EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth
, Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen
, Swietenia macrophylla
King
DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
SKRIPSI DIAN HUDAYANA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
DIAN HUDAYANA. E34102030. 2007. Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Anakan Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, Swietenia macrophylla King dan Shorea selanica BL. Pada Berbagai Kadar Air Tanah. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sriwilarso Raharjo, MS
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas, sehingga hutan di Indonesia memiliki fungsi dan peranan yang cukup penting untuk kesejahteraan dan kelangsungan semua makhluk hidup. Akan tetapi pada saat ini kondisi hutan di Indonesia sangat memprihatinkan. Usaha pemerintah dalam mengurangi kerusakan hutan yang lebih parah adalah salah satunya dengan melaksanakan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).
Jenis-jenis pohon yang sering digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia diantaranya adalah mahoni (Swietenia macrophylla), akasia (acacia crassicarpa), sengon (Paraserianthes falcataria), dan meranti merah (Shorea selanica)
Pengukuran proses evapotranspirasi dan pertumbuhan dari keempat tanaman tersebut diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilaksanakan di Indonesia sebagai jenis tanaman yang paling optimal pertumbuhannya pada tingkat kadar air tanah tertentu yang disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia yang bervariasi pada berbagai tempat.
Setiap jenis tanaman ditanam di dalam ember (volume 4078,085 cm3) dengan tanah sebagai medianya. Tanaman ini dibagi menjadi empat perlakuan yaitu tingkat kadar air tanah 100%, 75%, 50%, dan 25% yang terdiri dari empat ulangan. Setiap dua hari sekali dilakukan penimbangan untuk menghitung proses evapotranspirasi dan setiap seminggu sekali untuk menghitung pertumbuhannya. Data parameternya diolah dengan menggunakan program SPSS 11.0.
Jenis tanaman sengon menunjukkan nilai rata-rata harian dan jumlah total evapotranspirasi yang paling tinggi, diikuti oleh jenis tanaman mahoni, akasia dan meranti merah. Hal ini dikarenakan sengon memiliki sifat-sifat fisiologis yang memungkinkan untuk berevapotranspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga jenis lainnya.
Dilihat dari pertumbuhannya, hampir semua jenis tanaman menunjukkan pertumbuhan yang optimal pada tingkat kadar air tanah 50%-100%. Hal ini dikarenakan pada selang tersebut, air masih cukup tersedia untuk diproses oleh tanaman. Sedangkan untuk tingkat kadar air tanah 25%, pertumbuhan tanaman kurang begitu optimal karena kekurangan air pada tanaman mengakibatkan berkurangnya turgor pada sel-sel penutup. Apabila sel-sel penutup kendur, maka stomata akan menutup. Jika air kurang dan terang (sinar) cukup. maka stomata akan tetap tertutup.
ii menunjukkan bahwa jenis tanaman sengon memiliki nilai berat yang paling tinggi yang kemudian diikuti oleh jenis tanaman mahoni, akasia dan meranti. Nilai rata-rata rasio pucuk-akar pada jenis tanaman meranti untuk perlakuan tingkat kadar air tanah 50% memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi. Sedangkan untuk jenis tanaman meranti pada perlakuan tingkat kadar air tanah 25% memiliki nilai rata-rata rasio pucuk-akar yang paling rendah.
Rasio tinggi-diameter yang paling tinggi adalah jenis tanaman meranti pada perlakuan tingkat kadar air tanah 25%. Sedangkan nilai rata-rata rasio tinggi-diameter yang paling rendah adalah jenis tanaman mahoni pada perlakuan tingkat kadar air tanah 75%. Nilai rasio tinggi-diameter yang lebih rendah menyatakan tingkat kekokohan yang lebih tinggi, yang berarti menandakan diameter batang yang lebih besar.
Anakan akasia pertumbuhan optimalnya pada kisaran perlakuan tingkat kadar air tanah 50% - 75%. Jenis tanaman akasia mengalami kehilangan air melalui proses evapotranspirasi rata-rata setiap hari dan totalnya yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Anakan sengon dapat hidup dengan optimal pada perlakuan tingkat kadar air tanah 75% - 100%. Rata-rata kadar air yang hilang melalui proses evapotranspirasi setiap hari dan totalnya yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Jenis tanaman mahoni pertumbuhan optimalnya ditunjukan pada kisaran tingkat kadar air tanah 50% - 75%. Berdasarkan pengukuran, tingkat kadar air yang hilang melalui proses evapotranspirasi setiap hari rata-rata yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Anakan meranti rata-rata kehilangan air melalui proses evapotranspirasi setiap hari yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Pertumbuhan yang optimal pada anakan meranti yaitu pada perlakuan tingkat kadar air tanah 50% - 100%. Perlakuan tingkat kadar air tanah 25%, semua jenis anakan tidak bisa tumbuh dengan baik dan optimal.
Penanaman keempat jenis anakan (akasia, sengon, mahoni dan meranti) akan lebih baik jika ditanam di lapangan pada tingkat kadar air tanah yang tinggi (75% - 100%). Penanaman di lapangan harus lebih memperhatikan aspek curah hujan dan tipe-tipe tanah supaya dapat diketahui jenis yang optimal dalam pertumbuhannya. Selain itu harus ada penelitian lebih lanjut dengan menggunakan faktor koreksi tiap jenis tanaman.
ABSTRACT
Evapotranspiration and growth of Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, Swietenia macrophylla Kingand Shorea
selanica BL. Seedlings in some Soil Water Contents
D. Hudayana, S. B. Rushayati and S. W. B. Raharjo
EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth
, Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen
, Swietenia macrophylla
King
DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
DIAN HUDAYANA E34102030
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth,
Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen,
Swietenia macrophylla
King DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
Oleh Dian Hudayana
E34102030
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Ujian Sidang Komprehensif pada tanggal 08 Februari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi Dr. Ir. Sriwilarso Raharjo, MS NIP : 132 257 887 NIP : 131 781 161
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP : 131 430 799
iv RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 05 Mei 1984 dari pasangan Alexander Supriyadi dan Siti Maemunah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Aisiyah I Cijulang
yang diselesaikan tahun 1991. Pendidikan dasarnya dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah PERSIS No.7 Tasikmalaya sampai dengan tahun 1994 dan pindah ke SDN I Cijulang sampai dengan selesai pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertamanya diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN I Cijulang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN I Parigi.
Penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti menjadi anggota divisi infokom Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya
Hutan (HIMAKOVA) pada tahun 2003, menjadi anggota ASEAN FORESTRY STUDENT ASSOCIATION (AFSA LC IPB) pada tahun 2004 dan menjadi anggota humas asrama Sylvasari pada tahun 2003-2005.
Penulis melaksanakan Praktek Umum Kehutanan di Baturraden, yaitu di
Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Slamet dan di KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur serta melaksanakan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Getas (KPH) Ngawi pada tahun 2005. Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGP) di Cianjur-Jawa Barat pada tahun 2006.
KATA PENGANTAR
Kondisi iklim di Indonesia yang relatif bervariasi menyebabkan tidak meratanya lama waktu musim hujan dan musim kemarau di setiap tempat. Hal ini berpengaruh terhadap jenis-jenis tanaman kehutanan yang akan ditanam dalam suatu
kegiatan program rehabilitasi hutan dan lahan. Oleh sebab itu perlu adanya kajian penelitian mengenai jenis-jenis tanaman yang optimal pertumbuhannya pada berbagai tingkat kadar air tanah.
Berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu untuk memberikan suatu gambaran mengenai jenis-jenis tanaman kehutanan yang optimal pertumbuhannya
dengan melalui suatu penelitian yang mengukur tingkat evapotranspirasinya dan pertumbuhannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini kualitasnya masih jauh dari sempurna dan penulis mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun yang dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi penyusunan laporan ini dimasa
yang akan datang dengan dikembangkan kembali konsep yang lebih lengkap dan luas lagi.
Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2007
vi DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Sifat-sifat Botanis Spesies ... 3
Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla King.) ... 3
Meranti Merah (Shorea selanica BI.) ... 4
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Neilsen) ... 4
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) ... 5
Ketersediaan Air ... 6
Hubungan Air dengan Tanaman ... 6
Evaporasi ... 7
Transpirasi ... 8
Evapotranspirasi ... 9
METODOLOGI ... 12
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
Bahan dan Alat Penelitian ... 12
Metode Pelaksanaan Percobaan dan Pengambilan Data ... 12
Persiapan ... 12
Penanaman dan Pemberian Kadar Air ... 13
Pemeliharaan dan Penimbangan Bobot Anakan ... 13
Pengamatan Lapang ... 13
Rancangan Penelitian ... 15
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Hasil ... 16
Keadaan Umum Lokasi ... 16
Evapotranspirasi ... 17
Respon Pertumbuhan ... 20
Diameter Tanaman ... 22
Pertambahan Jumlah daun ... 23
Berat Basah Daun ... 24
Berat Basah Batang ... 26
Berat Basah Akar ... 27
Berat Kering Daun ... 28
Berat Kering Batang ... 29
Berat Kering Akar... 30
Berat Basah Total ... 32
Berat Kering Total ... 33
Rasio Pucuk-Akar ... 34
Rasio Tinggi-Diameter ... 36
Pembahasan ... 37
Evapotranspirasi ... 37
Respon Pertumbuhan ... 38
Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth ... 40
Paraserianthes falcataria (L) Neilsen ... 40
Swietenia macrophylla King ... 40
Shorea selanica BI ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
Kesimpulan ... 44
Saran ... 44
UCAPAN TERIMA KASIH ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth
, Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen
, Swietenia macrophylla
King
DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
SKRIPSI DIAN HUDAYANA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
DIAN HUDAYANA. E34102030. 2007. Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Anakan Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, Swietenia macrophylla King dan Shorea selanica BL. Pada Berbagai Kadar Air Tanah. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sriwilarso Raharjo, MS
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas, sehingga hutan di Indonesia memiliki fungsi dan peranan yang cukup penting untuk kesejahteraan dan kelangsungan semua makhluk hidup. Akan tetapi pada saat ini kondisi hutan di Indonesia sangat memprihatinkan. Usaha pemerintah dalam mengurangi kerusakan hutan yang lebih parah adalah salah satunya dengan melaksanakan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).
Jenis-jenis pohon yang sering digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia diantaranya adalah mahoni (Swietenia macrophylla), akasia (acacia crassicarpa), sengon (Paraserianthes falcataria), dan meranti merah (Shorea selanica)
Pengukuran proses evapotranspirasi dan pertumbuhan dari keempat tanaman tersebut diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilaksanakan di Indonesia sebagai jenis tanaman yang paling optimal pertumbuhannya pada tingkat kadar air tanah tertentu yang disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia yang bervariasi pada berbagai tempat.
Setiap jenis tanaman ditanam di dalam ember (volume 4078,085 cm3) dengan tanah sebagai medianya. Tanaman ini dibagi menjadi empat perlakuan yaitu tingkat kadar air tanah 100%, 75%, 50%, dan 25% yang terdiri dari empat ulangan. Setiap dua hari sekali dilakukan penimbangan untuk menghitung proses evapotranspirasi dan setiap seminggu sekali untuk menghitung pertumbuhannya. Data parameternya diolah dengan menggunakan program SPSS 11.0.
Jenis tanaman sengon menunjukkan nilai rata-rata harian dan jumlah total evapotranspirasi yang paling tinggi, diikuti oleh jenis tanaman mahoni, akasia dan meranti merah. Hal ini dikarenakan sengon memiliki sifat-sifat fisiologis yang memungkinkan untuk berevapotranspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga jenis lainnya.
Dilihat dari pertumbuhannya, hampir semua jenis tanaman menunjukkan pertumbuhan yang optimal pada tingkat kadar air tanah 50%-100%. Hal ini dikarenakan pada selang tersebut, air masih cukup tersedia untuk diproses oleh tanaman. Sedangkan untuk tingkat kadar air tanah 25%, pertumbuhan tanaman kurang begitu optimal karena kekurangan air pada tanaman mengakibatkan berkurangnya turgor pada sel-sel penutup. Apabila sel-sel penutup kendur, maka stomata akan menutup. Jika air kurang dan terang (sinar) cukup. maka stomata akan tetap tertutup.
ii menunjukkan bahwa jenis tanaman sengon memiliki nilai berat yang paling tinggi yang kemudian diikuti oleh jenis tanaman mahoni, akasia dan meranti. Nilai rata-rata rasio pucuk-akar pada jenis tanaman meranti untuk perlakuan tingkat kadar air tanah 50% memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi. Sedangkan untuk jenis tanaman meranti pada perlakuan tingkat kadar air tanah 25% memiliki nilai rata-rata rasio pucuk-akar yang paling rendah.
Rasio tinggi-diameter yang paling tinggi adalah jenis tanaman meranti pada perlakuan tingkat kadar air tanah 25%. Sedangkan nilai rata-rata rasio tinggi-diameter yang paling rendah adalah jenis tanaman mahoni pada perlakuan tingkat kadar air tanah 75%. Nilai rasio tinggi-diameter yang lebih rendah menyatakan tingkat kekokohan yang lebih tinggi, yang berarti menandakan diameter batang yang lebih besar.
Anakan akasia pertumbuhan optimalnya pada kisaran perlakuan tingkat kadar air tanah 50% - 75%. Jenis tanaman akasia mengalami kehilangan air melalui proses evapotranspirasi rata-rata setiap hari dan totalnya yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Anakan sengon dapat hidup dengan optimal pada perlakuan tingkat kadar air tanah 75% - 100%. Rata-rata kadar air yang hilang melalui proses evapotranspirasi setiap hari dan totalnya yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Jenis tanaman mahoni pertumbuhan optimalnya ditunjukan pada kisaran tingkat kadar air tanah 50% - 75%. Berdasarkan pengukuran, tingkat kadar air yang hilang melalui proses evapotranspirasi setiap hari rata-rata yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Anakan meranti rata-rata kehilangan air melalui proses evapotranspirasi setiap hari yang paling tinggi adalah pada tingkat kadar air tanah 75%. Pertumbuhan yang optimal pada anakan meranti yaitu pada perlakuan tingkat kadar air tanah 50% - 100%. Perlakuan tingkat kadar air tanah 25%, semua jenis anakan tidak bisa tumbuh dengan baik dan optimal.
Penanaman keempat jenis anakan (akasia, sengon, mahoni dan meranti) akan lebih baik jika ditanam di lapangan pada tingkat kadar air tanah yang tinggi (75% - 100%). Penanaman di lapangan harus lebih memperhatikan aspek curah hujan dan tipe-tipe tanah supaya dapat diketahui jenis yang optimal dalam pertumbuhannya. Selain itu harus ada penelitian lebih lanjut dengan menggunakan faktor koreksi tiap jenis tanaman.
ABSTRACT
Evapotranspiration and growth of Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, Swietenia macrophylla Kingand Shorea
selanica BL. Seedlings in some Soil Water Contents
D. Hudayana, S. B. Rushayati and S. W. B. Raharjo
EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth
, Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen
, Swietenia macrophylla
King
DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
DIAN HUDAYANA E34102030
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
EVAPOTRANSPIRASI DAN PERTUMBUHAN ANAKAN
Acacia crassicarpa
A. Cunn. Ex. Benth,
Paraserianthes falcataria
(L)
Nielsen,
Swietenia macrophylla
King DAN
Shorea selanica
BL.
PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH
Oleh Dian Hudayana
E34102030
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Ujian Sidang Komprehensif pada tanggal 08 Februari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi Dr. Ir. Sriwilarso Raharjo, MS NIP : 132 257 887 NIP : 131 781 161
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP : 131 430 799
iv RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 05 Mei 1984 dari pasangan Alexander Supriyadi dan Siti Maemunah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Aisiyah I Cijulang
yang diselesaikan tahun 1991. Pendidikan dasarnya dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah PERSIS No.7 Tasikmalaya sampai dengan tahun 1994 dan pindah ke SDN I Cijulang sampai dengan selesai pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertamanya diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN I Cijulang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN I Parigi.
Penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti menjadi anggota divisi infokom Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya
Hutan (HIMAKOVA) pada tahun 2003, menjadi anggota ASEAN FORESTRY STUDENT ASSOCIATION (AFSA LC IPB) pada tahun 2004 dan menjadi anggota humas asrama Sylvasari pada tahun 2003-2005.
Penulis melaksanakan Praktek Umum Kehutanan di Baturraden, yaitu di
Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Slamet dan di KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur serta melaksanakan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Getas (KPH) Ngawi pada tahun 2005. Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGP) di Cianjur-Jawa Barat pada tahun 2006.
KATA PENGANTAR
Kondisi iklim di Indonesia yang relatif bervariasi menyebabkan tidak meratanya lama waktu musim hujan dan musim kemarau di setiap tempat. Hal ini berpengaruh terhadap jenis-jenis tanaman kehutanan yang akan ditanam dalam suatu
kegiatan program rehabilitasi hutan dan lahan. Oleh sebab itu perlu adanya kajian penelitian mengenai jenis-jenis tanaman yang optimal pertumbuhannya pada berbagai tingkat kadar air tanah.
Berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu untuk memberikan suatu gambaran mengenai jenis-jenis tanaman kehutanan yang optimal pertumbuhannya
dengan melalui suatu penelitian yang mengukur tingkat evapotranspirasinya dan pertumbuhannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini kualitasnya masih jauh dari sempurna dan penulis mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun yang dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi penyusunan laporan ini dimasa
yang akan datang dengan dikembangkan kembali konsep yang lebih lengkap dan luas lagi.
Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2007
vi DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Sifat-sifat Botanis Spesies ... 3
Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla King.) ... 3
Meranti Merah (Shorea selanica BI.) ... 4
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Neilsen) ... 4
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) ... 5
Ketersediaan Air ... 6
Hubungan Air dengan Tanaman ... 6
Evaporasi ... 7
Transpirasi ... 8
Evapotranspirasi ... 9
METODOLOGI ... 12
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
Bahan dan Alat Penelitian ... 12
Metode Pelaksanaan Percobaan dan Pengambilan Data ... 12
Persiapan ... 12
Penanaman dan Pemberian Kadar Air ... 13
Pemeliharaan dan Penimbangan Bobot Anakan ... 13
Pengamatan Lapang ... 13
Rancangan Penelitian ... 15
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Hasil ... 16
Keadaan Umum Lokasi ... 16
Evapotranspirasi ... 17
Respon Pertumbuhan ... 20
Diameter Tanaman ... 22
Pertambahan Jumlah daun ... 23
Berat Basah Daun ... 24
Berat Basah Batang ... 26
Berat Basah Akar ... 27
Berat Kering Daun ... 28
Berat Kering Batang ... 29
Berat Kering Akar... 30
Berat Basah Total ... 32
Berat Kering Total ... 33
Rasio Pucuk-Akar ... 34
Rasio Tinggi-Diameter ... 36
Pembahasan ... 37
Evapotranspirasi ... 37
Respon Pertumbuhan ... 38
Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth ... 40
Paraserianthes falcataria (L) Neilsen ... 40
Swietenia macrophylla King ... 40
Shorea selanica BI ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
Kesimpulan ... 44
Saran ... 44
UCAPAN TERIMA KASIH ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
viii DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ... 12 2. Rekapitulasi analisis sidik ragam (Nilai Pr>F) pengaruh
jenis dan tingkat pemberian kadar air tanah terhadap parameter pertumbuhan dan parameter produksi berat
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Grafik rata-rata suhu udara harian (per minggu) (oC) ... 16 2. Grafik rata-rata kelembaban udara harian (per minggu) (%) ... 16
3. Grafik nilai total evapotranspirasi (selama 70 hari)
pada setiap tingkat kadar air tanah (mm) ... 17 4. Grafik nilai rata-rata harian evapotranspirasi
pada setiap tingkat kadar air tanah (mm) ... 17 5. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian
pada tingkat kadar air tanah 25% (mm) ... 18
6. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian
pada tingkat kadar air tanah 50% (mm) ... 18 7. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian
pada tingkat kadar air tanah 75% (mm) ... 18 8. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh hari
pada tingkat kadar air tanah 100% (mm) ... 19
9. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman
untuk setiap jenis (cm) ... 21 10. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman
pada setiap tingkat kadar air tanah (cm) ... 21 11. Grafik pertambahan diameter batang
pada setiap jenis tanaman (mm) ... 22 12. Grafik pertambahan diameter batang
pada setiap tingkat kadar air tanah (mm) ... 23 13. Grafik rata-rata pertambahan daun
untuk setiap jenis tanaman ... 24 14. Grafik rata-rata pertambahan daun
pada setiap tingkat kadar air tanah ... 24 15. Grafik berat basah daun pada setiap jenis tanaman (gr) ... 25 16. Grafik berat basah daun pada setiap tingkat kadar air tanah (gr) . 25 17. Grafik berat basah batang pada setiap jenis tanaman (gr) ... 26 18. Grafik berat basah batang pada setiap tingkat
kadar air tanah (gr) ... 26 19. Grafik berat basah akar pada setiap jenis tanaman (gram) ... 27 20. Grafik berat basah akar pada setiap tingkat
x 22. Grafik berat kering daun pada setiap tingkat
kadar air tanah (gram) ... 29 23. Grafik berat kering batang pada setiap jenis tanaman (gram) ... 29 24. Grafik berat kering batang pada setiap tingkat
kadar air tanah (gram) ... 30
25. Grafik berat kering akar pada setiap jenis tanaman (gram) ... 31 26. Grafik berat kering akar pada setiap tingkat
kadar air tanah (gram) ... 31 27. Grafik berat basah total pada setiap jenis tanaman (gram) ... 32
28. Grafik berat basah total pada setiap tingkat
kadar air tanah (gram) ... 32 29. Grafik berat kering total pada setiap jenis tanaman (gram) ... 33
30. Grafik berat kering total pada setiap tingkat
kadar air tanah (gram) ... 34 31. Grafik rasio pucuk-akar pada setiap jenis tanaman. ... 35 32. Grafik rasio pucuk-akar pada setiap tingkat kadar air tanah ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Total Tanaman (cm) ... 51 2. Nilai Rata-rata Pertambahan Total Diameter batang (mm) ... 51
3. Nilai Rata-rata Total Jumlah Daun ... 51 4. Nilai Rata-rata Penyusutan Bobot Anakan Tiap dua Harian (kg) 52 5. Hasil Uji Sidik Ragam dan Uji Duncan ... 54 6. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Harian di dalam rumah kaca (oC) ... 68 7. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Harian di luar rumah kaca Harian (oC) ... 69 8. Rekapitulasi dan Hasil Uji Duncan
Nilai Rata-Rata Pertumbuhan,
Produksi Berat Basah-Berat Kering, RPA dan RTD ... 72 9. Lay Out Posisi Tanaman dan Perlakuan ... 76 10. Penentuan Volume Ember ... 77 11. Gambar Anakan
(a) Tingkat Kadar Air tanah100% (b) Tingkat Kadar Air tanah 75% (c) Tingkat Kadar Air tanah 50%
(d) Tingkat Kadar Air tanah 25% ... 78 12. Nilai Rata-rata Berat Basah (gram) ... 79
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi dan peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Manan (1998) fungsi
hutan antara lain untuk produksi kayu dan hasil hutan non kayu, mengatur tata air dan pengawetan tanah, sumber makanan ternak dan hutan untuk keperluan wisata. Selain itu, sumberdaya hutan juga merupakan sumber keanekaragaman jenis flora dan fauna, pengatur iklim mikro, pendaurulangan CO2, gudang plasma nutfah dan masih banyak yang lainnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas, sehingga hutan di Indonesia memiliki fungsi dan peranan yang cukup penting untuk kesejahteraan dan kelangsungan semua makhluk hidup. Akan tetapi pada saat ini kondisi hutan di Indonesia sangat memprihatinkan yang disebabkan oleh penggundulan hutan, banjir dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau.
Dampak dari kerusakan ini sering kita lihat pada akhir-akhir ini bahwa negara kita sering mengalami bencana alam.
Salah satu upaya Departemen Kehutanan untuk mengurangi bencana dan kerusakan hutan dan lahan diantaranya adalah dengan merehabilitasi hutan dan lahan seluas 3 juta hektar selama lima tahun. Rehabilitasi ini diartikan sebagai penanaman
hutan dengan jenis asli dan jenis eksotik untuk menciptakan kembali ekosistem yang ada di hutan dengan tujuan untuk mengembalikan hutan pada kondisi yang lebih baik.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini akan tercapai apabila penguasaan
terhadap faktor internal (karakter jenis) dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan pohon telah siap. Seperti kesesuaian antara jenis pohon yang akan ditanam di suatu tempat dengan kondisi kadar air tanah yang berbeda-beda agar kedepannya nanti dapat diperoleh jenis pohon yang pertumbuhannya optimal pada lahan tersebut.
peneduh jalan (Dahlan, 1992). Meranti merah (Shorea selanica) merupakan salah satu jenis tanaman hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Meranti (PHTM) dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Selain itu
Meranti juga merupakan spesies asli tanaman Indonesia. Sengon (Paraserianthes falcataria) juga menjadi prioritas pembangunan hutan buatan dan hutan rakyat dan dimanfaatkan untuk penghijauan dan reboisasi serta pelindung atau penyubur tanah (Sentosa, 1992; Atmosuseno, 1997; Manan, 1998). Sedangkan Akasia merupakan salah satu jenis populer yang digunakan untuk pembangunan Hutan Tanaman
Industri (HTI).
Kondisi iklim di Indonesia yang relatif bervariasi menyebabkan tidak menentunya lama waktu musim hujan dan musim kemarau pada setiap tempat sehingga diperlukan kajian dari pengaruh perlakuan pembedaan pemberian tingkat
kadar air untuk menghitung laju evapotranspirasi terhadap pertumbuhan jenis-jenis tersebut yang diharapkan dapat memberikan pertimbangan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilaksanakan di Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji serta mengukur evapotranspirasi dan pertumbuhan anakan Mahoni (Swietenia macrophylla king.), Meranti merah (Shorea selanica bi.), Sengon (Paraserianthes falcataria (l) nielsen) dan Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) pada berbagai kadar air tanah.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pertumbuhan yang optimal untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat-Sifat Botani Spesies
Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla King.)
Menurut Mayhem dan Newton (1998), Swietenia macrophylla King merupakan pohon yang hidup di dua musim dengan berukuran besar. Bentuk tajuk
seperti payung. Biasanya tingginya melebihi 30 meter dan lingkar diameter dadanya lebih dari 1,5 meter. Sebelum populasi ini menjadi langka karena pembalakan yang ekstensif, tingginya bisa mencapai 45-60 meter dengan diameter 2,5-3,5 meter.
Mahoni adalah jenis pohon dengan tipe kanopi mencuat (emergent). Di Bolivia, pohon mahoni mencuat dari kanopi rata-rata ketika tingginya mencapai
20-25 meter dan pohon tertingginya mencapai 20-25 meter dari kanopi. Taksiran umur mahoni tidak diketahui, walaupun masing-masing individu pohon dapat hidup selama beberapa abad. Batang pohon ini berbentuk silindris dan bentuk pangkal (buttresed). Tajuk dari pohon muda cenderung sempit, tetapi tajuk pohon tua biasanya lebar, padat dan bercabang tinggi.
Jenis mahoni tergolong tanaman yang tahan naungan (tolerance species) yang mampu bersaing dengan alang-alang ataupun semak belukar dalam memperoleh sinar matahari, sehingga cocok untuk tanaman reboisasi pada areal alang-alang yang rapat. Karena sifat daunnya yang sukar terbakar, mahoni cocok digunakan sebagai
jenis tanaman reboisasi di areal alang-alang yang peka terhadap bahaya kebakaran (Siregar 1991, diacu dalam Samsi 2000).
Mahoni banyak digunakan sebagai bahan kayu pelapis (Veneer) yang mewah. Selain itu, mahoni juga digunakan untuk bahan bangunan, mebel, lantai, perkakas, papan dinding, rangka pintu, patung, ukiran dan kerajinan lainnya. Buahnya dapat
Meranti Merah (Shorea selanica BI.)
Menurut Heyne (1987) dalam Safitri (2004), meranti ini merupakan salah satu famili Dipterorpaceae yang bernilai ekonomis tinggi. Jenis ini merupakan jenis
asli Indonesia yang berasal dari Pulau Buru (Maluku) dengan tinggi rata-rata 20 meter berwarna kulit coklat kehitam-hitaman.
Shorea selanica merupakan jenis meranti yang pertumbuhannya cepat dan tumbuh dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan B, tanah latosol, podsolik merah-kuning dan podsolik merah-kuning, pada ketinggian sampai 1300 m dpl (Sudrajat 2003
dalam Safitri 2004). Kayunya dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat veneer, kayu lapis, disamping itu juga dapat dipakai untuk bahan bangunan maupun kayu perkapalan (Al Rasyid et al., 1989 dalam Safitri 2004).
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Neilsen)
Sengon dalam bahasa latin disebut Albazia falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut : jeunjing, jeungjing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon
laut, sengon sabrang (Jawa), seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate) dan gosui (Tidore) (Lablink, 2006).
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir.
Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan
lain-lainnya.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan
karbon dioksida dari udara bebas.
5 tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah di sekitar pohon sengon menjadi subur.
Pohon sengon banyak ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi dan
menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra. (Lablink, 2006).
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth)
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) termasuk pohon yang mempunyai tinggi diatas 20 m dan kadang-kadang bisa mencapai 30 m (Doran danTurnbull, 1997). Pohon ini mempunyai diameter batang diatas 50 cm, kulit
batang berwarna gelap atau coklat abu-abu, kasar, beralur vertikal, kulit bagian dalam berwarna merah dan berserat. Fillodia berwarna hijau abu-abu, glabrous mempunyai 3-5 pembuluh primer, berwarna kekuning-kuningan, longitudinal; pembuluh sekunder berbentuk paralel (Hanum dan Van der Messen dalam Nurazizah 2004).
Jenis akasia ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan keasaman yang kuat (podsolik merah kuning) dan pada tanah dengan drainase tidak sempurna yang bisa tergenang pada musim hujan dan akan kering pada musim kemarau, misalnya pada daerah rawa (Doran dan Turnbull, 1997).
A. crassicarpa banyak dijumpai di daerah beriklim humid dan subhumid yang
memiliki suhu maksimum rata-rata pada musim panas sebesar 32-340C, suhu minimum rata-rata pada musim dingin sebesar 12-210C. Kebanyakan daerah sebarannya adalah bebas kabut (frost) yang mempunyai selang rata-rata curah hujan tahunan sebesar 1000 – 3500 mm (Doran dan Turnbull, 1997).
A. crassicarpa dapat digunakan sebagai pelindung dan naungan, fiksasi
nitrogen udara dan perlindungan tanah dalam mencegah erosi. Kayunya dapat digunakan untuk kayu energi, baik kayu bakar maupun pembuatan arang dan untuk konstruksi berat, meubel. Selain itu, jenis ini juga dapat ditanam untuk mengontrol pertumbuhan gulma. A. crassicarpa merupakan spesies yang efektif untuk
Ketersediaan Air
Ketersediaan air di dalam tanah sangat ditentukan oleh kemampuan tanah dalam memegang air. Sebagai contoh tanah berpasir memiliki drainase dan aerasi
yang baik tetapi kapasitas memegang airnya lebih rendah dari pada tanah debu dan tanah liat.
Karakteristik tanah yang berhubungan dengan ketersediaan air biasanya dinyatakan sebagai air yang terikat antara kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP). Kondisi KL ini menyatakan jumlah air maksimal yang tertinggal
sehabis air yang keluar dari dalam tanah akibat adanya gaya berat. Sedangkan TLP menggambarkan kondisi menyusutnya air sampai tanaman tidak mampu lagi mengambil air tersedia, akibatnya tanaman mengalami kelayuan yang tidak dapat balik secara permanen.
Selisih antara kandungan air pada kondisi KL dan TLP disebut air tersedia. Adanya kandungan air tersedia yang maksimum memungkinkan bagi tanaman mengabsorbsi air tersebut untuk digunakan secara optimal. Total jumlah air yang tersedia bagi tanaman tergantung dari beberapa faktor diantaranya tipe, dan kedalaman perakaran, tanah, laju kehilangan air oleh penguapan dan transpirasi, suhu
dan laju penambahan air itu sendiri (Choiruni, 2002 diacu dalam Siddik, 2006).
Hubungan Air dengan Tanaman
Air menyusun lebih dari 80% pada kehidupan dan pertumbuhan sel tanaman. Menurut Slatyev (1967) dalam Thorne dan Thorne (1979), kehidupan tanaman selalu membutuhkan air. Air penting untuk kesatuan struktural dari sel-sel, jaringan dan
organnya secara keseluruhan.
Pertumbuhan tanaman membutuhkan jumlah air yang cukup besar. Tumbuhan mengabsorbsi air dari tanah kemudian diangkut ke seluruh bagian tubuh tanaman. Air yang hilang ke atmosfer pada tanaman lebih besar dibandingkan dengan air yang dipergunakan untuk proses metabolismenya. Kehilangan air ini
dinamakan dengan proses transpirasi yang terjadi karena tuntutan penguapan secara alami ke atmosfer.
7 seluruhnya atau sebagian untuk mengurangi kehilangan air (Thorne dan Thorne, 1979).
Pertumbuhan tanaman akan dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan air dalam
tanah. Tanaman dapat tumbuh dengan baik dalam kapasitas lapang, tetapi saat kadar air berada pada titik layu permanen pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Tingkat respon tanaman terhadap air dipengaruhi oleh jenis tanaman dan sistem perakaran saat terjadi kekurangan air pada periode pertumbuhan.
Hubungan air dengan pertumbuhan tanaman untuk melihatnya diperlukan suatu pemahaman tentang respon tanaman terhadap air. Menurut Kramer (1969), air pada tanaman akan berfungsi sebagai : (1) penyusun utama jaringan tanaman, (2) pelarut garam, gula, dan senyawa lain sehingga larutan tersebut dapat bergerak dari satu sel ke sel lain, (3) pengatur suhu, (4) mempertahankan turgor tanaman, (5)
pereaksi dalam fotosintesis dan dalam hidrolitik. Selain itu air juga berperan dalam proses tranpirasi yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kekurangan air pada tanaman tidak hanya mengurangi produksi tanaman, tetapi juga merubah pola pertumbuhan tanaman.
Evaporasi
Menurut Islami dan Utomo (1995), budidaya tanaman di lapangan akan kehilangan air dari permukaan tanah yang disebut evaporasi disamping melalui proses transpirasi. Dalam banyak kasus biasanya evaporasi diartikan sebagai kehilangan air dalam bentuk uap dari permukaan air. Tetapi dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian yang dimaksud dengan evaporasi adalah kehilangan air
dari permukaan tanah.
Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama temperatur, kelembaban udara, radiasi uadara dan kecepatan angin serta kandungan air tanah. Evaporasi akan menyebabkan kandungan air tanah turun, sehingga kecepatan evaporasi juga akan turun.
Kemampuan tanaman untuk merubah radiasi total yang diterima menjadi tingkat pertumbuhan dan hasil tanaman pada suatu tingkat radiasi dan temperatur tertentu akan berbeda diantara satu spesies dan spesies yang lain. Perbedaan ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan efisiensi penggunaan
Transpirasi
Transpirasi adalah evaporasi air dari tumbuhan termasuk gerakan air melalui seluruh kesatuan tanah, tumbuhan dan atmosfer. Hilangnya air dari daun melalui
evaporasi menyebabkan tambahan air diserap batang dan melewati akar dalam bentuk kolom yang kontinyu.
Kejadian yang jarang terjadi bila transpirasi sangat lambat terutama bila tanah lembab dan level air atmosfer tinggi, air didorong lewat tumbuhan oleh tekanan akar. (Daniel et al., 1989).
Menurut Dwijoseputro (1980), hilangnya molekul-molekul air dari tubuh tanaman sebagian besar adalah melewati daun. Hal ini disebabkan karena luasnya permukaan daun dan juga karena daun-daun itu lebih tersentuh udara dari pada bagian-bagian lain dari suatu tanaman. Penguapan yang terjadi di daun yang kita
kenal adalah melalui kutikula dan stoma.
Kegiatan transpirasi terpengaruh oleh banyak faktor, baik faktor-faktor dalam maupun faktor-faktor luar. Yang terhitung sebagai faktor-faktor dalam ialah besar-kecilnya daun, tebal-tipisnya daun, berlapiskan lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak-sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stoma,
bentuk dan lokasi stomata. Disamping itu faktor-faktor luar seperti radiasi, temperatur, kebasahan udara, tekanan udara, angin dan keadaan air di dalam tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah :
1) Sinar matahari. Terang menyebabkan membukanya stoma, sedangkan gelap
menyebabkan menutupnya stoma sehingga semakin banyak sinar berarti akan mempercepat transpirasi.
2) Temperatur. Kenaikan temperatur akan menambah tekanan uap di dalam daun. 3) Kebasahan udara. Udara yang basah menghambat transpirasi, sedangkan udara
yang kering melancarkan transpirasi.
9 5) Keadaan air di dalam tanah. Air di dalam tanah merupakan sumber pokok jika
dibandingkan dengan absorpsi air lewat bagian-bagian lain yang ada di atas tanah seperti batang dan daun.
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan kombinasi antara proses evaporasi dari seluruh permukaan dengan proses transpirasi tanaman. Menurut Rodda et al., (1976), evaporasi didefinisikan sebagai proses perubahan air dari bentuk cair menjadi bentuk uap yang terjadi dengan bantuan energi. Evaporasi dapat terjadi pada permukaan
tanah yang basah, salju, permukaan es dan dari tanaman yang terbasahi oleh hujan. Sedangkan, transpirasi merupakan proses penguapan air yang terkandung di dalam tanaman dan berpindah menuju atmosfir.
Jumlah total air yang hilang dari lapangan karena evaporasi tanah dan transpirasi tanaman secara bersama disebut evapotranspirasi (ET). Evaporasi
merupakan suatu proses yang tergantung energi yang meliputi perubahan sifat dari fase cairan ke fase gas. Laju transpirasi merupakan fungsi dari landaian tekanan uap, tahanan terhadap aliran, dan kemampuan tanaman dan tanah untuk mentranspor air ke tempat terjadinya transpirasi. Kehilangan air ke atmosfer ditentukan oleh
faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor dalam tanaman. Pengaruh lingkungan terhadap ET disebut tuntutan atmosfer atau tuntutan evaporisasi (Lubis, 2000).
Proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara simultan dan tidak mudah untuk membedakan air yang hilang dari kedua proses itu. Oleh karena itu digunakan istilah umum evapotranspirasi untuk menggambarkan total air yang berubah menjadi
uap air dari permukaan tanah dan tanaman menuju atmosfer (Rosenberg et al., 1983 dalam Irawan 2003).
Rodda et al.,(1976) juga mengemukakan bahwa proses evaporasi dipengaruhi oleh faktor ketersediaan energi untuk mengubah molekul air dari bentuk cair menjadi uap. Sumber energi yang digunakan dapat berasal dari radiasi surya, suhu permukaan
Di lapangan proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kehilangan air lewat kedua proses ini pada umumnya dijadikan satu dan disebut “evapotranspirasi
(ET)”. Dengan demikian evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan oleh tanaman (Islami dan Utomo, 1995)
Seperti halnya evaporasi, transpirasi juga membutuhkan suplai energi untuk mengubah air menjadi bentuk uap. Oleh sebab itu, suhu udara, kelembaban relatif (RH), penyinaran matahari dan kecepatan angin diperhatikan juga dalam penetapan
transpirasi. Suplai energi dalam proses transpirasi ditentukan oleh gradien tekanan uap dan angin (Allen et al., 1998 dalam Irawan, 2003).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi evavotranspirasi (Lubis, 2000) yaitu:
1) Radiasi matahari. Dari radiasi matahari yang diserap oleh daun, 1-5% digunakan untuk fotosintesis dan 75-85% digunakan untuk memanaskan daun dan untuk transpirasi.
2) Temperatur. Peningkatan temperatur meningkatkan kapasitas udara untuk menyimpan air, yang berarti tuntutan atmosfer yang lebih besar.
3) Kelembaban relatif. Makin besar kandungan air di udara, makin tinggi kelembaban udara, yang berarti tuntutan atmosfer menurun dengan meningkatnya kelembapan relatif.
4) Angin. Transpirasi terjadi apabila air berdifusi melalui stomata. Apabila aliran udara (angin) menghembus udara lembab di permukaan daun, perbedaan potensial air di dalam dan tepat di luar lubang stomata akan meningkat dan difusi bersih air dari daun juga meningkat.
Faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi evapotranspirasi (Lubis, 2000) yaitu :
11 mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya dan kelembaban.
2) Jumlah dan ukuran stomata. Jumlah dan ukuran stomata, dipengaruhi oleh
genotipe dan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih sedikit terhadap transpirasi total daripada pembukaan dan penutupan stomata.
3) Jumlah daun. Makin luas daerah permukaan daun, makin besar evapotranspirasi.
4) Penggulungan atau pelipatan daun. Banyak tanaman mempunyai mekanisme
dalam daun yang menguntungkan pengurangan transpirasi apabila persediaan air terbatas.
5) Kedalaman dan proliferasi akar. Ketersedian dan pengambilan kelembapan tanah oleh tanaman budidaya sangat tergantung pada kedalaman dan
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Pelaksanaannya dilakukan selama 70 hari atau sepuluh minggu
mulai dari bulan 17 Juli – 24 September 2006.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu :
1. Anakan mahoni ( Swietenia macrophylla) usia 4 bulan, meranti merah (Shorea selanica) usia 5 bulan, sengon (Paraserianthes falcataria) usia 4 bulan dan
akasia (Acacia crassicarpa) usia 5 bulan yang merupakan anakan siap tanam di lapangan. Keempat anakan jenis bahan penelitian berasal dari perkecambahan benih.
2. Tanah top soil yang telah dicampur dengan pupuk kandang sebagai media anakan yang ditempatkan dengan menggunakan sistem square plot seperti yang tersaji
pada lampiran 9.
[image:36.612.118.506.412.558.2]Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini tersaji pada Tabel 1: Tabel 1. Alat yang akan digunakan dalam penelitian
No Nama alat Fungsi
1 Termometer bola basah dan bola kering
Mengukur kelembaban udara (%) dan suhu udara(0C)
2 Ember Tempat menyimpan media anakan 3 Kaliper Mengukur diameter batang tanaman (mm) 4 Alat ukur/mistar Mengukur tinggi tanaman (cm)
5 Alat tulis dan tally sheet Mencatat hasil perlakuan
6 Kamera Dokumentasi
7 Timbangan Menimbang bobot anakan dalam ember
Metode Pelaksanaan Percobaan dan Pengambilan Data
Persiapan
Tanaman dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan perbedaan pemberian
13 mempersiapkan media tanam yaitu tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang kemudian dimasukan ke dalam ember yang volumenya sebesar 4078,085 cm3. Tanah yang diambil adalah lapisan tanah bagian atas pada kedalaman 0-20 cm.
Penanaman dan Pemberian Kadar Air
Nilai KAT (Kapasitas Air Tanah) untuk tingkat kadar air 100% diperoleh dari hasil analisa tanah di laboratorium fisik di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nilai KAT ini merupakan acuan nilai kadar air yang diberikan setiap dua hari sekali melalui penyiraman dan dipertahankan nilainya sampai dengan akhir
penelitian. Nilai kadar air ini dipertahankan dengan menambahkan air setelah melihat nilai dari penyusutan bobot anakan setiap dua hari sekali untuk dikembalikan pada bobot awal anakan.
Setiap anakan ditanam pada ember yang telah diisi oleh media yang telah dipersiapkan. Kemudian dilakukan penimbangan bobot awal tiap anakan. Nilai bobot
awal ini merupakan acuan untuk pemberian air berikutnya setelah penyusutan setiap dua hari sekali.
Nilai volume air yang diberikan pada tiap-tiap tingkat kadar air sebagai berikut :
¾ Kadar air 100% : 1691,712 ml
¾ Kadar air 75% : 1268,784 ml
¾ Kadar air 50% : 845,856 ml
¾ Kadar air 25% : 422,928 ml
Pemeliharaan dan Penimbangan Bobot Anakan
Pemeliharaan anakan pohon meliputi penyiangan dan penyiraman serta penimbangan yang dilakukan setiap dua hari sekali pada pukul 16.00 sesuai dengan perlakuannya.
Pengamatan Lapang, meliputi : 1. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman yang diukur meliputi :
Tinggi, diameter batang, dan jumlah daun. Pengukuran dilakukan setiap tujuh
ujung titik pertumbuhan batang. Sedangkan peubah diameter diukur dengan menggunakan kaliper.
Perhitungan berat basah dan berat kering anakan serta rasio pucuk-akar
(RPA) dilakukan pada akhir penelitian, dengan pemotongan bagian pangkal yang mengalami perakaran dan bagian daun/pucuk, masing-masing dipisahkan, kemudian dilakukan pengovenan pada suhu 1050C selama 24 jam, setelah kering dilakukan penimbangan sehingga akan diperoleh berat kering akar dan pucuk. Berat kering total diperoleh dari jumlah total berat
daun, batang dan akar, sedangkan rasio pucuk akar dengan membandingkan berat kering pucuk terhadap berat kering akar.
Perhitungan rasio tinggi-diameter (RTD) dilakukan pada akhir penelitian
dengan membandingkan antara tinggi anakan dan diameter batang.
2. Pengukuran Data Bobot Anakan
Keseluruhan individu dari keempat jenis anakan ditimbang untuk
mendapatkan data awal bobot anakan.
Setiap dua hari sekali dilakukan penimbangan bobot anakan dengan media
tanam dan embernya pada seluruh individu anakan yang bertujuan untuk
mengetahui besarnya nilai penyusutan bobot anakan kemudian dilakukan penyiraman kembali supaya bobotnya sama dengan bobot awal pengukuran. 3. Pengukuran Kehilangan Air (Evapotranspirasi)
Pengukuran kehilangan air melalui proses evapotranspirasi didasarkan pada
hasil penyusutan dari data bobot anakan setiap dua hari sekali. Penentuan nilai evapotranspirasi ini dengan cara mengkonversi data bobot anakan dalam satuan kilogram (kg) menjadi satuan liter (l). Konversi ini berdasarkan pada Sistem Internasional (SI) baku yang menyatakan bahwa untuk air yaitu 1 kg sama dengan 1 liter.
4. Pengumpulan Data Lingkungan
15 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan faktorial rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor percobaan. Faktor pertama, yaitu empat taraf untuk jenis
tanaman, faktor kedua, yaitu empat taraf untuk perbedaan pemberian tingkat kadar air. Jumlah ulangan masing-masing jenis tanaman adalah empat kali, tiap ulangan terdiri atas empat individu. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut :
Faktor A : jenis tanaman, yaitu : J1 : Acacia crassicarpa
J2 : Paraserianthes falcataria J3 : Swietenia macrophylla J4 : Shorea selanica
Faktor B : tingkat pemberian kadar air, yaitu :
N1 : kadar air kapasitas lapang (100%) N2 : kadar air 75%
N3 : kadar air 50% N4 : kadar air 25%
Menurut Hanafiah (2000) bahwa model umum rancangan percobaan yang
digunakan untuk tiap-tiap jenis adalah :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
I = 1, 2, 3, 4; j = 1, 2, 3, 4 dan k = 1, 2, 3, 4
Yijk = nilai pengamatan kombinasi perlakuan ij pada satuan percobaan ke-k μ = rataan umum
αI = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor toleransi jenis terhadap pemberian kadar air
βj = pengaruh perlakuan ke-j dari faktor pemberian kadar air (αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dan taraf ke-j
εijk = pengaruh acak kombinasi perlakuan ij dari satuan percobaan ke-k
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Lokasi
Parameter lingkungan yang diukur dalam penelitian meliputi suhu udara dan
kelembaban udara di dalam rumah kaca yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Kedua parameter lingkungan ini merupakan nilai suhu udara harian dan kelembaban udara harian selama penelitian (70 hari).
Rata-rata suhu harian (perminggu)
28.00 28.20 28.40 28.60 28.80 29.00 29.20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu
Ke-R
at
a-ra
ta
S
uhu
(oC
)
[image:40.612.129.497.242.379.2]Rata-rata suhu harian
Gambar 1. Grafik rata-rata suhu udara harian (per minggu) (oC).
Rata-rata Kelembaban Udara Harian (perminggu)
60.00 65.00 70.00 75.00 80.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu
Ke-K
elembaban U
d
a
ra (%
)
Rata-rata kelembaban harian
Gambar 2. Grafik rata-rata kelembaban udara harian (per minggu) (%).
[image:40.612.125.498.243.547.2]17 Evapotranspirasi
Faktor jenis dan tingkat kadar air memberikan respon sangat nyata terhadap nilai evapotranspirasi pada selang kepercayaan 99% (Tabel 2).
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air
Ev
ap
o
tra
n
sp
ira
si
(m
m
)
Anakan Akasia
Anakan Sengon
Anakan Mahoni
[image:41.612.136.498.141.285.2]Anakan Meranti
Gambar 3. Grafik nilai total evapotranspirasi (selama 70 hari) pada setiap tingkat kadar air tanah (mm).
0 1 2 3 4 5 6 7 8
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air
Evapotranspirasi (mm)
Anakan Akasia Anakan Sengon Anakan Mahoni Anakan Meranti
Gambar 4. Grafik nilai rata-rata harian evapotranspirasi pada setiap tingkat kadar air tanah (mm).
Gambar 3 merupakan nilai jumlah total evapotranspirasi yang dikeluarkan
oleh setiap jenis tanaman pada setiap tingkat kadar air. Jenis tanaman sengon pada tingkat kadar air 75% memiliki jumlah total evapotranspirasi yang paling tinggi yaitu sebesar 504.03 mm. Sedangkan untuk jenis tanaman meranti merah pada tingkat kadar air 25% menunjukkan jumlah evapotranspirasi yang paling rendah yaitu
[image:41.612.130.499.333.478.2]rata-rata kehilangan air melalui proses evapotranspirasi yang paling rendah sebesar 1.79 mm/hari.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
1 2 3 4 5 6 7
Sepuluh Hari
Ke-Evapotranspirasi (mm)
[image:42.612.130.501.117.253.2]J1N4 J2N4 J3N4 J4N4
Gambar 5. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air tanah 25% (mm).
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
1 2 3 4 5 6 7
Sepuluh Hari
Ke-Evpotra
ns
pira
si
(mm) J1N4
[image:42.612.129.499.296.437.2]J2N4 J3N4 J4N4
Gambar 6. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air tanah 50% (mm).
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
1 2 3 4 5 6 7
Sepuluh Hari
Ke-Evapotranspirasi (mm)
J1N4 J2N4 J3N4 J4N4
[image:42.612.131.499.483.623.2]19 0.00
2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
1 2 3 4 5 6 7
Sepuluh Hari
Ke-Evapotranspirasi (mm)
J1N4 J2N4 J3N4 J4N4
[image:43.612.131.499.82.226.2]Gambar 8. Grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh hari pada tingkat kadar air tanah 100% (mm).
Gambar 5 menunjukkan grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air 25%. Jenis tanaman mahoni menunjukkan nilai rata-rata evapotranspirasi yang paling tinggi. Kemudian diikuti oleh sengon, akasia dan meranti. Nilai rata-rata evapotranspirasi hampir pada semua jenis tanaman terus semakin meningkat setiap minggunya dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5.
Gambar 6 menunjukkan grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air 50%. Nilai evapotranspirasi yang paling tinggi ditunjukkan oleh jenis tanaman akasia, kemudian diikuti oleh jenis meranti, sengon, dan mahoni. Jenis tanaman akasia sampai minggu ke-4 mengalami peningkatan nilai rata-rata evapotranspirasinya dan minggu selanjutnya mengalami penurunan yang
cukup tajam. Jenis mahoni dan meranti sampai minggu ke-3 mengalami kenaikan dan pada minggu berikutnya semakin menurun.
Gambar 7 menunjukkan grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air 75%. Nilai evapotranspirasi yang paling tinggi ditunjukkan oleh jenis tanaman sengon, kemudian diikuti oleh jenis mahoni, akasia,
dan meranti. Hampir pada semua jenis tanaman memperlihatkan kenaikan nilai rata-rata evapotranspirasi pada setiap minggunya, kecuali untuk jenis tanaman meranti.
Gambar 8 menunjukkan grafik nilai rata-rata evapotranspirasi per sepuluh harian pada tingkat kadar air 100%. Jenis tanaman sengon menunjukkan nilai
Hasil dari uji Duncan memperlihatkan bahwa jenis tanaman sengon dan meranti tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100%, 75%, dan 50%. Jika dibandingkan dengan perlakuan tingkat kadar air 25%, ketiganya tampak sangat
berbeda nyata.
Jenis tanaman mahoni dan akasia pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 50% tampak tidak berbeda nyata. Sedangkan pada perlakuan tingkat kadar air 100% dan 25% tampak sedikit saling berbeda nyata. Akan tetapi antara perlakuan tingkat kadar air 75% dan 50% jika dibandingkan dengan perlakuan tingkat kadar air 100%
dan 25% tampak saling berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya.
Respon Pertumbuhan
[image:44.612.119.512.387.606.2]Respon pertumbuhan yang diukur meliputi pertambahan tinggi, diameter batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering, rasio pucuk-akar dan rasio tinggi-diameter, serta evapotranspirasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi analisis sidik ragam (Nilai Pr>F) pengaruh jenis dan tingkat pemberian kadar air terhadap parameter pertumbuhan dan parameter produksi berat basah dan berat kering, RPA, dan RTD.
Parameter Jenis dan Perlakuan
Tinggi Diameter Jumlah daun
Bobot anakan (evapotranspirasi) Berat basah daun
Berat basah batang Berat basah akar Berat basah total Berat kering daun Berat kering batang Berat kering akar Berat kering total Rasio pucuk-akar Rasio Tinggi-diameter
0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,476tn 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000* 0,443tn Keterangan :
* : Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% ** : Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99% tn : Tidak nyata pada selang kepercayaan 95%
21 berpengaruh nyata hanya pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan parameter berat basah batang serta parameter rasio tinggi-diameter tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%.
Tinggi Tanaman. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada Tabel 2 pengaruh faktor jenis tanaman dan pengaruh faktor kadar air memberikan respon yang sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada selang kepercayaan 99%. Hal ini berarti bahwa perlakuan yang ada memberikan respon yang sangat nyata terhadap pertambahan tinggi pada tiap-tiap jenis tanaman.
Gambar 9 dan 10 memperlihatkan bahwa jenis tanaman sengon pada perlakuan tingkat kadar air 75% memiliki nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman yang paling besar. Sedangkan jenis tanaman meranti pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25% memiliki nilai rata-rata yang paling rendah.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Akasia Sengon Mahoni Meranti Jenis T anaman
P e rt am b aha n T inggi Ta n am a n ( cm )
[image:45.612.129.499.326.452.2]T ingkat Kadar Air 100% T ingkat Kadar Air 75% T ingkat Kadar Air 50% T ingkat Kadar Air 25%
Gambar 9. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman untuk setiap jenis (cm).
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air Tanah
Pe rt am ba ha n T inggi T ana m an (c m )
[image:45.612.129.496.487.609.2]Jenis Tanaman Akasia Jenis Tanaman Sengon Jenis Tanaman Mahoni Jenis Tanaman Meranti
Gambar 10. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada setiap tingkat kadar air tanah (cm).
Hasil uji Duncan memperlihatkan bahwa Jenis tanaman akasia tampak tidak
Respon pertambahan tinggi pada jenis tanaman sengon tampak tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100% dan 50%. Sedangkan jika keduanya dibandingkan dengan perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25% tampak saling
berbeda nyata.
Pertambahan tinggi mahoni pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25% tampak tidak berbeda nyata. Jika keduanya dibandingkan dengan perlakuan tingkat kadar air 100% dan 50% tampak berbeda nyata.
Jenis tanaman meranti tampak tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat
kadar air 100% dan 50%. Sama halnya juga pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25% yang tampak tidak berbeda nyata. Namun antara perlakuan tingkat kadar air 100% dan 50% dengan 75% dan 25% tampak saling berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya.
Diameter Tanaman. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada Tabel 2, pengaruh faktor jenis tanaman dan pengaruh faktor kadar air memberikan respon yang sangat nyata terhadap pertambahan diameter tanaman pada selang kepercayaan 99%.
Jenis tanaman sengon pada tingkat kadar air 50% mempunyai nilai rata-rata pertambahan diameter paling besar. Sebaliknya, jenis tanaman akasia pada tingkat
kadar air 25% mempunyai nilai rata-rata pertambahan diameter yang paling rendah (Gambar 11 dan 12).
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50
Akasia Sengon Mahoni Meranti
Jenis Tanaman
Pertambahan Diameter Batang Tanaman (mm)
Tingkat Kadar Air 100%
Tingkat Kadar Air 75% Tingkat Kadar Air 50%
Tingkat Kadar Air 25%
23 0.00
0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air Tanah
P
er
ta
m
b
aha
n D
ia
m
et
er
ba
ta
ng (
m
m)
Jenis Tanaman Akasia Jenis Tanaman Sengon Jenis Tanaman Mahoni Jenis Tanaman Meranti
Gambar 12. Grafik pertambahan diameter batang pada setiap tingkat kadar air tanah (mm).
Hasil dari uji Duncan memperlihatkan bahwa jenis tanaman meranti tampak tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100% dan 75%. Sedangkan
pada perlakuan tingkat kadar air 50% dan 25% tampak saling berbeda nyata. Namun antara perlakuan tingkat kadar air 100% dan 75% dengan 50% dan 25% tampak saling berbeda nyata.
Jenis tanaman mahoni tampak sedikit berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100% dan 25%, begitupun pada perlakuan tingkat kadar air 50% dan 75%.
Namun antara perlakuan tingkat kadar air 100% dan 25% dengan 50% dan 75% tampak saling berbeda nyata.
Respon yang diberikan jenis tanaman sengon tampak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100%, 75%, dan 50%. Akan tetapi ketiganya memberikan respon yang sangat berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 25%.
Pertambahan diameter pada jenis akasia memberikan respon tampak sedikit berbeda nyata pada semua perlakuan tingkat kadar air.
Pertambahan Jumlah daun. Hasil dari rekapitulasi analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukan bahwa hubungan antara faktor perlakuan dan faktor jenis tanaman terhadap pertambahan jumlah daun memiliki respon yang sangat nyata pada selang 99%.
Seperti yang terlihat pada Gambar 13 dan 14 bahwa nilai rata-rata
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
Akasia Sengon Mahoni Meranti Jenis T anaman
Pertam b ah an Ju m lah Dau n
T ingkat Kadar Air 100% T ingkat Kadar Air 75% T ingkat Kadar Air 50% T ingkat Kadar Air 25%
Gambar 13. Grafik rata-rata pertambahan daun untuk setiap jenis tanaman.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air Tanah
Ju m lah D au n Jenis Tanaman Akasia Jenis Tanaman Sengon Jenis Tanaman Mahoni Jenis Tanaman Meranti
Gambar 14. Grafik rata-rata pertambahan daun pada setiap tingkat kadar air tanah.
Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukan bahwa jenis tanaman akasia dan meranti memberikan respon yang tidak berbeda nyata. Respon yang diberikan oleh
kedua jenis tanaman tersebut berbanding terbalik dengan respon yang diberikan oleh jenis tanaman sengon yang tampak sangat berbeda nyata.
Jenis tanaman mahoni tampak tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 100% dan 50%. Begitu pula pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25%
yang memberikan respon yang sama. Akan tetapi, antara perlakuan tingkat kadar air 100% dan 50% dengan 75% dan 25% tampak saling berbeda nyata.
Berat Basah Daun. Respon perlakuan yang terdiri atas faktor jenis tanaman dan faktor perlakuan terhadap parameter berat basah daun secara umum memberikan pengaruh yang sangat nyata pada selang kepercayaan 99 % (Tabel 2).
25 meranti dengan kadar air 25% memiliki nilai rata-rata berat basah daun yang paling rendah (Gambar 15 dan 16).
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
Akasia Sengon Mahoni Meranti Jenis Tanaman
B
era
t B
asa
h Da
un (gr) Tingkat Kadar Air 100%
Tingkat Kadar Air 75% Tingkat Kadar Air 50% Tingkat Kadar Air 25%
Gambar 15. Grafik berat basah daun pada setiap jenis tanaman (gr).
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
25% 50% 75% 100%
Tingkat Kadar Air Tanah
B
er
at
B
as
ah D
aun (
g
r
[image:49.612.131.497.120.268.2]Jenis Tanaman Akasia Jenis Tanaman Sengon Jenis Tanaman Mahoni Jenis Tanaman Meranti
Gambar 16. Grafik berat basah daun pada setiap tingkat kadar air tanah (gr).
Berdasarkan atas uji Duncan bahwa jenis tanaman sengon pada perlakuan
tingkat kadar air 100% dan 75% tampak tidak berbeda nyata. Tingkat kadar air 50% dan 25% tampak berbeda sangat nyata. Nilai antara perlakuan tingkat kadar air 100% dan 75% dengan 50% dan 25% tampak berbeda sangat nyata.
Jenis tanaman akasia tampak tidak berbeda nyata pada perlakuan tingkat kadar air 75% dan 50%. Sedangkan untuk perlakuan tingkat kadar air 100% dan 25%
tampak sedikit berbeda nyata. Akan tetapi, respon antara tingkat kadar air 75% dan 50% dengan 100% dan 25% tampak berbeda sangat nyata.
Perlakuan tingkat kadar air 75% dan 25% pada jenis tanaman meranti ternyata memberikan respon tampak tidak berbeda nyata. Lain halnya dengan
Jika dibandingkan antara p