• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu"

Copied!
532
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km2 dan wilayah laut 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Tingkat pemanfaatan lestari (maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton. Sementara itu, produksi perikanan laut Indonesia pada tahun 1998 sebesar 3,6 juta ton, atau 58,5% dari tingkat pemanfaatan lestarinya (Dahuri 2003). Potensi perikanan tersebut merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia dalam persaingan perdagangan internasional.

Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan memiliki keterbatasan karena dapat mengancam kelestarian. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka produksi perikanan mulai beralih dari penangkapan ke kegiatan budi daya. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut Indonesia selama kurun waktu 2002-2005 hanya meningkat rata-rata sebesar 4,31%, sedangkan produksi perikanan budi daya di laut pada kurun waktu yang sama meningkat sebesar 23,35% (Koeshendrajana et al. 2006).

Salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan adalah ikan kerapu karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar ekspor yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi antara lain adalah kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina), kerapu malabar (Ephinephelus malabaricus), kerapu sunu (Plectopomus leopardus), dan ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Sekitar 93% produksi ikan kerapu di Indonesia (tahun 2001) masih didominasi oleh kegiatan penangkapan di laut, selebihnya merupakan hasil budi daya. Penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang tidak memperhatikan kelestariannya seperti penggunaan bahan peledak atau racun sianida. Akibatnya terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan kerapu dan mengancam kelestarian ikan kerapu di alam.

(2)

menggunakan dari alam telah mulai berkembang di beberapa daerah seperti di Lampung, Bali, dan Riau. Pengembangan budi daya ikan kerapu ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan, mengurangi tekanan terhadap kerusakan lingkungan melalui penangkapan di laut, dan menghasilkan devisa melalui ekspor.

Tabel 1 Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk

Tahun Produksi

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Penangkapan (ton)*)

39.342 48.422 48.516 48.400 53.743 t.a.d t.a.d

Budi daya (ton)**)

1.759 6.879 3.818 7.057 8.638 6.552 12.00

0

Benih (ekor) 186.100 287.000 2.742.900 3.356.200 t.a.d t.a.d t.a.d

Sumber: *) Ditjen Perikanan Tangkap (2005) dikutip oleh Koeshendrajana (2007). **)Laporan Tahunan Ditjen Perikanan Budidaya , 2005

t.a.d = tidak ada data,

Perkembangan industri perikanan kerapu budi daya di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, masih belum seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan volume produksi dan jumlah usaha budi daya kerapu. Perkembangan produksi penangkapan kerapu sesuai dengan provinsi dapat dilihat di Lampiran 1, sedangkan perkembangan produksi asal budi daya per provinsi dapat dilihat di Lampiran 2, dan perkembangan produksi benih kerapu, khususnya kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat di Lampiran 3.

Sebagian besar produksi ikan kerapu Indonesia baik melalui penangkapan maupun budi daya diekspor ke luar negeri, terutama Hong Kong. Perkembangan volume dan jenis kerapu yang diimpor oleh Hong Kong dari Indonesia tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Dapat dilihat pula bahwa volume impor kerapu Hong Kong tersebut sangat berfluktuasi sesuai dengan perkembangan permintaan pasar pada musim tertentu yang dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar di kawasan tersebut. Meskipun demikian, prospek pasar ikan kerapu di masa yang akan datang sangat cerah karena masyarakat etnis cina tersebar di berbagai negara. Data lebih rinci mengenai perkembangan impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4.

(3)

kerapu. Sering terjadi kondisi bahwa ikan yang telah siap dipanen tidak dapat diserap pasar karena permintaan sedang turun, atau sebaliknya permintaan tinggi tetapi tidak tersedia pasokan dari produsen. Sementara itu, untuk memproduksi ikan kerapu diperlukan jangka waktu setidaknya 1 tahun sejak benih ikan ditebarkan. Benih tersebut harus dipesan dari pembenihan (hatchery) yang belum tentu “ready stock” karena juga dipengaruhi musim. Kondisi seperti ini mencerminkan ketidakpastian dalam melaksanakan usaha pembenihan, pembesaran maupun pascapanen, sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya agroindustri kerapu budi daya di Indonesia secara pesat.

0

Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon

(Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006).

Gambar 1 Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002-2006.

(4)

harus mulai memproduksi agar sesuai kebutuhan pasar. Demikian pula halnya dengan produsen benih yang tidak dapat mengantisipasi kapan harus menyediakan benih sesuai kebutuhan. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam pelaksanaan kegiatan usaha bagi pelaku dalam rantai produksi agroindustri kerapu budi daya.

Ketidakpastian dalam kegiatan usaha dalam agroindustri kerapu budi daya diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi harga kerapu sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan fluktuasi harga kerapu di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau selama tahun 2002-2003. Dapat dilihat bahwa perubahan harga ikan kerapu berubah setiap bulan dengan fluktuasi yang cukup besar. Perubahan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi permintaan pasar di Hong Kong. Tingkat fluktuasi harga yang sangat besar ini jelas menyulitkan produsen ikan kerapu untuk memperoleh keuntungan secara pasti.

-Rata-rata Harga Macan Sunu Halus Lumpur Napoleon

(Sumber: PT Trimina Dinasti Agung – Tanjung Pinang).

(5)

Selain permasalahan yang terjadi pada rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya yang diakibatkan oleh faktor eksternal sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang bersifat internal terutama menyangkut belum dikuasainya teknologi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen ikut mempengaruhi kinerja pelaku usaha di bidang agroindustri kerapu budi daya. Belum dikuasainya teknologi antara lain berimplikasi pada masih tingginya tingkat kematian (mortality rate) ikan dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan maupun pembesaran.

Mengingat agroindustri perikanan budi daya kerapu sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan, sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tersebut perlu dituangkan dalam suatu konsep manajemen yang meningkatkan keterkaitan antar pelaku yang terlibat dalam agroindustri kerapu budi daya dan meningkatkan penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan yang memberikan keuntungan yang maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya maupun pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya.

Manajemen industri perikanan melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson 1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin 2005). Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa keunggulan pendekatan sistem adalah dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh.

(6)

diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis, perubahan input memiliki pengaruh langsung terhadap output, karena tidak melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant). Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem yang kompleks (Laurikkala et al. 2001).

Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem dinamisadalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik (feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis bertujuan untuk menjelaskan sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendisain struktur umpan balik informasi yang tepat serta kebijakan pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi (Coyle 1995).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu.

1.3 Ruang Lingkup

1.3.1 Ruang lingkup rancangbangun model dinamis

(7)

1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan (manajemen)

Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal, peralatan, dan material, secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan. Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf, pengarahan dan pengendalian (Wedemeyer 2001). Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis. Pengelolaan pada level taktis meliputi pengelolaan input untuk memperoleh keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Pengelolaan pada level strategis meliputi (1) pengelolaan kapasitas produksi untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (excess supply) di pasar, dan (2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan kerapu.

1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya

Ruang lingkup sistem agroindustri kerapu budi daya yang dibahas dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Fokus penelitian ini dibatasi pada: (1)Subsistem pembenihan (hatchery),

(2) Subsistem pembesaran (grow-out),

(3) Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan). Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah:

(1) Subsistem nelayan (pemasok induk dan pakan ikan rucah) (2) Subsistem transportasi dan pemasaran,

(3) Subsistem produksi pakan buatan,

(4) Subsistem produksi / pemasok obat ikan dan bahan kimia, (5) Subsistem industri alat dan mesin perikanan kerapu. (6) Subsistem pembiayaan

(7) Subsistem penyedia teknologi (litbang)

(8)

1.3.4 Lokasi penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau (Lampiran 6). Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan kerapu milik Departemen Kelautan dan Perikanan maupun swasta, dan Pemerintah Daerah setempat sangat mendorong pengembangan industri budi daya ikan laut, khususnya kerapu. Kegiatan budi daya kerapu di kawasan ini masih belum berkembang karena masih menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi melalui penelitian yang komprehensif.

1.3.5 Jenis ikan kerapu

(9)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya

Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui perwakilan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia, atau sebagai produk yang merupakan bahan baku untuk industri lain (Austin 1992). Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pembudidayaan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan).

Pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri atas kegiatan penangkapan (fishing) dan kegiatan budi daya (aquaculture). Berdasarkan habitat tempat produksi, usaha aquakultur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu budi daya perikanan berbasis daratan (land based aquaculture) dan budi daya perikanan berbasis laut (marine based aquaculture). Berdasarkan sistem produksinya, budi daya dibedakan menjadi budi daya tradisional, budi daya semi intensif dan budi daya intensif (Dahuri 2003).

(10)

Menurut Sadovy et al. (2003), industri perikanan kerapu yang berkembang di kawasan indo-pasifik terdiri atas (1) penangkapan ikan kerapu hidup di terumbu karang, (2) pembesaran (grow out) di dalam karamba ikan kerapu berukuran kecil (under size) hasil tangkapan di laut hingga ukuran konsumsi, dan (3) akuakultur (budi daya) siklus penuh (full-cycle aquaculture), yaitu pemeliharaan ikan sejak dari telur hasil pengembangbiakan di pembenihan hingga ukuran konsumsi. Pomeroy (2002) menjelaskan bahwa budi daya kerapu berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan usaha budi daya karamba dengan tingkat pertumbuhan 16 persen selama tahun 1990-an. Daerah utama pembesaran kerapu di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara (Nias dan Sibolga), Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Lampung, Jawa Barat, Karimunjawa (Jateng), Teluk Saleh (NTB), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Budi daya kerapu di Indonesia dicirikan dengan digunakannya benih asal tangkapan di alam dan penggunaan ikan rucah sebagai pakan. Penggunaan benih asal hatchery masih sangat terbatas, meskipun penggunaannya terus berkembang. Kerapu terutama dipelihara di dalam karamba jaring apung dan beberapa dilakukan di kolam dengan jaring apung berukuran kecil, tetapi semakin terbatasnya lahan untuk kolam membatasi perkembangannya (Sadovy et al. 2000).

Produktivitas usaha pembenihan kerapu masih dicirikan oleh tingkat kelulusan hidup (survival rate) atau sintasan yang masih sangat rendah, yaitu rata-rata hanya 4% (Rimmer 2000). Sementara itu pada usaha pembesaran masih banyak menghadapi kematian yang tinggi akibat serangan penyakit dan suplai pakan yang masih menggunakan ikan rucah karena belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk kerapu.

(11)

telah tersedia antara lain (1) population dynamics, (2) peraturan penangkapan (3) pengkajian resiko (4) analisis keputusan, (5) bioenergetik (6) fate of contaminants, dan (7) kualitas air.

Erdmann dan Pet-Soede (1996) menjelaskan bahwa perdagangan ikan karang hidup terjadi karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, dan sentra pecinan lainnya untuk memperoleh ikan yang benar-benar segar, yaitu dengan memilih ikan hidup dari akuarium restoran beberapa menit sebelum dimakan. Jenis ikan ini dihargai sangat tinggi bukan hanya karena kesegarannya dan rasanya, tetapi juga karena reputasinya dalam membangkitkan kejantanan (virility) dan mempertahankan kesehatan jasmani. Aspek negatif dari perdagangan ikan karang hidup adalah rusaknya terumbu karang karena penangkapan ikan yang menggunakan sodium cyanide.

Rimmer M et al. (1997)menyatakan bahwapemasaran ikan laut di Hong Kong lebih dari 220.000 ton per tahun, dan pasar saat ini untuk ikan karang hidup berkualitas tinggi diperkirakan sebesar 1.600 – 1.700 ton per tahun. Besarnya permintaan ini akan meningkat dua kali lipat setiap 6 tahun.

Stok ikan karang yang ditangkap dari laut untuk memasok permintaan ikan karang hidup di pasar Asia dilaporkan sangat berkurang karena ”overfishing” dan penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan sianida (Johannes dan Riepen 1995).

2.2 Rancangbangun Model Sistem Dinamis

Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam istilah sebab-akibat. Oleh karena suatu model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji.

(12)

sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis.

Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Metodologi sistem pada dasarnya melalui enam tahap analisis sebelum sintesa (rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial).

Sistem dinamis adalah suatu metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut. Sistem dinamis berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu, dengan tujuan menjelaskan dan memahami bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendesain struktur umpan balik informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan optimalisasi sistem dengan menggunakan model kualitatif dan model kuantitatif. (Coyle 1995).

(13)

kebijakan publik, (3) modeling biologi dan medika, (4) energi dan lingkungan, (5) pengembangan teori pada ilmu pengetahuan alam dan sosial, (6) pengambilan keputusan dinamik dan (7) dinamik nonlinear yang kompleks.

STELLA merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk analisis sistem dinamis yang menggunakan simbol-simbol (ikon) grafis yang mudah dimengerti. Ikon-ikon yang digunakan terdiri atas: stok (stock), aliran (flows), pengubah (converter) dan penghubung (connectors) (Gambar 3). Kesemua ikon tersebut mewakili semua bagian yang mempengaruhi perilaku sistem. STELLA didesain untuk memudahkan proses pengembangan model, penspesifikasian model, mengotomatiskan proses komputasi, dan dengan mudah menghasilkan output dalam bentuk grafik atau angka ( Ruth and Linholm 2001).

Gambar 3 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA.

Selain STELLA, dapat juga digunakan POWERSIM STUDIO untuk pemrograman sistem dinamis yang karakteristik dan cara pengoperasian yang agak mirip antara keduanya. Dalam Powersim Studio peristilahan untuk simbol-simbol yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM STUDIO.

STOCK FLOW

CONVERTER

CONNECTOR

LEVEL FLOW

(14)

Powersim adalah paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows. Paket pemodelan ini didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir (flow diagram) dan diagram sebab-akibat (causal loop diagram). Persamaan (equation) yang menghubungkan antar variabel dalam model dapat dibuat dengan panduan yang ada dalam paket dan ditampilkan secara visual dalam bentuk grafik. Hasil simulasi dapat ditampilkan dalam bentuk animasi, angka maupun grafik. Perubahan parameter untuk proses simlulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tobol geser (slider button), tombol tekan (push button), maupun tombol radio (radio button) (Coyle 1995). Dengan menggunakan program Powersim Studio dapat dilakukan berbagai operasi simulasi dengan merubah parameter tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, optimisasi yang mengoptimalkan variabel penentu (prime decision variable) untuk mencapai tujuan, pengkajian risiko (risk assessment) atau disebut juga dengan analisis sensitivitas, dan manajemen risiko yang merupakan kombinasi dari optimisasi dan pengkajian risiko (www.powersim.com).

2.3 Rantai Pasokan

Rantai pasokan (Supply chain) adalah suatu sistem dimana pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi, dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow) (Stevens 1989 yang diacu dalam Angerhover and Angelides 2000).

Menurut Angerhofer dan Angelides (2000), ada 6 jenis sistem aliran dalam rantai pasokan, yaitu (1) aliran informasi, (2) aliran material, (3) aliran order, (4) aliran uang, (5) aliran tenaga kerja, dan (6) aliran peralatan modal (capital equipment). Selanjutnya dijelaskan oleh Akkermans et al. (1999) yang diacu dalam Angerhover and Angelides (2000), bahwa dalam manajemen rantai pasokan dipersyaratkan adanya (1) keterlibatan multiple eselon, proses dan fungsi organisasi, (2) menggambarkan secara jelas fokus pada koordinasi dan/atau integrasi, (3) ditujukan pada peningkatan secara simultan pelayanan terhadap konsumen dan keuntungan (profitabilitas).

(15)

kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan institusional dan (4) keterkaitan internasional. Keterkaitan rantai produksi terdiri atas bermacam tahap operasional aliran bahan sejak dari tempat produksi, melalui unit pengolahan hingga sampai ke konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro merupakan pengaruh ganda dari kebijakan makro pemerintah (seperti pajak, kredit, subsidi, dan lain-lain) terhadap operasional pada agroindustri (teknologi, harga, kualitas, dan lain-lain). Keterkaitan institusional, mencakup hubungan antar berbagai kelembagaan yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi agroindustri hasil laut; Keterkaitan internasional, mencakup kegiatan pasar dalam dan luar negeri dimana produk agroindustri berfungsi.

Penerapan simulasi sistem dinamik dalam bidang manajemen rantai pasokan dapat dilakukan untuk mendiagnosa masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah, mengoptimalkan operasi, dan memitigasi faktor risiko (GoldSim Technology Group LLC 2004). Simulasi model dinamis rantai pasokan pada umumnya dapat digunakan dalam kategori sebagai berikut: (1) optimisasi, (2) analisis keputusan, (3) evaluasi diagnostik, (4) manajemen risiko, dan (5) perencanaan proyek.

Aliansi strategis pada dasarnya merupakan kolaborasi atau kemitraan sinergis antara dua atau multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategis. Aliansi strategis umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa alasan sebagai berikut: (1) meningkatkan peluang keuntungan, (2) mencapai keunggulan yang terkait dengan skala, jangkauan, dan kecepatan, (3) meningkatkan penetrasi pasar, (4) meningkatkan daya saing dalam pasara domestik dan/atau global, (5) meningkatkan pengembangan produk, (6) mengembangkan peluang bisnis baru melalui produk dan jasa baru, (7) memperluas pengembangan pasar, (8) meningkatkan ekspor, (9) diversifikasi, (10) menciptakan bisnis baru, dan (11) mengurangi biaya (Taufik 2004).

2.4 Rantai Nilai

(16)

Gambar 5 Rantai Nilai Generik (Porter 1994).

Aktivitas utama terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Logistik ke dalam yang meliputi penerimaan, penanganan bahan, penggudangan, pengendalian, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok.

(2) Operasi, merupakan kegiatan untuk mengubah masukan menjadi produk akhir, seperti produksi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, dan operasi fasilitas.

(3) Logistik ke luar, terdiri atas kegiatan pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi produk kepada pembeli yang meliputi penggudangan barang jadi, operasi kendaraan, pengiriman, pemasaran pesanan, dan penjadwalan.

(4) Pemasaran dan penjualan yang meliputi penyediaan sarana yang memungkinkan pembeli terpengaruh untuk melakukan pembelian seperti periklanan, promosi, penyediaan tenaga penjual, pemilihan saluran penjualan, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.

(5) Pelayanan, meliputi kegiatan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk yang meliputi pemasangan, reparasi, penyediaan suku cadang, dan penyesuaian produk.

Aktivitas pendukung terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Pembelian, yang mencakup fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam dalam rantai nilai perusahaan.

(2) Pengembangan teknologi, yang meliputi seluruh teknologi yang dipakai dalam setiap titik pada rantai nilai perusahaan.

Manajemen Sumberdaya Manusia

Pengembangan Teknologi Pembelian

Operasi Logistik ke Luar

Pemasaran Pelayanan Margin

Margin

Aktivitas Utama Infrastruktur Perusahaan

Logistik Ke Dalam

A

kti

vi

ta

s P

end

uk

un

(17)

(3) Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan penerimaan, pelatihan, pengembangan, promosi dan kompensasi karyawan.

(4) Infrastruktur perusahaan meliputi manajemen umum, perencanaan, keuangan, hukum, hubungan dengan pemerintah, manajemen mutu, dan sebagainya.

2.5 Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process)

AHP merupakan metode yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas (Saaty 1993). Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan menggunakan perhitungan kuantitatif, melalui pengekpresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dimugkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007).

Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah: (1) Penyusunan hierarki, di mana permasalahan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. (2) Penentuan prioritas, di mana untuk setiap kriteria dan alternatif dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian nilai-nilai perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. (3) Konsistensi logis, di mana semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

2.6 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilaksanakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak secara finansial untuk dijalankan. Metode yang digunakan untuk mengukur kelayakan tersebut sesuai yang ditulis oleh Gittinger (1986) dengan uraian sebagai berikut:

(1) Payback Period

(18)

dengan mengakumulasikan aliran kas hingga mencapai nilai positif. Pada saat nilai kumulatif tersebut positif berarti pengeluaran proyek telah tertutupi.

(2) Net Present Value (NPV)

Metode ini mendiskontokan seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar, pada basis waktu sekarang. Untuk menghitung ini ditentukan faktor pendiskon yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh aliran kas yang telah didiskontokan. Ukuran kelayakan adalah apabila NPV lebih besar dari nol (positif) yang berarti bahwa proyek tersebut menguntungkan atau dapat diterima.

(3) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek, atau dengan perkataan lain IRR adalah suatu tingkat bunga, di mana seluruh aliran kas bersih setelah ditransformasikan dengan nilai sekarangnya (present value) sama jumlahnya dengan investment cost (initial cost).

(4) Rasio Biaya Manfaat

Metode ini sering disebut juga dengan B/C ratio. Metode ini membandingkan atau membagi antara penerimaan proyek yang telah didiskontokan dengan pengeluaran proyek yang telah didiskontokan juga. Ukurannya adalah apabila nilai B/C < 1 maka proyek ini merugi atau dapat ditolak.

(5) Break Even Point (BEP)

(19)

5 PENGEMBANGAN MODEL

5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya

Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem yang tahapannya mengikuti diagram pada Gambar 8. Tahap tersebut terdiri atas (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model, (5) pengujian model, dan (6) penerapan model. Berikut ini diuraikan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam setiap tahapan tersebut.

5.1.1 Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan mengidentifikasi dan menguraikan mengenai apa yang dibutuhkan oleh pelaku (komponen) yang terlibat dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Dalam sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada penelitian ini, komponen-komponen yang terlibat serta kebutuhan-kebutuhan masing-masing komponen-komponen terhadap jalannya sistem adalah sebagai berikut:

(1)Pemerintah membutuhkan kondisi di mana usaha budi daya kerapu berkembang di berbagai daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan devisa melalui ekspor dan menghindarkan terjadinya produksi yang berlebih sehingga merugikan pelaku usaha.

(2)Pelaku pembenihan (hatchery) membutuhkan kondisi di mana benih yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu, dengan harga yang setinggi-tingginya, serta harga input produksi (pakan, obat-obatan, listrik, dan lain lain) yang serendah-rendahnya.

(20)

(4)Para pengepul / pedagang (eksportir) ikan kerapu membutuhkan informasi tentang permintaan pasar dan pasokan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi dari pembudidaya/ nelayan sesuai dengan permintaan pasar dengan harga beli yang serendah mungkin dan harga jual setinggi mungkin.

(5)Nelayan pemasok induk dan benih alam, maupun sebagai pemasok pakan (ikan rucah) membutuhkan kondisi agar induk, benih maupun ikan rucah yang ditangkap dapat dijual dengan harga setinggi-tingginya, sehingga memperoleh pendapatan yang memadai.

(6)Produsen pakan ikan membutuhkan kondisi agar pakan yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga serendah-rendahnya.

(7)Produsen / pemasok obat-obatan ikan dan bahan kimia untuk produksi pembenihan membutuhkan kondisi di mana produk yang dihasilkan / dipasok dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga beli serendah-rendahnya.

(8)Industri jasa transportasi membutuhkan adanya pesanan (order) yang kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dari agroindustri kerapu budi daya sehingga ia memperoleh pendapatan yang memadai.

(9)Konsumen membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup secara kontinyu dengan kualitas baik dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka.

5.1.2 Formulasi permasalahan

Permasalahan akan timbul apabila terjadi konflik kepentingan antar para pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. Uraian tentang keinginan dan konflik kepentingan yang menimbulkan masalah dapat dilihat pada Tabel 10.

(21)

Tabel 10 Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem agroindustri kerapu budi daya

No Pelaku /Aktor Interest / Keinginan Konflik Kepentingan

Dengan Nelayan:

•Nelayan lebih suka menangkap

ikan kerapu di terumbu karang. Pemerintah melarang penggu-naan bahan peledak dan sianida yang merusak terumbu karang.

1. Pemerintah • Berkembangnya industri

perikanan kerapu sehingga memperluas lapangan kerja,

•Eksportir lebih suka membeli

kerapu hasil tangkap nelayan dari terumbu karang, karena lebih murah dan mudah.

Dengan Produsen/Pemasok Obat-obatan/ Bahan Kimia:

•Produsen ingin menjual

semahal mungkin, sedangkan pembenih ingin membeli semurah mungkin.

2 Pelaku

Pembenihan • Ingin menjual benih semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin.

• Dapat menekan kematian

(mortalitas) benih dan memperoleh benih yang bebas penyakit (virus dll.).

Dengan Nelayan:

• Nelayan ingin menjual induk

kerapu semahal mungkin, sedang hatchery ingin semurah mungkin.

Dengan Produsen Benih:

• Pembenih ingin menjual benih

semahal mungkin, sedangkan pembudidaya semurah mungkin.

• Sering terjadi kelangkaan

benih saat dibutuhkan, atau kelimpahan benih saat tidak dibutuhkan.

• Ingin menjual ikan semahal

mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin.

• Dapat menekan kematian

(mortalitas) ikan dan mempercepat pertumbuhan ikan.

Dengan Produsen Pakan :

• Produsen pakan ingin menjual

(22)

Tabel 10 (lanjutan)

4. Pengepul /

pedagang/ Eksportir

• Memperoleh pasokan ikan

sesuai permintaan pasar dengan harga semurah mungkin;

• Dapat menjual ikan

sebanyak mungkin dengan harga setinggi-tingginya;

• Cenderung menutup-nutupi

informasi pasar sehingga dapat menekan petani ikan.

Dengan Pembudidaya:

• Pembudidaya ingin menjual

ikan semahal mungkin, pedagang ingin semurah mungkin.

• Sering terjadi kelangkkan suplai pada saat dibutuhkan, atau kelebihan suplai pada saat permintaan pasar menurun.

• Pembudidaya menginginkan

transparansi informasi pasar sehingga tidak dikelabui oleh eksportir.

5. Nelayan Pemasok

Induk dan Pakan Rucah

• Ingin menjual induk dan

ikan rucah semahal mungkin dan membeli input produksi semurah mungkin

Dengan Pembudidaya:

•Pembudidaya ingin membeli

ikan rucah (pakan) semurah mungkin sedangkan nelayan

• Ingin menjual Obat-obatan

dan Bahan Kimia semahal mungkin dan membelinya benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dgn biaya semahal mungkin.

•Dengan Pengguna jasa

(Pembenihan, Pembudidaya,

Pedagang): Mereka mengunginkan biaya angkut

yang semurah mungkin.

9. Konsumen • Membutuhkan pasokan ikan

kerapu hidup sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka

•Dengan Pedagang: Suplai ikan tergantung produsen, sering tidak sesuai dengan permintaan. Harga pasar sering di bawah tingkat yang diharapkan.

(23)

Ketidaksesuaian antara demand dan supply ini mengakibatkan ketidakharmonisan yang berkepanjangan.

Permasalahan lain yang menjadi perhatian bersama pelaku usaha dalam agroindustri perikanan budi daya kerapu adalah belum dikuasainya teknologi sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas produk. Pembenihan ikan kerapu masih mengeluhkan tingginya tingkat kematian (mortality rate) terhadap larva yang dihasilkan sehingga sering mengalami kerugian. Di sisi lain, pembudi daya sering mengeluhkan benih yang dibeli dari pembenihan banyak mengalami kematian karena kualitasnya yang kurang baik. Dalam transaksi jual beli ini belum ada perjanjian antara kedua belah pihak untuk menanggung bersama risiko kematian, sehingga pembudidaya sering mengalami kerugian.

Permasalahan bersama ini perlu diatasi agar tidak menjadi penghambat bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Berkembangnya industri budi daya secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan kerapu dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Bagi pemerintah, pengembangan agroindustri kerapu budi daya selain akan memberikan dampak ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan dan perolehan devisa, juga akan memberikan dampak kelestarian lingkungan yang penting bagi kelangsungan pembangunan dimasa yang akan datang.

5.1.3 Identifikasi sistem

Tahap selanjutnya dalam rancangbangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah identifikasi sistem. Dalam tahap ini dilakukan penggambaran diagram sebab-akibat (causal loop diagram) dan kotak gelap. Identifikasi sistem tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya. Secara spesifik konsep diagram lingkar sebab-akibat untuk sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya digambarkan pada Gambar 9, sedangkan konsep kotak gelap dijelaskan pada Gambar 10.

(1) Causal loop

(24)

dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) pada Gambar 9. Dalam penelitian ini perhatian utama ditujukan pada pemecahan permasalahan bersama yang diformulasikan pada tahap sebelumnya. Permasalahan utama tersebut adalah lemahnya keterkaitan antar rantai produksi pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen dan rendahnya penguasaan teknologi, sehingga diagram sebab-akibat yang dibuat lebih berorientasi pada pendiskripsian permasalahan tersebut.

Dalam diagram sebab-akibat tersebut terdapat 3 (tiga) subsistem, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen yang dirangkai menjadi satu. Setiap subsistem memiliki struktur yang hampir serupa karena karakteristik kegiatannya hampir sama. Proses pengkonstruksian diagram sebab-akibat pada masing-masing subsistem dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pengkonstruksian diagram sebab-akibat untuk aliran material dan diagram sebab untuk akibat aliran finansial.

Diagram sebab-akibat aliran material untuk pembenihan ikan kerapu dimulai dari jumlah induk yang tersedia yang menentukan berapa jumlah benih yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh produktivitas induk. Selanjutnya tingkat produksi benih akan menentukan jumlah persediaan (inventory) benih yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah benih yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan benih yang diperhitungkan berdasarkan permintaan benih saat ini.

(25)

Tin g ka t

(26)

Pendeskripsian diagram sebab-akibat untuk subsistem budi daya dan subsistem penanganan pascapanen hampir serupa dengan diagram subsistem pembenihan. Diagram sebab-akibat aliran material untuk budi daya kerapu dimulai dari jumlah KJA yang tersedia yang menentukan berapa jumlah ikan yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh produktivitas KJA. Selanjutnya tingkat produksi ikan akan menentukan jumlah persediaan (inventory) yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah ikan yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan ikan yang diperhitungkan berdasarkan permintaan ikan kondisi nyata saat ini.

Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembesaran seperti pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya produksi ikan dikalikan dengan biaya produksi per ekor akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori. Demikian juga dengan income (pemasukan) pembesaran merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual. Selanjutnya pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembesaran.

Untuk diagram sebab-akibat pada subsistem penanganan pascapanen, deskripsi elemennya identik dengan subsistem pembesaran baik untuk aliran material maupun aliran fiansialnya, hanya pada subsistem pascapanen ini elemen tingkat permintaan kerapu langsung berhubungan dengan angka permintaan pasar yang merupakan elemen penentu bagi sistem secara keseluruhan.

(27)

(2) Diagram input output

Konsep diagram input-output merupakan tahapan lebih lanjut dari diagram sebab-akibat, yaitu sebagai interpretasinya ke dalam konsep “black box”. Dalam konsep black box tersebut, informasi dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input terdiri atas dua golongan, yaitu input yang berasal dari luar sistem (exogen) atau input lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem (overt input). Overt input merupakan peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input tersebut terdiri atas input terkendali dan input tak terkendali. Output dari sistem terdiri atas output diinginkan dan output tidak diinginkan.

Gambar 10 di atas menunjukkan diagram input-output untuk sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Untuk pengelolaan industri tersebut dibutuhkan input yang tergolong dalam input tak terkendali yaitu harga ikan konsumsi dan permintaan pasar, harga input industri seperti harga induk ikan, benih dan pakan, ketersediaan kawasan budi daya, dan nilai tukar rupiah (yang berhubungan dengan harga jual) dan tingkat bunga pinjaman untuk investasi dan modal kerja. Sementara itu untuk input yang dapat dikendalikan adalah teknologi Gambar 10 Diagram input output sistem pengelolaan industri

budi daya perikanan kerapu. SISTEM PENGELOLAAN

INDUSTRI PERIKANAN KERAPU

Input Tak Terkendali

• Harga jual dan permintaan kerapu di pasaran;

• Harga input produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen. • Ketersediaan kawasan Budi daya • Kesehatan Lingkungan perairan • Nilai Tukar Rupiah • Tingkat Bunga Pinjaman

Input Terkendali

•Teknologi pembenihan •Teknologi budi daya •Tekn. pascapanen/Pengolahan •Teknologi Transportasi •Tata ruang kawasan

Output Diinginkan

• Peningkatan keuntungan pembenih, pembudi daya dan agroindustri ; • Berkembangnya industri kerapu budi

daya & pendukungnya; • Peningkatan Devisa; • Lestarinya terumbu karang

Output Tak Diinginkan

•Tidak terkendalinya perkembangan industri perikanan kerapu •Oversupply kerapu, harga turun •Kelangkaan supply, harga naik •Kelangkaan input produksi (pakan,

benih, obat-obatan).

Manajemen Industri Input Lingkungan Peraturan pemerintah Globalisasi Perdagangan

(28)

pembenihan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, teknologi transportasi dan perencanaan kawasan untuk budi daya.

Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan output yang diinginkan yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan petani ikan, lestarinya terumbu karang dan berkembangnya usaha budi daya kerapu dan industri pendukungnya. Meskipun demikian dihasilkan pula output yang tidak diinginkan seperti tidak terkendalinya perkembangan usaha budi daya kerapu dan terjadinya oversuplai sehingga harga jatuh, kemungkinan terjadinya kepunahan terhadap ikan karang karena eksploitasi yang berlebih, dan kelangkaan input produksi yang dibutuhkan seperti pakan, benih, dan obat-obatan.

Untuk mengendalikan sistem agar lebih mengarah pada output yang diinginkan, maka dibuatlah mekanisme umpan balik (feedback) berupa manajemen sistem agroindustri sedemikian rupa agar output yang dihasilkan mengarah pada output yang diinginkan dan tidak mengarah pada output yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini fokus umpan balik manajemen agroindustri kerapu budi daya diarahkan pada penguatan keterkaitan antar pelaku usaha dalam rantai produksi dan peningkatan penggunaan teknologi sehingga tercipta suatu agroindustri kerapu budi daya yang tanguh dan berproduktivitas tinggi. Berkembangnya agroindustri kerapu budi daya akan mencegah terjadinya eksploitasi ikan kerapu di perairan terumbu karang sehingga dapat menjaga kelestariannya.

5.2 Rancang Bangun Model

Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan dibuat untuk pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, terutama diagram sebab-akibat, maka dilakukan rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program Powersim Studio yang menerjemahkan diagram sebab-akibat ke dalam program komputer.

5.2.1 Rancangbangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu

budi daya.

(1) Rancang bangun model peningkatan keuntungan subsistem

pembenihan.

(29)

terlibat di dalamnya. Tingkat keuntungan merupakan fungsi dari tingkat pendapatan dikurangi oleh pengeluaran produksi. Tingkat pendapatan merupakan fungsi dari tingkat produksi dan harga jual benih, sedangkan tingkat pengeluaran produksi merupakan fungsi dari penggunaan volume input produksi dan harga beli input produksi tersebut.

Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual benih yang berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena induk-induk ikan kerapu hanya memijah (melepas telur) pada umur tertentu dan pada periode-periode tertentu, terutama pada masa bulan gelap. Jumlah telur yang dihasilkan juga sangat bergantung pula pada umur induk yang dipijahkan, sedangkan persentase jumlah telur yang bertahan (survive) menjadi benih sangat tergantung pula pada input produksi yang digunakan selama masa pemeliharaan (4-6 bulan) terutama pakan, obat-obatan dan penanganan kualitas air.

Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas.

Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan benih dapat diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control).

(30)

Gambar 11 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu.

Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu dapat didiskripsikan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

• Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan • Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih

• Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih.

• Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih

• Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih

• Biaya pemeliharaan induk = Jumlah induk * biaya pemeliharaan induk/ekor. • Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.

(31)

• Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih. • Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t)

Berdasarkan diagram sebab-akibat dan hubungan antar elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu, maka dikonstruksikan model dengan menggunakan POWERSIM STUDIO yang dapat digunakan untuk proses simulasi. Model powersim untuk peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu dapat dilihat pada Gambar 12.

I n ve n t o ri b e n ih ke ra p u

(32)

Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem operasi yang ada di lapangan, yaitu memproduksi benih ikan kerapu yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan jumlah induk yang harus disediakan untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang tepat dan jumlah inventori yang harus disediakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (”over supply”) atau kekurangan pasokan di pasaran. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta diuraikan pada Tabel 11 yang terdiri atas nama variabel, satuan yangdigunakan dan definisi dari variabel tersebut.

Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu.

Nama Unit Definisi

Biaya Inventory Benih Rp / mo Faktor Biaya inventory benih* Harga Benih *Inventory benih kerapu

Biaya Pemeliharaan Induk

Rp / mo Biaya pemel induk per ekor * jumlah induk

Biaya Pemel Induk / ekor Rp/Induk/mo 108000

Biaya Produksi Benih Rp / mo Produksi benih * Biaya Produksi per ekor benih Biaya produksi per ekor

benih

Rp/ekor Biaya pakan benih per ekor + biaya lainnya per ekor

Biaya Tak Langsung Rp/mo 24666000 Biaya lainnya per ekor Rp/ekor 796 Biaya pakan benih per

ekor

Rp/ekor 1692

Coverage inventori benih mo 1

Expected demand benih ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan Faktor biaya inventori

benih

%/mo 5

Fekunditas induk Ekor/induk/6 mo NORMAL(1.500.000, 150.000)

Harga benih Rp/ekor 6000

Inventory benih kerapu ekor Tkt inventory benih diinginkan

Jumlahbinduk induk Jumlah induk diinginkan

Jumlah induk diinginkan induk Tingkat produksi benih diinginkan / produktivitas induk

Kematian induk Induk/mo Jumlah induk / lifetime induk Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2

Lifetime induk mo 36

Pemasukan pembenihan Rp / mo Penjualan Benih kerapu * harga benih

Pengeluaran Pembenihan Rp / mo Biaya inventory benih + Biaya pemeliharaan induk + Biaya produksi benih

Penjualan benih kerapu ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan

(33)

Tabel 11 (lanjutan) Permintaan kerapu pascapanen

Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME<STARTTIME,1<<mo>>, ‘Demand Ikan Ukuran Konsumsi’*’Konversi

Kg ke Ekor’ Perubahan expected

demand benih

ekor/mo (tkt permintaan benih / bulan – Expected demand benih / wktu untuk merubah ekpektasi) Produksi benih kerapu ekor / mo Jumlah induk * produktivitas induk

Produktivitas induk Ekor/mo/induk Fekunditas induk*persentase induk memijah* Survival Rate

Keuntungan pembenihan Rp / mo Pemasukan pembenihan – pengeluaran pembenihan

ekor Expected demand benih * coverage inventory benih

Tkt permintaan benih per bulan

(2) Rancangbangun model peningkatan nilai tambah subsistem pembesaran.

Model peningkatan keuntungan usaha pembesaran kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalisasi keuntungan pembesaran kerapu dengan meningkatkan pendapatan dan menekan biaya produksi. Upaya menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan memperkecil terjadinya kelebihan produksi (ekses suplai).

Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual ikan hasil budi daya berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena adanya keterbatasan suplai benih dan kondisi musim yang tidak memungkinkan budi daya dilakukan sepanjang tahun.

(34)

Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan ikan konsumsi dapat diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control).

Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu.

Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:

(35)

• Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran. • Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. • Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi

Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD. • Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.

• Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.

• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.

• Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. • Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu. • Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.

• Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit.

(36)

I n ve n t o ri krp BD

Gambar 14 Struktur submodel peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu menggunakan program Powersim Studio.

(37)

Tabel 12 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembesaran ikan kerapu

Nama Unit Definisi

Biaya pakan BD per ekor Rp/ekor 10800 Biaya BD Tak langsung Rp/mo 4400000

Biaya input BD Rp/ekor Biaya Produksi BD per ekor + Harga benih Biaya Inventory Kerapu BD Rp / mo (Faktor biaya invntory * Harga kerapu BD) *

Inventory kerapu BD

Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per

unit

Rp / induk / mo

25.000

Biaya Produksi Kerapu BD Rp / mo Produksi kerapu BD * biaya input BD Biaya BD lainnya per ekor Rp/ekor 1908

Biaya produksi BD / ekor Rp/ekor Biaya pakan BD per ekor + Biaya BD Lainnya Coverage inventory kerapu BD mo 1

Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780,1239 ... Expected demand kerapu BD ekor / mo Tkt permintaan kerapu per bulan

Faktor biaya inventori %/m0 5

Harga kerapu BD Rp/ekor 40000

Inventory kerapu BD ekor Tkt inventory kerapu BD diinginkan

Jumlah KJA KJA Jumlah KJA diinginkan

Jumlah KJA dibutuhkan KJA+ 40

KJA Rusak Induk/mo Jumlah KJA / lifetime KJA Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2

Lama Pembesaran mo NORMAL (5, 0.5)

Lifetime KJA mo 60

Padat tebar per KJA ekor/induk/ 6 mo

NORMAL (500,50)

Pemasukan Pembesaran Rp / mo Penjualan kerapu BD * harga kerapu BD

Pengeluaran Pembesaran Rp / mo Biaya inventory kerapu BD + Biaya pemeliharaan

Penjualan kerapu BD Tingkat permintaan kerapu BD

Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’ Deman Ukan Ukuran Konsumsi)’Konversi Kg ke Ekor’

Perubahan expected demand kerapu BD

ekor/mo (tkt permintaan kerapu BDh / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi

Perubahan jumlah KJA KJA/mo (Jumlah KJA dibutuhkan-Jumlah KJA)/Waktu untuk penembahan KJA+KJA rusak.

Produksi BD kerapu ekor / mo Jumlah KJA * produktivitas KJA Produktivitas per KJA ekor/mo/i

nduk

Padat tebar per KJA* Survival Rate

Keuntungan pembesaran Rp / mo Pemasukan pembesaran – pengeluaran pembesaran

Survival rete p_panen % 90

Survival rate kerapu % NORMAL (80, 8)

Tkt permintaan kerapu BD per bulan

ekor / mo {2440, 460, 2090, 10400, dst...}

Tkt inventory kerapu diinginkan

ekor Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu BD

Total Keuntungan pembesaran Rp Waktu untuk merubah ekspektasi

mo 1

(38)

(3) Rancangbangun model peningkatan keuntungan subsistem penanganan pascapanen.

Model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalissi keuntungan pascapanen kerapu melalui minimalisasi inventori dan efisiensi penggunaan input produksi. Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagai berikut:

Gambar 15 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.

(39)

Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan pascapanen kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:

• Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen. • Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. • Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP.

• Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.

• Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen.

• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.

• Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. • Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan kerapu PP.

• Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen.

• Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit.

(40)

I n ve n t o ri krp P_ p a n e n

Gambar 16 Struktur submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.

(41)

Tabel 13 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen (PP) ikan kerapu

Nama Unit Definisi

Biaya Inventory Kerapu PP Rp / mo Biaya inventory kerapu PP per ekor * Inventory kerapu

Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per

unit

Rp / induk / mo

25.000

Biaya pengadaan per ekor ikan Rp/ekor 20.000

Biaya Produksi Kerapu PP Rp / mo Pembenian kerapu BD * biaya pengadaan per ekor

Biaya PP Lain per ekor Rp/ekor 2480 Biaya pakan per ekor Rp/ekor 5000 Biaya PP Tak langsung Rp/mo 21000000 Coverage inventory kerapu PP mo 1

Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780,...} Expected demand kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan Faktor biaya inventori kerapu PP %/mo 10

Harga kerapu BD Rp/ekor 40000

Harga kerapu PP Rp/ekor 60000

Inventory kerapu PP ekor Tkt inventory kerapu PP diinginkan

Jumlah KJA PP induk Jumlah KJA PP diinginkan

Jumlah KJA PP diinginkan induk Tingkat produksi kerapu PP diinginkan/produktivitas KJA PP

KJA PP Rusak Induk/mo Jumlah KJA PP / lifetime KJA PP Padat tebar per KJA ekor/induk/2

mo

NORMAL (500,50)

Produktivitas per KJA PP Ekor/mo/indu k

Padat tebar per KJA PP * Survival Rate

Keuntungan pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen – pengeluaran pascapanen

Pembelian kerapu BD Ekor/mo DELAYMTR(Jumah KJA*Produktivitas KJA PP, Waktu tunda)

Pengeluaran pascapanen Rp / mo Biaya inventory kerapu PP + Biaya pemeliharaan kerapu PP

Penjualan kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan

Penyusutan PP Rp/mo 10896842

Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’ Deman Ukan Ukuran Konsumsi),’Konversi Kg ke Ekor’

Perubahan expected demand kerapu PP

ekor/mo (tkt permintaan kerapu PP / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi

Perubahan Jumlah KJA PP KJA/mo (jumlah KJA dibutuhkan- Jlh KJA)/waktu utk penambahan KJA PP + KJA PP Rusak.

Produktivitas per KJA PP ekor/mo/KJA Padat tebar per KJA PP* Survival Rate

Keuntungan Pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen – pengeluaran pascapanen.

Survival rete p_panen % NORMAL (80, 8)

Tkt inventory kerapu diinginkan ekor Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu PP

Total Keuntungan Pascapanen Rp

Waktu tunda mo NORMAL (1.5, 0.15)

Waktu untuk merubah ekspektasi

mo 3

Waktu utk penyediaan KJA mo 6

(42)

5.2.2 Rancangbangun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dirancang bangun sebagai alat untuk dapat (1) mensimulasikan berapa besar kapasitas produksi yang harus dikembangkan untuk industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu secara nasional dan (2) mensimulasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh industri pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu pada kondisi lapangan. Pengetahuan tentang kapasitas produksi secara agregat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply) yang sering terjadi pada industri pertanian dalam arti luas. Pengetahuan tentang pengaruh variabel produksi terhadap tingkat keuntungan tersebut akan sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi masalah ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha yang menghambat pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

Faktor peubah utama yang menentukan perencanaan kapasitas produksi perikanan kerapu maupun perencanaan distribusi keuntungan antar pelaku usaha adalah volume permintaan konsumen dan perkembangan harga terutama di pasaran Hong Kong yang merupakan tujuan utama pemasaran ikan kerapu hidup. Semakin tinggi volume permintaan pasar maka makin besar industri yang bisa dikembangkan. Demikian pula sebaliknya semakin kecil permintaan pasar, semakin kecil pula produksi yang harus dihasilkan. Perubahan harga kerapu di pasaran akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.

(43)

Model penguatan struktur industri dirancang bangun berdasarkan alur pikir bahwa permintaan pasar di Hong Kong merupakan muara dari kegiatan produksi perikanan kerapu yang terdiri atas pembenihan, pembesaran, penanganan pascapanen dan juga kegiatan penangkapan di alam (fishing). Pasar Hong Kong tersebut merupakan salah satu dari beberapa tujuan pasar ikan kerapu seperti Singapura, Taiwan, Jepang dan negara-negara lainnya. Permintaan ikan kerapu di pasaran Hong Kong ini dapat dijadikan sebagai barometer fluktuasi permintaan pasar ikan kerapu, sehingga produksi ikan kerapu melalui budi daya perlu mengantisipasi fluktuasi tersebut dengan mengatur jadwal dan kapasitas produksi sehingga menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply).

Harmonisasi kegiatan produksi benih, pembesaran, maupun penanganan pascapanen dengan fluktuasi pasar dilakukan dengan menyusun model yang menggambarkan rangkaian kegiatan produksi yang saling terkait satu dengan lain. Keterkaitan antar elemen tersebut digambarkan dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram sebab-akibat tersebut terdiri atas tiga kegiatan (subsistem) utama, yaitu produksi benih (hatchery), produksi kerapu pembesaran, dan kegiatan pascapanen. Pada sisi paling kanan diagram tersebut terdapat variabel impor kerapu Hong Kong sebagai variabel yang menentukan perilaku model secara keseluruhan. Permintaan kerapu Hong Kong akan menentukan berapa besar permintaan kerapu di subsistem pascapanen yang secara berantai selanjutnya menentukan berapa besarnya penjualan kerapu pascapanen dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu di masa yang akan datang.

(44)

Tin g ka t

(45)

Hampir serupa dengan subsistem pascapanen, diagram sebab-akibat pada subsistem pembesaran mempunyai perilaku yang sama, dimana permintaan ikan kerapu hasil pembesaran menentukan berapa besarnya penjualan kerapu hasil pembesaran dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu pembesaran di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pembesaran. Keinginan untuk memproduksi kerapu pembesaran ini akan diterjemahkan ke jumlah KJA yang harus disediakan.

Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembesaran. Basarnya produksi pada subsistem pembesaran selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembenihan. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu pembesaran yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya.

Pada subsistem pembenihan yang merupakan bagian hulu dari rangkaian produksi, permintaan benih yang dipengaruhi oleh produksi pada subsistem menentukan berapa besarnya penjualan benih dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan benih di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi benih oleh pelaku pembenihan. Keinginan untuk memproduksi benih tersebut ini akan diterjemahkan ke jumlah induk yang harus disediakan. Jumlah induk yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap induk akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembenihan. Basarnya produksi pada subsistem pembenihan ini akan menentukan persediaan (inventory) benih. Selanjutnya besarnya inventory benih bersama-sama dengan variabel expected demand benih akan menentukan keinginan (desired) produksi benih yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya.

(46)

distribusi keuntungan antar subsistem. Untuk memudahkan proses penyusunan model menggunakan Powersim Studio, maka hubungan antar elemen ini dideskripsikan sebagai berikut:

• Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan. • Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih.

• Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih.

• Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih.

• Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih.

• Jumlah induk(t+1) = Tkt produksi benih diinginkan(t+1) / Produktivitas induk. • Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.

• Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih. • Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t).

• Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran. • Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. • Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi

Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD. • Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.

• Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.

• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.

• Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. • Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu. • Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.

• Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen. • Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. • Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP.

• Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA

• Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen.

(47)

• Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. • Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan krp PP. • Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen.

ƒ Permintaan kerapu pascapanen = (permintaan kerapu Hong Kong * market share kerapu Indonesia ).

ƒ Penjualan kerapu pascapanen = min (permintaan kerapu pascapanen, inventory kerapu pascapanen ).

ƒ Expected demand kerapu pascapanen (t+1) = tingkat permintaan kerapu pasca panen t + (tingkat permintaan kerapu pascapanen t * rate kenaikan).

ƒ Desired produksi kerapu pascapanen(t+1) = Expected demand kerapu PP(t+1) + (Tkt inventori KrpPP diinginkan(t+1) –

Inventori krp P_panen(t)) / Waktu utk

perbaiki inventori Krp PP.

ƒ Jumlah KJA PP = Tingkat produksi Krp PP diinginkan / Produktivitas KJA Pascapanen.

ƒ Permintaan kerapu pembesaran(t+1) = produksi kerapu PP(t+1) + (tingkat mortalitas * produksi kerapu PP(t+1) ).

ƒ Penjualan kerapu pembesaran = min (permintaan kerapu pembesaran ,

inventory kerapu pembesaran ).

ƒ Expected demand kerapu pembesaran (t+1) = tkt permintaan krp pembesaran (t) + (tingkat permintaan kerapu pembesaran (t)

* rate kenaikan).

ƒ Desired produksi kerapu pembesaran(t+1) = Expected demand kerapu BD(t+1) +('Tkt inventori Krp BD diinginkan(t+1) – Inventori krp BD(t+1)) /'Waktu utk perbaiki inventori Krp BD.

ƒ Jumlah KJA BD = Tingkat produksi Krp BD diinginkan/Produktivitas KJA Pembesaran.

ƒ Permintaan benih kerapu(t+1) = produksi kerapu BD(t) + ( tingkat mortalitas * produksi kerapu BD(t)).

ƒ Penjualan benih kerapu(t+1) = min (permintaan benih kerapu(t+1) , inventory benih kerapu(t+1) ).

ƒ Expected demand benih kerapu (t+1) = tingkat permintaan benih kerapu (t) + (tingkat permintaan benih kerapu (t) * rate kenaikan).

(48)
(49)

I n ve n t o ri b e n ih ke ra p u

Gambar

Gambar 11  Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
Gambar 12  Struktur Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu
Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri  pembenihan ikan kerapu
Gambar 13  Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan penelitian yang dilakukan di Yayasan Bening Nurani dari Impelementasi fungsi perencanaan yayasan dalam meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat

Menurut Astria (2014), yoghurt itu sendiri merupakan hasil fermentasi susu segar dengan biakan Lactobacillus bulgaricus. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi

Namun kondisi VANET yang membuat kendaraan atau node terus bergerak rawan akan terjadinya neighbor loss, dengan konsep overlay network pada saat proses node tujuan merespon

Menimbang, bahwa Majelis Hakim tingkat banding, setelah memeriksa dengan seksama berkas perkara yang bersangkutan, mulai dari Berita Acara Pemeriksaan Pengadilan tingkat

pemerintah kota Padang memulainya dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikota Padang Nomor 03 Tahun 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan

DAUD UMBU ZOGARA KAMURI, M.Si... MUSA

Konsentrasi deterjen yang melampaui ambang batas baku mutu dapat dipengaruhi oleh adanya aktifitas manusia dari hasil kegiatan pencucian berupa limbah cair yang langsung

A. Identificación del equipo. Los inspectores deben tener conocimiento del tipo de aeronaves que están siendo operadas. Las Especificaciones de operación identifican