhi unsur “dua orang (pihak) atau lebih” perjanjian tetap terjadi walau yang
bertindak hanya seorang diri, yakni dalam hal seorang (penghadap) yang selain
bertindak untuk dirinya sendiri, juga bertindak dalam kedudukan pihak lain misalnya,
mewakili berdasarkan kuasa.30
Dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan :
Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
28
J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti,hal.11.
29
Suharnoko, 2009, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana.hal.3-4. 30
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal;
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam :
a) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian
(unsur subjektif).
b) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian
(unsur objektif).
Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak
yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.Sedangkan
unsur objektif meliputi keberadaan dari suatu hal tertentu atau pokok persoalan yang
merupakan objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal yang disepakati untuk
dilaksanakan sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum.Untuk itu apabila tidak
terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut adalah dapat dibatalkan jika
tidak dipenuhinya unsur subjektif dan batal demi hukum jika tidak terpenuhinya unsur
objektif.31
Dalam pemberian fasilitas kredit dan atau Bank Garansi kepada nasabahnya,
pertama-tama dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan, jika bank
menganggap bahwa permohonan tersebut layak untuk diberikan atau terlaksananya
pemberian kredit atau Bank Garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakan
persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit atau Bank Garansi. Salah
31
satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian
kredit adalah bunyi Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan, disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, dengan demikian maksud pembentuk
undang-undang untuk mengharuskan hubungan kredit dibuat perjanjian tertulis, namun
untuk lebih jelasnya ketentuan undang-undang tersebut harus dikaitkan dengan Instruksi
Presidium Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 dan Instruksi
Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang
menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib
mempergunakan atau membuat akad perjanjian kredit.32
Sehubungan dengan itu yang paling penting diadakannya perjanjian kredit adalah
filosofi dari keharusan adanya perjanjian kredit atas setiap pemberian kredit atau Bank
Garansi kepada nasabahnya. Selanjutnya untuk pemberian Bank Garansi, perjanjian
Bank Garansi adalah merupakan hal yang sangat penting karena apabila Bank Garansi
tersebut diterbitkan oleh bank kemudian dilakukan klaim oleh pihak penerima Bank
Garansi atau pihak ketiga (bouwheer), maka Bank Garansi tersebut akan otomatis berubah menjadi pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada nasabahnya.
2.2. Jenis-jenis perjanjian kredit atau Bank Garansi
Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit atau pemberian Bank
Garansiyaitu :
32
1) Perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang dibuat dibawah tangan.
Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit atau Bank Garansi dibawah tangan
adalah perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang dibuat diantara
mereka dan perjanjian kredit atau Bank Garansi tanpa dihadapan Notaris.Bahkan
penerapan dalam prakteknya bahwa dalam penandatangannya yang dipersiapkan
oleh bank tanpa adanya saksi yang turut serta dalam membubuhkan
tandatangannya.
(a) Kelemahan;
Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit atau pemberian Bank
Garansi di bawah tangan antara lain ; Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi
wanprestasi oleh debitor, pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka debitor yang bersangkutan menyangkali
atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan
hukum perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang telah dibuat
tersebut, dalam Pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
disebutkan bahwa jika seorang memungkiri tulisan atau tandatangannya,
hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau
tandatangannya diperiksa dimuka pengadilan, yang mana formulirnya telah
disediakan oleh bank (form standar atau baku), maka tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu
kepentingan pengikatan bukan tidak mungkin kredit atau pemberian Bank
perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam perjanjian
dalam bentuk blangko atau kosong, kelemahan ini pada hakekatnya akan
merugikan bank jika suatu saat berperkara dengan nasabahnya.
Sehubungan dengan itu untuk menyempurnakan permulaan pembuktian
tulisan sebagaimana diatur dalam Pasal 1902 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dalam suatu peristiwa atau hubungan hukum menurut
undang-undang hanya dapat dibuktikan dengan tulisan atau akta, namun alat bukti
tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai pembuktian tulisan,
penyempurnaan pembuktiannya dapat ditambah dengan saksi.33
(b) Arsip atau File surat asli
Pada dasarnya merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat
dibawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit atau Bank
Garansi yang dibuat dibawah tangan aslinya hilang karena sebab apapun,
bank tidak memiliki arsip atau file asli, hal ini akan membuat posisi bank
akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan.
(c) Isian blangko perjanjian
Dalam hal perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi dilakukan
dibawah tangan, kemungkinan terjadi debitor mengingkari atau memungkiri
isi perjanjian, hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit
atau pemberian Bank Garansi, form blangkonya telah disiapkan bank, sehingga debitor atau pemohon Bank Garansi dapat mengelak bahwa yang
33
bersangkutan pada waktu menandatangani blangko kosong, sehingga tidak
mengetahui isi perjanjian tersebut.
2) Perjanjian kredit atau Bank Garansi yang dibuat dihadapan Notarisdan akta
otentik.
Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi
notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit atau Bank Garansi oleh bank
kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan Notaris.34
Sehubungan dengan itu bahwa kekuatan pembuktian formil pada akta otentik
dijelaskan dalam Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa
segala keterangan yang tertuang didalamnya adalah benar diberikan dan
disampaikan penandatangan kepada pejabat yang membuatnya, untuk itu
kebenaran yang tercantum didalamnya benar dari orang yang menandatanganinya,
tetapi juga meliputi kebenaran formil yang dicantum oleh pejabat pembuat akta
yaitu mengenai tanggal yang tertera didalamnya, dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris Nomor 30 tahun 2004,Pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Notaris Dalam Pasal
1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : bahwa suatu akta
otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu ditempat dimana akta dibuatnya, dari penjelasan Pasal 1868 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata bahwa akta otentik dibuat oleh atau dihadapan pejabat
yang berwenang dalam hal ini disebut pejabat umum.
34
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau atau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.35 Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3917
K/Pdt/1986, dapat ditarik kesimpulan, pada dasarnya apa yang tertuang dalam
akta notaris, harus dianggap benar merupakan kehendak para pihak.36Berkaitan
dengan yang tersebut diatas bahwa notaris adalah sebagai pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana disebutkan dalam pasal 1
angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.37
2.3. Komposisi perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi
Dalam prakteknya komposisi perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi
pada umumnya terdiri dari empat bagian yaitu :
1 Judul perjanjian
Dalam prakteknya judul yang dipergunakan oleh bank-bank tidak ada
keseragaman antara satu bank dengan bank lainnya,
2 Komparisi
35
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT.Refika Aditama, Bandung, 2008, hal.73. 36
M.Yahya Harahap, Op.cit., hal.567. 37
Yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang atau pihak
yang bertindak mengadakan perbuatan hukum, penuangannya adalah berupa :
a) Uraian terperinci tentang identitas meliputi nama, tempat tanggal lahir,
kewarga negaraan, pekerjaan, dan domisili para pihak.
b) Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari para
pihak dan kedudukan para pihak.
c) Isi perjanjian.
Yaitu merupakan bagian dari perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi
yang di dalamnya dimuat hal-hal yang diperjanjikan.
d) Penutup.
Yaitu merupakan bagian atau dimuatnya hal-hal :
1) Pilihan domisili hukum para pihak.
2) Tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani.
3) Tanggal mulai berlakunya perjanjian
4) Isi perjanjian pemberian Bank Garansi.
Perjanjian pemberian Bank Garansi harus memuat 5 (lima) syarat minimal yaitu :
1 Besaran atau nominal Bank Garansi yang diterbitkan.
2 Jangka waktu Bank Garansi.
3 Klausula covenant.
4 Biaya-biaya yang harus dibayar nasabah.
5 Barang jaminan.
7 Terjamin tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia serta kelaziman perbankan.
8 Terjamin memberi kuasa yang tak dapat dicabut kembali kepada bank untuk
sewaktu-waktu mencairkan jaminan lawan guna melunasi hutang terjamin sebagai
akibat dilaksanakannya pembayaran Bank Garansi maupun hutang lainnya yang
timbul sehubungan dengan pemberian Bank Garansi tersebut.38
Oleh karena itu apabila dikembangkan lebih lanjut, isi dari perjanjian pemberian
Bank Garansi yang termuat pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
a) Klausul mengenai besaran atau nominal Bank Garansi
Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas maksimum
kewajiban bank untuk membayar klaim kepada penerima atau pemegang Bank
Garansi.Dan berapa besar klaim yang dibayar oleh bank, maka sebesar jumlah itu
yang menjadi fasilitas kredit oleh nasabah bank yang bersangkutan.
b) Klausul mengenai jangka waktu Bank Garansi
Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas waktu bagi bank
untuk menyediakan dana apabila terdapat klaim, batas waktu bagi nasabah
adanya jaminan dari bank dan batas waktu pemegang Bank Garansi untuk
melakukan klaim kepada bank penerbit Bank Garansi.
c) Klausul covenant
Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal,antara lain :
38
1) Adanya syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh
nasabah sebelum bank berkewajiban untuk Bank Garansi tersebut kepada
nasabah yang selanjutnya menyerahkan kepada bouwheer.
2) Adanya janji-janji nasabah untuk melakukan hal-hal tertentu selama
perjanjian pemberian Bank Garansi masih berlaku
d) Klausul biaya-biaya yang harus dibayar nasabah
Klausul ini penting karena hanya dari biaya-biaya inilah bank memperoleh
pendapatan dari pemberian Bank Garansi. Tidak adanya pembebanan bunga pada
pemberian Bank Garansi karena tidak adanya cash out (pengeluaran dengan tunai) oleh bank kepada nasabah, cash out terjadi setelah adanya klaim dari pemegang Bank Garansi. Adapun biaya-biaya tersebut adalah provisi dan
administrasi.
e) Klausul barang jaminan.
Klausul ini sangat penting karena apabila terjadi klaim atas Bank Garansi
tersebut, bank akan mengeluarkan dana klaim yang harus dibayar kepada
pemegang Bank Garansi. Dengan demikian dana yang dikeluarkan tersebut
tercover (tertutupi) oleh suatu jaminan yang telah diikat sebelumnya oleh bank dalam suatu perjanjian pemberian Bank Garansi.
2.5. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Bank Garansi
Jika suatu bank bersedia untuk menerbitkan suatu Bank Garansi berarti bank
apabila pihak terjamin dikemudian hari tidak memenuhi prestasinya (wanprestasi)
kepada pihak yang menerima jaminan sebagaimana dengan yang telah diperjanjikan
sebelumnya.
Ditinjau dari segi hukum, pola hubungan tersebut di atas pada hakekatnya
merupakan perjanjian borgtocht atau perjanjian penangguhan. Perjanjian penangguhan
atau borgtocht pengaturannya dapat ditemukan pada KUH Perdata dalam buku ketiga
bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Substansi borgtocht atau perjanjian ini
adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga, guna kepentingan kreditur berjanji dan
mengikat diri akan memenuhi kewajiban debitur, jika si debitur sendiri tidak mungkin
atau tidak sanggup memenuhi kewajiban yang diperjanjikan. Mengenai yang demikian
ini pengaturannya terdapat pada Pasal 1820 KUH Perdata.
Dalam pemberian Bank Garansi, bank sebagai pihak yang memberikan jaminan
yang akan menggantikan kedudukan pihak yang lalai atau yang melakukan wanprestasi
untuk memenuhi kewajiban memberikan prestasinya menurut perjanjian kepada pihak
penerima jaminan. Dalam hal ini bank yang mengikat diri untuk memenuhi kewajiban
terjamin pada pihak ketiga atau pihak penerima jaminan apabila terjadi wanprestasi.
Melihat dari sudut keterkaitan bank, Bank Garansi merupakan suatu pengakuan
atau perjanjian tertulis dimana bank bersedia untuk mengikatkan diri kepada penerima
jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan
terjamin dikemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak
penerima jaminan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi penerima Bank Garansidalam pemberian
garansi bank adalah:39
1. Memastikan keaslian dan keabsahan Bank Garansi dengan cara menghubungi
bank penerbit;
2. Memeriksa masa berlaku Bank Garansi sesuai dengan jangka waktu proyek; dan
3. Memeriksa dan memahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan pihak
penerima Bank Garansi melakukan claim apabila diperlukan.
Sedangkan bagi pihak yang dijamin Bank Garansi, hal yang perlu diperhatikan
adalah:40
a). Memperhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan Bank
Garansi;
b). Dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak
penerima jaminan sehingga tidak terjadi klaim atas Bank Garansiyang diterbitkan;
c). Proses penerbitan Bank Garansisama halnya dengan proses pemberian kredit,
sehingga pihak yang dijamin perlu menjelaskan usaha tersebut secara terbuka
kepada Bank. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa garansi bank diterbitkan oleh
perbankan untuk meminjam pelaksanaan prestasi yang dijanjikan terjamin
39
H.R. Daeng Naja, Op. cit., hal. 162. 40