• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Protein Pada Biskuit dengan Metode Kjeldahl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Protein Pada Biskuit dengan Metode Kjeldahl"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA BISKUIT DENGAN

METODE KJELDAHL

TUGAS AKHIR

Oleh:

USWATUN HASANAH

NIM 122410051

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DANMAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Protein Pada Biskuit dengan Metode

Kjeldahl”.

Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan

Makanan berdasarkan yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL)

di Balai Riset Standarisasi (Baristand) Industri Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si, Apt., selaku wakil Dekan I Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc, Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas

Akhir.

5. Bapak Alhamra, Kepala Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian dan

(4)

iv

6. Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan di Laboratorium Makanan

Minuman Hasil Pertanian di Baristand Industri Medan.

7. Bapak Drs., David Sinurat selaku Dosen Pembimbing Akademik, Ibu dan

Bapak Dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

8. Sahabat-sahabat penulis, Salihin, Ulfa, dan Febri yang senantiasa memberi

semangat dan bantuan, beserta teman-teman mahasiswa dan mahasiswi

Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2012 yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi

artikeberadaan mereka.

Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada kedua orang tua, ayah

Sutrisno dan ibu Sumariani yang sudah memberikan dukungan dalam penulisan

Tugas akhir. Juga saudara kandung penulis Muhammad Ade, Muhammad Hanif,

Elfiska, Rahmadhani Syahfitri beserta keluarga yang selalu mendoakan dan

memberikan nasihat kepada penulis agar semangat meraih cita-cita.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir

ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2015 Penulis,

(5)

v

2.1.2 Bahan-bahan Pembuatan Biskuit ... 4

2.1.3 Cara Pembuatan Biskuit ... 6

2.1.4 Persyaratan Mutu Biskuit ... 7

2.2 Protein ... 8

2.2.1 Struktur Protein ... 8

2.2.2 Karakteristik Protein ... 9

2.2.3 Fungsi Protein ... 10

(6)

vi

BAB III METODE PERCOBAAN ... 13

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 13

3.2 Alat-alat ... 13

3.3 Bahan-bahan ... 13

3.3.1 Sampel ... 13

3.3.2 Pembuatan Pereaksi ... 14

3.4 Prosedur Percobaan ... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

5.1 Kesimpulan ... 19

5.2 Saran ... 19

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pada Biskuit Per 100 gram Bahan ... 4

Tabel 2.2 Persyaratan Mutu Biskuit ... 7

Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptik Pada Biskuit A dan Biskuit B ... 16

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Sampel ... 22

Lampiran 2. Bagan Alir Prosedur Percobaan ... 23

Lampiran 3. Penetapan Kadar Protein ... 24

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biskuit merupakan produk makanan kering yang sudah memasyarakat dan

banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan

tersedianya biskuit di hampir semua toko yang menjual makanan kecil di

perkotaan maupun hingga warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut

diatas menandakan bahwa hampir semua masyarakat sudah terbiasa menikmati

biskuit.Seiring perkembangan zaman terjadi perubahan pada gaya hidup dan pola

makan. Sebagian masyarakat cenderung menyukai makanan siap santap yang

pada umumnya mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi. Namun,

tidak dipungkiri bahwa masyarakat sudah peduli dengan kualitas gizi makanan

sehingga masyarakat lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang sehat

dan aman untuk dikonsumsi (Muaris, 2007).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh,

karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber

asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh

lemak atau karbohidrat(Budiyanto, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Qurrotadan Wirawani(2013)

mengenai substitusi tepunggarut, kedelaidanubijalarkuningpada biskuit

(10)

2

ubi jalar kuning ditentukan dengan metode Kjeldahl, diperoleh kadar

protein sebesar 31,31%. Selain itu berdasarkan penelitian Cahyo dkk (2013)

mengenai karakteristik organoleptik biskuit dengan penambahan tepung ikan teri

nasi, diperoleh kadar protein sebesar 13,05%.Menurut Standar Nasional Indonesia

(SNI) syarat kandungan minimum protein pada biskuit sebanyak 5%. Berdasarkan

hal ini, penulis tertarik untuk mengambil judul Tugas Akhir “Penetapan Kadar

Protein Pada Biskuit dengan Metode Kjeldahl”.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1Tujuan

Untuk mengetahui kadar protein yang terdapat pada biskuit dengan

metode Kjeldahl.

1.2.2Manfaat

(11)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Menurut SNI 2973-2011 biskuit adalah produk makanan kering yang

dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepungterigu dengan

atau substitusinya, minyak atau lemak dengan atau tanpa penambahan bahan

pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit dapat dikelompokkan menjadi krekers, kukis, wafer dan pai.

Krekers merupakan jenis biskuit yang dalam pembuatannya memerlukan proses

fermentasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan dan

penampangnya tampak berlapis-lapis.Kukis merupakan jenis biskuit yang dibuat

dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan

penampangannya bertekstur kurang padat. Wafer merupakan biskuit yang dibuat

dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan jika dipatahkan penampang

tampak berongga-rongga.Pai merupakan jenis biskuit yang berserpih (flaky) yang

dibuat dari adonan dilapisi dengan lemak padat atau emulsi lemak sehingga

mengembang selama pemanggangan dan bila dipatahkan penampangnya tampak

berlapis-lapis (SNI, 2011).

Biskuit disukai oleh seluruh kalangan usia karena rasanya yang enak,

bervarasi, bentuk beraneka garam, harga relatif murah, cukup mengenyangkan,

hingga kandungan gizi yang lengkap. Biskuit mudah dibawa dan umur simpannya

(12)

4

2.1.1 Komposisi Kimia Biskuit

Komposisi kimia biskuit per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi kimia pada biskuit per 100 gram bahan

Komposisi Kimia Nilai Gizi

Protein (g) 10-17

Lemak (g) 4-12

Karbohidrat (g) 50-60

Abu (g) 1-5

Air (g) 4-6

Energi (Kilokalori) 340-430 Sumber: Departemen Kesehatan RI., (1972)

2.1.2 Bahan-bahan Pembuatan Biskuit

Menurut Fajar (2013) beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan

biskuit yaitu tepung terigu, telur, gula, baking powder, garam, minyak/lemak, susu

bubuk dan air.

1. Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Prinsip

penentuan penggunaan tepung terigu dalam pembuatan biskuit yaitu berdasarkan

kualitas dan kuantitas protein dimana gluten akan terbentuk ketika tepung

dicampur dengan air. Fungsi penggunaan tepung terigu untuk memberikan

kualitas seperti rasa yang enak dan warna serta tekstur yang bagus.

2. Telur

Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna, telur juga sering

dipakai untuk memoles biskuit. Telur yang dipakai pada pembuatan biskuit yaitu

kuning telur, putih telur atau keduanya. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk

(13)

5 3. Gula

Fungsi gula dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis,

pembentuk tekstur dan pemberi warna pada permukaan biskuit. Gula dalam

adonan biskuit akan terlarut dan menyebar tergantung dari kandungan airnya.

4. Baking powder

Baking powder atau soda kue merupakan senyawa natrium bikarbonat

yang memiliki sifat sebagai bahan pengembang. Bahan pengembang adalah

senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan.

Kelebihan baking powder dalam pembuatan biskuit dapat mengakibatkan biskuit

terasa asam, tekstur yang renyah dan warna yang kurang menarik.

5. Garam

Garam ditambahkan dalam makanan untuk memberi rasa, memperkuat

tekstur dan mengikat air. Selain itu garam dapat membuat adonan tidak lengket

dan tidak mengembang secara berlebihan.

6. Minyak/Lemak

Minyak/lemak berfungsi untuk melembutkan, membantu pengembangan,

membantu penyebaran, memberikan rasagurih dan menambah aroma. Jenis lemak

yang biasa digunakan berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati

(margarine).

7. Susu Bubuk

Susu bubuk berupa serbuk yang memiliki reaksi mengikat terhadap protein

tepung.Susu bubuk berfungsi untuk membentuk citarasa dan aroma biskuit serta

(14)

6 8. Air

Air berfungsi untuk melarutkan bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Air

yang ditambahkan kedalam adonan biskuit akan hilang selama proses pemanasan

(pemanggangan).

2.1.3 Cara Pembuatan Biskuit

Menurut Muaris (2007) cara pembuatan biskuit meliputi beberapa proses

yaitu :

1. Campurkan mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata

(adonan 1).

2. Campurkan tepung terigu, baking powder, susu bubuk lalu diayak (adonan 2).

Adonan 1 dan adonan 2 dicampurkan lalu tambahkan air dan diadoni selama

15 menit.

3. Adonan dipipihkan kemudian dicetak sesuai selera dan letakkan adonan yang

telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega. Panggang adonan

hingga matang.

Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu pilih tepung dengan jumlah yang tepat, karena banyaknya

jumlah tepung yang terlarut akan membuat biskuit bertekstur keras, tetapi jika

tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah, pilih gula yang

rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis

misalnya gula dari buah-buahansertabahan lemak yang biasanya digunakan yaitu

(15)

7

2.1.4 Persyaratan Mutu Biskuit

Persyaratan mutu biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Persyaratan mutu biskuit

NO Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan 4 Asam lemak bebas (sebagai

asam oleat ) ( b/b)

*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan

**) untuk produk biskut yang diberi pelapis atau pengisi (coating/ filling) dan Pai

(16)

8

2.2 Protein

Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti ‘‘yang

utama’’ atau ‘‘yang didahulukan’’. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia

Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880) ia berpendapat bahwa protein adalah zat

yang paling penting pada setiap organisme. Protein adalah molekul makro yang

mempunyai berat lima ribu hingga beberapa juta. Unsur nitrogen adalah unsur

utama proteinkarena terdapat di dalam di dalam semua protein, akan tetapi tidak

terdapat di dalam karbohidrat dan lemak.Molekul protein merupakan rantai

panjang yang tersusun oleh rantai-rantai asam amino. Asam amino terdiri atas

atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (–COOH), satu gugus amino

(–NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil

(atom C alfa). Asam-asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang

disampingnya (Almatsier, 2001).

2.2.1 Struktur Protein

Menurut Girindra (1986) struktur protein

dapatdibagimenjadibeberapabentukyaitustruktur primer, sekunder,

tersierdankuarterner.

1. Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakanstruktur

primer.Susunantersebutmerupakansuaturangkaiandariasam amino yang

menentukansifatdasardariberbagai protein

(17)

9 2. StrukturSekunder

Struktursekunder protein adalahstrukturduadimensidari

protein.Padastrukturiniterjadilipatanberaturanseperti α-heliksdan β-sheet,

akibatadanyaikatanhidrogen di antaragugus-gugus polar dariasam amino

dalamrantai protein.

3. StrukturTersier

Dalamhalinirantaipolipeptidacenderunguntukmembelitataumelipatmemben

tukstruktur yang kompleks.Kestabilanstrukturinibergantungpadagugus R

padasetiapasam amino yang membentuknyadandistabilkanolehikatanhidrogen,

ikatandisulfit daninteraksihidrofobik.

4. StrukturKuarterner

Molekulprotein

initerbentukdaribeberapatersierdanbiasaterdiridariprotomer yang

samaatauprotomer yang berlainan. Protein yang dibentukolehprotomer yang

samadisebuthomogenus. Jikaterdiridariprotomerberlainandisebutheterogenus.

2.2.2 Karakteristik Protein

Protein kebanyakan merupakan senyawa yang amorf, tidak berwarna,

dimana tidak mempunyai titik cair atau titik didih yang tertentu. Bila dilarutkan

dalam air akan memberikan larutan koloidal. Protein diendapkan dari larutannya

bila ditambahkan dengan garam-garam anorganik (Na2SO4, NaCl) dan juga

(18)

10

Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang

dinyatakan sebagai denaturasi.Denaturasi protein adalah perubahan struktur

sekunder, tersier dan kuartener tanpa diikuti oleh struktur primer. Denaturasi

terjadi pada suhu 50-60℃ dan 10-15℃. Pada suhu yang tinggi maka protein

mengalami perubahan fisik. Salah satu sifat yang tampak adalah kelarutannya

yang menurun(Martoharsono, 1988).

2.2.3 Fungsi Protein

Menurut Budiyanto (2004)protein mempunyai fungsi bagi tubuh yaitu :

1. Pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Pertumbuhan berarti penambahan sel

atau jaringan dan pemeliharaan yaitu mengatur sel-sel yang rusak serta

pembentukan senyawa-senyawa penting tubuh, seperti hormon dan enzim.

2. Pembentukan antibodi tubuh, yaitu zat yang digunakan untuk memerangi

organisme atau bahan asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus dan

bakteri.

3. Berperan dalam pengangkutan zat gizi, yakni pengangkutan dari saluran

cerna ke dalam darah dan dari darah ke ke jaringan-jaringan serta ke sel-sel.

4. Sumber energi, protein merupakan sumber energi tubuh. Jika tubuh

kekurangan energi, fungsi protein sebagai pembangun untuk menyediakan

energi.

2.3Metode Penetapan Kadar Protein

(19)

11

Menurut SNI 2973-2011 prinsippenetapankadar protein adalahsenyawa

nitrogen diubahmenjadi ammonium sulfatolehasamsulfatpekat,

kemudiandiuraikandengannatriumhidroksida. Ammoniayang di

bebaskandiikatdenganasamboratdankemudiandititardenganlarutanbakuasam.

Kadar protein diperolehdarihasil kali total nitrogen dengan 6,25.

AnalisisdenganmetodeKjeldahlpadadasarnyadapatdibagimenjaditigatahapy

aitu proses destruksi, proses destilasidantahaptitrasi. Pada proses

destruksisampeldipanaskandalamasamsulfatpekatsehinggamenjadiunsur-unsurnya. Elemenkarbondanhidrogenteroksidasimenjadi CO, CO2dan H2O.

Nitrogen akanberubahmenjadi (NH4)2SO4.

UntukmempercepatreaksidapatditambahkankatalissepertiHgOdan Na2SO4,

K2SO4atau

CUSO4.Denganpenambahankatalistitikdidihasamsulfatakannaiksehinggadestruksib

erjalancepat. Selenium jugaseringdigunakansebagaikatalisuntukmempercepat

proses oksidasi(Sudarmadji, dkk., 1989).

Padatahapdestilasi, ammonium sulfatdipecahmenjadi ammonia

denganpenambahannatrium hidroksidasampai alkalis dandipanaskan. Ammonia

yang dibebaskanselanjutnyaakanditangkapolehlarutanasamstandar, asamstandar

yang digunakanadalahasamkloridaatauasamborat 4%. Destilasidiakhiribilasemua

ammonia

terdestilasisempurnadenganditandaidestilattidakbereaksibasis(Sudarmadji, dkk.,

(20)

12

Pada tahap titrasi apabila penampung destilat asam borat berlebih, maka

asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan dititrasi

menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator campuran metil merah dan

metil biru, selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen

nitrogen (Sudarmadji, dkk., 1989).

2. Metode Spektrofotometer

Kebanyakan protein mengabsorbansi sinar ultraviolet maksimum pada 200

nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin trip-tophan dan fenilalanin

yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar

ultraviolet cepat, mudah dan tidak merusak bahan (Sudarmadji, dkk., 1989).

3. Metode Lowry

Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density (OD) pada panjang

gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih

dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan

OD. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari

fosfoturigstat-fosfomolibdat (1:1) dan larutan Lowry b yang terdiri dari

Na2CO32% dalam NaOH 0,1 N, CuSO4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penetapannya

adalah sebagai berikut: 1 ml larutan protein ditambahkan 5 ml Lowry B, digojok

dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,45 ml Lowry Adigojok

dan biarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD nya pada panjang gelombang 600

nm (Sudarmadji, dkk., 1989).

(21)

13

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan

larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya gugus amida asam

(CONH2). Penetapan protein cara biuret yaitu dengan mengukur optical density

(OD) pada panjang gelombang 560- 580 nm (Sudarmadji, dkk., 1989).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Makanan Minuman dan Hasil

Pertanian(MMHP) Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) IndustriMedan yang

berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medanpadatanggal 02 Februari – 27

Februari 2015.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat destilasi Kjeldahl, alat penyulingan

dan kelengkapannya, batang pengaduk, beaker glass, buret 10 ml, bola karet,

erlenmeyer, klem, labu Kjeldhal, labu ukur, neraca analitik, pemanas listrik, pipet

tetes, pipet volum, statif.

(22)

14

Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, HCl 0,01 N, H2SO4(p),

H3BO34%, indikator campuran Methyl Red (MR) dan Bromocresol Green (BCG),

NaOH 30%, SeO2.

3.3.1 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposiveyaitusampel dipilih hanya

atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-unsur yang ingin diteliti

sudah mewakili seluruh anggota sampel.Sampel yang digunakan adalah biskuit A

dan biskuit B yang masing-masing dibeli di Jalan Pama Gg

LembahDelitua,Medandan pasar swalayan sekitar Marindal I Kec. Patumbak Kab.

Deli serdang, Medan.

3.3.2 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan Pereaksi Larutan Asam Klorida (HCl) 0,01 N: Dipipet 1ml

asam klorida pekat dan encerkan menjadi 1000 ml dengan air suling sampai tanda

garis dan tetapkan normalitasnya (SNI 2973-2011).

Pembuatan Pereaksi Larutan Asam Borat (H3BO3) 4%: Dilarutkan 40 g

asam borat dengan air suling menjadi 1000 ml dan tambahkan 3 ml larutan

indikator Methyl Red danBromocresol Green, aduk (larutan akan berwarna kuning

terang) dan pindahkan kedalam botol glas bertutup (SNI 2973-2011).

Pembuatan Indikator CampuranMethyl Red (MR) dan Bromocresol Green

(BCG):Dilarutkan 0,2 g methyl red dengan etanol 95% menjadi 100 ml. Larutkan

1 g bromocresol green dengan etanol 95% menjadi 100 ml. Campurkan 1 bagian

larutan methyl reddan 5 bagian larutan bromocresol green dalam gelas piala lalu

(23)

15

Pembuatan Pereaksi Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 30%:Dilarutkan

600 g natrium hidroksida dengan air suling menjadi 2000 ml, simpan dalam botol

bertutup karet (SNI 2973-2011).

Pembuatan Pereaksi Selen (SeO2): Dicampurkan 4 g serbuk SeO2,150 g

K2SO4atau Na2SO4 dan 30 gram CuSO4.5H2O (SNI 2973-2011).

3.4Prosedur Percobaan

Timbang seksama 1 g biskuit (biskuit A dan biskuit B), masukkan ke

dalam labu Kjedahl 100 ml.Tambahkan 1 g SeO2 dan 25 ml H2SO4(p). Panaskan

diatas pemanas listrik atau api pembakaran sampai mendidih dan larutan menjadi

jernih (sekitar 2 jam). Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke

dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.Pipet 25 ml larutan dan

masukkan kedalam alat penyuling, tambahkan 50 ml NaOH 30% dan beberapa

tetes indikator campuran methyl red (MR) dan bromocresol green

(BCG).Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 25

ml larutan H3BO34% yang telah dicampur indikator.Bilas ujung pendingin dengan

air suling.Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N. Kerjakan penetapan blanko (SNI

(24)

16

V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel (ml)

V2= volume HCl 0,01 N yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

N = normalitas larutan HCl

FK = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum: 6,25

FP = faktor pengenceran.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Sampel yang digunakan untuk uji organoleptik dan kadar protein yaitu

biskuit A dan biskuit B. Biskuit A dan biskuit B dapat dilihat pada gambar 1dan

gambar 2.

Gambar 1. Biskuit A Gambar 2. Biskuit B

Hasil uji organoleptik pada biskuit A dan biskuit B, dapat dilihat pada

Tabel 4.1

(25)

17

Dari tabel 4.1 diatas, dapat dilihat untuk uji organoleptik seperti bau,

hasilnya tidak tercium bau asing maka dinyatakan normal, rasa sesuai dengan rasa

biskuit maka dinyatakan normal, berwarna khas biskuit yaitu kuning kecoklatan

maka dinyatakan normal dan berbentuk bulat.

Menurut Cahyo dkk (2013)uji organoleptik dilakukan pada empat

parameter yaitu bau, warna, rasa dan bentuk, karena suka atau tidaknya konsumen

terhadap suatu produk dipengaruhi oleh hal tersebut selanjutnya menurut

Yulianingsih (2007) biskuit dinyatakan normal apabila memenuhi standar

organoleptik yaitu berbau khas milk biskuit, berwarna kuning kecoklatan, rasanya

manis susu gurih, renyah dan tidak lengket di gigi.

Hasil kadar protein pada biskuit A dan biskuit B, dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil kadar protein pada biskuit A dan biskuit B

No Nama Biskuit Kadar Protein (%)

Persyaratan Mutu SNI

1 Biskuit A 5,94 SNI 2973–2011 minimal 5,00%

2 Biskuit B 8,70

Dari tabel 4.2 diatas, dapat dilihat kadar protein pada biskuit A dan biskuit

B masing-masing sebesar 5,94% dan 8,70%.Hal ini menunjukkan biskuit A dan

biskuit B memenuhi persyaratan SNI 2973–2011.

Kadar protein biskuit A dan biskuit B memenuhi persyaratan. Namun,

(26)

18

tergantung pada komposisi yang digunakan dan proses pemanggangan dengan

suhu yang tinggi dapat berakibat pada kerusakan protein.

MenurutFakhrunnisa (2014) hal yang mempengaruhirendahnyakadar

protein yaitu pada proses pemanggangansebabhal ini berpengaruhterhadapkadar

protein. Protein sangat peka terhadap panas dan akan mengalami perubahan

struktur kimia (denaturasi) akibat adanya pemanasan sehingga kadar protein

dalam biskuit berkurang, hal ini di dukung oleh Winarno (1993) menyatakan

bahwa dengan pemanasan protein dapat mengalami denaturasi, yaitu strukturnya

berubah bentuk sehingga memudahkan enzim untuk menghidrolisis atau memecah

menjadi asam amino.

Biskuit A merupakan produk pangan industri rumah tangga, sedangkan

biskuit B merupakan produk yang telah teregistrasi oleh BPOM. Kedua biskuit ini

memenuhi persyaratan, tetapi kadar protein biskuit A lebih rendah. Hal ini

kemungkinan kurangnya penggunaan bahan-bahan lain seperti: susu bubuk,

mentega dan tepung, sebab penggunaan bahan berdasarkan kualitas dan

kuantitasnya berpengaruh terhadap kadar protein.

Walaupun kadar protein telah memenuhi persyaratan, sebaiknya biskuit A

perlu ditingkatkan kualitas mutunya dan teregistrasi oleh BPOM. Selain itu,

(27)

19

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kadar protein pada biskuit A dan biskuit B memenuhi persyaratan

masing-masing sebesar 5,94% dan 8,7%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji parameter

(28)

20

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. Halaman 77-88;100;103-104.

Badan Standarisasi Nasional. (2011). Biskuit. SNI 2973-2011. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Budiyanto, A.K. (2004). Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Halaman 37; 44; 191-192

Cahyo, L.A., Kumalaningsih, S., dan Febrianto, A.M. (2013). Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp). Malang: Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Diakses Tanggal 28 Mei 2015.

DepartemenKesehatan, R.I,. (1972). DaftarKomposisiBahanMakanan. Jakarta: KaryaAksara.

Fajar, O.S. (2013). Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologi Selama Penyimpanan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

(29)

21

Girindra, A. (1986). Biokimia I. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 80-82.

Martoharsono, S. (1988).Biokimia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Halaman 45.

Muaris, H. (2007). Biskuit Sehat. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Qurrota, N.A., dan Wirawani, Y. (2013). Kontribusi MP-ASI Biskuit Substitusi Tepung Garut, Kedelai, dan Ubi Jalar Kuning Terhadap Kecukupan Protein, Vitamin A, Kalsium, dan Zink Pada Bayi. Semarang: Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. 2(4): 458-466. Diakses Tanggal 28 Mei 2015.

Sastrohamidjojo, H. (2009). Kimia Organik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Halaman 118.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 119; 141-146.

Winarno, F.G. (1993). Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(30)

22

Lampiran 1. Identitas Sampel

1. Biskuit A

Nama Sampel : Biskuit Seroja

No. Kode : DIN.KES P.IRT No.206121236455

2. Biskuit B

Nama Sampel : Biskuit Marie

No. Kode : C11903B

Wadah/kemasan : BungkusPlastik/125 gram

Pabrik : CV. Jaya Abadi Jakarta14061- Indonesia

Komposisi : Tepung terigu, gula pasir, susu bubuk, mentega, lemak

nabati, telur ayam, glukosa, pengembang, garam.

Waktu Kadaluarsa : 19 September 2016

(31)

23

Lampiran 2. Bagan Alir Prosedur Percobaan

Ditimbang masing-masing ±1 g sampel (biskuit A dan biskuit B)

Dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 100 ml Ditambahkan 1 g SeO2 dan 25 ml H2SO4(p)

Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakaran sampai larutan jernih selama 2 jam Dibiarkan sampai dingin

Diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis

Dipipet 25 ml larutan sampel dan dimasukkan ke dalam alat penyuling

Ditambahkan 50 ml NaOH 30%

Ditambahkan 25 ml H3BO3 4% dan 1 tetes indikator campuran methyl red dan bromocresol green

Disuling selama kurang lebih 10 menit Sampel

Proses Destruksi

Proses Destilasi

(32)

24

Dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N

Lampiran 3. Penetapan Kadar Protein

Kadar Protein = (V1−V2) x N x 0,014 x FP x FK

W x 100%

Dimana :

W = bobot sampel

V1 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (ml)

V2 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

N = normalitas HCl

FK = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum: 6,25

FP = faktor pengenceran.

Contoh Perhitungan : Sampel Biskuit A

W = 1,3546 g FP = 100/25 = 4

V1 = 2,40 ml FK = 6,25

V2 = 0,00 ml Normalitas HCl = 0,0955

Kadar Protein = (V1−V2) x N x 0,014 x FP x FK

W x 100%

Kadar Protein = (2,40−0,00)� 0,0955 � 0,014 � 4 � 6,25

1,3546 x 100%

Hasil

(33)

25

Lampiran 4. Gambar Proses Penetapan Kadar Protein dengan Metode

Kjeldahl

(34)

26

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi kimia pada biskuit per 100 gram bahan
Tabel 2.2 Persyaratan mutu biskuit
gambar 2.
Tabel 4.2 Hasil kadar protein pada biskuit A dan biskuit B
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan protein biskuit tepung daun kelor dan mengetahui organoleptik (rasa, aroma, warna, tekstur, serta

“Studi Pembuatan dan Analisis Zat Gizi Pada Produk Biskuit Moringa oleifera dengan Substitusi Tepung Daun Kelor”.. Makassar:

Penyusunan karya tulis ilmiah dengan judul “Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Biskuit yang Disubstitusi Tepung Daun Kelor ( Moringa oleifera)” ini disusun sebagai

KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus ) DENGAN PERENDAMAN KONSENTRASI CaCO3.. DAN SUHU

2014 Pemanfaatan Jamur Tiram Putih(pleurotus ostreatus) Sebagai Tepung Kajian Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan.. malang: Fakultas Teknologi Pertanian

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap Karakteristik Organoleptik dan Kimia Biskuit Mocaf (Modified Cassava Flour).. Jurnal

Daya terima dan kandungan zat gizi biskuit bayi sebagai makanan pendamping ASI dengan subsitusi tepung labu kuning (Cucurbita Moschata) dan tepung ikan patin (Pangasius

Gambar proses Penetapan Kadar Protein pada Biskuit Bayi dan Balita.