• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengobatan Sifilis Dengan Azitromisin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengobatan Sifilis Dengan Azitromisin"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOBATAN SIFILIS DENGAN AZITROMISIN

DERYNE ANGGIA PARAMITA

198311112009122004

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

GAMBARAN KLINIS 3

SIFILIS PRIMER 3

SIFILIS SEKUNDER 3

SIFILIS LATEN 4

SIFILIS TERSIER 4

DIAGNOSIS SIFILIS 5

PENGOBATAN SIFILIS 5

AZITROMISIN UNTUK SIFILIS 9

RESISTENSI MAKROLID TERHADAP TREPONEMA PALLIDUM 14

KESIMPULAN 15

(3)

PENGOBATAN SIFILIS DENGAN AZITROMISIN

PENDAHULUAN

Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum,1 suatu spirokaeta mikroaerofilik yang hanya menginfeksi manusia dan primata lainnya.2 Sifilis dikatakan unik karena diantara infeksi menular seksual lainnya, sifilis dapat menyebabkan manifestasi sistemik yang luas.3

Infeksi biasanya didapat melalui kontak seksual dengan lesi yang terinfeksi atau cairan tubuh, yang jarang, dapat melalui transplasental dari ibu ke janin atau dari transfusi darah, inokulasi dari kecelakaan, atau tusukan dari benda yang terkontaminasi seperti yang digunakan untuk mentato. Transmisi melalui seks oral terjadi pada lebih kurang 13 persen dan seperlima atau sepertiga pada pria yang berhubungan seksual dengan pria.2,3

Frekuensi sifilis di seluruh dunia bervariasi sesuai wilayah, tingkat insidensi tertinggi adalah pada Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang diikuti dengan Afrika SubSahara. Wilayah berikutnya adalah di Amerika Latin dan Karibia.4

(4)

Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius. Treponema masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk kedalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam melalui pembuluh darah, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda tanda klinis dan serologis belum jelas pada saat itu. Sekitar 3 minggu (10-90 hari) setelah Treponema masuk, ditempat masuk pada tubuh timbul lesi primer berupa tukak. Tukak akan muncul selama 1-5 minggu kemudian akan menghilang. Enam minggu kemudian (antara 2 minggu – 6 bulan) timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan menghilang sekitar 2-6 minggu karena penyembuhan spontan. Kemudian perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten dimana tidak dijumpai tanda-tanda klinis. Masa laten dibagi 2 yaitu, laten dini dan laten lanjut. Dimana pada laten dini dibawah satu tahun saja yang masih dapat menularkan penyakit. Setelah melalui fase laten penyakit akan lanjut ke bentuk tersier.1

(5)

Kekambuhan pada sifilis sekunder sebanyak 23,5%, seperempat dari kasus tersebut terjadi kekambuhan yang berulang-ulang, dan 90% dari penderita terjadi kekambuhan pada tahun pertama.1 Sifilis menyebabkan kematian dari 11 % pasien pada penelitian di Oslo.2

GAMBARAN KLINIS

Sifilis Primer

Pada tempat penetrasi Treponemal setelah masa inkubasi 10-90 hari (rerata 3 minggu) terbentuk makula kemerahan yang akan berubah menjadi papul dan menjadi tukak dengan ulkus ditengahnya. Tukak dijumpai bulat atau oval dengan diameter 1 cm, dengan batas tegas, regular, lunak dan pinggir yang kenyal.1,2 Pada pria heteroseksual tukak akan terdapat pada penis, sedangkan pada pria homoseksual dapat dijumpai pada lubang anal, mulut dan genitalia eksternal. Pada wanita umum dijumpai pada leher rahim dan labia.3,4 Lesi primer biasanya berhubungan dengan limfadenopati regional yang dapat bilateral atau unilateral.1,4 Apabila tidak diobati tukak akan bertahan selama 1-6 minggu dan akan menghilang dalam 1-2 minggu setelah pengobatan dan sembuh tanpa parut.2

Sifilis Sekunder

(6)

Lalu pada papula daerah intertriginosa akan bergabung menjadi lesi yang sangat infeksius yang dikenal dengan kondilomata lata.1,4

Sifilis Laten

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif.2,4 Sifilis laten dapat menjadi keadaan yang menetap, atau kemudian dapat relaps menjadi sifilis sekunder, atau berubah menjadi bentuk tersier.2

Sifilis Tersier

Lebih kurang sepertiga dari pasien dengan sifilis laten akan berkembang menjadi sifilis tersier, terdapat 3 bentuk dari stadium ini yaitu, sifilis benigna, kardiovaskular dan neurosifilis.2

Sifilis benigna ditandai dengan lesi granulamatosa, yang dikenal dengan gumma, terutama dijumpai pada kulit, tulang, dan hati, tetapi dapat dijumpai di organ lain. Gumma dapat pecah dan membentuk ulkus, lama kelamaan akan menjadi fibrotik. Lesi ini tidak infeksius.3,4

Sifilis kardiovaskular terjadi 10 tahun setelah infeksi primer, pada era antibiotik sudah sangat jarang dijumpai. Manifestasi yang paling utama adalah pembentukan aneurisma pada aorta asending, yang terjadi karena inflamasi kronik dari destruksi vasa vasorum yaitu pembuluh darah yang memperdarahi dinding arteri besar.3,4

(7)

DIAGNOSIS SIFILIS

Sifilis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan material dari chancre dengan menggunakan mikroskop khusus yang dikenal mikroskop lapangan gelap. Jika terdapat Treponema pada sediaan, akan terlihat pada mikroskop lapangan gelap. 1,5

Pemeriksaan darah adalah cara lain dalam memeriksa sifilis, antibodi terhadap Treponema akan terbentuk ketika seseorang terinfeksi. Kadar antibodi yang rendah akan dapat

menetap didalam darah seseorang, untuk beberapa bulan sampai tahun bahkan setelah penderita sukses diterapi.5 Kadar antibodi diperiksa dengan menggunakan tes Direct Fluorescence Antibody. Pemeriksaan serologi dapat berupa VDRL, TPHA atau FTA-ABS, RPR.2

PENGOBATAN SIFILIS

Pengobatan sifilis menurut European Guidelines on the Management of Syphilis pada tahun 2008, yang dikeluarkan pada saat pertemuan IUSTI.6

Sifilis awal (primer, sekunder dan laten awal) :

1. Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM (masing-masing 1.2 juta unit pada tiap bokong) pada hari pertama

2. Penisilin prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari

Untuk pasien dengan alergi penisilin atau menolak pengobatan secara parenteral :

1. Doksisiklin 200 mg perhari ( 100 mg 2 kali sehari atau dosis tunggal 200 mg) oral selama 14 hari

2. Tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari selama 14 hari 3. Azitromisin 2 gr oral sebagai dosis tunggal

(8)

1. Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM setiap minggu pada hari 1,8, dan 15 2. Penisilin prokain 600.000 unit IM tiap hari selama 17-21 hari

Pengobatan alternatif meliputi :

1. Doksisiklin 200 mg perhari selama 21-28 hari 2. Tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari selama 28 hari 3. Eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama 28 hari

Neurosifilis simptomatis dan asimptomatis, pengobatan lini pertama :

1. Penisilin benzil 12-24 juta unit IV perhari, 3-4 juta unit tiap 4 jam selama 18-21 hari 2. Penisilin benzil 0.15 juta unit/kg/hr IV, dibagi dalam 6 dosis (tiap 4 jam ) selama 10-14

hari

3. Penisilin prokain 1.2-2.4 juta unit IM perhari ditambah Probonecid 500 mg 4 kali sehari, keduanya selama 10-17 hari

Alergi pada penisilin atau menolak pengobatan secara parenteral : 1. Doksisiklin 200 mg 2x sehari selama 28 hari

(9)

Tabel 2a. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 7)

Ket : P = Sifilis primer NS = Neurosifilis

(10)

Tabel 2b. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 7)

(11)

S = Sifilis sekunder LL = Laten akhir (Late latent) E = Sifilis awal (early) EL = laten awal (Early latent)

AZITROMISIN UNTUK SIFILIS

Penisilin tetap menjadi obat pilihan dalam mengobati sifilis, walaupun reaksi alergi potensial dan perlunya pemberian secara parenteral terkadang membatasi penggunaannya.8 Keuntungan lainnya dari jenis obat ini adalah dari segi ekonomis yang murah dan kurangnya masalah dengan ketaatan pasien.9 Tetrasiklin direkomendasikan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Eritromisin dianggap kurang efektif dibandingkan penisilin atau tetrasiklin dan direkomendasikan hanya pada pengobatan pada sifilis awal (tetapi tidak akhir) hanya ketika dipantau secara ketat untuk 1 tahun atau lebih. Durasi pengobatan yang panjang (15-30 hari), perlunya pemberian dosis sebanyak 2 sampai 4 kali sehari, dan intoleransi gastrointestinal atau efek samping membuat terapi dengan regimen yang terdiri dari tetrasiklin atau eritromisin menjadi masalah.8

Azitromisin adalah antibiotik makrolid yang masuk kedalam grup azalide, merupakan derivat dari eritromisin dengan menambahkan atom nitrogen kedalam cincin laktat dari eritromisin A.10 Yang mempunyai waktu paruh panjang sampai 68 jam di jaringan dan telah digunakan sebagai terapi dosis tunggal untuk infeksi menular seksual termasuk infeksi klamidia, uretritis nongonokokal, kankroid dan gonore.11 Pada penelitian secara invitro didapati bahwa azitromisin aktif melawan Treponema pallidum dan efektif dalam mengobati sifilis pada kelinci secara eksperimental.8

(12)

bakteriostatik, konsentrasi yang tinggi beberapa kali dibanding konsentrasi inhibisi minimum berkontribusi terhadap aktivitas bakterisidal dari azitromisin.10,12 Karena adanya perbedaan dalam jalur pembentukan protein manusia dan bakteri, maka antibiotika makrolid tidak mengganggu produksi protein pada manusia. Karena waktu paruhnya yang panjang, azitromisin biasanya diberikan dalam dosis satu kali.12

Beberapa keuntungan azitromisin antara lain10 ; 1. Efektivitas lebih dibandingkan antibiotik lain

2. Tidak seperti makrolid lainnya, azitromisin tidak berikatan dengan sitokrom P-450 pada hati, menyebabkan obat ini mempunyai potensi yang rendah untuk berinteraksi dengan obat lainnya

3. Mempunyai konsentrasi pada jaringan yang tinggi sehingga aktivitas antimikrobialnya yang terus menerus

4. Karena transportasinya dengan menggunakan sel darah putih, azitromisin mempunyai bahayang unik untuk aktivitas target nya pada tempat infeksi. Pada jaringan yang terinfeksi azitromisin mencapai konsentrasi yang tinggi dan bertahan setelah 5 sampai 7 hari setelah dosis yang terakhir

5. Kepatuhan pasien dalam memakan obat yang baik, dimana pada infeksi menular seksual diberikan dalam dosis tunggal

Kerugian dan efek samping dari azitromisin10,12 ;

1. Makanan akan mengurangi absorpsi azitromisin

(13)

Penelitian yang mempublikasikan penggunaan azitromisin dalam pengobatan sifilis pertama sekali dilakukan oleh Verdon, dkk pada tahun 1994.8 Penelitian ini adalah penelitian terbuka dan tanpa pembanding yang dilakukan pada pasien sifilis primer yang didiagnosis setelah ditemukannya chancre dan pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dijumpai Treponema pallidum, dan pada pasien sifilis sekunder yang didiagnosis apabila RPR dan

MHA-TP reaktif atau ditemukan ruam khas, kondilomata lata atau mucous patches. Dosis yang digunakan adalah 500 mg peroral yang diberikan sekali sehari untuk 10 hari, diberikan setidaknya 2 jam setelah makan. Dari 13 subyek penelitian yang menyelesaikan penelitian selama pengamatan 6 bulan didapati kesembuhan pada 11 pasien. Satu pasien mengalami kegagalan, dan satu pasien tetap reaktif. Kesimpulan yang diambil dari penelitian bahwa azitromisin dapat merupakan pilihan alternatif antibiotik yang efektif setelah penisilin pada pasien sifilis primer dan sekunder dengan HIV-seronegatif.

(14)

Mashkilleyson, dkk14 melakukan penelitian diluar Amerika Serikat pada 100 pasien dengan sifilis awal yang diterapi dengan 1 atau 2 regimen azitromisin: 500 mg peroral perhari selama 10 hari atau 500 mg peroral 2 hari sekali selama 11 hari. Sebagai pembanding adalah pasien sifilis yang mendapat eritromisin dan penisilin. Pada kelompok yang mendapat azitromisin didapati bukti klinis dan serologi hilangnya penyakit dalam waktu yang sesuai dan tidak ditemukannya sifilis tersier setelah pengamatan 4 tahun.

Penelitian Gruber, dkk14 pada 12 pasien dari 14 pasien (85.7%) yang mengikuti penelitian dengan sifilis primer dan sekunder, yang diberi pengobatan azitromisin 1 gr dosis tunggal kemudian diikuti 500 mg peroral perhari selama 8 hari, didapati serologi nonreaktif setelah 6 bulan.

Hook, dkk11 pada tahun 2001 melakukan penelitian acak, dengan pembanding yang membandingkan pengobatan sifilis antara penisilin G benzatin dengan 2 regimen oral azitromisin pada pasien sifilis awal (primer, sekunder atau laten awal). Pasien diacak untuk dimasukkan kedalam 3 grup. Grup pertama mendapat azitromisin 2 gr peroral dosis tunggal, grup kedua azitromisin 4 gr dosis terbagi peroral yang diberikan dengan jarak 6-8 hari, dan grup terakhir penisilin G benzatin 2.4 juta unit dosis tunggal atau terbagi secara IM. Dari 60 peserta yang menyelesaikan penelitian didapati 94 % pasien pada grup pertama memberikan respon yang baik, sedangkan pada grup kedua 83% dan grup ketiga 86 %. Kesimpulan penelitian ini, bahwa terapi oral dengan 2 gr azitromisin dosis tunggal atau 2 dosis yang terpisah 1 minggu adalah terapi alternatif yang menjanjikan.

(15)

penilaian kesembuhan dengan pemberian masing-masing obat tersebut atau digabung bersamaan. Dinilai 10 bulan kemudian untuk melihat apakah ada penurunan seroversion atau penurunan titer sampai 4 kali. Pada kesimpulan didapati penurunan titer pada 18 % peserta ketika mendapat penisilin tunggal, penurunan titer pada 17 % peserta pada pasien yang mendapat azitromisin tunggal dan penurunan titer pada 65 % peserta apabila digabungkan pemberian penisilin G benzatin dengan azitromisin. Sebagai kesimpulam azitromisin tunggal atau dengan kombinasi dengan penisilin mendapat tingkat kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan pemberian penisilin tunggal pada kasus dengan titer yang tinggi.

Penelitian yang dipublikasikan oleh New England Journal of Medicine pada tahun 2005 oleh Riedner, dkk 9 di Tanzania membandingkan azitromisin dosis tunggal dengan penisilin G benzatin. Dari total 328 peserta yang mengikuti penelitian dengan 25 peserta menderita sifilis primer dan 303 dengan titer serologi sifilis yang tinggi. Peserta diacak dalam 2 grup penelitan, masing-masing menerima penisilin G benzatin 2.4 juta unit IM dan grup selanjutnya menerima 2 gr azitromisin dosis tunggal. Pada grup azitromisin dijumpai kesembuhan sebanyak 97.7 % dan 95 % pada grup penisilin G benzatin. Penulis menyimpulkan bahwa azitromisin dosis tunggal efektif dalam mengobati sifilis dan dapat berguna pada negara berkembang dimana penggunaan injeksi penisilin G benzatin adalah suatu masalah.

Oral antibiotik dengan azitromisin memberikan alternatif untuk pengobatan sifilis pada negara berkembang, menurut David Mabey dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, di Inggris bahwa pada masa sekarang dimana HIV banyak berkembang, pemberian

(16)

RESISTENSI MAKROLID TERHADAP TREPONEMA PALLIDUM

Resistensi makrolid pada T. pallidum pertama sekali dilaporkan di Amerika Serikat pada pria dengan sifilis sekunder yang mendapat pengobatan selama 30 hari dengan eritromisin yang gagal diterapi pada saat dirawat inap. Strain T. pallidum yang diisolasi dari pria ini menunjukkan adanya mutasi titik pada gen 23S ribosomal RNA (rRNA), pada daerah target dari makrolid.17

Penelitian yang dilakukan oleh Lukehart, dkk menemukan adanya mutasi pada kedua kopi gen 23S rRNA pada T. pallidum yang diisolasi dari 22 % sampel penelitian di San Fransisco, 11 % dari Baltimore, 13 % dari Seattle, dan 88 % dari Dublin, Irlandia. Hampir semua menunjukkan mutasi pada tempat yang sama pada sampel yang diambil dari pasien laki-laki yang berhubungan dengan laki-laki.18 Azitromisin terbukti infektif pada kelinci yang terinfeksi dengan T. pallidum yang mengandung mutasi ini.17 Dari satu laporan yang dikeluarkan oleh Klausner, dkk19 bahwa prevalensi dari mutasi ini pada laki yang berhubungan dengan laki-laki yang mendapat sifilis awal adalah meningkat dari 0 % sampai 56 % dari tahun 2000-2004.

Sampai awal tahun 2007 prevalensi resistensi dari azitromisin terhadap isolat T. pallidum tidak diketahui. Karena kurangnya pemeriksaan rutin untuk resistensi, tetapi adanya beberapa laporan tentang resitensi azitromisin terhadap Treponema maka penggunaan azitromisin yang luas adalah tidak bijak.20 Resistensi makrolid terhadap T. pallidum telah ditemukan dimana saja, salah satunya pada pria yang berhubungan seksual dengan pria di Amerika Utara dan Dublin. Timbul harapan bahwa keadaan resistensi ini tidak akan menyebar secara cepat melalui satu jaringan seksual ke jaringan seksual lainnya. Adalah bijak untuk tetap memperhatikan dan memantau dengan cermat penggunaan azitromisin untuk sifilis awal.21

(17)

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang bersifat sistemik yang disebabkan Treponema pallidum. Penyakit sifilis yang tidak diobati akan menjadi sifilis primer, sekunder, laten dini,

sifilis tingkat lanjut yaitu sifilis kardiovaskular, benigna dan neurosifilis. Menurut European Guidelines on The Management of Syphilis pada tahun 2008, pengobatan sifilis dibagi

berdasarkan stadium penyakitnya. Untuk sifilis awal Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM (masing-masing 1.2 juta unit pada tiap bokong) pada hari pertama atau Penisilin prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari. Untuk pasien dengan alergi penisilin atau menolak pengobatan secara parenteral dapat diberikan Doksisiklin 200 mg perhari (100 mg 2 kali sehari atau dosis tunggal 200 mg) oral selama 14 hari atau Tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari selama 14 hari atau Azitromisin 2 gr oral sebagai dosis tunggal.

Azitromisin adalah antibiotik makrolid yang masuk kedalam grup azalide yang merupakan derivat eritromisin. Pada penelitian secara invitro didapati bahwa azitromisin aktif melawan T. pallidum dan efektif dalam mengobati sifilis pada kelinci secara eksperimental.

Penggunaan azitromisin untuk sifilis dilakukan pertama sekali pada tahun 1994, dengan menggunakan 500 mg azitromisin peroral sekali sehari selama 10 hari untuk sifilis primer. Sejak saat itu azitromisin telah dicobakan dengan berbagai dosis untuk sifilis primer, sifilis dalam inkubasi dan mulai dari 500 mg peroral perhari selama 10 hari, 500 mg peroral 2 hari sekali selama 11 hari, 1 gr dosis tunggal dan 2 gr peroral dosis tunggal. Hasil dari penelitian kesemuanya memberikan hasil yang memuaskan dengan dijumpainya serologi yang non reaktif.

(18)

Resistensi azitromisin ditemukan pertama sekali di Amerika Serikat, dimana ditemukannya mutasi titik pada kedua kopi gen 23S rRNA pada daerah target dari makrolid. Mutasi ini meningkat dari 0% - 56 % dari tahun 2000-2004 tetapi sampai tahun 2007 tidak ditemukan prevalensi yang pasti. Ditemukannya resistensi terhadap azitromisin telah banyak ditemukan sehingga penggunaan yang luas dan tanpa pemantauan yang cermat adalah tidak bijak.

DAFTAR RUJUKAN

(19)

2. Sanchez MR. Syphilis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1955-77

3. Augenbraun M. Syphilis. In: Klausner JD, Hook EW, eds. Current Diagnosis & Treatment Sexually Transmitted Diseases. Chicago: McGraw-Hill; 2007. p. 119-129 4. Diaz MM. Syphilis. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/786191-print. Last update February 24, 2010 5. CDC Syphilis Fact Sheet. Available from :

http://www.cdc.gov/std/Syphilis/STDFact-Syphilis.htm. Last update September 16, 2010 6. French P, et al. IUSTI: 2008 European Guidelines on the Management of Syphilis.

Journal of STD & AIDS 2009;20:300-309

7. WHO. Review of Current Evidence and Comparison of Guidelines for Effective Syphilis Treatment in Europe. Available from :

http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0010/69760/e81699.pdf.

8. Verdon MS, Handsfield HH, Johnson RB. Pilot Study of Azithromycin for Treatment of Primary and Secondary Syphilis. Clinical Infectious Diseases 1994;19;486-8

9. Riedner G, et al. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. N Eng J Med 2005;353:12:1236-44

10. Azithromycin. Available from :

(20)

11. Hook EW, et al. A Randomized, Comparative Pilot Study of Azithromycin Versus Benzathine Penicillin G for Treatment of Early Syphilis. Sex Transm Dis 2002;29:8:486-90

12. Ogbru O, Marks JW. Azithromycin. Available from :

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=863. Last update April 3, 2008

13. Edward EW, Stephens J, Ennis DM. Azithromycin Compared with Penicillin G Benzathine for Treatment of Incubating syphilis. Ann Intern Med 1999;131:6:434-437 14. Augenbraun MH. Treatment of Syphilis 2001: Nonpregnant Adults. Clinical Infectious

Diseases 2002:35(Suppl 2):S187-S190

15. Kiddugavu MG, et al. Effectiveness of Syphilis Treatment Using Azithromycin and/or Benzathine Penicillin in Rakai, Uganda. Sex Transm Dis 2005;32:1:1-6

16. Quirk M. Oral Azithromycin for Syphilis. The Lancet 2005;5:676

17. Stamm LV, et al. In Vitro Assay to Demonstrate High-Kadar Erythromycin Resistance of Clinical Isolate of Treponema pallidum. Antimicrob Agents Chemother 1988;32:164-9 18. Lukehart SA, et al. Macrolide Resistance in Treponema pallidum in the United States and

Ireland. N Engl J Med 2004;351:2:154-8

(21)

20. Sparling FP, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Clinical Manifestations of Syphilis. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, eds. Sexually Transmitted Disease. 4th Ed. China: McGrawHill; 2008. p. 661-91

Gambar

Tabel 1.  Perjalanan penyakit sifilis (dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 2)
Tabel 2a. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai
Tabel 2b. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Vity Ernanda dkk pada tahun 2020 pernah melakukan penelitian terkait kompresi terhadap teks sekaligus pengamanan pada aplikasi

Ada dua penelitian yang dilakukan uji coba terkontrol secara acak di Kenya menunjukkan bahwa kebugaran fisik pada anak sekolah dasar yang terinfeksi STH, membaik

hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku pencarian pengobatan IVA positif.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Heni, dkk (2013) yang mengatakan

Hasil penelitian Akey, dkk (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara health belief model dengan dukungan sosial pada penderita eating

24 Pada berbagai penelitian yang ditujukkan untuk membandingkan antara negara- negara dengan regulasi rokok menggunakan label visual dan label tulisan; didapatkan bahwa

Paper ini akan mempelajari beberapa teorema titik tetap pada pemetaan kontraksi

Skala intensi menunda tugas-tugas akademik dalam penelitian ini disusun oleh penulis sendiri dan didasarkan pada teori yang diungkapkan oleh Schouwenburg ( Ferarri dkk, 1995)

Kegagalan terapi sifilis sekunder dapat disebabkan oleh reinfeksi,16 koinfeksi HIV,12 infeksi Treponema pallidum pada sistem saraf pusat,14 dan resistansi obat.17 Berdasarkan beberapa